MAKALAH NUTRISI KLINIK VETERINER KONSTIPASI-OBSTIPASI
Disusun oleh : 1. Haryanto
165130107111023
2016B
2. Ridha Avicena Ila S
165130107111024
2016B
3. Untsaa nabilla
165130107111025
2016B
4. M. Faris Mufid
165130107111026
2016B
5. Innas Ismi Qomariyati
165130107111027
2016B
6. Wilda Azizah Fithri
165130107111028
2016B
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2018
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usus halus mempunyai area permukaan yang dirancang agar fungsiintestinal yaitu digesti, absorpsi dan sekresi berjalan optimal. Usus halus anjing atau kucing terbagi tiga yaitu duodenum, jejenum dan ileum. Duodenum merupakan bagian usus halus yang paling pendek danmerupakan pertemuan dari lambung, kandung empedu dan pancreas. Usus besar merupakan tempat absorbsi air yang sangat efektif dan proses pemampatan feses terjadi di usus besar. Karena terjadi pemampatan feses, maka dinding kolon atau usus besar dilindungi oleh mukus (Hidayati, 2013). Konstipasi adalah kelainan pada sistem pencernaan dimana penderita mengalami pengerasan tinja yang berlebihan sehingga sulituntuk dibuang atau dikeluarkan dan dapat menyebabkan kesakitan yanghebat pada penderitanya. Konstipasi yang cukup hebat disebut juga dengan obstipasi. Obstipasi yang cukup parah dapat menyebabkan kanker usus yang berakibat fatal bagi penderitanya. Konstipasi tidak hanya terjadi pada manusia namun juga terjadi pada hewan. Hewan yang paling sering menderita penyakit ini adalah anjing dan kucing. Konstipasi dapat terjadi dengan penyakit yang menyebabkan gangguan aliran feses melalui kolon. Transit fekal yang tertunda, menyebabkan hilangnya garam dan air lebih banyak. Kontraksi peristaltic meningkat saat konstipasi, namun motilitasnya terbatas karena degenerasi otot polos secara sekunder akibat overdistensi kronis. Pada anjing yang sudah tua, kasus konstipasi biasanya terjadi karena pembesaran prostat. Faktor risiko hewan mengalami melena adalah terapi obat obatan, penyakit metabolik yang mengakibatkan dehidrasi, hernia perineal pada anjing jantan, pica, grooming yang berlebihan, fraktur pelvis. Melena adalah adanya darah yang telah tercerna di dalam feses. Umumnya feses berwarna hitam atau coklat tua seperti tar. Anamnesis menunjukkan hewan mengalami tenesmus denganvolume feses sedikit. Feses keras, kering, defekasi tidak frekuen (Hidayati, 2013). Terdapat dua cara untuk mengobati obstipasi yaitu dengan terapi farmakologi dan terapi non farmakologi. Serta dapat dengan memberikan nutrisi yang sesuai yang tinggi akan serat. Maka penting bagi kita calon dokter hewan untuk mempelajari penyebab serta terapi yang tepat dalam menangani kasus konstipasi dan obstipasi.
1.2 Rumusan masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan konstipasi dan obstipasi? 2. Bagaimanakah patofisiologi dari konstipasi dan obstipasi? 3. Bagaimanakah pengobatan dan nutrisi terhadap konstipasi dan obstipasi?
1.3 Tujuan 1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan konstipasi dan obstipasi. 2. Untuk mengetahui patofisiologi dari konstipasi dan obstipasi. 3. Untuk mengetahui pengobatan dan nutrisi dari konstipasi dan obstipasi.
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Sembelit atau konstipasi merupakan keadaan tertahannya feses (tinja) dalam usus besar pada waktu cukup lama karena adanya kesulitan dalam pengeluaran. Hal ini terjadi akibat tidak adanya gerakan peristaltik pada usus besar sehingga memicu tidak teraturnya buang air besar dan timbul perasaan tidak nyaman pada perut (Akmal, dkk, 2010) Konstipasi atau sembelit adalah suatu keadaan dimana sekresi dari sisa metabolisme nutrisi tubuh dalam bentuk feces menjadi keras dan menimbulkan kesulitan saat defekasi. (Irianti, 2014). Konstipasi sering terjadi pada betina bunting karena penurunan dari peristaltik usus akibat dari peningkatan hormon progesteron. Konstipasi adalah suatu kondisi ketika individu mengalami perubahan pola defekasi normal yang ditandai dengan menurunnya frekuensi buang air besar atau pengeluaran feses yang keras dan kering (Green & Judith, 2012). Konstipasi adalah penurunan frekuensi buang air besar yang disertai dengan peirubahan karakteristik feses yang menjadi keras sehingga sulit untuk dibuang atau dikeluarkan dan dapat menyebabkan kesakitan yang hebat pada penderitanya (Irianti, 2014). Konstipasi sering terjadi dan disebabkan oleh penurunan motilitas usus sehingga memerlukan waktu yang lama untuk menyerap cairan. Demikian usus dapat saling berdesakan akibat tekanan dari uterus yang membesar (Hutahaean, 2013). Ada 2 jenis konstipasi berdasarkan lamanya keluhan yaitu konstipasi akut dan konstipasi kronis. Disebut konstipasi akut bila keluhan berlangsung kurang dari 4 minggu. Sedangkan bila konstipasi telah berlangsung lebih dari 4 minggu disebut konstipasi kronik. Penyebab konstipasi kronik biasanya lebih sulit disembuhkan (Irianti, 2014) Konstipasi yang cukup hebat disebut juga dengan obstipasi. Obstipasi yang cukup parah dapat menyebabkan kanker usus yang berakibat fatal bagi penderitanya. Konstipasi tidak hanya terjadi pada manusia namun juga terjadi pada hewan. Hewan yang paling sering menderita penyakit ini adalah anjing dan kucing (Green & Judith, 2012).
2.2 Patofisiologis a.
Konstipasi Defekasi dimulai dari gerakan peristaltik usus besar yang menghantar feses ke rektum untuk dikeluarkan. Feses masuk dan merenggangkan ampula dari rekum
diikuti relaksasi dari sfingter anus interna. Untuk menghindari pengeluaran feses secara spontan, terjadi refleks kontraksi dari sfingter anus eksterna dan kontraksi otot dasar pelvis yang dipersarafi oleh saraf pudendus. Otak menerima rangsangan keinginan untuk buang air besar dan sfingter anus eksterna diperintahkan untuk relaksasi, sehingga rektum mengeluarkan isinya dengan bantuan kontraksi otot dinding perut. Kontraksi ini akan menaikkan tekanan dalam perut, relaksasi sfingter dan otot-otot levator ani (Akmal, 2010) Ketika serat yang dikonsumsi sedikit, kotoran akan menjadi kecil dan keras. Konstipasi akan timbul, dimana dalam proses defekasi terjadi tekanan yang berlebihan dalam usus besar (kolon) keluar dari otot, membentuk kantong kecil yang disebut divertikula. Hemoroid juga bisa sebagai akibat dari tekanan yang berlebihan saat defekasi. Konstipasi dapat terjadi dengan penyakit yang menyebabkan gangguan aliran feses melalui kolon. Transit fekal yang tertunda, menyebabkan hilangnya garam dan air lebih banyak. Kontraksi peristaltik meningkat saat konstipasi, namun motilitasnya terbatas karena degenerasi otot polos secara sekunder akibat overdistensi kronis. Pada anjing yang sudah tua, kasus konstipasi biasanya terjadi karena pembesaran prostat (Hutahaean, 2013). Menurut Buller (2002), patogenesis dari konstipasi
bervariasi, penyebab
multipel mencakup beberapa faktor yaitu: -
Diet rendah serat, karena motalitas usus bergantung pada volume isi usus. semakin besar volume akan semakin besar motalitas.
-
Gangguan refleks dan psikogenik. Hal ini termasuk (1) fisura ani yang terasa nyeri dan secara refleks meningkatkan tonus sfingter ani sehingga semakin meningkatnya nyeri; (2) yang disebut anismus (obstruksi pintu bawah panggul), yaitu kontraksi (normalnya relaksasi) dasar pelvis saat rektum terenggang.
-
Gangguan transport fungsional, dapat terjadi karena kelainan neurogenik, miogenik, refleks, obat-obatan atau penyebab iskemik (seperti trauma atau arteriorsklerosis arteri mesentrika).
-
Penyebab neurogenik. Tidak adanya sel ganglion di dekat anus karena kelainan kongenital (aganglionosis pada penyakit Hirschsprung) menyebabkan spasme yang menetap dari segmen yang terkena akibat kegagalan relaksasi reseptif dan tidak ada refleks penghambat anorektal (sfingter ani internal gagal membuka saat rektum mengisi).
-
Penyakit miogenik. distrofi otot, sklerosisderma, dermatomiosistis dan lupus eritamatosus sistemik.
-
Obstruksi mekanis di lumen usus (misal, cacing gelang, benda asing, batu empedu).
-
Pada beberapa pasien konstipasi dapat terjadi tanpa ditemukannya penyebabnya. Stress emosi atau psikis sering merupakn faktor memperberat keadaan yang disebut irritable colon
b.
Obstipasi Pada keadaan normal, sebagian besar rektum dalam keadaan kosong kecuali bila adanya refleks masa dari kolon yang mendorong feses ke dalam rektum yang terjadi sekali atau dua kali sehari. Hal tersebut memberikan stimulus pada arkus aferen dari refleks defekasi. Dengan adanya stimulus pada arkus aferen tersebut akan menyebabkan kontraksi otot dinding abdomen sehingga terjadilah defekasi. Mekanisme usu yang normal terdiri atas 3 faktor, yaitu sebagai berikut: -
Asupan cairan yang adekuat
-
Kegiatan fisik dan mental
-
Jumlah asupan makanan berserat Dalam keadaan normal, ketika bahan makanan yang akan dicerna memasuki
kolon, air dan elektrolit diabsorbsi melewati membrane penyerapan. Penyerapan tersebut berakibat pada perubahan bentuk feses, dari bentuk cair menjadi bahan yang lunak dan berbentuk. Ketika feses melewati rektum, feses menekan dinding rektum dan merangsang untuk defekasi. Apabila anak tidak mengonsumsi cairan secara adekuat, produk dari pencernaan lebih kering dan padat, serta tidak dapat dengan segera digerakkan oleh gerakan peristaltik menuju rektum, sehingga penyerapan terjadi terus-menerus dan feses menjadi semakin kering, padat dan susah dikeluarkan, serta menimbulkan rasa sakit.
Rasa sakit ini dapat
menyebabkan kemungkina berkembangnya luka. Proses dapat terjadi bila anak kurang beraktivitas, menurunnya peristaltik usus, dan lain-lain.
Hal tersebut
menyebabkan sisa metabolisme berjalan lambat yang kemungkinan akan terjadi penyerapan air yang berlebihan. Bahan makanan berserat sangat dibutuhkan untuk merangsang peristaltik usus dan pergerakan normal dari metabolisme dalam saluran pencernaan menuju ke saluran yang lebih besar. Sumbatan pada usus dapat juga menyebabkan obstipasi (Corwin, 2009).
2.3 Nutrisi dan Pengobatan a.
Konstipasi Pengobatan ;menurutjurnal, pengobatan dapat di lakukan dengan memberikan antibioik (untuk mencegah infeksi sekunder) dan analgesik (anti nyeri) Pemberian cairan elektrolit (infus) mungkin akan diberikan jika pasien mengalami dehidrasi parah. Nutrisi dapat di lakukan dengan Pemberian makanan tinggi serat, seperti KIS-KIS CANNED VARIAN dapat membantu meningkatkan pergerakan (motilitas) dari usus besar. Pengobatan lainnya yang dapat di lakukan yaitu pemberian actulose (disaccharide laxative) 3 x 2ml sehari microlac 1 x 1 tube sehari enzyplex 1 x 1 tab sehari dog food digestive care hills (Arysaf, 2017). Perawatan: -
Berikan pakan yang dapat mengisi/membentuk feses, methyllcelulose atau campuran labu.
-
Pakan dianjurkan memiliki konsistensi yang lembek/pakan basah.
-
Bersihkan kandang setiap saat.
-
Berikan minum yang lebih dari cukup dikandang.
-
Ajak kucing untuk melakukan aktifitas yang lebih banyak dan sering seperti jalan-jalan, berlari dan bermain agar membantu dalam proses defekasi.
-
Hindari kucing untuk memakan rambut, benda-benda asing yang secara tidak sengaja termakan kucing (Sherding, 2004). Penanganan:
-
Feses dapat dikekularkan secara manual (digital) setelah hewan disedasi atau anestesi. Bila masih kesulitan dapat dibantu dengan enema. Gunakan air hangat dengan sedikit campuran sabun atau minyak sayur.
-
Berikan lubrikan, untuk memudahkan keluarnya feses.
-
Berikan laxatif, untuk membuat feses lebih lunak
-
Kolinergik dapat digunakan untuk meningkatkan motilitas, namun merupakan kontra
indikasi
bila
terjadi
obstruksi.
Antikolinergik
juga
kontraindikasi. -
Menambah volume air minum melebihi hari normal
-
Berikan asupan serat sekitar 10 -12 gram per hari (Lorenz, 2009).
menjadi
b.
Obstipasi Terdapat dua cara untuk mengobati obstipasi yaitu dengan terapi farmakologi dan
terapi
nonfarmakologi.
Terapi
nonfarmakologi
dilakukan
melalui
meningkatkan aktivitas fisik, menghindari obat-obatan yang dapat menyebabkan obstipasi, meningkatkan asupan konsumsi serat dan minum yang cukup, serta mengatur kebiasaan BAB, seperti menghindari mengejan dan membiasakan BAB setelah makan atau waktu yang dianggap sesuai. Terapi farmakologis dilakukan dengan mengonsumsi obat pencahar osmotik (laktulosa) dan pencahar stimulan (sodium pico suphate) untuk melunakkan feses dan meningkatkan peristaltik atau gerakan usus (Keraru,2017). Untuk nutrisinya sendiri dapat dilakukan dengan memperbanyak makanan yang mengandung serat dengan ketentuan 20-35 gram/hari akan membantu mengurangi gejala obstipasi. Makanan yang mengandung serat tinggi anatara lain: kacang-kacangan, gandum utuh, buah-buahan segar, sayuran seperti asparagus, kol, dan wortel serta suplemen serat (Keraru,2017).
BAB III KESIMPULAN
Konstipasi adalah kelainan pada sistem pencernaan dimana penderita mengalami pengerasan tinja yang berlebihan sehingga sulituntuk dibuang atau dikeluarkan dan dapat menyebabkan kesakitan yanghebat pada penderitanya. Konstipasi yang cukup hebat disebut juga dengan obstipasi. Obstipasi yang cukup parah dapat menyebabkan kanker usus yang berakibat fatal bagi penderitanya. Konstipasi tidak hanya terjadi pada manusia namun juga terjadi pada hewan. Penyebab konstipasi antara lain diet rendah serat, gangguan reflek psikogeik, gangguan transport fungsional, penyebab neurogenik, penyakit miogenik danobstruksi lumen. Terdapat dua cara untuk mengobati obstipasi yaitu dengan terapi farmakologi dan terapi nonfarmakologi. Terapi nonfarmakologi dilakukan melalui meningkatkan aktivitas fisik, menghindari obat-obatan yang dapat menyebabkan obstipasi, meningkatkan asupan konsumsi serat dan minum yang cukup. Sedangkan terapi farmakologis dilakukan dengan mengonsumsi obat pencahar osmotik (laktulosa) dan pencahar stimulan (sodium pico suphate) untuk melunakkan feses dan meningkatkan peristaltik atau gerakan usus. Untuk nutrisinya sendiri dapat dilakukan dengan memperbanyak makanan yang mengandung serat dengan ketentuan kurang lebih 2035 gram/hari.
DAFTAR PUSTAKA
Keraru, nurani ester. 2017. Skripsi:Pengaruh Pemberian Variasi Dosis Seduhan Bubuk Kopi Robusta (Coffea canephora) Manggarai Terhadap Efek Laksatif pada Tikus Putih Betina. Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma. Yogyakarta Akmal, M. Zely, I. 2010. Ensiklopedi kesehatan untuk umum. Jogjakarta: UGM Arruzz Media Arysaf, Mohamad zaki. 2017.Akupuntur Pada Kasus Konstipasi Kucing Betina. Jurnal IPB: Bogor Buller MA, Ginkel VR, Benninga MA. 2002. Constipation in children, pathophysiology and clinical approach. Bali: KONIKA Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC Green, C.J. & wilkinson J.M. 2012. Rencana Asuhan Keperawatan Maternal & Bayi Baruu Lahir. Jakarta: EGC Hidayati, Dina Anisa I. 2013. Penentuan Resep Obat pada Kasus Konstipasi pada Kucing. Malang Hutahaean, S. 2013. Perawatan Antenatal. Jakarta: Salemba Medika Irianti, B., Halida, E.M., Huhita, F.,Prabandari, F., Yulita, N., Yulianti, N.,Hartiningtiyaswati, S., Anggraini, Y. 2014. Asuhan Kehamilan Berbasis bukti. Jakarta: Sagung ceto Lorenz MD, Neer TM, DeMars PL. 2009. Small Animal Medical Diagnosis 3rd Ed. USA : Blackwell Publishing. p 226-230. Sherding R. 2004. The Cat : Disease and Clinical Management 2nd Ed. New York : Churchill Livingstone. 121 p .