Makalah Om Manifestasi Kelainan Darah.docx

  • Uploaded by: Reisha
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Om Manifestasi Kelainan Darah.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 6,271
  • Pages: 40
Tugas Kelompok Oral Medicine

MANIFESTASI ORAL PENYAKIT KELAINAN DARAH

Oleh : Venny Dwijayanti

(04111004054)

Ummul Fitri

(04111004055)

Widya Anggraini

(04111004056)

Reisha Mersita

(04111004057)

Febrisally Purba

(04111004058)

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2013

ANEMIA Anemia merupakan penurunan jumlah normal sirkulasi hemoglobin. Penurunan hemogoblin ini mungkin hasil dari kehilangan darah sebagai anemia defisiensi besi; dari peningkatan kerusakan sel darah seabagai anemia hemolisis; dari penurunan produksi sel darah merah seperti pernicious dan anemia defisiensy asam folat ; atau kombinasi dari ketiganya. Ketika terdapat suatu kombinasi dari penyebab, satu mekanisme biasanya predominan.1 Anemia juga diklasifikasikan berdasarkan patogenesisnya : ukuran (mikrositik, normositik, atau makrositik) sel darah merah atau konsentrasi

hemoglobinnya

(hipokromik, normokromik). Istilah hiperkromik jarang digunakan , Tapi itu mengacu pada sel makrositik dengan konsentrasi hemoglobin normal , karena ukurannya yang besar sehingga memiliki peningkatan kandungan hemoglobin. Gejala umum anemia meliputi kulit pallor, palpebral konjungtiva dan neils bed; dyspnea; dan mudah lelah.1

1. Anemia Defisiensi Zat Besi Anemia defisiensi besi adalah anemia mikrositik-hipokromik yang terjadi akibat defisiensi besi dalam diet, atau kehilangan darah secara lambat dan kronis. Zat besi adalah komponen esensial hemoglobin yang menutupi sebagian besar sel darah merah.1 1.1

Etiologi



Perdarahan menahun yang dapat berasal dari :2



Saluran cerna : akibat dari tukak peptic kanker lambung, kanker kolon, divertikulosis, hemoroid, dan infeksi cacing tambang



Saluran genetalia wanita : menoragi atau metroragi



Saluran kemih : hematuria



Saluran napas : hemoptoe.5



Peningkatan kebutuhan besi (kehamilan, laktasi, masa remaja)



Gangguan absorpsi besi : gastrektomi, kolitiskronis

1.2 Manifestasi Klinis Gejala Umum Anemia Gejala umum anemia dijumpai pada anemia defisiensi besi apabila kadar hemoglobin kurang dari 7-8 g/dl. Gejala ini berupa badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang, telinga mendenging serta pucat terutama pada konjungtiva dan jaringan di bawah kuku. 3

Gejala Khas Defisiensi Zat Besi Gejala yang khas dijumpai pada defisiensi zat besi, tetapi tidak dijumpai pada anemia jenis lain adalah (Bakta, 2006): a. Koilonychia, yaitu kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh, bergaris-garis vertical dan menjadi cekung sehingga miripsendok. b. Atrofi papil lidah, yaitu permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah menghilang. c. Stomatitis angularis (cheilosis), yaitu adanya keradangan pada sudut mulut sehingga tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan. d. Disfagia, yaitu nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring.

1.3 Manifestasi Oral Tanda utama oral dari anemia defisiensi besi adalah pallor mukosa. Selain itu, sel epitel oral menjadi atropik, dengan kehilangan normal keratinisasi. Lidah mungkin

menjadi licin karena atrofi papilla filiform dan fungiform dan glossodina dapat berhubungan dengan gejala.2 Pemeriksaan histologi mukosa lidah menunjukkan penurunan ketebalan epitel, dengan penurunan jumlah sel terlepas dari peningkatan lapisan sel progenitor. Ukuran sel tersebut menurun di lapisan maturasi (pada pria), dan rasio nukleositoplasmik lebih tinggi dari normal. Atrofimukosa lingual dapat terjadi tanpa adanya gejala klinis lainnya yang jelas.2

1.4 Pertimbangan Dental Pasien dengan gejala penyakit ini harus melakukan Complete Blood Count (CBC) tes. Jika nilai hemoglobin yang diperoleh menurun secara signifikan ,pasien harus dirujuk ke dokter spesialis untuk mendapatkan medical history, diagnosis laboratorium, dan perawatan. Pilihan bedah mulut atau prosedur periodontal tidak boleh dilakukan pada pasien dengan gejala anemia karena potensi peningkatan perdarahan dan terjadinya gangguan penyembuhan luka. Ketika kadar hemoglobin turun dibawah 10 g/dL, tekanan oksigen rendah mempengaruhi interaksi rheologi antara komponen seluler darah. Terutama platelet dan endothelium, penurunan kemampuan dalam pembekuan darah. Anestesi umum seharusnya tidak diberikan kecuali hemoglobin setidaknya 10 g/

2. Anemia Pernisiosa 2.1 Etiologi Defisiensi faktor instrinsik, yang diproduksi oleh sel parietal dimukosa gastric, hasil ketidakstabilan

penyerapan

vitamin

b12

dari

mukosa

intestinal

sehingga

menyebabkan defisiensi B12. Hasil anemia megaloblastik menunjukkan suatu gambaran makrositik hiperkromik dengan penurunan kadar serum B12. Lidah bagian dorsal menunjukkan atrofi papilla dengan permukaan yang licin dan berwarna merah seperti terbakar. defisiensi Vitamin B12 juga dihubungkan dengan sebagian kecil pasien yang menderita stomatitis aphthous rekuren (SAR). 2

2.2 Patofisiologi Anemia ini disebabkan defisiensi vitamin B12 didalam darah. Kekurangan protein merupakan faktor yang dapat menghambat penyerapan vitamin B12 dalam tubuh. Protein ini disebut faktor instrinsik. Vitamin B12 penting untuk sintesis DNA sel darah merah dan untuk fungsi saraf. Sumber vitamin B12 dari makanan dan diserap melalui lambung ke dalam darah. dimana vitamin B12 tidak dapat menghasilkan faktor instrinsik hormon lambung penting untuk penyerapan vitamin B12. Faktor instrinsik disekresi oleh sel parietal mukosa lambung. Defisiensi B12 inilah yang dapat menyebabkan terjadinya anemia, karena B12 diperlukan tubuh untuk membuat eritrosit.3

2.3 ManifestasiKlinis Anemia pernisiosa terjadi pada usia paruh baya dan manula serta lebih banyak ditemukan padawanita. Kelelahan dan letargi adalah keluhan utama terbanyak. Padadefisiensi B12 yang kronis dan berat Neuropatiperifer mungkin merupakan keluhan utama disertai nyeri atau baal pada kaki saat berjalan. kemudian , bias timbul

gambaran degenerasi gabungan subakut medulla spinalis. Limpa kadang-kadang teraba.3

2.4 Manifestasi Oral 

Glossitis dan glossodynia



Lidah beefy red dan terinflamasi dengan sedikit area erythematous pada ujung dan margin lidah.



Hilangnya papilla filiform dan pada penyakit lanjutan, atrofi papilla melibatkan permukaan lidah bersamaan dengan hilangnya tone otot normal. Lesi macular erythematous juga dapat melibatkan mukosa bukal dan labial.



Pasien juga merasakan dysphagia dan abrasi rasa



Rasa mulut terbakar yang disebabkan neuropati dan dapat juga disebabkan oleh kandidiasis.2



Hasil biopsy menunjukkan atrofi epitel, pembesaran inti sel, peningkatan mitosis di epithelium basal, epithelial dysplasia, dan infiltrasi nonspesifik limfosit, sel plasma dan polymirphonuclear (PMN) leukositdi lamina propia.

3 Anemia Sel Sabit Anemia sel sabit adalah gangguan resesif autosomal yang disebabkan pewarisan dua salinan gen hemoglobin defektif, masing-masing satu dari orangtua. Hemoglobin yang cacat tersebut, yang disebut hemoglobin S (HbS), menjadi kaku dan membentuk konfigurasi seperti sabit jika terpajan oksigen berkadar rendah.

1

Kemampuan sel

darah merah yang berbentuk sabit untuk melewati pembuluh-pembuluh darah kecil jadi terganggu, mengakibatkan vaso-oklusi yang pada akhirnya mengarah pada manifestasi protean dari penyakit ini yaitu kerusakan organ yang meluas.4

3.1. Etiologi Mutasi titik dalam rantai β-globin hemoglobin, menyebabkan asam asam amino glutamat diganti dengan valin asam amino hidrofobik pada posisi keenam. Gen βglobin yang ditemukan pada lengan pendek kromosom 11. Asosiasi dua tipe liar globin α-subunit dengan dua mutan β-globin hemoglobin subunit bentuk S (HbS). Dalam kondisi oksigen rendah (berada di ketinggian yang tinggi, misalnya), tidak adanya asam amino pada posisi kutub enam dari rantai β-globin mempromosikan polimerisasi non-kovalen (agregasi) dari hemoglobin, yang mendistorsi sel-sel darah merah menjadi sabit bentuk dan berkurang elastisitasnya.4

3.2 Patofisiologi anemia sel sabit adalah gangguan resesif autosomal yang disebabkan pewarisan dua salinan gen hemoglobin defektif, masing-masing satu dari orang tua. Hemoglobin yang cacat tersebut, yang disebut hemoglobin S (HbS), menjadi kaku dan membentuk konfigurasi sepertisabit jika terpajan oksigen berkadar rendah. tekanan oksidatif juga memicu produksi hasil akhir glikasi yang masuk ke dalam sirkulasi, sehingga

memperburuk proses patologi vaskular pada individu ayng mengindap anemia sel sabit . sel darah merah pada anemia sel sabit ini kehilangan kemampuan untuk bergeark dengan mudah melewati pembuluh yang sempit dan akibatnya terperangkap didalam mikrosirkulasi. hal ini menyebabkan penyumbatan aliran darah ke jaringan dibawahnya, akibatnya timbul nyeri karena iskemia jaringan. meskipun bentuk bentuk sel sabit ini bersifat reversibel atau dapat kembali ke bentuk semula jika saturasi hemoglobinkembali normal, sel sabit sangat rapuh dan banyak yang sudah hancur di dalam pembuluh yang sangat kecil, sehingga menyebabkan anemia.1

3.3. Manifestasi Oral Selain jaundice dan pucat pada mukosa oral, pasien sering menunjukkan keterlambatan erupsi dan hipoplasia dari gigi sekunder. 1

3.4 Manifestasi Klinis 

Terdapat tanda anemia sistemuk



Nyeri hebat yang intens akibat sumbatan vascular pada serangan penyakit



Infeksi bakteri serius disebabkan kemampuan limpa untuk menyaring mikroorganisme yang tidak adekuat.



Splenomegali karena limpa membersihkan sel-sel yang mati, kadang menyebabkan krisis akut.1

3.4 Pertimbangan Dental 

Anastesi umum harus digunakan dengan hati-hati , untuk menghindari hipoksia karena thrombosis otak dan infark dapat terjadi2



Prosedur gigi yang melibatkan jaringan lunak tidak boleh dilakukan pada pasien dengan penyakit yang kurang terkontrol kecuali sangat diperlukan karena peningkatan resiko komlikasi sekunder untuk kronis dan penyembuhan luka yang lama.2

THALASEMIA Thalassemia merupakan sekelompok penyakit atau kelainan herediter dimana produksi satu atau lebih dari jenis asam polipeptida terganggu. Pada thalassemia, letak salah satu asam polipeptida berbeda ururtannya atau ditukar dengan jenis asam amino lain.6 Thalasemia dibagi menjadi 2 tipe, yaitu6 : a. Thalasemia alfa : biasanya ditemukan pada orang asia b. Thalasemia beta (mediterania) dibagi 2 :  Thalasemia beta minor : thalasemia beta minor lebih umum daripada thalasemia beta mayor. Umumnya tidak nampak gejala apapun . namun bisa dipacu karena kehamilan  Thalasemia beta mayor : kelainan beta thalasemia yang homozigot. Kelaianan ini merupakan bentuk terparah dari thalasemia karena manifestasi yang muncul 4-6 bulan pertama kehidupan.

Etiologi dan patofisiologi Thalassemia disebabkan oleh ketidakmampuan sumsum tulang dalam membentuk protein yang dibutuhkan dalam membentuk hemoglobin. Pada thalassemia terjadi defisiensi sintesis globin sehingga sel darah merah menjadi mikrositik dan hipokromik. 6 Thalassemia dapat terjadi pada individu homozigot maupun heterozigot. Pada homozigot dikenal dengan sebutan thalassemia mayor. Pada α-thalassemia (rantai α kurang atau berkurang) intraseluler inklusi, badan Heinz dibentuk oleh presipitasi dari rantai α yang menumpuk karena mengalami gangguan pada produksinya. Dalam bentuk yang paling parah dari penyakit ini, sel darah merah janin mengandung hemoglobin yang terdiri dari rantai γ saja. Kondisi ini tidak sesuai

karena

mengakibatkan kurangnya kapasitas pembawa oksigen. Namun, tanda-tanda klinis αthalassemia tergantung pada tingkat keparahan dari rantai α. 6 Pada β-thalassemia, sintesis β-Globin terganggu akibat adanya mutasi pada urutan gen β-globin yang menyebabkan kesalahan dalam penyambungan messenger asam ribonukleat (mRNA). Thalasemia β-mayor (β +-thalassemia) disebabkan oleh berkurangnya produksi rantai β, sedangkan thalassemia β-minor (β º-thalassemia) disebabkan oleh tidak adanya rantai β normal yang diproduksi. 6 Pada thalassemia, sel darah yang diproduksi mengalami abnormalitas sehingga dibuang dari sirkulasi melalui proses fagositosis dan lisis. Sebagai kompensasi dari proses tersebut, stimulus eritropoiesis menyebabbkan perluasan kompartemen sel darah merah dari sumsum dan extramedullary hematopoiesis.6

Manifestasi klinis dan oral Pada kebanyakan kasus, terjadi protrusi bimaksiler dan abnormalitas oklusal pasien yang mengidap thalasemia. Selain itu, tulang malar menonjol hidung seperti pelana dan pneumatization sinus maksilaris tertunda. Karena terjadi perubahan skeletal, bibir atas tertarik sehinggaterjadi “chipmunk facies”. Perubahan radiografis yang terjadi sama seperti pada pasien sickle cell anemia mencakup penghalusan tulang alveolar yang tergeneralisasi , penipisan tulang kortikal, pembesaran ruang sumsum tulang, dan trabekula yang kasar. Pada tulang parietal, korteks yang tipis menutupi trabekula vertikal yang kasar dan diploë yang membesar membuat gambaran “hair on end”. 7 Pada thalassemia, terjadi extramedullary hematopoiesis pada saraf kranial palsi sehingga terjadi tekanan pada saraf tersebut. Pada thalassemia mayor, tdak ada hubungan antara kronologi, skeletal, dan usia perkembangan gigi. Retardasi skeletal meningkat karena usia. Hal ini disebabkan adanya hipoksia akibat anemia yang parah, hipofungsi endokrin sekunder akibat deposisi zat besi, atau aksi toksik sistem enzim zat besi sehingga menyebabkan jaringan terluka. 7 Enamel dan dentin merupakan indikator deposisi zat besi. Ada pasien thalassemia, baik gigi desidui maupun gigi tetap mengandung 5x lebih banyak zat besi dibandingkan orang normal. Konsentrasi zat besi yang tinggi menyebabkan diskolorasi pada gigi psien thalassemia β mayor. 7 Perawatan Pasien dengan thalassemia ringan (α dan β minor). Terlihat normal secara klinis sehingga tidak membutuhkan perawatan. Pada kasus lainnya, pasien yang dapat bertahan bergantung pada transfusi darah. Pencegahan konsentrasi hemoglobin dibawah 10g/dL meningkatkan kesempatan perkembangan yang normal pada anak-

anak dan pertahanan hidup pada pasien dewasa. Namun, perawatan yang hipertransfusi dapat mengakibatkan pemasukan zat besi yang berlebihan sehingga terjadi hemosiderosis dan deposisi zat besi pada semua jaringan tubuh. Selain itu, pasien dapat mengalami abnormalitas pada jantung, endokkrin, fungsi hati, insufisiensi jantung, diabetes, hipofungsi kelenjar ptuitari, dan pendarahan yang mengakibatkan penyakit hati. 7 Jika transfusi darah regular diberikan pada anak-anak dengan thalassemia dengan tingkat hemoglobin antara 10-14 g/dL maka mereka dapat tumbuh dengan normal tanpa adanya perubahan pada skeletal. Beberapa penderita talasemia menjalani splenektomi untuk memperpanjang kelangsungan hidup RBC. Suplemen asam folat bermanfaat dalam perawatan thalassemia ini. Kelebihan zat besi dapat diobati dengan suntikan chelator yang terus-menerus yaitu deferiprone yang dapat memobilisasi dan mengekskresikan sisa-sisa zat besi. Baru-baru ini, transplantasi sel stem ditemukan dapat digunakan untuk perawatan thalassemia. 7 Pada pasien yang mengalami abnormalitas wajah dapat dilakukan bedah agar wajah terlihat normal kembali.

SYSTEMIC LUPUS ERYTHEMATOSUS (SLE) Definisi SLE (Systemisc Lupus erythematosus) adalah penyakit autoimun dimana organ dan sel mengalami kerusakan yang disebabkan oleh tissue-binding autoantibody dan kompleks imun, yang menimbulkan peradangan dan bisa menyerang berbagai sistem organ namun sebabnya belum diketahui secara pasti, dengan perjalanan penyakit yang mungkin akut dan fulminan atau kronik, terdapat remisi dan eksaserbasi disertai oleh terdapatnya berbagai macam autoantibody dalam tubuh.8

Etiologi dan Patofisologi Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang menyebabkan peningkatan autoantibody yang berlebihan. Gangguan imunoregulasi ini ditimbulkan oleh kombinasi antara faktor-faktor genetik, hormonal (sebagaimana terbukti oleh awitan penyakit yang biasanya terjadi selama usia reproduktif) dan lingkungan (cahaya matahari, luka bakar termal). 1

Sampai saat ini penyebab SLE belum diketahui. Diduga faktor genetik, infeksi dan lingkungan ikut berperan pada patofisiologi SLE.8,9

Sistem imun tubuh kehilangan kemampuan untuk membedakan antigen dari sel dan jaringan tubuh sendiri. Penyimpangan reaksi imunologi ini akan menghasilkan antibodi secara terus menerus. Antibody ini juga berperan dalam pembentukan kompleks imun sehingga mencetuskan penyakit inflamasi imun sistemik dengan kerusakkan multiorgan. 8

Dalam keadaan normal, sistem kekebalan berfungsi mengendalikan pertahanan tubuh dalam melawan infeksi. Pada lupus dan penyakit autoimun lainnya, sistem pertahanan tubuh ini berbalik melawan tubuh, dimana antibodi yang dihasilkan menyerang sel tubuhnya sendiri. Antibodi ini menyerang sel darah, organ dan jaringan tubuh, sehingga terjadi penyakit menahun.8 Faktor Resiko terjadinya SLE8 1. Faktor Genetik 

Jenis kelamin, frekuensi pada wanita dewasa 8 kali lebih sering daripada pria dewasa



Umur, biasanya lebih sering terjadi pada usia 20-40 tahun



Etnik, Faktor keturunan, dengan Frekuensi 20 kali lebih sering dalam keluarga yang terdapat anggota dengan penyakit tersebut

2. Faktor Resiko Hormon Hormon estrogen menambah resiko SLE, sedangkan androgen mengurangi resiko ini. 3. Sinar UV Sinar Ultra violet mengurangi supresi imun sehingga terapi menjadi kurang efektif, sehingga SLE kambuh atau bertambah berat. Ini disebabkan sel kulit mengeluarkan sitokin dan prostaglandin sehingga terjadi inflamasi di tempat tersebut maupun secara sistemik melalui peredaran pebuluh darah 4. Imunitas Pada pasien SLE, terdapat hiperaktivitas sel B atau intoleransi terhadap sel T 5. Obat Obat tertentu dalam presentase kecil sekali pada pasien tertentu dan diminum dalam jangka waktu tertentu dapat mencetuskan lupus obat (Drug Induced Lupus Erythematosus atau DILE). Jenis obat yang dapat menyebabkan Lupus Obat adalah : 

Obat yang pasti menyebabkan Lupus obat : Kloropromazin, metildopa, hidralasin, prokainamid, dan isoniazid



Obat yang mungkin menyebabkan Lupus obat : dilantin, penisilamin, dan kuinidin



Hubungannya belum jelas : garam emas, beberapa jenis antibiotic dan griseofurvin

6. Infeksi Pasien SLE cenderung mudah mendapat infeksi dan kadang-kadang penyakit ini kambuh setelah infeksi

7. Stres Stres berat dapat mencetuskan SLE pada pasien yang sudah memiliki kecendrungan akan penyakit ini.

Gejala SLE merupakan penyakit radang kronik sistemik yang timbul akibat reaksi autoimun. Pasien harus memiliki 3 kriteria untuk bisa siklasifikasikan sebagai SLE : (a) pasien harus memiliki 4 dari 8 gejala yang ada; (b) gejala biaanya bisa bersamaan atau berturut-turut;(c) gejala timbul selama masa observasi. Gejala orang SLE9 : a. Malar Rash (Rash pada pipi) b. Diskoid lupus c. Fotosensitifitas (paparan matahari menyebabkan Rash) d. Arthritis: nonerosif arthritis pada dua atau lebih sendi perifer , dengan perlunakan, pembengkakan atau effuse e. Kelainan saraf : kejang atau psikosis f. Kelainan hematologik : anemia hemolitik atau leukopeni , lympopenia atau trombositopenia g. Tes antinuclear positif h. Ulkus dimulut bahkan mencapai ulkus nasofaring i. Kelainan ginajal ; proteinuria lebih dari 0,5 gr per hari j. Serositis : pleuritis atau perikarditis k. Kelainan imnunologik.

Manifestasi Klinis

Gambar Manifestasi Klinis LES

1. Sistem Muskuloskeletal

Artralgia, artritis (sinovitis), pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri ketika bergerak, rasa kaku pada pagi hari. 2. Sistem integumen

Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu yang melintang pangkal hidung serta pipi. Ulkus oral dapat mengenai mukosa pipi atau palatum durum. 3. Sistem kardiak

Perikarditis merupakan manifestasi kardiak 4. Sistem pernafasan

Pleuritis atau efusi pleura. 5.

Sistem vaskuler Inflamasi pada arteriole terminalis yang menimbulkan lesi papuler, eritematous dan purpura di ujung jari kaki, tangan, siku serta permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tangan dan berlanjut nekrosis.

6. Sistem perkemihan

Glomerulus renal yang biasanya terkena.

7. Sistem saraf

Spektrum gangguan sistem saraf pusat sangat luas dan mencakup seluruh bentuk penyakit neurologik, sering terjadi depresi dan psikosis.

Manifestasi Oral Gejala klinis SLE pada ronga mulut antara lain :8 a. Muncul lesi pada palatum , mukosa bukal dan palatum. Dapat tidak spesifik. Berbentuk ulser tanpa rasa sakit.

Manifestasi oral LES

b. Muncul lesi-lesi spesifik misalnya : aphtae (canker sores ). Lesi ini mirip lichen planus.

Lesi LES

c. Rongga mulut terasa kering , sakit dan terbakar terutama ketika makan makanan panas dan pedas. d. Muncul lesi herpes simplex dan oral kandidosis

Gambar 4 Tanda klinis ekstraoral pada penderita SLE Sumber : Langlais , robert. 1998. Atlas Berwarna Kelainan Rongga Mulut yang Lazim. Jakarta : Hipokrates.

Perawatan Penatalaksanaan di bidang kedokteran gigi pada pasien penderita SLE adalah dengan memperhatikan obat-obat yang digunakan. Kurangi dosis steroid dan memerlukan antibiotik profilaksis terutama pada pasien SLE yang disertai penyakit jantung. Perhatikan juga obat-obat yang diberikan. Karena terkadang obat-obat imunosupresif ini lah yang bisa menyebabkan infeksi.10

LEUKIMIA Istilah leukemia pertama kali dijelaskan oleh Virchow sebagai “darah putih” pada tahun 1874, adalah penyakit neoplastik yang ditandai dengan diferensiasi dan proliferasi sel induk hematopoetik. Leukemia adalah proliferasi sel leukosit yang abnormal, ganas, sering disertai bentuk leukosit yang lain daripada normal dengan jumlah yang berlebihan dan dapat menyebabkan kegagalan sumsum tulang dan sel darah putih sirkulasinya meninggi.11 Etiologi11 Penyebab leukemia masih belum diketahui secara pasti hingga kini. Menurut hasil penelitian, orang dengan faktor risiko tertentu lebih meningkatkan risiko timbulnya penyakit leukemia. a. Host  Umur, jenis kelamin, ras Insiden leukemia secara keseluruhan bervariasi menurut umur. LLA merupakan leukemia paling sering ditemukan pada anak-anak, dengan puncak insiden antara usia 2-4 tahun, LMA terdapat pada umur 15-39 tahun, sedangkan LMK banyak ditemukan antara umur 30-50 tahun. LLK merupakan kelainan pada orang tua (umur rata-rata 60 tahun). Insiden leukemia lebih tinggi pada pria dibandingkan pada wanita. Tingkat insiden yang lebih tinggi terlihat di antara Kaukasia (kulit putih) dibandingkan dengan kelompok kulit hitam. Leukemia menyumbang sekitar 2% dari semua jenis kanker. Menyerang 9 dari setiap 100.000 orang di Amerika Serikat setiap tahun. Orang dewasa 10 kali kemungkinan terserang leukemia daripada anak-anak. Leukemia terjadi paling sering pada orang tua. Ketika leukemia terjadi pada anakanak, hal itu terjadi paling sering sebelum usia 4 tahun. Penelitian Lee at all (2009) dengan desain kohort di The Los Angeles County-University of Southern California (LAC+USC) Medical Centre melaporkan bahwa penderita leukemia menurut etnis

terbanyak yaitu hispanik (60,9%) yang mencerminkan keseluruhan populasi yang dilayani oleh LCA + USA Medical Center. Dari pasien non-hispanik yang umum berikutnya yaitu Asia (23,0%), Amerika Afrika (11,5%), dan Kaukasia (4,6%).  Faktor Genetik Insiden leukemia pada anak-anak penderita sindrom down adalah 20 kali lebih banyak daripada normal. Kelainan pada kromosom 21 dapat menyebabkan leukemia akut. Insiden leukemia akut juga meningkat pada penderita dengan kelainan kongenital misalnya agranulositosis kongenital, sindrom Ellis Van Creveld, penyakit seliak, sindrom Bloom, anemia Fanconi, sindrom Wiskott Aldrich, sindrom Kleinefelter dan sindrom trisomi D. Pada sebagian penderita dengan leukemia, insiden leukemia meningkat dalam keluarga. Kemungkinan untuk mendapat leukemia pada saudara kandung penderita naik 2-4 kali. Selain itu, leukemia juga dapat terjadi pada kembar identik. Berdasarkan penelitian Hadi, et al (2008) di Iran dengan desain case control menunjukkan bahwa orang yang memiliki riwayat keluarga positif leukemia berisiko untuk menderita LLA (OR=3,75 ; CI=1,32-10,99) artinya orang yang menderita leukemia kemungkinan 3,75 kali memiliki riwayat keluarga positif leukemia dibandingkan dengan orang yang tidak menderita leukemia. b. Agent  Virus Beberapa virus tertentu sudah dibuktikan menyebabkan leukemia pada binatang. Ada beberapa hasil penelitian yang mendukung teori virus sebagai salah satu penyebab leukemia yaitu enzyme reserve transcriptase ditemukan dalam darah penderita leukemia. Seperti diketahui enzim ini ditemukan di dalam virus onkogenik seperti retrovirus tipe C yaitu jenis RNA yang menyebabkan leukemia pada binatang. Pada manusia, terdapat bukti kuat bahwa virus merupakan etiologi terjadinya leukemia. HTLV (virus leukemia T manusia) dan retrovirus jenis cRNA, telah ditunjukkan oleh

mikroskop elektron dan kultur pada sel pasien dengan jenis khusus leukemia/limfoma sel T yang umum pada propinsi tertentu di Jepang dan sporadis di tempat lain, khususnya di antara Negro Karibia dan Amerika Serikat.  Sinar Radioaktif Sinar radioaktif merupakan faktor eksternal yang paling jelas dapat menyebabkan leukemia. Angka kejadian LMA dan LGK jelas sekali meningkat setelah sinar radioaktif digunakan. Sebelum proteksi terhadap sinar radioaktif rutin dilakukan, ahli radiologi mempunyai risiko menderita leukemia 10 kali lebih besar dibandingkan yang tidak bekerja di bagian tersebut. Penduduk Hirosima dan Nagasaki yang hidup setelah ledakan bom atom tahun 1945 mempunyai insidensi LMA dan LGK sampai 20 kali lebih banyak. Leukemia timbul terbanyak 5 sampai 7 tahun setelah ledakan tersebut terjadi. Begitu juga dengan penderita ankylosing spondylitis yang diobati dengan sinar lebih dari 2000 rads mempunyai insidens 14 kali lebih banyak.  Zat kimia Zat-zat kimia (misal benzene, arsen, pestisida, kloramfenikol, fenilbutazon) diduga dapat meningkatkan risiko terkena leukemia. Sebagian besar obat-obatan dapat menjadi penyebab leukemia (misalnya Benzene), pada orang dewasa menjadi leukemia nonlimfoblastik akut. Penelitian Hadi, et al (2008) di Iran dengan desain case control menunjukkan bahwa orang yang terpapar benzene dapat meningkatkan risiko terkena leukemia terutama LMA (OR=2,26 dan CI=1,17-4,37) artinya orang yang menderita leukemia kemungkinan 2,26 kali terpapar benzene dibandingkan dengan yang tidak menderita leukemia.  Merokok Merokok merupakan salah satu faktor risiko untuk berkembangnya leukemia. Rokok mengandung leukemogen yang potensial untuk menderita leukemia terutama LMA. Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa merokok meningkatkan risiko LMA.

Penelitian Hadi, et al (2008) di Iran dengan desain case control memperlihatkan bahwa merokok lebih dari 10 tahun meningkatkan risiko kejadian LMA (OR=3,81; CI=1,37-10,48) artinya orang yang menderita LMA kemungkinan 3,81 kali merokok lebih dari 10 tahun dibanding dengan orang yang tidak menderita LMA. Penelitian di Los Angles (2002), menunjukkan adanya hubungan antara LMA dengan kebiasaan merokok. Penelitian lain di Canada oleh Kasim menyebutkan bahwa perokok berat dapat meningkatkan risiko LMA. Faktor risiko terjadinya leukemia pada orang yang merokok tergantung pada frekuensi, banyaknya, dan lamanya merokok. c. Lingkungan (Pekerjaan) Banyak penelitian menyatakan adanya hubungan antara pajanan pekerjaan dengan kejadian leukemia. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan di Jepang, sebagian besar kasus berasal dari rumah tangga dan kelompok petani. Hadi, et al (2008) di Iran dengan desain case control meneliti hubungan ini, pasien termasuk mahasiswa, pegawai, ibu rumah tangga, petani dan pekerja di bidang lain. Di antara pasien tersebut, 26% adalah mahasiswa, 19% adalah ibu rumah tangga, dan 17% adalah petani. Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa orang yang bekerja di pertanian atau peternakan mempunyai risiko tinggi leukemia (OR = 2,35, CI = 1,05,19), artinya orang yang menderita leukemia kemungkinan 2,35 kali bekerja di pertanian atau peternakan dibanding orang yang tidak menderita leukemia. Patofisiologi Pada keadaan normal, sel darah putih berfungsi sebagai pertahanan tubuh terhadap infeksi. Sel ini secara normal berkembang sesuai perintah, dapat dikontrol sesuai dengan kebutuhan tubuh. Leukemia meningkatkan produksi sel darah putih pada sumsum tulang yang lebih dari normal. Mereka terlihat berbeda dengan sel darah normal dan tidak berfungsi seperti biasanya. Sel leukemi memblok produksi sel darah normal, merusak kemampuan tubuh terhadap infeksi. Sel leukemi juga merusak produksi sel darah lain pada sumsum tulang termasuk sel darah merah dimana sel

tersebut berfungsi untuk menyuplai oksigen pada jaringan. Analisis sitogenik menghasilkan banyak pengetahuan mengenai aberasi kromosomal yang terdapat pada pasien dengan leukemia. Perubahan kromosom dapat meliputi perubahan angka, yang menambahkan atau menghilangkan seluruh kromosom, atau perubahan struktur termasuk translokasi (penyusunan kembali), delesi, inversi dan insersi. Pada kondisi ini, dua kromosom atau lebih mengubah bahan genetik, dengan perkembangan gen yang berubah dianggap menyebabkan mulainya proliferasi sel abnormal. Leukemia terjadi jika proses pematangan dari stem sel menjadi sel darah putih mengalami gangguan dan menghasilkan perubahan ke arah keganasan. Perubahan tersebut seringkali melibatkan penyusunan kembali bagian dari kromosom (bahan genetik sel yang kompleks). Translokasi kromosom mengganggu pengendalian normal dari pembelahan sel, sehingga sel membelah tidak terkendali dan menjadi ganas. Pada akhirnya sel-sel ini menguasai sumsum tulang dan menggantikan tempat dari sel-sel yang menghasilkan sel-sel darah yang normal. Kanker ini juga bisa menyusup ke dalam organ lainnya termasuk hati, limpa, kelenjar getah bening, ginjal, dan otak. Beberapa kasus leukemia berkaitan dengan genetik yaitu terjadinya beberapa translokasi dari kromosom. Leukemia diklasifikasikan berdasarkan maturasi sel dan tipe sel asal , yaitu :12

a. Leukemia Akut Leukemia akut memiliki perjalanan klinis yang cepat, tanpa pengobatan penderita akan meninggal kira-kira 4-6 bulan

1. Leukemia limfositik akut (LLA) LLA merupakan jenis leukemia dengan karakteristik adanya proliferasi dan akumulasi sel-sel patologis dari sistem limfopoetik yang dapat menyebabkan pembesaran dan kegagalan organ. LLA sering ditemukan pada anak-anak. LLA

menunjukkan tampilan adanya pendarahan (Trombocytophenia) , kelelahan (Anemia ), infeksi (leukopenia).9 Insiden LLA akan mencapai puncak 3-7 tahun. Tanpa pengobatan sebagain anak hidup 2-3 bulan. Pemeriksaan dilakukan dengan menguji perbedaan darah perifer yang kemudian diperkuat dengan biopsy sumsusm tulang belakang dengan penemuan lebih dari 5% blast cell.

Manifestasi klinis pasien LLA:  Proliferasi limfosit mendesak proliferasi myeloid sehingga mengganggu hematopoesis normal  penurunan leukosit, eritrosit dan platelet.  Infiltrasi ke organ lain menyebabkan nyeri tulang, pembesaran limpa dan hepar, sakit kepala dan muntah.

Manifestasi oral pasien LLA: Limfadenopati pada daerah servikal dan submandibularis, ulserasi, pembesaran gingiva, perdarahn gigi secara spontan, petekia, dan ekimosis. Ulserasi yang terjadi lebih luas daripada ulserasi yang terjadi pada stadium kronis. Pembesaran gingiva pada leukimia akut dapat demikian nyata sehingga gigi hampir seluruhnya tertutup. Pembesaran gingiva karena leukimia ditandai dengan penampilan yang mengkilap, bersifat edema dan “Boggy:.

2. Leukemia mielositik akut (LMA) LMA merupakan leukemia yang mengenai sel stem hematopoetik yang akan berdiferensiasi ke semua sel meloid. Penyakit ini sering terjadi. LMA lebih sering ditemukan pada orang dewasa. Permulaanya mendadak dan progresif dalam masa 1-3 bulan dengan durasi gejala yang singkat.

Manifestasi klinis pasien LMA: o Demam dan infeksi karena neutropenia o Lemah dan fatigue karena anemia o Cenderung pendarahan karena trombositopenia o Gejala tambahan karena proliferasi sel leukemia didalam organ: pembesaran hati dan limpa, hiperplasia gusi, nyeri tulang

Manifestasi oral pasien LMA: - Ulser di rongga mulut pasien leukimia yang kemoterapi dan terjadi karena efek langsung dari obat kemoterapi terhadap sel-sel di mukosa oral. Mula-mula: vesikel dan secara cepat menyebar dan membentuk ulser yang besar dan dibatasi dengan tepi warna putih. - Kandidiasis, infeksi jamur sering ditemui akibat infeksi : histoplasma, aspergillus, phycomycetes - Gingivitis hiperplastik, biasanyya merupakan indikasi pertama terjadi pada kondisi leukimia akut. - Perdarahan spontan: terjadu dari margin gingival - Purpura di rongga mulut - Gingival swelling.

. Pembesaran gingiva pada Acute Myeloid Leukimia

b. Leukemia kronik

1. Leukemia limfositik kronik (LLK) LLK merupakan suatu keganasan klonal limfosit B ( jarang pada limfosit T). Perjalanan penyakit ini perlahan dengan tanpa gejala (asimptomatik. Gejala yang kemudian

timbul

adalah

limpadenopati

,splenomegali

dan

hepatomegali.9

Pemeriksaan dilakukan dengan mengambil darah perifer dan biopsy sumsum tulang belakang.

Manifestasi klinis pasien LLK: • Asimtomatis • Limfositosis • Eritrosit dan platelet N/↓ • Limfadenopati • Splenomegali • B symptom: demam, keringat (malam), penurunan BB • Infeksi karena gangguan pertahanan humoral dan sel-mediated

1. Leukemia mielositik kronik (LMK) LMK adalah gangguan mieproliferatif dengan produksi berlebihan sel meloid (sel granulosit). Biasanya di jumpai pada anak-anak. Penyakit ini asimptomatik, gejala yang kemudian muncul seperti : kelelahan , demam , berkurangnya berat badan,sering berkeringat di malam hari.9 Splenomegali juga bisa muncul. Pemeriksaan dilakukan dengan biopsy. Keadaan yang menunjukan LMK biasanya ditemukan sel myelomonositik dan monosit yang biasanya ada pada hiperplasi gingiva. Gimgiva pasien LMK biaanya berwarna merah , eritematous dan mudah berdarah.

Manifestasi klinis pasien LMK:  Bervariasi.  Tidak terdeteksi. Leukositosis (>100.000) terdeteksi saat pemeriksaa laboratorium lain.  Leukosit sangat tinggi dapat menyebabkan nafas pendek dan bingung karena stasis dari leukosit  Pembesaran dan pengerasan limpa dan hepar  Keletihan, anoreksia, penurunan BB

Manifestasi Oral pada leukimia stadium kronik Ditemukan mukosa mulut yang pucat, perdarahan yang berkepanjangan setelah pencabutan gigi dan petekia pada mukosa, tampak ulserasi superfisial pada mukosa oral.Pada praktik dokter gigi pasien yang mengalami gejala atau penyakit leukemia sebaiknya dirujuk dulu ke bagian penyakit dalam untuk diperiksa lebih lanjut. Perhatikan penggunaan obat pada pasien ini. Perawatan dilakukan dengan hati-hati karena dikhawatirkan adanya pendarahan yang sukar berhenti. Pada pasien yang melakukan kemoterapi perhatikan juga efek radiasi pada perawatan gigi dan mulutnya. Manajemen Dental pada Penderita Leukimia Manajemen yang diberikan merupakan Causatif dan Suportif , dikarenakan untuk menghilangkan secara permanen manifestasi oral yaitu dengan memperbaiki keadaan umum terebih dahulu. Pencabutan atau ekstraksi gigi tidak dianjurkan atau dihindari karena ditakutkan terjadi resiko iinfeksi berat, perdarahan, dan anemia. Bila terpaksa dilakukan ekstraksi, dapat dibantu dengan transfusi darah dan pemberian antibiotik. Berikut inni merupakan beberapa hal yang dapat dilakukan dokter gigi terhadap penderita leukimia:12



DHE (Dental Health Education) Yaitu memberitahukan kepada pasien untuk selalu menjaga kesehatan gigi dan mulutnya agar tidak menjadi fokal infeksi yang berhubungan dengan penyakit yang diderita. Seperti pemilihan sikat gigi yang benar, waktu, dan frekuensi menyikat gigi yang tepat, serta penggunaan sikat lidah.



Pemberian obat kumur Penggunaan obat kumur dengan kandungan chlorhexidine 0,2% dapat mengendalikan infeksi pada pembengkakan gingiva.



Terapi antibiotik spesifik Terapi ini diperlukkan untuk ulserasi yang terjadi pada mukosa.

HEMOFILIA Hemofilia adalah penyakit gangguan pembekuan darah yang disebabkan adanya kekurangan salah satu faktor pembekuaan darah yang diturunkan melalui kromosom X. Ada dua type hemofili , yaitu :13 a. Hemofili A Jenis hemofili yang mengalami kekurangan faktor VIII protein pada darah yang menyebabkan masalah pada proses pembekuan darah. b. Hemofili B Jenis hemofili yang mengalami kekurangan faktor IX proten pada darah yang menyebabkan masalah pada proses pembekuan darah.

Hemofili A dan B adalah jenis penyakit yang jrang ditemukan. Hemofili A terjadi sekurang-kurangnya 1 diantara 10.000 orang. Hemofili B 1:50.000 orang.

Etiologi Penyebab Hemofilia adalah karena anak kekurangan faktor pembekuan VIII (Hemofilia A) atau faktor IX (Hemofilia B).13 1. Faktor kongenital Bersifat resesif autosomal herediter. Kelainan timbul akibat sintesis faktor pembekuan darah menurun. Gejalanya berupa mudahnya timbul kebiruan pada kulit atau perdarahan spontan atau perdarahan yang berlebihan setelah suatu trauma. 2. Faktor dapatan Biasanya disebabkan oleh defisiensi faktor II ( protombin ) yang terdapat pada keadaan berikut : Neonatus, karena fungsi hati belum sempurna sehingga pembekuan faktor darah khususnya faktor II mengalami gangguan.

Patofisiologi Penyakit Hemofilia merupakan penyakit yang bersifat herediter.Pada penyakit ini terjadi gangguan pada gen yang mengeksplesikan factor pembekuan darah,sehingga terjadi luka, luka tersebut sukar menutup. Pada orang normal, proses pembekuan darah dapat melalui 4 cara yaitu: 1) Spasme pembuluh darah 2) Pembentukan sumbat dari trombosit atau pratelet 3) Pembekuan darah 4) Terjadi pertumbuhan jaringan ikat kedalam bekuan darah untuk menutup lubang pada pembuluh darah secara permanen.

Hemofilia merupakan penyakit kongenital yang diturunkan oleh gen resesif x-linked dari pihak ibu. Faktor VIII (Hemofilia A) dan faktor IX (Hemofilia B) adalah protein plasma yang merupakan komponen yang diperlukan untuk pembekuan darah, faktorfaktor tersebut diperlukan untuk pembentukan bekuan fibrin pada tempat pembuluh cidera. Hemofilia berat terjadi apabila konsentrasi faktor VIII dan faktor IX plasma kurang dari 1 %. Hemofilia sedang jika konsentrasi plasma 1 % - 5 %. Hemofilia ringan apabila konsentrasi plasma 5 % - 25 % dari kadar normal. Manifestasi klinis yang muncul tergantung pada umur anak dan deficiensi faktor VIII dan IX. Hemofilia berat ditandai dengan perdarahan kambuhan, timbul spontan atau setelah trauma yang relatif ringan.Tempat perdarahan yang paling umum di dalam persendian lutut, siku, pergelangan kaki, bahu dan pangkal paha. Otot yang tersering terkena adalah flexar lengan bawah, gastrak nemius, & iliopsoas.13

Manifestasi Klinis Hemofili A mempunyai tingkat keparahan manifestasi klinik , yaitu13 : 1. Hemofili A berat atau klasik Jumlah faktor VIII < 1-2% dari jumlah normal. Hemofili A berat sering menunjukkan adanya pendarahan spontan , hemartros dan pendarahan dalam jaringan. Kejadian yang normal bisa menimbulkan pendarahan berat seperti lari, cabut gigi atau khitan. 2. Hemofili A sedang Jumlah faktor VIII 2-5% dari jumlah normal. Manifestasi pendarahan nyata akibat luka ringan , bisa timbul hemartros, jarang menunjukkan pendarahn spontan. 3. Hemofili A ringan Jumlah faktor VIII 5-25% dari jumlah normal. Hemofili ringan menunjukkan pendarahan hebat apabila terjadi luka berat atau pada tindakan operasi.

Diagnosis Untuk membandingkan Hemofili A atau B diperlukan pemeriksaan TGT (Thromboplastin generation test) dan dengan diferensial APTT. Pada hemofili A aktivitas faktor VIII rendah sedang pada hemofili B faktor IX rendah. Perlu dibedakan juga antara hemofili A dan penyakit von Wilebrand. Pada penyakit ini juga ditemukan aktivitas faktor VIII yang rendah. Tapi bedanya pada van Wilebrand menunjukkan adanya masa yang panjang pada pendarahan . pada hemofili A masa penderahan cenderung normal.13

Pertimbangan Perawatan Dental Metode pemeriksaan yang sebaiknya dilakukan oleh dokter gigi saat mengidentifikasi pasien dengan kelainan perdarahan adalah membuat riwayat penyakit secara lengkap, pemeriksaan fisik, skrining laboratoris, dan observasi terjadinya perdarahan yang luas setelah tindakan pembedahan. Riwayat penyakit pasien harus dibuat selengkap mungkin. Pertanyaan-pertanyaan hendaknya disusun secara berurutan dimulai dari pengalaman-pengalaman pasien terdahulu. Beberapa penyakit gangguan perdarahan dapat diturunkan, sehingga pertanyaan juga perludiarahkan ke anggota keluarga yang lain. Pengelompokan pertanyaan dilakukan sesuai dengan jenis-jenis penyakit gangguan perdarahan yang mungkin dapat terjadi. Adapun pertanyaan tersebut meliputi: apakah ada anggota keluarga yang mengalami gangguan perdarahan, apakah pernah mengalami perdarahan yang cukup lama setelah dilakukan tindakan pembedahan seperti operasi dan cabut gigi, apakah pernah terjadi perdarahan yang cukup lama setelah mengalami trauma, apakah sedang meminum obat-obatan untuk pencegahan gangguan koagulasi atau sakit kronis, riwayat penyakit terdahulu, dan apakah pernah mengalami perdarahan spontan. a. Jika penderita hemofili masuk rumah sakit atau mengalami kecelakaan tidak boleh mendapat suntikan kedalam otot karena dapat menimbulkan pendarahan

b. Penderita hemofili harus menghindari aspirin karena dapat meningkatkan pendarahan. Penggunaan obat pada pasien hemofili harus sangat diperhatikan. c. Pemberian cryoprecipitate pasca operasi dan pencabutan gigi d. Penderita hemofili juga harus rutin menjaga kesehatan gigi dan mulutnya minimal 6 bulan sekali.13

Penatalaksanaan Pada pasien hemofili yang mengalami tindakan operasi seperti cabut gigi, hernitomi apendektomi, tonsilektomi memerlukan cryoprecipitate sekitar 100-300 kantong , bahkan lebih selama jangka waktu 11 hari sapai lebih dari 2 minggu.13

Gambar Manifestasi Klinis hemofilia

Tabel 1. Penyakit kelainan darah dan tata laksananya

Manifestasi Penyakit

kelainan

darah

Gambran

etiologi

klinis pada

umum

Tata laksana dalam

rongga

kedokteran

mulut

gigi

Glossitis

Pendarhan

Anemia a. Anemia defesiensi B12

Kurangnya asupan B12

pucat,mudah

vit lelah,hilang makan,

nafsu ,lidah

dan

nafas berwarna

susah

luka

pendek , pati rasa terang

sembuh.

dari alat gerak , ,permukaan

Lakukan cek

gangguan

sensasi lidah licin. darah

gerak, kulit menjadi Mukosa

Anastesi

kekuningan

umum

dan pucat,rasa

licin

gatal

rutin.

dapat

dan diberikan jika

sering

kadar Hb min

terbakar

10mg/dl

pada lidah b. Anemia aplastik

Idiopatik,

Sama

seperti Sama

Rentan

genetik,

anemia

seperti

terhadap

virus

lainnya.biasanya

anemia

infeksi

muncul pethiciae

lainnya

pendarahan

,

sukar berhenti, waspada akan virus hepatitis c. Anemia hemolitik konginental

1. Hemoglobinop Kekurangan sama seperti anemia Sama athi

kadar Hb

lainnya

Lakukan

seperti

pemeriksaan

anemia

darah rutin

lainnya 2. Erytrochyte sickling

Genetik. Se Anemia

Sama

Anastesi

darah

kroni,Jaundice

seperti

umum

merah

Retardasi

anemia

kontraindikasi

berbentuk

pertumbuhan,

lainnya

bulan sabit

Deformitasi tulang Peningkatan infeksi, Krisis rasa sakit dan aplastik,peningkatan infark ginjal, paru, SSP

Thalasemia

Produksi satu

pembesaran

atau dan

hati

lebih asam pertumbuhan polipetida

terhambat

terganggu , perubahan herediter

tulang

limpa Kerusakan

Perlu

, sumsum

diperhatikan

yang tulang

transfusi

dan belkang,

darah

pada resopsi

pemberian

tulamg alveolar

n

vitamin D dan , perawatan

jarak antar yang hati-hati gigi

, karena

sensasi

struktur

terbakar

tulang

pada lidah, dan pembesaran

infeksi

tipis rentan

kelenjar parotid

,

bentuk muka khas SLE ( systemic lupus Reaksi erythomatous lups)

Malar rash , ulkus Muncul lesi Perhatikan

autoimun

dimulut,

kelainan khusus

imunologik, kejang

, jenis

obat

adanya rasa yang dipilih. terbakar

Kurangi dosis

dan kering steroid

,

pada mulut lakukan ,

muncul antibiotik

kandidiasis

profilaksis

oral

pada

pasien

penyakit jantung ,berhati-hati dalam memberi obat imunosupresif Leukemia a. Leukemia limfosit (LLA)

Proliferasi akut dari

pendarahan

sel (Trombocytopheni),

Jika terjadi perlu pendarahan

diperhatikan

patologi

kelelahan (Anemia), sukar

pemberian

limfopoetik

infeksi (leukopenia)

obat

berhenti

pada

pasien

ini.

Pada

pasien

yang

di

kemotrapi

juga

perlu

dipertimbang kan

efek

radiasa

pada

perawatan giginya b. Leukemia

Proliferasi

Gejala lebih singkat SDA

meilosotik

sel

1-3 bulan

akut (LMA)

mengnenai

SDA

sel meiloid c. Leukemia

Keganasan

Awalnya

SDA

SDA

limfosit

klonal

asimptomatik.lalu

kronik(LLK)

limfosit B

muncul

badan SDA

SDA

gejala

limpadenopati,splen omegali

dan

hepatomegali d. Leukemia

produksi

Berat

meilosotik

berlebihan

menurun

kronik (LMK)

sel

,

meloid berkeringat

(sel

dimalam

granulosit).

mudah

hari

,

lelah

,

splenomegali Hemofili a. Hemofili A

Kekurangan Darah faktor VIII

membeku,

sukar Pendarahn

Jangan

adanya yang lama melakukan

pendarahn spontan

dan

sukar penyuntikan

membeku

di

dalam

pada

otot,hindari

perawatan

pemakaian

gigi

aspirin,pembe rian cryoprecipitat e operasi

pasca dan

pencabutan gigi b. Hemofili B

Kekurangan SDA faktor IX

SDA

SDA

DAFTAR PUSTAKA

1. Elizabeth J. Corwin.2007.Buku saku Patofisiologi. jakarta :EGC. 2. GSreenbers, martins,DDS and Glick, Michael,DMD. 2003.Burket’s oral medicine diagnosis and treatment..BC Decker Inc:Ontario. 3. Rubenstein,david:wayne,david

;

Bradley,john.2003.

Lecture

notes:

kedokteran klinis. blackwell 4. Pedersen,Gordon W.2000.buku ajar praktis: bedah mulut.Jakarta: EGC 5. Handayani, wiwik dan sulistyo, dkk. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem Hematologi. handayani, wiwik dansulistyo, dkk 6. Eriska riyanti dan Ani melani maskoen. The Differences of Facial Bone Structure Between Normal and Thalassemia Beta Major Patient. KPPIKG 2009 15th Scientific Meeting and Refresher Course in Dentistry Faculty of University Indonesia. Hal 161-166. 7.

Preeda Vanichsetakul , MD. Thalassemia : Detection , Management , Prevention and Curative Treatment. The bangkok medical journal : feb 2011.

8. Papayannopoulou T, Abkowitz J, D’Andrea A. Biology of erythropoiesis, erythroid differentiation and maturation. In: Hoffman R, Benz EJ, Shattil SJ, et al, editors.Hematology: basicprinciples and practice. 3rd ed. New York: Churchill Livingstone; 2000. p. 202.

9. Langlais , robert. 1998. Atlas Berwarna Kelainan Rongga Mulut yang Lazim. Jakarta : Hipokrates. 10. Eriska riyanti dan Ani melani maskoen. The Differences of Facial Bone Structure Between Normal and Thalassemia Beta Major Patient. KPPIKG 2009 15th Scientific Meeting and Refresher Course in Dentistry Faculty of University Indonesia. Hal 161-166. 11. Regezi, Sciubba , Jordan. 2003.Oral Pathology and Clinical Pathology Correlations ed 4th . USA : Elsevier science. 12. Sudoyono Aru dkk, 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi V. Jakarta : Interna publising 13. Sunarto dan sumadiono. Hemofili dengan pendarahan intrakranial. Berkala ilmu kedokteran Vol. 27. No 1, Maret 1995. 14. Little, J. W., Falace, D. A., Miller, C. S., Rhodus, N. L. Dental management of the medically compromised patient. 7th ed. Canada: Mosby Elsevier; 2008 p. 396432.

Related Documents

Kelainan
June 2020 25
Om Om Om
November 2019 80
Manifestasi Klinis.docx
November 2019 31
Manifestasi Dmp.docx
December 2019 72
Om
November 2019 66

More Documents from ""