BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meskipun model keperawatan komunitas telah ada sebelum lahirnya profesi, tetapi tahun 1960 model keperawatan komunitas belum diidentifikasi dan diteliti secara sestematis serta secara nyata belum digunakan dalam praktik. Diperlukan adanya batasan dalam mendefinisikan focus area keperawatan komunitas dan “peta” proses keperawatan komunitas konseptual di gunakan sebagai pedoman kerjanya. Sangat tepat apabila praktik keperawatan berfokus pada seluruh masyarakat. Model komunitas sebagai mitra memberikan kejelasan batasan dan menjadi pedoman kerja yang diperlukan dan akan digunakan dalam pembahasan makalah ini. Model
konseptual
adalah
sintesis
seperangkat
konsep
dan
pernyataan
yang
mengintegrasikan konsep-konsep tersebut menjadi suatu kesatuan. Model keperawatan komunitas dapat didefinisikan sebagai kerangka fikir, sebagai satu cara melihat keperawatan, atau satu gambaran tentang lingkup keperawatan. Model keperawatan merupakan representasi keperawatan, bukan kenyataannya. Jenis model lain yang digunakan untuk mempresentasikan kenyataan adalah model pesawat, persamaan kimia dan model anatomi. Telah disepakati secara umum bahwa ada 4 konsep sentral dalam keperawatan : manusia, lingkungan, kesehatan dan keperawatan. (konsep didefinisikan sebagai pandangan umum atau ide dan merupakan pembangun utama model). Pendefinisian masing-masing konsep keperawatan komunitas akan menentukan penyusunan model dan diilustrasikan dalam model tersebut. Sebagai contoh, sehat mungkin dapat didefinisikan sebagai rentang antara keadaan sejahtera dan kematian. B. Rumusan Masalah 1. Apa pengertian dari model konseptual adaptasi ? 2. Kapan Sejarah terbentuknya model konseptual adaptasi Callista Roy ? 3. Bagaimana konsep model adaptasi Callista Roy ? 4. Bagaimana hubungan model adaptasi Callista Roy dengan
paradigma
keperawatan ? 1|Page
5. Bagaimana konseptual model adaptasi Callista Roy keperawatan keluarga ? C. Tujuan 1. Untuk mengetahui pengertian dari model konseptual adaptasi. 2. Untuk mengetahui sejarah terbentuknya model konseptual adaptasi Callista Roy. 3. Untuk mengetahui konsep model adaptasi Callista Roy. 4. Untuk mengetahui hubungan model adaptasi Callista Roy dengan paradigma keperawatan. 5. Untuk mengetahui konseptual model adaptasi keperawatan keluarga. D. Manfaat 1. Mampu mengetahui pengertian dari model konseptual adaptasi. 2. Mampu mengetahui sejarah terbentuknya model konseptual adaptasi Callista Roy. 3. Mampu mengetahui konsep model adaptasi Callista Roy. 4. Mampu mengetahui hubungan model adaptasi Callista Roy dengan paradigma keperawatan.\ 5. Mampu mengetahui konseptual model adaptasi keperawatan keluarga.
2|Page
BAB II KONSEP TEORI A. Defenisi Pengertian model konseptual adaptasi adalah bagaimana individu mampu meningkatkan kesehatan dengan cara mempertahankan perilaku adaptif dan mengubah perilaku maladaptive. Individu/ manusia merupakan holistice adaptive system yang selalu beradaptasi secara keseluruhan. Dari pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan dari aplikasi model konseptual keperawatan komunitas menurut Roy adalah untuk mempertahankan perilaku adaptif dan mengubah perilaku maladaptive pada komunitas. Upaya pelayanan keperawatan yang dapat dilakukan antara lain meningkatkan kesehatan dengan cara mempertahankan perilaku adaptif
serta memberikan intervensi perawatan yang ditujukan untuk menekan stressor
meningkatkan mekanisme adaptasi. B. Sejarah Terbentuknya Model Konseptual Adaptasi Callista Roy Suster calista Roy (biarawati dan juga suster) mulai membuat model konseptual keperawatan pada pertengahan 1960-an. Ia menampilkan model tersebut untuk umum melalui jurnal (Roy, 1970) dan menyempurnakannya melalui berbagai artikel dan buku yang diterbitkan selama 24 tahun terakhir. Pada awalnya, ia dipengaruhi oleh kerja ahli psikopisiologi Helson, yang membuat model adaptif untuk melihat (Helson, 1964). Seperti Helson, Roy juga mengamsumsikan bahwa semua bentuk perilaku manusia melibatkan adaptasi. Keperawatan dilihat sebagai mekanisme pengaturan eksternal. Perawat harus mendukung pasien untuk beradaptasi dengan lingkungan yang terus berubah. Pada 1970-an dan 1980-an, model konseptual Roy tentang keperawatan mendapat perhatian besar di Amerika Serikat. Model Roy masih terus dikembangkan dan disempurnakan oleh sejumlah profesional. Ide utama dari garis pemikiran Roy adalah adaptasi manusia sebagai sistem bio-psiko-sosial. Manusia bereaksi secara holistic terhadap perubahan yang terjadi dilingkungannya. Ide bahwa keseluruhan lebih besar dari penjumlahan bagian-bagiannya secara terpisah berhubungan dengan model ini, meskipun pandangan tentang aspek biologis, dan social
3|Page
merupakan refleksi dari ide holism yang berbeda dengan yang dinyatakan dalam model Martha Rogers. Roy menempatkan proses adaptasi dalam model sistem terbuka. Sebuah sistem yang dapat dipandang sebagai sejumlah unsur yang saling berkaitan yang membentuk satu kesatuan berorientasi pada tujuan, dan berbagai sistem tersebut bersifat konstan dalam komunikasi. Sebuah sistem diketahui berorientasi pada tujuan, dan menjadi umpan balik yang sensitive selama proses. C. Konsep Model Adaptasi Callista Roy Kunci utama dari model adaptasi Roy adalah sebagai berikut : 1. Manusia sebagai makhluk biologis, psikologis dan social yang selalu berinteraksi dengan lingkungannya 2. Manusia sebagai makhluk individu dapat meningkatkan kesehatannya dengan mempertahankan perilaku yang adaptif dan mengubah perilaku maladaptive. 3. Agar terjadi keadaan homeostasis atau terjadi integrasi antar individu dengan lingkungannya maka individu tersebut harus beradaptasi sesuai perubahan yang terjadi. 4. Terdapat tiga tingkatan adaptasi pada individu yaitu : a. Vocal stimulation, merupakan stimulus yang langsung beradaptasi dengan individu dan mempunyai pengaruh yang kuat terhadap individu; b. Contekstual stimulation merupakan stimulus lain yang di alami seseorang, baik stimulus internal maupun eksternal yang dapat mempengaruhi, kemudian dapat di lakukan observasi, dan dapat diukur secara subjektif; c. Residual stimulation, merupakan stimulus lain yang merupakan cirri tambahan yang ada atau sesuai dengan situasi dalam proses penyesusaian Dengan lingkungan yang sulit untuk di obseravasi. 5.
Sistem adaptasi memiliki efektor yaitu : a. Fugsi biologis atau fisiologis. Komponen system adaptasi ini antara lain kebutuhan oksigenasi (oksigen demand ), nutrisi (nutrision), eliminasi, aktifitas dan istirahat, integritas kulit, indra, cairan dan elektrolit, fungsi neurologis, serta fungsi endokrin.
4|Page
b. Konsep diri, yang berarti bagaimana individu mengenal pola-pola interaksi social saat berhubungan dengan orang lain. c. Fungsi peran, merupakan proses penyesuaian yang berhubungan dengan bagaimana peran individu dalam mengenal pola-pola interaksi social saat berhubungan dengan orang lain. d. Interdependent, merupakan kemampuan seseorang mengenal pola-pola kasih sayang dan cinta yang terjadi melalui hubungan secara interpersonal, baik pada tingkat individu maupun kelompok. 6. Individu harus mampu meningkatkan energy untuk beradaptasi, sehingga mampu melaksanakan tujuan untuk kelangsungan kehidupan, perkembangan, reproduksi dan keunggulan. Tujuan keperawatan adaalah untuk meningkatkan kesehatan seseorang dengan meningkatkan respon adaptif. Melalui model adaptasi ini, individu sebagai makhluk bio-psiko-sosial dan spiritual serta sebagai satu kesatuan yang utuh memiliki mekanisme koping untuk beradaptasi terhadap perubahan lingkungan, sehingga Individu selalu berinteraksi terhadapa perubahan lingkungan. Untuk dapat beradaptasi setiap individu akan berespon terhadap kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan konsep diri yang positif, kemampuan hidup mandiri, serta kemampuan akan berperan dan berfuungsi secara optimal untuk memelihara integritas diri. Individu selalu berada dalam rentang sehat sakit yang berhubungan dengan koping yang efektif dalam mempertahankan proses adaptasi. Model adaptasi suster Callista Roy, digunakan secara luas oleh perawat pendidik, peneliti, dan praktisi, diperkenalkan dalam nursing outlook sebagai “adaptation” : A conceptual frameorkin nursing “(Roy, 1970). Model ini dipublikasikan dalam bentuk buku pada tahun 1976 dan 1984 dengan judul introduction to nursing : an adaptation model (Roy,1976,1984) dan pada tahun 1991 dan 1999 dengan judul The Roy adaptation model (Roy dan Andrews, 1991,1997). Roy, seorang perawat dan ahli sosiologi, melandaskan teorinya pada karya harry helson dalam psikofisik dan berdasarkan pengamatannya ada besarnya resiliensi anak-anak dan kemampuan mereka untuk beradaptasi terhadap perubahan fisik dan psikologis yang besar. Roy berfokus pada individu sebagai sebuah system adaptif biopskilogis yang menggunakan suatu siklus umpan balik input, throughput dan output. Baik individu mapun lingkungan adalah 5|Page
sumber stimulus yang memerlukan modifikasi untuk meningkatkan adaptasi, suatu respon bertujuan yang kontinu. Respon adaptif berperan pada kesehatan yang dia definisikan sebagai proses yang sedang dan akan terintegrasi, respon yang tidak efektif atau tidak adaptif tidak berperan pada kesehatan. Tiap tingkat adptasi seseorang bersifat unik dan berubah secara konstan. Sebagai suatu system terbuka, individu menerima input atau stimulus baik dari diri sendiri maupun lingkungan Roy mengidentifikasi tiga kelas stimulus : 1. Stimulus fokal : stimulus internal atau eksernal yang paling segera
diterima
seseorang dan berperan pada prilaku. 2. Stimulus kontektual : semua stimulus internal atau eksernal lain yang ada. 3. Stimulus residual : keyakinan, sikap, atau sifat yang memiliki efek tidak jelas pada prilaku seseorang, tetapi efeknya tidak dapat difalidasi. Throughput memanfaatkan (1) proses seseorang, yaitu mekanisme control yang digunakan seseorang sebagai sebuah system adaptif, dan (2) efektor seseorang, yang mengacu pada fungsi fisiologis, konsep diri, dan funsi peran yang terlibat dalam adaptasi. Output dari system mengacu pada prilaku individu, yang dapat berupa respons adaptif yang meningkatkan integritas system atau respons yang tidak efektif, seperti tidak mengikuti terapi yang dianjurkan. Output atau respon ini memeberikan umpan balik untuk system. System adaptif Roy terdiri dari dua subsistem yang saling berhubungan. Subsistem primer adalah suatu proses control internal atau fungsional yang terdiri dari regulator dan kognator. Regulator memperoses input secara otomatis melalui saluran endokrin kimia otak. Kognator memproses input melalui jalur kognitif, seperti persepsi, temprosesan informasi, belajar, penilaian, dan emosi. Roy memandang regulator dan kognator sebagai metode koping. Subsistem sekunder adalah suatu system efektor yang menunjukan aktifitas kognator dan regulator. Subsitem sekunder ini teridir dari empat model adaptif : 1. Model fisiologis mencakup kebutuhan fisiologis dasar tubuh dan cara beradaptasi terkait dengan cairan dan elektrolit, aktifitas dan istirahat, sirkulasi dan oksigen, nutrisi dan eliminasi, perlindungan, indra dan fungsi neurologi dan endokrin. 6|Page
2. Model konsep diri mencakup dua komponen : diri fisik, yang mencakup sensasing dan citra tubuh dan diri pribadi, yang mencakup ideal diri, konsistensi diri dan etika moral diri. 3. Model fungsi peran ditentuka oleh kebutuhan akan integritas social dan mengacu pada pelaksanaan tugas yang berlandaskan pada posisi yang diberikan dalam masyarakat. 4. Model interdependen melibatkan hubungan seseorang dengan orang dekatdari system pendukung yang memberikan bantuan, kasih sayang dan perhatian. Karya Roy telah dibentuk oleh pengaruh terbaru dalam keperawatan holisme dan spiritualisme . dia telah mengajukan bebrapa perubahan untuk memandu perawat melewati abad 21. Adaptasi telah didefenisikan kembali sebagai “proses dan hasil akhir saat orang yang berfikir dan merasakan akan menggunakan kesadran penuh dan pilihan untuk menciptkan integrasi manusia dan lingkungan. “(Roy, 1997,Hal 44). Dua kumpulan asumsi model Roy ilmiah dan filosofis, telah diperiksa daya terapnya diabad baru ini. Terjadinya stress merupakan akibat dari factor internal dan lingkungan. Manusia merupakan sistem adaptif, oleh karena itu terjadinya stres menyebabkan diperlukannya adaptasi. Manusia bereaksi terhadap stress dengan dua proses control internal yang digunakan sebagai mekanisme koping. 1. Subsistem regulator Subsistem ini terdiri dari semua proses koping yang terjadi didalam diri manusia pada tingkat biologis. Sistem saraf pusat memainkan peranan inti empat stimulus internal dan eksternal diproses. 2. Subsistem kognator Stimulus internal dan eksternal berhubungan dengan factor-faktor psikologis, social, fisik, dan fisiologis yang menyebabkan terjadinya proses koping yang berhubungan dengan emosi, persepsi, pemprosesan data,pembelajaran dan penilaian. Proses kontrol internal dapat dipandang sebagai mekanisme koping. Mekanisme ini diwujudkan dalam bentuk perilaku koping. Roy membedakan empat bentuk perilaku koping,yang juga disebut model adaptasi. 7|Page
1. Fisiologi Cara adaptasi ini ditentukan terutama oleh kebutuhan akan integritas fisiologis. Bentuk perilaku koping ini melibatkan keempat kebutuhan dasar (oksigen, makanan, ekskresi, istirahat dan aktifitas, dan proteksi). 2. Citra diri Cara adaptasi ini merujuk pada kebutuhan integritas mental. Interaksi dengan orang lain dan diri sendiri merupakan unsure utama untuk mendapatkan integritas mental. 3. Perilaku Peran Cara adaptasi perilaku peran adalah kebutuhan akan integritas social yang ditentukan berdasarkan serangkain harapan orang-orang pada berbagai posisi berkomunikasi satu sama lain. 4. Dependensi Mutual Fungsi dari cara adaptasi dependensi mutual juga berkaiatan dengan kebutuhan integritas, tetapi titik awalnya adalah kemampuan dan keinginan untuk membantu, menghormati, menghargai dan mencintai orang lain. D. Hubungan model dengan paradigma keperawatan 1. Manusia Menurut Roy, manusia terus berinteraksi dan beradaptasi dengan perubahan lingkungannya. Mereka selalu mengupayakan keseimbangan bio-psiko-sosial. Manusia adalah sistem adaptif yang kompleks karena adaptasi terhadap lingkungan terjadi melalui proses internal(kognator dan regulator). Proses ini dapat mengarah empat cara adaptasi yang berbeda yang telah disebutkan diatas : fisiologis, citra diri, perilaku peran, dan dependensi mutual. 2. Lingkungan Lingkungan mengacuh pada semua kondisi, situasi, dan pengaruh yang mempengaruhi perkembangan dan perilaku individu dan kelompok. Lingkungan adalah factor dinamik yang terus mengalami perubahan.
8|Page
3. Sehat dan sakit Roy memandang “sehat” sebagai suatu kondisi, dan proses ketika seseorang menjadi individu yang terintegrasi dan utuh. Ide utama dari keutuhan tersebut adalah mampu menggunakan dan mengembangkan potensial individu untuk mendapatkan manfaat yang terbaik. Adaptasi meningkatkan integritas seseorang dan oleh karena itu dapat dipandang sebagai meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan individu. Bukannya melihat “sakit” sebagai kondisi yang bertentangan dengan sehat Roy memilih untuk melihatnya sebagai salah satu aspek yang membentuk pengalaman hidup total dari seseorang. Sakit biasanya terjadi jika terdapat perilaku koping yang tidak efektif. 4. Keperawatan Keperawatan dipandang sebagai mekanisme pengaturan eksternal ketika perawat memanipulasi stimulus dengan cara sedemikian rupa sehingga pasien dapat beradaptasi seadekuat mungkin. Tujuan dari keperawatan adalh untuk meningkatkan adaptasi pasien, karena adaptasi memiliki efek yang posistif pada kesehatan. Dalam proses keperawatan, yang harus beorientasi pada tujuan dan sistemik, Roy mengidentifikasi enam tahap. Dalam dua tahap pertama proses keperawatan berikut ini adalah aspek-aspek yang diperiksa dan ditentukan (misalnya dengan kuesioner):
Apakah terdapat perilaku koping yang tidak efektif?
Stimulus apa yang dapat dianggap sebagai factor yang memengaruhi?
Pada tahap ketiga, dibuat diagnosis keperawatan yang berkaitan dengan perilaku koping yang tidak efektif dalam hubungannya dengan stimulus yang ada. Penentuan tujuan prioritas menjadi dasar bagi tahap keempat dari proses keperawatan. Pada tahap kelima, strategi intervensi dipilih dan diimplementasikan. Disini ditekankan pada manipulasi stimulus meningkatkan atau menurunkan stimulus tersebut atau mempertahankannya seperti adanya, untuk meningkatkan proses adaptasi pasien. Pada tahap keenam dan tahap kesimpulan dari proses keperawatan, dilakukan evaluasi tindakan keperawatan.
9|Page
E. Konseptual model keperawatan keluarga Callista Roy mengembangkan teori adaptasi, dengan memandang keluarga sama halnya dengan individu, kelompok, organisasi social, dan akan beradaptasi terhadap perubahan baik pada lingkungan internal maupun eksternal. Koping dijadikan strategi penyelesaian keluarga. Contoh : Keluarga dengan pola menabung dan memiliki anggaran khusus untuk pengobatan tidak akan kesulitan saat salah satu anggota keluarganya ada yang membutuhkan. Berbeda dengan keluarga yang menganut faham konsumtif, tidak memiliki kebiasaan menabung, sehingga tidak memiliki kesiapan saat salah satu anggota keluarganya ada yang sakit dan sangat membutuhkan biaya pengobatan.
10 | P a g e
BAB III PEMAPARAN JURNAL JURNAL KE-1 MODUS ADAPTASI PASIEN DIABETES MELLITUS TERHADAP PENYAKIT YANG DI DERITA DENGAN PENDEKATAN KONSEP MODEL SISITER CALISTA ROY Eva D.D. Cabrala,b*, Sebastianus K. Tahub, dan Petrus K. Tageb aMahasiswa S-1 Prodi Keperawatan, STIKes CHMK, Kupang 85211 bProdi Keperawatan, STIKes CHMK, Kupang 85211 *E-mail:
[email protected] ABSTRAK Penyakit diabetes mellitus merupakan penyakit degeneratif non infeksi yang bersifat menahun akibatkadar glukosa dalam darah yang tinggi. Pasien diabetes mellitus dituntut mampu beradaptasi dengan penyakitnya sehingga dapat mengatur dan menangani perubahan pola hidup yang terjadi serta dapat mengubah perilaku maladaptif ke perilaku adaptif. Tujuan penelitian ini adalah melihat pengalaman dan mekanisme adaptasi dari pasien diabetes mellitus. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Partisipan penelitian ini terdiri dari sepuluh pasien yang terdiagnosa penyakit diabetes mellitus. Pengambilan data dilakukan dengan wawancara mendalam berdasarkan tujuan penelitian. Analisa data hasil wawancara ini menggunakan Tahapan analisis data yang dikembangkan oleh Colaizzi. Temuan hasil penelitian ini antara lain: beragam perubahan fisiologis pasien diabetes mellitus, beragam perubahan psikologis pasien diabetes mellitus, beras merah diet utama pasien diabetes mellitus, penerimaan terhadap perubahan, dukungan sosial, dimensi kebutuhan, upaya penyesuan diri dengan penyakit diabetes mellitus dan Respon adaptasi. Pasien diabetes mellitus dituntut untuk mampu beradaptasi dengan penyakit diabetes mellitus ini sehingga dapat mengatur dan mengelola pola hidup yang sehat agar dapat terhindar dari berbagai bahaya yang mengancam kesehatan.
11 | P a g e
PENDAHULUAN Penyakit diabetes (DM) mellitus termasuk penyakit tidak menular yang bersifat menahun akibat kadar glukosa dalam darah yang tinggi. Penyakit tidak menular atau penyakit degeneratif sejak beberapa tahun sebelumnya telah menjadi permasalahan tersendiri bagi tiap Negara di seluruh dunia.Bersama dengan semakin meningkatnya permasalahan yang diakibatkan oleh berbagai macam penyakit menular, kasus penyakit non infeksi menimbulkan beban ganda bagi dunia kesehatan. Hingga saat ini penyakit degeneratif telah menjadi penyebab kematian terbesar di dunia. Menurut laporan WHO, disebutkan bahwa hamper 17 juta orang meninggal lebih awal setiap tahun sebagai akibat epidemi global penyakit degenerative. . METODE PENELITIAN Penelitian
ini
menggunakan
desain
penelitian
kualitatif
dengan
pendekatan
fenomenologi. Penelitian kualitatif menggunakan latar ilmiah yang bertujuan untuk menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan menggunakan berbagai metode, seperti wawancara, pengamatan dan pemanfaatan dokumen1. Dalam penelitian ini juga bermaksud untuk memahami fenomena yang sesungguhnya terjadi pada partisipan yang didiagnosis penyakit diabetes mellitus terkait mekanisme adaptasi dari penderita terhadap penyakit diabetes mellitus tersebut.
HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil analisis wawancara yang dilakukan, peneliti telah mengidentifikasi beberapa tema yang berkaitan dengan tujuan penelitian. Tema tema tersebut terdiri dari tema besar yang terdiri dari adaptasi fisiologis, adaptasi konsep diri, adaptasi fungsi peran dan adaptasi interdependen.
KESIMPULAN Gambaran pengalaman adaptasi partisipan yang mengalami penyakit diabetes mellitus dalam penelitian ini tampak pada hasil tema-tema yang ditemukan oleh peneliti. Dari masingmasing hasil temuan ini menunjukan respon partisipan baik dari segi fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan interdependen dalam menghadapi penyakit diabetes mellitus. Respon yang ditemukan ini merupakan usaha dari setiap partisipan dalam menjalankan terapi pengobatan serta usaha dalam menata pola hidup yang baru agar dapat meyesuaikan diri dengan penyakit diabetes 12 | P a g e
mellitus tersebut. Selain itu masing-masing partisipan memliki usaha yang berbeda-beda dalam menyesuaikan diri terhadap penyakit diabetes. Beberapa partisipan dengan spontan langsung bisa menyesuaikan diri terhadap penyakit sedangkan ada juga partispan lain yang sulit menyesuaikan diri karena kebiasaan pola hidup yang sudah diatur sedemikian rupa.
13 | P a g e
JURNAL KE-2 RESPON ADAPTASI FISIOLOGIS DAN PSIKOLOGIS PASIEN LUKA BAKAR YANG DIBERIKAN KOMBINASI ALTERNATIVE MOISTURE BALANCE DRESSING DAN SEFT TERAPI DI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA Lucia Anik Purwaningsih1, Elsye Maria Rosa2 1Perawat RSUP Dr Sardjito Yogyakarta 2Doktor Program Studi Magister Keperawatan UMY PENDAHULUAN Luka bakar merupakan trauma yang berdampak paling berat terhadap fisik maupun psikologis, dan mengakibatkan penderitaan sepanjang hidup seseorang, dengan angka mortalitas dan morbiditas yang tinggi (Moenajat, 2003). Kegawatan psikologis tersebut dapat memicu suatu keadaan stress pasca trauma atau post traumatic stress disorder (PTSD) (Brunner&Suddarth, 2010). Pada beberapa negara, luka bakar masih merupakan problem yang berat, perawatannya masih sulit, memerlukan ketekunan dan membutuhkan biaya yang mahal serta waktu yang lama. Perawatan yang lama pada luka bakar sering membuat pasien putus asa dan mengalami stress, gangguan seperti ini sering menjadi penyulit terhadap kesembuhan optimal dari pasien luka bakar. Oleh karena itu pasien luka bakar memerlukan penanganan yang serius dari berbagai multidisiplin ilmu serta sikap dan pemahaman dari orang-orang sekitar baik dari keluarga keluarga maupun dari tenaga kesehatan sangat penting bagi support dan penguatan strategi koping pasien untuk menerima serta beradaptasi dalam menjalani perawatan lukanya juga untuk mengurangi stres psikologis sehingga mempercepat mempercepat penyembuhan luka (Maghsoudi H, Monshizadeh S, 2010).
PENGERTIAN Luka bakar adalah suatu kerusakan integritas pada kulit atau kerusakan jaringan tubuh yang disebabkan oleh energi panas atau bahan kimia, radiasi atau elektrik. Berat dan ringannya luka bakar tergantung pada jumlah area permukaan tubuh, derajat kedalaman dan lokasi luka bakar yang terjadi (Suriadi, 2007). Menurut Moenadjat (2003), pembagian kerusakan jaringan luka bakar sebagai berikut: a. Zona Koagulasi/ Zona Nekrosis 14 | P a g e
Daerah yang langsung mengalami kerusakan koagulasi protein akibat pengaruh cedera termis, hampir dapat dipastikan jaringan ini mengalami nekrosis beberapa saat setelah kontak, karenanya disebut juga zona nekrosis. b. Zona Statis Daerah yang berada diluar atau disekitar zona koagulasi, di daerah ini terjadi kerusakan endotel pembuluh darah disertai kerusakan trombosit dan lekosit, sehingga terjadi gangguan perfusi diikuti perubahan permeabilitas kapiler dan respon inflamasi lokal. Proses ini berlangsung 2 - 24 jam setelah cedera, dan mungkin akan berakhir dengan nekrosis jaringan. c. Zona Hiperemi Daerah diluar zona statis, ikut mengalami reaksi berupa vasodilatasi tanpa banyak melibatkan reaksi seluler. Zona ketiga ini dapat mengalami penyembuhan spontan atau berubah menjadi zona kedua bahkan zona pertama. STRES DAN ADAPTASI MODEL ROY a. Definisi Stres Stres merupakan suatu kemampuan tubuh menyesuaikan diri. Roy dalam Tommey & Alligood (2006) mengemukakan bahwa seseorang sebagai system terbuka yang dapat menyesuaikan diri (adaptive system), sebagai `satu kesatuan yang mempunyai input, proses dan output. Stesor merupakan input yang dapat menimbulkan respon. Input merupakan suatu stimulus yang dibagi dalam tingkat fokal, kontekstual dan residual. Stimulus fokal yaitu perubahan atau situasi yang segera mempengaruhi individu atau berlawanan dengan system manusia, stimulus kontekstual merupakan stimulus yang mempengaruhi terhadap stimulus fokal., stimulus residual merupakan stimulus yang efeknya terhadap situasi yang tidak jelas, merupakan karakteristik, nilai-nilai dan sikap individu yang telah dikembangkan dari pengalaman masa lalu dan kepercayaan. b. Adaptasi Model Roy Roy dalam Tommey & Alligood (2006), menjelaskan bahwa untuk melakukan proses kontrol menggunakan mekanisme koping sistem regulator dan kognator. Subsistem regulator merupakan gambaran respon berkaitan dengan perubahan pada sistem saraf kimia tubuh dan organ endokrin. Subsistem regulator merupakan mekanisme kerja utama yang berespon dan beradaptasi terhadap stimulus lingkungan. Subsistem kognator merupakan gambaran respon yang berkaitan dengan perubahan kognitif dan emosi, termasuk 15 | P a g e
didalamnya persepsi, proses informasi, pembelajaran dan emosional. Subsistem regulator dan kognator dimanifestasikan kedalam empat mode yaitu mode fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan interdependensi. Mode fisiologis meliputi oksigen, nutrisi, eliminasi, aktivitas & istirahat, proteksi, sensori, cairan & elektrolit, fungsi neurologis & endokrin yang menimbulkan adaptasi secara fisiologis untuk mempertahankan homeostasis. Mode konsep diri meliputi physical self, personal self adalah keyakinan akan perasaan diri sendiri yang mencakup persepsi, perilaku dan respon. Mode fungsi peran adalah ketidakseimbangan mempengaruhi fungsi dan peran yang diemban seseorang baik secara primer, sekunder atau tersier. Mode interdependensi adalah kemampuan seseorang untuk mengintegrasikan masingmasing komponen menjadi satu kesatuan yang utuh. Output sistem adaptasi untuk menghadapi stress menurut Roy, ada 2 yaitu respon adaptif dan respon inefektif.
METODE PENELITIAN Desain penelitian ini adalah action research untuk mengetahui respon adaptasi fisiologis dan psikologis pasien luka bakar yang diberikan kombinasi alternative moisture balance dan SEFT terapi. Sampel adalah total populasi dengan accidental sampling yang memenuhi kriteria inklusi. Pengambilan data berlangsung dalam 2 tahap, pengambilan data respon adaptasi fisiologis fungsi proteksi proses penyembuhan luka bakar dengan metode observasi dilakukan selama kurang lebih 4 bulan, dari bulan Maret 2014 sampai dengan Juni 2014 dan data tentang respon adaptasi psikologis fungsi konsep diri physical self dengan metode pengisian kuesioner dan wawancara terstruktur dilakukan setelah responden mencapai proses penyembuhan dengan jaringan epitelisasi atau granulasi >25% TBSA (Total Body Surface Area) yang berlangsung dalam periode waktu tersebut. Penelitian ini telah mendapat persetujuan dari Komite Etik Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada dan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian ini tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian-penelitian sebelumnya yang menemukan usia antara 18 -52 tahun dengan luas luka 15 - 52% TBSA (Gavante&Montone, 2010) dan usia terbanyak antara 20 – 40 tahun 61.1% dengan ratarata luas luka 39%TBSA (Gowry, dkk, 2012). Sementara Othman pada tahun 2010 menemukan luas luka dalam rentang 10 – 48%TBSA terdapat pada responden dalam rentang usia antara 18 – 45 tahun (Othman, dkk, 2010), yang juga terbukti pada hasil penelitian ini. Peneliti juga sependapat 16 | P a g e
bahwa luka bakar merupakan trauma yang disebabkan sebagain besar karena kelalaian di rumah ataupun di tempat kerja, dapat terjadi pada usia tersebut yang tergolong dengan usia produktif, dimana pada usia tersebut fungsi dan peran adalah sebagai pekerja, sehingga sangat dimungkinkan kejadian trauma banyak terjadi saat melakukan aktivitas dalam bekerja. Sedangkan luas luka bakar sangat dipengaruhi oleh penyebab terjadinya luka bakar dan situasi saat terjadinya luka bakar.
PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian tentang kombinasi alternative moiusture balance dressing dan SEFT terapi dalam meningkatkan respon adaptasi psikologis dan proses penyembuhan luka bakar di RSUP Dr.Sardjito dan setelah dilakukan analisa serta pembahasan, maka dapat dirumuskan beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Respon adaptasi fisiologis fungsi proteksi proses penyembuhan luka pasien luka bakar yang diberikan kombinasi alternative moisture balance dressing dan SEFT terapi adalah adaptif. Proses penyembuhan luka berlangsung lebih baik dan efektif dengan hasil penyembuhan luka sebagian besar complete, pada derajat III dan derajat II sebagian besar (87,5%) terisi jaringan granulasi dan epitelisasai antara 75 -100 % dari luas luka. 2. Respon adaptasi psikologis fungsi konsep diri physical self pasien luka bakar yang diberikan SEFT terapi adalah adaptif, sebagai berikut: a. Perasaan menjadi tenang dan nyaman, ikhlas dan pasrah, suka cita dan nyeri berkurang. b. Penerimaan terhadap kondisi fisik: tidak merasa malu, tidak merasa rendah diri, ikhlas, tidak merasa terganggu. c. Harapan dan motivasi responden terhadap kondisi kesehatan berharap cepat sembuh, berkumpul dengan keluarga dan dapat bekerja lagi.
17 | P a g e
JURNAL KE-3
KESIAPAN PENINGKATAN KOPING PASIEN FRAKTUR DENGAN PERUBAHAN HARGA DIRI DAN PERFORMA PERAN DI RSO Prof. Dr. R. SOEHARSO SURAKARTA Budi Prasetyo Dosen Politeknik Kesehatan Majapahit PENDAHULUAN WHO mencatat, kejadian fraktur ekstremitas akibat kecelakaan lalu lintas tahun 2011 sebanyak 1,3 juta jiwa. Sebanyak 67% merupakan penduduk usia produktif. Estimasi kecelakaan lalu lintas di Indonesa per 100.000 populasi mencapai 17,7% (WHO, 2013). Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, tercatat sebanyak 4.888 jiwa (5,8%) mengalami fraktur (BPPK, 2013). Hal ini dapat disimpulkan bahwa masalah kesehatan akibat fraktur masih cukup besar.
TINJAUAN PUSTAKA 1. Fraktur Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik (Price dan Wilson, 2006). Penyebab fraktur adalah peristiwa trauma, kecelakaan, dan hal-hal patologis (Long, 2006). Terdapat 2 jenis fraktur, yaitu fraktur tertutup (closed fracture) dan fraktur terbuka (open fracture) (Mansjoer, 2010). 2. Fiksasi Eksternal Fiksasi eksternal merupakan aspek penting dari manajemen fraktur kompleks termasuk didalamnya adalah fiksasi dengan bingkai Ilizarov yang terdiri berbagai pin yang menembus tulang dan melekat pada bingkai logam melingkar (Santy, Vincent, Duuield, 2008). Indikasi utama 3. Konsep Diri Konsep diri adalah gambaran yang dimiliki orang tentang dirinya. Konsep diri merupakan gabungan dari keyakinan yang dimiliki individu tentang mereka sendiri yang meliputi karakteristik fisik, psikologis, sosial, emosional, aspirasi dan pencapaiannya (Keliat, 2008).
18 | P a g e
4. Model Adaptasi Roy Penerima asuhan keperawatan adalah individu, keluarga, kelompok, masyarakat sebagai “Holistic adaptif system” dalam segala aspek yang merupakan satu kesatuan (Roy, 2009). Konsep Mayor yang membangun kerangka konseptual Model Adaptasi Roy adalah: system; derajat adaptasi; problem adaptasi; stimulus fokal; stimulus konstekstual; stimulus residual; proses regulator; proses kognator; model efektor adaptif; respon adaptif; fisiologis; konsep diri; penampilan peran; dan interdependensi (Roy, 2009).
METODE PENELITIAN Penelitian menggunakan desain kualitatif fenomenologi. Populasi penelitian adalah pasien yang mendapatkan penatalaksanaan pemasangan fiksasi eksternal (termasuk ilizarov) yang menjalani rawat inap dan rawat jalan (kontrol) di RSO Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta. Pemilihan sampel dengan teknik total sampling dan mendapatkan 7 orang partisipan. Penelitian dilaksanakan 4 minggu. Instrumen menggunakan wawancara mendalam dan fields note yang telah diuji validitas dan realibilitas. Pengolahan dan analisa data menggunakan metode interpretasi data (Speziale dan Carpenter, 2003) dan software NVIVO 9.0.204.0. Penelitian dijalankan dengan menerapkan prinsip beneficence, prinsip justice, dan prinsip selfdetermination. HASIL PENELITIAN Dua orang partisipan dilakukan pemasangan fiksasi eksternal akibat fraktur dengan diagnosa close fracture femur sinistra grade III dan open fracture tibia sinistra grade IIIb. Empat orang partisipan akibat infeksi dengan diagnosa non union post open reduction eksternal fixation tibia dextra, infected non union distal radius sinistra, dan osteomyelitis tibia dextra. Satu orang partisipan sebagai lanjutan terapi pemasangan ilizarov external fixation sebelumnya. Terdapat 3 partisipan dengan pemasangan fiksator baru yang diwawancarai pada pada hari ke-3 sampai ke-4 setelah operasi dan satu orang partisipan diwawancarai pada 1 bulan setelah operasi. Pada partisipan yang datang untuk kontrol, terdapat 3 orang yang diwawancarai pada saat kontrol minggu ke-2, bulan ke-3, dan bulan ke-5 etelah operasi.
19 | P a g e
PEMBAHASAN 1. Harga Diri Harga diri positif dinyatakan oleh 1 orang partisipan. Partisipan mengungkapkan kelebihan yang masih bisa dilakukan dalam keadaan terpasang fiksasi eksternal. Seseorang memiliki harga diri positif apabila mampu menunjukkan keberadaannya dibutuhkan oleh banyak orang, dan menjadi bagian yang dihormati oleh lingkungan sekitar (Suliswati, 2005). Pada kondisi seperti ini, peran perawat sangat penting dalam memberikan penguatan untuk mengarahkan partisipan tetap mempertahankan harga diri positif. Harga diri rendah situasional, dinyatakan oleh 6 orang partisipan. Mereka merasa malu atas kondisi fisiknya dan merasa tidak berdaya akibat kehilangan perannya. Situasi ini merupakan situasi awal yang terjadi pada kasus pemasangan fiksasi eksternal. Namun, jika tidak diatasi akan mengarah pada gangguan harga diri rendah kronis yang memberikan dampak buruk pada proses rehabilitasi bahkan bersifat merusak diri sendiri (Kozier 2011). Penelitian Aryani (2011) mendapatkan bahwa pasien dengan pemasangan fiksasi eksternal menyatakan tidak mempunyai semangat hidup dan merasa tidak mempunyai masa depan. Pada kondisi seperti ini, peran perawat dan tindakan kolaboratif dengan psikolog sangat penting dalam pemberian konseling kepada pasien agar siap meningkatkan harga diri nya. 2. Performa peran Ketidakefektifan performa peran, disampaikan oleh 4 orang partisipan akibat kehilangan peran, baik dalam keluarga, pekerjaan, maupun masyarakat. Hambatan interaksi sosial, disampaikan oleh semua partisipan karena keterbatasan mereka dan ada sebagian partisipan menolak untuk berinteraksi. Penelitian Paterson (2007), mendapatkan hasil bahwa fiksasi ekstenal pada fraktur terbuka, mempengaruhi hubungan teman sebaya. Artinya terdapat hambatan interaksi sosial pada pasien dengan pemasangan fiksasi eksternal. Partisipan menyatakan menerima reaksi negatif dari orang sekitar seperti tatapan aneh, rasa jijik, dan pertanyaan-pertanyaan yang tidak menyenangkan sehingga memilih untuk membatasi interaksi sosial. Individu dikatakan mempunyai performa peran positif jika mampu untuk berperan aktif dalam lingkungan, sekaligus menunjukkan bahwa keberadaannya sangat diperlukan oleh lingkungan (Suliswati, 2005). Dukungan melalui kelompok sosial dan perawat dalam pendampingan interaksi sangat bermanfaat dalam mengatasi hal ini.
20 | P a g e
3. Koping Koping defensif dilakukan partisipan dalam bentuk pernyataan penyangkalan, respon non verbal tertawa menghina, dan perilaku tidak patuh kontrol. Koping tidak efektif dilakukan partisipan dalam bentuk emosi/ marah dan penyalahgunaan zat terlarang, dan perilaku tidak kontrolsama sekali. Mekanime koping dipelajari individu sejak awal timbulnya stresor dan orang menyadari dampak dari stresor tersebut (Keliat, 2008). Penelitian ini mendapatkan bahwa partisipan dengan pengalaman koping defensif dan tidak efektif terjadi pada partisipan laki-laki di usia remaja – dewasa muda pada tahap awal penyembuhan penyakit. Kesiapan meningkatkan koping diwujudkan dalam tekad partisipan untuk sembuh. Kesiapan meningkatkan pengambilan keputusan, dinyatakan semua partisipan dalam bentuk tekad untuk sembuh dan kemampuan dalam mengatasi kekhawatirannya. Kesiapan meningkatkan koping keluarga dinyatakan oleh partisipan tentang perhatian dan dukungan yang diberikan keluarga kepada partisipan selama menjalani program pengobatan.
PENUTUP Mayoritas partisipan dengan fraktur di RSO Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta menyampaikan munculnya kondisi harga diri rendah situasional. Lebih dari setengah partisipan menyampaikan kondisi peran efektif dengan kondisi yang frakturnya. Koping defensif dan koping tidak efektif disampaikan lebih dari setengah partisipan. Kesiapan partisipan dalam meningkatkan koping individu disampaikan lebih dari setengah partisipan. Kesiapan partisipan dalam meningkatkan koping keluarga disampaikan oleh seluruh partisipan.
21 | P a g e
JURNAL KE-4 DUKUNGAN KELUARGA MEMPENGARUHI KEMAMPUAN ADAPTASI (PENERAPAN MODEL ADAPTASI ROY) PADA PASIEN KANKER DI YAYASAN KANKER INDONESIA CABANG JAWA TIMUR R. Khairiyatul Afiyah Fakultas Keperawatan dan Kebidanan Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya E-mail:
[email protected]
ABSTRAK Banyak pasien kanker yang tidak dapat beradaptasi dengan penyakitnya, karena berasumsi kanker adalah suatu penyakit mematikan. Tujuan penelitian ini mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan kemampuan adaptasi pada pasien kanker di Yayasan Kanker Indonesia Cabang Jawa Timur. Desain penelitian adalah analitik dengan rancangan cross sectional. Populasi penelitian adalah seluruh pasien kanker di Yayasan Kanker Indonesia Cabang Jawa Timur sebesar 30 pasien. Sampel sebesar 27 responden dengan menggunakan teknik Simple Random Sampling. Variabel independen dukungan keluarga dan variabel dependen kemampuan adaptasi. Instrumen yang digunakan lembar kuesioner, dianalisis menggunakan uji Mann Whitney dengan tingkat signifikan α = 0,05. Hasil penelitian didapatkan sebagian besar (70,4%) dukungan keluarga baik dan sebagian besar (63,0%) pasien mempunyai kemampuan adaptif. Dari analisis uji Mann Whitney menunjukan hasil p = 0,001 tingkat signifikasi α = 0,05 maka H1 diterima karena p < 0,05 berarti ada hubungan antara dukungan keluarga dengan kemampuan adaptasi pada pasien kanker di Yayasan Kanker Indonesia Cabang Jawa Timur. Semakin besar dukungan keluarga maka pasien kanker akan semakin mudah beradaptasi dengan penyakitnya.
PENDAHULUAN Pada dasarnya manusia mempunyai sifat yang holistik yaitu makhluk fisik dan sekaligus psikologis yang saling mempengaruhi, sehingga apa yang terjadi dengan kondisi fisik akan mempengaruhi pula kondisi psikologis (Lubis, 2009). Kondisi tersebut dapat dialami pada seseorang dengan penyakit keganasan seperti penderita kanker. Kanker merupakan penyakit mematikan kedua setelah penyakit kardiovaskuler. Penyakit ini tidak hanya berdampak pada fisik tetapi juga psikologis. Saat pertama kali didiagnosa kanker, reaksi psikologis yang dapat muncul pada umumnya merasa shock mental, takut, tidak bisa menerima kenyataan, sampai pada keadaan 22 | P a g e
depresi (Hawari, 2008). Kondisi tersebut dapat diminimalisir dengan dukungan keluarga, dukungan dapat berupa motivasi, do’a, informasi, dan emosi.
METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan cross sectional yaitu untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan kemampuan adaptasi pada pasien kanker dimana kedua variabel tersebut diukur dalam satu waktu. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien kanker di Yayasan Kanker Indonesia Cabang Jawa Timur pada bulan April yaitu sebesar 30 pasien. Cara pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan pengambilan sampel secara probability sampling dengan teknik yang digunakan simple random sampling. Dimana semua subyek mempunyai kesempatan yang sama untuk dijadikan sampel dengan cara acak. Lokasi penelitian ini dilakukan di Yayasan Kanker Indonesia Cabang Jawa Timur. Waktu penelitian ini dilakukan di bulan April 2016. Variabel bebas pada penelitian ini adalah dukungan keluarga. Variabel Dependen pada peneliti ini adalah kemampuan adaptasi.
PEMBAHASAN 1. Dukungan keluarga Hasil penelitian pada tabel 5.9 diketahui bahwa sebagian besar (70,4%) penderita kanker mendapatkan dukungan keluarga baik. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kepedulian keluarga terhadap kesehatan penderita kanker diperhatikan dengan baik. Keluarga menyadari bahwa kanker dan terapinya memiliki dampak fisik dan psikologis, Jika gangguan fisik dimanifestasikan dalam bentuk keluhan nyeri, mual, sampai komplikasi organ maka gangguan psikis bisa dimanifestasikan dalam bentuk keluhan depresi, cemas, gugup, dan perasaan tidak berguna, untuk mengurangi gejala dari kanker dan pengobatannya tersebut maka keluarga memberikan dukungan agar kelangsungan pengobatan yang dijalani oleh pasien tersebut dapat berjalan dengan lancar sehingga kesehatannya meningkat dan mempunyai motivasi untuk sembuh. Tanpa dukungan keluarga, kesehatan penderita kanker akan mengalami penurunan. 2. Kemampuan Adaptasi Berdasarkan penelitian pada pasien kanker di Yayasan Kanker Indonesia Surabaya, tabel 5.10 menunjukkan dari 27 responden, sebagian besar (63%) adaptif. Hal ini 23 | P a g e
menunjukkan bahwa pasien kanker sudah melewati respon psikologis yang ditunjukkan dalam penelitian ini baik terkait diagnosis kanker maupun efek dari pengobatannya. Adanya diagnosis kanker dirasakan sebagai proses berduka yang sangat sulit untuk mereka hadapi. Umumnya saat pertama kali mengetahui dirinya didiagnosis penyakit kanker direspon dengan perasaan kaget dan tidak percaya (denial). Roy menguraikan bahwa bagaimana individu mampu meningkatkan kesehatannya dengan cara mempertahankan perilaku secara adaptif karena menurut Roy, manusia adalah mahluk holistic yang memiliki sistem adaptif yang selalu beradaptasi (Tomey & Alligood, 2006). 3. Hubungan dukungan keluarga dengan kemampuan adaptasi pada pasien kanker Berdasarkan hasil uji statistik terhadap hubungan dukungan keluarga dengan kemampuan adaptasi pada pasien kanker melalui alat uji Mann-Whitney dengan menggunakan program SPSS versi 21.00, didapatkan nilai p < a = 0,05, yakni 0,01. Hal ini berarti Ho ditolak atau ada hubungan dukungan keluarga dengan kemampuan adaptasi pada pasien kanker di Yayasan Kanker Indonesia Surabaya. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa dukungan keluarga berpengaruh terhadap kemampuan adaptasi. Apabila dukungan keluarga baik, maka pasien akan mudah beradaptasi dengan penyakitnya. Sebaliknya, apabila dukungan keluarga kurang, maka pasien akan sulit beradaptasi dengan penyakitnya. Bentuk bentuk dukungan yang diberikan tidak berupa saran, nasehat, atau support saja, namun berupa tindakan nyata dengan mengontrol, menjadwal, dan mendampingi ketika menjalani serangkaian pengobatan kanker. Bentuk dukungan bersifat informasional (saran, anjuran), emosional (simpati dan empati), instrumental (penyediaan makanan, pengaturan jadwal, pendampingan dan sebagainya) dan penilaian (informasi kondisi sebenarnya
KESIMPULAN 1. Simpulan \ a. Dukungan keluarga di Yayasan Kanker Indonesia Cabang Jawa Timur sebagian besar dukungan baik. b. Kemampuan adaptasi di Yayasan Kanker Indonesia Cabang Jawa Timur hampir setengahnya adalah adaptif. c. Dukungan keluarga mempengaruhi kemampuan adaptasi pada pasien kanker di Yayasan Kanker Indonesia Cabang Jawa Timur.
24 | P a g e
JURNAL KE-5
MEKANISME KOPING PADA ODHA DENGAN PENDEKATAN TEORI ADAPTASI CALLISTA ROY (Coping Mechanism on People Living with HIV Using Theory of Adaptation Callista Roy) Sandu Siyoto*, Yuly Peristiowati*, Eva Agustina* *STIKes Surya Mitra Husada Kediri Email :
[email protected] ABSTRAK
ABSTRAK Pendahuluan: Dampak negatif yang ditimbulkan oleh individu yang hidup dengan HIV/AIDS adalah masalah fisik, psikososial dan emosional, sehingga ODHA perlu untuk meningkatkan mekanisme koping kearah adaptif. Roy menjelaskan ada 3 stimulus yang dapat mempengaruhi mekanisme koping yaitu stimulus fokal, stimulus kontektual,stimulus residual. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan mekanisme koping berdasarkan Teori Adaptasi Roy. Metode: Desain penelitian menggunakan analitik korelasional pendekatan cross sectional, 30 responden dipilih dengantehnik purposive sampling.Instrumen penelitian menggunakan kuesioner. Hasil: Hasil penelitian menunjukan stimulus fokal, stimulus kontektual, adan stimulus residual berhubungan dengan mekanisme koping pada ODHA, sebagian besar responden memiliki mekanisme koping negatif sebanyak 18 responden (60.0%) dan mekanisme koping positif sebanyak 12 responden (40.0%). Diskusi: Berdasarkan hasil analisa menunjukan ada hubungan stimulus fokal p-value = 0.018 dan stimulus kontektual p-value = 0.004, sedangkan stimulus residual tidak ada hubungannya dengan mekanisme koping pada ODHA di KDS friendship plus Kota Kediri.Selama bergabung dalam kelompok dukungan sebaya ODHA mempunyai wadah untuk mencurahkan perasaan dan emosi serta dapat berkomunikasi sosial dengan baik, sehingga adanya stimulus fokal dan kontektual dari KDS dapat menstimulasi respon kognator dan regulator yang dapat mempengaruhi fungsi fisiologis sehingga mampu beradaptasi secara adaptif.
25 | P a g e
PENDAHULUAN HIV/AIDS merupakan masalah kesehatan yang mengancam Indonesia dan banyak negara di seluruh dunia. Saat ini tidak ada negara yang terbebas dari masalah HIV/AIDS. HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang menyerang system kekebalan tubuh manusia lalu menimbulkan AIDS. AIDS (Acquired Immuno Deficiency Sindrom) merupakan kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh virus HIV yang merusak sistem kekebalan tubuh manusia (Zein 2006) Penderita HIV/AIDS mempunyai masalah terkait dengan mekanisme koping, karena masih banyaknya stigma negatif dari masyarakat tentang HIV/AIDS sehingga banyak penderita HIV/AIDS yang mengisolasi diri dari lingkungannya dan banyak penderita HIV/AIDS yang menganggap dirinya tidak berguna lagi. Dengan adanya gangguan psikis pada pasien HIV/AIDS sehingga berakibat juga pada penurunan sistem kekebalan tubuh dan sistem imun (Yayasan Spiritia 2006). BAHAN DAN METODE Desain Penelitian ini menggunakan “Analitik Korelasional”dengan menggunakan model rancangan cross sectiona.lPopulasipenelitian ini semua ODHA yang ada di Kelompok Dukungan Sebaya Friendship Plus di Kota Kediri yang berjumlah 221 orang. Tehnik sampling Purposivedenganjumlah sampel 30 responden. Instrumen penelitian menggunakanKuesioner. analisis data menggunakan uji statistik Regresi Logistik α = 0,05. HASIL Data Umum Data umum akan menyajikan karakteristik responden.Berdasarkan karakteristik responden menunjukkan sebagian besar usia resonden berumur 25-35 tahun sebanyak 20 (67%), 18 responden (60%) berjenis kelamin laki-laki. Sebagian besar sudah pernah mendapatkan informasi tentang HIV/AIDS sebanyak 22 responden (73%) dan sebanyak 13 responden (43%) telah terkena HIV/AIDS selama ≤1 tahun.
26 | P a g e
PEMBAHASAN Hasil penelitian di KDS Kota Kediri di dapatkan bahwa sebagian besar ODHA memiliki mekanisme koping yang negatif yaitu sebanyak 18 responden dengan presentase (60.0%) . Stimulus fokal dengan kategori tinggi sebanyak 12 responden yaitu (40.0%), stimulus fokal dengan kategori rendah sebanyak 10 responden yaitu sebesar (33.3%) stimulus fokal dengan kategori sedang sebanyak 8 responden yaitu sebesar (26.7%,) dan stimulus fokal dengan kategori tinggi sebanyak 12 responden (40.0%). Stimulus kontektual dengan kategori rendah adalah sebanyak 12 responden yaitu sebesar (40.0%)responden dengan stimulus kontektual kategori sedang adalah sebanyak 10 responden (33.3%) dan stimulus kontektual dengan kategori tinggi adalah sebanyak 8 respoden (26.7%). stimulus residual dalam kategori rendah sebanyak 17 responden yaitu sebesar (56.7%) dan yang memiliki stimulus residual dalam kategori tinggi yaitu sebesar 6 responden (20.0%). Hasil analisis dari uji statistik regresi logistik menunjukan bahwa ada hubungan antara stimulus fokal dengan mekanisme koping pada ODHA dengan p-value = 0.018 < (0.05). Stimulus kontektual dengan mekanisme koping menunjukan hasil p-value = 0.004 < (0.05). stimulus residual dengan mekanisme koping menunjukan hasil pvalue = 0.111 > (0.05). Roy menjelaskan bahwa respon yang menyebabkan penurunan integritas tubuh akan menimbulkan suatu kebutuhan dan menyebabkan individu tersebut berespon melalui upaya atau perilaku tertentu. Setiap manusia selalu berusaha menanggulangi perubahan status kesehatan dan perawat harus merespon untuk membantu manusia beradaptasi terhadap perubahan ini. Roy mendefinisikan lingkungan sebagai semua kondisi yang berasal dari internal dan eksternal,yang mempengaruhi dan berakibat terhadap perkembangan dari perilaku seseorang dan kelompok untuk menuju ke mekanisme koping yang adaptif. Yang mempengaruhi suatu stimulus kontektual adalah adanya perubahan eksternal yaitu adanya gangguan fisik, kimiawi, psikologis. Sedangkan adanya perubahan internal yaitu adanya gangguan proses mental (pengalaman, emosional dan kepribadian) dan proses stressor biologis (sel maupun molekuler) (Nursalam, & Kurniawati 2008).
27 | P a g e
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan Regresi Logistik kesalahan α < 0,05 didapatkan hasil signifikan nilai P = 0.018 < 0.05 untuk stimulus fokal,stimulus kontektual P = 0.004< 0.05yang berarti ada hubungan dengan Mekanisme Koping pada ODHA dan stimulus residual p = 0.111 > (0.05) yang berarti tidak ada hubungan dengan mekanisme koping pada ODHA, faktor yang paling dominan adalah faktor stimulus kontektual dengan nilai Uji Wald stimulus kontektual adalah 8.244 dengan nilai signifikan p-value 0.004 < 0.05. Saran Bagi responden Diharapkan ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) lebih memiliki sikap percaya diri dalam melakukan aktifitas sehari-hari, dan juga ODHA bisa bertanya ketenaga kesehatan jika terjadi masalah fisik maupun psikis.
28 | P a g e
BAB IV PENUTUP A. Simpulan Pengertian model konseptual adaptasi adalah bagaimana individu mampu meningkatkan kesehatan dengan cara mempertahankan perilaku adaptif dan mengubah perilaku maladaptive. Individu/ manusia merupakan holistice adaptive system yang selalu beradaptasi secara keseluruhan. Dari pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan dari aplikasi model konseptual keperawatan komunitas menurut Roy adalah untuk mempertahankan perilaku adaptif dan mengubah perilaku maladaptive pada komunitas. Upaya pelayanan keperawatan yang dapat dilakukan antara lain meningkatkan kesehatan dengan cara mempertahankan perilaku adaptif
serta memberikan intervensi perawatan yang ditujukan untuk menekan stressor
meningkatkan mekanisme adaptasi. B. Saran Dalam pembuatan makalah ini penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kesalahan, kekurangan serta kejanggalan baik dalam penulisan maupun dalam pengonsepan materi. Untuk itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar kedepan lebih baik dan penulis berharap kepada semua pembaca mahasiswa khususnya, untuk lebih ditingkatkan dalam pembuatan makalah yang akan datang.
29 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA Mubarak, Wahit Iqbal & Nurul Chayatin. 2013. Ilmu Keperawatan Komunitas Pengantar dan Teori.Jakarta : Salemba Medika Blais, Kathleen Koening, Janice S. Hayes, Barbara Kozier & Glenora Erb. 2006. Praktik Keperawatan Profesional Konsep dan Perspektif Edisi 4.Jakarta: EGC Basford, Lynn & Oliver Slevin. 2006. Teori dan Praktik Keperawatan Pendekatan Integral Pada Asuhan Pasien.Jakarta : EGC Anderson, Elizabeth T & Judith McFarlane. 2016. Keperawatan Komunitas Teori dan Praktek Edisi 3. Jakarta : EGC Setiawati, Santun & Agus Citra Demawan. 2008. Penuntun Praktis Asuhan Keperawatan Keluarga. Jakarta : Trans Info Media Calabrala, Eva D.D, Sebastianus K. Tahub, & Petrus K. Tageb. 2016. Modus Adaptasi Pasien Diabetes Mellitus Terhadap Penyakit Yang Di Derita Dengan Pendekatan Konsep Model Sisiter Calista Roy CHM-K Health Journal Volume 11 No.2 Oktober. Kupang. Purwaningsih, Lucia Anik & Elsye Maria Rosa2. 2016.
Respon Adaptasi Fisiologis Dan
Psikologis Pasien Luka Bakar Yang Diberikan Kombinasi Alternative Moisture Balance Dressing Dan Seft Terapi Di Rsup Dr. Sardjito Yogyakarta Vol 8 No. 1 Pebruari. Yogyakarta
Prasetyo, Budi. 2014. Peningkatan Koping Pasien Fraktur Dengan Perubahan Harga Diri Dan Performa Peran Di Rso Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta Vol 6 No. 2 Nopember. Majapahit. Afiyah, R. Khairiyatul. 2017. Dukungan Keluarga Mempengaruhi Kemampuan Adaptasi (Penerapan Model Adaptasi Roy) Pada Pasien Kanker Di Yayasan Kanker Indonesia Cabang Jawa Timur Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol. 10, No. 1, Februari. Surabaya
30 | P a g e
Siyoto, Sandu, Yuly Peristiowati & Eva Agustina. 2016. Mekanisme Koping Pada Odha Dengan Pendekatan Teori Adaptasi Callista Roy (Coping Mechanism on People Living with HIV Using Theory of Adaptation Callista Roy) Jurnal Ners Vol. 11 No. 2 Oktober. Kediri
31 | P a g e