BAB II PEMBAHASAN 2.1 Cara Perhitungan PI (Plaque Index) Plaque Component of Periodontal Disease Index by Ramfjord. Index ini digunakan pada enam gigi yang dipilih (gigi 3, 9, 12, 19, 25, dan 28). Kriteria pengukuran melihat secara spesifik pada semua permukaan interproximal fasial dan lingual dari gigi index.1 a. 0 = tidak ada plak b. 1 = terdapat beberapa plak pada permukaan interproximal, bukal, dan lingual gigi. c. 2 = terdapat plak pada semua permukaan interproximal, bukal dan lingual, tetapi menutupi kurang dari setengah permukaan. d. 3 = plak meluas pada seluruh permukaan interproximal, bukal dan lingual, dan menutupi lebih dari setengah permukaan. Score plak =
Total score Jumlah gigi yang dinilai
2.2 Etiologi Migrasi Patologis Pathologic tooth migration adalahperubahan posisi gigi (pergeseran gigi) akibatgangguan antara daya mempertahankan gigipada posisi yang normal dengan daya yangmelepaskangigi tersebut akibat penyakitperiodontal. Proses kerusakan jaringan akibat inflamasi pada jaringan periodonsium menciptakan ketidakseimbangan antara daya yang mempertahankan gigi pada posisinya dengan daya yang memindahkan gigi ke arah oklusal dan tekanan jaringan lunak.2 Pathologic tooth migration ini biasanyadisebabkan oleh inflamasi yang masih terjadidan kerusakan lanjut jaringan periodontal,meningkatkan pemanjangan dari ligament periodontal dan mengakibatkan ekstrusigigi yang tidak bisa dicegah oleh daya yangberlawanan. Pergeseran gigi ini bisa terjadi ke segala arah dan biasanya pergerakan gigi ini disertai dengan kegoyahan dan rotasi.3 Derajat keparahannya bisa dicegah dengan meminimalisir faktor penyebabnya. Derajat keparahannya bisa juga disertai dengan adanya kerusakan tulang.2 2.3 Antibiotik yang Digunakan Pada kondisi yang tidak terlalu parah penggunaan obat analgesik dan antimikroba dapat menghentikan gejala sistemik, trismus, dan penjalaran infeksi. Antibiotik diberikan secukupnya sesuai dengan derajat keparahan dari infeksi Antibiotik yang dapat digunakan yaitu Phenoxymethylepinicillin 250-500 mg, Amoxycilin 250-500 mg, Metronidazole 200-400 mg. Jika terdapat alergi terhadap penicillin maka dapat digunakan Erytromycin 250-500 mg, Doxycyline 100 mg, Clindamycin 150-300 mg.4 2.4 Tanda dan Gejala Klinis Abses periodontal akut terjadi dalam waktu yang singkat dan berlangsung selama beberapa hari sampai satu minggu. Rasa sakit tiba-tiba dan terasa dalam saat menggigit serta mengunyah sering dirasakan oleh pasien. Terjadi pembengkakan kelenjar limpa yang berhubungan dengan lokasi abses. Tampakan gingiva; edema,
berwarna kemerahan, lunak dan mengkilap. Tidak ada fluktuasi atau debit nanah, tetapi seiring berkembangnya akan terdapat nanah dari cairan celah gingiva.5 2.5 Etiologi Abses Periodontal Abses periodontal merupakan infeksi lokal bakteri yang terjadi di dalam jaringan periodonsium. Abses ini terbentuk karena mikroorganisme piogenik endogen, atau karena faktor toksik yang terkandung pada plak dan atau menurunnya resistensi host akibat faktor lokal atau sistemik.4 Abses periodontal juga dapat berasal dari periodontitis kronis yang terjadi karena berbagai faktor predisposisi. Berbagai faktor predisposisi yang akan mempermudah terbentuknya abses yaitu 1) perubahan komposisi dari mikroflora, 2) virulensi bakteri atau pada respon jaringan dapat membuat tidak efisiennya pembuangan pus dari lumen, 3) bentuk poket yang kompleks yang berhubungan dengan furkasi gigi molar akan memudahkan terbentuknya abses, 4) perawatan skeling yang tidak sempurna, 5) impaksi benda asing, 6) infeksi kista lateral, 7) trauma terhadap gigi yang mengakibatkan gigi patah pada bagian akarnya, 8) terjadi perforasi lateral pada gigi yang sedang dirawat endodontik, 9) pemberian antibiotik secara sistemik tanpa dilanjutkan dengan skeling subgingiva pada pasien dengan periodontitis parah akan mengakibatkan perubahan pada komposisi mikrobiota subgingiva yang dapat menghasilkan infeksi yang lebih parah.4 Invasi bakteri jaringan telah dilaporkan dalam abses; organisme yang menyerang diidentifikasi sebagai cocci gram negatif, diploocci, fusiform, dan spirochetes. Jamur invasif juga ditemukan dan ditafsirkan sebagai salah satu penyebab. Mikroorganisme yang berkoloni pada abses periodontal telah dilaporkan sebagai bakteri anaerobik gram negatif.3 2.6 Hubungan Usia dan Jenis Kelamin Terkait Kasus pada Skenario 2.6.1 Usia Prevalensi dan keparahan penyakit periodontal dipengaruhi oleh bertambahnya usia. Ada kemungkinan bahwa perubahan degenerative berkaitan dengan penuaan, dapat meningkatkan kerentanan terhadap periodontitis. Namun, bisa juga mengakibatkan kehilangan perlekatan atau kehilangan tulang yang biasanya terlihat pada individu lebih tua yang dipicu faktor risiko lain dalam hidup seseorang, menciptakan efek akumulatif dari waktu ke waktu. Namun, masih harus dipastikan apakah perubahan terkait dengan proses penuaan, seperti asupan obat, penurunan kekebalan tubuh, nutrisi, dan faktor risiko lain yang dapat meningkatkan kerentanan periodontitis.3 Kehilangan perlekatan pada individu yang lebih muda memiliki lebih banyak konsekuensi. Semakin muda pasien, semakin lama pasien terpapar faktor-faktor penyebabnya. Oleh karena itu, individu lebih muda dengan penyakit periodontal mungkin memiliki risiko lebih besar terkena penyakit lanjutan seiring bertambahnya usia.3 2.6.2 Jenis Kelamin Jenis kelamin memiliki peran dalam penyakit periodontal. Survei dilakukan di Amerika Serikat pada tahun 1960 menunjukkan bahwa laki-laki memiliki lebih banyak risiko kehilangan perlekatan daripada perempuan. Selain itu, laki-laki memiliki oral higyne yang lebih buruk daripada perempuan, sebagaimana
dibuktikan oleh adanya kalkulus dan plak. Oleh karena itu perbedaan jenis kelamin terkait dalam prevalensi dan keparahan periodontitis.3 2.7 Patomekanisme Kasus SesuaiSkenario Oklusi traumatik pada periodontal menyebabkan peningkatan mobilitas tetapi tidak menyebabkan hilangnya perlekatan. Pada struktur periodontal yang meradang, oklusi traumatik menyebabkan penyebaran inflamasi pada puncak tulang alveolar sehingga menyebabkan kehilangan tulang.Trauma pada jaringan periodontal yang menyebabkan kerusakan puncak ligamen periodonsium (trauma oklusi) dan mengenai jaringan periodontal yang sudah terinflamasi, dapat mengakibatkan migrasi epitel jungsional ke arah daerah terjadinya kerusakan. Kerusakan berupa inflamasi periodontal mulai dari gingivitis sampai periodontitis, dan destruktif terjadi oleh karena interaksi antara bakteri atau produk metaboliknya. Inflamasi periodontal adalah proses infeksi di mana bakteri dan produknya mengalami interaksi dengan epitel dan melakukan penetrasi ke jaringan di bawahnya. Plexus pembuluh darah kecil mengalami inflamasi dan leukosit akan keluar dari pembuluh darah. Terjadi peningkatan jumah leukosit terutama neutrofil yang akan melakukan migrasi, menembus epitel dan masuk ke dalam sulkus gingiva. Kolagen dan komponen lain pada matriks ekstraseluler perivaskuler mengalami kerusakan.6 2.8 Interprtasi Gambaran Radiografi a. email mengalami atrisi sehingga tampakan radiopak yang sangat tipis yang hampir mengenai dentin b. tampakan pulpa radiolusen yang mengalami penyempitan karna faktor usia seseorang c. tampakan gingiva radiolusen yang mengalami resesi d. pada regio 46 mengalami poket periodontal yang tampakan radiolusen pada akar e. pada regio 48 mengalami kemiringan ke mesial akibat tidak adanya kontal proximal
Gambaran radiografi khas dari abses periodontal adalah daerah diskrit radiolusensi sepanjang aspek lateral dari akar (Angka 31-36 dan 31-17). Namun gambaran radiografi seringkali tidak khas (Gambar 31-18).Ini bisa disebabkan oleh hal-hal berikut: - Stadium lesi.Pada tahap awal periodontal akut abses sangat menyakitkan tetapi tidak ada perubahan radiografi. - Tingkat kerusakan tulang dan perubahan morfologis dari tulang.
-
Lokasi abses.Lesi pada dinding jaringan lunak poket peridontal cenderung tidak menghasilkan perubahan radiografi dari dalam jaringan pendukung.Abses pada permukaan facial atau lingual yang dikaburkan oleh radiopacity dari akar, lesi interproksimal lebih mungkin terjadi, divisualisasikan secara radiografis. Oleh karena itu radiografi saja tidak dapat memberikan diagnosis akhir abses peridontal tetapi perlu disertai dengan pemeriksaan klinis yang cermat. - Tes vitalitas pulpa,yaitu tes termal atau listrik untuk menilai vitalitas gigi. - Uji mikroba,sampel nanah dari sinus,abses atau material piruluen yang diambil dari celah gingiva yang dapat dikirim untuk tes kultur dan sensitivitas. - Lab finding,tes laboratorium juga dapat digunakan untuk mengkonfirmasi diagnosis.Jumlah leukosit darah yang meningkat dan peningkatan neutrofil darah dan monosit terhadap respons peradangan tubuh dan toksin bakteri pada abses peridontal. - Lainnya,dengan penilaian status diabetes melalui glukosa darah dan hemoglobin glikosilasi11 2.9 Diagnosis yang Sesuai pada Skenario Diagnosis berdasarkan skenario yakni abses periodontal from trauma occlusion. Abses periodontal adalah lesi akut yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan periodontal yang sangat cepat. inisering terjadi pada pasien dengan periodontitis yang tidak diobati tetapi juga dapat ditemukan pada pasien selama pemeliharaan atau setelah scaling dan root planing dari poket yang dalam. Abses periodontal juga dapat terjadi tanpa adanya periodontitis; misalnya, terkait dengan impaksi benda asing atau dengan masalah endodontik. Gejala klinis khas abses periodontal termasuk nyeri, pembengkakan, nanah, perdarahan saat probing, dan mobilitas gigi yang terlibat.3 2.10 Diagnosa Banding dari Kasus pada Skenario Diagnosis banding abses periodontal adalah 1) Abses Gingival Abses gingiva merupakan infeksi purulen terlokalisir yang terbatas pada margin gingiva atau papilla interdental. Biasanya akibat trauma yang baru terjadi pada daerah gingiva dan tidak terdapat poket pada gingiva tersebut. 2) Abses Periapikal Abses periapikal merupakan kondisi inflamasi yang menyebabkan terbentuknya eksudat pus karena nekrosis pulpa gigi. Ciri khas abses periapikal adalah lesi yang terletak pada ujung akar gigi, gigi non-vital, restorasi atau tambalan yang besar, peka terhadap makanan dingin atau panas, dan tidak adanya penyakit periodontal. 3) Lesi Perio-Endo Lesi Perio-Endo biasanya terdapat penyakit periodontitis yang parah sampai terjadi keterlibatan daerah furkasi, periodontitis yang parah dekat ujung apikal akan mengakibatkan infeksi pulpa, dapat terjadi pada gigi tanpa karies atau tambalan yang non vital. 4) Lesi Endo-Perio
Lesi Endo-Perio terjadi karena infeksi pulpa yang menjalar ke arah vertikal melalui kanal lateral ke dalam poket periodontal, gigi biasanya non vital dengan radiolusen periapikal dan terdapat poket yang dalam. Lesi lain yang menyerupai abses periodontal adalah osteomyelitis dan beberapa tumor yang gambaran klinisnya menyerupai abses seperti karsinoma sel squamos gingiva, karsinoma metastatic dari organ pankreas, serta granuloma eosionfilik dengan ciri khas berupa kerusakan tulang yang cepat setelah perawatan periodontal.4 2.11 Pencegahan Yang Dapat Dilakukan Cara terbaik untuk mencegah penyakit periodontal adalah dengan memelihara oral hygiene dengan baik.Menyikat gigi dan melakukan flossing setiap hari, makan makanan seimbang dan kontrol rutin ke dokter gigi. Dan dengan melakukannya, akan bertambah kesempatan Anda untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut seumur hidup. 1. Mengubah perilaku gaya hidup Pencegahan penyakit periodontal maupun pemeliharaan jaringan periodontal setelah perawatan awal bergantung pada kemampuan dan kemauan pasien untuk melakukan dan mempertahankan penghapusan plak yang efektif. Hal ini mungkin memerlukan perubahan dalam beberapa hal, yaitu: a Dalam perilaku pasien dalam hal menyikat gigi, pembersihan interdental dan teknik kebersihan mulut lainnya. b Serta perilaku gaya hidup lainnya seperti penggunaan tembakau dan diet. Ada banyak penelitian tentang cara terbaik untuk menginduksi perubahan perilaku pasien berkaitan dengan kebersihan mulut. a Saran yang bersifat individual, dengan konten yang disesuaikan untuk setiap pasien, terbukti efektif dan penggunaan rencana tindakan dapat dilakukan. juga membantu pasien mengubah perilaku kebersihan mulutnya. b Diskusi lebih lanjut mengenai bukti yang relevan dengan topik. Penting untuk dipahami bahwa motivasi untuk mengubah perilaku harus berasal dari pasien; Pasien harus ingin memperbaiki kebersihan mulut mereka dan harus merasa memiliki keterampilan yang diperlukan untuk melakukan hal ini. Ini adalah peran dokter gigi, ahli kebersihan gigi atau terapis gigi untuk mendorong pasien untuk berubah dan mengajarkan keterampilan control plak yang dibutuhkan. 2. Oral hygiene TIPPS a. Talk: Bicarakan dengan pasien tentang penyebab penyakit periodontal dan mengapa kebersihan mulut yang baik itu penting. Bicarakan dengan pasien tentang apa yang harus dilakukan untuk mencapai penghapusan plak yang baik. 1) Sikat secara teratur menggunakan teknik yang efektif 2) Gunakan pasta gigi yang mengandung fluoride 3) Bersihkan daerah interdental sekali sehari. b. Instruct:Ajarkan pasien dalam penggunaan alat kebersihan mulut. c. Practise: feedback pasien terhadap tindakan penggunaan alat kebersihan mulut. d. Plan: Bantu pasien merencanakan bagaimana cara melakukan kontol plak yang efektif sebagai kebiasaan.
e. Support: Dukung kebiasaan pasien dengan memberikan saran lanjutan.7 Kontrol plak yang efektif adalah dasar dari pencegahan dan pengobatan hampir semua keadaan inflamasi pada jaringan periodontal. Cara yang paling dikenal untuk menghilangkan plak selama ini adalah dengan menggosok gigi. Penggunaan obat kumur tidak hanya diperlukan pada saat sehat, tetapi juga pada keadaan sakit. Menggosok gigi saja kurang efektif untuk mengurangi akumulasi plak penyebab gangguan pada gigi dan gusi. Berkumur dengan obat kumur dapat menurunkan koloni bakteri di sela-sela gigi yang tidak terjangkau oleh sikat gigi. Mekanisme kerja obat kumur adalah membersihkan rongga mulut secara mekanik dan kimiawi. Efek mekanik didapat dari gerakan dinamis saat berkumur, sedangkan efek kimiawi didapat daribahan aktif yang terdapat dalam obat kumur yang bersifat antibakteri.8 2.12 Perawatan yang Tepat Sesuai Skenario a. Insisi dan drainase, sebelum insisi dilakukan irigasi abses terlebih dahulu dengan menggunakan larutan salin, serta dilakukan pemeriksaan benda asing yang ada didalam poket periodontal.4 1) Drainase melalui Pocket Periodontal Daerah perifer sekitar abses dibius dengan anestesi topikal dan lokal yang cukup untuk memastikan kenyamanan. dinding poket diretraksi dengan probe atau kuret untuk mendapatkan drainase langsung melalui muara poket. Lakukan penekanan dengan jari secara halus untuk mengeluarkan pus, irigasi dapat dilakukan untuk membersihkan eksudat dan dasar poket yang tersisa.3 2) Drainase melalui Insisi Eksternal Abses dikeringkan dan diisolasi dengan spons kasa. Anestesi topikal diterapkan, diikuti oleh anestesi lokal yang disuntikkan perifer ke lesi. Sebuah sayatan vertikal melalui pusat abses yang paling fluktuatif dibuat dengan pisau bedah. Jaringan lateral pada sayatan dapat dipisahkan dengan kuret atau lift periosteal. Fluctuant matter diekspresikan, dan ujung-ujung luka diperkirakan di bawah tekanan digital ringan dengan pad kasa basah. Pada abses yang disertai pembengkakan dan peradangan yang parah, instrumentasi mekanis yang agresif harus ditunda demi terapi antibiotik untuk menghindari kerusakan pada jaringan periodontal yang berdekatan.3 b. Lakukan skeling dan root planning untuk membersihkan daerah abses.Jika lesi kecil dan akses tanpa komplikasi, debridemen dalam bentuk scaling dan root planing dapat dilakukan.Apabila daerah abses besar, maka prosedur skeling dan kuretase sebaiknya ditunda sampai tanda klinis berkurang dengan terapi antibiotik.3,4 c. Operasi periodontal dapat dilakukan untuk mendapatkan drainase langsung melewati dasar poket, terutama bila terdapat cacat tulang secara vertikal yang dalam dan membersihkan kalkulus subgingiva yang dalam. Untuk operasi flap periodontal terlebih dahulu dilakukan anestesi pada daerah abses. Setelah itu dinding poket diretraksi dengan probe atau kuret untuk mendapatkan drainase langsung melalui muara poket. Lakukan penekanan dengan jari secara halus untuk mengeluarkan pus, irigasi dapat dilakukan untuk membersihkan eksudat dan dasar poket yang tersisa. Apabila daerah
abses besar, maka prosedur skeling dan kuretase sebaiknya ditunda sampai tanda klinis berkurang dengan terapi antibiotik. Perubahan oklusi akan terjadi karena tekanan dari abses akan mendorong gigi ke arah oklusal sehingga terjadi peninggian gigitan.3,4 d. Penggunaan obat antibiotik secara sistemik, dosis tinggi dengan durasi pendek dianjurkan, tetapi prosedur drainase dan skeling subgingiva harus dilakukan setelah terapi antibiotik selesai. Antibiotik sistemik yang direkomendasikan yaitu Phenoxymethyl penicillin 250-500 mg, Amoxxycillin/augmentin 250-500 mg, metronidazole 250 mg (penggunaan metronidazole kontra indikasi pada pasien hamil dan mengkonsumsi alkohol), Tetracycline HCL 250 mg (penggunaan tetracycline kontra indikasi pada pasien hamil dan anak-anak dibawah 10 tahun), Doxycyline 100 mg.4 Indikasi untuk Terapi Antibiotik pada Pasien denganAbses Akut 1) Selulitis (nonlocalized, penyebaran infeksi) 2) Dalam, saku tidak dapat diakses 3) Demam 4) Limfadenopati regional 5) Pasien immunocompromised Bagi mereka yang tidak membutuhkan antibiotik sistemik, instruksi posttreatment termasuk sering berkumur dengan air garam hangat (1 sdm / 8-oz kaca) dan aplikasi periodik chlorhexidine glukonat baik dengan berkumur atau secara lokal dengan aplikator berujung kapas. Pengurangan tenaga dan peningkatan asupan cairan sering direkomendasikan untuk pasien yang menunjukkan keterlibatan sistemik.3 Perlu juga diketahui penggunaan terapi antibiotik sistemik untuk merawat abses periodontal dapat menjadi kontroversi karena bila abses berulang akan timbul reaksi resistensi, juga terapi antibiotik dapat merubah lingkungan mikrobiota jaringan. Pemberian antibiotik yang spektrumnya tidak cocok akan menyebabkan terjadinya perubahan resistensi suatu bakteri yang dapat menimbulkan pertumbuhan pesat dari bakteri tersebut dan menghilangkan bakteri lain, hal ini akan mengakibatkan eksaserbasi akut atau infeksi yang persisten.4 e. Instruksi oral hygiene.(Kontrol plak pasca operasi sangat penting).4 2.13 Indikasi dan Kontraindikasi Perawatan Bedah (gingivektomi) Gingivektomi adalah proses bedah untuk menghilangkan jaringan gingiva. Dengan menghilangkan dinding poket, gingivektomi memudahkan dan juga memberi akses untuk menghilangkan kalkulus dan memudahkan prosedur root planning. Hal ini menciptakan lingkungan yang sesuai untuk penyembuhan gingiva dan pengembalian bentuk serta kontur gingiva.3 Indikasi: 1. Menghilangkan poket supraboni, tanpa mempertimbangkan kedalamannya jika dinding poketnya berserat dan keras 2. Menghilangkan jaringan gingiva yang membesar 3. Menghilangkan abses periodontal supraboni Kontraindikasi:
1. Diperlukannya pembedahan tulang atau pemeriksaan bentuk tulang dan morfologinya 2. Dasar poket berposisi apical terhadap mucogingival junction 3. Keperluan estetika 2.14 Tahapan Pembedahan Pembedahan dapat dilakukan bila terdapat cacat tulang secara vertikal yang dalam dan membersihkan kalkulus subgingiva yang dalam. Untuk pembedahan periodontal terlebih dahulu dilakukan anestesi pada daerah abses. Setelah itu dinding poket diretraksi dengan probe atau kuret untuk mendapatkan drainase langsung melalui muara poket. Lakukan penekanan dengan jari secara halus untuk mengeluarkan pus, irigasi dapat dilakukan untuk membersihkan eksudat dan dasar poket yang tersisa.4 2.15 Dampak Akibat Jika Tidak Dilakukan Perawatan Apabila tidak dilakukan perawatan maka akan terjadi: a. Gigi hilang: Abses periodontal berhubungan dengan kehilangan gigi pada kasus periodontitis sedang hingga lanjut dan selama fase pemeliharaan.9 b. Diseminasi infeksi. Dua kemungkinan infeksi: a) Penyebaran bakteri selama terapi (bakteremia); b) Penyebaran bakteri terkait dengan abses yang tidak diobati. Periodontal abses memiliki kemungkinan untuk menyebarkan mikroba ke bagian tubuh lain yang dapat menyebabkan bacteremia, Ludwig’s angina, infeksi ruang di daerah orofasial, aktinomikosis paru atau abses otak.9,10 2.16 Prognosis Sesuai Skenario Kategori prognosis secara klinis sebagai berikut:3 a. Excellent prognosis ( prognosis sempurna ) Tidak ada kehilangan tulang (bone loss), kondisi gingival yang sangat baik, pasien sangat kooperatif, tidak ada faktor sistemik/ lingkungan. b. Good prognosis ( prognosis bagus ) Apabila terjadi satu atau lebih hal-hal sebagai berikut: dukungan tulang yang adequat, kemungkinan kontrol faktor etiologi dan pemeliharaan gigi yang adequat, pasien kooperatif, tidak ada faktor sistemik/ lingkungan, (jika ada) faktor sistemik tersebut terkontrol. c. Fair prognosis ( prognosis sedang ) Apabila terjadi satu atau lebih hal-hal sebagai berikut: dukungan tulang yang sedikit adequat, beberapa gigi goyang, furcation involvolment grade I, kemungkinan pemeliharaan yang adequat, kerja sama pasien diterima, terdapat faktor sistemik/ lingkungan yang terbatas. d. Poor prognosis ( prognosis jelek ) Apabila terjadi satu atau lebih hal-hal sebagai berikut: kehilangan tulang yang moderat-cepat, terdapat kegoyangan gigi, furcation involvolment grade I dan II, kesulitan dalam pemeliharaan dan atau kerja sama pasien yang ragu-ragu, terdapat faktor sistemik/ lingkungan. e. Questionable prognosis ( prognosis yang dipertanyakan )
Apabila terjadi satu atau lebih hal-hal sebagai berikut: Kehilangan tulang yang cepat, furcation involvolment grade II dan III, kegoyangan gigi, daerahnya sulit dijangkau, terdapat faktor sistemik/ lingkungan. f. Hopeless prognosis ( prognosis tanpa harapan ) Apabila terjadi satu atau lebih hal-hal sebagai berikut: kehilangan tulang yang cepat, daerahnya tidak dapat dilaukan pemeliharaan, indikai pencabutan, terdapat faktor sistemik/ lingkungan yang tidak terkontrol. Dalam kasus pada skenario prognosis penyakit pasien yaitu prognosis sedang atau fair prognosis karena pasien telah kehilangan tulang namun masih adequatdan terdapat kegoyangan gigi.
DAFTAR PUSTAKA 1. Reddy S. Essentials of clinical periodontology and periodontics. 5th Ed. New Delhi: Jaypee; 2018.p 55 2. Ismail KA. Penatalaksanaa Ekstruksi Gigi Incisivus Lateral Pada Kasus Pathologic Tooth Migration Periodontitis Kronis Dengan Menggunakan Splint Fixed Appliance. ODONTO Dental Journal.2015; 2(2): 22. 3. Newman MG, Klokkevold PR, carranza FA. Carranza's Clinical Periodontoly. 11th ed. Missouri: Elsevier, 2012.P 138, 157, 266, 372, 373, 444-7, 547. 4. Djais AI. Perawatan pasien dengan abses periodontal. Makassar Dental Jurnal. 2014.p 1-2, 3. 5. Patel PV, Sheela KG, Amrita P. Periodontal Abscess. Journal of clinical and diagnostic research. 2011 Apr:5(2): 404-5. 6. Tulak F.O. Peranan Trauma Oklusi Terhadap Terjadinya Periodontitis. 2013:1(2);2 7. Prevention and Treatment of Perodontal Disease in Primary Case. 1st Ed. Frankland.. Scottish Dental Clinical Effectiveness. 2014. P. 23-7. 8. Wahyuni A, Dewi N, Budiarti LY. Uji efektivitas antibakteri sediaan tunggal dibandingkan kombinasi seduhan daun the hijau (camellia sinensis) dan madu. Dento Jurnal Kedokteran Gigi. 2016: 1(2); 114. 9. Gupta D, Verma P, Dhariwal G, dkk. Periodontal Abscess – A Localized Collectionof Pus A Review. TMU J Dent. 2015: 2(1); 21. 10. Singh AK, Saxena A. The periodontal abscess: A review. Journal of Dental and Medical Sciences. 2015: 14(11); 85. 11. Patel VP,Kumar S,Patel A.Peridontal Abscess Journal of Clinical and Diagnostic Research Apr 2011: 5(2); 406.