BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menstruasi merupakan proses alamiah yang terjadi pada setiap perempuan sebagai tanda bahwa organ reproduksi sudah berfungsi matang (Kusmiran, 2014). Menstruasi adalah perdarahan dari uterus yang terjadi secara periodik dan siklik. Hal ini disebabkan karena pelepasan (deskuamasi) endometrium akibat hormon ovarium (estrogen dan progesteron) mengalami penurunan, terutama progesteron, pada akhir siklus ovarium, biasanya dimulai sekitar 14 hari setelah ovulasi. Salah satu masalah kesehatan reproduksi yang sering dialami oleh wanita dan merupakan masalah utama dalam masyarakat adalah gangguan menstruasi. Gangguan yang sering terjadi antara lain siklus menstruasi yang tidak teratur, gangguan volume menstruasi baik perdarahan yang lama atau abnormal, gangguan nyeri atau dysmenorrhea, atau sindroma pramenstruasi. Durasi siklus menstruasi rata-rata adalah 28 hari. Pada sebagian wanita, didapatkan siklus menstruasi yang panjang dan dapat berlangsung hingga 35 hari, tetapi durasi ini sangat bervariasi pada setiap wanita. Jumlah darah yang keluar rata-rata 30-40mL dengan rentang 3 - 10 hari lamanya menstruasi (Sasaki, 2014). Angka kejadian untuk gangguan lain yang berhubungan dengan menstruasi meliputi nyeri abdomen atau dysmenorrhea sebanyak 56% dari total sampel. Sedangkan penelitian di Jakarta Timur, gangguan yang terbanyak meliputi gangguan lain yang berhubungan dengan menstruasi sebanyak 91,7% diantaranya meliputi sindrom pramenstruasi sebanyak 75,8%, diikuti gangguan lama menstruasi sebanyak 25,0% dan gangguan siklus menstruasi sebanyak 5,0% (Sianipar, et al., 2009). Gangguan menstruasi merupakan indikator penting dalam kesehatan fungsi sistem reproduksi karena berkaitan erat dengan tingkat fertilitas. Gangguangangguan proses menstruasi seperti lamanya siklus menstruasi dapat menimbulkan risiko penyakit kronis (Kusmiran, 2014). Oleh sebab itu diperlukan pengetahuan dan evaluasi secara dini terkait gangguan menstruasi
ini. Jika gangguan tidak ditangani, dapat memengaruhi kualitas hidup karena menyebabkan ketidaknyamanan dalam aktivitas sehari-hari dan mungkin dapat menjadi masalah serius. Dampak dari gangguan menstruasi yang kronis dapat menyebabkan infertilitas, atau anemia bila didapatkan perdarahan yang hebat dan osteoporosis dini. Penyebab gangguan menstruasi dapat dikarenakan kelainan biologik dan kelainan psikologik. Faktor-faktor lain yang berpengaruh dalam gangguan menstruasi yaitu stress, status gizi, usia, dan aktivitas fisik. Adanya ketidakseimbangan dalam hormonal, alat reproduksi yang belum matur, dan perkembangan psikis yang masih labil, hal ini lebih rentan terjadi pada remaja wanita sehingga gangguan menstruasi lebih umum dialami. Remaja merupakan masa transisi dari anak menuju dewasa, dimana pada masa-masa ini mengalami tahap pertumbuhan dan perkembangan secara fisik maupun psikis. Ketidaksiapan remaja menghadapi perubahan pada dirinya sendiri, mengakibatkan gangguan psikis yang akhirnya menyebabkan gangguan fisiknya (Lestari, 2013). B. Rumusan masalah Rumusan masalah dari makalah ini yaitu Bagaimana penatalaksanaan infeksi clamediasis dan nyeri pada saat menstruasi? C. Tujuan Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui penatalaksanaan infeksi clamediasis dan nyeri pada saat menstruasi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Menstruasi adalah perdarahan periodik dari uterus yang dimulai sekitar 14 hari setelah ovulasi secara berkala akibat terelpasnya lapisan endometrim uterus (Bobak, 2004). Menstruasi atau haid adalah perdarahan secara periodic dan sikliik dari uterus, disertai pelepasan endokrin. Panjang siklus haid adalah antara tanggal mulainya haid yang lalu dan mulai haid berikutnya. B. Kelainan Menstruasi 1. Amenorea Amonerea terbagi menjadi dua yaitu primer dan sekunder. Amenore primer adalah tidak terjadi menstruasi sampe usia 16 tahun, sedangkan Amenorea sekunder tidak adanya menstruasi selama tiga siklus atau selama 6 bulan pada wanita yang sebelumnya menstruasi. Amenore primer terjadi pada kurang dari 0,1% dari populasi umum. Amenore sekunder, sebagai perbandingan, memiliki insiden 0,7% hingga 5% pada populasi umum dan terjadi lebih sering pada wanita lebih muda dari 25 tahun dengan riwayat ketidak teraturan menstruasi dan pada mereka yang terlibat dalam atletik kompetitif. Kehamilan yang tidak diakui adalah penyebab paling umum dari amenore. Tes kehamilan urin menjadi salah satu langkah pertama mengevaluasi gangguan ini. Dalam mengorganisir suatu pendekatan untuk diagnosis
dan
pengobatan,
akan
sangat
membantu
untuk
mempertimbangkan organ yang terlibat dalam siklus menstruasi, yang meliputi rahim, ovarium, hipofisis anterior, dan hipotalamus.
Setelah tidak termasuk kehamilan, penyebab sekunder paling umum amenore
adalah
penekanan
hipotalamus,
anovulasi
kronis,
hiperprolaktinemia, kegagalan ovarium, dan gangguan rahim. Setiap organ dalam poros hipotalamus-hipofisis-ovarium-uterus adalah hal penting dalam menentukan etiologi dan patofisiologi amenore. Dimulai dengan saluran uterus / aliran keluar dan berkembang secara kaudal akan menghasilkan diagnosis banding yang komprehensif. 2. Monorraghia Menorrhagia secara tradisional didefinisikan oleh kehilangan darah menstruasi yang lebih besar dari 80 mL per siklus. Definisi ini dipertanyakan karena dari beberapa faktor, termasuk kesulitan menghitung kehilangan menstruasi dalam praktik klinis. Selain itu, banyak wanita dengan "menstruasi berat" tetapi kehilangan darah kurang dari 80 mL patut dipertimbangkan pengobatan karena masalah kontainmen aliran, hari-hari aliran yang sangat sulit, atau gejala terkait lainnya Tingkat menorrhagia pada wanita sehat berkisar antara 9% hingga 14%. Penyebab menorrhagia adalah kelainan sistemik atau kelainan rahim spesifik.
Penyebabnya Kehamilan, termasuk intrauterine kehamilan,
kehamilan ektopik, dan keguguran, harus di diagnosis diferensial untuk setiap wanita yang datang dengan haid berat. Dalam beberapa penelitian remaja dengan menorrhagia akut, yang mendasarinya yaitu gangguan pendarahan sebanyak 3% hingga 13% dari presentasi diruang gawat darurat.
C. Tata Laksana Terapi 1. Terapi non farmakologi a. Amenore Terapi nonfarmakologis untuk amenore bervariasi tergantung pada penyebab yang mendasarinya. Amenore sekunder akibat anoreksia dapat terjadi pada saat kenaikan berat badan. Pada wanita muda yang
berlebihan olahraga adalah penyebab yang mendasari, pengurangan kuantitas latihan dan Intensitas itu penting. b. Menorrhagia Terapi non farmakologi untuk menorrhagia yaitu jika pasien tidak menaggapi pengobatan farmakologi, prosedur yang di cadangkan yaitu dengan operasi D. Siklus Menstruasi
BAB III STUDI KASUS
SOAL Seorang perempuan 22 tahun ke dokter karena merasa nyeri bagian pelvic
dan kram perut selama menstruasi dan tidak masuk kerja 1-2 hari selama menstruasi. Siklus menstruasi terakhir 9 hari lalu dan menstruasi pertama umur 11 tahun. siklus 26 – 28 hari setiap menstruasi. Setiap nyeri dia menggunakan asetaminofen dan ibuprofen. Pernah mengalami clamidiasis. Riwayat penyakit adalah asma dan menggunakan fluticasone 110 mcg 2 semprotan 2x/hari dan albuterol 90 mcg 2 semprotan prn jika sesak. Hasil pemeriksaan fisik terdapat jerawat pada bagian wajah dan dada, nyeri panggul sedang – berat saat haid. VS: TD 116/64, HR 74, Pernapasan 14, BB 58.2 kg, TB 163 cm, BMI: 22 kg/m2.
1. Bagaimana penilaian pasien? 2. Apa tujuan terapi? 3. Bagaimana tatalaksana terapi non farmakologi dan terapi farmakologi? 4. Bagaiamana parameter monitoring efektivitas terapi?
Penyelesaian : 1. Penilaian pasien : 2. Tujuan terapi: o untuk menghilangkan gejala nyeri yang dialami oleh pasien o mengatur penyakit asma 3.
Terapi non farmakologi :
a. Amenore Terapi nonfarmakologis untuk amenore bervariasi tergantung pada penyebab yang mendasarinya. Amenore sekunder akibat anoreksia dapat terjadi pada saat kenaikan berat badan. Pada wanita muda yang berlebihan olahraga adalah penyebab yang mendasari, pengurangan kuantitas latihan dan Intensitas itu penting. b. Menorrhagia Terapi non farmakologi untuk menorrhagia yaitu jika pasien tidak menaggapi pengobatan farmakologi, prosedur yang di cadangkan yaitu dengan operasi
Terapi Farmakologi a. Untuk mengatasi nyeri digunakan levonorgestrel/etinil estradiol (Microgynan) b. Untuk mengatasi infeksi bakteri klamidia adalah azitromisin 4. Parameter monitoring efektivitas terapi yaitu :
Penurunan intensitas nyeri dan kram perut
Berkurangnya nyeri pelfik
Perbaikan kondisi pasien
Monitoring kepatuhan minum obat
Metodologi penyelesaian kasus: 1. Tujuan terapi 2. Obat terpilih 3. Alasan pemilihan terapi 4. KIE dan Monitoring