BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lebih dari 80% penderita trauma yang datang ke rumah sakit selalu disertai cedera kepala. Sebagaian besar penderita trauma kepala disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas,berupa tabrakan sepeda motor,mobil,sepeda dan penyeberang jalan yang ditabrak. Sisanya disebabkan oleh jatuh dari ketinggian,tertimpa benda (ranting pohon,kayu,dll), olahraga, korban kekerasan (misalnya: senjata api,golok,parang,batang kayu,palu,dll) Kontribusi paling banyak terhadap trauma kepala serius adalah ada kecelakaan sepeda motor,dan sebagian besar diantaranya tidak menggunakan helm atau menggunakan helm yang tidak memadai (>85%). Dalam hal ini dimaksud dengan tidak memadai adalah helm yang terlalu tipis dan penggunaan helm tanpa ikatan yang memadai,sehingga saat penderita terjatuh,helm sudah terlepas sebelum kepala membentur lantai. B. Rumusan Masalah Bagaimana Anatomi system persyarafan? Apa Pengertian trauma kepala? Apa Jenis trauma? Bagaimana Patofisiloginya? Bagaimana Skor koma glasgow (skg)? Apa Penyebab trauma kepala? Bagaimana Uji diagnostic? Bagaimana Penatalaksanaan medis? Bagaimana Asuhan keperawatan?
C. Tujuan
Mengetahui Mengetahui Mengetahui Mengetahui Mengetahui Mengetahui Mengetahui Mengetahui Mengetahui
Anatomi system persyarafan Pengertian trauma kepala Jenis trauma Patofisiloginya Skor koma glasgow (skg) Penyebab trauma kepala Uji diagnostic Penatalaksanaan medis Asuhan keperawatan
BAB II PEMBAHASAN A. Anatomi system persyarafan a.
Susunan saraf manusia: 1. Susunan saraf pusat Otak besar atau serebum Otak kecil atau serebelum Batang otak 2. Susunan saraf perifer Susunan saraf somatik Susunan syaraf otonom 1. Susunan saraf simpatis 2. Susunan saraf parasimpatis
b. Selaput otak meningen Selaput yang membungkus otak dan sumsum tulang belakang yang berfungsi melindungi struktur saraf yang halus, membawa darah dan cairan sekresi serebrospinalis serta memperkecil benturan atau getaran pada otak dan sumsum tulang belakang. 1. Durameter: adalah lapisan paling luar menutup otak dan medulla spinalis. Bersifat liat,tebal,tidak elastic,berupa serabut dan berwarna abu-abu. 2. Arakhnoidea: adalah membran bagian tengah bersifat tipis dan lembut menyerupai laba-laba.membran ini berwarna putih karena tidak dialiri darah. 3. Piameter: adalah membrane yang paling dalam berupa dinding yang tipis,transparan,yang menutupi otak dan meluas kesetiap lapisan daerah otak. c. Otak Otak adalah suatu alat yang sangat penting karena merupakan pusat computer dari semua alat tubuh. 1. Otak besar (serebrum) Terdiri dari dua hemisfer dan empat lobus,substansia grisea terdapat pada bagian luar dinding serebrum dan substansia alba menutupi dinding serebrum bagian dalam. Substansia grasea terbentuk dari badan-badan sel saraf dan memenuhi korteks serebri,nucleus dan basal ganglia. Substansi alba terdiri dari sel-
sel saraf yang menghubungkan bagian-nagian otak dengan bagian yang lain. Keempat lobus serebrum adalah: frontal,pariental,te,mporal,oksipital. 2. Diensefalon Diensefalon berisi thalamus,hipotalamus dan kelenjar hipofisis. Thalamus berada berada pada salah satu sisi pada sepertuga ventrikel dan aktifitas primernya sebagai pusat penyambung sensasi bau yang diterima semua implus memori,sensasi dan nyeri melalui bagian ini. 3. Batang otak Terletak pada fossa anterior,bagian-bagiannya meliputi: otak tengah, pons, dan medulla oblongata. Otak tengah menghubungkan pons dsan serebelum dengan hemisfer serebrum. Bagian ini berisi jalur sensorik dan motorik dan sebagai pusat reflex pendengaran dan penglihatan. Pons terletak didepan serebelum antara otak tengah dan medulla serta merupakan jembatan antara dua bagian serebelum. 4. Serebelum Serebelum terletak pada fosaa posterior dan terpisah dari hemister serebral,lipatan dura meter tentorium serebelum. Berfungsi mengotrol gerakan dan keseimbangan. d. Medulla spinalis Medulla spinalis dan batang otak membentuk struktur kontinu yang keluar dari hemisfer serebral sebagai penghubung otak dan saraf perifer. Medulla spinalis panjangnya 45cm memanjang dari foramen magnum didasar tengkorak sampai bagian atas lumbal kedua tulang belakang. Medulla spinalis tersusun dari 33 segmen yaitu 7 segmen servikal,12 thorakal,5 lumbal,5 sakral dan 5 segmen koksigius. e. Sistem saraf perifer Merupakan seperangkat saluran biasa yang terletak diluar system saraf pusat. Saraf perifer merupakan saraf tunggal yaitu saraf motorik,sensorik,dan campuran. Saraf perifer terdiri dari 12 pasang saraf cranial yang membawa implus dari dank e otak,3spinalis.1 pasang saraf spinal,yang membawa implus ke dan dari medulla. Tiap saraf member penginraan bagian-bagian disebut dermatotomis. Saraf perifer yang menyalurkan informasi ke saraf
pusat ialah aferen dan sensorik,saraf perifer yang mengirim informasi dari pusat saraf disebut eferen atau motorik. f. Sistem saraf autonom Kotraksi otot yang tidak dibawa control kesadaran,seperti otot jantung,sekresi semua digesti dan kelnjar keringat serta aktifitas organ endokrin dikotrol oleh system saraf autonom. Hipotalamus dalam pengawasan system saraf autonom. g. System saraf simpatis dan parasimpatis Sebagai mediator pada stimulus simpatis adalah noreepinefrin. Mediator implus parasimpatis adalah asetilkolin. Pada system saraf simpatis: siap siaga untuk membantu proses kegawatdaruratan. Tubuh mempersiapkan untuk respon “fight or fight” jika ada ancaman. System saraf parasimpatis sebagai pengontrol dominan,untuk efektor visceral atau organ yang ada didalam tubuh dari dalam. B. Pengertian Trauma Kepala Trauma kepala atau trauma kapitis adalah suatu ruda paksa (trauma) yang menimpa struktur kepala sehingga dapat menimbulkan kelainan struktural dan atau gangguan fungsional jaringan otak (Sastrodiningrat, 2009). Menurut Brain Injury Association of America, cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik (Langlois, Rutland-Brown, Thomas, 2006) C. Jenis Trauma Luka pada kulit dan tulang dapat menunjukkan lokasi (area) dimana terjadi trauma (Sastrodiningrat, 2009). Cedera yang tampak pada kepala bagian luar terdiri dari dua, yaitu secara garis besar adalah trauma kepala tertutup dan terbuka. Trauma kepala tertutup merupakan fragmenfragmen tengkorak yang masih intak atau utuh pada kepala setelah luka. The Brain and Spinal Cord Organization 2009, mengatakan trauma kepala tertutup adalah apabila suatu pukulan yang kuat pada kepala secara tiba-tiba sehingga menyebabkan jaringan otak menekan tengkorak.
Trauma kepala terbuka adalah yaitu luka tampak luka telah menembus sampai kepada dura mater. (Anderson, Heitger, and Macleod, 2006). Kemungkinan kecederaan atau trauma adalah seperti berikut; a) Fraktur Menurut American Accreditation Health Care Commission, terdapat 4 jenis fraktur yaitu simple fracture, linear or hairline fracture, depressed fracture, compound fracture. Pengertian dari setiap fraktur adalah sebagai berikut: Simple : retak pada tengkorak tanpa kecederaan pada kulit Linear or hairline: retak pada kranial yang berbentuk garis halus tanpa depresi, distorsi dan ‘splintering’. Depressed: retak pada kranial dengan depresi ke arah otak. Compound : retak atau kehilangan kulit dan splintering pada tengkorak. Selain retak terdapat juga hematoma subdural (Duldner, 2008). Terdapat jenis fraktur berdasarkan lokasi anatomis yaitu terjadinya retak atau kelainan pada bagian kranium. Fraktur basis kranii retak pada basis kranium. Hal ini memerlukan gaya yang lebih kuat dari fraktur linear pada kranium. Insidensi kasus ini sangat sedikit dan hanya pada 4% pasien yang mengalami trauma kepala berat (Graham and Gennareli, 2000; Orlando Regional Healthcare, 2004). Terdapat tanda-tanda yang menunjukkan fraktur basis kranii yaitu rhinorrhea (cairan serobrospinal keluar dari rongga hidung) dan gejala raccoon’s eye (penumpukan darah pada orbital mata). Tulang pada foramen magnum bisa retak sehingga menyebabkan kerusakan saraf dan pembuluh darah. Fraktur basis kranii bisa terjadi pada fossa anterior, media dan posterior (Garg, 2004). Fraktur maxsilofasial adalah retak atau kelainan pada tulang maxilofasial yang merupakan tulang yang kedua terbesar setelah tulang mandibula. Fraktur pada bagian ini boleh menyebabkan kelainan pada sinus maxilari (Garg, 2004). b) Luka memar (kontosio) Luka memar adalah apabila terjadi kerusakan jaringan subkutan dimana n pembuluh darah (kapiler) pecah sehingga darah meresap ke jaringan sekitarnya, kulit tidak rusak, menjadi bengkak dan berwarna merah kebiruan. Luka memar pada otak terjadi apabila otak menekan tengkorak. Biasanya terjadi pada ujung otak seperti
pada frontal, temporal dan oksipital. Kontusio yang besar dapat terlihat di CT-Scan atau MRI (Magnetic Resonance Imaging) seperti luka besar. Pada kontusio dapat terlihat suatu daerah yang mengalami pembengkakan yang di sebut edema. Jika pembengkakan cukup besar dapat mengubah tingkat kesadaran (Corrigan, 2004). Umumnya,individu yang mengalami cidera luas mengalami fungsi motorik abnormal,gerakan mata abnormal,dan peningkatan TIK yang merupakan prognosis buruk. c) Cedera kepala ringan (Komosio) Setelah cidera kepala ringan,akan terjadi kehilangan fungsi neurologis sementara dan tanpa kerusakan struktur. Komosio (commotio) umumnya meliputi suatu periode tidak sadar yangberakir sselama beberapa detik sampai beberapa menit. Kedaaan komosio ditunjukan dengan gejala pusing atau berkunangkunang. Dan terjadi kehilangan kesadaran penuh sesaat. Jika jaringan otak dilobus frontal terkena klien akan berperilaku sedikit aneh,sementara jika lobus temporal yang terkena maka akan menimbulkan amnesia dan disoreintasi. Penatalaksanaan meliputi kegiatan:
Mengobservasi klien terhadap adanya sakit kepala,pusing,peningkatan kepekaan terhadap rangsang dan cemas.
Memberikan informasi,penjelasan,dan dukungan terhadap klien tentang dampak paskacomosio
Melakukan perawatan 24 jam sebelum klien dipulangkan klien dipulangkan
Memberitahukan klien/keluarga untuk segera membawa klien kerumah sakit jika ditemukan tanda-tanda sukar bangun,konvulsi (kejang),sakit kepala berat,muntah,dan kelemahan pada salah satu sis tubuh
Mengajurkan klien untuk melakukan untuk melakukan kegiatan normal perlahan dan bertahap.
d) Laserasi (luka robek atau koyak) Luka laserasi adalah luka robek tetapi disebabkan oleh benda tumpul atau runcing. Dengan kata lain, pada luka yang disebabkan oleh benda bermata tajam dimana lukanya akan tampak rata dan teratur. Luka robek adalah apabila terjadi kerusakan seluruh tebal kulit dan jaringan bawah kulit. Luka ini biasanya terjadi pada kulit yang ada tulang dibawahnya pada proses penyembuhan dan biasanya pada penyembuhan dapat menimbulkan jaringan parut. e) Abrasi Luka abrasi yaitu luka yang tidak begitu dalam, hanya superfisial. Luka ini bisa mengenai sebagian atau seluruh kulit. Luka ini tidak sampai pada jaringan subkutis tetapi akan terasa sangat nyeri karena banyak ujung-ujung saraf yang rusak. e) Avulsi Luka avulsi yaitu apabila kulit dan jaringan bawah kulit terkelupas,tetapi sebagian masih berhubungan dengan tulang kranial. Dengan kata lain intak kulit pada kranial terlepas setelah kecederaan (Mansjoer, 2000).
1. Perdarahan Intrakranial a. Perdarahan Epidural (Hematoma Epidural) Setelah cedera kepala ringan, darah terkumpul diruan epidural (ekstradural) diantara tengkorak dan durameter. Keadaan ini sering diakibatkan karena terjadinya fraktur tulang tengkorank yang menyebabkan arteri meningeal tengah putus atau rusak (laserasi)dimana arteri ini berada diantara dura meter dan tengkorak menuju bagian tipis tulang temporal-dan terjadi hemoragik sehingga terjadi penekanan pada otot. Penatalaksanaan untuk hematoma epidural dipertimbangkan sebagai keadaan darurat yang ekstrem,dimana deficit neurologis atau berhentinya pernafasan dapat terjadi dalam beberapa menit. Tindakan yang dilakukan terdiri atas membuat lubang pada tulang tengkorak (burr),mengangkat bekuan dan mengontrol titik pendarahan. b. Perdarahan Subdural
Perdarahan subdural adalah pengumpulan darah pada ruang diantara dura meter dan dasar otak,yang pada keadaan normal diisi oleh cairan. Hematoma subdural paling dering disebabkan karena trauma,tetapi dapat juga terjadi akibat kecenderungan pendarahan yang serius dan aneurisma. Hematoma subdural lebih sering terjadi pada venadan merupakan akibat dari putusnya pembuluh darah kecilyang menjebatani ruang subdural. Hematoma subdural bisa terjadi akut,subakut,dan kronis tergantung padaukuran pembuluh darah yang terkena dan jumlah pendarahan yang terjadi. 1. Perdarahan subdural akut Hematomasubdural akut dihubungkan dengan cedera kepala mayor yang meliputi kontusio atau laserasi. Biasanya klien dalam keadaankomaatau mempunyai keadaan klinis yang sama dengan hematoma epidural tekanan darah meningkat dan frekuensi nadi lambat dan pernafasan cepat sesuai dengan peningkatan hematoma yang cepat. Gejala klinis berupa sakit kepala, perasaan mengantuk, dan kebingungan, respon yang lambat, serta gelisah. Keadaan kritis terlihat dengan adanya perlambatan reaksi ipsilateral pupil. 2. Perdarahan subdural subakut Hematoma subdural subakut adakah sekuel dari kontusio sedikit berat dan dicurigai pada klien dengan kegagalan untuk meningkatkan kesadaran setelah trauma kepala. Tanda-tanda dan gejalanya hampir sama pada hematoma subdural akut yaitu: Nyeri kepala Bingung Mengantuk Menarik diri Berfikir lambat Kejang Oedema pupil 3. Perdarahan subdural kronis Hematoma subdural kronis menyerupai kondisi lain yang mungkin dianggap sebagai stroke. Pendarahan sedikit menyebar dan
mungkin dapai kompresi pada intracranial. Darah dalam otak mengalami perubahan karakter dalam 2-4 hari,menjadi kental dan lebih gelap. Dalam beberapa minggu bekuan mengalami warna serta konsistensi seperti minyak mobil. Otak beradaptasi pada invasi benda asing ini,tanda serta gejala klinis klien berfluktuasi seperti terdapat sering sakit kepala hebat,kejang fokal. Tindakan terhadap hematoma subdural kronis terdiri atas bedah pengangkatan bekuan dengan dengan menggunakan penghisap dan pengirigasian area tersebut. Proses ini dapat dilakukan melalui pembuatan lubang (burr) ganda atau kraniotomi yang dilakukan untuk lesi massa subdural yang cukup besar yang dapat dilakukan melalui pembuatan lubang (burr). E. Skor Koma Glasgow (SKG) Skala koma Glasgow adalah nilai (skor) yang diberikan pada pasien trauma kapitis, gangguan kesadaran dinilai secara kwantitatif pada setiap tingkat kesadaran. Bagian-bagian yang dinilai adalah; 1. Proses membuka mata (Eye Opening) 2. Reaksi gerak motorik ekstrimitas (Best Motor Response) 3. Reaksi bicara (Best Verbal Response) Pemeriksaan Tingkat Keparahan Trauma kepala disimpulkan dalam suatu tabel Skala Koma Glasgow (Glasgow Coma Scale). Table 2.1 Skala Koma Glasgow Eye Opening RESPON MATA
≥ 1 TAHUN
0-1 TAHUN
4
Mata terbuka dengan Membuka mata spontan spontan
3
Mata membuka setelah Membuka mata oleh teriakan diperintah
2
Mata membuka setelah Membuka mata oleh nyeri diberi rangsang nyeri
1
Tidak membuka mata
Tidak membuka mata
Best Motor Response RESPON MATA
≥ 1 TAHUN
0-1 TAHUN
6
Menurut perintah
Belum dapat dinilai
5
Dapat melokalisir nyeri Melokalisasi nyeri
4
Menghindari nyeri
Menghindari nyeri
3
Fleksi (dekortikasi)
Fleksi abnormal (decortikasi)
2
Ekstensi (decerebrasi)
Eksternal abnormal
1
Tidak ada gerakan
Tidak ada respon
Best Verbal Response RESPON MATA
>5 TAHUN
2-5 TAHUN
0-2 TAHUN
5
Orientasi baik mampu berkomunikasi
dan Menyebutkan katakata yang sesuai
Menangis kuat
4
Disorientasi mampu berkomunikasi
tapi Menyebutkan katakata yangtidak sesuai
Menangis lemah
3
Menyebutkan kata- Menangis dan kata yang tidak sesuai menjerit (kasar, jorok)
Kadang-kadang menagis / menjerit
2
Mengeluarkan suara
Mengeluarkan suara lemah
Mengeluarkan suara lemah
1
Tidak ada respon
Tidak ada respon
Tidak ada respon
Berdasarkan Skala Koma Glasgow, berat ringan trauma kapitis dibagi atas; 1. Trauma kapitis Ringan, Skor Skala Koma Glasgow 14 – 15 2. Trauma kapitis Sedang, Skor Skala Koma Glasgow 9 – 13 3. Trauma kapitis Berat, Skor Skala Koma Glasgow 3 – 8 a) Trauma Kepala Ringan Dengan Skala Koma Glasgow >12, tidak ada kelainan dalam CT-scan, tiada lesi operatif dalam 48 jam rawat inap di Rumah Sakit (Torner, Choi, Barnes, 1999). Trauma kepala ringan atau cedera kepala ringan adalah hilangnya fungsi neurologi atau menurunnya kesadaran tanpa menyebabkan kerusakan lainnya (Smeltzer, 2001). Cedera kepala ringan adalah trauma kepala dengan GCS: 15 (sadar penuh) tidak kehilangan kesadaran, mengeluh pusing dan nyeri kepala, hematoma, laserasi dan abrasi (Mansjoer, 2000). Cedera kepala ringan adalah cedara otak karena tekanan atau terkena
benda tumpul (Bedong, 2001). Cedera kepala ringan adalah cedera kepala tertutup yang ditandai dengan hilangnya kesadaran sementara (Corwin, 2000). Pada penelitian ini didapat kadar laktat rata-rata pada penderita cedera kepala ringan 1,59 mmol/L (Parenrengi, 2004). Tanda dan gejala: Pasien tertidur atau kesadaran yang menurun selama beberapa saat kemudian sembuh.
Sakit kepala yang menetap atau berkepanjangan.
Mual atau dan muntah.
Gangguan tidur dan nafsu makan yang menurun.
Perubahan keperibadian diri.
Letargik.
b) Trauma Kepala Sedang Dengan Skala Koma Glasgow 9 - 12, lesi operatif dan abnormalitas dalam CT-scan dalam 48 jam rawat inap di Rumah Sakit (Torner, Choi, Barnes, 1999). Pasien mungkin bingung atau somnolen namun tetap mampu untuk mengikuti perintah sederhana (SKG 9-13). Pada suatu penelitian penderita cedera kepala sedang mencatat bahwa kadar asam laktat rata-rata 3,15 mmol/L (Parenrengi, 2004). c) Trauma Kepala Berat Dengan Skala Koma Glasgow < 9 dalam 48 jam rawat inap di Rumah Sakit (Torner C, Choi S, Barnes Y, 1999). Hampir 100% cedera kepala berat dan 66% cedera kepala sedang menyebabkan cacat yang permanen. Pada cedera kepala berat terjadinya cedera otak primer seringkali disertai cedera otak sekunder apabila proses patofisiologi sekunder yang menyertai tidak segera dicegah dan dihentikan (Parenrengi, 2004). Penelitian pada penderita cedera kepala secara klinis dan eksperimental menunjukkan bahwa pada cedera kepala berat dapat disertai dengan peningkatan titer asam laktat dalam jaringan otak dan cairan serebrospinalis (CSS) ini mencerminkan kondisi asidosis otak (DeSalles etal., 1986). Penderita cedera kepala berat, penelitian menunjukkan kadar rata-rata asam laktat 3,25 mmol/L (Parenrengi, 2004). Tanda dan gejala: Simptom atau tanda-tanda cardinal yang menunjukkan peningkatan di otak menurun atau meningkat.
Perubahan ukuran pupil (anisokoria).
Triad Cushing (denyut jantung menurun, hipertensi, depresi pernafasan). Apabila meningkatnya tekanan intrakranial, terdapat pergerakan atau posisi abnormal ekstrimitas.
F. Penyebab Trauma Kepala Menurut Brain Injury Association of America, penyebab utama trauma kepala adalah karena terjatuh sebanyak 28%, kecelakaan lalu lintas sebanyak 20%, karena disebabkan kecelakaan secara umum sebanyak 19% dan kekerasan sebanyak 11% dan akibat ledakan di medan perang merupakan penyebab utama trauma kepala (Langlois, Rutland-Brown, Thomas, 2006). Kecelakaan lalu lintas dan terjatuh merupakan penyebab rawat inap pasien trauma kepala yaitu sebanyak 32,1 dan 29,8 per100.000 populasi. Kekerasan adalah penyebab ketiga rawat inap pasien trauma kepala mencatat sebanyak 7,1 per100.000 populasi di Amerika Serikat ( Coronado, Thomas, 2007). Penyebab utama terjadinya trauma kepala adalah seperti berikut: 1. Kecelakaan Lalu Lintas Kecelakaan lalu lintas adalah dimana sebuah kenderan bermotor bertabrakan dengan kenderaan yang lain atau benda lain sehingga menyebabkan kerusakan atau kecederaan kepada pengguna jalan raya (IRTAD, 1995). 2. Jatuh Menurut KBBI, jatuh didefinisikan sebagai (terlepas) turun atau meluncur ke bawah dengan cepat karena gravitasi bumi, baik ketika masih di gerakan turun maupun sesudah sampai ke tanah. 3. Kekerasan Menurut KBBI, kekerasan didefinisikan sebagai suatu perihal atau perbuatan seseorang atau kelompok yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain, atau menyebabkan kerusakan fisik pada barang atau orang lain (secara paksaan). G. UJI DIAGNOSTIK Pemeriksaan diagnostic untuk pasien cedera kepala meliputi hal-hal dibawah ini: 1. CT-scan (dengan tanpa kontras) 2. MRI 3. Angiografi berkala
4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
EEG berkala Foto rontgen PET Pemeriksaan CFS Kadar elektrolit Skrining toksikologi AGD
H. PENATALAKSANAAN MEDIS 1. Angkat klien dengan papan datar untuk mempertahankan posisi kepala dan leher sejajar. 2. Traksi ringan pada kepala 3. Kolar servikal 4. Terapi untuk mempertahankan homeostasis otak dan mencehag kerusakan otak 5. Tindakan terhadappeningkatan TIK 6. Tindakan pendukung yang lain,yaitu: Pemantauan ventilasi Pencegahan kejang Pemantauan cairan dan elektrolit Keseimbangan nutrisi
Penatalaksanaan fisioterapi
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Yang dapat dilakukan pada pasien dengan trauma kapitis adalah: 1. CT-Scan Untuk melihat
letak lesi dan adanya kemungkinan
komplikasi jangka pendek. 2. Lumbal Pungsi Untuk menentukan ada tidaknya darah pada LCS harus dilakukan sebelum 6 jam dari saat terjadinya trauma 3. EEG
Dapat digunakan untuk mencari lesi 4. Roentgen foto kepala Untuk melihat ada tidaknya fraktur pada tulang tengkorak DIAGNOSA
Berdasarkan : Ada tidaknya riwayat trauma kapitis Gejala-gejala klinis : Interval lucid, peningkatan TIK, gejala laterlisasi Pemeriksaan penunjang.
KOMPLIKASI Jangka pendek : 1. Hematom Epidural o Letak : antara tulang tengkorak dan duramater o Etiologi : pecahnya A. Meningea media atau cabang-cabangnya o Gejala : setelah terjadi kecelakaan, penderita pingsan atau hanya nyeri kepala sebentar kemudian membaik dengan sendirinya tetapi beberapa jam kemudian timbul gejala-gejala yang memperberat progresif seperti nyeri kepala, pusing, kesadaran menurun, nadi melambat, tekanan darah meninggi, sisi perdarahan mula-mula sempit, lalu menjadi akhirnya tidak bereaksi terhadap refleks cahaya. tanda-tanda bahwa sudah terjadi herniasi tentorial. o Akut (minimal 24jam sampai dengan 3x24 jam) o Interval lucid o Peningkatan TIK o Gejala lateralisasi → hemiparese o Pada pemeriksaan kepala mungkin pada salah satu
pupil pada lebar, dan Ini adalah
sisi kepala
didapati hematoma subkutan o Pemeriksaan neurologis menunjukkan pada sisi hematom pupil melebar. Pada sisi kontralateral dari hematom, dapat dijumpai tanda-tanda kerusakan traktus piramidalis, misal: hemiparesis, refleks tendon meninggi dan refleks patologik positif.
o CT-Scan : ada bagian hiperdens yang bikonveks o LCS : jernih o Penatalaksanaannya yaitu tindakan evakuasi darah (dekompresi) dan pengikatan pembuluh darah. 2. Hematom subdural
o Letak : di bawah duramater o Etiologi : pecahnya bridging vein, gabungan robekan bridging veins dan laserasi piamater serta arachnoid dari kortex cerebri o Gejala subakut : mirip epidural hematom, timbul dalam 3 hari pertama Kronis : 3 minggu atau berbulan-bulan setelah trauma
o CT-Scan : setelah hari ke 3 diulang 2 minggu kemudian Ada bagian hipodens yang berbentuk cresent. Hiperdens yang berbentuk cresent di antara tabula interna dan parenkim otak (bagian dalam mengikuti kontur otak dan bagian luar sesuai lengkung tulang tengkorak) Isodens → terlihat dari midline yang bergeser o Operasi sebaiknya segera dilakukan untuk mengurangi tekanan dalam otak (dekompresi) dengan melakukan evakuasi hematom. Penanganan subdural hematom akut terdiri dari trepanasi-dekompresi. 3. Perdarahan Intraserebral Perdarahan dalam cortex cerebri yang berasal dari arteri kortikal, terbanyak pada lobus temporalis. Perdarahan intraserebral akibat trauma kapitis yang berupa hematom hanya berupa perdarahan kecil-kecil saja. Jika penderita dengan perdarahan intraserebral luput dari kematian, perdarahannya akan direorganisasi dengan pembentukan gliosis dan kavitasi. Keadaan ini bisa menimbulkan manifestasi neurologik sesuai dengan fungsi bagian otak yang terkena. 4. Oedema serebri
Pada keadaan ini otak membengkak. Penderita lebih lama pingsannya, mungkin hingga berjam-jam. Gejala-gejalanya berupa commotio cerebri, hanya lebih berat. Tekanan darah dapat naik, nadi mungkin melambat. Gejala-gejala
kerusakan jaringan otak juga tidak ada. Cairan otak pun normal, hanya tekanannya dapat meninggi.
TIK meningkat Cephalgia memberat Kesadaran menurun
Jangka Panjang : 1. Gangguan neurologis Dapat berupa : gangguan visus, strabismus, parese N.VII dan gangguan N. VIII, disartria, disfagia, kadang ada hemiparese 2. Sindrom pasca trauma Dapat berupa : palpitasi, hidrosis, cape, konsentrasi berkurang, libido menurun, mudah tersinggung, sakit kepala, kesulitan belajar, mudah lupa, gangguan tingkah laku, misalnya: menjadi kekanakkanakan, penurunan intelegensia, menarik diri, dan depresi. TERAPI CKR :
Perawatan selama 3-5 hari Mobilisasi bertahap Terapi simptomatik Observasi tanda vital CKS :
Perawatan selama 7-10 hari Anti cerebral edem Anti perdarahan Simptomatik Neurotropik Operasi jika ada komplikasi CKB :
Seperti pada CKS Antibiotik dosis tinggi Konsultasi bedah saraf
BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Trauma atau cedera kepala juga dikenal sebagai cedera otak dengan gangguan fungsi normal otak karena trauma baik karena trauma tumpul maupun trauma tajam. Deficit neurologis terjadi karena robeknya subtansi alba,iskemia,dan pengaruh massa karena hemoragik,serta edema serebral disekitar disekitar jaringan otak. Berdasarkan GCS cedera kepala/otak dapat terbagi menjadi 3: 1. Cedera kepala ringan,bila GCS 13-15 2. Cedera kepala sedang,bila GCS 9-12 3. Cedera kepala berat bila GCS kurang atau sama dengan 8.
DAFTAR PUSTAKA Iskandar.J.SpBS.2004.Cedera Kepala.Jakarta:BIP Batticaca,Fransisca B.2008.Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan.Jakarta:Salemba Medika Muttaqin Arif.2008.Asuhan Keperawatan Persarafan.Jakarta:Salemba Medika
Klien
Dengan
Gangguan
Sistem
Judha Mohamad dan Hamdani Rahil Nazwar.2011.Sistem Persarafan Dalam Asuhan Keperawatan.Yogyakarta:Gosyen Publishing Musliha,S.Kep.,Ns.2010.Keperawatan Gawat Darurat.Yogyakarta:Nuha Medika Syaifuddin.2009.Anatomi Tubuh Manusia E/2.Jakarta.Salemba Medika Syaifuddin.2009.Fisiologi Tubuh Manusia E/2.Jakarta.Salemba Medika Brunner & suddarth.1997.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol.3.Jakarta:EGC
E/3