BAB I PENDAHULUAN
I.
LATAR BELAKANG MASALAH Pancasila secara normatif dapat dijadikan sebagai suatu acuan atas tindakan baik, dan secara filosofis dapat dijadikan perspektif kajian atas nilai dan norma yang berkembang dalam masyarakat. Sebagai suatu nilai yang terpisah satu sama lain, nilai-nilai tersebut bersifat universal atau menyeluruh, dapat ditemukan di manapun dan kapanpun. Pancasila juga sebagai suatu sistem filsafat pada hakikatnya merupakan suatu nilai sehingga merupakan sumber dari berbagai penjabaran norma yang ada, baik norma hukum, norma moral maupun norma kenegaraan lainya. Dalam filsafat pancasila terkandung didalamnya suatu pemikiran-pemikiran yang bersifat kritis, mendasar, rasional, sistematis, dan komprehensif dimana sistem pemikira ini merupakan suatu nilai. Oleh karena itu pemikiran filsafat tidak secara langsung menyajikan norma-norma yang merupakan pedoman dalam suatu tindakan melainkan suatu nilai yan bersifat mendasar. Nilai, norma, dan moral adalah konsep-konsep yang saling berkaitan. Dalam hubungannya dengan Pancasila maka ketiganya akan memberikan pemahaman yang saling melengkapi sebagai sistem etika. Nilai-nilai pancasila kemudian dijabarkan dalam suatu norma yang jelas sehingga merupakan suatu pedoman. Norma tersebut meliputi norma moral yaitu yang berkaitan dengan tingkah laku manusia yang dapat diukur dari sudut baik maupun buruk. Kemudian yang ke dua adalah norma hukum yaitu suatu sistem perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Dalam pengertian inilah maka pancasila berkedudukan sebagai sumber dari segala hukum di Indonesia, pancasila juga merupakan suatu cita-cita moral yang luhur yang terwujud dalam kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia sebelum membentuk negara dan berasal dari bangsa indonesia sendiri sebagai asal mula (kausa materialis). Pancasila bukanlah merupakan pedoman yang berlangsung bersifat normatif ataupun praksis melainkan merupakan suatu sistem nilai-nilai etika yang merupakan sumber hukum baik meliputi norma moral maupun norma hukum, yang pada akhirnya harus dijabarkan lebih lanjut dalam norma-norma etika, moral maupun norma hukum dalam kehidupan berbangsa dan negara.
1
II.
RUMUSAN MASALAH Dari penjabaran yang telah disampaikan di atas maka tersusunlah beberapa rumusan masalah sebagai berikut : 1. Apa definisi dari nilai, norma dan moral dalam konteks pancasila sebagai etika ? 2. Bagaimana hubungan antara nilai, norma dan moral dalam konteks pancasila sebagai etika ? 3. Nilai-nilai apa saja yang terkandung dalam pancasila sebagai etika ?
III.
TUJUAN PENULISAN Tujuan dari penuisan makalah ini adalah : 1. Mengetahui definisi dari nilai, norma dan moral dalam konteks pancasila sebagai etika. 2. Memahami apa hubungan antara nilai, norma dan moral dalam konteks pancasila sebagai etika. 3. Mengetahui apa saja nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila sebagai etika
2
BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian 1.1 Makna Nilai Dasar Pancasila Nilai Pancasila secara filosofis adalah sebagai dasar idiologi negara dan filsafat hidup bangsa yang sistematis. Fungsi filsafat dan Pancasila yaitu mempertanyakan dan menjawab apakah dasar kehidupan beretika dalam berbangsa dan bernegara. Dasar filosofis Pancasila yaitu sebagai ideologi bangsa yang mempunyai makna dalam setiap lini kehidupan berbangsa dan bernegara yakni nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan dan Keadilan. a) Nilai Pancasila merupakan pandangan hidup dan cita-cita bangsa Indonesia. b) Nilai Pancasila di ambil dari kebiasaan dan adat istiadat bangsa Indonesia sendiri yang sesuai dengan budi pekerti bangsa Indonesia. Dan juga bersifat menjunjung tinggi kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi atau golongan.
1. 2. 3. a. b. c. d.
Nilai adalah sesuatu yang berharga bagi harkat dan martabatnya. Nilai berfungsi mendorong dan mengarahkan sikap dan perilaku manusia. Cita-cita, gagasan, dan ide adalah wujud kebudayaan sebagai sistem nilai. Nilai adalah kualitas diri yang bermanfaat bagi manusia, yang dijadikan landasan dan motivasi dalam bersikap dan berperilaku baik disadari maupuin tidak disadari. Nilai merupakan harga untuk manusia sebagai pribadi yang utuh, misalnya kejujuran, kemanusiaan (Kamus Bhasa Indonesia, 2000). Prof. Notonogoro membagi nilai dalam tiga kategori, yaitu : Nilai material, sesuatu yang berguna bagi manusia. Nilai vital, segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk melakukan aktivitas. Nilai kerohanian, segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia. Nilai kerohanian dapat dirinci sebagai berikut : Nilai kebenaran, yang bersumber pada unsur rasio manusia, budi dan cipta. Nilai keindahan, bersumber pada unsur rasa atau intuisi. Nilai moral, bersumber pada unsur kehendak manusia atau kemauan (etika) Nilai religi, bersumber pada keimanan manusia yang merupakan nilai tertinggi.
1.2 Etika Secara etimologi “etika” berasal dari bahasa Yunani yaitu “ethos” yang berarti watak, kebiasaan. Etika membahas tentang tingkah laku manusia yang di 3
pandang dari segi baik dan buruk, serta bersikap dan bertanggung jawab dengan berbagai ajaran moral. Etika di bagi menjadi 2 : a. Etika Umum, membahas prinsip yang berlaku bagi setiap tindakan manusia. b. Etika Khusus, membahas prinsip kehidupan manusia, baik individual maupun sosial. Manusia adalah makhluk sosial yang mana sangat membuthkan bantuan orang lain, secara di sengaja maupun tidak di sengajabuat apa apa. Didalam Islam ada sebuah konsep mencintai sesama yaitu Rahmatan lil alamin (kesejahteraan i bagi seluruh umat manusia). Pada dasarnya etika membahas hal yang berkaitan dengan nilai seperti nilai baik dan buruk, nilai susila atau asusila, nilai kesopanan, dan sebagainya. 1.3 a) b) c)
Pendekatan Etika Normatif Etik :seseorang berprilaku sesuai dengan peraturan (norma) yang ada. Deskriptif Etik : sadar akan etika tetapi tidak merasa perlu untuk mentaatinya. Practical Etik : Berbuat sesuai dengan kemampuannya.
1.4 Norma Dasar Etika (metaethics) Norma dasar etika ada 2 yaitu : a) Hablum Minallah “Melaksanakan segala perintahNya dan menjauhi segala laranganNya” b) Hablum Minannas “Perilaku Etika berakibat pada kehidupan” 1.5 Prinsip-Prinsip Etika Pemikiran terbesar A syntopicon of Great Books of western World berpendapat bahwa “ide agung” ada 6 landasan : a) Prinsip keindahan (beauty) b) Prinsip persamaan (Equality) c) Prinsip Kebaikan (Good) d) Prinsip Keadilan (justice) e) Prinsip Kebebasan (library) f) Prinsip kebenaran (truth) 2.
Moral Moral berasal dari kata mos (mores) yang artinya kesusilaan, tabiat, kelakuan. Moral adalah ajaran tentang hal baik dan buruk yang menyangkut tingkah laku dan perbuatan manusia. Seorang yang taat kepada aturan-aturan yang berlaku dalam masyarakatnya dianggap bertindak benar secara moral begitu pula sebaliknya.
4
Moral dengan etika hubungannya sangat erat, sebab etika suatu pemikiran kritis dan mendasar tetang ajaran-ajaran moral dan etika merupakan ilmu pengetahuan yang membahas prinsip-prinsip moralitas (Devos, 1987). Etika adalah tingkah laku manusia sedangkan moral adalah praktek dari etika. Dalam etika seseorang dapat memahami tentang atas dasar apa manusia hidup menurut norma tertentu, sedangkan moral menentukan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan seseorang.
3.
Norma Norma adalah petunjuk dan penuntun tingkah laku manusia yang harus dijalankan dalam kehidupan sehari-hari agar manusia memiliki martabat yang tinggi. Agar manusia mempunyai harga, moral mengandung integritas dan martabat pribadi manusia. Derajat kepribadian ditentukan oleh moralitas yang dimilikinya. Norma memiliki sanksi misalnya : a) Norma agama, dengan sanksinya dari Tuhan. b) Norma kesusilaan, sanksinya rasa malu dan menyesal terhadap diri sendiri. c) Norma kesopanan, sanksinya berupa mengucilkan dalam pergaulan masyarakat, d) Norma hukum, dengan sanksinya berupa kurungan atau denda yang dipaksakan oleh alat Negara.
B. Etika Pancasila 1. Pancasila Sebagai Dasar Etika Kehidupan Berbangsa Dan Bernegara. Sila Pancasila merupakan suatu sistem nilai yang mana setiap nilainya saling berhubungan. Nilai etika yang terkandung dalam pancasila diangkat dari nilai prinsip yang hidup dan berkembang dalam masyarakat, diantaranya adalah nilai kebudayaan dan adat istiadat. Sebagai dasar Ideologi Negara, maka nilai-nilai pancasila harus di jabarkan dalam suatu norma yang merupakan pedoman dalam pelaksanaan kenegaraan, kebangsaan, dan kemasyarakatan. Penjabaran tersebut adalah Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia dan dalam pelaksanaannya memerlukan norma moral yang merupakan dasar pelaksanaan tertib hukum. Jika hukum tidak
5
berlandaskan norma moral maka tidak akan tercapai suatu keadilan dalam suatu negara. Esensi nilai-nilai pancasila adalah universal yaitu ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Nilai-nilai pancasila bersifat objektif dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Rumusan sila pancasila sebenarnya menunjukkan adanya sifat-sifat umum universal karena merupakan suatu nilai. 2. Inti nilai-nilai Pancasila akan tetap ada sepanjang masa baik dalam adat kebiasaan, kebudayaan, kenegaraan, maupun dalam kehidupan keagamaan. 3. Pancasila sumber hukum positif, oleh karena itu Pancasila berkedudukan sebagai tertib hukum yang tertinggi. Maka secara objektif tidak dapat diubah secara hukum. Sebagai konsekuensinya jika nilai-nilai pancasila diubah maka sama halnya dengan pembubaran Negara proklamasi 1945, hal ini sebagaimana terkandung di dalam ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966, diperkuat Tap. No. V/MPR/1973. Jo. Tap. No. IX/MPR/1978. Sebaliknya nilai-nilai subjektif Pancasila dapat diartikan bahwa keberadaan nilai-nilai pancasila itu terlekat pada bangsa Indonesia sendiri. Pengertian itu dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Nilai-nilai pancasila timbul dari bangsa Indonesia sehingga bangsa Indonesia sebagai bangsa kausa materialis. 2. Nilai-nilai pancasila merupakan pandangan hidup bangsa Indonesia sehingga merupakan jati diri bangsa. Nilai pancasila menjadi landasan bagi bangsa Indonesia dasar serta motivasi atas segala perbuatan baik dalam kehidupan sehari-hari. Di era sekarang sekarang ini, tampaknya kebutuhan akan norma etika untuk kehidupan berbangsa dan bernegara masih perlu bahkan amat penting untuk ditetapkan. Hal ini terwujud dengan keluarnya ketetapan MPR No. VI/MPR/2001 tentang etika kehidupan berbangsa, bernegara. Etika kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat bertujuan untuk: 1. Memberikan landasan moral bagi seluruh aspek. 2. Menentukan pokok-pokok etika kehidupan berbangsa, bernegara. Etika kehidupan berbangsa meliputi sebagai berikut: 1. Etika sosial dan Budaya. Etika ini bertolak dari rasa kemanusiaan yang mendalam dengan menampilkan kembali sikap jujur, saling peduli, saling memahami, saling menghargai, saling mencintai, dan tolong-menolong.
6
C. Nilai-Nilai Pancasila dalam system etika Nilai Pancasila bersifat universal yang memperlihatkan kemanusiaan, oleh karena itu ia dapat dengan mudah diterima oleh setiap orang namun dengan begitu pancasila tidak mudah untuk di rubah. Perbedaan pancasila dengan yang lain adalah terletak pada fakta sejarahnya bahwa pancasila dirangkai dan disahkan menjadi satu kesatuan yang berfungsi sebagai basis perilaku politik dan sikap moral bangsa. Empat pokok pikiran Pancasila adalah : 1. Negara Indonesia adalah Negara Persatuan. Sesuai dengan ketentuan dalam pembukaan UUD 1945 yaitu, “maka disusunlah kemerdekaa kebangsaan Indonesia dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia” menunjukkan sebagai sumber hukum. 2. Nilai dasar yang fundamental dalam hukum mempunyai hakikat dan kedudukan yang kuat dan tidak dapat berubah. Nilai Pancasila juga merupakan landasan moral etik dalam kehidupan kenegaraan yang ditegaskan dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945 bahwanegara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa berdasar atas kemanusiaan yang adildan beradab. a. Sila Pertama : Ketuhanan Yang Maha Esa. Secara garis besar mengandung makna bahwa Negara melindungi setiap pemeluk agama (yang tentu saja agama diakui di Indonesia) untuk menjalankan ibadahnya sesuai dengan ajaran agamanya. Tanpa ada paksaan dari siapa pun untuk memeluk agama, bukan mendirikan suatu agama. b. Sila Kedua : Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Mengandung makna bahwa setiap warga Negara mendapatkan perlakuan yang sama di mata hukum, karena Indonesia berdasarkan atas Negara hukum. mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan kewajiban antara sesama manusia. c. Sila Ketiga : Persatuan Indonesia. Mengandung makna bahwa seluruh penduduk yang mendiami seluruh pulau yang ada di Indonesia ini merupakan saudara, tanpa pernah membedakan suku, agama ras bahkan adat istiadat atau kebudayaan. Penduduk Indonesia adalah satu yakni satu bangsa Indonesia. d. Sila Keempat : Kerakyatan Yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan. Mengandung maksud bahwa setiap pengambilan keputusan hendaknya dilakukan dengan jalan musyawarah untuk mufakat, bukan hanya mementingkan segelintir golongan saja yang pada akhirnya hanya akan menimbulkan anarkisme. e. Sila Kelima : Keadilan Sosial Bagi Seluruh rakyat Indonesia. Pada sila kelima ini mengandung maksud bahwasanya rakyat indonesia harus adil dan mementingkan kesejahteraan bersama di atas kepentingan pribadi. Sama-sama menjalankan kewajiban dan mendapatkan hak.
7
1. 2.
1) 2) 3) 4)
1. 2. 3. 4.
B.
Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 dapat dinyatakan sebagai pokok-pokok kaidah Negara yang fundamental, karena di dalamnya terkandung pula konsepkonsep sebagai sebagai berikut: Dasar-dasar pembentukan Negara, yaitu tujuan Negara, asas politik Negara, dan Negara asas kerohanian Negara (Pancasila). Ketentuan diadakannya undang-undang dasar, yaitu “….. maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia dalam suatu undang-undang dasar Negara Indonesia…”. Hal ini menunjukkan adanya sumber hukum. Nilai dasar yang fundamental suatu Negara dalam hukum mempunyai hakikat dan kedudukan yang tetap kuat dan tidak berubah, dalam arti dengna jalan hukum apapun tidak mungkin lagi untuk dirubah. Berhubung Pembukaan UUD 1945 itu memuat nilai-nilai dasar yang fundamental, maka Pembukaan UUD 1945 yang di dalamnya terdapat Pancasila tidak dapat diubah secara hukum. Apabila terjadi perubahan berarti pembubaran Negara Proklamasi 17 Agustus 1945. Etika Kehidupan Berbangsa (Tap MPR No 01/MPR/2001). Tanda-tanda mundurnya pelaksanaan etika berbangsa Konflik sosial berkepanjangan Berkurangnya sopan santun dan budi luhur dalam kehidupan sosial Melemahnya kejujuran dan sikap amanah Pengabaian ketentuan hukum dan peraturan Faktor-faktor penyebab mundurnya pelaksanaan etika; Faktor internal : Lemahnya penghayatan dan pengamalan agama. Sentralisasi di masa lalu. Tidak berkembangnya pemahaman/penghargaan kebinekaan. Ketidakadilan ekonomi
Faktor Eksternal : Pengaruh globalisasi Intervensi kekuatan global dalam panutan kebijakan nasional Implementasi Nilai dan Moral Kehidupan Bermasyarakat Dalam kehidupan kita akan selalu berhadapan dengan istilah nilai dan norma dan juga moral dalam kehidupan sehari-hari. Dapat kita ketahui bahwa yang dimaksuddengan nilai sosial merupakan nilai yang dianut oleh suatu masyarakat, mengenaiapa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk oleh masyarakat. Sebagaicontoh, orang menanggap menolong memiliki nilai baik, sedangkan
8
mencuri bernilaiburuk. Demikian pula, guru yang melihat siswanya gagal dalam ujian akan merasagagal dalam mendidik anak tersebut. Bagi manusia, nilai berfungsi sebagai landasan,alasan, atau motivasi dalam segala tingkah laku dan perbuatannya.Nilai mencerminkan kualitas pilihan tindakan dan pandangan hidup seseorang dalammasyarakat. Itu adalah yang dimaksud dan juga contoh dari nilai. Oleh karena itudapat disimpulkan bahwa norma sosial adalah patokan perilaku dalam suatukelompok masyarakat tertentu. Norma sering juga disebut dengan peraturan sosial.Norma menyangkut perilaku-perilaku yang pantas dilakukan dalam menjalaniinteraksi sosialnya. Keberadaan norma dalam masyarakat bersifat memaksa individuatau suatu kelompok agar bertindak sesuai dengan aturan sosial yang telah terbentuk.Pada dasarnya, norma disusun agar hubungan di antara manusia dalam masyarakatdapat berlangsung tertib sebagaimana yang diharapkan. Tingkat norma dasar didalammasyarakat dibedakan menjadi 4 (empat) yaitu cara, kebiasaan, tata kelakuan, danadat istiadat. Misalnya orang yang melanggar hukum adat akan dibuang dandiasingkan ke daerah lain. Contoh kasus
Januari-Juli 2018, 2 Kepala Daerah Ditetapkan Tersangka oleh KPK Kamis, 19 Juli 2018 | 07:55 WIB
Kompas.com/Robertus Belarminus
Ketua KPK Agus Rahardjo, dalam jumpa pers di gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Selasa (3/4/2018).
JAKARTA, KOMPAS.com-Kepala daerah lagi-lagi menjadi langganan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Berulang kali operasi tangkap tangan nyatanya tidak menciutkan nyali kepala daerah untuk meraup uang haram dari tindak pidana korupsi. Hingga saat ini, terdapat 98 kepala daerah yang sudah diproses oleh KPK dalam 109 perkara korupsi dan pencucian uang.
9
"Selain melanggar sumpah jabatan, korupsi kepala daerah berarti mengkhianati masyarakat yang telah memilih secara demokratis," ujar Wakil Ketua KPK Saut Situmorang di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (18/7/2018). Sejak Januari hingga pertengahan Juli 2018, 2 kepala daerah ditetapkan sebagai tersangka. Berikut catatan Kompas.com mengenai daftar kepala daerah yang berstatus tersangka hingga 18 Juli 2018: 1. Bupati Hulu Sungai Tengah Abdul Latif Abdul Latif ditetapkan sebagai tersangka dengan tiga orang lainnya yakni, Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Barabai Fauzan Rifani; Direktur Utama PT Sugriwa Agung Abdul Basit, dan Direktur Utama PT Menara Agung Pusaka Donny Witono. Keempatnya diduga terlibat dalam kasus dugaan suap proyek pengadaan pekerjaan pembangunan RSUD Damanhuri, Barabai, tahun anggaran 2017. Mereka ditangkap dalam operasi tangkap tangan pada 4 Januari 2018. Dugaan komitmen fee dalam proyek pembangunan ruang perawatan kelas I, II, VIP, dan Super VIP RSUD Damanhuri, Barabai sebesar 7,5 persen atau senilai Rp 3,6 miliar. Dalam kasus ini, pihak yang diduga sebagai penerima uang suap adalah Abdul Latif, Abdul Basit, dan Fauzan Rifani. Sementara, sebagai pemberi suap adalah Donny Witono. Saat ini, Abdul Latif berstatus sebagai terdakwa. 2. Bupati Kebumen Mohammad Yahya Fuad Yahya Fuad ditetapkan sebagai tersangka setelah diduga menerima suap dan gratifikasi terkait sejumlah proyek yang menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2016. Penetapan tersangka pada 23 Januari 2018. Selain Fuad, KPK juga menetapkan dua orang lainnya sebagai tersangka. Mereka adalah Hojin Anshori dari pihak swasta dan Komisaris PT KAK Khayub Muhammad Lutfi. Menurut KPK, Fuad bersama-sama Hojin menerima suap dan gratifikasi senilai Rp 2,3 miliar. Suap tersebut terkait proyek pengadaan barang dan jasa yang anggarannya diperoleh dari APBD Kabupaten Kebumen. Yahya kini sedang menjalani persidangan dan berstatus terdakwa.
10
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Sebagai sumber segala sumber, Pancasila merupakan satusatunya sumber nilai yang berlaku di tanah air. Dari satu sumber tersebut diharapkan mengalir dan memancar nilai-nilai ketuhanan, kemanusian, persatuan, kerakyatan penguasa. Hakikat Pancasila pada dasarnya merupakan satu sila yaitu gotong royong atau cinta kasih dimana sila tersebut melekat pada setiap insane, maka nilai-nilai Pancasila identik dengan kodrat manusia. oleh sebab itu penyelenggaraan Negara yang dilakukan oleh pemerintah tidak boleh bertentangan dengan harkat dan martabat manusia, terutama manusia yang tinggal di wilayah nusantara. Pancasila sebagai core philosophy bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, juga meliputi etika yang sarat dengan nilai-nilai filsafati; jika memahami Pancasila tidak dilandasi dengan pemahaman segi-segi filsafatnya, maka yang ditangkap hanyalah segi-segi filsafatnya, maka yang ditangkap hanyalah segisegi fenomenalnya saja, tanpa menyentuh inti hakikinya. Pancasila merupakan hasil kompromi nasional dan pernyataan resmi bahwa bangsa Indonesia menempatkan kedudukan setiap warga negara secara sama, tanpa membedakan antara penganut agama mayoritas maupun minoritas. Selain itu juga tidak membedakan unsur lain seperti gender, budaya, dan daerah. Keberadaan Pancasila merupakan oase bangsa ini untuk tetap mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Indonesia Raya. Semangat Pancasila yang menyakini bahwa keutuhan berbangsa dan bernegara merupakan harga mati yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Namun, Pancasila juga memiliki keluasan makna yang dalam jika dikaji dengan mendalam dan komprehensif. Berkenaan Pancasila sebagai Sistem Etika, kita menyadari bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila merupakan satu kesatuan antara untaian sila dengan sila lainnya. Setiap sila mengandung makna dan nilai tersendiri.
11
B.
Saran Penulis hanya lah seorang warga atau rakyat biasa. Saran yang diberikan pun hanya berupa saran sederhana sesuai pola pikir rakyat kecil. Di antara saran penulis antara lain: 1. Hendaknya setiap warga negara lebih memahami makna yang terkandung di dalam Pancasila. 2 Pancasila harus senantiasa diaktualisasikan dalam kehidupan berbangsa danbernegara di Indonesia sehingga ciri kekeluargaan dan gotong royong senantiasa dapat terwujud dalam kehidupan di Indonesia. 3. Implementasi pancasila harus senantiasa tertuang dalam setiap kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, termasuk dalam penyelenggaraan hak berpolitik seperti pemilu dan kehidupan sehari-hari sehingga terwujud perilaku atauetika yang sesuai dengan karakter Bangsa Indonesia
12
Daftar Pustaka http://azzahratyannur-el.blogspot.com/2015/12/normal-0-false-false-false-inx-none-x_49.html
13