BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Seiring bergulirnya era Reformasi yang membuka nuansa kebebasan,tetapi
dalam kenyataannya kebebasan tersebut telah disalah artikan sehingga makna reformasi menjadi sesuatu hal yang tanpa bentuk kekuatan bangsa dapat tumbuh dan berkembang jika tertatanya suatu sistem pemerintahan yang baik dan peduli akan nasib rakyat pemerintahan yang buruk peraturannya merupakan suatu bencana umum yang sangat besar pemerintahan yang baik; dan pemerintahan yang bersih merupakan suatu langkah yang sangat tepat dalam mengawali perubahan struktur sistem dalam mewujudkan amanah perjuangan bangsa yang tertuang didalam UUD 1945. Untuk dapat mewujudkan Indonesia bersih, demokratis, sejahtera dan berkeadilan, komponen bangsa harus dapat bersinergi dalam melaksanakan langkah-langkah pasti yang dapat mengantarkan tegaknya pilar demokrasi, tegaknya hukum, tegaknya stabilitas keamanan dan pertahanan negara yang dapat memicu segera terwujudnya cita-cita membangun Indonesia bersih, demokratis, sejahtera dan berkeadilan. Pemerintahan
bersih
yang
hendak
diwujudkan
adalah
praktek
penyelenggaraan pemerintahan yang secara melembaga tercegah dan terjaga dari sentuhan hati, keinginan, dan kehendak untuk menguntungkan pribadi, keluarga, kelompok dan golongan tertentu. Dengan kata lain praktek seperti ini menjauhkan penyelenggaraan pemerintahan dari segala macam bentuk praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Pemerintahan bersih berarti mengutamakan kepentingan rakyat dibanding dengan kepentingan individu, kelompok dan golongan tertentu terutama dalam hal melaksanakan tugas pokok dan fungsinya yang dilandasi dengan jiwa dan semangat sebagai pengabdi kepada rakyat, bukan memerintah. Pemerintahan bersih hanya dilakukan dengan cara menegakkan supremasi hukum, akuntabel terhadap rakyat, mengembangkan partisipasi publik, transparan kepada publik, pemanfaatan sumber daya dan kelembagaan yang efektif dan efisien, pelayanan publik yang profesional, dan berorientasi masa depan. Dalam
1
hal ini hukum dan peraturan harus ditegakkan tanpa pilih kasih, disertai dengan upaya mengembangkan nilai, norma dan etika lokal sebagai sumber hukum dalam masyarakat Bersih dalam pandangan ini adalah terjaga dari berbagai praktek penyelenggaraan pemerintahan yang korup, kolusif dan nepotisme (KKN). Buruknya penyelenggaraan tata pemerintahan di indikasikan oleh beberapa hal, antara lain: 1. Dominasi kekuasaan oleh satu pihak terhadap pihak-pihak lainnya, sehingga pengawasan menjadi sulit dilakukan; 2. Terjadinya tindakan KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme); 3. Rendahnya kinerja aparatur termasuk dalam pelayanan kepada publik atau masyarakat di berbagai bidang. Selain pendapat diatas, buruknya birokrasi di Indonesia juga dapat dilihat dari: 1. Penyalahgunaan wewenang dan masih besarnya praktek KKN, 2. Rendahnya kinerja sumber daya manusia dan kelembagaan aparatur; 3. Sistem kelembagaan (organisasi) dan tata laksana (manajemen) pemerintahan yang belum memadai; 4. Rendahnya efisiensi dan efektivitas kerja; 5. Rendahnya kualitas pelayanan umum; 6. Rendahnya kesejahteraan PNS; 7. Banyaknya peraturan perundang-undangan yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan keadaan dan tuntutan pembangunan. Berbagai langkah yang ditempuh telah banyak memberikan hasil, baik itu menyangkut
perbaikan
kesejahteraan
umum,
perkembangan
kecerdasan
kehidupan bangsa, atau partisipasi aktif dalam memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan pada kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Dengan kata lain, peran dan fungsi pemerintah sebagaimana tercantum pada pembukaan UUD 1945 sudah berjalan relatif baik, meskipun belum optimal. Pemerintah Negara Indonesia dibentuk tak lain untuk melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Untuk melindungi suatu bangsa, tentu saja diperlukan pemerintahan yang kuat, bersih dan berwibawa. Apalagi mengingat era globalisasi yang merambah seluruh segi kehidupan, naungan pemerintah terhadap
2
bangsa harus semakin kokoh. Pemerintahan yang bersih merupakan tujuan dan harapan yang selalu diinginkan oleh masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, untuk menciptakan pemerintah yang bersih dan berwibawa sangat perlu peranan penting dan kerjasama oleh seluruh masyarakat bangsa Indonesia.
1.2
Rumusan Masalah Beberapa rumusan masalah pada penulisan makalah ini adalah sebagai
berikut: 1.
Bagaimanakah pengertian pemerintahan yang bersih dan berwibawa?
2.
Bagaimanakah ciri-ciri umum pemerintahan yang bersih dan berwibawa?
3.
Bagaimana urgensi pancasila dan undang-undang dasar 1945 dalam sistem pemerintahan?
4.
Sesuaikah sistem pemerintahan negara dengan amanat pancasila dan undangundang dasar 1945?
5.
Apa saja permasalahan yang dihadapi dalam upaya penciptaan tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa?
6.
Apa saja langkah-langkah kebijakan dan hasil yang dicapai dalam upaya penciptaan tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa?
7.
Bagaimanakah peran masyarakat dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa?
1.3
Tujuan Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu:
1.
Mengetahui pengertian pemerintahan yang bersih dan berwibawa.
2.
Mengetahui ciri-ciri umum pemerintahan yang bersih dan berwibawa.
3.
Mengetahui urgensi pancasila dan undang-undang dasar 1945 dalam sistem pemerintahan.
4.
Mengetahui Sesuaikah sistem pemerintahan negara dengan amanat pancasila dan undang-undang dasar 1945.
5.
Mengetahui permasalahan yang dihadapi dalam upaya penciptaan tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa.
3
6.
Mengetahui langkah-langkah kebijakan dan hasil yang dicapai dalam upaya penciptaan tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa
7.
Mengetahui peran masyarakat dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa.
4
BAB II PEMBAHASAN DAN ANALISA 2.1 Pembahasan 2.1.1
Pengertian pemerintahan yang bersih dan berwibawa Pemerintahan disebut juga governance. Istilah governance secara harfiah
dapat diartikan sebagai suatu kegiatan pengarahan, pembinaan atau dalam bahasa inggrisnya adalah Guiding. Gevernance adalah suatu proses dimana suatu sistem sosial ekonomi atau sistem organisasi yang kompleks lainnya dikendalikan. Pemerintahan yang bersih dapat dijelaskan sebagai kondisi pemerintahan yang para pelaku yang terlibat di dalamnya menjaga diri dari perbuatan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Korupsi adalah perbuatan pejabat pemerintah yang menggunakan uang pemerintah dengan cara-cara yang tidak legal. Kolusi adalah bentuk kerjasama antara pejabat pemerintah dengan oknum lain secara ilegal pula (melanggar hukum) untuk mendapatkan keuntungan material bagi mereka. Nepotisme adalah pemanfaatan jabatan untuk memberi pekerjaan, kesempatan, atau penghasilan, bagi keluarga ataupun kerabat dekat, sehingga menutup kesempatan bagi orang lain. Pemerintahan yang penuh dengan gejala KKN biasanya tergolong ke dalam pemerintahan yang tidak bersih, dan demikian pula sebaliknya. Konsep pemerintahan yang bersih dan berwibawa identik dengan konsep Good Governance (pemerintahan yang baik). Terdapat beberapa penafsiran mengenai pengertian Good Governance, antara lain: 1.
Definisi dari UNESCAP (United Nations Economic and Social Comission for Asia and the Pacific) Good governance adalah suatu pengertian yang tidak ditentukan, (pengertian tersebut) digunakan dalam pengembangan kepustakaan untuk menggambarkan bagaimana
institusi-
institusi
publik
melaksanakan
urusan-
urusan
kemasyarakatan dan mengelola sumber daya (milik) umum dalam rangka menjamin realisasi hak- hak asasi. Pemerintahan menggambarkan proses pembuatan
keputusan
dan
proses
pelaksanaannya
(atau
proses
tidak
5
dilaksanakannya). Istilah pemerintahan dapat dipakai untuk menunjuk kepada korporat, internasional, nasional, pemerintahan daerah atau pada hubunganhubungan antar sektor- sektor lain dalam masyarakat. 2. Definisi dari Bank Dunia Good Governance adalah suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi, dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun administratif, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal and political framework bagi tumbuhnya aktivitas usaha. 3. Definisi yang umum di masyarakat Good Governance pada umumnya diartikan sebagai pengelolaan pemerintahan yang baik. Kata “Baik” disini dimaksudkan sebagai mengikuti kaidah-kaidah tertentu sesuai dengan prinsip-prinsip dasar Good Governance. Untuk menegakkan pemerintah yang bersih dan berwibawa diperlukan berbagai kondisi dan mekanisme hubungan yang berpotensi menopang pertumbuhan moralitas politik. Tentunya budaya demokrasi pun perlu dikembangkan dalam proses pemerintahan di negeri ini, sehingga tewujud pula pemerintahan yang demokratis. Untuk mewujudkan hal tersebut, maka secara khusus sasaran yang harus dicapai adalah: a) Berkurangnya secara nyata praktek korupsi dan kolusi di birokrasi pemerintahan daerah, dan dimulai dari tataran (jajaran) pejabat yang paling atas. b) Terciptanya sistem kelembagaan dan ketatalaksanaan pemerintahan daerah yang bersih,efisien, efektif, transparan, profesional dan akuntabel. c) Terhapusnya berbagai ketentuan dan praktek pelayanan yang bersifat diskriminatif terhadap warga masyarakat, kelompok, atau golongan masyarakat. d) Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik.1 Berdasarkan Undang - Undang Republik Indonesia No 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme Pasal 1 Ayat 2 “Penyelenggara Negara yang bersih adalah Penyelenggara Negara yang menaati asas2 umum penyelenggaraan negara dan bebas dari praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta perbuatan tercela 1 www.eostudent.blogspot.com
6
lainnya”. Kemudian dalam suatu Negara yang berdaulat tidak akan memiliki kewibawaan di hadapan bangsa lain apabila potensi Negara tidak mampu diurus dan dikelola secara baik dan benar oleh pemerintah. Sehingga pengertian dari Negara yang bersih dan berwibawa erat kaitannya dengan pemerintah yang bersih dan berwibawa.2
2.1.2 Ciri-ciri umum pemerintahan yang bersih dan berwibawa 1. Partisipasi Partisipasi oleh pria dan wanita adalah pedoman kunci good governance. Partisipasi dapat dilakukan secara langsung atau melalui perwakilan- perwakilan atau institusi- institusi perantara yang sah. Penting untuk ditunjukkan bahwa dalam demokrasi perwakilan tidak selalu berarti kekuatiran pihak- pihak yang paling lemah dalam masyarakat akan selalu dipertimbangkan dalam pembuatan kebijakan. 2. Tegaknya Hukum Good governance memerlukan kerangka kerja hukum yang adil yang penegakan hukumnya dilaksanakan secara menyeluruh dan tidak sepotongsepotong . Penegakan hukum yang menyeluruh memerlukan peradilan yang bebas dan kepolisian yang bebas dari korupsi. 3. Transparansi Transparansi berarti bahwa keputusan- keputusan yang diambil dan pelaksanaannya dilakukan dalam tata cara yang sesuai dengan peraturanperaturan dan regulasi- regulasi. Hal tersebut juga berarti bahwa informasi tersedia secara bebas dan dapat diakses secara langsung oleh pihak- pihak yang akan dipengaruhi oleh keputusan- keputusan dan pelaksanaannya. 4. Sikap tanggap Good governance memerlukan institusi- institusi dan proses-proses yang melayani semua pihak yang berkepentingan dalam kurun waktu yang masuk akal atau pantas.
2 Undang - Undang Republik Indonesia No 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme
7
5. Orientasi pada kesepakatan Good governance memerlukan mediasi kepentingan- kepentingan dalam masyarakat untuk mencapai kesepakatan yang luas tentang apa yang menjadi kepentingan paling utama seluruh anggota masyarakat dan bagaimana hal tersebut dapat dicapai. Hal tersebut juga memerlukan suatu perspektif jangka panjang yang luas tentang apa yang diperlukan dalam pembangunan manusia yang berkelanjutan dan bagaimana mencapai tujuan- tujuan pembangunan tersebut. Kesepakatan tersebut hanya dapat dihasilkan dari pengertian dalam konteks historis, budaya dan sosial masyarakat atau komunitas. 6. Kesetaraan dan Inklusifitas Suatu kestabilan masyarakat tergantung pada kemampuannya memastikan semua anggotanya merasa bahwa mereka mempunyai peranan didalamnya dan tidak merasa disisihkan dari arus utama kehidupan masyarakat. Hal tersebut mengharuskan semua anggota kelompok terutama golongan yang paling lemah mempunyai kesempatan- kesempatan untuk meningkatkan atau memelihara kestabilan. 7. Efektifitas dan efisiensi Good governance berarti bahwa proses- proses dan institusi- institusi menghasilkan hal yang memenuhi kebutuhan- kebutuhan masyarakat ketika menggunakan sumber daya yang dimilikinya secara tepat guna. Konsep efisiensi dalam konteks good governance juga mencakup penggunaan sumber- sumber daya alam secara bijaksana dan perlindungan lingkungan. 8. Akuntabilitas Akuntabilitas adalah kebutuhan kunci untuk (mewujudkan) good governance. Secara umum suatu organisasi atau institusi (seharusnya) akuntabel pada siapa yang akan dipengaruhi oleh keputusan- keputusan atau tindakan- tindakannya. Akuntabilitas tidak dapat diterapkan tanpa transparansi dan tegaknya hukum.
8
2.1.3 Urgensi pancasila dan undang-undang dasar 1945 dalam sistem pemerintahan Indonesia merupakan suatu Negara yang terdiri dari berbagai suku bangsa, budaya, dan agama. Pancasila sebagai Pandangan Hidup serta ideologi Nasional menjadi pemersatu, pengokoh, dan penghubung antara Perbedaan tersebut. Silasila dalam Pancasila banyak mengandung makna kebersamaan, menjadikannya sebagai suatu Ideologi yang sangat sempurna. Jika manusia mengikuti ajaran pancasila dalam hidupnya, maka ia telah menegakan Ideologi Negara dan pandangan hidup Bangsa. Sedangkan UUD ’45 sebagai Konstitusi Negara yang mengatur kedudukan dan tanggung jawab penyelenggara negara; kewenangan, tugas, dan hubungan antara lembaga-lembaga negara (legislatif, eksekutif, dan yudikatif). UUD 1945 juga mengatur hak dan kewajiban warga negara. Jadi sudah jelas bahwa Pancasila dan UUD ’45 Memang sangat Urgen dalam menentukan sukses dan gagalnya suatu Sistem Pemerintahan Negara. Pemahaman akan Pancasila dan UUD ’45 sebagai penentu suatu sistem pemerintahan Negara memang harus dicermati. Kesalahan dalam pemahaman dapat mengakibatkan kerusakan Sistem yang menjadikan Negara sebagai korban dan kesengsaraan pada rakyat. Berikut dijelaskan Arti sila-sila dalam pancasila dan Makna alenia-alenia pembukaan UUD ’45. Arti sila-sila dalam pancasila antara lain: 1. Sila pertama “Ketuhanan yang maha Esa” mengandung arti kebebasan dalam memilih agama. Tidak ada paksaan atau diskriminan antarumat beragama. Menunjukkan bahwa Indonesia adalah suatu Negara yang Religius bukan Ateis. 2. Sila ke-2 “ Kemanusiaan yang adil dan beradab” Mengandung arti sikap dan perilaku rakyat Indonesia yang mementingkan Norma-norma. 3. Sila ke-3 “Persatuan Indonesia” Mengandung arti Kebersamaan. Melupakan Perbedaan dan Mengingat Persaaman sebagai Bangsa Indonesia. 4. Sila ke-4 “ Kerakyatan yang dipimpin oleh hitmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan” mengandung arti Suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat dengan cara Musyawarah Mufakat melalui Lembaga-lembaga Perwakilan. 9
5. Sila ke-5 “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” mengandung arti rakyat yang berhak memerima keadilan dari Negara. Makna alenia-alenia pembukaan UUD ‘45: 1. Alenia pertama dari pembukaan UUD ‘45, menunjukan kuatnya pendirian bangsa Indonesia menghadapi masalah . 2. Alenia kedua menunjukan kebanggaan dan peghargaan kita atas perjuangan bangsa Indonesia selama ini. 3. Alenia yang ketiga menegaskan lagi apa yang menjadi motivasi riil dan materil bangsa Indonesia untuk menyatakan kemerdekaanya, tetapi juga menjadi keyakinan, motivasi sepiritual , bahwa maksud dan tindakannya menyatakan kemerdekaan itu diberkati oleh Allah yang maha kuasa. 4. Alenia keempat merumuskan dengan padat sekali tujuan dan prinsip-prinsip dasar untuk mencapai ttujuan bangsa Indonesia setelah menyatakan dirinya merdeka. Sistem pemerintahan negara Indonesia dibagi menjadi 7 point yang merupakan perwujudan kedaulatan rakyat. Oleh karena itu sistem pemerintahan di Indonesia dikenal dengan Tujuh Kunci Pokok Sistem Pemerintahan Negara. Pokok- pokok sistem pemerintahan di Indonesia berdasarkan UUD ’45 setelah amandemen tertuang dalam penjelasan UUD ’45 tentang tujuh kunci pokok sistem pemerintahan Negara antara lain : 1. Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (Rechtsstaan). Negara Indonesia berdasarkan atas hukum tidak berdasarkan atas kekuatan belaka (Machtsstaan). 2. Sistem Konvensional. Pemerintahan Indonesia berdasarkan atas sistem konstitusi, tidak bersifat absolute (mempunyai kekuasaan yang tidak terbatas). Sistem konvensional ini memberikan penegasan bahwa cara pengendalian pemerintahan dibatasi oleh ketentuan-ketentuan konstitusi dan oleh ketentuanketentuan hukum lain yang merupakan produk konstitusional, seperti Ketetapan MPR, Undang-Undang, dan sebagainya. 3. Kekuasaan Negara yang tertinggi di tangan rakyat. Sebelum dilakukan amandemen terhadap UUD 1945 pada tahun 2002, kekuasaan negara tertinggi ada di tangan MPR. Dimana MPR yang merupakan penjelmaan dari seluruh
10
rakyat Indonesia juga memegang kedaulatan rakyat. Namun setelah dilakukan amandemen, kekuasaan negara tertinggi beralih ke tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD 1945 sesuai dengan pasal 1 ayat 2. 4. Presiden adalah penyelenggara negara yang tertinggi disamping MPR dan DPR. Berdasarkan UUD 1945 hasil amandemen, Presiden merupakan penyelenggara pemerintahan tertinggi di samping MPR dan DPR, karena Presiden dipilih langsung oleh rakyat. Jadi menurut UUD 1945, Presiden bukan lagi sebagai mandataris MPR. Dengan demikian Presiden bertanggung jawab langsung terhadap rakyat. 5. Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR. DPR mempunyai kedudukan yang sejajar dengan Presiden. Sehingga Presiden harus mendapatkan persetujuan DPR untuk membentuk Undang-Undang dan menetapkan APBN. Oleh karena itu Presiden harus bekerjasama dengan dewan. Namun, Presiden tidak bertanggung jawab kepada dewan. Ini berarti bahwa kedudukan Presiden tidak tergantung pada dewan. 6. Menteri Negara adalah Pembantu Presiden, Menteri Negara tidak Bertanggung jawab kepada DPR. Dalam menjalankan tugas pemerintahannya, Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara sesuai dengan pasal 17 ayat 1 UUD 1945. Menteri negara diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Sehingga Menteri Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR. Kedudukan Menteri Negara juga tidak tergantung kepada DPR. 7. Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas. Hasil Amandemen UUD 1945 menyebutkan bahwa Presiden dan Wakil Presiden dipilih secara langsung oleh rakyat. Sehingga dalam sistem kekuasaan kelembagaan negara, Presiden tidak lagi merupakan Mandataris MPR bahkan sejajar dengan MPR dan DPR. Namun apabila Presiden terbukti melanggar Undang-undang maka MPR dapat melakukan Impeachmant Amandemen atau perubahan UUD mengandung pengertian: 1. Menambah dan mengurangi redaksi atau isi UUD menjadi lain daripada semula. 2. Merubah redaksi dan atau isi UUD sebagian atau seluruhnya.
11
3. Mempengaruhi UUD dengan cara atau menyusun ketentuannya menjadi lebih jelas, tegas, dan sistematis. 4. Pembaharuan sendi-sendi bernegara antara lain bentuk pemerintahan.3
2.1.4
Sistem pemerintahan negara dengan amanat pancasila dan undang-undang dasar 1945 Secara Umum didalam sistem pemerintahan yang demokratis senantiasa
mengandung unsur-unsur yang paling penting dan mendasar yaitu: 1. Keterlibatan warga Negara dalam pembuatan keputusan politik. 2. Tingkat persamaan tertentu diantara warga Negara. 3.
Tingkat kebebasan dan kemerdekaan tertentu yang diakui dan dipakai oleh warga Negara.
4. Suatu sistem perwakilan. 5. Suatu sistem pemilihan kekuasaan mayoritas4 Merupakan suatu keharusan dalam sistem pemerintahan negara untuk melaksanakanan amanat yang telah tertuang didalam Pancasila dan UUD ’45. Menjadikan Negara yang makmur, damai, dan sejahtera terutama dalam aspek rakyatnya. Namun yang terjadi dimasyarakat adalah carut marut sistem pemerintahan dan lebih spesifiknya lagi adalah masalah pendidikan. Hak rakyat miskin yang seharusnya mendapatkan perhatian lebih oleh pemerintah untuk mendapatkan pendidikan gratis seakan hanya isapan jempol belaka. Padahal suatu Sistem pemerintahan akan berjalan lancar ketika seluruh komponen sistem itu baik. Rakyat merupakan salah satu komponen penting dalam suatu Sistem Pemerintahan karena kita ketahui bahwa rakyat adalah penguasa tertinggi negara.
3 Tim MPK Unesa, Modul Pendidikan Pancasila, (Surabaya: Unesa University Press, 2005), 156 4 Kaelan, Pendidikan Pancasila, (Yogyakarta: Paradigma, 2010), 181
12
Sistem pemerintahan yang sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD ’45 adalah harapan rakyat. Mengetahui arti yang terkandung didalam Pancasila dan UUD ’45 sangat sesuai dengan kebutuhan rakyat. Kesatuan antara Pancasila dan UUD ’45 dapat menjadikan suatu sistem akan bekerja dengan sangat baik. Sistem pemerintahan Negara yang saat ini sudah tidak sesuai dengan apa telah diamanatkan didalam Pancasila dan UUD ’45 menjadi penyebab munculnya banyak problem di Indonesia. Lepas tangan Pemerintah dalam mengatur sistem, rakyat yang tidak berpendidikan merupakan gambaran sadis gagalnya Sistem Pemerintahan Negeri Ini.
2.1.5
Permasalahan yang dihadapi dalam upaya penciptaan tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa Pelaksanaan RKP dari bidang penciptaan tata kepemerintahan yang bersih
dan berwibawa telah memberikan banyak capaian dan kemajuan yang ditandai dengan adanya perbaikan pada berbagai tatanan pemerintahan, baik di pusat maupun di daerah. Namun, di samping berbagai kemajuan yang telah dicapai, pemerintah masih dihadapkan pada berbagai permasalahan yang harus diselesaikan untuk lebih meningkatkan kinerja birokrasi. Berbagai permasalahan tersebut, antara lain, adalah 1.
Penerapan tata pemerintahan yang baik belum menyeluruh pada instansi Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah;
2.
Sistem dan pelaksanaan pengawasan dan akuntabilitas masih harus ditingkatkan agar lebih efektif dan efisien untuk meningkatkan kinerja pemerintahan;
3.
Penataan kelembagaan dan ketatalaksanaan masih perlu dipertajam terutama berdasarkan prinsip-prinsip structure follow function;
4.
Penerapan sistem merit dalam pengelolaan SDM aparatur negara belum cukup merata dan perlu terus ditingkatkan kualitasnya;
5.
Belum optimalnya kinerja birokrasi untuk mendukung pelayanan publik, baik pelayanan dasar maupun pelayanan bidang lainnya. Upaya membangun tata pemerintahan yang baik, pada hakikatnya
mencakup pula upaya membangun sistem nilai dalam penyelenggaraan
13
pemerintahan. Berkaitan dengan hal tersebut, beberapa permasalahan yang dihadapi Pemerintah dalam penerapan tata kepemerintahan yang baik, bersih, dan berwibawa, antara lain masih perlu ditingkatkannya pemahaman, kesadaran, dan kapasitas pelaku pembangunan khususnya sumber daya manusia aparatur dalam penerapan prinsip-prinsip tata kepemerintahan yang baik untuk mewujudkan tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Di samping itu, belum terdapat sinergi yang optimal antara pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha dalam mewujudkan tata pemerintahan yang baik. Dalam aspek pengawasan dan akuntabilitas, berbagai permasalahan utama yang dihadapi disebabkan oleh antara laih masih rendahnya kompetensi SDM aparatur pengawasan terutama di lingkungan pemerintah daerah; masih rendahnya tindak lanjut hasil pengawasan dan pemeriksaan untuk perbaikan kinerja dan manajemen pemerintahan; belum adanya standar baku dan penerapan sistem penghargaan dan sanksi kepada pejabat negara dan pegawai negeri; serta belum optimalnya penerapan pengendalian intern dilingkungan instansi pemerintah; belum optimalnya sinergi antara kegiatan pengawasan internal dan eksternal; belum optimalnya partisipasi masyarakat dalam pengawasan. Di samping itu, berkaitan dengan aspek akuntabilitas kinerja instansi pemerintah, permasalahan yang dihadapi, antara lain belum diterapkannya dengan baik sistem manajemen berbasis
kinerja
yang
terintegrasi
dengan
sistem
perencanaan,
sistem
penganggaran, sistem perbendaharaan, sistem pengendalian dan evaluasi. Selanjutnya, upaya mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa masih dihadapkan pula pada permasalahan kelembagaan dan ketatalaksanaan. Permasalahan tersebut adalah, antara lain, struktur organisasi pemerintah yang masih cenderung gemuk serta belum dilandasi pelaksanaan tugas pokok dan fungsi yang ada. Akibatnya, banyak terjadi tumpang tindih tupoksi, baik dalam lingkungan intansi tersebut maupun dengan instansi lainnya. Meningkatnya jumlah lembaga struktural dan lembaga nonstruktural (LNS) merupakan konsekuensi dari semakin luasnya pelaksanaan tugas-tugas kepemerintahan. Khusus mengenai keberadaan LNS, pembentukannya sebagian besar merupakan pelaksanaan amanat peraturan perundang-undangan sebagai wujud pelaksanaan prinsip good governnance. Keberadaan lembaga nonstruktural (LNS) yang
14
bersifat ad-hoc seperti komisi, dewan, dan lainnya beberapa memang diperlukan untuk yang sifatnya pengarusutamaan (mainstreaming), perhatian khusus serta lintas fungsi. Namun, secara umum pertumbuhan organisasi LNS menambah permasalahan dalampengaturan kelembagaan, terutama dilihat dari sisi konflik kewenangan dan beban anggaran negara yang makin besar. Di samping itu, sebagai implikasi kebijakan otonomi daerah, pada beberapa daerah berkembang “egoisme kedaerahan dan politisasi” dalam pembinaan PNS di daerah-daerah. Masalah ini tentu tidak menguntungkan dalam konteks efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dari pusat ke daerah, penerapan sistem pembinaan sumber daya manusia aparatur secara keseluruhan termasuk pengembangan, kompetensi, dan karier PNS itu sendiri. Dari aspek ketatalaksanaan, di lingkungan birokrasi Pemerintah memperlihatkan 1.
Belum optimalnya pengelolaan dokumen dan kearsipan negara;
2.
Masih lemahnya penerapan prinsip-prinsip tata pemerintahan;
3.
Belum diterapkannya secara konsisten standar pelayanan mutu pelayanan publik;
4.
Belum merata dan memadainya sarana dan prasarana pelayanan khususnya terkait dengan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (egovernment);
5.
Belum diterapkannya secara konsisten dan berkelanjutan sistem manajemen yang berorientasi kinerja di lingkungan instansi pemerintah; serta
6.
Belum adanya parameter yang valid dan solid sebagai tolok ukur penyelenggaraan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik. Dalam aspek sumber daya manusia aparatur pun masih dihadapi
permasalahan, seperti 1.
Masih rendahnya disiplin dan kinerja pegawai;
2.
Belum diterapkannya standar kompetensi dan indikator kinerja utama bagi setiap PNS
3.
Sistem remunerasi pegawai belum berbasis kinerja dan disertai penerapan sistem reward and punishment yang adil;
15
4.
Belum sepenuhnya diterapkan pengembangan sistem karier berdasarkan kinerja; proses seleksi, penerimaan dan penempatan calon pegawai negeri sipil (CPNS) belum sepenuhnya berdasarkan pada analisis kebutuhan dan kompetensi yang diperlukan;
5.
Pendidikan dan pelatihan (diklat) belum sepenuhnya dapat meningkatkan kinerja dan disesuaikan dengan perkembangan fungsi dalam penyelenggaraan pemerintahan. Selanjutnya, di bidang pelayanan publik, seperti pemerintah belum dapat
sepenuhnya memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan cepat, mudah, murah, manusiawi, transparan, dan tidak diskriminatif. Penyebabnya, antara lain, 1.
Belum optimalnya pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK)
2.
Beberapa sektor pelayanan publik belum memiliki SPM, dan belum sepenuhnya diimplementasikan secara konsisten;
3.
Belum efektifnya sistem penanganan pengaduan masyarakat; dan
4.
Belum diterapkannya manajemen mutu pada sebagian besar unit pelayanan
2.1.6
Langkah-langkah kebijakan dan hasil yang dicapai dalam upaya penciptaan tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa Pemerintah telah dan terus berupaya untuk menyempurnakan kerangka dan
substansi kebijakan nasional dalam pembangunan birokrasi secara menyeluruh. Penyempurnaan kebijakan tersebut dimaksudkan untuk memberikan arah, petunjuk, dan landasan pembangunan birokrasi sehingga terwujud manajemen pemerintahan yang efektif dan efisien agar mampu memberikan kontribusi yang signifikan untuk mendukung penyelenggaraan pembangunan nasional di berbagai bidang guna mewujudkan tujuan berbangsa dan bernegara. Langkah-langkah penyempurnaan kebijakan sebagai landasan pelaksanaan reformasi birokasi, antara lain, ditandai dengan telah terbitnya beberapa peraturan perundang-undangan, di antaranya UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara dan UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Beberapa peraturan perundang-undangan lainnya telah disiapkan dan disusun, seperti RUU Administrasi Pemerintahan, RUU Etika (Kode Etik) Penyelenggara Negara, RUU Tata Hubungan Kewenangan Antara Pemerintah Pusat dan 16
Pemerintah Daerah, Antara Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, dan RUU Kepegawaian Negara (Sumber Daya Manusia Aparatur Negara), RUU Sistem Pengawasan Nasional, RUU Akuntabilitas Kinerja Penyelenggara Negara dan RUU Badan Layanan Umum. Beberapa naskah RUU itu diharapkan dapat segera diselesaikan penyusunan, pembahasan, dan penetapannya menjadi UU. Berbagai capaian dari upaya mewujudkan tata pemerintahan bersih dan berwibawa sampai dengan tahun 2009, antara lain 1.
Terlaksananya penyempurnaan dan sosialisasi pedoman dan indikator tata pemerintahan yang baik, bersih, dan berwibawa. Hal itu bertujuan untuk membangun komitmen aparatur pemerintah di pusat dan daerah untuk melaksanakannya. Selain itu, juga telah dilakukan pilot project penerapan model Island of Integrity di beberapa daerah yang berkomitmen tinggi untuk menerapkan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik.
2.
Telah disusunnya rancangan grand design (rencana induk) Reformasi Birokrasi dan Pedoman Umum Reformasi Birokrasi sebagai kerangka pikir strategis instansi pemerintah dalam melaksanakan reformasi birokrasi dan memberikan arah dalam tahap operasional termasuk juga penyusunan juklak/juknis sebagai landasan teknis operasional pelaksanaan reformasi birokrasi, antara lain Pedoman Penyusunan SOP (Standard Operating Procedures) Administrasi Pemerintahan melalui Peraturan Menteri Negara PAN, Nomor PER/21/M.PAN/11/2008, Pedoman Penyusunan Indikator KinerjaUtama (IKU) melalui Peraturan Menteri Negara PAN, Nomor PER/20/M.PAN/11/2008, Petunjuk Pelaksanaan Evaluasi Kinerja Organisasi melalui Peraturan Menteri Negara PAN, Nomor PER/19/M.PAN/11/2008 dan Pedoman Pengajuan Dokumen Usulan Reformasi Birokrasi di Lingkungan Kementerian/ Lembaga/ Pemerintah Daerah melalui Peraturan Menteri Negara PAN, Nomor PER/4/M.PAN/4/2009;
3.
Tersusunnya buku putih tentang Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia Pascaamandemen UUD 1945 dalam rangka pencapaian tujuan berbangsa dan bernegara yang berisikan arah kebijakan dan strategi
17
pembangunan sistem administrasi negara RI yang sesuai dengan kebutuhan reformasi berdasarkan Pancasila dan UUD 1945; 4.
Tersusunnya Indeks Tata Pemerintahan yang Baik (Good Public Governance Index). Bidang pengawasan dan akuntabilitas aparatur negara juga terus
ditingkatkan melalui kebijakan, antara lain pelaksanaan UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN, Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, dan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Beberapa kemajuan telah berhasil dicapai, antara lain terlihat dengan makin efektifnya sistem pengawasan serta sistem akuntabilitas kinerja aparatur dalam mewujudkan aparatur negara yang bersih, akuntabel, bebas KKN, dan berfungsinya pengawasan melekat (waskat) di lingkungan birokrasi pemerintah. Di samping itu, sampai dengan Juni 2009, hasil penting yang dicapai dari pelaksanaan berbagai kebijakan dan kegiatan dalam program peningkatan pengawasan dan akuntabilitas aparatur, antara lain sebagai berikut: 1.
Meningkatnya jumlah instansi pemerintah yang telah melaksanakan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP) di lingkungan pemerintah pusat dan daerah;
2.
Diterbitkannya beberapa peraturan perundang-undangan
yang terkait
denganpenguatan akuntabilitas dan peningkatan kinerja pada instansi pemerintah, seperti: (a) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 8 tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah; (b) PP Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Perencanaan Pembangunan; serta (c) PP No 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah; 3.
Meningkatnya kapasitas Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melalui pelaksanaan reformasi serta peningkatan independensi dan kemandirian BPK sebagai badan pemeriksa dengan diterbitkannya UU No. 15 Tahun 2004
18
tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, dan UU No. 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan; 4.
Terselenggaranya koordinasi, monitoring, dan evaluasi atas pelaksanaan Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi (RAN-PK) sesuai dengan Inpres Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi, baik tingkat pusat maupun daerah;
5.
Terbangunnya kerjasama antara Badan Pengawas Keuangan Pemerintah (BPKP) dan Badan Pengawas Daerah (Bawasda) berkaitan dengan pelaksanaan audit. Implementasi reformasi birokrasi di lingkungan birokrasiPemerintah telah
dilakukan di beberapa instansi pusat, yakni Depkeu, MA, dan BPK. Meskipun masih terbatas pada beberapa instansi, pilot pelaksanaan reformasi birokrasi tersebut diharapkan menjadi referensi/dasar bagi penerapan secara lebih komprehensif sistematis di seluruh instansi. Pada dasarnya setiap instansi dapat memulai inisiatif reformasi birokrasi pada tiap-tiap instansinya berdasarkan Pedoman Umum Reformasi Birokrasi, sebagaimana telah ditetapkan melalui Peraturan Menteri PAN Nomor PER/15/M.PAN/7/2008. Peningkatan kualitas SDM aparatur juga menjadi perhatian Pemerintah. Kebijakannya diarahkan untuk meningkatkan kinerja dan kesejahteraan PNS agar dapat bekerja secara profesional, memiliki kompetensi yang memadai, dan memperoleh pendapatan yang adil dan layak. Beberapa konsep kebijakan yang telah berhasil dirumuskan dalam rangka peningkatan kualitas SDM aparatur antara lain sebagai berikut: 1.
Tersusunnya naskah akademik RUU Kepegawaian Negara yang meliputi manajemen kepegawaian pada cabang eksekutif, legislatif, dan yudikatif, serta penyelenggara negara lainnya. RUU ini merupakan payung hukum bagi pembangunan sistem manajemen kepegawaian berbasis kinerja; dan
2.
Tersusunnya konsep penyempurnaan berbagai peraturan perundangundangan di bidang SDM aparatur, yaitu RPP tentang Penilaian Prestasi Kerja PNS sebagai pengganti PP No. 10/1979 tentang Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan PNS, RPP tentang Peraturan Disiplin PNS sebagai pengganti PP Nomor 30/1980, RPP tentang Pemberhentian PNS sebagai pengganti PP
19
Nomor 32/1979, Rancangan Perpres tentang Penilaian, Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian dari dan dalam Jabatan Struktural, dan Rancangan Perpres tentang Diklat Prajabatan bagi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS).
2.1.7
Peran masyarakat dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1999 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Peran Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Negara dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan peran serta masyarakat adalah peran aktif masyarakat untuk ikut serta mewujudkan Penyelenggara Negara yang bersih dan berwibawa yang dilaksanakan dengan menaati norma hukum, moral, dan sosial yang berlaku dalam masyarakat.5 Peran masyarakat dalam mewujudkan Penyelenggara Negara yang bersih dan berwibawa berdasarkan Undang - Undang Republik Indonesia No 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme Bab VI : Pasal 8 (1) Peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan negara merupakan hak dan tanggung jawab masyarakat untuk ikut mewujudkan Penyelenggara Negara yang bersih. (2) Hubungan antara Penyelenggara Negara dan masyarakat dilaksanakan dengan berpegang teguh pada asas2 umum penyelenggaraan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3. Pasal 9 (1) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diwujudkan dalam bentuk : a.
hak
mencari.
memperoleh.
dan
memberikan
informasi
tentang
penyelenggaraan negara;
5 Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Negara
20
b. hak
untuk
memperoleh
pelayanan
yang
sama
dan
adil
dari
Penyelenggara Negara; c. hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab terhadap kebijakan Penyelenggara Negara; dan d.
hak
memperoleh
perlindungan
hukum
dalam
hal
:
1) melaksanakan haknya sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, dan c; 2) diminta hadir dalam proses penyelidikan, penyidikan, dan di siding pengadilan sebagai saksi pelapor, saksi; dan saksi ahli, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Hak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan menaati norma agama dan norma social lainnya. (3) Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan peran serta masyarakat dalam penyelenggara negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
2.2
Analisa Analisa yang saya peroleh dari pembahasan di atas adalah di era
Reformasi ini dimana adanya kebebasan dalam setiap hal, maka menyebabkan beberapa penyimpangan dalam sistem pemerintahan. Buruknya sistem tata penyelenggaraan pemerintah, serta buruknya birokrasi pemerintah serta semakin maraknya terjadi korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Sehingga menyebabkan kerugian bagi negara ini. Pemerintahan yang bersih seakan jauh dari pandangan kita. Sehingga terjadi ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintahan ini. Padahal pemerintahan yang bersih dan berwibawa telah tertuang dalam undang-undang dasar 1945 dan pancasila. Dimana undang-undang dasar 1945 menjadi
konstitusi negara serta mengatur hak dan kewajiban warga negara,
sedangkan pancasila menjadi ideologinya.
Berdasarkan Undang - Undang
Republik Indonesia No 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme Pasal 1 Ayat 2 “Penyelenggara Negara yang bersih adalah Penyelenggara Negara yang menaati 21
asas2 umum penyelenggaraan negara dan bebas dari praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta perbuatan tercela lainnya”. Kemudian dalam suatu Negara yang berdaulat tidak akan memiliki kewibawaan di hadapan bangsa lain apabila potensi Negara tidak mampu diurus dan dikelola secara baik dan benar oleh pemerintah. Sehingga pengertian dari Negara yang bersih dan berwibawa erat kaitannya dengan pemerintah yang bersih dan berwibawa. Sebaiknya
saat
ini
pemerintahan
mempunyai
niat
agar
sistem
pemerintahan kembali pada sistem pemerintahan yang sesuai dengan pancasila dan undang-undang dasar 1945. Namun terdapat berbagai masalah dalam upaya mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Masalah tersebut dari masalah birokrasi, kelembagaan serta ketatalaksanaan. Sehingga perlu upaya yang besar dalam mengatasi masalah sistem pemerintahan yang sudah mengakar. Dalam mendorong terwujudnya tata pemerintahan yang bersih, pemerintah juga melaksanakan pengawasan represif yang merupakan upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan melalui audit investigatif dan sinergi dengan aparat penegak hukum (kepolisian, kejaksaan, dan Komisi Pemberantasaan Korupsi). Selain itu pembenahan sistem manajemen pemerintahan perlu diperbaiki pula, peningkatan kualitas SDM aparatur juga menjadi perhatian Pemerintah, serta peran serta masyarakat dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa perlu diturut sertakan.
22
BAB III PENUTUP
3.1
Kesimpulan Kesimpulan dari makalah ini yaitu: Untuk menegakkan pemerintah yang bersih dan berwibawa di perlukan
berbagai kondisi dan mekanisme hubungan yang berpotensi menopang pertumbuhan moralitas politik. Tentunya budaya demokrasi pun perlu di kembangkan dalam proses pemerintahan di dalam negri ini, sehingga terwujud pula pemerintahan yang demokratis. Mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa harus adanya peran masyarakat. Tanpa adanya peran masyarakat dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa mungkin akan sulit untuk terwujudnya pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Selain itu pula untuk terwujudnya pemerintahan yang bersih dan berwibawa, para pelaku hukum harus berani menindak tegas para pelaku KKN sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Upaya ini di lakukan dengan penekanan pada pembangunan aparatur negara melalui pelaksanan reformasi birokrasi yang berdasarkan pada prinsipprinsip tata pemerintahan yang baik (good govermence), yaitu antara lain keterbukaan, tranparansi, akuntabilitas, efektif dan efisien, serta menjunjung supermasi hukum, responsif, demokrasi, dan membuka partisipasi rakyat.
3.2
Saran Dalam rangka mewujudkan good governance (pemerintahan yang bersih
dan berwibawa), diharapkan adanya pemberian penghargaan (reward) kepada peran serta masyarakat, pemberian penghargaan aparat pemerintah. Dengan sistem pemberian penghargaan kepada peran serta massyarakat dan aparat pemerintah maka diharapkan akan terjadi peningkatan motivasi untuk mewujudkan good governance (pemerintahan yang bersih dan berwibawa). Sebagai mahasiswa kita diharapkan dapat menjadi penerus bangsa yang dapat memahami dengan benar makna dari sistem pemerintahan yang sesuai dengan pancasila dan undang-undang dasar 1945, yang terbebas dari KKN sehingga Indonesia memiliki sistem pemerintahan yang bersih dan berwibawa. 23