makalah pada kasus adhd
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Attention Deficit Hyperactive Disorder (ADHD) berawal dari hasil penelitian Prof. George F. Still, seorang dokter Inggris pada tahun 1902. Penelitian terhadap sekelompok anak yang menunjukkan suatu ketidakmampuan abnormal untuk memusatkan perhatian yang disertai dengan rasa gelisah dan resah. Anak-anak itu mengalami kekurangan yang serius dalam hal kemauan yang berasal dari bawaan biologis. Gangguan tersebut diakibatkan oleh sesuatu di dalam diri si anak dan bukan karena faktor-faktor lingkungan. Pada anak yang mengalami kondisi Atteintion Deficit Hyperactive Disorder (ADHD) terjadi penurunan kontrol diri dan aktivitas yang berlebihan pada pasien secara nyata. Sehingga pasien biasanya bertindak nekat, kurang sopan dan selalu menyela pembicaraan. Kurangnya perhatian, serta sulit untuk berkonsentrasi dan menghindari tugas yang berhubungan dengan daya konsentrasi yang tinggi, mudah marah dan susah untuk bergaul dan hampir tidak disukai oleh teman sebayanya. Perilaku yang sering dianggap masalah pada penderita Atteintion Deficit Hyperactive Disorder (ADHD) adalah sulitnya berkonsentrasi, memusatkan perhatian serta mengalami gangguan komunikasi. Biasanya hal tersebut sering membuat orang tua kewalahan dan khawatir. Hal ini dikarenakan anak mengalami keterlambatan dalam memahami pembelajaran yang telah diajarkan dan selalu beralih perhatian dan konsentrasi. Perilaku tersebut sering dikenal dengan gangguan konsentrasi, pemusatan perhatian yang disertai dengan hyperaktifitas. Dalam hal ini, penanganan Atteintion Deficit Hyperactive Disorder (ADHD) perlu melibatkan berbagai tenaga kesehatan seperti fisioterapi, terapi wicara, okupasi terapi dan terapi edukasi. Fisioterapi merupakan bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu dan atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara gerak dan fungsi tubuh sepanjang daur kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik, elektroterapeutis dan mekanis), pelatihan fungsi, komunikasi. Adapun
peran fisioterapi dalam kasus Atteintion Deficit Hyperactive Disorder (ADHD) memiliki tujuan untuk mengoptimalkan kemampuan aktivitas pasien secara mandiri.
B. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dari latar belakang di atas adalah sebagai berikut : 1.
Apa sajakah permasalahan yang timbul pada anak dengan kondisi Atteintion Deficit Hyperactive Disorder (ADHD)?
2.
Bagaimana penatalaksanaan fisioterapi pada anak dengan kondisi Atteintion Deficit Hyperactive Disorder (ADHD) di Griya Fisio Bunda Novy?
C. Tujuan Laporan Kasus Adapun tujuan-tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui permasalah-permasahan yang timbul pada anak dengan kondisi Atteintion Deficit Hyperactive Disorder (ADHD). 2.
Untuk mengetahui penatalaksanaan fisioterapi pada anak dengan kondisi Attention Deficit Hyperactive Disorder (ADHD) di Griya Fisio Bunda Novy.
D. Manfaat Laporan Kasus 1. Bagi penulis Menambah pengetahuan dan menambah wawasan dalam melaksanakan proses fisioterapi pada kondisi Attention Deficit Hyperactive Disorder (ADHD).
2. Bagi fisioterapi Untuk mendapatkan metode yang tepat dan bermanfaat dalam melakukan penanganan pada kondisi Attention Deficit Hyperactive Disorder (ADHD). 3. Bagi masyarakat Sebagai pengetahuan masyarakat tentang Attention Deficit Hyperactive Disorder (ADHD) serta mengetahui peranan fisioterapi pada kasus tersebut.
BAB II KERANGKA TEORI
A. Deskripsi Teoritis 1. Definisi Atteintion Deficit Hyperactive Disorder (ADHD) Atteintion Deficit Hyperactive Disorder (ADHD) adalah gangguan perilaku yang ditandai dengan gangguan pemusatan perhatian dan gangguan konsentrasi, impulsivitas yaitu bicara semaunya tanpa memikirkan akibat, dan melakukan gerakan yang tidak mempunyai tujuan yang jelas dan disertai dengan hyperaktif. Jika didefinisikan secara umum, Atteintion Deficit Hyperactive Disorder (ADHD) menjelaskan kondisi anak-anak yang memperlihatkan ciri-ciri atau gejala kurang konsentrasi, hiperaktif dan impulsive yang dapat menyebabkan ketidakseimbangan sebagian besar aktivitas hidup mereka. 2. Etiologi Pada umumnya penyebab Atteintion Deficit Hyperactive Disorder (ADHD) adalah kondisi fisik biologis yang disebabkan oleh faktor bawaan fisik. Beberapa faktor penyebab Atteintion Deficit Hyperactive Disorder (ADHD) yaitu: a.
Faktor bawaan fisik
1) Hereditas Anak yang menderita Atteintion Deficit Hyperactive Disorder (ADHD) sering dijumpai pada keluarga yang memiliki riwayat Atteintion Deficit Hyperactive Disorder (ADHD) dan mempunyai kelainan psikopatologis 2) Metabolisme biologis Metabolisme anak dengan kondisi Atteintion Deficit Hyperactive Disorder (ADHD) meliputi: a) Terhambatnya aktivitas pada wilayah otak pada sebagian wilayah frontal. b) Rendahnya metabolisme glukosa. c)
Kurangnya aliran darah pada wilayah otak tertentu yang berhubungan dengan perilaku Atteintion Deficit Hyperactive Disorder (ADHD).
3) Struktur otak dan hambatan perkembangan otak
Struktur otak anak dengan kondisi Atteintion Deficit Hyperactive Disorder (ADHD) memiliki volume otak lebih kecil sekitar 3% sampai 4% dari anak normal. Anak dengan Atteintion Deficit Hyperactive Disorder (ADHD) juga mengalami keterlambatan dibeberapa area otak terutama diwilayah cortex. 4) Komplikasi prenatal, perinatal dan postnatal Pada saat hamil, ibu yang mengonsumsi alkohol, nikotin dan rokok berpotensi akan melahirkan anak dengan kondisi Atteintion Deficit Hyperactive Disorder (ADHD). Pada saat proses persalinan, bayi lahir dengan premature, post matur, induksi, dan bayi tidak langsung menangis. Salah satu penyebab pada proses persalinan tersebut dapat menyebabkan anak dengan kondisi Atteintion Deficit Hyperactive Disorder (ADHD). Pada saat proses pertumbuhan dan perkembangan, anak sering terpapar radiasi gelombang elektromagnetik. 5) Faktor lingkungan Faktor lingkungan dikatakan menjadi pemicu munculnya beberapa symptom Atteintion Deficit Hyperactive Disorder (ADHD) pada anak yang telah memiliki faktor bawaan fisik Atteintion Deficit Hyperactive Disorder (ADHD). 3. Patologi Penelitian pada anak Atteintion Deficit Hyperactive Disorder (ADHD) menunjukkan ada penurunan volume kortexs prefrontal sebelah kiri, penemuan ini menunjukkan bahwa gejala Atteintion Deficit Hyperactive Disorder (ADHD) intensi, hiperaktif dan impulsivitas menggambarkan adanya disfungsi lobus frontalis, tetapi area lain di otak khususnya cerebellum juga terkena. 4. Karakteristik Atteintion Deficit Hyperactive Disorder (ADHD) Menurut DSM IV gejala-gejala Atteintion Deficit Hyperactive Disorder (ADHD) yaitu : a.
Kurang perhatian
1) Sering gagal untuk memberi perhatian pada detail atau membuat kekeliruan yang tidak hatihati dalam pekerjaan sekolah, pekerjaan atau aktivitas lain. 2) Sering mengalami kesulitan mempertahankan perhatian pada aktivitas tugas atau permainan. 3) Sering terlihat tidak mendengarkan ketika diajak berbicara langsung. 4)
Sering tidak mengikuti instruksi dan gagal menyelesaikan tugas sekolah, tugas atau kewajiban di tempat kerja (tidak disebabkan perilaku menentang atau tidak mengerti instruksi).
5) Sering mengalami kesulitan mengatur tugas dan aktivitas.
6)
Sering menghindari, tidak menyukai, atau enggan terlibat tugas yang membutuhkan upaya mental yang terus menerus (seperti pekerjaan sekolah atau pekerjaan rumah).
7)
Sering kehilangan barang-barang yang dibutuhkan untuk tugas atau aktivitas (misalnya mainan, tugas sekolah, pensil, buku, atau peralatan).
8) Sering dengan mudah dialihkan perhatiannya oleh stimulus ekternal. 9) Sering lupa pada aktivitas sehari-hari. b. Hiperaktivitas 1) Sering gelisah dengan tangan atau kaki atau menggeliat di tempat duduk. 2) Sering meninggalkan tempat duduk di ruang kelas atau pada situasi lain di mana diharapkan untuk tetap duduk. 3)
Sering berlari-lari atau memanjat secara berlebihan pada situasi yang tidak tepat (pada remaja atau orang dewasa, dapat terbatas pada perasaan gelisah subyektif).
4) Sering mengalami kesulitan bermain atau meikmati aktivitas di waktu luang dengan tenang. 5) Sering “sibuk” atau sering bertindak seakan-akan “dikendalikan oleh sebuah mesin”. 6) Sering bicara secara berlebihan. c.
Impulsivitas
1) Sering menjawab tanpa berpikir sebelum pertanyaan selesai. 2) Sering kesulitan menunggu giliran. 3)
Sering menyela atau menggangu orang lain (misalnya, memotong pembicaraan atau permainan).
B. PROSES FISIOTERAPI Pasien bernama An. R, usia 4 tahun. Dengan diagnosis Atteintion Deficit Hyperactive Disorder (ADHD). Pada tanggal 4 juni 2015, pasien datang ke klinik Griya Fisio Bunda Novy, dengan keluhan pasien adalah kontak mata tidak bisa fokus, terdapat grasp rekleks kaki, grasp rerleks tangan, babinsky refleks, blinking refleks, tidak terdapat grounding refleks, terdapat hipersensitif pada indra penglihatan, indra pendengaran, indra perabaan, indra pengecapan, terdapat hiposensitif pada indra penciuman, pasien sering melakukan “flapping hand”, pasien belum bisa berbicara, pasien sering melakukan bubling, pasien terdapat spasme pada otot punggung dan leher. Terapi berlangsung setiap hari selama 1 bulan, adapun intervensi fisioterapi yang diberikan adalah neurosenso, mobilisasi trunk, brain gym, oral facial stimulation, blocking dan bedong. Kemudian tidak datang terapi selama 1
bulan. Dan mulai rutin terapi kembali pada tanggal 4 Agustus 2015 dengan keluhan yang sama karena perubahan yang terjadi belum signifikan.
BAB III LAPORAN KASUS
Tanggal Pembuatan Laporan : 10 Agustus 2015 Kondisi : FT. A
A. Data Pasien 1. Nama : An. R 2. Umur : 4 tahun 3. Jenis Kelamin: laki-laki 4. Agama : Islam 5. Alamat : Jalan Kencur no 7A, kembangan, maguwoharjo 6. No. CM : m-112
B. Data-data medis rumah sakit 1. Diagnosa medis : diagnosis Atteintion Deficit Hyperactive Disorder (ADHD) 2.
Catatan klinis : pada usia kandungan 2 bulan terkena virus tokso, usia 9 bulan pasien melakukan terapi stimulasi tumbuh kembang di Cina. Usia 2 tahun berobat kedokter syaraf yang dissarankan oleh dokter anak disalah satu rumah sakit di Jakarta, setelah itu melakukan terapi di klinik tumbuh kembang di Jakarta selama 2 tahun.
C. Pemeriksaan 1. Pemeriksaan subjektif a. Keluhan utama 1) Pasien belum bisa berbicara. 2) Pasien saat diajak berkomunikasi kontak mata tidak bisa fokus. 3) Pasien berjalan dengan jinjit.
4) Pasien menolak untuk sikat gigi dan dipegang kepalanya. 5) Pasien sering menggumam. b. Riwayat penyakit sekarang Pada tanggal 4 Juni 2015 pasien datang dengan keluhan belum bisa berbicara, saat diajak komunikasi kontak mata tidak bisa fokus, berjalan dengan jinjit, menolak untuk sikat gigi dan dipegang kepalanya, sering menggumam. Di klinik Griya Fisio Bunda novy diberikan terapi berupa fisioterapi, okupasi terapi, terapi wicara. Terapi dilaksanakan setiap hari selama 1 bulan, kemudian tidak datang terapi selama 1 bulan dan mulai rutin terapi kembali pada tanggal 4 Agustus 2015 dengan keluhan yang sama karena perubahan yang terjadi belum signifikan. c. Status sosial Pasien bisa diajak main. d. Riwayat keluarga Tidak ada anggota keluarga pasien yang mengalami sakit yang sama dengan pasien. e. Riwayat penyakit dahulu 1) Pre natal Pada usia kandungan 2 bulan terkena virus tokso. 2) Perinatal a) Proses kelahiran dengan cara sectio caesar. b) Lahir dengan cukup bulan. c) Tidak langsung menangis. d) Tidak kuning. 3) Post natal a) Perkembangan motorik mengalami gangguan. b) Usia 7 bulan baru bisa miring kanan dan kiri. c) Usia 9 bulan bisa mengesot. d) Usia 12 bulan bisa duduk dan bicara. e) Usia 17 bulan bisa berdiri. f)
Usia 19 bulan nisa berjalan.
g) Ada fase yang di lompati, yaitu : merayap dan merangkak.
2. Pemeriksaan obyektif a.
Pemeriksaan vital sign.
1) Tinggi badan : 113 cm
2) Berat badan : 22 kg b. Inspeksi 1) Statis a) Tampak wajah pasien kurang ekspresif. b) Saat berdiri tampak postur tubuh pasien membungkuk. 2) Dinamis a) Tampak pasien berjalan dengan jinjit. b) Pasien tampak menekukkan siku sebelah kanan. c) Pasien tampak melakukan “flapping hand”. d) Pasien saat diajak komunikasi, kontak mata tidak bisa fokus. c.
Palpasi Teraba spasme pada otot leher dan punggung.
d. Perkusi Tidak dilakukan e.
Auskultasi Tidak dilakukan
f.
Pemeriksaan Gerak Dasar Tidak dilakukan.
g. Muscle Test Tidak dilakukan. h. ROM Test Tidak dilakukan. i.
Pemeriksaan Nyeri Tidak dilakukan.
j.
Tes kognitif, intrapersonal, dan interpersonal
1) Tes kognitif : pasien belum mampu berkomunikasi. 2) Tes intrapersonal : pasien sulit untuk diajak terapi. 3) Tes interpersonal : pasien belum mampu bekerjasama baik dengan fisioterapis. k. Tes kemampuan fungsional dan lingkungan aktivitas 1) Kemampuan fungsional a) Pasien sudah mampu makan dan minum secara mandiri. b)
Pasien belum mampu melakukan kegiatan kebersihan diri dan memakai pakain secara mandiri.
2) Lingkungan aktivitas
a) Di dalam rumah : keluarga mendukung kesembuhan pasien. b) Di luar rumah : teman sebaya pasien ada yang ingin bermain dengan pasien, namun ada pula teman sebaya yang tidak mau bermain bersama pasien. l.
Pemeriksaan spesifik
1) Tes refleks primitif No
Tes reflex
Hasil
1.
Grasp refleks tangan
+
2.
Grasp refleks kaki
+
3.
Babinsky
+
4.
Blinking
+
5.
Grounding reflex
-
2) Tes panca indra a) Penglihatan : hipersensitif No
Keterangan
Hasil
1.
Mengenal
+
2.
Membedakan
_
b) Pendengaran : hipersensitif No
Keterangan
Hasil
1.
Mengenal
+
2.
Membedakan
+
Keterangan
Hasil
c) Penciuman : hiposensitif No 1.
Mengenal
_
2.
Membedakan
_
d) Peraba : hipersensitif No
Keterangan
Hasil
1.
Mengenal
+
2.
Membedakan
+
e) Pengecap : hipersensitif No
f)
Keterangan
Hasil
1.
Mengenal
+
2.
Membedakan
+
Kriteria diagnostik DSM-IV TR untuk autis A.
Terdapat 6 atau lebih dari kriteria (1), (2), dan (3) dengan minimal terdapat dua dari kriteria (1) dan masing-masing satu dari kriteria (2) dan (3) : (1)
Kesulitan dalam interaksi sosial yang terwujud dalam berikut (minimal dua) : - Kesulitan yang tampak jelas dalam penggunaan perilaku non-verbal, seperti : kontak mata, √ ekspresi wajah dan bahasa tubuh. - Lemah dalam megembangkan hubungan yang tepat dengan anak-anak sebaya sesuai dengan √ tahap perkembangan. - Kurang berminat mencari dan melakukan hal-hal atau aktivitas bersama orang lain secara spontan.
- Kurangnya respon sosial atau emosional. (2)
√ √
Kesulitan dalam komunikasi seperti terwujud dalam kriteria berikut (minimal satu) : - Keterlambatan atau sangat kurangnya bahasa verbal tanpa upaya untuk menggantinya dengan √ gerakan non-verbal. - Pada mereka yang cukup mampu berbicara, kesulitan tampak jelas dalam kemampuan untuk mengawali atau mempertahankan percakapan
√
orang lain. - Bahasa yang diulang-ulang atau membeo.
√
- Kurang bermain sesuai tahap perkembangannya. √
(3)
Perilaku atau minat yang diulang-ulang atau stereotype terwujud dalam kriteria berikut ini (minimal satu) : - Preokupasi yang tidak normal pada objek atau √
aktivitas tertentu. √
- Ketertarikan yang kaku pada ritual tertentu. - Tingkah laku yang stereotype dan repetitive, seperti
mengepak-ngepakkan
tangan
atau √
menjentikkan jari berulang-ulang. -
Preokupasi yang tidak normal pada bagianbagian tertentu dari suatu objek.
B.
√
Keterlambatan atau keabnormalan fungsi (minimal satu) dari bidang berikut, berawal sebelum usia 3 tahun : interaksi sosial, bahasa untuk berkomunikasi dengan orang lain atau permainan imajinatif.
C.
Gangguan yang tidak dapat dijelaskan sebagai gangguan rett atau gangguan disintegrative dimasa kanak-kanak.
Hasil : semua kriteria diatas, seluruh hasil pemeriksaan adalah positif (+)
Diagnosa Fisioterapi 1. Impairment a.
Kontak mata tidak bisa fokus.
b. Terdapat refleks primitif : grasp refleks tangan, grasp pada kaki, babinsky, blinking. c.
Tidak terdapat grounding refleks
d. Terdapat hipersensitiv pada indra penglihatan, pendengaran, perabaan, dan pengecapan.
e.
Terdapat hiposensitive pada indra penciuman
f.
Pasien sering melakukan flapping hand
g. Pasien belum bisa berbicara. h. Pasien sering melakukan bubling. i.
Terdapat spasme pada otot punggung dan leher.
2. Functional limitation Pasien belum mampu secara mandiri melakukan aktivitas sehari-hari. 3. Disability/Participation Restriction Pasien belum mampu bersosialisasi dan berkomunikasi dengan lingkungan sekitar dengan baik.
E. PROGRAM FISIOTERAPI 1. Jangka pendek : a.
Kontak mata menjadi fokus.
b. Tertata refleks primitif. c.
Meningkatkan grounding refleks.
d. Menurunkan sensitivitas indra penglihatan, pendengaran, perabaan dan pengecapan. e.
Meningkatkan sensitivitas indra penciuman.
f.
Berkurangnya flapping hand
g. Berkurangnya bubling h. Pasien bisa berbicara i.
Spasme otot punggung dan leher menurun.
2. Jangka panjang : a.
Melanjutkan kemampuan yang sudah didapatkan dari tujuan jangka pendek.
b. Mengoptimalkan kemampuan aktifitas pasien secara mandiri. 3. Intervensi fisioterapi : a.
Neuro senso
b. Mobilisasi trunk c.
Brain gym
d. Oral facial stimulation (OFS) e.
Blocking
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien bernama An. R, usia 4 tahun, dengan diagnosis Atteintion Deficit Hyperactive Disorder (ADHD). Permasalahan yang timbul pada pasien karena hal tersebut adalah kontak mata tidak bisa fokus, terdapat grasp rekleks kaki, grasp rerleks tangan, babinsky refleks, blinking refleks, tidak terdapat grounding refleks, terdapat hipersensitif pada indra penglihatan, indra pendengaran, indra perabaan, indra pengecapan, terdapat hiposensitif pada indra penciuman, pasien sering melakukan “flapping hand”, pasien belum bisa berbicara, pasien sering melakukan bubling, pasien terdapat spasme pada otot punggung dan leher. Dan keterbatasan fungsi seperti : Pasien belum mampu secara mandiri melakukan aktivitas sehari-hari. Intervensi fisioterapi yang telah diberikan selama terapi adalah : 1. Neuro senso untuk mengkoordinasi dan mensingkronisasi saraf pusat 2. Mobilisasi trunk untuk menurunkan spasme otot dan meningkatkan mobilitas trunk, 3. Brain gym untuk mengkoordinasi antara otak kanan dan otak kiri, 4. Oral facial stimulation untuk menstimulasi fungsi organ dalam mulut dan lidah, 5. Blocking untuk mensingkronisasi audio visual dengan cara mengurangi rangsangan dari luar. 6. Bedong untuk mengontrol gerak yang berlebihan.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Pasien bernama An. R, usia 4 tahun, dengan diagnosis Atteintion Deficit Hyperactive Disorder (ADHD) dan dengan permasalahan kontak mata tidak bisa fokus, terdapat grasp rekleks kaki, grasp rerleks tangan, babinsky refleks, blinking refleks, tidak terdapat grounding refleks, terdapat hipersensitif pada indra penglihatan, indra pendengaran, indra
perabaan, indra pengecapan, terdapat hiposensitif pada indra penciuman, pasien sering melakukan “flapping hand”, pasien belum bisa berbicara, pasien sering melakukan bubling, pasien terdapat spasme pada otot punggung dan leher setelah menjalankan terapi berupa neurosenso, brain gym, mobilisasi trunck, oral facial stimulation (OFS), blocking dan bedong, maka hasil yang diharapkan kedepannya setelah terapi adalah sebagai berikut: 1. Kontak mata menjadi fokus 2. Tertata refleks primitif 3. Terdapat grounding refleks 4. Menurunkan sensitifitas indra penglihatan, pendengaran, perabaan dan pengecapan. 5. Meningkatakan sensitivitas indra penciuman. 6. Berkurangnya flapping hand. 7. Bubling berkurang 8. Pasien bisa berbicara 9. Spasme otot punggung dan leher menurun. Namun selama 2 minggu dengan 7 kali pertemuan maka hasil yang didapat berupa : 1. kontak mata bisa fokus walau hanya beberapa detik 2. masih belum tertata refleks primitifnya 3. sedikit meningkat grounding refleks 4.
sedikit penurunan hipersensitif pada indra : penglihatan, pendengaran, perabaan, dan pengecapan
5. masih tedapat hiposensitif pada indra penciuman 6. terkadang pasien masih melakukan flapping hand 7. pasien belum bisa bicara 8. Pasien masih melakukan bubling 9. pasien masih terdapat spasme pada otot punggung dan leher
B. Saran 1. Sebaiknya tim rehabilitasi saling bekerja sama untuk mencapai tujuan baik jangka pendek maupun jangka panjang. 2. Mengajarkan keluarga tentang hal-hal yang diperlukan untuk mendukung kesuksesan terapi.