BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Mitokondria adalah tempat di mana fungsi respirasi pada makhluk hidup berlangsung. Respirasi merupakan proses perombakan atau katabolisme untuk menghasilkan energi atau tenaga bagi berlangsungnya proses hidup. Dengan demikian, mitokondria adalah pembangkit tenaga bagi sel (Purnobasuki, 2011). Berdasarkan hipotesis endosimbiosis mitokondria berasal dari sel eukariotik yang bersimbiosis dengan prokariot (bakteri) sehingga membentuk organel sel (Marguilis, 1981). Adanya DNA pada mitokondria menunjukkan bahwa dahulu mitokondria merupakan entitas yang terpisah dari sel inangnya dan hipotesis ini ditunjang oleh beberapa kemiripan mitokondria dengan bakteri. Mitokondria ini menyerupai bakteri mulai dari bereproduksi dengan cara membelah diri menjadi dua, memiliki sistem genetik sendiri, dan memiliki ribosom. Ribosom mitokondria lebih mirip dengan bakteri dibandingkan dengan ribosom yang dikode oleh inti sel eukariot (Cooper,2000). Mitokondria banyak terdapat pada sel yang memilki aktivitas metabolisme tinggi dan memerlukan banyak ATP dalam jumlah banyak, misalnya sel otot jantung. Jumlah dan bentuk mitokondria bisa berbeda-beda untuk setiap sel. Mitokondria berbentuk elips dengan diameter 0,5 µm – 1,0 µm dan panjang 1 -3 µm. Struktur mitokondria terdiri dari empat bagian utama, yaitu membran luar, membran dalam, ruang antar membran, dan matriks yang terletak di bagian dalam membran [Cooper, 2000].
Mitokondria berputar dan berubah bentuk menjadi bermacam macam konformasi. Satu mitokondria dapat menunjukkan perubahan bentuk dalam perjalanan waktu. Pada otot lurik dan sel sel lain yang mitokondrianya tidak terdapat bebas dalam sitosol plastisitas strukturnya berkurang. Plastisitas dan gerak mitokondria dalam sel menjamin penyebarluasan ATP di seluruh sel yaitu di tempat – tempat yang memerlukan ATP (Siregar, 1990).
BAB II PEMBAHASAN 1. Struktur Mitokondria
Gambar 1. Struktur Mitokondria secara umum Mitokondria banyak terdapat pada sel yang memilki aktivitas metabolisme tinggi dan memerlukan banyak ATP dalam jumlah banyak, misalnya sel otot jantung. Jumlah dan bentuk mitokondria bisa berbeda-beda untuk setiap sel. Misal pada ganggang tidak berwarna Leucathrix dan Vitreoscilla tidak mempunyai mitokondria. Spermatozoa dan flagellata tertentu seperti Chromulina hanya memiliki satu mitokondria per sel, Hati memiliki kurang lebih 800 mitokondria per sel. Pada beberapa keadaan terdapat kaitan langsung antara jumlah mitokondria pe sel dengan keperluan metabolisme sel ( Siregar, 1990). Mitokondria berbentuk elips dengan diameter 0,5 µm – 1,0 µm dan . Struktur mitokondria terdiri dari empat bagian utama, yaitu membran luar, membran
dalam, ruang antar membran, dan matriks yang terletak di bagian dalam membran [Cooper, 2000].
Gambar 2. Membran luar mitokondria dengan porin Membran luar terdiri dari protein dan lipid dengan perbandingan yang sama serta mengandung protein porin yang menyebabkan membran ini bersifat permeabel terhadap molekul-molekul kecil yang berukuran 6000 dalton. Dalam hal ini, membran luar mitokondria menyerupai membran luar bakteri gramnegatif. Selain itu, membran luar juga mengandung enzim yang terlibat dalam biosintesis lipid dan enzim yang berperan dalam proses transpor lipid ke matriks untuk menjalani oksidasi menghasilkan Asetil KoA (Purnobasuki, 2011). Dengan sifat membran yang permiabel terhadap molekul molekul di sitosol, maka pada ruang antar membran secara kimiawi berisi cairan yang sama seperti di sitosol. Ruang antar membarn mengandung beberapa enzim yang digunakan untuk mengeluarkan ATP dari matrix untuk memfosfolirasi nuleotida lain ( Albert, 2008 : 818)
Gambar 3. Membran luar, ruang antar membran, dan membran dalam mitokondria dengan cristae dan beberapa protein yang terdapat di membran dalam Membran dalam yang kurang permeabel dibandingkan membran luar terdiri dari 20% lipid dan 80% protein. Membran ini merupakan tempat utama pembentukan ATP. Luas permukaan ini meningkat sangat tinggi diakibatkan banyaknya lipatan yang menonjol ke dalam matriks, disebut krista [Lodish, 2001].
Gambar 4. Krista dan matriks mitokondria Stuktur krista ini meningkatkan luas permukaan membran dalam sehingga meningkatkan kemampuannya dalam memproduksi ATP. Membran dalam mengandung protein yang terlibat dalam reaksi fosforilasi oksidatif, ATP sintase yang berfungsi membentuk ATP pada matriks mitokondria, serta protein transpor yang mengatur keluar masuknya metabolit dari matriks melewati membran dalam ( Purnobasuki, 2011). Struktur morfologi yang paling bervariasi adalah krista. Dalam satu sel tertentu krista biasanya seragam dan khas bagi sel itu. Dalam tipe tipe sel yang berbeda, bentuk krista sangat berbeda. Sebagian besar mitokondria mempunyai krista seperti lamela atau seperti tubul. Krista yang berbentuk seperti lamela adalah yang paling umum, lamela relatif paralel atau bertumpuk tumpuk teratur. Sebagai contoh yaitu mitokondria pankreas dan ginjal (Siregar,1990). Menurut tulisan dari Purnobasuki (2011) dan Albert (2008) matrix merupakan tempat berlangsungnya reaksi-reaksi yang penting bagi sel, seperti reaksi oksidasi piruvat, siklus Krebs, reaksi oksidasi asam amino, dan reaksi
oksidasi asam lemak. Di dalam matriks mitokondria juga terdapat materi genetik, yang dikenal dengan DNA mitkondria (mtDNA), ribosom, ATP, ADP, tRNA, berbagai enzim untuk eksperesi gen mitokondria, fosfat organik serta ion-ion seperti magnesium, kalsium dan kalium .
Gambar 5. DNA mitokondria DNA mitokondria terdapat dalam bentuk
sirkular tunggal atau
“catenated”, yaitu dua atau lebih untai berkaitan bersama sama seperti kaitan dalam rantai, didalam matriks mitokondria. Satu mitokondria biasanya memiliki 2-6 kopi DNA, sehingga jumlah mtDNA per sel mencapai 108 atau bergantung pada jumlah mitokondria tipe tertentu (Siregar,1990). Peran mtDNA dalam mitokondria sama dengan peran DNA inti sel eukaruot, yaitu memproduksi rRNA, tRNA, dan mRNA. Sistem genetika mitokondria sangat bergantung kepada sistem genetika inti. Translasi dan trankripsi bergantung pada genetik inti. Bahan bahan tertentu seperti rRNA,
tRNA, dan mRNA tidak bergantung pada inti tetapi protein tertentu ditentukan oleh inti seperti protein ribosom, RNA polimerase, DNA polimerasi, tRNA aminoasil sintetase dan faktor faktor sintesis protein. Fenomena yang menarik adalah mtDNA tidak dapat diekspresi dan direplikasi tanpa bantuan inti (Siregar, 1990). Sistem semiotonom mitokondria terlihat dari cara sintesis ribosom mitokondria. RNA ribosom mitokondria ditanskripsi di mtDNA sedang protein ribosom mitokondria ditranskripsi dari DNA inti, kemudian ditranslasi pada ribosom sitoplasma dan akhirnya diangkut ke dalam mitokondria untuk perakitan partikel nukleotida (ribosom) (Siregar, 1990). GLIKOLISIS Glikolisis adalah urutan reaksi-reaksi yang mengkonversi glukosa menjadi piruvat bersamaaan dengan produksi sejumlah ATP yang relatif kecil (Stryer,2000). Glikolisis adalah suatu proses pemecahan enzimatik sebuah molekul glukosa yang mengandung 6 buah atom C sehingga akhirnya menghasilkan 2 molekul asam piruvat, yang masing-masing mengandung 3 atom C (Bawa, 1998). Pada organisme aerob, glikolisis adalah pendahuluan daur asam sitrat dan transpor elektron, yang bersama-sama meembebaskan sebagian besar ener zgi yang tersimpan pada glukosa. Pada keadaan aerob piruvat masuk mitokondria, tempat piruvat dioksidasi lengkap menjadi CO2 dan H2O. Jika penyediaan oksigen tidak mencukupi, seperti pada otot yang sedang aktif berkontraksi, piruvat dikonversi menjadi laktat. Pada keadaan anaerob, ragi mentransformasi piruvat
menjadi etanol. Pembentukan etanol dan laktat dari glukosa merupakan contoh fermentasi (Stryer,2000). Glikolisis terjadi di sitoplasma sel dan tiap tahapannya membutuhkan enzimsebagai katalisator. Tahapan-tahapan reaksi biokimia pada glikolisis ditemukan oleh seorang ahli biokimia bangsa Jerman, Embden-Meyrhoff, sehingga glikolisis juga dikenal sebagai reaksi Embden-Meyrhoff. Tahapan tersebut dapat dibagi menjadi dua fase. Fase pertama terdiri dari lima tahapan yang pertama, merupakan fase persiapan. Dalam fase ini berlangsung pengaktivan molekul glukosa dengan proses fosforilasi enzimatik, sehingga akhirnya terbentuk molekul gliseraldehida3-fosfat. Termasuk di dalam fase ini adalah heksosa yang lainnya. Fase kedua berupa lima tahapan reaksi yang berikutnya. Berlangsungnya pengubahan dua molekul gliseraldehida-3-fosfat menjadi dua molekul asam piruvat, dengan menghasilkan dua molekul ATP. (Bawa,1988).
Tahapan reaksi dalam glikolisis adalah sebagai berikut :
1. FOSFORILASI GLUKOSA
Glukosa memasuki sel dan difosforilasi oleh enzim heksokinase, yang mentransfer gugus fosfat dari ATP ke gula menjadi glukosa-6-fosfat. Heksokinase membutuhkan
Mg²⁺
(atau ion bivalen lainnya seperti Mn²⁺) untuk aktivitasnya.
Heksokinase merupakan enzim penting atau enzim alosterik yang aktivitasnya dihambat oleh produknya sendiri. ATP dibutuhkan pada proses ini untuk mengaktifkan selulosa. Muatan listrik guggus fosfat menjebak gula tadi di dalam sel karena ketidakpermeabelan membran plasma terhadap ion. Fosforilasi glukosa jugamembuat molekulnya secara kimiawi lebih reaktif. Reaksi yang terjadi bersifat irreversible. Tahapan ini terdapat di semua jenis sel. 2. PENGUBAHAN GLUKOSA 6 PHOSPATE MENJADI FRUKTOSA 6 FOSFAT
Glukosa-6-fosfat disusun ulang untuk mengubahnya menjadiisomernya, fruktosa6-fosfat. Dalam fase ini memerlukan enzim fosfoglukoisomerase untuk katalisator dalam proses isomerasi ini. Terjadi perubahan isomer dari aldosa ke ketosa. Reaksi ini berlangsung dengan cepat karena standar energi bebas yang kecil yaitu sebesar +1,7 Kj/mol.
3. FOSFORILASI FRUKTOSA 6 FOSFAT MENJADI FRUKTOSA 6 FOSFAT
Dalam langkah ini, molekul ATPnlain masih diinvestasikan dalam glikolisis, terjadi proses fosforilasi. Enzim mentransfer gugus fosfat dari ATP ke gula. Sampai sejauh ini, neraca ATP menunjukkan hasil 2 ATP. Dengan gugus fosfat pada ujung-ujung yang berlawanan, gula ini sekarang siap diuraikan menjadi setengahnya. Katalisasi dilakukan oleh enzim fosfofruktokinase, yang memerlukan bantuan Mg²⁺. Senyawa yang dihasilkan tersebut dulu dikenal dengan nama fruktosa 1,6-difosfat. Bisfosfat berarti dua gugus fosfat terpisah, sedangkan difosfat (seperto adenosin difosfat) berarti dua gugus fosfat terikat melalui ikatan anhidrida. Karenanya, hendaknya digunakan naman fruktosa 1,6-bisfosfat. 4. PENGURAIAN MOLEKUL FRUKTOSA 1,6 BIFOSFAT
Dari reaksi inilah muncul nama glikolisis. Enzim aldolase menguraikan molekul gula menjadi dua gula berkarbon tiga yang berbeda (triosa): gliseraldehida-3-fosfat dan dihidroksiaseton fosfat. Kedua gula ini merupakan satu isomer satu sama lain
5. PENGUBAHAN
DIHIDROKSIASETONFOSFAT
MENJADI
GLISERALDEHID 3 FOSFAT
Dari dua jenis molekul yang dibentuk oleh aldose, hanya gliseraldehid-3-fosfat yang dapat mengalami degradasi lebih lanjut dalam glikolisis. Dihidroksiasetonfosfat adalah ketosa, sedangkan gliseraldehi-3-fosfat adalah aldosa. Karena itu,molekul dihidroksiaseton fosfat harus diubah menjadi gliseraldehid-3-fosfat. Isomerasi gula tiga karbon terfosforilasi ini dikatalis oleh triosa fosfat isomerase. Reaksi ini cepat dan reversible. 6. OKSIDASI GLISERAL 3 FOSFAT MENJADI 1,3 BISFOSFAT
Pada tahap ini molekul gliseraldehid-3-fosfat mengalami oksidasi (melepaskan atom H) ddan fosforilasi sehingga terbentuk molekul 1,3-bisfosfogliserat. Gugusan fosfat berasal dari fosfat anorganik yang terdapat bebas di dalam sitoplasma. Reaksi ini dibantuk oleh enzim gliseraldehid fosfat dehidrogenase dengan bantuan koenzim NAD⁺. Karena NAD⁺ mengalami reduksi, terbentuklah NADH DAN H⁺, yang membawa dua elektron. Reaksi ini menghasilkan molekul 1,3-bisfosfat. 7.
PEMINDAHAN GUGUSAN FOSFAT DARI 1,3 BISFOSFATGLISERAT KE MOLEKUL ADP
Pada tahap inimolekul 1,3-bisfosfogliserat melepaskan sebuah gugusan fosfat (defosforilasi) sehingga terbentuk 3-fosfogliserat. Reaksi ini dibantu oleh enzim fosfogliseratkinase, sedangkan gugus fosfat yang terlepas digunakan untuk membentuk sebuah ATP dari molekul ADP. Akhirnya, glikolisis menghasilkan sejumlah ATP. Gugus fosfat yang ditambahkan dalam langkah sebelumnyaditransfer ke ADP dalam suatu reaksi eksergonik. Untuk setiap molekul glukosa yang memulai glikolisis, langkah 7 menghasilkan 2 molekul ATP,karena setiap produk setelah langkah penguraian gula (langkah 4) digandakan. Tentu saja, 2 ATP telah diinvestasikan sebelumnya untuk membuat gula ini siap diuraikan .Neraca ATP sekarang menjadi nol. Pada akhir langkah 7
ini, glukosa telah diubah menjadi 2 molekul 3-fosfogliserat. Senyawa ini bukanlah gula. Gugus karbonil yang menandakan gula telah dioksidasi menjadi gugus karboksil, merupakan ciri asam organik. Gula telah dioksidasi dalam langkah 6 dan sekarang energi yang disediakan oleh oksidasi itu telah digunakan untuk membuat ATP. 8. PENGUBAHAN 3 FOSFOGLISERAT MENJADI 2 FOSFOGLISERAT
Selanjutnya, enzim fosfogliserat mutase merelokasi gugus fosfat yang tersisa. Pada umumnya, mutase adalah enzim yang mengkatalis pergeseran intramolekul gugus kimia,misalnya satu gugus fosforil. Hal ini mempersiapkan substrat untuk reaksi berikutnya 9. DEHIDRASI 2 FOSFOGLISERAT MENJADI FOSFOENOL PIRUVAT
Suatu enzim membentuk ikatan ganda dalam substrat dengan cara mengekstraksi suatu molekul air untuk membentuk fosfoenolpirufat atau PEP (merupakan reakssi dehidrasi sederhana). Ini menyebabkan elektron subbstrat disusun ulang sedemikian rupa sehingga ikatan fosfatnya yang tersisa menjadi sangat tidak stabil, yaitu mempersiapkan substrat untuk reaksi berikutnya. Reaaksi ini dibantu oleh enzim enolase.
10. PEMINDAHAN GUGUSAN FOSFAT DARI FOSFOENOL PIRUVAT KE ADP
Pada tahap ini molekul fosfoenol piruvaat melepaskan gugusan fosfatnya sehingga terbentuk asam piruvat. Gugusan fosfat tersebut digunakan untuk membentuk molekul ATP dari molekul ADP. Reaksi ini dibantu oleh enzim piruvat kinase. Karena langkah ini terjadi dua kali untuk setiap molekul glukosa, neraca ATP sekarang menunjukkan selisih perolehan 2 ATP. Langkah 7 dan 10 masing-masing menghasilkan 2 ATP sehingga keseluruhan membayar kembali investasi ATP. Energi tambahan disimpan oleh langkah 6 dalam NADH, yang dapat digunakan untuk membuat ATP melalui fosforilasi oksidatif jika oksigen ada. Sementara itu, glukosa telah dipecah dan dioksidasi menjadi dua molekul piruvat, merupakan produk akhir dari jalur glikolisis ini. Jadi dalam reaksi glikolisis aerob ini menghasilkan 2 NADH, 2 ATP, dan 2 asampiruvat
Dekarboksilasi Oksidatif
(Campbell, 2008: 170)
Piruvat dioksdasi dalam reaksi dekarboksilasi tunggal yang memecah satu dari tiga atom karbon piruvat. Atom karbon ini kemudian keluar sebagai CO2. Reaksi ini membentuk gugus dua atom yang disebut gugus asetil, yang dikenal sebagai pasangan elektron dan berasosiasi dengan hidrogen dengan mereduksi NAD+ menjadi NADH. Pada reaksi, gugus asetil meninggalkan piruvat bergabung dengan kofaktor yang disebut Koenzim A, membentuk senyawa yang disebut Asetil-KoA. Reaksinya adalah sebagai berikut : Piruvat + NAD+ + KoA → Asetil-KoA + NADH + CO2 Reaksi ini menghasilkan satu molekul NADH, yang kemudian digunakan untuk memproduksi ATP, dan menghasilkan Asetil-KoA. Asetil KoA penting karena dihasilkan dari berbagai mekanisme metabolisme. Hampir semua molekul yang dikatabolis untuk energi diubah kedalam bentuk Asetil-KoA. Asetil-KoA adalah kunci dari berbagai proses metabolisme (Johnson, 2011 : 168). Piruvat memasuki mitokondria melalui transpor aktif yang dibantu oleh protein transpor. Gugus karboksil piruvat, yang telah dioksidasi sepenuhnya sehingga hanya memiliki sedikit energi kimia, disingkirkan dan dilepaskan sebagai CO2. Fragmen berkarbon 2 yang tersisa dioksidasi, membentuk senyawa yang dinamakan asetat. Suatu enzim mentransfer elektron-elektron yang terekstrasi ke NAD+, menyimpan energi dalam bentuk NADH. Koenzim A, suatu senyawa mengandung sulfur yang berasal dari vitamin B diletakkan ke asetat oleh suatu ikatan tak stabil yang membuat gugus asetil A (asetat yang melekat menjadi sangat reaktif). Karena sifat kimia gugus KoA, produk penyiapan kimiawi ini, asetil KoA, memiliki energi potensial yang tinggi. Molekul tersebut siap
memasuki gugus asetilnya ke dalam siklus asam sitrat untuk dioksidasi lebih lanjut (Campbell, 2008 : 170).
(Johnson, 2011: 168)
1. Siklus Krebs Setelah glikolisis merombak glukosa menjadi piruvat, dan piruvat dioksidasi untuk membentuk asetil KoA, langkah ketiga pembentukan energi dari glukosa dimulai. Pada tahap ini, asetil KoA dioksidasi dalam serangkaian reaksi disebut siklus asam sitrat dan terjadi di matriks mitokondria (Johnson, 2011). Siklus asam sitrat disebut juga siklus trikarboksilat dan siklus Krebs, ditemukan oleh Hans Krebs, ilmuwan Jerman pada tahun 1930an (Solomon, 2008). Siklus
Krebs merombak asetil KoA, menghasilkan CO2, atom hidrogen, dan ATP (Postletweit, 2006). Reaksi pada Siklus Krebs : Siklus Krebs terdiri atas sembilan rangkaian reaksi yang digunakan sel untuk ekstraksi
elektron dan digunakan untuk sintesis ATP. Sebuah gugus
beratom karbn dua dari asetil KoA memasuki siklus pada awal reaksi, dan dua molekul CO2 dan beberapa elektron diberikan selama siklus berlangsung (Johnson, 2011)
(Campbell, 2008).
Reaksi 1 : Kondensasi Gugus beratom karbon dua dari asetil KoA bergabung dengan molekul beratom karbon empat, oksaloasetat, membentuk molekul beratom karbon enam, sitrat. Reaksi kondensasi ini irreversible, memasukan gugus asetil beratom karbon empat kedalam siklus Krebs. Reaksi ini dihambat ketika konsentrasi ATP dalam sel tinggi dan dilakukan ketika konsentrasi ATP dalam sel rendah. Oleh sebab itu, ketika sel memiliki ATP dalam jumlah banyak, siklus Krebs berhenti dan asetil KoA diubah kedalam sintesis lemak. Reaksi 2 dan 3 : Isomerasi Sebelum reaksi oksidasi dimulai, gugus hidroksil (-OH) pada sitrat harus digantiposisikan. Berlangsung dalam dua langkah, pertama, sebuah molekul air dilepas dari satu atom karbon, kemudian molekul air akan menambah sebuah atom karbon yang berbeda. Sebagai hasil, sebuah gugus –H dan gugus –OH akan berubah posisi. Produk dari isomer sitrat adalah isositrat. Reaksi 4 : Oksidasi Pertama Pada pembentukan energi tahap pertama, isositrat akan memasuki reaksi dekarboksilasi. Pertama, isositrat dioksidasi menghasilkan pasangan elektron yang mereduksi sebuah molekul NAD+ menjadi NADH. Kemudian, oksidasi intermediet adalah dekarboksilasi; atom karbon utama terpecah membentuk CO2, menghasilkan molekul beratom karbon lima disebut α-ketoglutarat. Reaksi 5 : Oksidasi Kedua Kemudian, α-ketoglutarat dikarboksilasi oleh kompleks multienzim yang sama dengan piruvat dehidrogenase. Gugus suksinil lepas setelah pelepasan CO2
bergabung dengan koenzim A, membentuk suksinil KoA. Pada proses, dua elektron diekstraksi, dan mereduksi molekul lain dari NAD+ menjadi NADH. Reaksi 6 : Fosforilasi Tingkat Substrat Ikatan antara gugus suksinil beratom karbon empat dan KoA merupakan ikatan berenergi tinggi. Sama halnya dengan reaksi pada glikolisis, ikatan ini dipecah dan menghasilkan energi yang memacu fosforilasi guanosine diphosphate (GDP), membentuk GTP. GTP siap diubah menjadi ATP, dan fragmen beratom karbon empat yang masih disebut suksinat. Reaksi 7 : Oksidasi Ketiga Kemudian, suksinat dioksidasi menjadi fumarat. Energi bebas pada reaksi ini tidak cukup besar untuk mereduksi NAD+. Sehingga FAD yang merupakan aseptor elektron direduksi menjadi FADH2 dengan menyumbang elektron untuk rantai transport elektron pada membran. FAD tidak bebas untuk berdifusi kedalam mitokondria; pada bagian integral dari membrane dalam mitokondria. Reaksi 8 dan 9 : Regenerasi Oksaloasetat Pada dua reaksi terakhir pada siklus, sebuah molekul air ditambahkan ke fumarat membentuk malat. Malat kemudian dioksidasi menghasilkan molekul beratom karbo empat, oksaloasetat, dan dua elektron yang mereduksi molekul NAD+ menjadi NADH. Oksaloasetat, molekul yang memulai siklus, kemudian bebas untuk bergabung dengan gugus asetil berkarbon dua dari asetil KoA yang lain dan memulai siklus kembali (Johnson, 2011).
Transpor Elektron dan Fosforilasi Oksidatif Fosforilasi oksidatif adalah proses pembentukan ATP akibat transfer elektron dari NADH atau FADH2 kepada O2 melalui kompleks protein yang terdapat pada membran dalam mitokondria. Sintesis ATP terjadi jika proton dari ruang antarmembran mengalir kembali ke dalam matriks mitokondria melalui kompleks enzim.
Pada setiap putaran siklus asam sitrat terdapat empat pasang atom hidrogen dipindahkan dari isositrat, α-ketoglutarat, suksinat dan malat melalui aktivitas dehidrogenasi spesifik. Atom hidrogen ini pada beberapa tahap memberikan elektronnya dalam rantai transport elektron dan menjadi ion H+ yang terlepas dalam medium cair. Elektron tersebut dingkut sepanjang rantai molekul pembawa elektron sampai elektron mencapai sitokrom a3 atau sitokrom oksidase yang
menyebabkan pemindahan elektron ke oksigen, yakni molekul penerima elektron terakhir pada organisme aerobik. Pada saat masing-masing atom oksigen menerima atom dua elektron dai rantai tersebut, dua atom H+ yang setara dengan dua H+ yang dilepaskan sebelumnya dari dua atom hidrogen yang dipindahkan oleh dehidrogenase, diambil dari medium cair untuk membentuk H2O (Lehninger, 1995 : 150). Mula-mula molekul NADH2 memasuki reaksi dan dihidrolisis oleh enzim dehidrogenase diikuti molekul FADH2 yang dihidrolisis oleh enzim flavoprotein, keduanya melepaskan ion Hidrogen diikuti elektron, peristiwa ini disebut reaksi oksidasi. Selanjutnya elektron ini akan ditangkap oleh Fe+++ sebagai akseptor elektron dan dikatalis oleh enzim sitokrom b, c, dan a. Peristiwa ini disebut reaksi reduksi. Reaksi reduksi dan oksidasi ini berjalan terus sampai elektron ini ditangkap oleh Oksigen (O2) sehingga berikatan dengan ion Hidrogen (H+) menghasilkan H2O (air).
1. Kompleks I (NADH dehydrogenase) Kompleks
I
mengandung
enzim
NADH
reduktase
(NADH
dehidrogenase),yaitu suatu enzim besar (880 kd) yang terdiri dari paling sedikit 34 rantai polipeptida. NADH reduktase berbentuk huruf L dan terdiri dari dua bagian. Bagian horizontal hidrofobik tertanam pada membran, mengandung
subunit yang disandikan oleh DNA mitokondria, sedangkan bagian vertikal yang mengandung protein perifer membran menjulur ke dalam matriks.
Koenzim dan gugus prostetik yang ada pada NADH reduktase antara lain: a. Flavin mononukleotida (FMN).
b. Rumpun belerang-besi (Fe-S), yaitu gugus prostetik kedua dalam kompleks NADH reduktase. NADH reduktase memiliki dua rumpun [2Fe-2S] dan [4Fe4S]. Jenis pertama [2Fe-2S], mengandung dua atom besi dan dua sulfida inorganik selain empat residu sistein.
Jenis kedua [4Fe-4S], mengandung empat atom besi, empat sulfida inorganik dan empat residu sistein. Atom besi dalam kompleks-kompleks Fe berganti-ganti dalam keadaan tereduksi (Fe2+) atau teroksidasi (Fe3+).
c. Ubikuinon Ubikuinon merupakan koenzim larut lemak. Disebut ubikuinon karena kuinon terdapat dalam jumlah yang berlimpah. Q merupakan turunan dari kinon dengan ekor isoprenoid yang panjang. Jumlah unit lima karbon isopren tergantung kepada spesies. Ubikinon mengalami reduksi menjadi ubikinol (QH2), melalui pembentukan senyawa antara semikinon. Ubikuinon juga disebut koenzim Q (KoQ), merupakan suatu turunan kuinon dengan rantai samping nonpolar, panjang, terdiri dari unit isoprenoid (lima karbon bercabang). Ekor isoprenoid membuat Q menjadi sangat polar sehingga berdifusi dengan cepat dalam inti hidrokarbon membran dalam mitokondria.
Mekanisme transfer elektron pada kompleks ini adalah: 1) Pengikatan NADH dan transfer dua elektron potensialnya ke flavin mononukleotida (FMN). Gugus prostetik
kompleks tersebut menjadi
bentuk tereduksi, FMNH2. NADH + H+ + FMN FMNH2 + NAD+
2) Elektron ditransfer dari FMNH2 ke rumpun belerang-besi (Fe-S), sehingga Fe-S tereduksi.
3) Elektron dari belerang-besi kemudian diangkut ke koenzim Q atau ubikuinon (Q) sehingga ubikuinon tereduksi menjadi ubikuinol (QH2)
2.
Kompleks II
Kompleks II memiliki berat molekul yang lebih kecil daripada kompleks I, yakni 220.000 dalton. Enzim yang terdapat di kompleks ini adalah enzim suksinat dehidrogenase. Enzim ini tersusun dari dua polipeptida, suatu protein integral membran dalam mitokondria. Koenzim yang terdapat di kompleks ini adalah : a. FAD FAD merupakan koenzim yang membantu enzim suksinat dehidrogenase dalam merubah suksinat menjadi fumarat.
b. Protein belerang-besi (Fe-S).
Mekanisme transpor elektron yang terjadi :
a) Suksinat dioksidasi menjadi fumarat dengan menghasilkan FADH2 yang kemudian masuk ke dalam kompleks ini.
b) Elektron dari FADH2 kemudian ditransfer ke pusat belerang besi (Fe-S) kemudian ke ubikuinon sehingga ubikinon tereduksi menjadi ubikinol. Kompleks suksinat-Q reduktase tidak memompa proton karena perubahan energi bebas yang dikatalisisnya terlalu kecil, sehingga lebih sedikit ATP yang dihasilkan dari oksidasi FADH2 daripada NADH.
3.
Kompleks III
Pompa proton kedua dari rantai pernafasan adalah sitokrom reduktase. Sitokrom merupakan protein pemindah elektron yang mengandung heme
sebagai gugus prostetik. Atom besinya terdapat bergantian antara keadaan tereduksi (2+) dan teroksidasi (3+). Sitokrom reduktase memiliki dua jenis sitokrom, yakni b dan c. a.
Sitokrom b mengandung dua heme bH (b-566) dan bL(b560)
b.
Sitokrom c1 mengandung satu heme
c.
Protein belerang besi mengandung satu pusat 2Fe-2S
Sitokrom reduktase berfungsi mengkatalisis transfer elektron dari QH2 ke sitokrom c, dan secara bersamaan memompa proton melewati membran dalam mitokondria. Proses transfer elektron yang terjadi:
1) Ubikinon tereduksi dan diterima oleh sitokrom b 2) Dua elektron dibawa ke sitokrom c1, lalu ke sitokrom c.
4.
Kompleks IV (Sitokrom Oksidase)
Sitokrom oksidase mengkatalisis transfer elektron dari ferositokrom c (bentuk tereduksi) ke molekul oksigen sebagai akseptor elektron terakhir. Reaksi oksidasi dilakukan oleh suatu kompleks yang terdiri dari 3 subunit, yaitu sub unit I, II, dan III. Sitokrom oksidase mengandung dua gugus heme a, yaitu heme a dan heme a3 dan dua ion tembaga, yaitu CuA dan CuB.
Proses yang terjadi : 1)
Elektron dibawa menuju kompleks IV melalui ruang antar
membran. 2)
2 elektron yang dibawa sitokrom c diterima oleh sub unit I.
3)
Terjadi pemompaan 4 H+ ke ruang antar membran yang dengan O2
sebagai penerima elektron terakhir membentuk 2 molekul H2O.
Aliran sepasang elektron melalui kompleks ini menyebabkan 2H+ ditranspor ke sisi sitosol, setengah dari hasil yang diperoleh NADH reduktase, karena daya termodinamikanya lebih kecil.
SINTESIS ATP Sintesis ATP dilakukan melalui pompa ATP sintase yang memiliki dua bagian utama, yaitu :
a. Bagian F0, adalah suatu segmen hidrofobik yang membentang selebar bentangan mitokondria. F0 merupakan saluran proton kompleks ini. F0 terdiri dari empat jenis polipeptida, yaitu α, ß, γ,δ dan ε. b. Bagian F1, terdiri dari bola-bola ATPase. Peranan F1 pada keadaan normal adalah untuk sintesis ATP. F1 terdiri dari lima jenis rantai polipeptida α3, ß3, γ, δ dan ε. Transfer elektron menyebabkan H+ keluar dari membran dalam mitokondria menuju ruang antarmembran sehingga terjadi gradien proton yang tinggi, akibatnya konsentrasi H+
yang tinggi membuat ruang antarmembran bersifat
asam sehingga akan mengaktifkan enzim ATP sintase. Enzim ATP sintase mendorong ion H+ masuk ke dalam matriks melalui ATP sintase. Menurut Boyer dalam Stryer (2000), peranan gradien proton bukan untuk membentuk ATP tetapi melepaskannya dari sintase. Potensial membran positif menyebabkan sintesis ATP melalui peningkatan konsentrasi H+ lokal pada gerbang antara F0 dan F1. Translokasi tiga H+ menyebabkan pembentukan satu ATP (Stryer, 2000)
Mekanisme Shuttle NADH+H⁺ hasil dari glikolisis harus dipindah ke dalam mitokondria untuk
dioksidasi.
Padahal
membran mitokondria impermeabel
terhadap
NADH+H⁺. Oleh sebab itu, untuk diangkut ke dalam mitokondria perlu mekanisme khusus dengan menggunakan shuttle. Dinyatakan oleh Stryer (1981: 323) bahwa NADH + H⁺ akan diangkut ke dalam mitokondria hanya apaabila ratio NADH + H⁺ lebih tinggi di sitosol daripada di matriks mitokondria.
NADH
dari
proses
glikolisisharusdimasukkanterlebihdahulukedalam
membrane dalammitokondriauntukdapatdiprosesmenjadi ATP sebagai energy siappakai. Namun, membranmitokondriamerupakanmembran yang impermiabel, termasukterhadap
NADH,
sehinggauntukmelakukan
transfer
kedalammembrandalammitokondriadiperlukanadanyamekanisme
NADH shuttle.
Mekanisme shuttle dapatdibagimenjadidua, yaitu shuttle gliserol 3-fosfatdan shuttle Malat.Untuklebihjelasnyadapatdilihatpadagambar di bawahini : a. Shuttle Gliserol 3-Fosfat Hasilglikolisis
yang
dalam
sudahlangsungdapatdigunakan.Sedangkanhasil
yang
bentuk dalambentuk
ATP NADH
masihberada di daerahsitosol. Untuk dapat masuk kedalam membrane dalam mitokondria, NADH ini melepaskan ion H+ yang kemudian ditangkap oleh dihidroksiasetonfosfat (DHAP), dan selanjutnya DHAP di ubah menjadi gliseral 3-fosfat. Setelah proses pengubahan tersebut, baru dapat masuk ke dalam membrane dalam mitokondria. Setelah masuk, H+ yang dibawa tadi kemudian dilepaskan dan selanjutnya ditangkap oleh FAD sehingga membentuk FADH+. Proses pelepasan H+ ini dibantu oleh enzim gliseral-3-fosfat dehidrogenase. Karena energy ini dihasilkan dalam bentuk FADH, maka ATP yang akan dihasilkan nantinya berbeda dengan yang dalam bentuk NADH. Pada bentuk NADH dihasilkan ATP sebanyak 3, sedangkan pada FADH setara dengan 2 ATP. Sehingga, dapat diketahui bahwa dengan menggunakan shuttle gliseral-3-fosfat, ATP yang dihasilkansebanyak 2 ATP.
b. Shuttle Mallat Pada mekanisme shuttle malat, hampir sama dengan yang terjadi pada mekanisme shuttle gliseral-3-fosfat. Mulai dari lepasnya ion H+pada NADH yang kemudian ditangkap oksaloasetat. Namun, dengan menggunakan mekansime shuttle malat, oksaloasetat diubah menjadi malat. Setelah itu baru dapat masuk melewati membrane. Dengan menggunakan shuttle malat, yang dihasilkan tetap dalambentuk NADH sehingga ATP yang dihasilkan nantinya tetap 3 ATP. Pelepasan H+ sebelumnya dibantu oleh enzim malat dehidrogenase.
Perhitungan ATP Hasil dari reaksi glikolisis menghasilkan 2 NADH, 2 NADH ini apabila melewati mekanisme shuttle gliserol 3 phospat akan menghasilkan ATP setara dengan 4 ATP, kemudian di Siklus Krebs akan dihasilkan 6 NADH yang setara dengan 18 ATP dan juga 2 FADH2 yang setara dengan 4 ATP dan 2 ATP. Dan perubahan asam piruvat menjadi Asetil koa menghasilkan 2 NADH sehingga setara dengan 6 ATP. Sehingga jumlah ATP yang di dapatkan sebesar 34 ATP. Dan apabila pada reaksi glikolisis menghasilkan 2 NADH melewati mekanisme shuttle Mallat maka akan dihasilkan ATP sebesar 6 ATP. Sehingga jumlah ATP seluruhnya sebesar 36 ATP. Perhitungan ATP apabila melewati mekanisme Shuttle Mallat
Perhitungan ATP apabila melewati mekanisme shuttle gliserol 3 Phospat:
DAFTAR PUSTAKA Albert, Bruce el all. 2008. Molecular Biology of The Cell Fifth Edition. USA : Garland Science Taylor & Francis Group. Bawa, Wayan.1998. Dasar-Dasar Biologi Sel. Jakarta: Depdikbud Dikti PPLPTK.
Campbell Neil A, et al,. 2008. Biology 9th Edition. USA : Pearson Education Inc. Cooper, G. M. 2000. The Cell Molecular Approach second edition. USA : ASM Press Lehninger, Albert L. 1985. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta : Erlangga. Lodish, H. 2001. Molecular Cell Biology 4th edition. England : W.H. Freeman and Company. Marguilis, L. 1981. Symbiosis in Cell Evolution. England : W.H. Freeman and Company. Postlethweit, John H., Hopson L. Janet. 2006. Modern Biology. USA : Holt Rinehart Winston. Purnobasuki, Hery. 2011. PDF Struktur dan Fungsi sel diunduh dari www.skp.unair.ac.id pada tanggal 13 November 2014. Siregar, Arbayah. 1990. Biologi Sel. Bandung : FMIPA Institut Teknologi Bandung. Solomon, Eldra P et al,. 2008. Biology 8th Edition. USA : Thomson Higher Education. Stryer, Lubert. 2000. Biokimia. Jakarta : EGC.