Makalah Metpen Fix Bab 1-3docx.pdf

  • Uploaded by: Trii Saktti
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Metpen Fix Bab 1-3docx.pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 6,814
  • Pages: 18
Kulit Buah Naga Super Merah Diekstraksi

dengan

metode

PENGEMBANGAN FORMULASI SOOTHING GEL EKSTRAK maserasi ETANOL KULITEkstrak BUAHKulit NAGA SUPER MERAH ( Hylicereus Naga Super costaricensis Buah ) SEBAGAI SUMBER ANTIOKSIDAN UNTUK Merah PEREMAJAAN KULIT Masing-masing

kelompok

diuji

1. Kelompok kontrol (Plasebo) 2. Kelompok uji (Shooting gel Ekstrak Kulit Buah Naga) Diamati

Oleh Kelompok 1

​110114041

Ade Kurniawan Pribadi



Akhmad Bajuri



Ronny Setiawan



Sita Fithriani Ilmi



Andriana Deswanti Noor Hestiyani



Maria Cristin Widiyastuti

​110114148 ​110114153 ​110114171 ​110114221 ​110114237 ​110114253

FAKULTAS FARMASI TAHUN 2017 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari, kita tidak dapat terbebas dari senyawa radikal bebas. Asap rokok, makanan yang digoreng, dibakar, paparan sinar matahari berlebih, asap kendaraan bermotor, obat-obat tertentu, racun dan polusi udara merupakan beberapa sumber pembentuk senyawa radikal bebas. Radikal bebas merupakan molekul yang memiliki satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan. Elektron-elektron yang tidak berpasangan ini menyebabkan radikal bebas menjadi senyawa yang sangat reaktif terhadap sel-sel tubuh dengan cara mengikat elektron molekul sel (Pietta, 1999; Wijaya,1996). Reaksi ini sering disebut sebagai oksidasi. Oksidasi yang berlebihan terhadap asam nukleat, protein, lemak dan DNA sel dapat menginisiasi terjadinya penyakit degeneratif seperti jantung koroner, katarak, gangguan kognisi dan kanker (Leong dan Shui, 2001; Pietta 1999). Manusia telah memiliki sistem pertahanan terhadap oksidan yang berasal dari dalam tubuh ataupun dari luar berupa diet. Pertahanan dari dalam tubuh seperti enzim-enzim peroksidase, katalase, glutation, histidin-peptidin seringkali masih kurang akibat pengaruh lingkungan dan diet yang buruk (Pietta,1999). Pada kondisi ini manusia membutuhkan senyawa antioksidan yang diperoleh dari

makanan. Berbagai bukti ilmiah menunjukkan bahwa resiko penyakit kronis akibat senyawa radikal bebas dapat dikurangi dengan memanfaatkan peran senyawa anti oksidan seperti vitamin C, E, A, karoten, asam-asam fenol, polifenol dan flavonoid (Prakash 2001, Okawa et al., 2001). Karakter utama senyawa antioksidan adalah kemampuannya untuk menangkap dan menstabilkan radikal bebas (Prakash, 2001). Buah naga atau Dragon fruit (Hylocereus undatus (Haw.) Britt. & Rose; famili Cactaceae) saat ini banyak dikembangkan di Indonesia. Buah yang berasal dari meksiko ini berbeda dengan famili Cactaceae lainnya, yakni memiliki rasa yang manis dan segar. Kekhasan lain dari tanaman ini adalah pada tiap nodus batang terdapat duri. Bunga mekar pada malam hari dan layu pada pagi hari (night blooming). Buah naga merupakan tumbuhan yang berasal dari daerah beriklim tropis kering. Pertumbuhan buah naga dipengaruhi oleh suhu, kelembaban udara, keadaan tanah dan curah hujan. Habitat asli buah naga berasal dari negara Meksiko, Amerika Utara dan Amerika Selatan bagian utara. Namun buah naga saat ini telah dibudidayakan di Indonesia seperti di Jember, Malang, Pasuruan dan daerah lainnya (Kristanto,2008). Hal menarik pada buah naga adalah manfaat dari kulit buahnya. Kulit buah naga dapat bermanfaat dalam produksi pangan maupun industri seperti pewarna alami pada makanan dan minuman. Selain itu dalam industri, kulit buah naga dapat dijadikan bahan dasar pembuatan kosmetik. Dalam bidang farmakologi kulit buah naga juga dapat dijadikan sebagai obat herbal alami yang dapat bermanfaat sebagai antioksidan. Jenis buah naga ada empat, yaitu Hylocereus undatus (buah naga daging putih), Hylocereus costaricensis (buah naga daging super merah), Hylocereus polyrhizus (buah naga daging merah), Selenicereus megalanthus (buah naga kulit kuning daging putih) (Cahyono, 2009). Kulit buah naga mengandung vitamin C, vitamin E, vitamin A, alkaloid, terpenoid, flavonoid, tiamin, niasin, piridoksin, kobalamin, fenolik, karoten, dan fitoalbumin (Jaafar,et al.,2009). Menurut penelitian Wu et al (2006) keunggulan dari kulit buah naga yaitu kaya polifenol dan merupakan sumber antioksidan. ​ Selain itu aktivitas antioksidan pada kulit buah naga lebih besar dibandingkan aktivitas antioksidan pada daging buahnya, sehingga berpotensi untuk dikembangkan menjadi sumber antioksidan alami. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurliyana et al (2010) yang menyatakan bahwa di dalam 1 mg/ml kulit buah naga merah mampu menghambat 83,48 1,02% radikal bebas, sedangkan pada daging buah naga hanya mampu menghambat radikal bebas sebesar 27,45 5,03 % presen tersebut menyatakan kulit dan daging buah naga super merah memang bisa meredam radikal bebas. Dan dibuktikan lagi dengan nilai IC50 dimana nilai IC50 umum digunakan untuk menyatakan aktivitas antioksidan suatu bahan uji dengan metode peredaman radikal bebas DPPH dimana IC50 yakni konsentrasi suatu larutan uji (sampel) memberikan peredaman DPPH sebesar 50% (Molyneux, 2004). Selain itu aktivitas antioksidan kulit buah naga juga didukung dengan penelitian oleh Mitasari (2012) yang menyatakan bahwa ekstrak kloroform kulit buah naga merah memiliki aktivitas antioksidan dengan nilai IC50 sebesar 43,836 µg/mL. Penelitian yang dilakukan Fajriani (2013) menyatakan bahwa kulit buah naga super merah memiliki persentase peredaman radikal bebas DPPH sebesar 79,24%, namun pada penelitian tersebut belum menentukan nilai IC50 dari ekstrak kulit buah naga tersebut. Penelitian Setyaningrum (2010) juga menyebutkan bahwa kapasitas antiradikal ekstrak buah salam memiliki korelasi yang tinggi terhadap kadar antosianinnya. Dimana antosianin juga terkandung dalam kulit buah naga super merah yang memiliki aktivitas sebagai antioksidan. Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka perlu dilakukan penelitian terhadap kulit buah naga super merah. Penelitian meliputi uji warna sebagai uji fitokimia antosianin (Harborne, 1987), uji aktivitas antioksidan dengan metode DPPH (Santosa et al., 1998) untuk mengetahui persentase peredaman radikal bebas dan nilai IC50 dari ekstrak etanol kulit buah naga super merah dan identifikasi serta penentuan kadar total antosianin pada ekstrak etanol kulit buah naga super merah dengan menggunakan metode perbedaan pH (Giusti dan Worlstad, 2001). Buah naga termasuk dalam buah yang eksotik karena penampilannya yang menarik, rasanya asam manis menyegarkan dan memiliki beragam manfaat untuk kesehatan (Sutomo,2007). Manfaat buah naga menurut Marhazlina (2008) dalam penelitiannya adalah sebagai antihiperkolesterolemik, sedangkan Pedreño dan Escribano (2001) menyatakan bahwa buah naga berpotensi sebagai anti radikal bebas karena mengandung betasianin. Buah naga yang paling diminati konsumen dewasa ini adalah jenis buah naga super merah (Hylocereus costaricensis) karena buah naga super merah memiliki rasa lebih manis tanpa rasa langu dibanding jenis lainnya dan diyakini lebih berkhasiat untuk kesehatan tubuh dan memiliki warna yang menarik (Anonymous, 2009). Hal ini ditunjang oleh riset yang dilakukan oleh Marhazlina (2008), peneliti Department of Nutrition and Dietetics Faculty of Medicine and Health Sciences Universiti Putra Malaysia yang menyatakan bahwa buah naga super merah berpotensi membantu menurunkan kadar gula darah dan mencegah risiko penyakit jantung pada pasien diabetes. Buah naga super merah selain dikonsumsi dalam bentuk segar juga diolah menjadi beberapa produk olahan untuk mempermudah mengkonsumsi.

Produk olahan yang paling diminati adalah sirup buah naga super merah. Sedangkan kulitnya yang mempunyai berat 30% - 35% dari berat buah belum dimanfaatkan dan hanya dibuang sebagai sampah sehingga dapat menyebabkan pencemaran lingkungan. Hal ini sangat disayangkan karena kulit buah naga mempunyai beberapa keunggulan. Keunggulan kulit buah naga super merah menurut penelitian yang dilakukan oleh Li Chen Wu (2005) adalah kaya polifenol dan sumber antioksidan yang baik. Bahkan menurut studi yang dilakukannya terhadap total fenolik, aktivitas antioksidan dan kegiatan antiproliferatif, kulit buah naga merah adalah lebih kuat menghambat pertumbuhan sel-sel kanker daripada dagingnya dan tidak mengandung toksik. Menurut Saati (2009) dalam penelitiannya, ekstrak kulit buah naga super merah (Hylocereus costaricensis) dengan pelarut air mengandung 1,1 mg/100 ml antosianin. Oleh karena itu kulit buah naga super merah sangat layak untuk dijadikan bahan baku produk kosmetik, salah satunya adalah dijadikan produk soothing gel yang dapat digunakan setiap hari sebagai moisturizer dan bisa untuk semua jenis kulit. Karna soothing gel dapat digunakan setiap hari sebagai moisturizer maka ini bagus untuk orang-orang yang beraktivitas diluar ruangan sebagai pencegahan terhadap radikal bebas yang sekarang menjadi ancaman untuk kulit.

​ 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka masalah yang dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Apakah ekstrak kulit buah naga super red bisa dibuat sediaan soothing gel ? 2. Apakah perbedaan jenis gelling agent berpengaruh terhadap karakteristik fisikokimia soothing gel ekstrak buah naga?

1.3 Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah sebagaimana diuraikan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Membuat sediaan soothing gel dengan ekstrak kulit buah naga super red yang berfungsi sebagai antioksidan.

2. Menentukan pengaruh perbedaan jenis gelling agent terhadap karakteristik fisikokimia sediaan soothing gel.

1.4 Manfaat Penelitian 1. Bagi Tenaga Kesehatan Bahan pertimbangan untuk meningkatkan peran apoteker dalam melakukan perkembangan obat baru pada pembuatan soothing gel antioksidan yang berbahankan kulit buah naga super red.

2. Masyarakat Mengetahui senyawa bahan alam di sekitar yang dapat digunakan sebagai antioksidan pada kulit wajah.

3. Mahasiswa Memperoleh wawasan dan pengetahuan dalam melakukan pemecahan masalah, khususnya pada masalah anti oksidan pada kulit.

1.5 Kerangka Konseptual Penyebaran Radikal Bebas Perkembangan Kulit buah naga yang obat herbal baru mengandung kurang antioksidan belum berkembang. dimanfaatkan (Rekna Wahyuni, 2011) Senyawa antioksidan

menggunakan bahan baru ​ ​ ​ ​ ​ Kulit buah naga super merah mempunyai zat antioksidan yaitu antosiani, Vitamin C,Vitamin E dan Vitamin A. Krim





​ Kulit Buah Naga Formulasi sediaan semisolid Gel ​ ​ ​ ​ ​



Salep



Gelling Agent CMC-Na

HPMC

Xanthan gum

Carbomer

Evaluasi karakteristik fisikokimia Viskosita s Organole Masa jenis ptis

Sifat alir

Daya sebar

PH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Antioksidan Dalam pengertian kimia, senyawa antioksidan adalah senyawa pemberi elektron (electron donor). Secara biologis, pengertian antioksidan adalah senyawa yang mampu menangkal atau meredam dampak negatif oksidan dalam tubuh. Antioksidan merupakan zat alami yang dihasilkan sendiri oleh tubuh atau didapat dari makanan yang kita makan. Antioksidan bekerja dengan cara menghentikan pembentukan radikal bebas, yaitu bereaksi dengan radikal bebas reaktif membentuk radikal bebas tak reaktif dan relatif stabil menetralisir serta memperbaiki kerusakan kerusakan yang telah terjadi. Berdasarkan sumber perolehan, antioksidan dibedakan menjadi 3 ,yaitu:

1. Antioksidan yang dibuat oleh tubuh sendiri Berupa enzim seperti superoksida dismutase, glutation peroxidase, dan katalase.

2. Antioksidan alami Bisa diperoleh dari hewan dan tumbuhan, yaitu vitamin C, betakaroten, senyawa turunan fenol (flavonoid, katekin, tokoferol)

3. Antioksidan sintetik Misalnya BHT (butyl hidroksi toluene) yg merupakan fenol sintetik dan sering digunakan sebagai pengawet makanan dan BHA (butyl hidroksianisol) (Reynolds,1982). Ada pula TBHQ (tertiary butylhydroquinone) dan NDGA (nordi hydroguaiaretic acid) ditambahkan dalam makanan untuk mencegah kerusakan lemak

Aktivitas antioksidan

(Kumalaningsih,2006) Berdasarkan mekanisme kerja, antioksidan dibagi menjadi 3, yaitu :

1. Antioksidan endogen/antioksidan primer Antioksidan primer disebut juga antioksidan enzimatis. Suatu senyawa dikatakan sebagai antioksidan primer, apabila dapat memberikan atom hydrogen secara cepat kepada senyawa radikal, kemudian radikal antioksidan yang terbentuk segera berubah menjadi senyawa yang lebih stabil. Belleville-Nabet (1996) menyebutkan bahwa antioksidan primer bekerja dengan cara mencegah pembentukan senyawa radikal bebas baru, mengubah radikal bebas yang telah terbentuk menjadi molekul yang kurang reaktif.

2. Antioksidan eksogen/antioksidan sekunder Antioksidan sekunder disebut juga antioksidan eksogenus atau non-enzimatis. Antioksidan non-enzimatis dapat berupa komponen non-nutrisi dan komponen nutrisi dari sayuran dan buah - buahan. Kerja sistem antioksidan non-enzimatis yaitu, dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai dari radikal bebas dengan cara menangkapnya (free radical scavenger), kemudian mencegah reaktifitas amplifikasinya. Akibatnya, radikal bebas tidak akan bereaksi dengan komponen seluler (Lampe,1999). Menurut Soewoto (2001) dan Lampe (1999), antioksidan sekunder meliputi vitamin E, vitamin C, karoten, flavonoid, asam urat, bilirubin, dan albumin. Andreasen, et al., (2001) berpendapat bahwa asam lipoat yang ditemukan dalam kentang, wortel, brokoli, yeast, daging merah juga bersifat antioksidan.

3. Antioksidan tersier Antioksidan ini berfungsi untuk memperbaiki kerusakan biomolekuler yang disebabkan oleh radikal bebas .contoh : DNA repair enzyme, metionin sulfoksida, reduktase (Setiati, 2003). Kerusakan oksidatif pada DNA mitokondria mengawali terjadinya penyakit degenerasi saraf, kardiovaskuler, serta aging (Tritschler&Medori, 1993; Ames, et al.,1993;Wallace,et al.,1995) 2.2. Radikal Bebas Radikal bebas adalah molekul yang kehilangan elektron sehingga menjadi sangat reaktif (anonym,2008). Elektron yang tidak berpasangan adalah elektron yang menduduki sebuah orbital atom atau molekul sendirian (halliwell,1985). Radikal bebas sangat tidak stabil dan bereaksi secara cepat dengan senyawa lain dengan cara menangkap elektron untuk menstabilkannya. Hilang atau bertambahnya satu elektron pada molekul lain menciptakan radikal bebas baru dan mengakibatkan perubahan dramatis secara fisik dan kimiawi. Elektron tsb dapat diperoleh dari DNA, membran sel, membran liposom, mitokondria, enzim - enzim, lemak, protein, serta komponen jaringan lain (Dewi,2001). Tampaknya radikal bebas tidak hanya terbentuk dalam tubuh manusia, namun juga didalam tanaman, yaitu di berbagai bagian sel (subseluler) seperti kloroplas, mitokondria, retikulum endoplasma, periksisom, glikosom, membran plasma, dan dinding sel (Elstner,1991;Winston &Cederbaum, 1983; Fridovich, 1970; Lindqvist,et al., 1991; Cakmak&Marschner, 1988). Kloroplas Elstner (1991) berpendapat bahwa sel tanaman paling tidak ada 4 tempat dalam kloroplas yang dapat mengaktivasi oksigen. Mitokondria Secara fisiologis, tubuh dapat menghasilkan senyawa radikal bebas melalui proses fosforilasi. Proses fosforilasi dalam mitokondria menyebabkan 1 molekul O2 +

tereduksi oleh 4 elektron bersama – sama dengan ion H membentuk 2 molekul H2O. Namun bila jumlah elektron yang mereduksi oksigen kurang dari 4, proses fosforilasi berlangsung tidak sempurna sehingga akan terbetuk senyawa radikal. Retikulo endoplasma Berbagai macam proses oksidatif seperti reaksi oksidasi, hidroksilasi, dealkilasi, deaminasi, dehalogenasi, dan desaturasi terjadi dalam retikulo endoplasma bagian halus. Campuran enzim oksigenase yang mengandung heme dan atom oksigen berperan sebagai donor elektron substrat NADPH. Mikrobodi Periksisom dan glioksisom adalah organel yang kaya akan enzim peroksidase, katalase, dan asam amino-D oksidase. Siklus asam glikolat juga dibantu oleh enzim glikolat oksidase, katalase, dan pengoksidaase. Glikolatoksidase menghasilkan H2O2 dalam transport elektron dari glikolat kedalam oksigen (Lindqvist,et al, 1991). Dinding sel Selama proses metabolisme berlangsung, dinding sel akan mengaktivasi oksigen. Reaksi seperti ini merupakan reaksi pertahanan sel terhadap serangan

patogen. Dalam hal ini fenilpropanoid yang berperan sebagai prekusor lignin berikatan dengan H2O2, dan secara acak berikatan membran bentuk lignin (Gross,1980). Contoh - Contoh Radikal Bebas Asap rokok Oksidan dalam rokok mempunyai jumlah yang cukup untuk memainkan peranan yang besar terjadinya kerusakan saluran napas. Diperkirakan bahwa setiap hisapan rokok mempunyai bahan oksidan dalam jumlah yang sangat besar, meliputi aldehida, epoxida, peroxida, dan radikal bebas lain yang mungkin cukup berumur panjang dan bertahan hingga menyebabkan kerusakan alveoli paru. Bahan lain seperti nitrit oksida, radikal peroksil, dan radikal yang mengandung karbon ada dalam fase gas. Juga mengandung radikal lain yang relatif stabil dalam fase tar. Polusi udara Polusi dari kendaraan bermotor, industri, asap rokok, mesin foto copy, pendingin ruangan, dan makanan yang tidak sehat, merupakan sumber radikal bebas yang berbahaya bagi tubuh manusia. Selain itu, proses alami respirasi dan fungsi metabolisme yang buruk di dalam tubuh, juga menjadi penyebab internal meningkatkan radikal bebas dalam tubuh. Radiasi UV Matahari memancarkan sinar dengan radiasi panjang gelombang dengan rentang yang sangat lebar, tetapi yang masuk ke bumi dan mendapat perhatian khusus adalah sinar ultra violet yang memiliki energi cukup besar yang dapat memicu bahkan menimbulkan radikal bebas dalam tubuh terutama kulit. Pestisida Pestisida kimia merupakan bahan beracun yang sangat berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan. Hal ini disebabkan pestisida bersifat polutan dan menyebarkan radikal bebas yang dapat menyebabkan kerusakan organ tubuh seperti mutasi gen dan gangguan syaraf pusat. Disamping itu residu kimia yang beracun tertinggal pada produk pertanian dapat memicu kerusakan sel, penuaan dini dan munculnya penyakit degeneratif. Obat-obatan Beberapa macam obat dapat meningkatkan produksi radikal bebas dalam bentuk peningkatan tekanan oksigen. Bahan-bahan tersebut bereaksi bersama hiperoksia dapat mempercepat tingkat kerusakan. Termasuk didalamnya antibiotika kelompok quinoid atau berikatan logam untuk aktivitasnya (nitrofurantoin), obat kanker seperti bleomycin, anthracyclines (adriamycin), dan methotrexate, yang memiliki aktifitas pro-oksidan. Selain itu, radikal juga berasal dari fenilbutason, beberapa asam fenamat dan komponen aminosalisilat dari sulfasalasin dapat menginaktifasi protease, dan penggunaan asam askorbat dalam jumlah banyak mempercepat peroksidasi lemak.

2.3. Tanaman Buah Naga Tanaman buah naga yang awalnya berasal dari Meksiko, Amerika Tengah, dan Amerika Selatan. Buah naga masuk ke Indonesia dan menjadi populer sekitar tahun 2000 dari Thailand, kemudian dibudidayakan menjadi tanaman pertanian dibeberapa daerah di Indonesia. Indonesia memiliki iklim tropis yang cocok untuk tanaman buah naga baik maupun dataran tinggi dan menunjukkan produktivitas yang tinggi (Setyowati, 2008). Buah naga memiliki khasiat untuk kesehatan manusia, diantaranya ialah sebagai penyeimbang kadar gula darah, membersihkan darah, menguatkan ginjal, menyehatkan liver, perawatan kecantikan, menguatkan daya kerja otak, meningkatkan ketajaman mata, mengurangi keluhan panas dalam, menstabilkan tekanan darah, mencegah sembelit dan memperlancar feses, pencegah pendarahan, dan obat keluhan keputihan (Nurul, 2003). Adanya khasiat - khasiat tersebut disebabkan oleh kandungan nutrisi dalam buahnya yang sangat mendukung kesehatan manusia. Kandungan nutrisi buah naga dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Kandungan nutrisi dalam buah naga per 100 gram daging buah. Nutrisi Satuan Kandungan Kadar gula (briks) 13-18 Air (%) 90,20 Karbohidrat (g) 11,5 Asam (g) 0,139 Protein (g) 0,53 Serat (g) 0,71 Kalsium (mg) 134,5 Fosfor (mg) 8,7 Magnesium (mg) 60,4 Lemak (g) 0,21 – 0,61 Betakarotin (mg) 0,005 – 0,012 Kalsium (mg) 6,3 – 8,8 Besi (mg) 0,55 – 0,65 Vitamin B1 (mg) 0,28 – 0,30 Vitmin B2 (mg) 0,043 – 0,045 Vitamin C (mg) 9,4 Miasin (mg) 1,297 – 1,300 Sumber: Budidaya Buah Naga(2003) 2.4. Klasifikasi Tanaman Buah Naga Buah naga (Hylocereus sp.) atau dragon fruit merupakan pendatang baru yang cukup populer. Mulanya buah naga dikenal sebagai tanaman hias karena memiliki daya tarik yang unik dari bentuk tanaman yang hanya memiliki batang karena buah naga termasuk dalam kerabat kaktus pemanjat serta keharuman bunganya yang semerbak. Menurut Mutia ( 2008) dalam ilmu klasifikasi tanaman atau taksonomi, buah naga dikelompokkan sebagai berikut: Divisi; Spermatophyta (tumbuhan berbiji), Subdivisi; Angiospermae (berbiji tertutup), Kelas; Dicotyledonae (berkeping dua), Ordo; Cactales, Famili; Cactaceae, Subfamili; Hylocereanea, Genus; Hylocereus, Spesies; Hylocereuscontrasinences.

2.5. Morfologi Buah Naga a. Akar Perakaran buah naga bersifat epifit yang menempel dan merambat pada tanaman lain. Di habitat aslinya perakaran ini menempel pada inang berupa tanaman keras diwilayah gurun. Buah naga tergolong tanaman berakar serabut. Akar tersebut tahan terhadap kekeringan, tetapi tidak tahan terhadap genangan air terlalu lama. Walaupun akar tercabut dari tanah, tanaman masih bisa hidup dengan menyerap makanan dan air menggunakan akar udara yang tumbuh di batang Akar ini tumbuh disepanjang batang yang berfungsi untuk menempel pada tanaman inang. Sementara

itu, akar utama terdapat di pangkal batang. Saat menjelang produksi akar ini hannya mencapai kedalaman 50-60 cm(Mutia, 2008). Akar tanaman buah naga dapat dilihat pada gambar 2.1.

Gambar 2.1. Akar tanaman buah naga (a), Batang dan cabang tanaman buah naga (b). b.Batang dan Cabang Batang buah naga berwarna hijau, batang terebut berbentuk siku atau segitiga dan mengandung air sebagai cadangan makanan dalam bentuk lendir. Bila sudah dewasa, batang buah naga akan berlapiskan lilin. Dari batang buah naga tumbuh cabang yang bentuk dan warnanya sama dengan batang. Cabang berfungsi sebagai daun untuk proses asimilasi. Cabang juga mengandung kambium yang berfungsi untuk pertumbuhan tanaman. Di batang dan cabang tanaman ini tumbuh duri-duri yang keras dan pendek. Duri-duri ini terletak disiku-siku dan cabang. Di setiap titik tumbuh terdapat 4-5 buah duri (Aini, 2008). Batang tanaman buah naga dapat diidentifikasikan berdasarkan jenisnya. Pada batang tanaman buah naga Hylocereus polyrhizus dan Hylocereus costaricencis, batangnya memiliki warna hijau tua dan lebih tebal dibandingkan dengan batang pada tanaman Hylocereus undatus yang memiliki batang hijau cerah. Pada batang tersebut akan tumbuh cabang-cabang yang pada sisinya terdapat duri dan bunga bakal buah (Setyowati, 2008). Batang dan cabang tanaman buah naga dapat dilihat pada gambar 2.1. c. Buah dan Biji Buah berbentuk bulat agak lonjong, seukuran atau sedikit lebih besar daripada buah avokad. Buah biasanya tumbuh didekat ujung cabang atau batang. Jumlahnya bisa lebih dari satu dengan letak tumbuh yang terkadang berdekatan dan berhimpitan. Ketebalan kulit buah 2-3 cm. Pada permukaan buah terdapat sirip atau sisik berukuran 1-2 cm. Kulit buahnya berwarna merah menyala untuk jenis buah naga putih dan merah, berwarna merah gelap untuk untuk buah naga hitam, dan berwarna kuning untuk buah naga kuning (Mutia, 2008). Biji berbentuk bulat, berukuran kecil dan tipis, tetapi sangat keras. Biji dapat digunakan untuk pebanyakan tanaman secara generatif. Namun, cara ini jarang dilakukan karena memerlukan waktu yang lama hingga tanaman berproduksi. Umumnya, biji digunakan oleh para peneliti untuk menghasilkan varietas baru. Setiap buah mengandung lebih dari 1.000 biji (Setyowati, 2008). Bentuk buah naga dan biji buah naga dapat dilihat pada gambar 2.2.

Gambar 2.2.Bentuk Buah Naga (a) dan Biji Buah Naga (b) d. Bunga Bunga buah naga berbentuk corong memanjang berukuran sekitar 30 cm yang melingkupi benang sari berwarna kuning di dalamnya. Bunga mulai mekar pada sore hari. Mahkota bunga bagian luar yang berwarna krem mekar sekitar pukul sembilan malam, lalu disusul mahkota bagian dalam yang putih bersih. Dibagian ini terdapat sejumlah benang sari yang berwarna kuning. Bunga buah naga akhirnya terbuka penuh pada tengah malam, sehingga dikenal sebagai night blooming cereus. Saat mekar penuh, bunga buah naga menyebar bau yang harum dan aroma ini memikat kalelawar agar membantu menyerbuki bunga buah naga (Aini, 2008 ). Bentuk bunga tanaman buah naga hingga bunga mekar dan bagian bunga dapat dilihat pada gambar 2.3.

Gambar 2.3. Bintil Bunga (a), Kuncup Bunga (b), Bunga Sebelum Mekar (c), Bunga Mekar (d) dan Bagian- Bagian Bunga (e). 2.6. Jenis-Jenis Buah Naga Setidaknya ada empat jenis buah naga yang dikenal selama ini, yakni buah naga berdaging putih, merah, super merah, dan kuning. Dua jenis pertama yang disebutkan merupakan dua varietas paling banyak dibudidayakan di indonesia. a. Buah Naga Berdaging Putih (Hylocereus undatus) Buah naga berdaging putih memiliki ciri berupa kulit buah berwarna merah mengilap dengan daging buah putih. Warna batang tanaman bervariasi dari hijau keputihan hingga hijau tua, dengan permukaan batang lebih kasar daripada jenis lain. Ukuran buahnya tergolong paling besar diantara jenis buah naga lainnya.Namun, ukuran tersebut tidak diimbangi dengan cita rasanya. Buah naga ini memiliki rasa yang kurang manis dan aroma yang kurang sedap. Tak heran jika harganya relatif lebih murah jika dibandingkan dengan ketiga jenis buah naga lainnya (Mutia, 2008). b. Buah Naga Berdaging Merah (Hylocereus polyrhizus) Sosok tanaman ini lebih kekar.Ciri fisik paling menonjol adalah jarak antar duri lebih rapat dibagian batang dan cabang.Selain itu, kelopak bunganya bersemburat warna merah dibagian pinggir, cukup kontras dengan bagian lain yang berwarna hijau muda.Jika buah naga berdaging merah justru memiliki kulit buah berwarna merah.Jenis ini paling banyak diminati dan ditanam secara besar-besaran diindonesia. Selain karena rasanya lebih manis dan lebih berair, dari segi pembudidayaannya juga tidak terlalu sulit jika dibandingkan dengan jenis lainnya (Aini, 2008). c. Buah Naga Berdaging Super Merah (Hylocereuscontrasinences) Sepintas, buah naga jenis ini mirip dengan buah naga berdaging merah. Namun, warna daging buahnya lebih merah sehingga sering disebut buah naga super merah atau super red.Ukuran buah naga ini relatif lebih kecil jika dibandingkan dengan buah merah. Batangnya lebih besar daripada jenis buah naga lainnya, dan akan berwarna loreng ketika tua (Dian et al,.2012). d. Buah Naga Kuning (Selenicereus megalanthus) Secara umum, penampilan tanaman buah naga kuning hampir sama dengan jenis lainnya, tetapi sosoknya lebih ramping dan pendek. Ukuran buahnya juga lebih kecil dari buah naga lain. Buah naga kuning terdiri atas dua jenis, yaitu buah naga kuning biasa dan buah naga kuning berduri.Jenis yang terakhir ini buahnya memiliki duri-duri kecil panjang dan menggerombol dibeberapa titik.Keberadaan duri-duri ini membuat performa buah kurang menarik.Tingkat kemanisan buah naga kuning lebih tinggi dari pada buah naga putih atau merah, yakni mencapai 18 – 20 briks. Daging buahnya lebih berair (juicy), sehingga terasa lebih segar. Jika buah naga jenis lain

tidak bisa beradaptasi didataran tinggi, buah naga kuning justru bisa berproduksi optimal didataran tinggi, dengan bobot buah mencapai 200 – 250 gram. Sebaliknya jika ditanam didataran rendah, bobot buah hanya berkisar 125 – 150 gram (Setyowati, 2008) 2.7. Syarat Tumbuh a. Ketinggian Tempat Tanaman buah naga tumbuh optimal didataran rendah, yakni 0 – 350 meter diatas permukaan laut.Khusus buah naga kuning bisa tumbuh dan beradaptasi hingga diketinggian 800 meter dipermukaan laut.Bahkan, produksinya lebih optimal jika dibudidayakan didataran tinggi.Beberapa literatur menuliskan tanaman buah naga dapat hidup hingga ketinggian 1.700 meter diatas permukaan laut (Sobir & Mega, 2013).

b. Curah Hujan Sebagai tanaman tropis, buah naga dapat beradaptasi dengan berbagai lingkungan dan perubahan cuaca, seperti sinar matahari dan curah hujan. Namun, curah hujan yang ideal untuk pertumbuhan buah naga sekitar 60 mm/bulan atau 720 mm/tahun.Pada curah hujan diatas 720 – 1.300 mm/tahun buah naga masih bisa tumbuh, tetapi hasilnya kurang optimal.Karena merupakan tanaman dari keluarga kaktus, buah naga tidak tahan dengan kondisi air yang berlebihan. Curah hujan yang terlalu tinggi atau hujan yang terlalu deras dan berkepanjangan bisa menyebabkan kerusakan tanaman, terutama pembusukan akar (Fajarwati, 2011). c. Suhu, Kelembapan, dan Intensitas Matahari o Suhu udara ideal untuk pertumbuhan tanaman buah naga antara 26 – 36 C, dengan kelembapan 70 – 90%. Sementara itu, intensitas sinar matahari yang dibutuhkan sekitar 70 – 80%.Artinya, tanaman ini membutuhkan cahaya matahari dari pagi hingga sore hari.Karena itu, buah naga sebaiknya ditanam dilahan tanpa naungan dengan sirkulasi udara yang baik (Sinatra, 2010). d. Kondisi Tanah Agar tumbuh baik dan menghasilkan buah yang diinginkan, tanah harus subur. Drainase harus berjalan baik, karena tanaman tidak tahan terhadap kondisi air yang berlebihan. Derajat keasaman (pH) tanah yang sesuai untuk buah naga sekitar 6,5 – 7 (Dian et al,.2012). 2.8. Kandungan Kimia Tanaman Kandungan kimia pada kulit buah naga super merah (Hylocereus constaricensis) anatara lain : Vitamin C, Vitamin E, Vitamin A, alkaloid, terpenoid, flavonoid, tiamin, niasin, pridoksin, kobalamin, fenolik, karoten, dan fitoalbumin ( jaafar, et,al.,2009). Menurut penelitian Wu ,et al (2006) keunggulan dari kulit buah naga yaitu kaya polifenol dan merupakan antioksidan. Aktivitas pada kulit buah naga lebih besar dibandingkan aktivitas antioksidan pada daging buahnya, sehingga ini berpotensi dapat dikembangkan menjadi antioksidan alami. Ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurliyani et al (2010) yang menyatakan bahwa dalam 1 mg/ml kulit buah naga merah mampu menghambat 83,48 ± 1,02% radikal bebas, Sedangkan pada daging buah naga hanya mampu menghambat 27,45 ± 5,03%. Penelitian yang dilakukan fajriani (2013) bahwa kulit buah naga super merah memiliki persentase perendaman radikal bebas DPPH sebesar 79,24%. 2.9. Senyawa Vitamin A Sebagai Antioksidan Betakaroten adalah sebagai perkursor vitamin A yang secara enzimatis berubah menjadi senyawa retinol, Zat vitamin A dalam tubuh. Menurut Astawan dan Kasih (2008) , beta-karoten mempunyai kemampuan antioksidan yang berperan penting dalam menstabilkan radikal berinti karbon, sehingga mengurangi resiko kanker. Keunikan antioksidan betakaroten adalah efekti pada konsentrasi rendah oksigen,sehingga dapat melengkapi aktivitas sifat antioksidan vitamin E yang efektif pada konsentrasi tinggi oksigen. 2.10. Senyawa Vitamin E Sebagai Antioksidan Vitamin E merupakan sebuah senyawa fenolik dan sebagaimanaumunya senyawa fenolikdapat menangkap radikal bebas. Vitamin E sebagai antioksidan larut lemak yang utama dan terdapat dalam membran seluler dimana vitamin ini mereduksi radikal bebas lipid lebih cepat dari pada oksigen. Vitamin E dapat melindungi sel-sel tubuh akibat radikal bebas dan melindungi kerusakan DNA pada sel-sel kulit sehingga bisa mencegah keruskan kolagen dan elastis yang memicu terjadinya kulit keriput dan

kendur. Vitamin E mempunyai sifat antioksidan yang larut lemak. 2.11. Senyawa Vitamin C Sebagai Antioksidan Vitamin C atau L-asam askorbat merupakan antioksidan yang larut air. Asam askorbat menangkap secara efektif sekaligus oksigen. Asam askorbat dapat memutus reaksi radikal bebas, asam ini bereaksi secara langsung pada fase cair dengan radikal peroksil LOO lalu berubah menjadi askorbil sedikit reaktif. Aktivitas antioksidan merupakan kemampuan suatu bahan yang mengandung antioksidan untuk bisa meredam senyawa radikal bebas yang ada disekitarnya. Aktivitas antioksidan diukur dengan menggunakan metode DPPH ( 1,1-diphenyl-2-pycrilhydrazil). DPPH adalah senyawa radikal bebas yang stabil. Menurut Nishizawa et all. (2005) bahwa DPPH telah diketahui manfaatnya sebagai penentuan aktivitas antioksidan untuk menguji aktivitas antioksidan radikal dari vitamin yang bersifat antioksidatif dan komponen aromatik polyhydroxy. Gambar disajikan reaksi yang terjadi antara DPPH terhadap antioksidan vitamin C. Vitamin C adalah salah satu antioksidan sekunder yang memiliki kemampuan menangkap radikal bebas dan mencegah terjadinya reaksi berantai. Berbagai penelitian yang dilakukan vitamin C digunakan dalam beberapa tingkat konsentrasi untuk dapat mengetahui aktivitas antioksidan, yaitu kemampuan untuk dapat meredam radikal bebas dengan menggunakan metode DPPH. 2.12. Senyawa Karoten Sebagai Antioksidan Karotenoid adalah pigmen alami dari hasil sintesis tanaman, algae, dan bakteri fotosintetik. Adapun molekul berwarna tersebut adalah merupakan sumber warna kuning, merah dan oranye bermacam-macam tanaman ( IARC, 2008 ; Muchtadi, 2012). Dalam tanaman , karotenoid memiliki fungsi antioksidan adalah sebagai inaktivasi singlet oksigen, suatu oksidan yang terbentuk selama fotosintesis. (Halliwel dan Gutteridge, 1999 ; Muchtadi, 2012). Pada proses dalam membersihkan singlet oksigen , karoten mengabsorpsi ekses enenrgi dari singlet oksigen dan kemudian melepaskannya sebagai panas. Karotenoid diperlukan dalam mempertahankan jaringan tanaman karena singlet oksigen dapat terbentuk selama fotosintesis. Adapun peranan antioksidan β-karoten dalam sel imun diantaranya adalah β-karoten dapat menghambat fagosit dari kerusakan oto-oksidatif, meningkatkan respon proliferasi limfosit T dan B, menstimulasi efektor fungsi sel T (Bendich, 1989). Beta karoten yang dikunsumsi berbarengan dengan vitamin C dan vitamin E berdasarkan penelitian terbukti dapat meningkatkan kemampuan antioksidan apabila dibandingkan dengan mengonsumsi beta karoten secara tunggal. Beta karoten yang bereaksi dengan radikal bebas akan menyebabkan radikal bebas menjadi stabil dan menyebabkan karotenoid menjadi stabil. Adanya vitamin C dapat membantu menstabilkan radikal bebas beta karoten. Vitamin C yang telah berubah menjadi radikal selanjutnya distabilkan oleh antioksidan alami tubuh yaitu glutation (Astawan, 2008). Dalam The Journal of Agricultural and food chemistry dikemukakan bahwa wortel yang melalui proses pemanasan akan meningkatkan daya serap antioksidan didalam tubuh. Kadar antioksidan pada wortel juga akan meningkatkan jika disimpan pada temperatur yang tinggi selama satu minggu, akan tetapi setelah itu kadarnya akan menurun.

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktudan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari di Laboratoium Farmasetika Fakultas Farmasi Universitas Surabaya. 3.2. Alat dan Bahan 3.2.1 Alat dan Instrumen Laboratorium

- Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: Timbangan analitik (Wiggen Hauser), kertas label, penggaris, pensil, aluminium foil, plastik, gelas ukur (Pyrex), batang pengaduk, gelas kimia (Pyrex), corong, labu erlenmeyer (Schott Duran), spatula, lumpang, kaca arloji, botol maserasi, cawan penguap, spektrofotometri UV-Vis (Hitachi), seperangkat alat rotary evaporator (Eyela),corong Buchner (Pyrex), refrigerator (Panasonic), viskotester 6R Haake, hot plate, pH meter (Horiba), alat pemotong dumble, mikrometer thickness gage (Mitutoyo), tensile strenght tester (Strograph R.I)

- Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: - pH Meter Schott Type C 842 untuk mengukur pH - Viscometer Brookfield RVF serial 107386.50 Hz untuk mengukur viskositas - Piknometer untuk mengukur massa jenis - Neraca analitik untuk menimbang. 3.2.2 Bahan Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit buah naga super merah (Hylicereus costaricensis) dengan usia siap panen. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: etanol 96%, metanol, H2SO4pekat, CH3COOH, kloroform, serbuk Mg, HCl pekat, FeCl31%, n-heksana, metanol, reagen Follin ciocalteu DPPH (2,2-Diphenyl-l-picrylhydrazyl)., PVA, HPMC, propilenglikol, metil paraben dan propil paraben, dan aquades.

3.3. Variabel Penelitian

1. Variabel Independent (Bebas) Jenis gelling agent yang digunakan :

a. CMC-Na b. HPMC c. Xanthan gum d. Carbomer 2. Variabel Dependent (Terikat) Aktivitas antioksidan dan karakteristik fisikokimia soothing gel.

3. Variabel Pengganggu Faktor yang mempengaruhi kualitas buah yang digunakan,berdasarkan :

a. Lingkungan tumbuh b. Usia buah (waktu panen) 4. Variabel Terkontrol a. Suhu dan kelembaban saat formulasi b. Alat dan instrumen yang digunakan saat formulasi 3.4. Definisi Operasional Variabel Penelitian

1. Variabel bebas pada penelitian ini adalah jenis gelling agent a.

CMC-Na (Sodium-Carboxymethyl Cellulose) adalah turunan dari selulosa dan sering dipakai dalam industri farmasi atau industri pangan sebagai bahan tambahan.

b.

Hydroxypropyl Methylcellulose (HPMC) adalah salah satu polimer semi sintetis. HPMC termasuk derivat dari selulosa yang merupakan eter propilen glikol dari metilselulosa.

c.

Xanthan Gum adalah polisakarida dengan bobot molekul tinggi hasil fermentasi karbohidrat oleh xanthomonas campestris yang dimurnikan, dikeringkan dan digiling untuk pemanfaatannya lebih lanjut. Sering digunakan untuk bahan tambahan.

d.

Carbomer adalah polimer sintesis yang digunakan sebagai bahan tambahan untuk pengental sediaan dan produk kosmetik. Carbomer merupakan gelling agent yang kuat, dapat membentuk gel pada konsentrasi sekitar 0,5%.

2. Variabel terikat pada penelitian ini adalah

aktivitas antioksidan dan karakteristik

fisikokimia soothing gel. Uji aktivitas antioksidan merupakan uji yang dilakukan untuk mengetahui efek aktivitas antioksidan dari suatu sediaan. Uji dilakukan menggunakan metode DPPH (2,2-diphenyl-1-pickrylhidrazyl). Tujuan metode ini adalah untuk mengetahui parameter konsentrasi yang ekuivalen memberikan 50% efek aktivitas antioksidan (IC50). Karakteristik fisikokimia soothing gel adalah sifat fisik dari suatu senyawa kimia. Karakteristik yang akan diukur pada penelitian ini adalah organoletis, pH, viskositas, sifat alir dan spreadibillity (daya sebar).

3.

Variabel pengganggu pada penelitian ini adalah faktor yang mempengaruhi kualitas buah yang digunakan berdasarkan lingkungan tumbuh dan usia buah pada waktu panen.

Lingkungan tumbuh yang baik untuk buah naga super red adalah pada lahan yang terbuka tanpa naungan dan memiliki sirkulasi udara yang baik. Tanaman ini lebih baik pertumbuhannya bila ditanam didataran rendah antara 0-350 m dpl. Suhu udara yang ideal antara 26-36ºC dan kelembaban 70-90 %. Tanah harus ber-aerasi dengan baik dengan derajat keasaman (pH) 6,5 – 7. Usia buah naga yang baik dan siap untuk dipanen adalah saat buah mencapai usia 50 hari setelah bunga mekar. Memanen pada usia yang tepat untuk dipanen adalah salah satu upaya untuk mendapatkan buah dengan kualitas yang baik.

4. Variabel terkontrol pada penelitian ini adalah a. Suhu dan kelembaban pada saat formulasi dapat diatur pada suhu kamar yaitu 2025ºC dan kelembaban 40-60%

b. Alat & instrumen yang digunakan pada saat formulasi - pH Meter Schott Type C 842 untuk mengukur pH - Viscometer Brookfield RVF serial 107386.50 Hz untuk mengukur viskositas - Piknometer untuk mengukur massa jenis - Neraca analitik untuk menimbang.

3.4. Desain Penelitian Jenis desain penelitian ini adalah penelitian eksperimen secara Randomized Controlled Trial. Sampel yang digunakan terbagi atas 2 kelompok meliputi kelompok 1 kontrol dan kelompok 2 uji. Pada kelompok 1 nanti akan di beri gel yang isinya plasebo dan pada kelompok 2 akan kita beri shooting gel dari ektraksi kulit buah naga super merah. Kita akan melihat apakah pada produk kulit buah naga super merah ini memiliki efektif untuk perlindungan kulit tubuh. 3.5. Populasi dan Sampel Populasi Populasi adalah kumpulan individu sejenis yang berada pada wilayah tertentu dan pada waktu yang tertentu pula. Dalam penelitian ini populasi yang digunakan adalah populasi seluruh warga rungkut surabaya Sampel Sampel adalah sebagian atau wakil populasi warga rungkut surabaya yang diteliti. Sampel yang digunakan adalah wanita berumur 20 sampai 30 tahun di wilayah rungkut surabaya.

3.6. Tahapan Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap yaitu: 1. Tahap Determinasi tumbuhan buah naga super merah (Hylicereus costaricensis) 2. Tahap penyiapan sampel kulit buah naga super merah (Hylicereus costaricensis) 3. Tahap ekstraksi kulit buah naga super merah (Hylicereus costaricensis) 4. Tahap uji pendahuluan berupa uji fitokimia 3.7. Bagan Alir Penelitian Buah naga super merah (Hylicereus costaricensis)

Daging Buah

Dibersihkan di kupas kulitnya Kulit Buah naga super merah

● Dicincang hingga halus ● Ditimbang sebanyak 50 gram ● Dimaserasi menggunakan 100 ml methanol selama 1x24 jam Ekstrak kulit buah naga + Ampas

Ampas











​Disaring Ekstrak

Dipekatkan menggunakan vacuum evaporator

rotary Ekstrak Pekat











​● Uji Fitokimia











​● Uji Aktivitas Antioksidan dengan DPP

Data Hasil Pengujian

Kesimpulan

Gambar 3.1: Bagan alir proses penelitian

3.8. Prosedur Kerja 3.5.1 DeterminasiTumbuhan Buah naga super merah (Hylicereus costaricensis)dipetik pada saat siap panen hingga diperoleh kulit buah berwarna merah. Menurut Kristanto (2009), buah naga yang siap petik adalah buah yang sudah tua dengan karakteristik sebagai berikut: kulit buah sudah berubah warna menjadi merah tua, mahkota buah sudah mengecil, jumbai buah sudah berubah menjadi warna kemerahan, kedua pangkal buah berkeriput. Determinasi dilakukan berdasarkan pengamatan ciri fisiologis tumbuhan untuk mengetahui spesies dan famili tanaman yang diteliti. 3.5.2 Penyiapan Sampel Kulit Buah Naga Super Merah (Hylicereus costaricensis) Kulit buah naga super merah disortasi untuk memilih kulit dengan kualitas yang baik kemudian dibuang bagian yang tidak akan diolah. Kulit buah naga super merah dicuci kemudian dimaserasi. Untuk pengolahan produk, kulit buah naga diblansir terlebih dahulu pada suhu 80⁰C selama 5 menit. 3.5.3 Pembuatan Ekstrak Etanol Kulit Buah Naga Super Merah Metode Maserasi 2000 gram kulit buah naga super merah yang telah dihaluskan dimaserasi dengan 5000 mL pelarut methanol dibiarkan selama 124 jam sambil di aduk berulangulang. Ekstrak yang diperoleh disaring dengan corong buchner menggunakan vakum, dan filtrat diuapkan menggunakan rotary vacuum evaporator pada suhu dibawah 60 ºC sampai alkohol hilang kemudian diuapkan diatas waterbath. Remaserasi dilakukan untuk mendapatkan keseluruhan zat aktif.

​3.5.4 Pembuatan Shooting Gel Ekstrak Kulit Buah Naga Super Merah (Hylicereus costaricensis) Rancangan formula Shooting gel ekstrak kulit buah naga dengan basis HPMC adalah sebagai berikut : Ekstrak etanol kulit buah naga 1,0 g (Sawarkar et al., 2010) HPMC 3,5 g Propilenglikol 15 g Metil paraben 0,2 g Propilparaben 0,05 g aquadest ad 100 ml Pembuatan shooting gel ekstrak etanol kulit buah naga dengan basis HPMC yang telah dimodifikasi (tabel 1). Tabel 1. Formulasi Sediaan Shooting Gel Ekstrak Kulit buah Naga Super Merah Bahan Formula I Formula II Formula III Formula IV Ekstrak Kulit Buah Naga Super Merah Propilenglikol HPMC Metilparaben Propilparaben Aquadest ad

4

4

4

-

15 3,5 0,2 0,05 100

15 5,5 0,2 0,05 100

15 7,5 0,2 0,05 100

15 3,5 0,2 0,05 100 0

Aquadest sebanyak ± 30 ml dipanaskan hingga mencapai suhu ± 80 C, kemudian diangkat dan HPMC dikembangkan didalamnya selama 15 menit, setelah kembang ditambahkan metil paraben dan propil paraben yang telah dilarutkan dalam etanol. Ditambahkan ekstrak etanol kulit buah naga super merah lalu ditambahkan propilenglikol sedikit demi sedikit sambil terus digerus sampai homogen, terakhir dicukupkan dengan aquadest dan diaduk hingga homogen.

3.5.5 Pengujian sifat fisik gel a. Uji Organoleptis Dilakukan pengamatan secara visual terhadap sediaan

gel yang didapatkan meliputi bau, warna dan bentuk dari sediaan gel. b. Uji viskositas Alat yang digunakan untuk uji viskositas adalah viscometer VT-04E RIONCo, TLD.Mangkuk diisi setengah sampel gel yang akan diuji. Rotor ditempatkan ditengah-tengah mangkuk yang berisi gel, kemudian alat dihidupkan agar rotor mulai berputar, jarum penunjuk viskositas secara otomatis akan bergerak ke kanan. Setelah stabil, kemudian dibaca pada skala yang ada pada viscometer tersebut. c. Uji pH Diukur dengan menggunakan pH stik. d. Uji Daya Sebar Gel Gel ekstrak etanol kulit buah naga super merah ditimbang 0,5 gram dan diletakkan ditengah cawan petri yang telah diberi milimetter block, kemudian tutup cawan petri yang telah ditimbang sebelumnya dan diletakkan diatasnya, kemudian dibiarkan 1 menit, diukur diameter penyebaran gel pada beberapa sisi, diulang dengan penambahan bahan tiap 1 menit 50 gram.

e. Uji Daya Melekat Gel ekstrak etanol kulit buah naga 0,2 gram diletakkan diantara 2 obyek gelas, kemudian ditekan dengan beban 1 kg diatasnya dan dibiarkan selama 5 menit. Setelah itu obyek gelas diletakkan pada alat dan dilepaskan beban seberat 80 gram, dicatat waktunya sampai obyek gelas terlepas. 3.5.6 Uji Fitokimia Uji fitokimia dilakukan menggunakan metode menurut Sangi (2008).Tiap sampel diidentifikasi komponen fitokimianya dengan metode pereaksi warna yang bertujuan untuk mengetahui golongan senyawa metabolit sekunder yang terdapat dalam masing-masing sampel. Uji fitokimia yang dilakukan meliputi :

1. Pemeriksaan alkaloid Pemeriksaan alkaloid dilakukan dengan cara 1 mL ekstrak dari masing-masing sampel ditambah dengan 5 tetes kloroform dan beberapa tetes pereaksi Mayer. Terbentuknya endapan putih menunjukkan adanya alkaloid.

2. Pemeriksaan terpenoid dan steroid Pemeriksaan terpenoid dan steroid dilakukan dengan cara sebanyak 1 mL ekstrak dari masing-masing sampel ditambah dengan 1 mL CH3COOH glasial dan 1 mL H2SO4pekat. Terbentuknya warna merah menunjukkan adanya terpenoid sedangkan warna biru atauungu menunjukkan adanya steroid.

3. Pemeriksaan Flavonoid Pemeriksaan flavonoid dilakukan dengan cara 1 mL ekstrak dari masingmasing sampel ditambah 1 gram serbuk Mg dan 10 mL HCl pekat, timbulnya warna merah menunjukkan adanya flavonoid.

4. Pemeriksaan Saponin

Pemeriksaan flavonoid dilakukan dengan cara 1 mL ekstrak dari masingmasing sampel ditambah air suling sehingga seluruh cuplikan terendam, dididihkan selama 2-3 menit, dan selanjutnya didinginkan, kemudian dikocok kuat-kuat.Hasil positif ditunjukkan dengan terbentuknya buih yang stabil.

5. Pemeriksaan Fenolik Pemeriksaan fenolik dilakukan dengan cara 1 mL ekstrak dari masing-masing sampel ditambah beberapa tetes FeCl31%. Timbulnya warna hitam kebiruan/hijau menunjukkan adanya senyawa fenolik. Setelah diketahui secara kualitatif keberadaan senyawa-senyawa metabolit sekunder yang diperoleh, maka dilakukan uji kuantitatif berupa pengujiankadar total fenolat ekstrak segar dan produk olahannya agar diketahui seberapa besar kandungan metanolit sekunder yang terdapat dalam ekstrak sampel. 3.5.7 Uji Aktivitas Antioksidan Penentuan aktivitas antioksidan dilakukan melalui beberapa tahapan. Larutan DPPH 100 ppm dibuat dengan melarutkan 5 mg DPPH dalam metanol pada labu ukur 50 mL. Larutan DPPH 100 ppm kemudian diencerkan kembali dan dibuat dalam lima seri konsentrasi, yaitu 5 ppm, 10 ppm, 15 ppm, 20 ppm, dan 25 ppm. Sebelum dilakukan pengukuran absorbansi deret, terlebih dahulu dilakukan pengukuran panjang gelombang maksimum agar diketahui bahwa panjang gelombang maksimum untuk larutan standar DPPH adalah 516 nm. Kemudian dibuat larutan DPPH dalam metanol dengan konsentrasi 20 ppm.Larutan DPPH 20 ppm tersebut digunakan sebagai kontrol dalam penentuan aktivitas antioksidan sampel. Sebanyak 1 mL ekstrak sampel diencerkan dengan metanol pada labu ukur 25 mL.Larutan sampel diambil sebanyak 4 mL dan ditambah 2 mL larutan DPPH 20 ppm dalam metanol.Campuran tersebut diinkubasi pada suhu ruang selama 30 menit. Absorbansinya diukur dengan menggunakan alat spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 516 nm.Aktivitas antioksidan dihitung dengan menggunakan rumus berikut: Aktivitas Antioksidan = Abs DPPH kontrol –Abs sisa DPPH x 100% Abs DPPH Control

​Keterangan : Abs DPPH kontrol: absorbansi DPPH sebelum direaksikan dengan sampel Abs sisa DPPH : absorbansi DPPH setelah direaksikan dengan sampel 3.9. Analisi Data Metode analisis data adalah cara menganalisis data yang telah diperoleh dari hasil pengujian. Analisis data digunakan untuk menjabarkan data, mendiskripsikan data yang diperoleh dari penelitian dengan metode statistik atau non statistik untuk menjawab permasalahan pada penelitian. Adapun metode analisis data yang akan digunakan yaitu : 1. Metode analisis data untuk mengetahui tingkat kesukaan. Metode analisis yang digunakan untuk mengetahui tingkat kesukaan adalah menggunakan analisis deskriptif presentase. Analisis deskriptif kualitatif persentase digunakan untuk mengetahui kesukaan konsumen, artinya kuantitatif yang diperoleh dari panelis harus dianalisis terlebih dahulu untuk dijadikan data kualitatif. Rumus analisis deskriptif persentase adalah sebagai berikut : Rumus mencari Deskriptif presentase : % = n/N x 100% Keterangan : n

​= nilai yang diperoleh

N

​= jumlah seluruh nilai (skor tertinggi x jumlah panelis)

Metode kedua untuk mengetahui kualitas maka yang digunakan adalah menggunakan tipe pengujian skoring. Aspek uji

1,00 ≤ x < 1,75

1,75 ≤ x < 2,50

Tekstur Kemudahan

Sangat tidak lembut Tidak mudah

Tidak lembut Kurang mudah

Warna Aroma Reaksi pada kulit

Tidak jelas Kurang jelas Jelas Sangat tidak khas Kurang khas khas Timbul gatal, kemerahan Timbul gatal, Timbul gatal dan panas kemerahan

3.10. Rancangan Kerja Penelitian

2,50 ≤ x < 3,25 ≤ x < 4,00 3.25 Lembut Sangat lembut Mudah Sangat mudah Sangat jelas Sangat khas Tidak ada reaksi

Related Documents

Metpen Bab 6.pptx
May 2020 2
Fix Makalah
October 2019 30
Makalah Fix Jkn.docx
November 2019 19
Makalah Fix Ptm.docx
May 2020 10
Fix Makalah Bu Heni.docx
December 2019 29

More Documents from "rida resi"