Makalah Pandas Kelompok Vii

  • Uploaded by: Miako Pasinggi
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Pandas Kelompok Vii as PDF for free.

More details

  • Words: 10,349
  • Pages: 66
TUGAS KEPANITERAAN DASAR ”GAGAL GINJAL KRONIK”

Disusun oleh: Kelompok VII PS 06

LEMBAR PENGESAHAN

Mengesahkan Ketua Tim Pengajar Kepaniteraan Dasar 2009,

Prof. dr. Adrian Umboh, Sp.A(K)

Dosen Pembimbing,

dr. Poppy M. Lintong, Sp.PA (K)

2

Kelompok VII Ketua

: Monica Tambajong

(060111041)

Sekretaris

: Stevry Matindas

(060111198)

Anggota

:

1. Vonny Wurangian

(060111006)

2. Fiji Maramis

(060111018)

3. Dwi Kartika Masloman

(060111030)

4. Marsino Rondo

(060111051)

5. Anggriany Longdong

(060111061)

6. Viola Patty

(060111074)

7. Heny Palapa

(060111085)

8. Paulus Oroh

(060111095)

9. Dislih Panelewen

(060111105)

10. Edward Pattiasina

(060111115)

11. Kevin Kussoy

(060111125)

12. Christina Bahrun

(060111137)

13. Sherly Simanjuntak

(060111147)

14. Vicky Rustan

(060111158)

15. Evans Sobba

(060111168)

16. Jane Framita Lagaronda

(060111178)

17. Reynaldo Sumolang

(060111188)

18. Miako Pasinggi

(060111208)

19. Alberth Pongoh

(060111219)

20. Felicia Pangemanan

(060111229)

21. Ika Dewi Lestari

(060111239)

22. Faizal B. Edah

(060111249)

23. Ferdi Tandi

(0801115374)

3

KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas berkat dan rahmatNyalah kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah Kepaniteraan Dasar kami dengan judul : Gagal Ginjal Kronik Penyusun menyadari bahwa keberhasilan penyusunan makalah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak baik langsung maupun tidak langsung. Dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Prof. dr. Adrian Umboh, Sp.A (K) selaku Ketua Tim Pengajar Mata Kuliah Kepaniteraan Dasar 2009. 2. dr. Poppy M. Lintong, Sp.PA (K) selaku Sekretaris Tim Pengajar Mata Kuliah Kepaniteraan Dasar 2009 dan sebagai dosen pembimbing atas bimbingan, pengarahan, saran serta dukungan yang berarti kepada penyusun selama penyusunan makalah ini. 3. dr. Ventje Kawengian, Sp.PD sebagai anggota Tim Pengajar Mata Kuliah Kepaniteraan Dasar 2009 dari bagian Interna. 4. Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu. Semoga segala kebaikan dan pertolongan semuanya mendapatkan berkah Yang Maha Kuasa. Akhirnya mengingat pribahasa ”tak ada gading yang tak retak”, kami selaku penyusun meminta maaf yang sebesar-besarnya jika ada kekurangan dan kesalahan dalam penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca. Manado,

Mei 2009

Penyusun

Kelompok VII

4

DAFTAR ISI Lembar Pengesahan ................................................................................................................... 02 Daftar Nama Anggota Kelompok .............................................................................................. 03 Kata Pengantar ............................................................................................................................ 04 Daftar Isi ..................................................................................................................................... 05 Bab I : Tinjauan Pustaka ............................................................................................................. 07 A. Definisi Gagal Ginjal Kronik .................................................................................... 07 B. Etiologi Gagal Ginjal Kronik ................................................................................... 08 C. Klasifikasi Gagal Ginjal Kronik ............................................................................... 09 D. Gejala Klinik Gagal Ginjal Kronik ........................................................................... 11 E. Pendekatan Diagnosis Gagal Ginjal Kronik ............................................................. 13 F. Program Terapi Gagal Ginjal Kronik ....................................................................... 17 G. Prognosis Gagal Ginjal Kronik ................................................................................ 33 Bab II : Laporan Kasus ............................................................................................................. 34 A. Identitas Pasien ......................................................................................................... 34 B. Anamnesa Utama ...................................................................................................... 34 C. Anamnesa Penyakit Dalam ........................................................................................ 35 D. Pemeriksaan Fisik Utama .......................................................................................... 38 E. Resume Masuk .......................................................................................................... 44 Bab III : Analisis Kasus .............................................................................................................. 47 A. Etiologi ...................................................................................................................... 47 B. Patogenesis ................................................................................................................ 52 C. Gambaran Klinik ....................................................................................................... 50 D. Terapi ........................................................................................................................ 56 E. Diagnosa Banding ..................................................................................................... 63 F. Prognosis ................................................................................................................... 63 5

Daftar Pustaka ..............................................................................................................................64

6

BAB I TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Gagal Ginjal Kronik Definisi konseptual dari gagal ginjal kronik: 

Gagal ginjal kronik (GGK) : ketidak mampuan ginjal untuk mempertahankan keseimbangan dan itergritas tubuh yang mncul secara bertahap sebelum terjun ke fase penurunan faal ginjal tahap akhir.



Gagal ginjal kronik : penurunan semua faal ginjal secara bertahap, diikuti penimbunan sisa metabolisme protein dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.



Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah kerusakan ginjal atau penurunan faal ginjal lebih atau sama dengan 3 bulan sebelum diagnosis ditegakkan. Sesuai rekomendasi dari NKF-DOQI (2202).

Ada beberapa pengertian gagal ginjal kronik yang dikemukakan oleh beberapa ahli yaitu : 

Gagal ginjal kronik merupakan kegagalan fungsi ginjal (unit nefron) yang berlangsung pelahan-lahan karena penyebab berlangsung lama dan menetap yang mengakibatkan penumpukan sisa metabolit (toksin uremik) sehingga ginjal tidak dapat memenuhi kebutuhan biasa lagi dan menimbulkan gejala sakit (Hudak & Gallo, 1996).



Long (1996 : 368) mengemukakan bahwa gagal ginjal kronik adalah ginjal sudah tidak mampu lagi mempertahankan lingkugan internal yang konsisten dengan kehidupan dan pemulihan fungsi sudah tidak ada.



Gagal ginjal kronik merupakan penurunan faal ginjal yang menahun yang umumnya tidak riversibel dan cukup lanjut. (Suparman, 1990: 349).



Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat, biasanya berlangsung dalam beberapa tahun (Lorraine M Wilson, 1995: 812).

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa gagal ginjal kronik adalah kegagalan 7

fungsi ginjal (unit nefron) atau penurunan faal ginjal yang menahun dimana ginjal tidak mampu lagi mempertahankan lingkungan internalnya yang berlangsung dari perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat yang berlangsung dalam jangka waktu lama dan menetap sehingga mengakibatkan penumpukan sisa metabolik (toksik uremik) berakibat ginjal tidak dapat memenuhi kebutuhan dan pemulihan fungsi lagi yang menimbulkan respon sakit.1

B. Etiologi Gagal Ginjal Kronik Umumnya gagal ginjal kronik disebabkan penyakit ginjal intrinsic difus dan menahun. Tetapi hamper semua nefropati bilateral dan progresif akan berekhir dengan gagal ginjal kronik. Umumnya penyakit diluar ginjal, missal nefropati obstruktif dapat menyebabkan kelainan ginjal intrinsic dan berakhir dengan gagal ginjal kronik. Glomerulonefritis hipertensi essensial dan pielonefritis merupakan penyebab paling sering dari gagal ginjal kronik kira-kira 60%. Gagal ginjal kronik yang berhubungan dengan penyakit ginjal polikistik dan nefropati obstruktif hanya 15 – 20 %. Glomerulonefritis kronik merupakan penyakit parenkim ginjal progresif dan difus, seringkali berakhir dengan gagal ginjal kronik. Laki-laki lebih sering dari wanita, umur 20 – 40 tahun. Sebagian besar pasien relatif muda dan merupakan calon utama untuk transplantasi ginjal. Glomerulonefritis mungkin berhubungan dengan penyakit-penyakit system (Glomerulonefritis sekunder) seperti Lupus Eritomatosus Sitemik, Poliarthritis Nodosa, Granulomatosus Wagener. Glomerulonefritis (Glomerulopati) yang berhubungan dengan diabetes melitus (Glomerulosklerosis) tidak jarang dijumpai dan dapat berakhir dengan gagal ginjal kronik. Glomerulonefritis yang berhubungan dengan amiloidosis sering dijumpai pada pasien-pasien dengan penyakit menahun sperti tuberkolosis, lepra, osteomielitis, dan arthritis rheumatoid, dan myeloma. Penyakit ginjal hipertensif (arteriolar nefrosklerosis) merupakan salah satu penyebab gagal ginjal kronik. Insiden hipertensi essensial berat yang berekhir dengan gagal ginjal kronik kurang dari 10 %. Kira-kira 10 -15% pasien-pasien dengan gagal ginjal kronik disebabkan penyakit ginjal 8

congenital seperti Sindrom Alport, penyakit Fabbry, Sindrom Nefrotik Kongenital, penyakit ginjal polikistik, dan amiloidosis. Pada orang dewasa, gagal ginjal kronik yang berhubungan dengan infeksi saluran kemih dan ginjal (Pielonefritis) tipe uncomplicated jarang dijumpai, kecuali tuberculosis, abses multiple, nekrosis papilla renalis yang tidak mendapatkan pengobatan adekuat. Seperti diketahui,nefritis interstisial menunjukkan kelainan histopatologi berupa fibrosis dan reaksi inflamasi atau radang dari jaringan interstisial dengan etiologi yang banyak. Kadang dijumpai juga kelainan-kelainan mengenai glomerulus dan pembuluh darah, vaskuler. Nefropati asam urat menempati urutan pertama dari etiolgi nefrotis interstisial. 1

C. Klasifikasi Gagal Ginjal Kronik Sesuai dengan test kreatinin klirens, maka GGK dapat di klasifikasikan derajat penurunan faal ginjal sebagai berikut: 1 Derajat A

Primer (LFG) Normal

Sekunder = Kreatinin (mg %) Normal

B

50 – 80 % normal

Normal – 2,4

C

20 – 50 % normal

2,5 – 4,9

D

10 – 20 % normal

5,0 – 7,9

E

5 – 10 % normal

8,0 – 12,0

F

< 5 % normal

> 12,0

Pada 2002, National Kidney Foundation AS menerbitkan pedoman pengobatan yang menetapkan lima stadium CKD berdasarkan ukuran GFR yang menurun. Pedoman tersebut mengusulkan tindakan yang berbeda untuk masing-masing stadium penyakit ginjal. 1. Resiko CKD meningkat. GFR 90 atau lebih dianggap normal. Bahkan dengan GFR normal, kita mungkin beresiko lebih tinggi terhadap CKD bila kita diabetes, mempunyai tekanan darah yang tinggi, atau keluarga kita mempunyai riwayat penyakit ginjal. Semakin kita tua, semakin tinggi resiko. 9

Orang berusia di atas 65 tahun dua kali lipat lebih mungkin mengembangkan CKD dibandingkan orang berusia di antara 45 dan 65 tahun. Orang Amerika keturunan Afrika lebih beresiko mengembangkan CKD. 2. Stadium 1 Kerusakan ginjal dengan GFR normal (90 atau lebih). Kerusakan pada ginjal dapat dideteksi sebelum GFR mulai menurun. Pada stadium pertama penyakit ginjal ini, tujuan pengobatan adalah untuk memperlambat perkembangan CKD dan mengurangi resiko penyakit jantung dan pembuluh darah. 3. Stadium 2 Kerusakan ginjal dengan penurunan ringan pada GFR (60-89). Saat fungsi ginjal kita mulai menurun, dokter akan memperkirakan perkembangan CKD kita dan meneruskan pengobatan untuk mengurangi resiko masalah kesehatan lain. 4. Stadium 3 Penurunan lanjut pada GFR (30-59). Saat CKD sudah berlanjut pada stadium ini, anemia dan masalah tulang menjadi semakin umum. Kita sebaiknya bekerja dengan dokter untuk mencegah atau mengobati masalah ini. 5. Stadium 4 Penurunan berat pada GFR (15-29). Teruskan pengobatan untuk komplikasi CKD dan belajar semaksimal mungkin mengenai pengobatan untuk kegagalan ginjal. Masingmasing pengobatan membutuhkan persiapan. Bila kita memilih hemodialisis, kita akan membutuhkan tindakan untuk memperbesar dan memperkuat pembuluh darah dalam lengan agar siap menerima pemasukan jarum secara sering. Untuk dialisis peritonea, sebuah kateter harus ditanam dalam perut kita. Atau mungkin kita ingin minta anggota keluarga atau teman menyumbang satu ginjal untuk dicangkok. 6. Stadium 5 Kegagalan ginjal (GFR di bawah 15). Saat ginjal kita tidak bekerja cukup untuk menahan 10

kehidupan kita, kita akan membutuhkan dialisis atau pencangkokan ginjal.3

D. Gejala Klinik Gagal Ginjal Kronik Pada gagal ginjal kronis, gejala-gejalanya berkembang secara perlahan. Pada awalnya tidak ada gejala sama sekali, kelainan fungsi ginjal hanya dapat diketahui dari pemeriksaan laboratorium.Pada gagal ginjal kronis ringan sampai sedang, gejalanya ringan meskipun terdapat peningkatan urea dalam darah. Pada stadium ini terdapat nokturia dan hipertensi. Sejalan dengan perkembangan penyakit, maka lama kelamaan akan terjadi peningkatan kadar ureum darah semakin tinggi.Pada stadium ini, penderita menunjukkan gejala-gejala: 

letih, mudah lelah, dan sulit konsentrasi



nafsu makan turun, mual dan muntah, cegukan.



tungkai lemah, parastesi, keram otot-otot, insomia.



libido menurun, nokturai, atau oligouria



sesak nafas, sembab, batuk, nyeri perikardial



malnutrisi, penurunan berat badan letih.

Pada stadium yang sudah sangat lanjut, penderita bisa menderita ulkus dan perdarahan saluran pencernaan. Kulitnya berwarna kuning kecoklatan dan kadang konsentrasi urea sangat tinggi sehingga terkristalisasi dari keringat dan membentuk serbuk putih di kulit (bekuan uremik). Beberapa penderita merasakan gatal di seluruh tubuh. Menurut Suhardjono (2001), manifestasi klinik yang muncul pada pasien dengan gagal ginjal kronik yaitu: 

Gangguan pada sistem gastrointestinal -

Anoreksia, nausea, dan vomitus yang berhubungan dengan gangguan metaboslime protein dalam usus.

-

Mulut bau amonia disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air liur.

-

Cegukan (hiccup)

11











Gastritis erosif, ulkus peptik, dan kolitis uremik

Kulit -

Kulit berwarna pucat akibat anemia. Gatal dengan ekskoriasi akibat toksin uremik.

-

Ekimosis akibat gangguan hematologis

-

Urea frost akibat kristalisasi urea

-

Bekas-bekas garukan karena gatal

Sistem Hematologi -

Anemia

-

Gangguan fungsi trombosit dan trombositopenia

-

Gangguan fungsi leukosit

Sistem saraf dan otot -

Restles leg syndrome

-

Burning feet syndrome

-

Ensefalopati metabolic

-

Miopati

Sistem Kardiovaskuler -

Hipertensi

-

Akibat penimbunan cairan dan garam.

-

Nyeri dada dan sesak nafas

-

Gangguan irama jantung

-

Edema akibat penimbunan cairan

Sistem Endokrin -

Gangguan seksual: libido, fertilitas dan ereksi menurun pada laki-laki.

-

Gangguan metabolisme glukosa, resistensi insulin, dan gangguan sekresi insulin.

-

Gangguan metabolisme lemak. 12



Gangguan metabolisme vitamin D.

Gangguan sistem lain -

Tulang : osteodistrofi renal

-

Asidosis metabolik. 1

E. Pendekatan Diagnosis Gagal Ginjal Kronik Sasarannya yaitu : 

Memastikan adanya penurunan faal ginjal (LFG)



Mengejar etiologi GGK yang mungkin dapat di koreksi



Mengidentifikasi semua factor pemburuk faal ginjal (reversible factors)



Menentukan strategi terapi rasional



Meramalkan prognosis

1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik diagnosis Anamnesis harus terarah dengan mengumpulkan semua keluhan yang berhubungan dengan retensi atau akumulasi toksin azotemia, etiologi dan perjalanan penyakit termasuk semua factor yang dapat memperburuk faal ginjal (LFG). Gambaran klinik mempunyai spectrum klinik luas dan melibatkan banyak dan tergantung dari derajat penurunan faal ginjal dan lebih makin nyata bila pasien sudah terjun ke fase terminal dari gagal ginjal terminal (GGT) dengan melibatkan banyak organ seperti system hemopoiesis, saluran cerna yang lebih berat, saluran nafas, mata, kulit, selaput serosa (pluritis dan perikarditis), system kardiovaskuler, dan neuropsikatri. Pada anamnesis dan pemeriksaan fisik harus dapat mengungkapkan etiologi GGK yang dapat dikoreksi maupun yang tidak dapat dikoreksi. Semua factor etiologi yang mungkin dapat dikoreksi biasanya sulit terungkap pada anamnesis dan pemeriksaan fisik diagnosis tetapi informasi ini sangat penting sebagai panduan pengejaran diagnosis dengan memakai sarana penunjang laboratorium dan 13

pemeriksaan yang lebih spesifik. 2. Pemeriksaan Laboratorium Untuk menentukan ada tidaknya kegawatan, menentukan derajat GGK, menentukan gangguan sistem, dan membantu menetapkan etiologi. Blood ureum nitrogen (BUN)/kreatinin meningkat, kalium meningkat, magnesium meningkat, kalsium menurun, protein menurun. Tujuan pemeriksaan laboratorium yaitu (1) memastikan dan menentukan derajat penurunan faal ginjal LFG, (2) identifikasi etiologi, (3) menentukan perjalanan penyakit termasuk semua factor pemburuk faal ginjal yang sifatnya terbalikan (reversible). 2.1. Pemeriksaan faal ginjal (LFG) Salah satu cara menegakkan diagnosis gagal ginjal adalah dengan menilai kadar ureum dan kreatinin serum, karena kedua senyawa ini hanya dapat diekskresi oleh ginjal. Kreatinin adalah hasil perombakan keratin, semacam senyawa berisi nitrogen yang terutama ada dalam otot1. Pemeriksaan ureum dan kreatinin serum dan asam urat serum sudah cukup memadai sebagai uji saring untuk faal ginjal (LFG). Pemeriksaan klirens kreatinin dan radionukleotida (gamma camera imaging) hamper mendekati faal ginjal yang sebenarnya. Setiap pasien penyakit ginjal kronik (PGK) disertai atau tidak penurunan LFG harus ditentukan derajat (stadium) sesuai dengan rekomendasi NKF-DOQI (2002). 1 Rumus LFG Kockroft-Gault : (140 – umur) X berat badan LFG (ml/mnt.1,73m2) =

*) 72 X Kreaatinin plasma

* pada perempuan dikalikan 0,85. 2 2.2. Etiologi gagal ginjal kronik (GGK) 

Analisis urin rutin

14

Albuminuria lebih dari 3,5 gram per hari dan non selektif disertai kelainan sedimen (eritrosit uria, leukosituria, dan silinderuria) lebih sering ditemukan pada glomerulopati (idiopati) eksresi protein (proteinuria) cenderung berkurang pararel dengan memburuknya faal ginjal (LFG). 

Mikrobiologi urin (CFU per ml urin) Bila CFU per ml urin lebih dari dari 105 dari bahan UTK walaupun tanpa keluhan harus dicurigai ISK dengan komplikasi sebagai etiologi GGK atau faktor pemburuk faal ginjal (LFG).



Kimia darah Pada sindrom nefrotik primer (idiopati) dan sekunder (diabetes dan SLE) elektoforesis protein memperlihatkan gambaran yang patognomonis. Hiperkolosterolemia sering ditemukan pada sindrom nefrotik idiopatik (primer); sebaliknya normokolesterolemia pada diabetes dan lupus sistemik dan dikenal sebagai pseudonephrotic syndrome.



Elektrolit Pemeriksaan elektrolit (serum dan urin) penting untuk diagnosis GGK yang berhubungan dengan nefropati (hipokalsemia dan hiperkalemia) dan nefrokalsinosis.



Imunodiagnosis Beberapa pemeriksaan imunodiagnosis untuk glomerulopati antara lain: a. ACB (antibody coated baciluria) b. ANA (anti nuclear antibody) c. HBsAg d. Krioglobulin

15

e. Circulating immune complex (CICx) f. Pemeriksaan komplemen serum (C) g. Imunofluoresen jaringan 2.3.Pemeriksaan laboratorium untuk perjalanan penyakit 2.3.1. Progresivitas penurunan faal ginjal •

Ureum dan kreatinin serum



Klirens kreatini

2.3.2. Hemopoiesis •

Hb (PCV)



Trombosit



Fibrinogen



Faktor pembekuan

2.3.3. Elektrolit •

Serum Na+, K+, HC03-, Ca++, Po4=, Mg+

2.3.4. Endokrin •

PTH & T3, T4

2.3.5. Pemeriksaan lain berdasarkan indikasi terutama faktor pemburuk faal ginjal (LFG) Misalnya Infark miokard 3. Pemeriksaan penunjang diagnosis Pemeriksaan penunjang diagnosis harus selektif sesuai dengan tujuannya, yaitu: 3.1. Diagnosis etiologi GGK 

Etiologi yang dapat dikoreksi medikamentosa



Etiologi yang dapat dikoreksi dengan pembedahan

16



Etiologi yang tidak mungkin dikoreksi

Biopsi Ginjal untuk mengdiagnosa kelainan ginjal dengan mengambil jaringan ginjal lalu dianalisa. Biopsi ginjal diperlukan bila pasien direncanakan untuk program transplantasi ginjal. Beberapa pemeriksaan penunjang diagnosis : a. Foto polos perut b. USG c. Nefrotomogram d. Pielografi retrograde e. Pielografi antegrade f. Micturatingcysto urography (MCU) 3.2.Diagnosis pemburuk faal ginjal (LFG) a. Pemeriksaan radiologi dan radionuklida (renoram) b. Ultrasonografi. 1

F. Program Terapi Gagal Ginjal Kronik 1. Terapi konservatif Sebagian besar pasien GGK harus menjalani program terapi simtomatik untuk mencegah atau mengurangi populasi gagal ginjal terminal (GGT).Banyak faktor perlu dikendalikan untuk mencegah/memperlambat progresivitas penurunan faal ginjal (LFG). Protein hewani, hiperkolesterolemia, hipertensi sistemik, gangguan elektrolit (hipokalsemia & hipokalemia) merupakan faktor-faktor yang memperburuk faal ginjal. Kelainan hemodinamik intrarenal (hipertensi intraglomerulus) seperti terdapat pada hipertensi essensial dan nefropati diabetik merupakan faktor yang harus diantisipasi dan dikendalikan untuk mencegah penyakit ginjal terminal. Intervensi terhadap perubahanperubahan patogenesis dan patofisiologi ini merupakan kunci keberhasilan upaya untuk mencegah/ mengurangi penurunan faal ginjal (LFG) yang berakhir dengan penyakit

17

ginjal terminal. Perubahan faal ginjal (LFG) bersifat individual untuk setiap pasien GGK, lama terapi konservatif bervariasi dari bulan sampai tahun. 

Tujuan terapi konservatif, yaitu: a. mencegah memburuknya faal ginjal secara progresif b. meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia c. mempertahankan dan memperbaiki metabolisma secara optimal d. memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit.



Beberapa prinsip terapi konservatif 1. mencegah buruknya faal ginjal (LFG) •

hati-hati pemberian obat yang bersifat nefrotoksik



hindari keadaan yang menyebabkan deplesi volume cairan ekstraseluler dan hipotensi



hindari gangguan keseimbngan elektrolit



hindari pembatasan ketat konsumsi protein hewani



hindari proses kehamilan dan pemberian obat kontrasepsi



hindari insttrumentsasi (keteterisasi dan sistoskopi) tanpa indikasi medik yang kuat



hindari pemeriksaan radiologi dengan media kontras tanpa indikasi medik yang kuat

2. program memperlambat penurunan progresif faal ginjal •kendalikan

hipertensi sistemik dan intraglomerular

•kendalikan

terapi ISK

•diet

protein yang proporsional

•kendalikan •terapi

hiperfosfatemia

hiperurikemia bila asam urat serum > 10 mg% 18

•terapi

keadaan asidosis metabolik

•kendalikan

keadaan hiperglikemia

3. terapi alleviative gejala azotemia •

pembatasan konsumsi protein hewani



terapi gatal-gatal



terapi keluhan gastrointestinal



terapi gejala neuromuskuler



terapi kelainan tulang bdan sendi



terapi anemia



teapi setiap infeksi (bakteri, virus HBV atau HCV)

1.1. Peranan diet Terapi diet rendah protein (DRP). Terapi diet rendah protein menguntungkan untuk mencegah atau mengurangi toksik azotemia tetapi untuk jangka lama dapat merugikan terutama gangguan keseimbangan negatif nitrogen Tujuan program diet rendah protein(DRE) a. mempertahankan kkeadaan nutrisi optimal b. mengurangi atau mencegah akumulasi toksin azotemia c. mencegah menbruknyafaal ginjal (LFG) akibat proses glomerulosklerosis 1.1.1. Jumlah protein hewani perhari untuk pasien gagal ginjal kronik Terapi diet rendah proteun (DRP) berdasrkan rekomendasi dari Raimund (1988) tergantung dari beberapa faktor antara lain : •

derajat penurunan faal ginjal (LFG)



penurunan faal ginjal secara progresif (mild renal insufficiency)



sindrom nefrotik



pasien dengan terapi korkosteroid



disertai penyakit katabolik sistemik

19

1.1.2. Konsumsi protein hewani tergantung dari LFG a. GGK ringan (LFGlebih dari 70 ml per min per1.73 m2) •

Tanpa penurunan progresi LFG Jumlah protein hewani yang dianjurkan antara 1,0-1,2 gram per kg BB per hari.



Disertai penurunan progresi LFG. Jumlah protein yang dianjurkan antara 0,55-0,60 gr per kg BB per hari dan lebih dari 0,35 gram per kg BB per hari terdiri dari protein hewani dengan nilai biologis tinggi.

b. GGK moderat (LFG antara 25-70 ml per min per1.73 m2) Jumlah protei yang dianjurkan 0,550-0,60 gr per kg BB per hari lebih dari 0,35 gram per kg BB perhari protein nilai biologis tinggi atau 0,28 gram protein per kg BB per hari dengan 10-20 gram perhari asam amino esensial atau asam keto. c.GGK tingkat lanjut (LFG antara 5-25 ml per min per 1.73 m2 ) Jumlah protein yang dianjurkan antara 0,55-0,60 gram per kg BB per hari lebih dari 0,35 gram per kg BB per hari protein nilai biologis tinggi atau 0,28 gram protein per kgBB per hari dengan 10 gram per hari asam amino esensial per keto. 1.1.3. Suplemen asam amino esensial & asam keto o Asam amino esensial (AAE) terdiri dari: valine, isoleucine, leucine, methionine, triptophan, phenylalanine, lysine, dan histidine. o Insikasi pemberian asam amino esensial (AAE): Bila konsumsi protein hewani 0,28 gram per kgBB per hari o

Tujuan: Tujuan utama untuk mencegah keseimbangan negatif nitrogen. 20

Nitrogen free amino acid analog (keto acid) mengalami transaminase dalam berbagi organ tubuh seperti otot skelet, hati, usus dan ginjal, menjadi asam amino esesnsial yang bebas dari nitrogen. Akhir-akhir ini muncul konsep baru untuk pembatasan konsumsi protein nilai biologis tinggi harus ditamabah suplemen kombinasi asam amino esesnsial dan asam amino non esesnsial (asam keto) seperti diet casein terutama untuk meningkatkan pertumbuhan badan (cell mass) 1.2. Kebutuhan Jumlah Kalori Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK harus adekuat dengan tujuan utama: •

mempertahankan keseimbangan positif nitrogen



memelihara status nutrisi



memelihara arthomometri (skinfold thickness) Jumlah kalori yang diperlukan bersifat individual tergantung dari penurunan faal

ginjal (LFG) : a. Pasien dengan LFG > 70 ml per min 1.73 m2 

Tanpa penurunan progresi LFG - jumlah kalori tidak dibatasi - karbohidrat dan lemak (sumber energi) tidak batasi seperti orang normal



Dengan penurunan progresi LFG - Jumlah kalori > 35 kcal per kg BB per hari - Kebutuhan karbohidrat 50% berupa primary complex carbohydrate - Kebutuhan lemak jumlah sisa kalori (non protein)



Ratio polyunsaturated/saturated = 1.0

b. Pasien dengan LFG < 70 ml per min 1.73 m2

21

(kelompok pasien GGK tingkat sedang dan stadium terminal/ gagal ginjal terminal) •

Jumlah kalori > 35 kcal per kg BB per hari



kebutuhan karbohidrat 50% berupa primary complex carbohydrate



kebutuhan lemak jumlah sisa kalori



Ratio polyunsaturated/saturated = 1.0

1.3. Kebutuhan cairan Bila ureum serum >150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya jumlah diuresis mencapai 2 L per hari. Tujuan panduan kebutuhan cairan penting untuk: •

mencegah dehidrasi osmotik yang akan memperburuk faal ginjal (LFG) terutama pada kelompok pasien GGK dengan kecenderungan natriuresis misalnya penyakit ginjal polikistik, scarring pyelonephritis , dan nefropati urat kronik.



memelihara status optimal



mengeliminasi toksin azotemia.

Pasien kelompok GGK dengan LFG ≤ 5 ml per hari dan sindrom nefrotik dapat diberikan diuretika untuk memperlancar diuresis, misal furosemide. Takaran furosemide 40-80 mg per hari, dapat dinaikkan 40 mg per hari (interval 2 hari) sampai jumlah takaran maksimal 3 gram per hari. 1.4. Kebutuhan elektrolit dan mineral Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual bergantung dari LFG dan penyakit ginjal dasar. •

Natrium Na+ (garam dapur) Pembatasan asupan garam dapur (20 mEq=3gr). -

Hipertensi berat

-

Glomerulopati

22

-

Gagal ginjal terminal tanpa ginjal (anephric)

-

Penyakit jantung kongesti

GGK yang tidak membutuhkan pembatasan garam dapur:



-

Chronic scarring pyelonephritis

-

Cronic urate nephropathy

-

Polycystic kidney disease

Kalium K+ -



-

Tindakan profilaktik

-

Tindakan terapeutik

Bikarbonat -



Hiperkalemi jarang ditemukan pada GGK

Tindakan profilaktif

Hiperfosfatemia -

Tindakan profilaktik •Pembatasan •Pengikat

konsumsi protein hewani

fosfat

•Kalsium karbonat

2. Terapi simptomatik Terapi simptomatik yang sering diberikan pada gagal ginjal kronik(GGK): 2.1. Asidosis metabolik Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum K (hiperkalemia) a.

Suplemen alkali. Suplemen alkali efektif untuk mencegah dan terapi asidodis metabolik

- Larutan shöhl - Kalsium karbonat b. Terapi alkali 23

Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus segara diberikan intravena, bila pH ≤ 7.35 atau serum bikarbonat ≤ 20 mEq/L. 2.2.Anemia 2.2.1. Anemia normokrom normositer Anemia ini berhubungan dengan retensi toksin polyamine dan defisiensi hormon eritropoeitin (ESF = eryhtropoietic stimulating factors) Anemia normokrom normositer refrakter terhadap obat hematinik a. Recombinant human erythropoietin (r-HuEPO) merupakan obat pilihan utama R/Eprex 30-50 U per kg BB b. Alternatif lain -

Hormon androgen

-

Preparat cobalt

2.2.2. Anemia Hemolisis Anemia hemolisis berhubungan dengan toksin azotemia “Guadianosuccinic acid”. Hemodialisis (HD) regular atau CAPD merupakan terapi pilihan utama. 2.2.3. Anemia Def. Besi Defisiensi Fe(besi) pada GGK berhubungan dengan perdarahan saluran cerna (ulserasi) dan kehilangan besi pada dializer (terapi HD). Selama terapi zat besi harus dipantau konsentrasi serum ferritin dan saturasi transferin. Transfusi darah (PRC) merupakan salah satu pilihan terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemmberian transfusi darah harus hati-hati, dapat menyebabkan kematian mendadak. Indikasi transfusi PRC : a. PCV (HCT) ≤ 20 % b. Pasien dengan keluhan-keluhan:

24

-

High output heart failure

-

Angina pectoris

-

Gejala umum anemia

Komplikasi transfusi darah: a. Hemosiderosis (transfusi darah berulang) b. Supresi sumsum tulang (transfusi darah berulang) c. Bahaya overhydration, asidosis, dan hiperkalemia d. Bahaya infeksi HBV ( non-A dan non-B) dan CMV e. Pola human leucocyte antigen (HLA) berubah, penting untuk rencana transplantasi ginjal. Panduan tarapi transfusi darah (PRC) a. Memenuhi salah satu kriteria indikasi b. Di luar terapi HD . Segera setelah transfusi darah berikan diuretik furosemide I.V dan glukonas calcicus I.V. c. Transfusi darah lebih aman selama terapi HD. Bila pada akhir HD ditemukan bendungan paru, harus dilanjutkan tindakan ultrafiltrasi (manual atau sequential). 2.3.Keluhan gastrointestinal 2.3.1

Anoreksia, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering dijumpai pada GGK. Keluhan gastrointestinal ini sering merupakan keluhan pertama (chief complaint) dari GGK. Beberapa tindakan penting: a. Program terapi dialisis adekuat b. Obat-obatan: -

Prochlorperazine

-

Trimethobenzamide

25

2.3.2

Ulserasi mukosa Ulserasi mukosa mulai dari mulut sampai anus Pilihan tindakan: a. Program dialisis adekuat (Terapi HD khusus dengan bebas atau tanpa heparin) b. Medikamentosa -

Phenergan 25 mg P.O. atau I.V.

-

Metoclopramide 5 mg P.O

-

Cyproheptadine 4 mg P.O

2.4 Kelainan kulit 2.4.1

Puritis (uremic itching) Keluhan gatal ditemukan pada 25 % kasus GGK, insiden meningkat pasien dengan terapi HD reguler. Keluhan gatal- gatal: a. b.

bersifat subyektif bersifat obyektif -

Kulit kering

-

Prurigo nodularis

-

Keratotic papules

-

Lichen simpley

Beberapa pilihan terapi pruritis a. Mengendalikan hiperfosfatemia & hiperparatiroidisme b. Terapi lokal: Topikal emollient (triple lanolin) c. Phototerapy dengan sinar UV-B 2x perminggu selama 2- 6 minggu. d. Medikamentosa: -

Diphynhydramine 25- 50 mg P.O (bid)

26

2.4.2

-

Hydroxyzine 10 mg P.O (tid)

-

Cholestyramine 5 gr P.O ( bid)

-

Oral actived charcoal 6 gr / hari Easy Bruishing Kecenderungan perdarahan pada kulit dan selaput serosa berhubungan dengan retensi toksin Guadunosuccinic acid (GSA) dan ganggguan faal trombosit. Pilihan tindakan: •

2.4.3

Dialisis (HD dan CAPD) merupakan satu- satunya terapi pilihan.

Edema Edema pada GGK terutama berhubungan dengan underlying renal disease. Glomerulopati primer & sekunder selalu disertai retensi Na+ dan air. Terapi pilihan: a. Diuretika b. Ultrafiltrasi.

2.5.Kelainan neuromuskuler Keluhan- keluhan yang berhubungan dengan kelainan neuromuskuler •

Resrlessness



Parestesia



Neuropati perifer



Kram otot



Insomnia

Beberapa terapi pilihan: a. Terapi HD reguler yang adekuat b. Medikamentosa. Diazepam, sedatif c. Operasi subtotal parathyroidectomy 2.6.Hipertensi 27

Hipertensi ringan, sedang dan berat tergantung dari penyakit ginjal

dasar

(underlying renal disease). Hampir 80 % hipertensi pada GGK berhubungan dengan retensi natrium ( Na+) dan tergolong volume dependent hypertensi. 2.6.1. Volume dependent hypertension Bentuk

hipertensi

berhubungan

dengan

underlying

renal

(Glomerulopati) Program terapi hipertensi •

Restriksi garam dapur < 3 gram per hari



Diuretik furosemide



Ultrafiltrasi ( pasien GGT)



Obat anti hipertensi -

Antagonis kalsium non- dihodropiridin

-

Vasodilator langsung

-

Receptor AT1 blocker

-

Doxazosine

-

Beta- blocker

-

Penghambat ACE

( hati- hati bahaya hiperkalemia) 2.6.2. Tipe Vasokonstriktor Program terapi: •

Restriksi garam dapur ≤3 gram / hari



Diuresis & Ultrafiltrasi



Medikamentosa

2.6.3. Tipe Kombinasi Program terapi hampir sama.

28

disease

2.7. Kelainan sistem kardiovaskuler 2.7.1

Penyakit jantung kongestif Penyakit jantung kongestif ( PJK) harus dibedakan dengan overhydration disertai kardiomegali. PJK merupakan salah satu faktor pemburuk faal ginjal (LFG) diikuti dengan sindrom acute on CRF. Pilihan tindakan: a. Forced diuresis b. Ultrafiltrasi diikuti dengan terapi dialisis

2.7.2

Penyakit jantung koroner Penyakit jantung koroner dengan faktor predisposisi: •

Diabetes mellitus ( nefropati diabetik)



Hipertensi (penyakit jantung hipertensif)



Dislipidemia ( tipe IV hiperlipidemia)

Pilihan tindakan: a. Hati- hati penghambat ACE b. Calcium antagonis c. Anti platelet agents 2.7.3

Gangguan Irama Jantung Gangguan irama jantung sebagai akibat lanjut hipekalemia merupakan keadaan darurat medik. Gangguan irama jantung yang sering ditemukan: •

Total AV block



Ventricular tachicardi

Pilihan tindakan:

29



Dialisis (hemodialisis) merupakan pilihan utama hemodialisis (HD) dengan larutan dialisat bebas K + (free potassium ) efektif untuk mengendalikan hiperkalemia.



Medikamentosa

Indikasi: •

Tujuan profilaktik



Hiperkalemia ringan (sedang).

2.8. Kelainan Endokrin Hiperlasia kelenjar paratiroid dan kenaikan konsentrasi PTH Pilihan tindakan : •

Pengikat fosfat



Takaran tinggi pengikat kalsium



Analog sintetik vitamin D



Paratiroidektomi

2.9. Gambaran klinik akumulasi middle MW molecules •

Neuropati perifer



Perikarditis



Pleuritis dan uremic lung



Keluhan saluran cerna persisten

Pilihan Tindakan : Dialisis peritoneal dan high-fluc hemodialysis 2.10. Masalah infeksi Infeksi di luar ginjal yang harus diwaspadai karena merupakan penyebab kenaikan morbiditas dan mortality : a. Infeksi saluran napas b. Hepatitis B virus 30

Petunjuk untuk pemberian antibiotika : •

Hindari antibiotika yang bersifat nefrotoksik



Perhatikan

golongan

antibiotika

yang

memerlukan

takaran

penyesuaian

3.



Eliminasi obat dari tubuh dalam bentuk utuh dan bentuk metabolit



Sifat antibiotika

Terapi pengganti ginjal Saat ini hanya ada 2 pilihan untuk gagal ginjal terminal (GGT) 

Dialisi : Hemodialisi dan continous ambulatory peritoneal dialysis (CAPD)



Transplantasi ginjal

3.1. Hemodialisis (HD) Inisiasi terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala azotemia dan malnutris. Tetapi terapi dialisis terlalu cepat pada pasien GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG). Keputusan untuk inisiasi terapi dialisis berdasarkan pertimbangan klinis dan parameter biokimia. Tidak jarang persentase klinik retensi dan akumulasi toksin azotemia tidak sejalan dengan gangguan biokimia. Indikasi inisiasi dialisis berdasarkan parameter biokimia dan klinis adalah: 

Indikasi absolut : -

perikarditis

-

ensephalopati atau neuropati azotemik

-

bendungan paru dari kelebihan cairan yang tidak responsive dengan diuretik

-

hipertensi refrakter

-

mutah persisten 31

-

BUN > 120mg% dan kreatinin > 10mg%

Indikasi elektid :



-

LFG (formula Kockcroft-Gault) antara 5 dan 8 mL/m/1,73m2

Mual, anoreksia, muntah dan astenia berat. 3.2.Dialisis peritoneal (DP) Akhir-akhir ini sudah populer CAPD dipusat ginjal diluar negeri dan di Indonesia. Inidikasi medik CAPD sebagai berikut : 

Pasien anak-anak dan orang tua , > 65 tahun



Pasien-pasien yang telah menderita penyakit sistemik kardiovaskuler, infark miokard atau iskemik koroner. Pasien-pasien



yang

cenderung

akan

mengalami

perdarahan

bila

dihemodialisis. 

Kesulitan pembuatan AV shunting



Pasien dengan stroke



Pasien GGT dengan residual urin masih cukup



Pasien neuropati diabetik disertai CO-morbidity dan Co-mortality

Sedangkan indikasi nonmedik : 

Keinginan pasien sendiri



Tingkat intelektual tinggi untuk melakukan sendiri (mandiri)



Di daerah yang jauh dari pusat ginjal

Prognosis pasien dialisis : Prognosis GGT dengan perogram HD kronik tergantung dari banyak faktor terutama seleksi pasien dan saat rujukan. •

Umur. Kurang dari 40 tahun mulai program HD kronik mempunyai masa hidup lebih panjang, mencapai 20 tahun. Sebaliknya umur lanjut lebih

32

dari 55 tahun kemungkinan terdapat komplikasi sistem kardiovaskuler lebih besar. •

Saat rujukan. Rujukan terlambat memberi kesempatan timbul gambaran klinik berat seperti koma, perikarditis, yang sulit dkendalikan dengan tindakan HD.



Etiologi GGT. Beberapa penyakit dasar seperti Lupus, Amiloid, DM, dapat mempengharuhi masa hidup. Hal ini berhubungan dengan penyakit dasarnya sudah berat maupun kemungkinan timbul komplikasi akut atau kronik selama HD.



Hipertensi. Hipertensi berat dan sulit dikendalikan sering merupakan faktor resiko vaskuler.



Penyakit sistem kardiovaskuler. Penyakit ini merupakan faktor resiko tindakan HD. Program CAPD merupakan faktor pilihan atau alternatif yang paling aman.



Kepribadian dan personalitas. Faktor ini penting untuk menunjang kelangsungan hidup GGT dengan program HD kronik.



Kepatuhan

(complience).

Banyak

faktor

yang

mempengaruhi

ketidakpatuhan program HD kronik misal kepribadian finansial dan lainlain. 3.3.Transplantasi Ginjal Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal). Pertinbangan program transplantasi ginjal : 

Ginjal cangkok (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%) faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 7080% faal ginjal alamiah.



Kualitas hidup normal kembali 33



Masa hidup (survival rate) lebih lama



Kompliaski (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan obat imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan.



Biaya lebih murah dan dapat diatasi. 1

G. Prognosis Gagal Ginjal Kronik Prognosis gagal ginjal kronis umumnya buruk. Umumnya terjadi karena komplikasi penyakit. 4

34

BAB II LAPORAN KASUS A. Identitas Pasien Nama lengkap

: Edward Cullen

Nama kecil

: Edo

Umur

: 30 tahun

Kelamin

: Laki-laki

Pendidikan

: S1

Alamat lengkap

: Jl. Trans Malalayang no. 1, Malalayang, Manado

Agama

: Hindu

Bangsa

: Indonesia

Suku

: Minahasa

Pekerjaan

: Wiraswasta (pemilik toko kain)

Cara Masuk Rumah Sakit

: Datang sendiri

B. Anamnesis Utama 1. Keluhan Utama : Muka bengkak 2. Riwayat Penyakit sekarang : Muka bengkak dialami penderita sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Penderita juga mengalami mual dan muntah sejak kira-kira 3-4 hari sebelum masuk rumah sakit dengan frekuensi 1-2 x/hari, volume kira-kira 100 cc berisi cairan, darah (-) Badan lemah, dirasakan sejak kurang lebih 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Nafsu makan menurun. BAB : biasa BAK : sedikit-sedikit, volume 350 ml/hari 3. Riwayat Penyakit dahulu 35

Pada saat remaja, sekitar 16 tahun, pernah terkena penyakit ginjal, yang sebelumnya didahului oleh infeksi saluran napas, kira-kira satu bulan sebelumnya. Waktu terkena penyakit ginjal, penderita berobat pada dokter dan oleh dokter dilakukan pemeriksaan berupa pemeriksaan urin, dan pemeriksaan darah, serta USG ginjal. Pasien mengingat,

sewaktu

remaja

dokter

mendiagnosanya

dengan

penyakit

Glomerulonefritis dan waktu itu ia diberikan obat berupa Prednison. Selain itu, pasien juga menderita hipertensi terkontrol sejak kira-kira sepuluh tahun lalu. Penderita juga menderita pernah menderita anemia beberapa tahun lalu. DM, jantung dan asam urat disangkal oleh penderita Anamnesis diberikan oleh

: Penderita

C. Anamnesa Penyakit Dalam 1. Anamnesa Penyakit Dalam Penyakit Dahulu Cacar air (-)

Tuberculosis (-)

Batu ginjal (-)

Cacar (-)

Malaria (-)

Batu empedu (-)

Difteri (-)

Disentri (-)

Hernia (-)

Batuk rejan (-)

Hepatitis (-)

Wasir (-)

Tampek (-)

Tifus abdominalis (-)

Diabetes (-)

Influenza (+)

Skrofula (-)

Tumor (-)

Tonsilitis (-)

Gonorrhea (-)

Alergi (-)

Chorea (-)

Sifilis (-)

C.V.A. (-)

Demam Rematik Akut (-)

Hipertensi (+)

Psikosis (-)

Pneu monia (-) Pleuritis (-)

Ulkus ventrikuli/Duodeni (-) Neurosis (-) Gastritis (-)

Riwayat Keluarga 36

Lain-lain : GNAPS



Ayah : Umur 60 tahun



Ibu : umur 58 tahun



Istri : umur 27 tahun



Anak-anak : (1) jenis kelamin : laki-laki Umur : 5 tahun (2) jenis kelamin : perempuan Umur : 3 tahun



Riwayat penyakit dalam keluarga Alergi, asma, arthisis, bunuh diri, diabetes, jantun ginjal, kanker, lambung, rheumatisme, sifilis, epilepsi, sakit jiwa, tbc disangkal.

Riwayat Hidup •

Tempat lahir

: Rumah Sakit



Partus

: Spontan



Masa kanak-kanak

: tidak ada peristiwa penting



Sikap terhadap ayah, ibu dan saudara



Pendidikan



Olah raga (masa muda)

: aktif



Pekerjaan

: Lain-lain (wiraswasta)



Perumahan

: sendiri



Perkawinan

: Lama perkawinan sekarang 6 tahun

: wajar

: Universitas

Jumlah perkawinan : 1 Jumlah anak

:2

Pengaturan kehamilan : (-) •

Kebiasaan

:

37

Olahraga (+) Rekreasi (+) Merokok (-) Kopi (-) Teh (+) Jamu (-) Minuman keras (-) Obat-obat (-) Lain-lain (-) •

Gizi

: Berapa kali makan : 3 x sehari



Banyaknya

: cukup



Variasi

: Nasi, lauk-pauk, sayur



Nafsu makan

: menurun



Pencernaan

: Baik



Tidur

: 8 jam sehari



Kesulitan

: Keuangan (-) Pekerjaan (-) Keluarga (-) Lain-lain (-)

2. Anamnesis menurut sistem •

Kulit

: Tak ditemukan kelainan



Kepala

: Tidak ditemukan kelainan



Mata

: Edema palpebra (+)



Telinga

: Tidak ditemukan kelainan



Hidung

: Tidak ditemukan kelainan 38



Mulut

: Tidak ditemukan kelainan



Tenggorokan

: Tidak ditemukan kelainan



Leher

: Tidak ditemukan kelainan



Jantung dan Paru-Paru

: Edema paru (+)



Lambung/Usus

: Mual, muntah, 1-2 x/hari, volume 100 cc, berisi cairan, da-

rah (-) •

Alat Kencing/Kelamin

: Oliguria 350 ml/hari, kurang lebih 1 minggu SMRS



Katamenia

: Tidak dilakukan evaluasi (t.d.e.)



Saraf dan Otot

: Tidak dilakukan evaluasi (t.d.e)



Berat Badan

: 55 kg.

D. Pemeriksaan Fisik Utama •

Tanda vital



Suhu : 36,5oC



Nadi : 100 x/menit



Tekanan darah : 150/95 mmHg



Frekuenai Pernafasan : 20 x / menit



Jenis Pernafasan : Torako-abdominal



Tinggi Badan : 175 cm



Berat Badan : 55 kg

Umum



Keadaan umum

: sedang



Keadaan sakit

: berat



Sianosis



Edema umum

:(-) :(+) 39



Dispnoe



Dehidrasi :(-)



Keadaan gizi



Kesadaran : Kompos Mentis



Umur



Cara berbaring & mobilitas : terlentang dan aktif



Cara berjalan

:(-)

: underweight

: 30 tahun

: aktif

Kulit •

Warna

: Putih



Efloresensi

: (-)



Turgor



Pigmentasi



Ikterus

: (+)



Jaringan parut

: (-)



Lapisan lemak

: sedikit



Keringat

: bau amonia



Pertumbuhan rambut : normal



Pembuluh darah pulsasi

: (+), normal



Suhu raba

: hangat



Lembab



Edema

: (+)



Lain-lain

: (-)

: kembali cepat : Hiperpigmentasi

Kelenjar Getah Bening Submandibula, leher, supraklavikula, ketiak, selangkang : pembesaran (-) 40

Kepala •

Ekspresi muka

: wajar



Simetri muka

: simetris



Rambut

: tidak mudah dicabut



Pembuluh darah temporal

: pulsasi normal



Nyeri tekan (saraf)

: (-)



Deformitas

: (-)



Ubun-ubun besar

: tertutup



Lain-lain

:(-)

Mata •

Eksoftalmus/enoftalmus



Tekanan bola mata



Kelopak



Konungtiva

: anemis



Sklera

: ikterik



Kornea



Pupil kanan & kiri

: bulat, isokor, RC (+)



Lensa

: t.d.e.



Fundus



Visus



Lap. Penglihatan

: 6/6



Gerakan

: Normal

:(-) :normal : ptosis (-), lagoftalmus (-), edema (+)

: jernih

: t.d.e. : t.d.e

Telinga 41



Trophi



Lubang



Cairan



Nyeri tekan di pros. Mastoideus



Selaput pendengaran

: (-) :(-) : (-) :(-)

:intak

Hidung •

Bagian luar



Septum



Ingus

: (-)



Selaput lendir

: normal



Penyumbatan

: (-)



Perdarahan

: (-)

:normal :di tengah

Mulut •

Bibir sianosis :(-)



Gigi geligi



Gusi



Farings



Tonsil



Selaput lendir : normal



Lidah



Bau pernapasan

: karies (-) : perdarahan (-) : hiperemis (-) : normal

: beslag (-) : feltor (-), amoniak (+)

Leher •

Kelenjar Getah bening

: normal



Kelenjar gondok

: normal 42



Trakhea

: letak di tengah



Pembuluh darah

: pulsasi normal



Kaku kuduk



Tumor

: (-)



Lain-lain

: (-)

: (-)

Pembuluh Darah •

Temporalis, A. Karotis, A. Brachialis, A. Radialis, A. Femoralis, A. Poplitea, A. Tibialis post., A. Dorsalis pedis : t.d.e.

Dada •

Bentuk

: normal



Pembuluh darah

: normal



Buah dada

: t.d.e.



Ruang intercostal

: t.d.e.



Rachitic Rosary

: (-)



Retraksi

: (-)



Procordial Bulging

:(-)



Xiposternum

:(-)



Harrison’s groove (-)

Paru-Paru Depan : •

Inspeksi

: simetris kiri-kanan



Palpasi

: Stem Fremitus kiri = kanan, melemah



Perkusi

: Redup kiri = kanan



Aulkultasi

: Ronkhi (-) kiri-kanan, Wheezing (-) kiri-kanan 43

Belakang : •

Inspeksi

: simetris kiri-kanan



Palpasi

: Stem Fremitus kiri = kanan, melemah



Nyeri Ketuk : (-)



Auskultasi

: Ronkhi (-) kiri-kanan, Wheezing (-), kiri-kanan



Gerakan

: normal



Lain-lain

:(-)

Jantung •

Inspeksi

: Ikhtus cordis tidak tampak



Palpasi

: Ikhtus cordis tidak teraba



Perkusi

: kiri ICS V linea midclavicularis sinistra Kanan ICS IV linea para sternalis dextra



Auskultasi

: (penderita telentang) S1-2= normal, bising (-)



Inspeksi

: rata



Palpasi



Hati



Limpa



Ginjal

: Ballotement (-)



Lain – Lain

: (-)



Perkusi

: timpani



Auskultasi

: peristaltik normal



Refleks

:normal

Perut

: lemas : tidak teraba : tidak teraba

Alat Kelamin 44

t.d.e Anus dan Rektum t.d.e Anggota Gerak lengan •

Otot kiri & kanan

: eutrofi



Sendi kiri & kanan

: tophi (-)



Gerakan kiri & kanan : aktif



Kekuatan kiri & kanan : 5/5



Lain-lain (-)

Tangan •

Warna kiri & kanan

: putih



Tremor kiri & kanan

:(-)



Kelainan jari kiri & kanan

:(-)



Ujung jari kiri & kanan

: clubbing (-)



Kuku kiri & kanan

: sianosis (-)



Lain-lain

:(-)

Tungkai dan Kaki •

Luka kiri & kanan

:(-)



Varises kiri & kanan

:(-)



Parut kiri & kanan

:(-)



Otot kiri & kanan

: eutrofi



Sendi kiri & kanan tophi

: (-)



Gerakan kiri & kanan

:aktif



Kekuatan kiri & kanan

:5/5 45



Suhu raba kiri & kanan

:hangat



Edema kiri & kanan

: (+)



Lain-lain

: (-)

Refleks Urat Biseps, triseps, patela, achilles, kremaster, Babinsky, Brudzinky, Kernig, Lasegue t.d.e. Sensibilitas Pemeriksaan kasar & halus : t.d.e. E. Resume Masuk Cerita singkat berisi penemuan positif dan negatif dari anamnesa, pemeriksaan jasmani dan laboratorium yang menuju ke diagnosis Seorang penderita, laki-laki, umur 30 tahun masuk rumah sakit tanggal 9 Mei 2009 jam 10.30 dengan keluhan utama muka bengkak sejak 1 minggu SMRS. Mual & muntah sejak 3-4 hari SMRS dengan frekuensi 1-2x/hari, volume kira-kira 100 cc berisi cairan, darah (-). Badan lemah (+), sejak 1 minggu SMRS, nafsu makan menurun. BAB

: biasa

BAK

: sedikit-sedikit, volume 350 ml/hari.

RPD

: ISPA, GNAPS, hipertensi terkontrol, anemia

PF

: KU tampak sakit sedang

Kesadaran

: kompos mentis

T : 150/95, N : 100 x / menit, R : 20 x/menit, S : 36,4oC Kepala

: konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik +/+

Thoraks

: cor : S1-2 normal, bising (-) Pulmo : ronkhi -/-, wheezing -/-, edema

Adbomen

: rata, lemas, bunyi usus normal, H/L t.t.b

Ekstremitas

: hangat, edema (+) 46

Laboratorium :

Hb

:7 gr%

Leuko

: 9.000

Trombo

: 300.000

Eri

: 2,97 x 106

PCV

: 25, 9

GDS

: 209

Ureum

: 280

Kreatinin

: 7,4

Ur. Acid

: 10

Chol.

: 170

TGL : Na+ K+ ClUrinalisis : Sedimen eritrosit 750

Diagnosis

Leuko

:(-)

Epitel

:(-)

Proteinuria

:5 gr/dL

Feses

: Protein (+)

Darah

:(-)

DDR

:(-)

sementara

:

Gagal

Ginjal

Glomerulonefritis Kronik pasca Streptokokus Diagnosis Diferensial : •

Sindroma Good-Pasture



Sindroma Nefrotik 47

Kronik

stad.

4

dgn

etiologi



Hepatitis

Rencana pemeriksaan / tindakan •

USG abdomen



Urinalisis rutin



SGOT/SGPT

Pengobatan •

Hemodialisis



Transplantasi ginjal



Eritropoietin Oral



Captopril



Terapi Nutrisi

48

BAB III ANALISIS KASUS A. Etiologi Penyakit Gagal Ginjal Kronik memiliki etiologi yang sangat beragam diantaranya Glomerulonerfritis, Penyakit ginjal herediter, hipertensi esensial, uropati obstruktif, infeksi saluran kemih dan ginjal, dan nefritis interstisial. Pada kasus ini didapatkan etilogi GGK dari pasien adalah penyakit Glomerulonefritis Kronik Glomerulonefritis Kronik adalah penyakit akibat respons imunologik yang menyebabkan kerusakan glomerulus oleh adanya endapan kompleks imun. Ada berbagai macam penyebab GNK. Berdasarkan hasil anamnesa, GNK pada pasien ini diawali oleh adanya penyakit Glomerulonefritis akut pasca- Streptococcus. Hal ini diyakinkan berdasarkan hasil anamnesa bahwa riwayat penyakit terdahulu pasien pernah menderita ISPA ketika berumur 16 tahun. Dimana pada pengobatan ISPA yang tidak tuntas cenderung berlanjut menjadi GNAPs. Hal ini dapat terjadi karena antigen dari streptokokus yang nefritogenik akan membentuk kompleks antigen-antibodi yang akan tertahan pada membran basal glomerulus yang pada akhirnya akan menyebabkan kerusakan pada Glomerulus akibat proses inflamasi. Dilihat dari umur pasien ketika menderita penyakit ISPA ini, pasien sudah masuk dalam kategori dewasa sehingga perjalanan klinik dari

penyakit

GNAPs

ini

cenderung

akan berkembang menjadi

glomerulonefritis kronik.8

B. Patogenesis. Seperti yang diketahui bahwa pada penyakit glomerulonefritis terjadi proses inflamasi yang dipicu oleh endapan kompleks imun. Dimana pada proses inflamasi tersebut akan melibatkan sel-sel inflamasi, mediator inflamasi dan komplemen berperan pada kerusakan glomerulus. Sel inflamasi yang banyak dikaitkan dengan kerusakan glomerulus pada GN adalah leukosit, polimorfonuklear, dan monosit/makrofag. Trombosit dan produk koagulasinya juga ikut berperan pada proses inflamasi tersebut. Interaksi antara makrofag dan sel glomerulus seperti sel 49

mesangial, sel epitel/endotel glomerulus akan menyebabkan sel tersebut terktivasi dan melepaskan berbagi mediator inflamasi seperti sitokin proinflamasi dan kemokin yang akan menambah proses inflamasi dan kerusakan jaringan. Trombosit yang lebih banyak berperan pada sistem koagulasi akan menyebabkan oklusi kapiler, proliferasi sel endotel dan sel mesangial pada GN.. Trombosit dapat diaktivasi oleh kompleks imun atau antibodi melalui ikatan dengan reseptor Fc yang terdapat pada permukaan sel. Interaksin ini menybabkan agregasi trombosit yang akhirnya akan menyebabkan koagulasi intrakapiler glomerulus. Selain disebabkan oleh sel-sel inflamasi, kerusakan glomerulus juga berhubungan dengan keterlibatan komplemen. Pada GN, komplemen berfungsi mencegah masuknya Ag, tetapi dapat pula menginduksi reaksi inflamasi dimana akan terbentuk fragmen komplemen aktif yang berasal dari aktivasi sistem komplemen sehingga menyebabkan kerusakan glomerulus. Mediator inflamasi yang diproduksi oleh sel inflamasi atau sel glomerulus yang teraktivasi juga berperan pada kerusakan glomerulus seperti sitokin proinflamasi, protease dan oksigen radikal serta produk ekosaenoid . Aktivasi leukosit menyebabkan dilepaskannya granula azurofilik yang mengandung enzim lisosom dan protease yang dapat menyebabkan membran basalis glomerulus (MBG). Granula spesifik yang mengandung laktoferin merangsang pembentukan oksigen radikal yang berpengaruh pada kerusakan MBG. Makrofag juga mampu melepaskan mediator inflamasi seperti sitokin pro inflamasi, PDGF, TGF-β yang berperan pada patogenesis dan progresi GN. Pada glomerulonefritis kronik kerusakan glomerulus

ini

berlangsung terus menerus dan akan berakhir pada gagal ginjal kronik. Khusus untuk GNK yang didahului oleh GNAPS, perkembangan penyakit menjadi gagal ginjal kronik berlangsung secara perlahan dan baru ditemukan pada tahap akhir perjalanannya, setelah muncul insufisiensi ginjal, jadi baru akan diketahui setelah terjadi manifestasi nyata pada stadium gagal ginjal terminal. Pada prinsipnya, patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya, proses yang terjadi kurang lebih sama. Akibat kerusakan glomerulus yang berlangsung kronik menyebabkan pengurangan masa

50

ginjal, sehingga sebagai upaya kompensasi terjadi hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factor. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan nefron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Pada stadium paling dini penyakit ginjal kronik didapatkan LFG yang masih normal ataupun meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan (asimptomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30% mulai terjadi penurunan berat bada, hilangnya nafsu makan, gejala mual, badan lemah serta nokturia. Sampai LFG dibwah 30% pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium pruritus, mual, muantah, dan lain sebagainya. Juga terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo/hipervolemi, gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada LFG dibawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius dan pasien sudah harus menjalani terapi pengganti ginjal antara lain dialisis/transplantasi ginjal. 2 Patogenesis terjadinya sesak Patogenesisnya yaitu : 

Asidosis metabolic Pada penderita GGK terjadi penurunan fungsi renal menyebabkan terjadi asidosis

metabolic akibat ginjal mengekskresikan muatan asam (H+) yang berlebihan. Merujuk pada persamaan Henderson Hasselbalch, kita dapat melihat bahwa asidosis terjadi ketika rasio HCO3- dan CO2 dalam cairan ekstraseluler menurun, sehingga menyebabkan penurunan pH. Bila rasio ini menurun akibat HCO3-, disebut asidosis metabolic. Kondisi

51

ini menyebabkan penurunan rasio ion bikarbonat terhadap ion hydrogen dalam cairan tubulus ginjal. Akibatnya terdapat kelebihan ion hydrogen dalam tubulus ginjal, menyebabkan reabsorpsi ion bikarbonat yang menyeluruh dan masih menyisakan ion2 hidrogen tambahan yang tersedia untuk bergabung dengan penyangga urin, NH4+ dan HPO4-. Pada asidosis metabolic kelebihan ion hydrogen melebihi ion bikarbonat yang terjadi dalam cairan tubulus secara primer adalah akibat penurunan filtrasi ion bikarbonat. Pada asidosis metabolic juga terdapat penurunan pH dan peningkatan konsentrasi ion hydrogen cairan ekstraseluler. Akan tetapi pada keadaan ini gangguan utama adalah penurunan HCO3- plasma. Kompensasi primer termasuk peningkatan kecepatan ventilasi, yang mengurangi Pco2 , dan kompensasi ginjal yang dengan menambah bikarbonat baru ke cairan ekstraseluler, membantu meminimalkan penurunan awal konsentrasi HCO3- ekstraseluler. Bila peningkatan keasaman melampaui sistem penyangga pH, darah akan benar – benar menjadi asam. Seiring dengan menurunnya pH darah, pernafasan menjadi lebih dalam dan lebih cepat (sesak) sebagai usaha untuk menurunkan kelebihan asam dalam darah dengan cara menurunkan karbon dioksida. Pada akhirnya ginjal berusaha mengkompensasi keadaan tersebut dengan cara mengeluarkan lebih banyak asam dalam air kemih. Jika tubuh terus menerus menghasilkan terlalu banyak asam, terjadi asidosis berat dan terjadi koma.5 

Hipertensi Pada GGK hampir selalu disertai hipertensi, mekanisme terjadinya hipertensi pada

GGK oleh karena retensi natrium, peningkatan Renin-Angiotensin-Aldosteron (RAA) akibat iskemik relative karena kerusakan regional, aktivitas saraf simpatis meningkat akibat kerusakan ginjal, hiperparatiroid sekunder, pemberian eritropoietin. RAA sistem berperan penting dalam memelihara hemodinamik dan homeostasis kadiovaskular. Sistem RAA dianggap sebagai suatu homeostatic feed back loop dimana ginjal dapat mengeluarkan renin sebagai respons terhadap rangsangan seperti tekanan darah rendah,

52

stress simpatetik, berkurangnya volume darah . Renin dihasilkan oleh sel-sel jukstaglomerulus di ginjal dan akan merubah angiotensinogen menjadi angiotensin I (AI). Kemudian AI oleh pengaruh

angiotensin converting anzyme (ACE) yang

dihasilkan oleh paru, hati dan ginjal dirubah menjadi angiotensin II (AII). Sistem RAA adalah suatu sistem hormonal enzimatik yang bersifat multikompleks dan berperan dalam hal naiknya tekanan darah, pengaturan keseimbangan cairan tubuh dan elektrolit. Sekresi renin oleh ginjal dipengaruhi oleh mekanisme intrarenal (reseptor vaskular dan makula densa), mekanisme simpatoadrenergik, mekanisme humoral. Selain sistem RAA ada juga sistem Kalikrein-Kinin (KK) yang juga dapat menyebabkan naiknya tekanan darah . Kalikrein akan merubah Bradikininogen menjadi fragmen inaktif yang dapat meningkatkan tekanan darah.. Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh baik secara langsung maupun tidak langsung. Penyebab kerusakan organ – organ tersebut dapat melalui akibat langsung dari kenaikan tekanan darah pada organ atau karena efek tidak langsung antara lain adanya antibody terhadap reseptor AT I angiotensin II, stress oksidatif, down regulation dari ekspresi nitric oxide synthase.. Pada hipertensi terjadi overload cairan tubuh yang semakin memperberat kerja jantung yang akhirnya menyebabkan gagal jantung kiri. Adanya kerusakan organ target, terutama pada jantung dan pembuluh darah akan memperburuk prognosis pasien hipertensi Pada hipertensi terjadi hipertrofi ventrikel kiri menyebabkan kemampuan jantung untuk memompa darah menjadi berkurang sehingga pada saat sistolik darah tidak seluruhnya dipompa dan masih ada yang tersisa pada ventrikel. Darah dari paru-paru yang akan kembali ke jantung masuk ke atrium kiri melalui v. pulmonalis terus ke ventrikel kiri melalui katub mitralis akan susah masuk karena ada gangguan pada ventrikel kiri. Akibatnya darah dari paruparu akan mencari jalan keluar yaitu dengan balik melalui v. pulmonalis menyebabkan terjadi tekanan yang besar pada vena. Dinding vena akan menjadi tipis karena tekanan tersebut sehingga terjadi perembesan cairan ke jaringan interstitial. Darah yang semula

53

melalui intravaskular menjadi melalui interstitial sehingga terjad edema yang menyebabkan terjadi sesak.2 

Anemia Anemia merupakan gejala yang hampir selalu ada pada GGK. Anemia secara

fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit (red cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer (penurunan Oxygen carrying capacity). Pada dasarnya anemia disebabkan oleh karena gangguan pembentukan eritrosit oleh sutul, kehilangan darah keluar tubuh (perdarahan), proses penghancuran eritrosit dalam tubuh sebelum waktunya (hemolisis). Dalam hal ini pada kasus gagal ginjal kronik terjadi anemia akibat kekurangan eritropoietin (EPO). Dimana eritropoietin merupakan sitokin yang merangsang pembentukan eritrosit. Pada orang dewasa eritropoietin di buat di ginjal. Dengan merangsang sintesis eritrosit, EPO menempatkan banyak hemoglobin dalam sirkulasi untuk mengikat oksigen. Penurunan penyaluran O2 ke ginjal merangsang ginjal untuk mengeluarkan hormone EPO ke dalam darah dan hormone ini akan merangsang eritropoiesis di sutul. EPO bekerja pada turunan sel-sel bakal yang belum berdiferensiasi, yaitu merangsang proliferasi dan pematangan mereka. Peningkatan aktivitas ertropoiesis ini akan menambah jumlah eritrosit dalam darah sehingga terjadi peningkatan kapasitas pengangkutan O2 dan memulihkan penyaluran O2 ke jaringan pada level normal. Apabila penyaluran O2 ke ginjal telah normal maka sekresi eritropoietin dihentikan sampai proses itu di perlukan lagi oleh tubuh. Pada gagal ginjal kronik proses ini terganggu sehingga produksi erotropietin di ginjal terganggu menyebabkan penyaluran O2 ke jaringan tidak adekuat termasuk di paru-paru sehingga terjadi gangguan pernapasan seperti sesak napas.2

C. Gambaran klinik Gambaran klinik pasien makin nyata karena kadar ureum darahnya sudah mencapai 280mg%. Konsentrasi ureum darah merupakan indikator adanya retensi sisa-sisa metabolisme 54

protein yang termasuk dalam golongan dialyzable dan non-dialyzable susbstances. Gambaran klinik gagal ginjal kronik berat disertai sindrom azotemia sangat komplek, meliputi kelainankelainan berbagai organ seperti; hemopoietik, mata, kulit, selaput serosa, psikiatri dan neurology, dan sistem kardiopulmonal. 1. Kelainan hemopoiesis Anemia normokrom normositer (MCHC 32-36%) dan normositer (MCV 78-94CU) sering ditemukan pada pasien gagal ginjal kronik. Dalam praktek penentuan hemtokrit (HCT) akan terlihat lebih penting dari pada penentuan jumlah hemoglobin (Hb) karena : 

penurunan HCT akan terlihat lebih dahulu daripada jumlah Hb



hematokrit dapat dipakai untuk penuntun atau monitor selama transfusi darah dan terapi Epo

Kelainan yang sering dijumpai pada darah tepi seperti burr cell dan helmet cell akibat proses hemolisis. Kadang-kadang terlihat hipersegmentasi sel-sel leukosit PMN. Hal ini diduga akibat defisiensi asam folat dan vit B.12. Sumsum tulang memperlihatkan normoseluler atau hiperseluler dengan perbandingan mieloid / eritroid normal atau meninggi. Kadang-kadang terlihat proloferasi yang jelas dari sel mieloid atau megakariosit. Pada stadium terminal sering ditemukan supresi normoblast. Anemia pada gagal ginjal kronik bersifat komplek, mungkin berhubungan dengan : 

anemia normokrom normositer



anemia hemolisis



anemia akibat defisiensi besi

Beberapa hipotesis mekanisme anemia sebagai berikut : a.) Azotemia-related anemia Faktor utama kontribusi anemia terkait azotemia yaitu defisiensi eritropoietin

55

oleh sel-sel perritubular sebagai respon hipoksia lokal akibat pengurangan parenkhim ginjal fungsional (mass of functional parenchyma). b.) Penurunan masa hidup eritrosit Penurunan masa hidup eritrosit disebabkan guandine compounds (misal guandino succinic acid), kloramina, nitrit atau sekuestrasi eritrosit. c.) Defisiensi Fe Defisisiensi Fe dapat menggagu eritropoietin. d.) Defisiensi vitamin Defisiensi asam folat dan vitamin B.12 menyebabkan anemia hipokrom mikrositer. e.) Perdarahan saluran cerna 2. Kelainan saluran cerna Terdapat mual dan muntah. Patogenesis mula dan muntah masihbelum jelas, disuga mempunyai hubungan dengan dekompresi oleh flora usus sehingga terbentuk amonia (NH3). Amonia inilah yang menyebabkan iritasi atau rangsangan mukosa lambung dan usus halus.Hiccup sering mengganggu. 3. Kelainan kulit Kulit biasanya kering dan bersisik, tidak jarang dijumpai timbunan kristal urea pada kulit muka dan dinamakan urea frost. Easy bruishing tidak jarang ditemukan pada beberapa pasien gagal ginjal kronik dan diduga mempunyai hubungan dengan gangguan faal trombosit dan kenaikan permeabilitas kapiler-kapiler pembuluh darah. 4. Kelainan selaput serosa Kelainan selaput serosa seperti pleuritis dan perikarditis sering dijumpai pada gagal ginjal kronik pada stadium terminal. Kelainan selaput serosa merupakan salah satu indikasi mutlak untuk segera dilakukan dialisis. Selaput serosa menebal ,

56

hipervaskularisasi, disertai infiltrasi sel-sel plasma dan histiosit . Cairan rongga pleura biasanya berdarah (hemoragis) dengan jumlah trombosit kurang dari 10.000mm3. 5. Kelainan neuropsikiatri •

Kelainan Psikiatri Beberapa kelainan mental ringanseperti emosi labil, dilusi, insomnia, dipresi. Kelainan mental berat seperto konfusi, dilusi, dan tidak jarang dengan gejala psikosis.



Kelainan neurologi Muscular twitching sering ditemukan pada pasien yang sudah berat, terjun menjadi koma. Serangan grandmal disertai kelainan fokal sering dijumpai pada stadium terminal. Konvulsi atau kejang yang terdapat pada apsien GGK mungkin disebabkan oleh beberapa faktor : 

hiponatremia menyebabkan sembab jaringan otak



ensefalopati hipertensif



tetani hipokalsemia



keadaan azotemia sendiri

6. Kelainan Sistem Kardiopulmonal •

Patogenesis GJK pada GGK sangat komplek Beberapa faktor seperti anemia, hipertensi, aterosklerosis, penyebaran kalsifikasi mengenai sistem vaskuler sering dijumpai pada pasien GGK stadium terminal, dapat menyababkan gagal faal jantung. Gejala jantung yang berhubungan dengan anemia dinamakan high out put heart failure.



Hipertensi Patogenesis hipertensi ginjal (renal hypertension) sangat komplek, banyak faktor tururt memegang peranankeseimbangan natrium (sodium homeostatis), aktivitas sistem renin-angiotensin-aldosteron, penurunan zat dipresor dari medula ginjal (renal medullry factors misal prostaglandin EI), aktivitas sistem saraf simpatis dan 57

faktor hemodinamik lainnya seperti cardiac output dan hipokalsemia. •

Kalsifikasi Pembuluh darah perifer Sering ditemukan pada pasien-pasien dengan gagal ginjal terminal. Kalsifikasi yang berat dapat menyebabkan gangren ekstremitas. Kalsifikasi ini mepunyai



hubungan dengan hipertensi dan gangguan metabolisme kalsium.

Perikarditis Merupakan penyulit yang tidak jarang dijumpai pada gagal ginjal terminal. Mekanismenya tidak diketahui, diduga mempnyai hubungan dengan reaksi toksin azotemia yang bersifat dialyzable.



Paru azotemia Gambaran radiologiknya sangat khas dan dinamakan butterfly atau bat-wing distribution. Mekanismenya masih belum jelas. Diduga mempunyai hubungan dengan kenaikan permeabilitas paru akibat toksin. 2

D. TERAPI 1. Terapi umum -

Istirahat (pasien dapat rawat inap di rumah sakit/rawat jalan)

-

Penanganan Nutrisi pada pasien ini Tujuan : 1. Mencegah defisiensi 2. Mengontrol edema dan elektrolit serum 3. Mencegah osteodistrofi ginjal 4. Menyediakan diet yang enak dan menarik 6

Rekomendasi diet yang diberikan berdasarkan antropometrik pasien Nama : Edward Cullen Umur : 30thn 58

BB

: 55kg

TB

: 175 cm



IMT =BB(kg)/TB² = 60 /1,75² =17.95 (UNDERWEIGHT)



AMB= 66+(13.4xBB)+(5xTB)-(6.8xU) = 1474 kalori



AF= 30 thn termasuk umur produktif =1,75 = AMBx 1,75 =2579,5 kalori



Nilai SDA = 10%AF+ AF = 2837,45 kalori



Normalnya kalori yang seimbang dalam 1 hari : 

Karbohidrat : 60% 2837,45= 1702,47kalori/4= 425,61gr



Lemak :25% 2837,45= 709,36/9=78,81gr



Protein : 15%2837,45= 425,61/4 = 106,4gr

Catatan :- Protein Dialisis :Diet rendah protein (1,2-1,3g/kgBB) Cairan dan Elektrolit Pertama diberikan sampai dengan 3000ml IV,lalu diberikan sampai diuresis cukup 40-70ml/jam Cairan dibatasi bila ada : •

Edema => Asupan garam di batasi bila edema terjadi



Hipertensi => Hipertensi sedang maupun berat diatasi dengan obat hipertensi standard.Contoh obat anti hipertensi yang dapat dipakai(antagonis kalsium non-dihidropiridin,vasodilator

langsung,

Receptor

AT1

blocker,Doxazosine,Beta-blocker,Penghambat EAC) hati-hati dengan bahaya hiperkalemia) 59



Gagal jantung kongestif => Terjadi penimbunan cairan dan natrium karena itu di berikan pembatasan asupan natrium/ diberikan diuretik mis.(furosemid,bumetamid dan torsemid)

-

Natrium di batasi,namun cukup untuk menjaga volume cairan ekstraseluler Rekomendasi diet Natrium Pada GGK : Na 1000-3000mg Pada Hemodialisis/dialisis peritoneal : Na 750-1000mg

-

Makanan kaya kalium harus dihindari. Hiperkalemia (tingginya kadar kalium dalam darah) sangat berbahaya karena meningkatkan resiko terjadinya gangguan irama jantung dan cardiac arrest. Jika kadar kalium terlalu tinggi, maka diberikan natrium polisteren sulfonat untuk mengikat kalium, sehingga kalium dapat dibuang bersama

tinja.Hiperkalemi

akut

diberikan

insulin

dan

dekstrose

IV,fludrokortison,albuterol nebulizer dan pada Hiperkalemi kronis dapat diberikan natrium polystyrene sulfonate(Kayexalate) Rekomendasi diet Kalium Pada GGK : K 40-70mEq Pada Hemodialisis/dialisis peritoneal : K sampai 70-80mEq 7 TABEL REKOMENDASI DIET PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK6 ZAT GIZI Energi

Kkal/kg BB

Lemak

% kal

Lemak jenuh

25-35

PUFA

<7

MUFA

≤10

KH Air

GGK < 60 tahun: 35

≤20 ml 60

Sisa kalori

Mineral

Sampai 3000 ssi toleransi

Na

mg

K

mEq

1000-3000

P

mg/kg

40-70

Ca

mg

5-10

Mg

mg

1400-1600

Fe

mg

200-300

Zn

mg

≥10-18

Vitamin (ditambahkan dalam diet)

15

B1 B2

mg

1,1-1,2

Biotin

mg

1,1-1,3

As. Pantotenat

mg

30

Niasin

mg

5

B6

mg

14-16

B12

mg

5 atau 10

Asam folat

μg

2,4

C

mg

1-10

A

mg

75-90

E

Tak perlu penambahan

K

IU

400-800

Mg

-

2. Medikamentosa 2.1. Terapi simptomatik Terapi ini hanya ditujukan untuk meminimalkan gejala ysng timbul pada pasien tetapi tidak mengatasi kausa dari penyakit GGK.Terapi simptomatik yang digunakan pada 61

GGK cukup banyak tetapi berdasarkan pertimbangan bahwa pasien telah mengalami GGK stadium akhir maka penggunaan terapi simptomatik tidak memberikan hasil yang berarti malah dapat memperburuk fungsi ginjal dari pasien tersebut.Sehingga hanya digunakan

terapi

simptomatik

untuk

memperbaiki

keadaan

umum

guna

nmempersiapkan pasien pada terapi pengganti ginjal. 2.1.1. Asidosis Metabolik Asidosis metabolik harus di koreksi karena meningkatkan serum K+ (hiperkalemia) a. Suplemen alkali Suplemen alkali efektif untuk mencegah dan terapi asidosis metabolik •

Larutan ShÖhl



Kalsium karbonat 5gram per hari

b. Terapi alkali Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus di berikan intravena , bila pH < 7.35 atau serum bikarbonat < 20mEq/L 2.1.2 Anemia normokrom normositer Anemia ini berhubungan dengan retensi toksin polyamine dan defisiensi hormon eritropoeitin ( ESF= erythropoietic stimulating factors) Anemia normokom normositer ini refrakter terhadap obat hematinik a. Rekombinant human erithropoietin (r-HuEPO) merupakan obat pilihan utama R/Eprex 30-50 U per kgBB b. Alternative lain hormon androgen dan preparat cobalt 1 2.1.3. Hipertensi Diberikan ACEI atau CCB (Calcium Channel Blocker).7 2.2 Terapi pengganti ginjal 2.2.1 Dialisis 62

Terapi ini di tujukan untuk mengganti faal ginjal sebagai ekskresi. Dialisis dianggap perlu dimulai bila dijumpai salah satu hal dibawah ini : •

Keadaan umum buruk dan gejala klinis nyata



K serum > 6 mEq/L



Ureum darah > 200 mg/dL



pH darah < 7,1



Anuria berkepanjangan ( > 5 hari)



Fluid overloaded

2.2.3 Hemodialisis Hemodialisis dilakukan dengan mengalirkan darah ke dalam tabung ginjal buatan (dialiser) yang terdiri dari dua kompartemen yang terpisah. Darah pasien di pompa dan dialirkan ke kompartemen darah yang dibatasi oleh selaput semipermeabel buatan dengan kompartemen dialisat. Kompartemen dialisat dialiri cairan dialisis yang bebas pirogen, berisi cairan dengan komposisi cairan elektrolit mirip serum normal dan tidak mengandung sisa metabolisme nitrogen. Cairan dialisis dan darah

yang terpisah akan

mengalami perubahan konsentrasi karena zat terlarut berpindah dari konsentrasi yang tinggi ke konsentrasi yang rendah. Konsentrasi zat terlarut sama di kedua kompartemen(difus) pada proses dialisis,air juga akan berpindah dari kompartemen darah ke kompartemen cairan dialisat dengan cara menaikan tekanan hidrostatik negatif pada kompartemen cairan dialisat. Perpindahan air ini disebut ultrafiltrasi. Selama proses dialisis pasien akan terpajang dengan cairan dialisat sebanyak 120-150 liter setiap dialisis,dilakukan 2 kali seminggu dengan setiap hemodialisis dilakukan selama 5 jam. Terdapat dua jenis cairan dialsis yang sering di gunakan yaitu cairan bikarbonat dan asetat, selain itu ditambahkan 63

pula Heparin untuk mencegah terjadinya trombus. 2.2.2 Dialisis Peritoneal Yakni menggunakan membran peritoneum yang bersifat semipermeabel. Melalui membran tersebut darah difiltrasi. Dengan menggunakan kateter peritoneum untuk di pasang pada abdomen masuk dalam kavum peritoneum, sehingga ujung kateter terletak dalam kavum douglasi. Setiap kali 2 liter cairan dialisis masuk kedalam peritoneum melalui kateter tersebut. Membran peritoneum bertindak sebagai membran dialisis yang memisahkan antara cairan dialisis dalam kavum peritoneum dengan plasma darah dalam pembuluh darah di peritoneum. Sisa-sisa metabolisme seperti ureum,kreatinin,kalium dan toksin lain yang dalam keadaan normal dikeluarkan melalui ginjal, pada gangguan faal ginjal akan tertimbun dalam plasma darah. Karena kadarnya yang tinggi akan mengalami difusi melalui membran peritoneum dan akan masuk kedalam cairan dialisat dan dari sana akan dikeluarkan dari tubuh. Setiap cairan dialisat yang sudah dikeluarkan diganti dengan cairan dialisat baru. Tiap 1 liter cairan dialisat mengandung : 5.650 gram NaCL,0,294 gram CaCL2,0,153 gram MgCL2,4.880 gram Na Laktat dan 15.000 gram glukosa. Heparin ditambahkan dalam cairan dialisis untuk mencegah terbentuknya fibrin (trombus) diberikan 500-1000 U tiap 2 liter cairan. Dialisis peritoneal pada GGK terdiri dari: a) Intermitten peritoneal dialysis (IPD), dilakukan 3-5 kali perminggu dan tiap dialisis selama 8-14 jam; b) Continous cyclik peritoneal dialysis (CCPD), dilakukan tiap hari pada malam hari, penggantian cairan dialisis sebanyak 3-4 kali. Cairan terakhir dibiarkan dalam kavum peritoneum selama 12-14 jam. Pada waktu malam cairan peritoneum dibiarkan dalam kavum peritoneum selama 2 ½-3 jam; c) Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) di lakukan 3-5 kali sehari, 7 hari perminggu dengan

64

setiap kali cairan dialisis dalam kavum peritoneum lebih dari 4 jam, pada siang hari 4-6 kali pada malam hari 8 kali.2 2.3. Transplantasi Ginjal Tranplantasi ginjal telah menjadi terapi pengganti pada GGK tahap akhir, dengan transplantasi ginjal dapat mengatasi seluruh jenis penurunan fungsi ginjal yakni faal ekskresi dan faal endokrin, sehingga tercapai tingkat kesegaran jasmani yang lebih baik yang akan meningkatkan harapan hidup.Keberhasilan trasplantasi ginjal dipengaruhi oleh faktor-fakto yang berhubungan dengan; donor ginjal yakni donor hidup,donor jenazah;resipien ginjal,etiologi gagal ginjal,faktor imunologi,golongan darah ABO serta kelas kompleks histokompatibilitas mayor.1

E. Diferensial Diagnosa Diferensial diagnosa berdasarkan gejala klinik yang nampak adalah : -

Sindrom Nefrotik

-

Sindrom GoodPasture

-

Hepatitis

G. Prognosis Prognosis penyakit gagal ginja kronik stadium terminal adalah buruk.

65

DAFTAR PUSTAKA 1. Sukandar, Enday. 2006. Gagal Ginjal dan Panduan Terapi Dialisis. Pusat Informasi Ilmiah Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK.UNPAD. Bandung. 2. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi 4. Balai Penerbitan Dep. IPP. FKUI. Jakarta 3. http://hanif.web.ugm.ac.id/gagal-ginjal-kronik.html 4. http://jiptunair/gdlsuharto-cox.html 5. Guyton and Hall.1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. EGC. Jakarta 6. Kapantow, Nova. 2008. Bahan Ajar Ilmu Gizi Klinik. Bagian Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran, Universitas Sam Ratulangi. Manado 7. Mubin, Halim. 2007. Panduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam Diagnosis dan Terapi Edisi 2. EGC. Jakarta. 8. Lintong, Poppy M. 2005. Ginjal Dan Saluran Kencing Bagian Bawah. Bagian Patologi Anatomi FK.UNSRAT. Manado

66

Related Documents

Pandas
May 2020 16
Baby Pandas
November 2019 21
Giant Pandas
June 2020 9
Pandas 3245
June 2020 15

More Documents from ""