KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadiran Allah Swt atas seluruh karunia-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan sebuah makalah dengan judul “ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS PADA PASIEN DENGAN TRAUMA MEDULA SPINALIS”. Kami telah berusaha sebaik mungkin untuk menyempurnakan makalah ini. Namun, kami menyadari bahwa masih dalam proses belajar sehingga masih banyak yang harus diperbaiki. Berhubungangan dengan hal tersebut, semoga makalah yang sederhana ini dapat dijadikan pedoman dalam proses belajar mengajar. Kritik dan Saran senantiasa dinantikan agar makalah ini menjadi lebih baik dimasa mendatang amin.
Mataram, 29 Agustus 2018
Kelompok ..
Trauma Medula Spinalis| 1
Daftar isi
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... 1 Daftar isi ............................................................................................................................ 1 BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 3 A.
Latar Belakang ...................................................................................................... 3
B.
Rumusan Masalah ................................................................................................ 4
C.
Tujuan Penulisan .................................................................................................. 5
D.
Manfaat Penulisan ................................................................................................ 6
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................... 7 A.
Pengertian Trauma/Cedera Medula Spinalis ..................................................... 7
B.
Anatomi Fisiologi Sistem Persarafan (Medulla Spinalis) .................................. 9
C.
Patofisiologi ......................................................................................................... 37
D.
Manifestasi Klinis................................................................................................ 51
E.
Prognosis .............................................................................................................. 53
F.
Komplikasi ........................................................................................................... 54
G. Penatalaksanaan .................................................................................................. 57 BAB III Asuhan Keperawatan....................................................................................... 65 A.
Pengkajian ........................................................................................................... 65
B.
Diagnosa Keperawatan ....................................................................................... 81
C.
Intervensi ............................................................................................................. 81
D.
Evaluasi ................................................................................................................ 92
BAB V PENUTUP ........................................................................................................... 94 Kesimpulan .................................................................................................................. 94 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 96
Trauma Medula Spinalis| 2
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Trauma medulla spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang disebabkan seringkali oleh kecelakaan lalu lintas. Apabila Trauma itu mengenai daerah L1-L2 dan/atau di bawahnya maka dapat mengakibatkan hilangnya fungsi motorik dan sensorik serta kehilangan fungsi defekasi dan berkemih. Cedera medula spinalis adalah cedera yang mengenai servikalis vertebralis dan lumbalis akibat dari suatu trauma yang mengenai tulang belakang. Cedera medula spinalis adalah masalah kesehatan mayor yang mempengaruhi 150.000 sampai 500.000 orang hampir di setiap negara, dengan perkiraan 10.000 cedera baru yang terjadi setiap tahunnya. Kejadian ini lebih dominan pada pria usia muda sekitar 75% dari seluruh cedera. Setengah dari kasus ini akibat dari kecelakaan kendaraan bermotor, selain itu banyak akibat jatuh, olahraga dan kejadian industri dan luka tembak. Vertebra yang paling sering mengalami cedera adalah medula spinalis pada daerah servikal ke-5, 6, dan 7, torakal ke-12 dan lumbal pertama. Vertebra ini adalah paling rentan karena ada rentang mobilitas yang lebih besar dalam kolumna vertebral pada area ini. Pada usia 45-an fraktur banyak terjadi pada pria di bandingkan pada wanita karena olahraga, pekerjaan, dan kecelakaan bermotor. Tetapi belakangan ini wanita lebih banyak dibandingkan pria karena faktor osteoporosis yang di asosiasikan dengan perubahan hormonal (menopause). Klien yang mengalami trauma medulla spinalis khususnya bone loss pada L2-L3 membutuhkan perhatian lebih diantaranya dalam pemenuhan kebutuhan hidup dan dalam pemenuhan kebutuhan untuk mobilisasi. Selain itu klien juga beresiko mengalami komplikasi trauma spinal seperti syok spinal, trombosis vena profunda, gagal napas, pneumonia dan hiperfleksia autonomic. Maka dari itu sebagai perawat merasa perlu untuk dapat membantu dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan trauma medulla spinalis dengan cara promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif sehingga masalahnya dapat teratasi dan klien dapat terhindar dari masalah yang paling buruk.
Trauma Medula Spinalis| 3
Kecelakaan medula spinalis terbesar disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, tempat yang paling sering terkena cidera adalah regio servikalis dan persambungan thorak dan regio lumbal. Lesi trauma yang berat dari medula spinalis dapat menimbulkan transaksi dari medula spinalis atau merobek medula spinalis dari satu tepi ke tepi yang lain pada tingkat tertentu disertai hilangnya fungsi. Pada tingkat awal semua cidera akibat medula spinalis / tulang belakang terjadi periode fleksi paralise dan hilang semua reflek. Fungsi sensori dan autonom juga hilang, medula spinalis juga bisa menyebabkan gangguan sistem perkemihan, disrefleksi otonom atau hiperefleksi serta fungsi seksual juga dapat terganggu. Perawatan awal setelah terjadi cidera kepala medula spinalis ditujukan pada pengembalian kedudukan tulang dari tempat yang patah atau dislokasi. Langkah-langkahnya terdiri dari immobilisasi sederhana, traksi skeletal, tindakan bedah untuk membebaskan kompresi spina. Sangat penting untuk mempertahankan tubuh dengan tubuh dipertahankan lurus dan kepala rata. Kantong pasir mungkin diperlukan untuk mempertahankan kedudukan tubuh. Berdasarkan uraian diatas di harapkan dengan adanya makalah yang berjudul “Trauma medulla spinalis” dapat bermanfaat bagi para pembaca untuk dapat meningkatkan mutu asuhan keperawatan.
B. Rumusan Masalah Dari latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : a. Apa Pengertian Cedera Medula Spinalis ? b. Bagaimana Anatomi Fisiologi Struktur Medula Spinalis ? c. Apa Penyebab atau Etiologi terjadinya Cedera Medula Spinalis ? d. Bagaimana Patofisiologi dan Manifestasi Klinis Cedera Medula Spinalis ? e. Bagaiman mekanisme cedera Medula Spinalis ? f. Bagaimana Komplikasi yang akan terjadi
pada Cedera Medula
Spinalis? g. Bagaimana Pemeriksaan Diagnostik dan Pemeriksaan Penunjang yang dapat dilakukan pada kasus Cedera Medula Spinalis ?
Trauma Medula Spinalis| 4
h. Bagaimana Penatalaksanaan dan Pengobatan yang dapat dilakukan pada kasus Cedera Medula Spinalis ? i. Bagaimana Pelaksanaan Asuhan Keperawatan yang dilakukan pada kasus Cedera Medula Spinalis ? j. Bagaimana Sistem Layanan Kesehatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Persarafan ?
C. Tujuan Penulisan Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah :
Tujuan Umum Membantu
mahasiswa
memahami
tentang
konsep
dasar
manajemen keperawatan berkaitan dengan adanya gangguan pada tubuh manusia yang diakibatkan oleh cedera medula spinalis serta mengetahui bagaimana konsep penyakit atau cedera medula spinalis dan bagaimana Asuhan Keperawatannya..
Tujuan Khusus a. Mengetahui Pengertian Cedera Medula Spinalis. b. Mengetahui Anatomi Fisiologi Struktur Medula Spinalis c. Mengetahui Penyebab atau Etiologi adanya Cedera Medula Spinalis. d. Mengetahui Patofisiologi dan Manifestasi Klinis Cedera Medula Spinalis. e. Memahami mekanisme terjadinya Cedera Medula Spinalis. f. Memahami Komplikasi yang akan terjadi
pada kasus Cedera
Medula Spinalis.. g. Mengetahui Pemeriksaan Diagnostik yang dapat dilakukan pada kasus Cedera Medula Spinalis. h. Memahami Penatalaksanaan dan Pengobatan yang dapat dilakukan pada kasus Cedera Medula Spinalis. i. Mengetahui Pelaksanaan Asuhan Keperawatan yang dilakukan pada kasus Cedera Medula Spinalis.
Trauma Medula Spinalis| 5
j. Mengetahui Sistem Layanan Kesehatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Persarafan.
D. Manfaat Penulisan Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah diharapkan mahasiswa dapat mengetahui dan memahami mekanisme dasar terjadinya kasus Cedera Medula Spinalis yang diakibatkan karena adanya gangguan pada sistem susunan saraf terutama pada struktur medula spinalis yang dapat terjadi akibat berbagai sebab, sehingga dengan begitu mahasiswa dapat dengan mudah untuk melakukan asuhan dan tindakan serta penanganan keperawatan yang tepat terkait cedera medula spinalis tersebut.
Trauma Medula Spinalis| 6
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Trauma/Cedera Medula Spinalis
Medula spinalis terdiri atas 31 segmen jaringan saraf dan masing-masing memiliki sepasang saraf spinal yang keluar dari kanalis vertebralis melalui foramen inverterbra. Terdapat 8 pasang saraf servikalis, 12 pasang torakalis, 5 pasang lumbalis, 5 pasang sakralis, dan 1 pasang saraf kogsigis. Trauma spinal atau cedera pada tulang belakang adalah cedera yang mengenai servikalis, vertebralis dan lumbalis akibat dari suatu trauma yang mengenai tulang belakang, seperti jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas, kecelakaan olahraga, dan sebagainya. Trauma pada tulang belakang dapat mengenai jaringan lunak pada tulang belakang yaitu ligamen dan diskus, tulang belakang sendiri dan susmsum tulang belakang atau spinal kord. Apabila Trauma itu mengenai daerah servikal pada lengan, badan dan tungkai mata penderita itu tidak tertolong. Dan apabila saraf frenitus itu terserang maka dibutuhkan pernafasan buatan, sebelum alat pernafasan mekanik dapat digunakan. (Muttaqin, 2008). Merupakan keadaan patologi akut pada medula spinalis yang diakibatkan terputusnya komunikasi sensori dan motorik dengan susunan saraf pusat dan saraf perifer. Tingkat kerusakan pada medula spinalis tergantung dari keadaan komplet atau inkomplet.
Trauma Medula Spinalis| 7
Trauma Medula Spinalis dapat bervariasi dari trauma ekstensi fiksasi ringan yang terjadi akibat benturan secara mendadak sampai yang menyebebkan transeksi lengkap dari medula spinalis dengan quadriplegia (Fransisca B.Batticaca,2008 : 30). Trauma medula spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang disebabkan oleh benturan pada daerah medulla spinalis (Brunner & Suddarth, 2001). Trauma medulla spinalis adalah kerusakan tulang dan sumsum yang mengakibatkan gangguan sistem persyarafan didalam tubuh manusia yang diklasifikasikan sebagai : a.
Komplet (kehilangan sensasi dan fungsi motorik total)
b.
Tidak komplet (campuran kehilagan sensori dan fungsi motorik)
Trauma Medulla Spinalis adalah Trauma yang terjadi pada jaringan medulla spinalis yang dapat menyebabkan fraktur atau pergeseran satu atau lebih tulang vertebrata atau kerusakan jaringan medulla spinalis lainnya termasuk akarakar saraf yang berada sepanjang medulla spinalis sehingga mengakibatkan defisit neurologi. Cedera medula spinalis (CMS) merupakan salah satu penyebab gangguan fungsi saraf yang sering menimbulkan kecacatan permanen pada usia muda. Kelainan yang lebih banyak dijumpai pada usia produktif ini seringkali mengakibatkan penderita harus terus berbaring di tempat tidur atau duduk di kursi roda karena tetraplegia atau paraplegia. Cedera Medula spinalis adalah cedera yang biasanya berupa fraktur atau cedera lain pada tulang vertebra, korda spinalis itu sendiri, yang terletak didalam kolumna vertebralis, dapat terpotong, tertarik, terpilin atau tertekan. Kerusakan pada kolumna vertaebralis atau korda dapat terjadi disetiap tingkatan, kerusakan korda spinalis dapat mengenai seluruh korda atau hanya separuhnya. Beberapa yang berhubungan dengan trauma medula spinalis seperti : a.
Quadriplegia adalah keadaan paralisis/kelumpuhan pada ekstermitas dan terjadi akibat trauma pada segmen thorakal 1 (T1) keatas.
Trauma Medula Spinalis| 8
Kerusakan pada level akan merusak sistem syaraf otonom khsusnya syaraf simpatis misalnya adanya gangguan pernapasan. b.
Komplit Quadriplegia adalah gambaran dari hilangnya fungsi modula karena kerusakan diatas segmen serfikal 6 (C6).
c.
Inkomplit Quadriplegia adalah hilangnya fungsi neurologi karena kerusakan dibawah segmen serfikan 6 (C6).
d.
Refpiratorik Quadriplegia (pentaplagia) adalah kerusakan yang terjadi pada serfikal pada bagian atas (C1-C4) sehingga terjadi gangguan pernapasan.
e.
Paraplegia adalah paralisis ekstermitas bagian bawah, terjadi akibat kerusakan pada segmen parakal 2 (T2) kebawah.
B. Anatomi Fisiologi Sistem Persarafan (Medulla Spinalis) TABEL. 1 Secara garis besar susunan sistem saraf manusia dijelaskan pada diagram berikut. Otak besar Otak tengah Otak
Otak depan Jembatan Varol
Sistem saraf pusat
Otak kecil Sistem saraf
Sumsum lanjutan
Sadar
Sumsum
Sistem saraf
Sumsum tulang belakang
31 pasang saraf sumsum tulang Sistem saraf tepi
belakang (saraf spinal)
(kraniospinal)
12 pasang saraf otak (saraf kranial)
Sistem saraf
Sistem saraf simpatetik
tidak sadar (otonom)
Sistem saraf parasimpatetik
Trauma Medula Spinalis| 9
1. Medula Spinalis
Medulla spinalis (spinal cord) merupakan bagian susunan saraf pusat yang terletak di dalam kanalis vertebralis dan menjulur dari foramen magnum ke bagian atas region lumbalis. Trauma pada medulla spinalis dapat bervariasi dari trauma ekstensi fiksasi ringan yang terjadi akibat benturan secara mendadak sampai yang menyebabkan transeksi lengkap dari medula spinalis dengan quadriplegia. Medulla Spinalis terdiri dari 31 segmen jaringan saraf dan masingmasing memiliki sepasang saraf spinal yang keluar dari kanalis vertebralis melalui voramina intervertebralis (lubang pada tulang vertebra). Saraf-saraf spinal diberi nama sesuai dengan foramina intervertebralis tempat keluarnya
Trauma Medula Spinalis| 10
saraf- saraf tersebut, kecuali saraf servikal pertama yang keluar diantara tulang oksipital dan vertebra servikal pertama. Dengan demikian, terdapat 8 pasang saraf servikal, 12 pasang torakalis, 5 pasang saraf lumbalis, 5 pasang saraf skralis, dan 1 pasang saraf koksigeal. Saraf spinal melekat pada permukaan lateral medulla spinalis dengan perantaran dua radiks, radik posteriol atau dorsal (sensorik) dan radik anterior atau ventral (motorik). Radiks dorsal memperlihatkan pembesaran, yaitu ganglion radiks dorsal yang terdiri dari badan-badan sel neuron aferen atau neuron sensorik. Badan sel seluruh neuron aferen medulla spinalis terdapat ganglia tersebut. Serabut-serabut radiks dorsal merupakan tonjolan-tonjolan neuron sensorik yang membawa impuls dari bagian perifer ke medulla spinalis. Badan sel neuron motorik terdapat di dalam medulla spinalis dalam kolumna anterior dan lateral substansia grisea. Aksonnya membentuk serabut-serabut radiks ventral yang berjalan menuju ke otot dan kelenjar. Kedua radiks keluar dari foramen intervertebralis dan bersatu membentuk saraf spinal. Semua saraf spinal merupakan saraf campuran, yaitu mengandung serabut sensorik maupun serabut motorik.
Bagian dorsal saraf spinal mempersarafi otot intrinsic punggung dan segmen-segmen tertentu dari kulit yang melapisinya yang disebut dermatoma. Bagian ventral merupakan bagian yang besar dan dan membentuk bagian utama yang membentuk spinal. Otot-otot dan kulit leher, dada, abdomen, dan ekstremitas dipersarafi oleh bagian ventral. Pada semua saraf spinal kecuali bagian torakal, saraf-saraf spinal bagian ini saling terjalin sehingga membentuk jalinan saraf yang disebut Fleksus. Fleksus yang terbentuk adalah fleksus servikalis, brakialis, lumbalis, sakralis dan koksigealis. Keempat saraf servikal Trauma Medula Spinalis| 11
yang pertama (C1-C4) membentuk fleksus servikalis yang mempersarafi leher dan bagian belakang kepala. Salah satu cabang yang penting sekali adalah saraf frenikus yang mempersarafi diagfragma. Fleksus brakialis yang dibentuk dari C5-T1, fleksus ini mempersarafi ekstremitras atas. Saraf torakal (T3-T11) mempersarafi otot-otot abdomen bagian atas dan kulit dada serta abdomen. Pleksus lumbalis berasal dari segmen spinal T12-L4 mempersarafi otot-otot dan kulit tubuh bagian bawah dan ekstremitas bawah. Pleksus sakralis dari L4-S4, dan pleksus koksigealis dari S4 sampai saraf koksigealis. Saraf utama dari pleksus ini adalah saraf femoralis dan obturatorius. Saraf utama dari pleksus sakralis adalah saraf iskiadikus, saraf terbesar dalam tubuh. Saraf ini menembus bokong dan turun kebawah melalui bagian belakang paha. Kulit dipersarafi oleh radiks dorsal dari tiap saraf spinal, jadi dari satu segmen medulla spinalis disebut dermatom. Otot-otot rangka juga mendapat persarafan segmental dari radiks spinal ventral. Sumsum tulang belakang terdapat di dalam ruas-ruas tulang belakang (vertebrae) yang memanjang dari daerah leher sampai pinggang. Vertebrae itu berfungsi melindungi sumsum tulang belakang dari kerusakan. Pada sumsum tulang belakang, materi kelabu terletak di bagian dalam dan tersusun atas badan-badan sel, sinapsis, serta sel-sel saraf konektor yang tidak bermielin. Sel-sel saraf konektor tersebut mengirimkan informasi dari sumsum tulang belakang ke serabut saraf spinal, atau sebaliknya. Penampang melintang materi kelabu pada sumsum tulang belakang berbentuk sepeti huruf H atau sayap kupu-kupu. Sementara itu, materi putih yang terletak di bagian luar tersusun atas serabut-serabut saraf (akson bermielin). Akson bermielin itu mengirimkan informasi dari sumsum tulang belakang menuju otak, atau sebaliknya. Sumsum tulang belakang juga dilindungi oleh tiga lapis membran (meninges). Di bagian tengah sumsum tulang belakang, yaitu di antara membran dalam dan membran tengah terdapat saluran tengah yang berisi cairan serebrospinal. Cairan tersebut berfungsi memasok makanan bagi sumsum tulang belakang dan berperan sebagai peredam kejut atau pelindung dari goncangan. Sumsum tulang belakang berhubungan dengan
Trauma Medula Spinalis| 12
1) Gerak refleks struktur tubuh di bawah leher 2) Menghantarkan rangsang sensori dari reseptor ke otak 3) Membawa rangsang motor dari otak ke efektor.
Columna Vertebralis adalah pilar utama tubuh yang berfungsi melindungi medula spinalis dan menunjang berat kepala serta batang tubuh, yang diteruskannya ke lubang-lubang paha dan tungkai bawah. Masing-masing tulang dipisahkan oleh disitus intervertebralis. 1.
Vertebralis dikelompokkan sebagai berikut : a.
Vetebrata Thoracalis (atlas). Vetebrata Thoracalis mempunyai ciri yaitu tidak memiliki corpus tetapi hanya berupa cincin tulang. Vertebrata cervikalis kedua (axis) ini memiliki dens, yang mirip dengan pasak. Veterbrata cervitalis ketujuh disebut prominan karena mempunyai prosesus spinasus paling panjang.
b.
Vertebrata Thoracalis. Ukurannya semakin besar mulai dari atas kebawah. Corpus berbentuk jantung, berjumlah 12 buah yang membentuk bagian belakang thorax.
c.
Vertebrata Lumbalis. Corpus setiap vertebra lumbalis bersifat masif dan berbentuk ginjal, berjumlah 5 buah yang membentuk daerah pinggang, memiliki corpus vertebra yang besar ukurnanya sehingga pergerakannya lebih luas kearah fleksi.
d.
Vertebrata Sacrum. Terdiri dari 5 sacrum yang membentuk sakrum atau tulang kengkang dimana ke 5 vertebral ini rudimenter yang bergabung yang membentuk tulang bayi.
e.
Vertebrata Coccygis. Terdiri dari 4 tulang yang juga disebut ekor pada manusia, mengalami rudimenter.
Trauma Medula Spinalis| 13
Lengkung koluma vertebralis kalau dilihat dari samping maka kolumna vertebralis memperlihatkan empat kurva atau lengkung antero-pesterior : lengkung vertikal pada daerah leher melengkung kedepan daerah torakal melengkung kebelakang, daerah lumbal kedepan dan daerah pelvis melengkung kebelakang. Kedua lengkung yang menghadap pasterior, yaitu torakal dan pelvis, disebut promer karena mereka mempertahankan lengkung aslinya kebelakang dari hidung tulang belakang, yaitu bentuk (sewaktu janin dengna kepala membengkak ke bawah sampai batas dada dan gelang panggul dimiringkan keatas kearah depan badan. Kedua lengkung yang menghadap ke anterior adalah sekunder → lengkung servikal berkembang ketika kanak-kanak mengangkat kepalanya untuk melihat sekelilingnya sambil menyelidiki, dan lengkung lumbal di bentuk ketika ia merangkak, berdiri dan berjalan serta mempertahankan tegak. Fungsi dari kolumna vertebralis. Sebagai pendukung badan yang kokoh dan sekaligus bekerja sebagai penyangga kedengan prantaraan tulang rawan cakram intervertebralis yang lengkungnya memberikan fleksibilitas dan memungkinkan membonkok tanpa patah. Cakramnya juga berguna untuk menyerap goncangan yang terjadi bila menggerakkan berat badan seperti waktu berlari dan meloncat, dan dengan demikian otak dan sumsum belkang terlindung terhadap goncangan. Disamping itu juga untuk memikul berat badan, menyediakan permukaan untuk kartan otot dan membentuk tapal batas pasterior yang kukuh untuk rongga-rongga badan dan memberi kaitan pada iga. 1) Sistem saraf spinal (tulang belakang) berasal dari arah dorsal, sehingga sifatnya sensorik. Berdasarkan asalnya, saraf sumsum tulang belakang yang berjumlah 31 dibedakan menjadi: a)
8 pasang saraf leher (saraf cervical) ( C1 sampai C8 ) Meliputi : Cerviks menunjukkan sekmen T,L,S,Co (1)
Pleksus servikal berasal dari ramus anterior saraf spinal C1 – C4
(2)
Pleksus brakial C5 – T1 / T2 mempersarafi anggota bagian atas, saraf yang mempersarafi anggota bawah L2 – S3.
b)
12 pasang saraf punggung (saraf thorax) (T1 - T2 )
Trauma Medula Spinalis| 14
c)
5 pasang saraf pinggang (saraf lumbar) ( L1 - L5 )
d)
5 pasang saraf pinggul (saraf sacral) ( S1 - S5 )
e)
1 pasang saraf ekor (saraf coccyigeal).
Otot-otot
representative
dan
segmen-segmen
spinal
yang
bersangkutan serta persarafannya: 1.
Otot bisep lengan C5 – C6
2.
Otot trisep C6 – C8
3.
Ototbrakial C6 – C7
4.
Otot intrinsic tangan C8 – T1
5.
Susunan otot dada T1 – T8
6.
Otot abdomen T6 – T12
7.
Otot quadrisep paha L2 – L4
8.
Otot gastrok nemius reflek untuk ektensi kaki L5 – S2
Kemudian diantara beberapa saraf, ada yang menjadi satu ikatan atau gabungan (pleksus) membentuk jaringan urat saraf. Pleksus terbagi menjadi 3 macam, yaitu:
Trauma Medula Spinalis| 15
1) Plexus cervicalis (gabungan urat saraf leher) 2) Plexus branchialis (gabungan urat saraf lengan) 3) Plexus lumbo sakralis (gabungan urat saraf punggung dan pinggang) Korda jaringan saraf yang terbungkus dalam kolumna vertebra yang memanjang dari medula batang otak sampai ke area vertebra lumbal pertama disebut medula spinalis
1. Struktur umum medula spinalis a. Medula spinalis berbentuk silinder berongga dan agak pipih. Walaupun diameter medula spinalis bervariasi, diameter struktur ini biasanya sekitar ukuran jari kelingking. Panjang rata-rata 42 cm. b. Dua pembesaran. Pembesaran lumbal dan serviks, menandai sisi keluar saraf spinal besar yang mensuplai lengan dan tungkai c. 31 pasang saraf spinal keluar dari area urutan korda melalui foramina intervertebral d. Korda berakhir dibagian bawah vertebra lumbal pertama atau kedua. Saraf spinal bagian bawah yang keluar sebelum ujung korda mengarah ke bawah, disebut korda ekuina, muncul dari kolumna spinlia pada foramina intervertebral lumbal dan sakral yang tepat. 1) Konus medularis (terminalis) adalah ujung kaudal korda 2) Filum terminal adalah perpanjangan fibrosa piameter yang melekat pada konus medularis ke kolumna vertebra e. Meningen (durameter, piameter, arakhnoid) yang melapisi otak juga melapisi korda f. Fisura Median Anterior (ventral) dalam fisura posterior (dorsal) yang lebih dangkal menjalar di sepanjang korda dan membaginya menjadi bagian kanan dan kiri
Trauma Medula Spinalis| 16
2. Struktur Internal Medula Spinalis terdiri dari sebuah inti substansi abu-abu yang diselubungi substansi putih a. Kanal sentral berukuran kecil dikelilingi substansi abu-abu bentuknya seperti huruf H b. Batang atas dan bawah huruf H disebut tanduk, atau kolumna dan mengandung badan sel, dendrit asosiasi, dan neuron eferen serta akson tidak termielinisasi 1) Tanduk abu-abu posterior (dorsal) adalah batang ventrikel atas substansi abu-abu. Bagian ini mengandung badan sel yang menerima sinyal melaluisaraf spinal dari neuron sensorik 2) Tanduk abu-abu anterior (ventral) adalah batang ventrikel bawah. Bagian ini mengandung neuron motorik yang aksonnya mengirim impuls melalui saraf spinal ke otot atau kelenjar 3) Tanduk lateral adalah protrusi diantara tanduk posterior dan anterior pada area toraks dan lumbal sistem saraf perifer. Bagian ini mengandung badan sel neuron sistem SSO 4) Komisura abu-abu menghubungkan substansi abu-abu disisi kiri dan kanan melalui medula spinalis
Trauma Medula Spinalis| 17
3. Setiap saraf spinal memiliki satu radiks dorsal atau satu radiks ventral. Radiks dorsal terdiri dari kelompok-kelompok serabut sensorik yang memasuki korda. Radiks ventral adalah penghubung ventral dan membawa serabut motorik ke korda a. Setiap radiks yang memasuki atau meninggalkan korda membentuk tujuh sampai sepuluh cabang radiks b. Radiks dorsal dan ventral pada setiap sisi segmen medula spinalis menyatu untuk membentuk saraf spinal c. Radiks dorsal ganglia adalah pembesaran radiks dorsal yang mengandung sel neuron sensorik
4. Traktus spinal. Substansi putih korda yang terdiri dari akson termielinisasi dibagi menjadi funikulus anterior, posterior, lateral. Dalam funikulus terdapat fasikulus atau traktus. Traktus diberi nama sesuai dengan lokasi, asal dan tujuannya. a. Traktus sensorik atau asenden membawa informasi dari tubuh ke otak. Bagian penting traktus asenden meliputi:
Trauma Medula Spinalis| 18
1. Fasikulus grasilis dan fasikulus kuneatus a. Origo dan tujuan. Impuls dari sentuhan reseptor peraba masuk ke medula spinalis melalui radiks dorsal (neuron I). Akson memasuki korda, berasenden untuk bersinaps dengan nuklei grasilis dan kuneatus di medula bagian bawah (neuron II). Akson menyilang ke sisi yang berlawanan dan bersinaps dalam talamus lateral (neuron III). Terminasinya berada pada area somestetik korteks serebral b. Fungsi. Traktus ini menyampaikan informasi mengenai sentuhan, tekanan, vibrasi, dan tendon otot
2. Traktus spinoserebelar ventral (anterior) (berpasangan) a.
Origo dan tujuan. Impuls dari reseptor kinestetik (kesadaran akan posisi tubuh) pada otot dan tendon memauki medula spinalis melalui radiks dorsal (neuron I) dan bersinaps dalam tanduk posterior (neuron II). Akson berasenden disisi yang sama atau berlawanan dan berterminasi pada korteks serebral
b.
Fungsi, Traktus spinoserebelar ventral membawa informasi mengenai gerakan dan posisi keseluruhan anggota gerak
3. Traktus spinoserebelar dorsal (posterior) a. Origo dan tujuan. Impuls dari traktus spinoserebelar dorsal memiliki awal dan akhir yang sama dengan impuls dari traktus spinoserebelar ventral, walaupun demikian, akson pada neuron II dalam tanduk posterior bersenden disisi yang sama menuju korteks serebral b. Fungsi. Traktus spinoserebelar dorsal membawa informasi mengenai propriosepsi bawah sadar (kesadaran akan posisi tubuh, keseimbangan, dan arah gerakan)
Trauma Medula Spinalis| 19
4. Traktus spinotalamik ventral (anterior) a. Origo dan tujuan. Impuls dari reseptor taktil pada kulit masuk ke medulla spinalis melalui radiks dorsal (neuron I) dan bersinaps dalam tanduk posterior disisi yang sama (neuron II). Akson menyilang kesisi yang berlawanan dan berasenden untuk bersinapsis dalam talamus (neuron III). Akson berujung dalam area somestetik korteks serebral b. Fungsi. Traktus spinotalamik ventral
membawa informasi
mengenai sentuhan, suhu dan nyeri 5. Traktus Motorik (Desenden) Mmebawa impuls motorik dari otak ke medulla spinalis dan saraf spinal menuju tubuh. Fungsi traktus motorik yang penting meliputi: a.
Traktus kortikospinal lateral (piramidal)
1) Origo dan tujuan. Neuron I berasal dari area motorik korteks serebral. Akosn berdesenden ke medulla tempat sebagian besar serabut berdekusasi dan terus memanjang sampai ke tanduk posterior untuk bersinapsis langsung atau melalui interneuron dengan neuron motorik bagian bawah (neuron II) dalam tanduk anterior. Akson berterminasi pada lempeng ujung motorik otot rangka. 2) Fungsi. Traktus kortikospinal lateral menghantar impuls untuk koordiasi dan ketepatan gerakan volunter
b. Traktus kortikospinal (piramidal) ventral (anterior) 1) Origo dan tujuan. Neuron I berasal dari sel piramidal pada area motorik korteks serebral dan berdesenden sampai ke medulla spinalis. Disini akson menyilang ke sisi yang berlawanan tepat sebelum bersinapsis, secara langsung maupun melalui interneuron dengan neuron II dalam tanduk anterior 2) Fungsi. Traktus kortikospinal ventral memiliki fungsi yang sama dengan traktus kortokospinal lateral. Traktus tersebut
Trauma Medula Spinalis| 20
menghantarkan impuls untuk koordinasi dan ketepatan gerakan volunter.
6. Traktus ekstrapiramidal. Serabut dalam sistem ini berasal dari pusat lain, misalnya nuklei motorik dalam korteks serebral dan area subkortikal di otak a. Traktus retikulospinal berasal dari formasi retikular (neuron I) dan berujung (neuron II) pada sisi yang sama dineuron motorik bagian bawah dalam tanduk anterior medula spinalis. Impuls memberikan semacam pengaruh fasilitas pada ekstensor tungkai dan fleksor lengan serta memberikan suatu pengaruh inhibisi yang berkaitan dengan postur dan tonus otot b. Traktus vestilospinal lateral berasal dari nukleus vestribular lateral dalam medulla (neuron I) dan berdesenden pada sisi yang sama untuk untuk berujung (neuron II) pada tanduk anterior medulla spinalis. Impuls mempertahankan tonus otot dalam aktivitas refleks c. Traktus vestibulospinal medial baerasal dari nukleus vestibular medial dalam medula dan menyilang ke sisi yang berlawanan untuk berakhir pada tanduk anterior. Traktus ini tidak berdesenden ke bawah area serviks. Traktus ini berkaitan dengan pengendalian otot-otot kepala dan leher d. Traktus rubrospinal, yang berasal dari nukleus merah otak tengah, traktus olivospinal yang berasal dari olive inferior medula dan traktus tektospinal
yang berasal dari bagian
tektum
termasuk
otak
tengah,
juga
jenis
traktus
ekstrapiramidal yang berhubungan dengan postur dan tonus otot.
Saraf Spinal. 31 pasang saraf spinal berawal dari korda melalui radiks dorsal (posterior) dan ventral (anterior). Pada bagian distal radiks dorsal ganglion, dua radiks bergabung membentuk satu saraf spinal. Semua saraf
Trauma Medula Spinalis| 21
tersebut adalah saraf gabungan (motorik dan sensorik), membawa informasi ke korda melalui neuron aferen dan meninggalkan korda melalui neuron eferen. 1. Divisi. Setelah saraf spinal meninggalkan korda melalui foramen intervertebral, saraf kemudian bercabang menjadi 4 divisi a. Cabang meningeal kecil masuk kembali ke medulla spinalis melalui foramen sama yang digunakan saraf untuk keluar dan mempersarafi meninges, pembuluh darah medula spinalis dan ligamen vertebralis b. Ramus dorsal (posterior) terdiri dari serabut yang menyebar kearah posterior untuk mempersarafi otot dan kulit pada bagian belakang kepala, leher, dan pada trunkus di regia saraf spinal c. Cabang ventral (anterior) terdiri dari serabut yang mensuplai bagian anterior dan lateral pada trunkus dan anggota gerak d. Cabang viseral adalah bagian dari SSO. Cabang ini memiliki ramus komunikans putih dan ramus komunikans abu-abu yang membentuk hubungan abtara medula spinalis dan ganglia pada trunkus simpatis SSO
2. Pleksus adalah jaring-jaring serabut saraf yang terbentuk dari ramus ventral seluruh saraf spinal, kecuali T1 dan T11 , yang merupakan awal saraf intercostae a. Pleksus serviks terbentuk dari ramus ventral keempat saraf serviks pertama- C1, C2, C3, C4- dan sebagian C5. Saraf ini menginversi otot leher, dan kulit kepala, leher serta dada. Saraf terpenting yang berawal dari pleksus ini adalah saraf frenik yang menginversi diagfragma b. Pleksus brakhial terbentuk dari ramus ventral saraf serviks C5, C6, C7, C8, dan saraf toraks pertama T1 dengan melibatkan C4 dan T2. Saraf dari pleksus brakhial mensuplai lengan atas dan beberapa otot pada leher dan bahu c. Pleksus lumbal terbentuk dari ramus saraf lumbal L1, L2, L3, L4 dengan bantuan T12. Saraf dari pleksus ini menginversi kulit dan otot dinding abdomen, paha dan genetalia eksternal. Saraf terbesar adalah
Trauma Medula Spinalis| 22
saraf femoral, yang mensuplai otot fleksor paha dan kulit pada paha anterior, regia panggul, dan tungkai bawah d. Pleksus sakral terbentuk dari ramus ventral saraf sakral S1, S2, dan S3, serta konstribusi dari L4, L5, dan S4. Saraf dari pleksus ini menginversi anggota gerak bawah, bokong, dan regia perineal, saraf terbesar adalah saraf sklatik e. Pleksus koksiks terbentuk dari ramus ventral S5 dan saraf spinal koksiks, dengan konstribusi dari ramus S4. Pleksus ini merupakan awal saraf koksiks yang mensupali regia koksiks. Setiap saraf spinal keluar dari sumsum tulang belakang dengan dua buah akar, yaitu akar depan (anterior) dan akar belakang (posterior). Setiap akar anterior dibentuk oleh beberapa benang akar yang meninggalkan sumsum tulang belakang pada satu alur membujur dan teratur dalam satu baris. Tempat alaur tersebut sesuai dengan tempat tanduk depan terletak paling dekat di bawah permukaan sumsum tulang belakang. Benang-benang akar dari satu segmen berhimpun untuk membentuk satu akar depan. Akar posterior pun terdiri atas benang-benang akar serupa, yang mencapai sumsum tulang belakang pada satu alur di permukaan belakang sumsum tulang belakang. Setiap akar belakang mempunyai sebuah kumpulan sel saraf yang dinamakan simpulsaraf spinal. Akar anterior dan posterior bertaut satu sama lain membentuk saraf spinal yang meninggalkan terusan tulang belakang melalui sebuah lubang antar ruas tulang belakang dan kemudian segera bercabang menjadi sebuah cabang belakang, cabang depan, dan cabang penghubung. Cabang-cabang belakang saraf spinal mempersarafi otot-otot punggung sejati dan sebagian kecil kulit punggung. Cabang-cabang depan mempersarafi semua otot kerangka batang badan dan anggota-anggota gerak serta kulit tubuh kecuali kulit punggung. Cabang-cabang depan untuk persarafan lengan membentuk suatu anyaman (plexus), yaitu anyaman lengan (plexus brachialis). Dari anyaman inilah dilepaskan beberapa cabang pendek ke arah bahu dan ketiak, dan beberapa cabang panjang untuk lengan dan tangan. Demikian pula dibentuk oleh cabang-cabang depan untuk anggota-anggota gerak bawah dan untuk
Trauma Medula Spinalis| 23
panggul sebuah anyaman yang disebut plexus lumbosakralis, yang juga mengirimkan beberapa cabang pendek ke arah pangkal paha dan bokong, serta beberapa cabang panjang untuk tungkai atas dan tungkai bawah. Yang terbesar adalah saraf tulang duduk. Saraf ini terletak di bidang posterior tulang paha. Medulla spinalis atau sumsum tulang belakang bermula ada medula ablongata, menjulur kearah kaudal melalu foramen magnum dan berakhir diantara vertebra-lumbalis pertama dan kedua. Disini medula spinalis meruncing sebagai konus medularis, dna kemudian sebuah sambungan tipis dasri pia meter yang disebut filum terminale, yang menembus kantong durameter, bergerak menuju koksigis. Sumsum tulang belakang yang berukuran panjang sekitar 45 cm ini, pada bagian depannya dibelah oleh figura anterior yang dalam, sementara bagian belakang dibelah oleh sebuah figura sempit. Pada sumsum tulang belakang terdapat dua penebalan, servikal dan lumbal. Dari penebalan ini, plexus-plexus saraf bergerak guna melayani anggota badan atas dan bawah dan plexus dari daerah thorax membentuk saraf-saraf interkostalis. Fungsi sumsum tulang belakang : 1) Organ sensorik : menerima impuls, misalnya kulit. 2) Serabut saraf sensorik ; mengantarkan impuls-impuls tersebut menuju sel-sel dalam ganglion radix pasterior dan selanjutnya menuju substansi kelabu pada karnu pasterior mendula spinalis. 3) Sumsum
tulang
belakang,
dimana
serabut-serabut
penghubung menghantarkan impuls-impuls
saraf
menuju karnu
anterior medula spinalis. 4) Sel saraf motorik ; dalam karnu anterior medula spinalis yang menerima dan mengalihkan impuls tersebut melalui serabut sarag motorik. 5) Organ motorik yang melaksanakan gerakan karena dirangsang oleh impuls saraf motorik. 6) Kerusakan pada sumsum tulang belakang khususnya apabila terputus pada daerah torakal dan lumbal mengakibatkan (pada daerah torakal) paralisis beberapa otot interkostal, paralisis pada
Trauma Medula Spinalis| 24
otot abdomen dan otot-otot pada kedua anggota gerak bawah, serta paralisis sfinker pada uretra dan rektum. 2.
Sendi Kolumna Vertebra Sendi ini dibentuk oleh bantalan tulang rawan yang diletakkan diantara
setiap dua vertebra, dikuatkan oleh ligamentum yang berjalan didepan dan dibelakang badan-badan vertebra sepanjang kolumna vertebralis. Massa otot disetiap sisi membantu kestabilan tulang belakang sepenuhnya. Diskus Intervetebralis atau cakram antar ruas adalah bantalan tebal dari tulang rawan fibrosa yang terdapat diantara badan vertebra yang dapat bergerak
3.
Meningen Spinal Meningen adalah selaput otak yang merupakan bagian dari susunan
saraf yang bersiaft non neural. Meningen terdiri dari jarningan ikat berupa membran yang menyelubungi seluruh permukaan otak, batang otak dan medula spinalis. Meningen terdiri dari 3 lapisan, yaitu Piamater, arakhnoid dan duramater. Duramater yang merupakan lapisan yang kuat, Membran fibrosa, Bersatu dengan filum terminale. Piamater berupa lapisan tipis, kaya pembuluh darah, nyambung dengan medula spinalis. Rongga antara periosteum dengan duramater disebut dengan epidural yang merupakan area yang mengandung banyak pembuluh darah dan lemak. Rongga antara duramater dengan arachnoid disebut dengan subdural. Sub dural tidak mengandung CSF. Rongga antara Arachnoid dan Piamater disebut dengan Subarachnoid. Pada rongga ini terdapat Cerebro Spinal Fluid, Pembuluh Darah dan akar-akar syaraf Piameter merupakan selaput tipis yang melekat pada permukaan otak yang mengikuti setiap lekukan-lekukan pada sulkus-sulkus dan fisura-fisura, juga melekat pada permukaan batang otak dan medula spinalis, terus ke kaudal sampai ke ujung medula spinalis setinggi korpus vertebra. Arakhnoid mempunyai banyak trabekula halus yang berhubungan dengan piameter, tetapi tidak mengikuti setiap lekukan otak.
Trauma Medula Spinalis| 25
Diantara arakhnoid dan piameter disebut ruang subrakhnoid, yang berisi cairan serebrospinal dan pembuluh-pembuluh darah. Karena arakhnoid tidak mengikuti lekukanlekukan otak, maka di beberapa tempat ruang subarakhnoid melebar yang disebut sisterna. Yang paling besar adalah siterna magna, terletak diantara bagian inferior serebelum danme oblongata. Lainnya adalah sisterna pontis di permukaan ventral pons, sisterna interpedunkularis di permukaan venttralmesensefalon, sisterna siasmatis di depan lamina terminalis. Pada sudut antara serebelum dan lamina quadrigemina terdapat sisterna vena magna serebri. Sisterna ini berhubungan dengan sisterna interpedunkularis melalui sisterna ambiens. Ruang subarakhnoid spinal yang merupakan lanjutan dari sisterna magna dan sisterna pontis merupakan selubung dari medula spinalis sampai setinggi S2. Ruang subarakhnoid dibawah L2 dinamakan sakus atau teka lumbalis, tempat dimana cairan serebrospinal diambil pada waktu pungsi lumbal. 1. Ruang Epidural Diantara lapisan luar dura dan tulang tengkorak terdapat jaringan ikat yang mengandung kapiler-kapiler halus yang mengisi suatu ruangan disebut ruang epidural 2. Ruang Subdural Diantara lapisan dalam durameter dan arakhnoid
yang
mengandung sedikit cairan, mengisi suatu ruang disebut ruang subdural .
4.
Cairan SerebroSpinal Cairan serebrospinal yang berada di ruang subarakhnoid merupakan
salah satu proteksi untuk melindungi jaringan otak dan medula spinalis terhadap trauma atau gangguan dari luar. Pada orang dewasa volume intrakranial kurang lebih 1700 ml, volume otak sekitar 1400 ml, volume cairan serebrospinal 52-162 ml (rata-rata 104 ml) dan darah sekitar 150 ml. 80% dari jaringan otak terdiri dari cairan, baik ekstra sel maupun intra sel. Rata-rata cairan serebrospinal dibentuk sebanyak 0,35 ml/menit atau 500 ml/hari, sedangkan total volume cairan serebrospinal berkisar 75-150 ml
Trauma Medula Spinalis| 26
dalam sewaktu. Ini merupakan suatu kegiatan dinamis, berupa pembentukan, sirkulasi dan absorpsi. Untuk mempertahankan jumlah cairan serebrospinal tetap dalam sewaktu, maka cairan serebrospinal diganti 4-5 kali dalam sehari. Perubahan dalam cairan serebrospinal dapat merupakan proses dasar patologi suatu kelainan klinik. Pemeriksaan cairan serebrospinal sangat membantu dalam mendiagnosa penyakit-penyakit neurologi. Selain itu juga untuk evaluasi pengobatan dan perjalanan penyakit, serta menentukan prognosa penyakit. Pemeriksaan cairan serebrospinal adalah suatu tindakan yang aman, tidak mahal dan cepat untuk menetapkan diagnosa, mengidentifikasi organism penyebab serta dapat untuk melakukan test sensitivitas antibiotika.
5. Suplai Darah Medula Spinalis Medula spinalis menerima darah melalui cabang-cabang arteri vertebralis (arteri spinatis anterior dan posterior serta cabang-cabangnya) dan dari pembuluh-pembuluh segmental regional yang berasal dari aorta torakalis dan abdominalis (arteri radikularis dan cabang-cabangnya). Dari tempat percabangannya pada arteri vertebralis disepanjang medula, arteri spinalis anterior dan posterior akan berjalan menuju medula spinalis. Medula spinalis mendapat dua suplai darah dari dua sumber yaitu: 1. arteri Spinalis anterior yang merupakan percabangan arteri vertebralis, 2. arteri Spinalis posterior, yang juga merupakan percabangan arteri vertebralis. Antara arteri spinalis tersebut diatas terdapat banyak anastomosis sehingga merupakan anyaman plexus yang mengelilingi medulla spinalis dan disebut vasocorona. Vena di dalam otak tidak berjalan bersama-sama arteri. Vena jaringan otak bermuara di jalan vena yang terdapat pada permukaan otak dan dasar otak. Dari anyaman plexus venosus yang terdapat di dalam spatum subarachnoid darah vena dialirkan kedalam sistem sinus venosus yang terdapat di dalam durameter diantara lapisan periostum dan selaput otak. Arteri vertebralis dipercabangkan oleh arteri sub clavia. Arteri ini berjalan ke kranial melalui foramen transversus vertebrae ke enam sampai
Trauma Medula Spinalis| 27
pertama kemudian membelok ke lateral masuk ke dalam foramen transversus magnum menuju cavum cranii. Arteri ini kemudian berjalan ventral dari medula oblongata dorsal dari olivus, caudal dari tepi caudal pons varolii. Arteri vertabralis kanan dan kiri akan bersatu menjadi arteri basilaris yang kemudian berjalan frontal untuk akhirnya bercabang menjadi dua yaitu arteri cerebri posterior kanan dan kiri. Daerah yang diperdarahi oleh arteri cerbri posterior ini adalah facies convexa lobus temporalis cortex cerebri mulai dari tepi bawah sampai setinggi sulcus temporalis media, facies convexa parietooccipitalis, facies medialis lobus occipitalis cotex cerebri dan lobus temporalis cortex cerebri. Anastomosis antara arteri-arteri cerebri berfungsi utnuk menjaga agar aliran darah ke jaringan otak tetap terjaga secara continue. Sistem carotis yang berasal dari arteri carotis interna dengan sistem vertebrobasilaris yang berasal dari arteri vertebralis, dihubungkan oleh circulus arteriosus willisi membentuk Circle of willis yang terdapat pada bagian dasar otak. Selain itu terdapat anastomosis lain yaitu antara arteri cerebri media dengan arteri cerebri anterior, arteri cerebri media dengan arteri cerebri posterior.
6. Refleks Spinal
Refleks merupakan respon bawah sadar terhadap adanya suatu stimulus internal ataupun eksternal untuk mempertahankan keadaan seimbang dari tubuh. Refleks yang melibatkan otot rangka disebut dengan refleks somatis dan Trauma Medula Spinalis| 28
Refleks yang melibatkan otot polos, otot jantung atau kelenjar disebut refleks otonom atau visceral. 7.
Konsep Refleks Refleks merupakan kejadian involunter dan tidak dapat dikendalikan
oleh kemauan. Tindakan refleks merupakan gerakan motorik involunter atau respons sekretorik yang diperlihatkan jaringan terhadap stimulus sensorik, seperti refleks menarik diri, bersin, batuk, dan mengedip (Sue Hinchlift). Secara fisiologis dengan ringkas dapat dijelaskan bahwa suatu respons refleks terjadi bila suatu otot rangka dengan persarafan untuk diregangkan, otot ini akan kontraksi. Respons seperti ini disebut refleks regang. Rangsangan yang membangkitkan refleks regang adalah regangan pada otot, dan responsnya adalah kontraksi otot yang diregangkan itu. Reseptor refleks ini adalah kumparan otot (muscle spindle). Impuls yang tercetus oleh kumparan otot dihantarkan ke SSP melalui serat saraf sensorik penghantar cepat. Impuls kemudian diteruskan ke neuron-neuron
motorik
yang
mempersarafi
otot
yang
teregang
itu.
Neurotransmitter di sinaps pusat adalah glutamat. Refleks-refleks regang merupakan refleks monosinaptik yang paling banyak digunakan dalam pemeriksaan neurologis, seperti pada ketukan di tendon patella yang akan membangkitkan refleks patella, yaitu refleks regang otot quadriseps femoris, akibat ketukan pada tendon akan meregangkan otot. Kontraksi serupa akan timbul bila otot quadriseps diregang secara manual (Ganong, 1999). Tahanan otot terhadap regangan kerap disebut tonus. Bila neuron motorik ke suatu otot dipotong, otot itu memberikan tahanan yang lemah dan disebut flaksid. Otot yang hipertonik (spastik) adalah otot yang mempunyai tahanan yang tinggi terhadap regangan karena adanya refleks regang yang hiperaktif. Diantara keadaan flaksid dan spastis terdapat area yang sering kali di salah artikan sebagai area tonus normal. Otot umumnya hipotonik bila pelepasan impuls eferennya rendah dan hipertonik bila tinggi. Temuan lain yang khas untuk keadaan peningkatan impuls eferen adalah klonus. Tanda neurologis ini merupakan peristiwa kontraksi otot yang
Trauma Medula Spinalis| 29
teratur dan berirama akibat regangan yang tiba-tiba dan bertahan. Klonus pergelangan kaki merupakan contoh yang khas. Klonus ini dimulai dengan dorsofleksi kaki yang cepat dan mantap, dan reponsnya adalah plantarfleksi pergelangan kaki berirama. Suatu respons fleksor dapat ditimbulkan dengan rangsangan di kulit atau dengan peregangan otot, tetapi respons fleksor kuat yang disertai gerakan menarik diri hanya dibangkitkan oleh suatu rangsang yang berbahaya. Karena itu, rangsang ini disebut rangsang nosiseptif. Respons menarik diri dari fleksi ekstremitas yang dirangsang menjauhkan tungkai dari sumber iritasi dan ekstensi ekstremtas yang menyangga tubuh. Refleks menarik diri sangat kuat, refleks ini menguasai jaras-jaras spinal sehingga membatalkan semua kegiatan refleks lain yang terjadi pada saat yang bersamaan (Price, 1995).
8.
Saraf spinal Saraf spinal pada manusia dewasa memiliki panjang sekitar 45 cm dan
lebar 14 mm. Pada bagian permukaan dorsal dari saraf spinal, terdapat alur yang dangkal secara longitudinal di bagian medial posterior berupa sulkus dan bagian yang dalam dari anterior berupa fisura. Medula spinalis terdiri atas 31 segmen jaringan saraf dan masingmasing memiliki sepasang saraf spinal yang keluar dari kanalis vertebralis melalui foramen intervertebra (lubang pada tulang vertebra). Saraf-saraf spinal diberi nama sesuai dengan foramen intervertebra tempat keluarnya saraf-saraf tersebut, kecuali saraf servikal pertama yang keluar di antara tulang oksipital dan vertebra servikal pertama
Tiga puluh satu pasang saraf spinal keluar dari medula apinalis dan kemudian dari kolumna vertabalis melalui celah sempit antara ruas-ruas tulang vertebra. Celah tersebut dinamakan foramina intervertebrelia. Seluruh saraf spinal merupakan saraf campuran karena mengandung serat-serat eferen yang membawa impuls baik sensorik maupun motorik. Mendekati medula spinalis, serat-serat eferen memisahkan diri dari serat–serat eferen. Serat eferen masuk ke medula spinalis membentuk akar belakang (radix dorsalis), sedangkan serat eferen keluar dari medula spinalis membentuk akar depan (radix ventralis). Setiap segmen medula spinalis memiliki sepasang saraf spinal, kanan dan kiri. Trauma Medula Spinalis| 30
Sehingga dengan demikian terdapat 8 pasang saraf spinal servikal, 12 pasang saraf spinal torakal, 5 pasang saraf spinal lumbal, 5 pasang saraf spinal sakral dan satu pasang saraf spinal koksigeal. Untuk kelangsungan fungsi integrasi, terdapat neuron-neuron penghubung disebut interneuron yang tersusun sangat bervariasi mulai dari yang sederhana satu interneuron sampai yang sangat kompleks banyak interneuron. Dalam menyelenggarakan fungsinya, tiap saraf spinal melayani suatu segmen tertentu pada kulit, yang disebut dermatom. Hal ini hanya untuk fungsi sensorik. Dengan demikian gangguan sensorik pada dermatom tertentu dapat memberikan gambaran letak kerusakan.
Adapun ke 31 nervus spinalis, yaitu: 1.
Nervus hipoglossus : Nervus yang mempersarafi lidah dan sekitarnya.
2.
Nervus occipitalis minor : Nervus yang mempersarafi bagian otak belakang dalam trungkusnya.
3.
Nervus thoracicus : Nervus yang mempersarafi otot serratus anterior.
4.
Nervus radialis: Nervus yang mempersyarafi otot lengan bawah bagian posterior, mempersarafi otot triceps brachii, otot anconeus, otot brachioradialis dan otot ekstensor lengan bawah dan mempersarafi kulit bagian posterior lengan atas dan lengan bawah. Merupakan saraf terbesar dari plexus.
5.
Nervus thoracicus longus: Nervus yang mempersarafi otot subclavius, Nervus thoracicus longus. berasal dari ramus C5, C6, dan C7, mempersarafi otot serratus anterior.
6.
Nervus thoracodorsalis: Nervus yang mempersarafi otot deltoideus dan otot trapezius, otot latissimus dorsi.
7.
Nervus axillaris: Nervus ini bersandar pada collum chirurgicum humeri.
8.
Nervus subciavius: Nervus subclavius berasal dari ramus C5 dan C6, mempersarafi otot subclavius..
Trauma Medula Spinalis| 31
9.
Nervus supcapulari: Nervus ini bersal dari ramus C5, mempersarafi otot rhomboideus major dan minor serta otot levator scapulae,
10.
Nervus supracaplaris: Berasal dari trunkus superior, mempersarafi otot supraspinatus dan infraspinatus.
11.
Nervusphrenicus: Nervus phrenicus mempersyarafi diafragma.
12.
Nervus intercostalis
13.
Nervus intercostobrachialis: Mempersyarafi kelenjar getah bening.
14.
Nervus cutaneus brachii medialis: Nervus ini mempersarafi kulit sisi medial lengan atas.
15.
Nervus cutaneus antebrachii medialis: Mempersarafi kulit sisi medial lengan bawah.
16.
Nervus ulnaris: Mempersarafi satu setengah otot fleksor lengan bawah dan otot-otot kecil tangan, dan kulit tangan di sebelah medial.
17.
Nervus medianus: Memberikan cabang C5, C6, C7 untuk nervus medianus.
18.
Nervus musculocutaneus: Berasal dari C5 dan C6, mempersarafi otot coracobrachialis, otot brachialis, dan otot biceps brachii. Selanjutnya cabang ini akan menjadi nervus cutaneus lateralis dari lengan atas.
19.
Nervusdorsalis scapulae: Nervus dorsalis scapulae bersal dari ramus C5, mempersarafi otot rhomboideus.
20.
Nervus transverses colli
21.
Nervus nuricularis: Nervus auricularis posterior berjalan berdekatan menuju foramen, Letakanatomisnya: sebelah atas dengan lamina terminalis,
22.
NervusSubcostalis: Mempersarafi sistem kerja ginjal dan letaknya.
23.
Nervus Iliochypogastricus: Nervus iliohypogastricusberpusat pada medulla spinalis.
24.
Nervus Iliongnalis: Nervus yang mempersyarafi system genetal, atau kelamin manusia.
Trauma Medula Spinalis| 32
25.
NervusGenitofemularis: Nervus genitofemoralis berpusat pada medulla spinalis L1-2, berjalan ke caudal, menembus m. Psoas major setinggi vertebra lumbalis ¾.
26.
Nervus Cutaneus Femoris Lateralis: Mempersyarafi tungkai atas, bagian lateral tungkai bawah, serta bagian lateral kaki.
27.
NervusFemoralis: Nervus yang mempersyarafi daerah paha dan otot paha.
28.
NervusGluteus Superior: Nervus gluteus superior (L4, 5, dan paha, walaupun sering dijumpai percabangan dengan letak yang lebih tinggi.
29.
Nervus Ischiadicus: Nervus yang mempersyarafi pangkal paha
30.
NervusCutaneus Femoris Inferior: Nervus yang mempersyarafi bagian (s2 dan s3) pada bagian lengan bawah.
31.
Nervus Pudendus: Letak nervus pudendus berdekatan dengan ujung spina ischiadica. Nervus pudendus, Nervus pudendus menyarafi otot levator ani, dan otot perineum(ke kiri / kanan ), sedangkan letak kepalanya dibuat sedikit lebih rendah.
Tabel no. 2. Tabel Sistem saraf medulla spinalis Jumlah
Medula
spinalis
Menuju
daerah 7 pasang
Servix
Kulit kepala, leher dan otot tangan, membentuk daerah tengkuk.
12 pasang
Punggung/toraks
Organ-organ dalam, membentuk bagian belakang torax atau dada.
5 pasang
Lumbal/pinggang
Paha, membentuk daerah lumbal atau pinggang.
5 pasang
Sakral/kelangkang
Otot betis, kaki dan jari kaki, membentuk os sakrum (tulang kelangkang).
Trauma Medula Spinalis| 33
1 pasang
Koksigeal
Sekitar tulang ekor, membentuk tulang koksigeus (tulang tungging)
(Sumber: Sistem Saraf I « Andienchandra’s Blog.htm)
Bila sumsum tulang belakang ini mengalami cidera ditempat tertentu, maka akan mempengaruhi sistem saraf disekitarnya, bahkan bisa menyebabkan kelumpuhan di area bagian bawah tubuh, seperti anggota gerak bawah (kaki).
Secara fungsi, sumsum tulang belakang bekerja secara sadar dan tak sadar (saraf otonom). Sumsum tulang belakang yang bekerja secara sadar di atur oleh otak sedangkan sistem saraf tidak sadar (saraf otonom) mengontrol aktivitas yang tidak diatur oleh kerja otak seperti denyut jantung, sistem pencernaan, sekresi keringat, gerak peristaltic usus, dan lain-lain.
Trauma Medula Spinalis| 34
Fungsi sumsum tulang belakang yang utama adalah sebagai berikut. 1.
Menghubungkan sistem saraf tepi ke otak. Informasi melalui neuron sensori
ditransmisikan
dengan
bantuan
interneuron
(impuls
saraf dari dan ke otak). 2.
Memungkinan jalan terpendek dari gerak refleks. Sehingga sumsum tulang belakang juga biasa disebut saraf refleks.
3.
Mengurusi persarafan tubuh, anggota badan dan kepala
2.3 Penyebab atau Etiologi dan Faktor Resiko trauma Medula Spinalis
Trauma Medula Spinalis| 35
Cedera Medula Spinalis disebapkan oleh trauma langsung yang mengenai tulang belakang dimana trauma tersebut melampaui batas kemampuan tulang belakang dalam melindungi saraf-saraf di dalamnya Cedera sumsum tulang belakang terjadi akibat patah tulang belakang dan terbanyak mengenai daerah servikal dan lumbal.cedera terjadi akibat hiperfleksi, hiperekstensi, kompressi, atau rotasi tulang belakang.didaerah torakal tidak banyak terjadi karena terlindung dengan struktur toraks. Fraktur dapat berupa patah tulang sederhana, kompressi, kominutif, dan dislokasi, sedangkan kerusakan pada sumsum tulanmg belakang dapat beruypa memar, contusio, kerusakan melintang, laserasi dengan atau tanpa gangguan peredaran darah, atau perdarahan.Kelainan sekunder pada sumsum belakang dapat doisebabkan hipoksemia dana iskemia.iskamia disebabkan hipotensi, oedema, atau kompressi. Perlu disadar bahwa kerusakan pada sumsum belakang merupakan kerusakan yang permanen karena tidak akan terjadi regenerasi dari jaringan saraf. Pada fase awal setelah trauma tidak dapat dipastikan apakah gangguan fungsi disebabkan oleh kerusakan sebenarnya dari jaringan saraf atau disebabkan oleh tekanan, memar, atau oedema. A. Etiologi cedera spinal adalah: 1. Trauma misalnya kecelakaan lalu lintas, terjatuh, kegiatan olah raga, luka tusuk atau luka tembak. 2. Non trauma seperti spondilitis servikal dengan myelopati, myelitis, osteoporosis, tumor. Menurut
Arif
muttaqin
(2005,
hal.
98)
penyebab
dari
cedera medula spinalis adalah 1.
Kecelakaan dijalan raya (penyebab paling sering).
2.
Olahraga
3.
Menyelan pada air yang dangkal
4.
Kecelakaan lain, seperti jatuh dari pohon atau bangunan
5.
Trauma karena tali pengaman (Fraktur Chance)
6.
Kejatuhan benda keras
Trauma Medula Spinalis| 36
7.
Gangguan spinal bawaan atau cacat sejak kecil atau kondisi patologis yang menimbulkan penyakit tulang atau melemahnya tulang. (Harsono, 2000).
8.
Luka tembak atau luka tikam
9.
Gangguan lain yang dapat menyebabkan cedera medulla spinalis slompai, yang seperti spondiliosis servikal dengan mielopati, yang menghasilkan saluran sempit dan mengakibatkan cedera progresif terhadap medulla spinalis dan akar mielitis akibat proses inflamasi infeksi maupun non infeksi osteoporosis yang disebabkan oleh fraktur kompresi pada vertebra, singmelia, tumor infiltrasi maupun kompresi, dan penyakit vascular.
10. Keganasan yang menyebabkan fraktur patologik 11. Infeksi 12. Osteoporosis 13. Mengkonsumsi alkohol dan obat-obatan saat mengendarai mobil atau sepeda motor. B. Faktor-faktor yang mempengaruhi trauma medulla spinalis 1.
Usia Pada usia 45-an fraktur banyak terjadi pada pria di bandingkan pada wanita karena olahraga, pekerjaan, dan kecelakaan bermotor.
2.
Jenis Kelamin Belakangan ini wanita lebih banyak dibandingkan pria karena faktor osteoporosis yang di asosiasikan dengan perubahan hormonal (menopause).
3.
Status Nutrisi
C. Patofisiologi Tulang belakang yang mengalami gangguan trauma dapat menyebabkan kerusakan pada medulla spinalis, tetapi lesi traumatic pada medulla spinalis tidak selalu terjadi karena fraktur dan dislokasi. Efek trauma yang tidak langsung
Trauma Medula Spinalis| 37
bersangkutan tetapi dapat menimbulkan lesi pada medulla spinalis disebut “whiplash”/trauma indirek. Whiplash adalah gerakan dorsapleksi dan anterofleksi berlebihan dari tulang belakang secara cepat dan mendadak.Trauma whiplash terjadi pada tulang belakang bagian servikalis bawah maupun torakalis bawah misal; pada waktu duduk dikendaraan yang sedang cepat berjalan kemudian berhenti secara mendadak. Atau pada waktu terjun dari jarak tinggi, menyelam dan masuk air yang dapat mengakibatkan paraplegia. Trauma tidak langsung dari tulang belakang berupa hiperekstensi, hiperfleksi, tekanan vertical (terutama pada T.12 sampai L.2), rotasi. Kerusakan yang dialami medulla spinalis dapat bersifat sementara atau menetap. Akibat trauma terhadap tulang belakang, medula spinalis dapat tidak berfungsi untuk sementara (komosio medulla spinalis), tetapi dapat sembuh kembali dalam beberapa hari. Gejala yang ditimbulkan adalah berupa oedema, perdarahan peri vaskuler dan infark disekitar pembuluh darah. Pada kerusakan medulla spinalis yang menetap, secara makroskopis kelainannya dapat terlihat dan terjadi lesi, contusio, laserasio dan pembengkakan daerah tertentu di medulla spinalis. Laserasi medulla spinalis merupakan lesi berat akibat trauma tulang belakang secara langsung karena tertutup atau peluru yang dapat mematahkan / menggeserkan ruas tulang belakang (fraktur dan dislokasi). Lesi transversa medulla spinalis tergantung pada segmen yang terkena (segmentransversa, hemitransversa, kuadran transversa). hematomielia adalah perdarahan dalam medulla spinalis yang berbentuk lonjong dan bertempat di substansia grisea. Trauma ini bersifat “whiplash “yaitu jatuh dari jarak tinggi dengan sifat badan berdiri, jatuh terduduk, terdampar eksplosi atau fraktur dislokasio. Kompresi medulla spinalis terjadi karena dislokasi, medulla spinalis dapat terjepit oleh penyempitan kanalis vertebralis. Suatu segmen medulla spinalis dapat tertekan oleh hematoma ekstra meduler traumatic dan dapat juga tertekan oleh kepingan tulang yang patah yang terselip diantara duramater dan kolumna vertebralis. Gejala yang didapat sama dengan sindroma kompresi medulla spinalis akibat tumor, kista dan abses didalam kanalis vertebralis
Trauma Medula Spinalis| 38
Akibat hiperekstensi dislokasio, fraktur dan whislap radiks saraf spinalis dapat tertarik dan mengalami jejas/reksis.pada trauma whislap, radiks columna 5-7 dapat mengalami hal demikian, dan gejala yang terjadi adalah nyeri radikuler spontan yang bersifat hiperpatia, gambaran tersebut disebut hematorasis atau neuralgia radikularis traumatik yang reversible. Jika radiks terputus akibat trauma tulang belakang, maka gejala defisit sensorik dan motorik yang terlihat adalah radikuler dengan terputusnya arteri radikuler terutama radiks T.8 atau T.9 yang akan menimbulkan defisit sensorik motorik pada dermatoma dan miotoma yang bersangkutan dan sindroma sistema anastomosis anterial anterior spinal. Kerusakan medula spinalis berkisar dari komosio sementara (dimana pasien sembuh sempurna) sampai kontusio, laserasi dan kompresi substansi medula (baik salah satu maupun kombinasi). Sampai transeksi lengkap medula (yang membuat pasien paralisis dibawah tingkat cidera). Bila hemoragi terjadi pada daerah spinalis, darah dapat merembes ke extradural subdural atau daerah subarahnoid pada kanal spinal. Segera Setelah terjadi kontusio atau robekan akibat cidera, serabut-serabut saraf mulai membengkak dan hancur. Sirkulasi darah ke substansia griseria medula spinalis menjadi terganggu tidak hanya hal ini saja yang terjadi pada cidera pembuluh darah medula spinalis, tetapi proses patogenik dianggap menyebabkan kerusakan yang terjadi pada cedera medula spinalis akut. Suatu rantai sekunder kejadiankejadian yang menimbulkan iskemia, hipoksia, edema dan lesi-lesi hemoragi, yang pada gilirannya mengakibatkan keruskan mielin dan akson. Reaksi sekunder ini, diyakini penyebab prinsip desenerasi medula spinalis pada tingkat cidera, sekarang dianggap reversibel 4 sampai 6 jam setelah cidera. Untuk itu jika kerusakan medula tidak dapat diperbaiki, maka beberapa metode mengawali pengobatan dengan menggunakan kortikosteroid dan obat-obat anti inflamasi lainnya yang dibutuhkan untuk mencegah kerusakan sebagian dari perkembangannya, masuk ke dalam kerusakan total dan menetap Akibat suatu trauma mengenai vertebrata mengakibatkan patah tulang belakang. Paling banyak servikalis, lumbalis. Fraktur dapat berupa patah tulang sederhana kompresi dislokasia, sedangkan pada sumsum tulang belakang dapat berupa memar/kontusio laserasi dengan/tanpa perdarahan. Blok syaraf simpatis
Trauma Medula Spinalis| 39
pelepasan mediator kimia iskemia, dan hipoksemia, syok spinal, gangguan fungsi kandung kemih. Lokasi cedera medula spinalis umumnya mengenai C1 dan C2, C4, C6, dan T11 atau L2. Trauma medulla spinalis dapat terjadi pada lumbal 1-5 1. Lesi L1: Kehilangan sensorik yaitu sama menyebar sampai lipat paha dan bagian dari bokong. 2. Lesi L2: Ekstremitas bagian bawah kecuali 1/3 atas dari anterior paha. 3. Lesi L3: Ekstremitas bagian bawah. 4. Lesi L4: Ekstremitas bagian bawah kecuali anterior paha. 5. Lesi L5: Bagian luar kaki dan pergelangan kaki.
Mekanisme utama terjadinya cedera vertebra adalah karena hiperekstensi, hiperfleksi, trauma kompresi vertikal dan rotasi, bisa sendiri atau kombinasi. Cedera karena hiperekstensi paling umum terjadi pada area cervikal dan kerusakan terjadi akibat kekuatan akselerasi-deselerasi. Cedera akibat hiperfleksi terjadi akibat regangan atau tarikan yang berlebihan, kompresi dan perubahan bentuk dari medula spinalis secara tiba-tiba. Kerusakan medula spinalis terjadi akibat kompresi tulang, herniasi disk, hematoma, edema, regangan jaringa saraf dan gangguan sirkulasi pada spinal. Adanya perdarahan akibat trauma dari gray sampai white matter menurunkan perfusi vaskuler dan menurunkan kadar oksigen dan menyebabkan iskemia pada daerah cedera. Keadaan tersebut lebih lanjut mengakibatkan edema sel dan jaringan menjadi nekrosis. Sirkulasi dalam white matter akan kembali menjadi normal kurang lenih 24 jam. Perubahan kimia dan metabolisme yang terjadi adalah meningkatnya asam laktat dalam jaringan dan menurunnya kadar oksigen secara cepat 30 enit setelah trauma, meningkatnya konsentrasi norephineprine. Meningkatnya norephineprine disebabkan karena efek sikemia, ruptur vaskuler atau nekrosis jaringan saraf. Trauma medula spinalis dapat menimbulkan renjatan spinal (spinal shock) yaitu terjadi jika kerusakan secara tranversal sehingga mengakibatkan pemotongan
komplit
rangsangan.
Pemotongan
komplit
rangsangan
Trauma Medula Spinalis| 40
menimbulkan semua fungsi reflektorik pada semua segmen di bawah garis kerusakan akan hilang. Fase renjatan ini berlangsung beberpa minggu sampai beberapa bulan (3 – 6 minggu). Trauma pada daerah leher dapat bermanifestasi pada kerusakan struktur kolumna vertebra, kompresi diskus, sobeknya ligamentum servikalis, dan kompresi medula spinalis pada setiap sisinya dapat menekan spinal dan bermanifestasi pada kompresi radiks, dan distribusi saraf sesuai segmen dari tulang belakang servikal. TABEL Kondisi Patologis Saraf Spinal Akibat Cedera Batas Cedera
Fungsi yang Hilang
C1 –C 4
Hilangnya fungsi motorik dan sensorik leher ke bawah. Paralisis pernafasan, tidak terkontrolnya bowel dan blader.
C5
Hilangnya fungsi motorik dari atas bahu ke bawah. Hilangnya sensasi di bawah klavikula. Tidak terkontrolnya bowel dan blader.
C6
Hilangnya fungsi motorik di bawah batas bahu dan lengan. Sensasi lebih banyak pada lengan dan jempol.
C7
Fungsi motorik yang kurang sempurna pada bahu, siku, pergelangan dan bagian dari lengan. Sensasi lebih banyak pada lengan dan tangan dibandingkan pada C6. Yang lain mengalami fungsi yang sama dengan C5.
C8
Mampu mengontrol lengan tetapi beberapa hari lengan mengalami kelemahan. Hilangnya sensai di bawah dada.
T1-T6
Hilangnya kemampuan motorik dan sensorik di bawah dada tengah. Kemungkinan beberapa otot interkosta mengalami kerusakan. Hilangnya kontrol bowel dan blader.
Trauma Medula Spinalis| 41
T6 – T12
Hilangnya kemampuan motorik dan sensasi di bawah pinggang. Fungsi pernafasan sempurna tetapi hilangnya fngsi bowel dan blader.
L1 – L3
Hilannya fungsi motorik dari plevis dan tungkai. Hilangnya sensasi dari abdomen bagian bawah dan tungkai. Tidak terkontrolnya bowel dan blader.
L4 – S1
Hilangnya bebrapa fungsi motorik pada pangkal paha, lutut dan kaki. Tidak terkontrolnya bowel dan blader.
S2 – S4
Hilangnya fungsi motorik ankle plantar fleksor. Hilangnya sensai pada tungkai dan perineum. Pada keadaan awal terjadi gangguan bowel dan blader.
Trauma pada servikal bisa menyebabkan cedera spinal stabil dan tidak stabil. Cedera stabil adalah cedera yang komponen vertebralnya tidak akan tergeser oleh gerakan normal sehingga sumsum tulang yang tidak rusak dan biasanya resikonya lebih rendah. Cedera tidak stabil adalah cedera yang dapat mengalami pergeseran lebih jauh dimana terjadi perubahan struktur dari oseoligamentosa posterior (pedikulus, sendi-sendi permukaan, arkus tulang posterior, ligamen interspinosa dan supraspinosa), komponen pertengahan (sepertiga bagian posterior badan vertebral, bagian posterior dari diskus intervertebralis dan ligamen longitudinal posterior), dan kolumna anterior (duapertiga bagian anterior korpus vertebra, bagian anterior diskus intervertebralis, dan ligamen longitudinal anterior). Pada cedera hiperekstensi servikal, pukulan pada muka atau dahi akan memaksa kepala kebelakang dan tak ada yang menyangga oksiput hingga kepala itu membentur bagian atas punggung. Ligamen anterior dan diskus dapat rusak atau arkus saraf mungkin mengalami kerusakan. Pada cedera fleksi akan meremukan badan vertebra menjadi baji; ini adalah cedera yang stabil dan merupakan tipe fraktur vertebral yang paling sering ditemukan. Jika ligamen posterior tersobek, cedera bersifat tak stabil dan badan vertebra bagian atas dapat miring ke depan diatas badan vertebra dibawahnya.
Trauma Medula Spinalis| 42
Cedera vertebra torako-lumbal bisa disebabkan oleh trauma langsung pada torakal atau bersifat patologis seperti pada kondisi osteoporosis yang akan mengalami fraktur kompresi akibat keruntuhan
tulang belakang. Fraktur
kompresi dan fraktur dislokasi biasanya stabil. Tetapi, kanalis spinalis pada segmen torakalis relatif sempit, sehingga kerusakan korda sering ditemukan dengan adanya manifestasi defisit neurologis. Kompresi vertikal (aksial); suatu trauma vertikal yang secara langsung mengenai vertebra yang akan menyebabkan kompresi aksial. Nukleus pulposus akan memecahkan permukaan serta badan vertebra secara vertikal. Material diskus akan masuk dalam badan vertebra dan menyebabkan vertebra menjadi pecah (burst). Pada kondisi ini terjadi Burst Fracture, kerusakan pada badan tulang belakang dan medula spinalis secara klinis akan lebih parah di mana apabila ligamen posterior sobek maka akan terjadi fraktur spinal tidak stabil. Akibat kecelakaan, terpeleset, terjatuh dari motor, jatuh dari ketinggian dalam posisi berdiri menyebabkan cedera pada kolumna vertebra dan medulla spinalis yang dapat menyebabkan gangguan pada beberapa system, diantaranya :
1) Kerusakan jalur simpatetik desending yang mengakibatkan terputusnya jaringan saraf medulla spinalis, karena jaringan saraf ini terputus maka akan menimbulkan paralisis dan paraplegi pada ekstremitas. 2) Dari cedera tersebut akan menimbulkan perdarahan makroskopis yang akan menimbulkan reaksi peradangan, dari reaksi peradangan tersebut akan melepaskan mediator kimiawi yang menyebabkan timbulnya nyeri hebat dan akut, nyeri yang timbul berkepanjangan mengakibatkan syok spinal yang apabila berkepanjangan dapat menurunkan tingkat kesadaran. Reaksi peradangan tersebut juga menimbulkan juga menyebabkan edema yang dapat menekan jaringan sekitar sehingga aliran darah dan oksigen ke jaringan tersebut menjadi terhambat dan mengalami hipoksia jaringan. Reaksi anastetik yang ditimbulkan dari reaksi peradangan tersebut juga menimbulkan kerusakan pada system eliminasi urine.
Trauma Medula Spinalis| 43
3) Blok pada saraf simpatis juga dapat diakibatkan dari cedera tulang belakang yang menyebabkan kelumpuhan otot pernapasan sehinggan pemasukan oksigen ke dalam tubuh akan menurun, dengan menurunnya kadar oksigen ke dalam tubuh akan mengakibatkan tubuh berkompensasi dengan meningkatkan frekuensi pernapasan sehingga timbul sesak. Hiperekstensi. Jenis cedera ini umumnya mengenai klien dengan usia dewasa yang memiliki perubahan degenerative vertebra,usia muda yang mendapat kecelakaan lalu lintas saat mengendarai kendaraan, dan usia muda yang mengalami cedera leher saat menyelam.Jenis cedera ini menyebabkan medulla spinalis bertentangan dengan ligamentum flava dan mengakibatkan kontusio kolom dan dislokasi vertebra.Transeksi lengkap dan medulla spinalis dapat mengikuti cedera hiperekstensi.Lesi lengkap dari medulla spinalis mengakibatkan kehilangan pergerakan volunter menurun pada daerah lesi dan kehilangan fungsi reflex pada isolasi bagian medulla spinalis. Kompresi. Cedera kompresi sering disebabkan karena jatuh atau melompat dari ketinggian dengan posisi kaki atau bokong (duduk). Tekanan mengakibatkan fraktur vertebra dan menekan medulla spinalis .Diskus dan fragmen tulang dapat masuk ke medulla spinalis .Lumbal dan toraks vertebra umumnya akan mengalami cedera serta menyebabkan edema dan perdarahan. Edema pada medulla spinalis mengakibatkan kehilangan fungsi sensasi. Trauma pada medula spinalis dapat bermanifestasi pada kerusakan struktur kolumna vertebra, kompresi diskus, sobeknya ligamentum servikalis, torakalis, lumbal dan sakral, serta kompresi medula spinalis pada setiap sisinya yang dapat bermanifestasi pada kompresi radiks dan distribusi saraf sesuai segmen dari tulang belakang. Trauma pada medula spinalis bisa menyebabkan cedera spinal stabil maupun tidak stabil. Cedera stabil adalah cedera yang komponen vertebralnya tidak akan tergeser oleh gerakan normal sehingga sumsum tulang tidak rusak dan risikonya lebih rendah.
Trauma Medula Spinalis| 44
Cedera tidak stabil adalah cedera yang dapat mengalami pergeseran lebih jauh dimana terjadi perubahan struktur dari oseoligamentosa posterior (pedikulus, sendi-sendi permukaan, komponen pertengahan dan kolumna anterior. Fleksi-rotasi, dislokasi, dislokasi fraktur, umumnya mengenai servikal pada C5 dan C6. Jika mengenai spina torakalumbar, terjadi pada T12-L1. Fraktur lumbar adalah fraktur yang terjadi pada daerah tulang belakng bagian bawah. Bentuk cedera ini mengenai ligamen, fraktur vertebra, kerusakan pembuluh darah, dan mengakibatkan iskemia pada medulla spinalis. Mekanisme Terjadinya Cedera Medulla Spinalis 1. Fleksi Trauma terjadi akibat fleksi dan disertai dengan sedikit kompresi pada vertebra. Vertebra mengalami tekanan berbentuk remuk
yang dapat
menyebabkan kerusakan atau tanpa kerusakan ligamen posterior. Apabila terdapat kerusakan ligamen posterior, maka fraktur bersifat tidak stabil dan dapat terjadi subluksasi 2. Fleksi dan rotasi Trauma jenis ini merupakan suatu trauma fleksi yang bersama-sama dengan rotasi. Terdapat strain dari ligamen dan kapsul, juga ditemukan fraktur faset. Pada keadaan ini terjadi pergerakan kedepan/dislokasi vertebra di atasnya. Semua fraktur dislokasi bersifat tidak stabil. 3. Kompresi Vertikal (aksial) Suatu trauma vertikal yang secara langsung mengenai vertebra yang akan menyebabkan kompresi aksial. Nukleus pulposus akan memecahkan permukaan serta badan vertebra secara vertikal. Material diskus akan masuk dalam badan vertebra dan menyebabkan vertebra menjadi rekah (pecah). Pada trauma ini elemen posterior masih intak sehingga fraktur yang terjadi bersifat stabil 4. Hiperekstensi atau retrofleksi Biasanya terjadi hiperekstensi sehingga terjadi kombinasi distraksi dan ekstensi. Keadaan ini sering ditemukan pada vertebra servikal dan jarang pada vertebra torako-lumbalis. Ligamen anterior dan diskus dapat mengalami
Trauma Medula Spinalis| 45
kerusakan atau terjadi fraktur pada arkus neuralis. Fraktur ini biasanya bersifat stabil. 5. Fleksi lateral Kompresi atau trauma distraksi yang menimbulkan fleksi lateral akan menyebabkan fraktur pada komponen lateral, yaitu pedikel, foramen vertebra, dan sendi faset. 6. Fraktur dislokasi Suatu trauma yang menyebabkan terjadinya fraktur tulang belakang dan terjadi dislokasi pada ruas tulang belakang Berikut ini adalah mekanisme cedera tumpul spinal menurut Campbell (2004 ; 131) : 1. Hiperektensi Kepala dan leher bergerak ke belakang / hiperektensi secara berlebihan. 2. Hiperfleksi Ke pala di atas dada bergerak ke depan / heperfleksi dengan berlebihan. 3. Kompresi Bobot tubuh dari kepala hingga pelvis mengakibatkan penekanan pada leher atau batang tubuh. 4. Rotasi Rotasi yang berlebih dari batang tubuh atau kepala dan leher sehingga terjadi pergerakan berlawanan arah dari kolumna spinalis. 5. Penekanan ke samping Pergerakan ke samping yang berlebih menyebabkan pergeseran dari kolumna spinalis. 6. Distraksi Peregangan yang berlebihan dan kolumna spinalis dan spinal cord.
Faktor yang membedakan cedera medulla spinalis dengan cedera kranio serebral adalah: 1. Konsentrasi yang tinggi dari traktus dan pusat saraf yang penting dalam suatu struktur yang diameternya relative kecil. 2. Posisi medulla spinalis dalam kolumna vertebralis
Trauma Medula Spinalis| 46
3. Adanya osteofit 4. Fariasi suplai pembuluh darah
Efek pada jaringan saraf paling penting pada medula spinalis, ada 4 mekanisme yang mendasari: 1.
Kompresi oleh tulang, ligamen, benda asing, dan hematoma. Keru sakan paling berat disebabkan oleh kompresi tulang, kompresi dari fragmen korpus vertebra yang tergeser ke belakang, dan cedera hiperekstensi.
2.
Tarikan/regangan jaringan: regangan yang berlebihan yang menyebabkan gangguan jaringan biasanya setelah hiperfleksi. Toleransi regangan pada mendula spinalis menurun sesuai dengan usia yang bertambah.
3.
Edema medula spinalis timbul segera dan menimbulkan gangguan sirkulasi kapiler lebih lanjut serta aliran balik vena, yang menyertai cedera primer.
4.
Gangguan sirkulasi merupakan hasil kompresi oleh tulang atau str uktur lain pada sistem arteri spinalis posterior atau anterior.
Menurut Arif Mutaqim, (2005, hal. 99) jenis-jenis trauma pada sumsum tulang belakang dan saraf tulang belakang adalah: a.
Transeksi tidak total. Transeksi tidak total disebabkan oleh trauma fleksi atau ekstensi karena terjadi pergeseran lamina di atap dan pinggir vertebra yang mengatami fraktur di sebelah bawah. Selain itu, dapat terjadi perdarahan pada sumsum tulang yang disebut hematomielia.
b.
Transeksi total. Transeksi total terjadi akibat suatu trauma yang menyebabkan fraktur dislokasi. Fraktur tersebut disebabkan oleh fleksi atau rotasi yang dapat menyebabkan hilangnya fungsi segmen di bawah trauma.
Trauma Medula Spinalis| 47
Klasifikasi Cedera Medulla Spinalis Berdasarkan sifat kondisi fraktur yang terjadi, Kelly dan Whitesides mengkategorikan cedera spinal menjadi cedera stabil dan cedera non-stabil. Cedera stabil mencakup cedera kompresi korpus vertebra baik anterior atau lateral dan burst fracture derajat ringan. Sedangkan cedera yang tidak stabil mencakup cedera fleksi-dislokasi, fleksi-rotasi, dislokasi-fraktur (slice injury), dan burst fracture hebat. 1. Cedera stabil Bila kemampuan fragmen tulang tidak memengaruhi kemampuan untuk bergeser lebih jauh selain yang terjadi saat cedera. Komponen arkus neural intak serta ligament yang menghubungkan ruas tulang belakang, terutama ligament longitudinal posterior tidak robek. Cedera stabil disebabkan oleh tenga fleksi, ekstensi, dan kompresi yang sederhana terhadap kolumna tulang belakang dan paling sering tampakd pada daerah toraks bawah serta lumbal (fruktur baji badan ruas tulang belakang sering disebabkan oleh fleksi akut pada tulang belakang). a. Fleksi Cedera fleksi akibat fraktura kompresi baji dari vertebra torakolumbal umum ditemukan dan stabil. Kerusakan neurologik tidak lazim ditemukan. Cedera ini menimbulkan rasa sakit, dan penatalaksanaannya terdiri atas perawatan di rumah sakit selama beberapa hari istorahat total di tempat tidur dan observasi terhadap paralitik ileus sekunder terhadap keterlibatan ganglia simpatik. Jika baji lebih besar daripada 50 persen, brace atau gips dalam ekstensi dianjurkan. Jika tidak, analgetik, korset, dan ambulasi dini diperlukan. Ketidaknyamanan yang berkepanjangan tidak lazim ditemukan. b. Fleksi ke Lateral dan Ekstensi Cedera ini jarang ditemukan pada daerah torakolumbal. Cedera ini stabil, dan defisit neurologik jarang. Terapi untuk kenyamanan pasien (analgetik dan korset) adalah semua yang dibutuhkan. c. Kompresi Vertikal
Trauma Medula Spinalis| 48
Tenaga aksial mengakibatkan kompresi aksial dari 2 jenis : (1) protrusi diskus ke dalam lempeng akhir vertebral, (2) fraktura ledakan. Yang pertama terjadi pada pasien muda dengan protrusi nukleus melalui lempeng akhir vertebra ke dalam tulang berpori yang lunak. Ini merupakan fraktura yang stabil, dan defisit neurologik tidak terjadi. Terapi termasuk analgetik, istirahat di tempat tidur selama beberapa hari, dan korset untuk beberapa minggu. Meskipun fraktura ”ledakan” agak stabil, keterlibatan neurologik dapat terjadi karena masuknya fragmen ke dalam kanalis spinalis. CT-Scan memberikan informasi radiologik yang lebih berharga pada cedera. Jika tidak ada keterlibatan neurologik, pasien ditangani dengan istirahat di tempat tidur sampai gejala-gejala akut menghilang. Brace atau jaket gips untuk menyokong vertebra yang digunakan selama 3 atau 4 bulan direkomendasikan. Jika ada keterlibatan neurologik, fragmen harus dipindahkan dari kanalis neuralis. Pendekatan bisa dari anterior, lateral atau posterior. Stabilisasi dengan batang kawat, plat atau graft tulang penting untuk mencegah ketidakstabilan setelah dekompresi. 1. Cedera Tidak Stabil Fraktur memengaruhi kemampuan untuk bergeser lebih jauh. Hal ini disebabkan oleh adanyan elemen rotasi terhadap cedera fleksi atau ekstensi yang cukup untuk merobek ligament longitudinal posterior serta merusak keutuhan arkus neural, baik akibat fraktur pada fedekel dan lamina, maupun oleh dislokasi sendi apofiseal. a. Cedera Rotasi – Fleksi Kombinasi dari fleksi dan rotasi dapat mengakibatkan fraktura dislokasi dengan vertebra yang sangat tidak stabil. Karena cedera ini sangat tidak stabil, pasien harus ditangani dengan hati-hati untuk melindungi medula spinalis dan radiks. Fraktura dislokasi ini paling sering terjadi pada daerah transisional T10 sampai L1 dan berhubungan
dengan
insiden
yang
tinggi
dari
gangguan
Trauma Medula Spinalis| 49
neurologik. Setelah radiografik yang akurat didapatkan (terutama CT-Scan), dekompresi dengan memindahkan unsur yang tergeser dan stabilisasi
spinal
menggunakan
berbagai
alat metalik
diindikasikan. b. Fraktura ”Potong” Vertebra dapat tergeser ke arah anteroposterior atau lateral akibat trauma parah. Pedikel atau prosesus artikularis biasanya patah. Jika cedera terjadi pada daerah toraks, mengakibatkan paraplegia lengkap. Meskipun fraktura ini sangat tidak stabil pada daerah lumbal, jarang terjadi gangguan neurologi karena ruang bebas yang luas pada kanalis neuralis lumbalis. Fraktura ini ditangani seperti pada cedera fleksi-rotasi. c. Cedera Fleksi-Rotasi Change fracture terjadi akibat tenaga distraksi seperti pada cedera sabuk pengaman. Terjadi pemisahan horizontal, dan fraktura biasanya tidak stabil. Stabilisasi bedah direkomendasikan.
Klasifikasi trauma Medula Spinalis Trauma medula spinalis dapat diklasifikasikan : 1. Komosio modula spinalis adalah suatu keadaan dimana fungsi mendula spinalis hilang sementara tanpa disertai gejala sisa atau sembuh secara sempurna. Kerusakan pada komosio medula spinalis dapat berupa edema, perdarahan verivaskuler kecil-kecil dan infark pada sekitar pembuluh darah. 2. Komprensi medula spinalis berhubngan dengan cedera vertebral, akibat dari tekanan pada edula spinalis. 3. Kontusio adalah kondisi dimana terjadi kerusakan pada vertebrata, ligament dengan terjadinya perdarahan, edema perubahan neuron dan reaksi peradangan. 4. Laserasio medula spinalis merupakan kondisi yang berat karena terjadi kerusakan medula spinalis. Biasanya disebabkan karena dislokasi, luka tembak. Hilangnya fungsi medula spinalis umumnya bersifat permanen.
Trauma Medula Spinalis| 50
D. Manifestasi Klinis Manifestasi Klinis Trauma Medula Spinalis (Brunner dan Suddarth, 2001) a.
Nyeri akut pada belakang leher, yang menyebar sepanjang saraf yang terkena
b.
Paraplegia
c.
Tingkat neurologik
d.
Paralisis sensorik motorik total
e.
Kehilangan kontrol kandung kemih (refensi urine, distensi kandung kemih)
f.
Penurunan keringat dan tonus vasomoto
g.
Penurunan fungsi pernafasan
h.
Gagal nafas
i.
Pasien biasanya mengatakan takut leher atau tulang punggungnya patah
j.
Kehilangan kontrol kandung kemih dan usus besar
k.
Biasanay terjadi retensi urine, dan distensi kandung kemih, penurunan keringat dan tonus vasomotor, penurunan tekana darah diawalai dengan vaskuler perifer.
l.
Penurunan fungsi pernafasan sampai pada kegagalan pernafasan
m. Kehilangan kesadaran n.
Kelemahan motorik ekstermitas atas lebih besar dari ekstermitas bawah
o.
Penurunan keringat dan tonus vasomotor
Tanda dan Gejala Cedera Medula Spinalis Tanda dan gejala cedera medula spinalis tergantung dari tingkat kerusakan dan lokasi kerusakan. Dibawah garis kerusakan terjadi misalnya hilangnya gerakan volunter, hilangnya sensasi nyeri, temperature, tekanan dan proprioseption, hilangnya fungsi bowel dan bladder dan hilangnya fungsi spinal dan refleks autonom.
Trauma Medula Spinalis| 51
1. Perubahan refleks Setelah terjadi cedera medula spinalis terjadi edema medula spinalis sehingga stimulus refleks juga terganggu misalnya rfeleks p[ada blader, refleks ejakulasi dan aktivitas viseral. 2. Spasme otot Gangguan spame otot terutama terjadi pada trauma komplit transversal, dimana pasien trejadi ketidakmampuan melakukan pergerakan. 2. Spinal shock Tanda dan gejala spinal shock meliputi flacid paralisis di bawah garis kerusakan, hilangnya sensasi, hilangnya refleks – refleks spinal, hilangnya tonus vasomotor yang mengakibatkan tidak stabilnya tekanan darah, tidak adanya keringat di bawah garis kerusakan dan inkontinensia urine dan retensi feses. 3. Autonomik dysrefleksia Terjadi pada cedera T6 keatas, dimana pasien mengalami gangguan refleks autonom seperti terjadinya bradikardia, hipertensi paroksismal, distensi bladder. 4. Gangguan fungsi seksual. Banyak kasus memperlihatkan pada laki – laki adanya impotensi, menurunnya sensai dan kesulitan ejakulasi. Pasien dapat ereksi tetapi tidak dapat ejakulasi.
Menurut menurut ENA (2000 : 426), tanda dan gejala adalah sebagai berikut: 1) Pernapasan dangkal 2) Penggunaan otot-otot pernapasan 3) Pergerakan dinding dada 4) Hipotensi (biasanya sistole kurang dari 90 mmHg) 5) Bradikardi 6) Kulit teraba hangat dan kering 7) Poikilotermi (Ketidakmampuan mengatur suhu tubuh, yang mana suhu tubuh bergantung pada suhu lingkungan)
Trauma Medula Spinalis| 52
8) Kehilangan sebagian atau keseluruhan kemampuan bergerak 9) Kehilangan sensasi 10) Terjadi paralisis, paraparesis, paraplegia atau quadriparesis/quadrip legia 11) Adanya spasme otot, kekakuan
E. Prognosis Pasien dengan cedera medula spinalis komplet hanya mempunyai harapan untuk sembuh kurang dari 5%. Jika kelumpuhan total telah terjadi selama 72 jam, maka peluang untuk sembuh menjadi tidak ada. Jika sebagian fungsi sensorik masih ada, maka pasien mempunyai kesempatan untuk dapat berjalan kembali sebesar 50%. Secara umum, 90% penderita cedera medula spinalis dapat sembuh dan mandiri 1. Sumsum tulang belakang memiliki kekuatan regenerasi.yang sangat terbatas 2. Pasien dengan complete cord injury memiliki kesempatan recovery yang sangat rendah, terutama jika paralysis berlangsung selama lebih dari 72 jam. 3. Prognosis jauh lebih baik untuk incomplete cord syndromes 4. Prognosis untuk cervical spine fractures and dislocations sangat bervariasi, tergantung pada tingkat kecacatan neurologis 5. Prognosis
untuk
defisit
neurologis
tergantung
pada
besarnya
kerusakansaraf tulang belakang pada saat onset. 6. Selain disfungsi neurologis, prognosis juga ditentukan oleh pencegahandan keefektifan pengobatan infeksi - misalnya, pneumonia, dan infeksisaluran kemih. 7. Secara
umum,
sebagian
besar
individu
mendapatkan
kembali
beberapafungsi motorik, terutama dalam enam bulan pertama, meskipun mungkinada perbaikan lebih lanjut yang perlu diamati diamati di tahun akan dating.(Tidy, 2014)
Trauma Medula Spinalis| 53
F. Komplikasi Efek dari
cedera
kord
spinal
akut
mungkin
mengaburkan
penilaian atas cedera lain dan mungkin juga merubah respon terhadap terapi. 60% lebih pasien dengan cedera kord spinal bersamaan dengan cedera major: kepala atau otak, toraks, abdominal, atau vaskuler. Berat serta jangkauan cedera penyerta yang berpotensi didapat dari penilaian primer yang sangat teliti dan penilaian ulang yang sistematik terhadap pasien setelah cedera kord spinal. Dua penyebab kematian utama setelah cedera kord spinal adalah aspirasi dan syok. (Wikipedia, Maret, 2009). Adapun komplikasinya adalah sebagai berikut : 1. Neurogenik shock 2. Hipoksia 3. Gangguan paru-paru 4. Instabilitas spinal 5. Orthostatic hypotensi 6. Ileus paralitik 7. Infeksi saluran kemih 8. Kontraktur 9. Dekubitus 10. Inkontinensia bladder 11. Konstipasi 12. Trombosis vena profunda 13. Gagal napas 14. Hiperefleksia autonomik 15. Infeksi
Pemeriksaan Diagnostik dan Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Diagnostik Meliputi: a.
Pemeriksaan neurologis lengkap secara teliti segera setelah pasien tiba di rumah sakit
b.
Pemeriksaan tulang belakang: deformasi, pembengkakan, nyeri tekan, gangguan gerakan(terutama leher)
Trauma Medula Spinalis| 54
c.
Pemerikaan Radiologis: foto polos vertebra AP dan lateral. Pada servikal diperlukan proyeksi khusus mulut terbuka (odontoid).
d.
Bila hasil meragukan lakukan ST-Scan,bila terdapat defisit neurologi harus dilakukan MRI atau CT mielografi.
Pemeriksan diagnostik dengan cara : a.
Sinar X spinal Menentukan lokasi dan jenis Trauma tulan (fraktur, dislokasi), unutk kesejajaran, reduksi setelah dilakukan traksi atau operasi
b.
CT-Scan Menentukan tempat luka / jejas, mengevaluasi ganggaun struktural
c.
MRI Mengidentifikasi adanya kerusakan saraf spinal, edema dan kompresi
d.
Mielografi. Untuk memperlihatkan kolumna spinalis (kanal vertebral) jika faktor putologisnya tidak jelas atau dicurigai adannya dilusi pada ruang sub anakhnoid medulla spinalis (biasanya tidak akan dilakukan setelah mengalami luka penetrasi).
e.
Foto rontgen thorak, memperlihatkan keadan paru (contoh : perubahan pada diafragma, atelektasis)
f.
Pemeriksaan fungsi paru (kapasitas vita, volume tidal) : mengukur volume inspirasi maksimal khususnya pada pasien dengan trauma servikat bagian bawah atau pada trauma torakal dengan gangguan pada saraf frenikus /otot interkostal).
g.
GDA : Menunjukan kefektifan penukaran gas atau upaya ventilasi
h.
Serum
kimia,
adanya
hiperglikemia
atau
hipoglikemia,
ketidakseimbangan elektrolit, kemungkinan menurunnya Hb dan Hmt. i.
Urodinamik, proses pengosongan bladder.
Trauma Medula Spinalis| 55
Gambaran anatomi dari servikal memberikan parameter pada perawat setiap adanya kelainan atau perubahan yang didapat pada pemeriksaan diahnostik. Pada pemeriksaan radiologis servikal didapatkan: 1. Fraktur odontoid didapatkan gambaran pergeseran tengkorak ke depan 2. Fraktur C2 didapatkan gambaran fraktur 3. Fraktur pada badan vertebra 4. Fraktur kompresi 5. Subluksasi pada tulang belakang servikal 6. Dislokasi pada tulang belakang servikal
Pemeriksaan Diagnostik Rontgen foto Pemeriksaan positif AP, lateral dan obliq dilakukan untuk menilai: 1. Diameter anteroposterior kanal spinal 2. Kontur, bentuk, dan kesejajaran vertebra 3. Pergerakan fragmen tulang dalam kanal spinal 4. Keadaan simetris dari pedikel dan prosesus spinosus 5. Ketinggian ruangan diskus intervertebralis Fraktur dapat menyebabkan fragmen tulang terpisah dari vertebra atau menglami penekanan disertai hilangnya ketinggian dari badan vertebra, yang sering kali disertai desakan dibagian anterior. Mungkin terdapat kehilangan kurvatura aspek posterior yang normal dari badan vertebra. Fragmen-fragmen tulang dapat bergeser ke posterior ke dalam kanalis spinalis sehingga terjadi defisit neurologis.
CT Scan dan MRI CT Scan dan MRI bermanfaat untuk menunjukkan tingkat penyumbatan kanalis spinalis. Pada fraktur dislokasi cedera paling sering terjadi pada sambungan torako-lumbal dan biasanya disertai dengan kerusakan pada bagian
Trauma Medula Spinalis| 56
terbawah korda atau kauda ekuina. Klien harus diperiksa dengan sangat hati-hati agar tidak membahayakan korda atau akar saraf lebih jauh.
G. Penatalaksanaan a. Penatalaksanaan Kedaruratan Pasien segera ditempat kejadian adalah sangat penting, karena penatalaksanaan yang tidak tepat dapat menyebabkan kerusakan kehilangan fungsi neurologik. Korban kecelakaan kendaraan bermotor atau kecelakaan berkendara, Trauma olahraga kontak, jatuh, atau trauma langsung pada kepala dan leher dan leher harus dipertimbangkan mengalami Trauma medula spinalis sampai bukti Trauma ini disingkirkan. 1) Ditempat kecelakaan, korban harus dimobilisasi pada papan spinal (punggung), dengan kepala dan leher dalam posisi netral, untuk mencegah Trauma komplit. 2) Salah satu anggota tim harus menggontrol kepala pasien untuk mencegah fleksi, rotasi atau ekstensi kepala. 3) Tangan ditempatkan pada kedua sisi dekat telinga untuk mempertahankan traksi dan kesejajaran sementara papan spinalatau alat imobilisasi servikal dipasang. 4) Paling sedikit empat orangharus mengangkat korban dengan hatihati keatas papan untuk memindahkan memindahkan kerumah sakit. Adanya gerakan memuntir dapat merusak medula spinais ireversibel yang menyebabkan fragmen tulang vertebra terputus, patah, atau memotong medula komplit. Sebaiknya pasien dirujuk ke Trauma spinal regional atau pusat trauma karena personel multidisiplin dan pelayanan pendukung dituntut untuk menghadapi perubahan dekstruktif yang tejadi beberapa jam pertama setelah Trauma. Memindahkan pasien, selama pengobatan didepartemen kedaruratan dan radiologi, pasien dipertahankan diatas papan pemindahan. Pemindahan pasien ketempat tidur menunjukkan masalah perawat yang pasti. Pasien harus dipertahankan dalam posisi eksternal. Tidak ada bagian tubuh yang terpuntir atau tertekuk, juga tidak boleh pasien dibiarkan mengambil posisi duduk. Trauma Medula Spinalis| 57
Pasien harus ditempatkan diatas sebuah stryker atau kerangka pembalik lain ketika merencanakan pemindahan ketempat tidur. Selanjutnya jika sudah terbukti bahwa ini bukan Trauma medula, pasien dapat dipindahkan ketempat tidur biasa tanpa bahaya.Sebaliknya kadang-kadang tindakan ini tidak benar. Jika stryker atau kerangka pembalik lain tidak tersedia pasien harus ditempatkan diatas matras padat dengan papan tempat tidur dibawahnya. b. Penatalaksanaan Trauma Medula Spinalis (Fase Akut) Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mencegah Trauma medula spinalis lebih lanjut dan untuk mengobservasi gejala perkembangan defisit neurologis. Lakukan resusitasi sesuai kebutuhan dan pertahankan oksigenasi dan kestabilan kardiovaskuler.
Penatalaksanaan medis 1.
Terjadi dilakukan untuk mempertahankan fungsi neurologis yang masih ada, memaksimalkan pemulihan neurologis, tindakan atau cedera lain yang menyertai, mencegah, serta metu rnengobati komplikasi dan kerusakan neurallebih lanjut. Reabduksi atau sublukasi (dislokasi sebagian pada sendi di salah satu tulang-ed). Untuk mendekopresi koral spiral dan tindakan imobilisasi tulang belakang untuk melindungi koral spiral.
2.
Operasi lebih awal sebagai indikasi dekompresi neural, fiksasi internal,atau debridement luka terbuka.
3.
Fiksasi internal elektif dilakukan pada klien dengan ketidak stabilan tulang belakang, cedera ligamen tanpa fraktur, deformitas tulang belakang, progresif, cedara yang tak dapat di reabduksi, dan fraktur non-union.
4.
Terapi steroid, nomidipin, atau dopamin untuk perbaikan aliran darah koral spiral. Dosis tertinggi metil prednisolin/bolus adalah 30 mg/kg BB diikuti 5,4 mg/kgBB/jamberikutnya. Bila diberikan dalam 8 jam sejak cedera akan memperbaiki pemulihan neurologis.
Trauma Medula Spinalis| 58
Gangliosida mungkin juga akan memperbaiki pemulihan setelah cedera koral spiral. 5.
Penilaian keadaan neurologis setiap jam, termasuk pengamatan fungsi sensorik, motorik, dan penting untuk melacak defisit yang progresif atau asenden.
6.
Mempertahankan perfusi jaringan yang adekuat, fungsi ventilasi, dan mecak keadaan dekompensasi.
7.
Pengelolaan cedera stabil tanpa defisit neurologis seperti angulasi atau baji dari badan ruas tulang belakang, fraktur proses transverses, spinous,dan lainnya. Tindakannya simptomatis (istirahat baring hingga nyeri berkurang), imobilisasi dengan fisioterapi untuk pemulihan kekuatan otot secara bertahap.
8.
Cedera tak stabil disertai defisit neurologis. Bila terjadi pergeseran, fraktur memerlukan reabduksi dan posisi yang sudah baik harus dipertahankan. a.
Metode reabduksi antara lain: a) Traksi memakai sepit (tang) mental yang dipasang pada tengkorak. Beban 20 kg tergantung dari tingkat ruas tulang belakang mulai sekitar 2,5 kg pada fraktur C1 b) Menipulasi dengan anestensi umum c) Reabduksi terbuka melalui operasi
b.
Metode imobilisasi antara lain: a) Ranjang khusu,rangka, atau selubung plester b) Traksi
tengkorak
perlu
beban
sedeng
untuk
mempertahankan cedera yang sudah direabduksi c) Plester paris dan splin eksternal lain d) Operasi 9.
Cedera stabil diseratai defisit neurologis. Bilafraktur stabil, kerusakan neurologis disebabkan oleh:
Trauma Medula Spinalis| 59
a. Pergeseran yang cukup besar yang terjadi saat cedera menyebabkan trauma langsung terhadap koral spiral atau kerusakan vascular. b. Tulang belakang yang sebetulnya sudah rusak akibat penyakit sebelumnya seperti spondiliosis servikal. c. Fragmen tulang atau diskus terdorong kekanal spiral.
Pengelolaan kelompok ini tergantung derajat kerusakan neurologis yang tampak pada saat pertama kali diperiksa: a)
Transeksi neurologis lengkap terbaik dirawat konservatif.
b)
Cedera di daerah servikal, leher dimobilisasi dengan kolar atau sepit (caliper) dan diberi metil prednisolon.
c)
Pemeriksaan penunjang MRI
d)
Cedera neurologis tak lengkap konservatif.
e)
Bila terdapat atau didasari kerusakan adanya spondiliosis servikal. Traksi tengkorak, dan metil prednisolon.
f)
Bedah bila spondiliosis sudah ada sebelumnya.
g)
Bila tak ada perbaikan atau ada perbaikan tetapi keadaan memburk maka lakukan mielografi.
h)
Cedera tulang tak stabil.
i)
Bila lesinya total, dilakukan reabduksi yang diikuti imbolisasi, melindungi dengan imobilisasi seperti penambahan perawatan paraplegia.
j)
Bila defisitneurologis tak lengkap, dilakukan reabduksi, diikuti imobilisasi untuk sesui jenis cederanya.
k)
Bila diperlukan operasi dekompresi kenal spiral dilakukan pada saat yang sama.
l)
Cedera yang menyertai dan komplikasi: a)
Cedera mayor berupa cedera kepala atau otak, toraks, berhubungan dengan ominal, dari vascular.
b)
Cedera berat yang dapat menyebabkan kematian, aspirasi dan syok.
Trauma Medula Spinalis| 60
Menurut Muttaqim, (2008 hlm.111) penatalaksanaan pada trauma tulang belakang yaitu : A.
Pemeriksaan klinik secara teliti: a)
Pemeriksaan neurologis secara teliti tentang fungsi motorik, sensorik, dan refleks.
b) Pemeriksaan nyeri lokal dan nyeri tekan serta kifosis yang menandakan adanya fraktur dislokasi. c) B.
Keadaan umum penderita.
Penatalaksanaan fraktur tulang belakang: a) Resusitasi klien. b) Pertahankan pemberian cairan dan nutrisi. c) Perawatan kandung kemih dan usus. d) Mencegah dekubitus. e) Mencegah kontraktur pada anggota gerak serta rangkaian rehabiIitasi lainnya.
Farmakoterapy. a)
Analgesik. Obat-obatan anti-inflammatory drugs (NSAID) dapat membantu mengurangi rasa sakit dan mengurangi peradangan di sekitar saraf. Dokter mungkin merekomendasikan NSAID dngan dosis tinggi jika sakit tergolong parah. "Obat anti inflamasi (anti radang) non steroid, atau yang lebih dikenal dengan sebutan NSAID (Non Steroidal Antiinflammatory Drugs) adalah suatu golongan obat yang memiliki khasiat analgesik (pereda nyeri), antipiretik (penurun panas), dan antiinflamasi (anti radang). Istilah "non steroid" digunakan untuk membedakan jenis obat-obatan ini dengan steroid, yang juga memiliki khasiat serupa. NSAID bukan tergolong obat-obatan jenis narkotika"
b) Suntikan. Suntikan kortikosteroid. Disuntikkan ke daerah yang terkena, ini dapat membantu mengurangi rasa sakit dan peradangan. "Kortikosteroid adalah kelas obat yang terkait dengan kortison, steroid. Obat-obat dari
Trauma Medula Spinalis| 61
kelasini dapat mengurangi peradangan. Mereka digunakan untuk mengurangi peradangan yang disebabkan oleh berbagai penyakit". c)
Fisioterapi Fisioterapi merupakan suatu bentuk pelayanan kesehatan guna memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh dengan penanganan secara manual maupun dengan menggunakan peralatan. Seorang terapi fisik dapat mengajarkan latihan stretching / exercises yang memperkuat dan meregangkan otot-otot di daerah yang terkena untuk mengurangi tekanan pada saraf.
d) Stimulasi Listrik Bentuk yang paling umum dari stimulasi listrik yang digunakan dalam manajemen nyeri saraf stimulasi listrik (TENS / Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation) perangkat di gunakan untuk merangsang saraf melalui permukaan kulit. Tens adalah salah satu dari sekian banyak modalitas/alat fisioterapi yang di gunakan untuk mengurangi nyeri dengan mengalirkan arus listrik. Cara kerjanya dengan merangsang saraf tertentu sehingga nyeri berkurang, tanpa efek samping yang berarti. e)
Ultrasound Suatu terapi dengan menggunakan getaran mekanik gelombang suara dengan
frekuensi
lebih
dari
20.000
Hz.
Yang
digunakan
dalam Fisioterapi adalah 0,5-5 MHz dengan tujuan untuk menimbulkan efek terapeutik melalui proses tertentu. f)
Traksi tulang Alat terapi yang menggunakan kekuatan tarikan yang di gunakan pada satu bagian tubuh, sementara bagian tubuh lainnya di tarik berlawanan.
Penatalaksanaan Medik trauma Medula Spinalis Prinsip penatalaksanaan medik trauma medula spinalis adalah sebagai berikut:
Trauma Medula Spinalis| 62
1.
Segera dilakukan imobilisasi.
2.
Stabilisasi daerah tulang yang mengalami cedera seperti dilakukan pemasangan collar servical, atau dengan menggunakan bantalan pasir.
3.
Mencegah progresivitas gangguan medula spinalis misalnya dengan pemberian oksigen, cairan intravena, pemasangan NGT.
4.
Terapi Pengobatan : a.
Kortikosteroid seperti dexametason untuk mengontrol edema.
b.
Antihipertensi seperti diazolxide untuk mengontrol tekanan darah akibat autonomic hiperrefleksia akut.
c.
Kolinergik seperti bethanechol chloride untuk menurunkan aktifitas bladder.
d.
Anti depresan seperti imipramine hyidro chklorida untuk meningkatkan tonus leher bradder.
e.
Antihistamin untuk menstimulus beta – reseptor dari bladder dan uretra.
5.
f.
Agen antiulcer seperti ranitidine
g.
Pelunak fases seperti docusate sodium.
Tindakan operasi, di lakukan dengan indikasi tertentu seperti adanya fraktur dengan fragmen yang menekan lengkung saraf.
6.
Rehabilisasi di lakukan untuk mencegah komplikasi, mengurangi cacat dan mempersiapkan pasien untuk hidup di masyarakat.
Pencegahan. Faktor – faktor resiko dominan untuk Trauma medula spinalis meliputi usia dan jenis kelamin. Frekuensi dengan mana faktor- faktor resiko ini dikaitkan dengan Trauma medula spinalisbertindak untuk menekankan pentingnya pencegahan primer. Untuk mencegah kerusakan dan bencana ini , langkahlangkah berikut perlu dilakukan : 1) Menurunkan kecepatan berkendara. 2) Menggunakan sabuk keselamatan dan pelindung bahu.
Trauma Medula Spinalis| 63
3) Menggunakan helm untuk pengendara motor dan sepeda. 4) Program pendidikaan langsung untuk mencegah berkendara sambil mabuk. 5) Mengajarkan penggunaan air yang aman. 6) Mencegah jatuh. 7) Menggunakan alat- alat pelindung dan tekhnik latihan.
Personel paramedis diajarkan pentingnya memindahkan korban kecelakaan mobil dari mobilnya dengan tepat dan mengikuti metode pemindahan korban yang tepat kebagian kedaruratan rumah sakit untuk menghindari kemungkinan kerusakan lanjut dan menetap pada medula spinalis.
Trauma Medula Spinalis| 64
BAB III Asuhan Keperawatan A. Pengkajian Kaji keadaan umum (KU), tanda-tanda vital, adanya defisit neurologis, dan status kesadaran pada fase awak kejadian trauma, terutama pada klien yang diindikasikan cedera spinal tidak stabil. Setiap didapatkan adanya perubahan pada KU, TTV, defisit neurologis, dan tingkat kesadaran secara bermakna harus secepatnya dilakukan kolaborasi dengan dokter. Gejala awal syok, klien mengalami paralisis, kehilangan refleks tendon dan abdominal, refleks babinsky positif dan terjadinya retensi urine dan retensi alvi, dapat pula diikuti syok. Apabila adanya kompresi korda penilaian fungsi respirasi dimana kapasitas vital menurun. Dalam keadaan ini diperlukan intubasi dan ventilasi mekanik. Kelumpuhan saraf perifer memerlukan evaluasi sampai diputuskan untuk dilakukan operasi. Klien dengan cedera spinal stabil, keadaan umum, TTV, defisit neurologis, dan status kesadaran biasanya tidak mengalami perubahan. Pada pengkajian fokus lihat adanya deformitas pada leher. Kaji adanya memar (pada fase awal cedera) baik leher, muka, dan bagian belakang telinga. Tanda memar pada wajah, mata atau dagu merupakan salah satu tanda adanya cedera hiperekstensi pada leher. Memar pada muka atau abrasi dangkal pada dahi menunjukkan adanya kekuatan yang menyebabkan hiperekstensi. Leher mungkin berposisi miring atau klien dapat menyangga kepala dengan tangannya. Bila klien terlentang, dada dan perut dapat diperiksa untuk mencari ada tidaknya cedera yang menyertai. Kemudian tungkai dengan cepat diperiksa untuk mencari ada tidaknya tanda-tanda defisit neurologis. Untuk memeriksa punggung, klien diputar pada satu sisi dengan sangat berhati-hati dengan menggunakan teknik log rolling (menggulingkan kayu). Pada pemeriksaan primer pakaian klien tidak dilepas dan hanya diperiksa dengan cara palpasi punggung. Pada pemeriksaan sekunder di rumah sakit, pakaian perlu dibuka untuk menilai adanya kelainan pada punggung. Adanya memar menunjukkan kemungkinan adanya tingkat cedera. Prosesus spinosus
Trauma Medula Spinalis| 65
dipalpasi dengan hati-hati. Kadang-kadang suatu celah dapat terbuka bila ligamen tersobel; keadaan ini atau hematoma pada spinal merupakan tanda yang menakutkan (berbahaya). Tulang dan jaringan lunak diperiksa dengan pelanpelan untuk mencari ada tidaknya nyeri tekan. Gerakan pada spinal dapat berbahaya karena dapat membahayakan korda, jadi manipulasi gerakan berlebihan harus dihindari sebelum diagnosis ditegakkan. Pemeriksaan neurologis penuh dilakukan pada semua hal, pemeriksaan ini mungkin harus diulangi beberapa kali selama beberapa hari pertama. Pada awalnya, selama fase syok spinal mungkin terdapat paralisis lengkap dan hilangnya perasaan dibawah tingkat cedera. Keadaan ini dapat berlangsung selama 48 jam atau lebih dan selama periode ini sulit diketahui apakah lesi neurologis lengkap atau tidak lengkap. Penting untuk menguji ada tidaknya refleks primitif kulit anal dan sensasi perianal. Sekali refleks primitif muncul kembali, syok spinal telah berakhir, kalau semua fungsi sensorik dan motorik masih tidak ada, lesi neurologis bersifat lengkap. Sensasi perianal yang utuh menunjukkan lesi yang tidak lengkap dan dapat terjadi penyembuhan lebih jauh. TABEL 8. Pengkajian pada Trauma Servikal Segmen
Fungsi fisiologis
Kondisi patologis
C1
Segmen keluar pleksus
Beban berat yang mendadak diatas
kardiak dalam kontrol
kepala dapat menyebabkan
jantung dan pernapasan
kekuatan kompresi yang dapat menyebabkan fraktur pada cincin atlas. Gangguan pada segmen ini dapat merusak fungsi jantung paru.
C2
Segmen keluar pleksus
Fraktur C2 terutama pada
kardiak dalam kontrol
kecelakaan mobil dimana kepala
jantung dan pernapasan
membentur kaca depan, memaksa leher berhiperekstensi. Kalau kedua pedikulus mengalami fraktur dan bergeser secara hebat,
Trauma Medula Spinalis| 66
kerusakannya akan menyebabkan kematian C3
Segmen keluar pleksus
Cedera hiperekstensi C3 tulang
kardiak dalam kontrol
tidak rusak, tetapi ligamen
jantung dan pernapasan
longitudinal anterior sobek. Kerusakan neurologis bervariasi dan mungkin akibat terjadi akibat kompresi antara diskus dan ligamentum flavum; edema spinalis sentral akut
C4
Kontrol kepala, mulut,
Subluksasi dan dislokasi pada
menaikkan bahu dan
segmen ini, merupakan cedera
skapula. Kontrol
fleksi murni; tulang tetap untuh
gerakan diafragma
tetapi ligamen posterior sobek. Satu vertebra miring ke depan di alas vertebra yang ada dibawahnya, sehingga ruang interspinosa di bagian posterior terbuka.
C5
Fleksi bahu, fleksi siku
Segmen C5-C6 merupakan kurvatura yang paling menonjol dari servikal sehingga mempunyai resiko tinggi cedera
C6
Fleksi siku, rotasi dan
Fraktur kompresi pada segmen ini
abduksi bahu, ekstensi
sering disebabkan cedera fleksi,
ibu jari
korpus terkompresi tetapi ligamen posterior tetap utuh dan fraktur stabil
C7
Ekstensi siku, gerakan
Fraktur avulsi pada prosesus
bahu, ekstensi ruas jari-
spinosus C7 dapat terjadi oleh
jari tangan
kontraksi otot yang hebat
Trauma Medula Spinalis| 67
Pengumpulan data subjektif maupun objektif pada gangguan sistem muskuloskeletal dan sistem persarafan sehubungan dengan cedera tulang belakang tergantung dari bentuk, lokasi, jenis injuri, dan adanya komplikasi pada organ vital lainnya. Pengkajian keperawatan cedera tulang belakang meliputi anamnesis riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik, dan pengkajian psikososial. Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien intuk meminta pertolongan kesehatan adalah nyeri, kelemahan dan kelumpuhan ekstremitas, inkontinensia defekasi dan urine, nyeri tekan otot, hiperestesi tepat diatas daerah trauma, dan mengalami deformitas pada daerah trauma. Untuk memperoleh pengkajian klien dilakukan PQRST.
1. Provoking incident, yang menjadi faktor presipitasi nyeri adalah adanya trauma pada tulang belakang 2. Quality of pain, seperti apa rasa nyeri yang dirasakan menusuk 3. Region, radiation, relief, apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi 4. Severity (scale) of pain, skala nyeri biasanya 3-4 (0-4) pada penilaian skala nyeri 5. Time, berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam hari atau siang hari.
A. Identitas Trauma medula spinalis dapat terjadi pada semua usia dan jenis kelamin meliputi nama, usia (kebanyakan terjadi pada. usia muda), jenis kelamin (kebanyakan laki-laki karena sering mengebut saat mengendarai motor tanpa pengaman helm), pendidikan, alamat,pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit (MRS), nomor register, dan diagnosis medis.
B. Keluhan utama Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien meminta pertolongan kesehatan adalah nyeri, kelemahan dan kelumpuhan ekstremitas, inkontinensia urine
Trauma Medula Spinalis| 68
dan inkontinensia alvi, nyeri tekan otot,hiperestesia tepat di atas daerah trauma, dan deformitas pada daerah trauma. C. Riwayat penyakit sekarang Kaji adanya riwayat trauma tulang belakang akibat kecelakaan lalu lintas, kecelakaan olahraga, kecelakaan industri, jatuh dari pohon atau bangunan, luka tusuk, luka tembak, trauma karena tali pengaman (fraktur chance), dan kejatuhan benda keras. Pengkajian yang didapat meliputi hilangnya sensibilitas, paralisis (dimulai dari paralisis layu disertai hilangnya sensibilitassecara total dan melemah/menghilangnya refleks alat dalam) ileus paralitik, retensi urine, dan hilangnya refleks-refleks. Perlu ditanyakan pada klien atau keluarga yang mengantar klien atau bila klien tidak sadar tentang penggunaan obat-obatan adiktif dan penggunaan alkohol yang sering terjadi pada beberapa klien yang suka kebut-kebutan.
D. Riwayat penyakit dahulu Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat penyakit degeneratif pada tulang belakang, seperti osteoporosis, osteoartritis, spondilitis, spondilolistesis, spinal stenosis yang memungkinkan terjadinya kelainan pada tulang belakang (Masalah penggunaan obat-obatan adiktif dan alkohol). E. Riwayat penyakit keluarga Kaji apakah dalam keluarga pasien ada yang menderita hipertensi, DM, penyakit jantung untuk menambah komprehensifnya pengkajian (Untuk mengetahui ada penyebab herediter atau tidak)
F. Riwayat psiko-sosio Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien untuk menilai respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga. Apakah ada dampak yang timbul pada klien, yaitu timbul seperti ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra tubuh). Adanya perubahan berupa paralisis anggota gerak bawah
Trauma Medula Spinalis| 69
memberikan manifestasi yang berbeda pada setiap klien yang mengalami cedera tulang belakang. Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien untuk menilai respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga. Apakah ada dampak yang timbul pada klien,yaitu timbul seperti ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa ketidak mampuan untuk melakukan aktifitas secara optimal dan pandangan terhadap dirinya yang salah.
I. Pengkajian Primer 1) Airway. Jika penderita dapat berbicara maka jalan napas kemungkinan besar dalam keadaan adekuat. Obstruksi jalan napas sering terjadi pada penderita yang tidak sadar, yang dapat disebabkan oleh benda asing, muntahan, jatuhnya pangkal lidah, atau akibat fraktur tulang wajah. Usaha untuk membebaskan jalan napas harus melindungi vertebra servikalis (cervical spine control), yaitu tidak boleh melakukan ekstensi, fleksi, atau rotasi yang berlebihan dari leher. Dalam hal ini, kita dapat melakukan chin lift atau jaw thrust sambil merasakan hembusan napas yang keluar melalui hidung. Bila ada sumbatan maka dapat dihilangkan dengan cara membersihkan dengan jari atau suction jika tersedia. Untuk menjaga patensi jalan napas selanjutnya dilakukan pemasangan pipa orofaring. Bila hembusan napas tidak adekuat, perlu bantuan napas. 2) Breathing. Bantuan napas dari mulut ke mulut akan sangat bermanfaat. Apabila tersedia, O2 dapat diberikan dalam jumlah yang memadai. Jika penguasaan jalan napas belum dapat memberikan oksigenasi yang adekuat, bila memungkinkan sebaiknya dilakukan intubasi endotrakheal.1,3,5,6,7,8.
Trauma Medula Spinalis| 70
3) Circulation. Status sirkulasi dapat dinilai secara cepat dengan memeriksa tingkat kesadaran dan denyut nadi Tindakan lain yang dapat dilakukan adalah mencari ada tidaknya perdarahan eksternal, menilai warna serta temperatur kulit, dan mengukur tekanan darah. Denyut nadi perifer yang teratur, penuh, dan lambat biasanya menunjukkan status sirkulasi yang relatif normovolemik. 4) Disability. Melihat secara keseluruhan kemampuan pasien diantaranya kesadaran pasien. 5) Exprosure, Melihat secara keseluruhan keadaan pasien. Pasien dalam keadaan sadar (GCS 15) dengan :Simple head injury bila tanpa deficit neurology a.
Dilakukan rawat luka
b.
Pemeriksaan radiology
c.
Pasien dipulangkan dan keluarga diminta untuk observasi bila terjadi penurunan kesadaran segera bawa ke rumah sakit
II. Pengkajian Skunder. 1) Aktifitas /Istirahat. Tanda: Kelumpuhan otot (terjadi kelemahan selama syok spinal pada bawah lesi. Kelemahan umum / kelemahan otot (trauma dan adanya kompresi saraf). 2) Sirkulasi. Gejala: berdebar-debar, pusing saat melakukan perubahan posisi. Tanda:hipotensi, Hipotensi posturak, bradikardi, ekstremitas dingin dan pucat. Hilangnya keringat pada daerah yang terkena.
Trauma Medula Spinalis| 71
3) Eliminasi. Tanda: retensi urine, distensi abdomen, peristaltik usus hilang, melena,
emisis
berwarna
seperti
kopi
tanah
/hematemesis, Inkontinensia defekasi berkemih. 4) Integritas Ego. Gejala: menyangkal, tidak percaya, sedih, marah. Tanda: takut, cemas, gelisah, menarik diri. 5) Makanan /cairan. Tanda: mengalami distensi abdomen yang berhubungan dengan omentum., peristaltik usus hilang (ileus paralitik) 6) Higiene. Tanda: sangat ketergantungan dalam melakukan aktifitas seharihari (bervariasi) 7) Neurosensori. Tanda: kelumpuhan, kelemahan (kejang dapat berkembang saat terjadi perubahan pada syok spinal). Kehilangan sensasi (derajat bervariasi dapat kembaki normak setelah syok spinal sembuh). Kehilangan tonus otot /vasomotor, kehilangan refleks /refleks asimetris termasuk tendon dalam. Perubahan reaksi pupil, ptosis, hilangnya keringat bagian tubuh yang terkena karena pengaruh trauma spinal. Gejala: kebas, kesemutan, rasa terbakar pada lengan atau kaki, paralisis flaksid atau spastisitas dapat terjadi saat syok spinal teratasi, bergantung pada area spinal yang sakit. 8) Nyeri /kenyamanan. Gejala: Nyeri atau nyeri tekan otot dan hiperestesia tepat di atas daerah trauma, Tanda: mengalami deformitas, postur, nyeri tekan vertebral. 9) Pernapasan. Gejala: napas pendek, kekurangan oksigen, sulit bernapas.
Trauma Medula Spinalis| 72
Tanda: pernapasan dangkal /labored, periode apnea, penurunan bunyi napas, ronki, pucat, sianosis. 10) Keamanan. Suhu yang berfluktasi (suhu tubuh ini diambil dalam suhu kamar). 11) Seksualitas. Gejala: keinginan untuk kembali berfungsi normal. Tanda: ereksi tidak terkendali (priapisme), menstruasi tidak teratur.
Pengkajian Secara Umum Meliputi: 1.
Riwayat keperawatan : trauma, tumor, masalah medis yang lain (misalnya, kelainan paru, kelainan koogulasi, ulkus), merokok dan penggunaan alcohol.
2.
Pemeriksaan fisik: fungsi motorik (ergerakan, kekuatan, tonus), fungsi sensorik, reflex, status pernapasan, gejala gejala spinal syok, tidak adanya keringat di batas luka, fungsi bowel dan bldder, gejala autonomic dysreflexia.
3.
Psikososial: usia, jenis kelamin, gaya hidup, pekerjaan, peran dan tanggung jawab, sistim dukungan, strategi koping, reaksi emosi terhadap cidera.
4.
Pengetahuan klien dan keluarga: anatomi dan fisiolgimedula spinalis: pengobatan, progonosis/ tujuan yang di harapkan tingkat pengetahuan, kemampuan belajar dan pengetahuan, kemampuan membaca dan kesiapan belajar.
Pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan per sistem (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan B3 (Brain) dan B6 (Bone) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan klien. 1. Pernapasan. Perubahan sistem pernapasan
bergantung
pada gradasi
blok
saraf
parasimpatis (klien mengalami kelumpuhan otot-otot pernapasan) dan perubahan
Trauma Medula Spinalis| 73
karena adanya kerusakan jalur simpatik desenden akibat trauma pada tulang belakang sehingga jaringan saraf di medula spinalis terputus. Dalam beberapa keadaan trauma sumsum tulang belakang pada daerah servikal dan toraks diperoleh hasil pemeriksaan fisik sebagai berikut. a. Inspeksi.
Didapatkan
sputum, sesak
napas,
klien
batuk,
penggunaan
peningkatan otot
bantu
produksi napas,
peningkatan frekuensi pemapasan, retraksi interkostal, dan pengembangan paru tidak simetris. Respirasi paradoks (retraksi abdomen saat inspirasi). Pola napas ini dapat terjadi jika otot-otot interkostal tidak mampu mcnggerakkan dinding dada akibat adanya blok saraf parasimpatis. b. Palpasi. Fremitus yang menurun dibandingkan dengan sisi yang lain akan didapatkan apabila trauma terjadi pada rongga toraks. c. Perkusi.
Didapatkan
adanya
suara redup
sampai pekak
apabila trauma terjadi pada toraks/hematoraks. d. Auskultasi. Suara napas tambahan, seperti napas berbunyi, stridor, ronchi pada klien dengan peningkatan produksi sekret, dan kemampuan batuk menurun sering didapatkan pada klien cedera tulang belakang yang mengalami penurunan tingkat kesadaran (koma). 2. Kardiovaskular Pengkajian sistem kardiovaskular pada klien cedera tulang belakang didapatkan renjatan (syok hipovolemik) dengan intensitas sedang dan berat. Hasil pemeriksaan kardiovaskular kliencedera tulang belakang pada beberapa keadaan adalah tekanan darah menurun, bradikardia, berdebar-debar, pusing saat melakukan perubahan posisi, dan ekstremitas dingin atau pucat. 3. Persyarafan Tingkat kesadaran. Tingkat keterjagaan dan respons terhadap Iingkungan adalah indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem persarafan. Pemeriksaan fungsi serebral. Pemeriksaan dilakukan dengan mengobservasi penampilan, tingkah laku, gaya bicara, ekspresi wajah, dan aktivitas motorik klien. Klien
Trauma Medula Spinalis| 74
yang telah lama mengalami cedera tulang belakang biasanya mengalami perubahan status mental. Pemeriksaan Saraf kranial: a. Saraf I. Biasanya tidak ada kelainan pada klien cedera tulang belakang dan tidak ada kelainan fungsi penciuman. b. Saraf II.
Setelah
dilakukan
tes,
ketajaman
penglihatan
dalam kondisi normal. c. Saraf III,
IV,
dan
VI.
Biasanya
tidak
ada
gangguan
mengangkat kelopak mata dan pupil isokor. d. Saraf
V.
Klien
cedera
tulang
belakang
umumnya
tidak
mengalami paralisis pada otot wajah dan refleks kornea biasanya tidak ada kelainan e. Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal dan wajah simetris. f. Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi. g. Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius. Ada usaha klien untuk melakukan fleksi leher dan kaku kuduk h. Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi, Indra pengecapan normal. Pemeriksaan refleks: a.
Pemeriksaan refleks dalam. Refleks Achilles menghilang dan refleks patela biasanya melemah karena kelemahan pada otot hamstring.
b.
Pemeriksaan refleks patologis. Pada fase akut refleks fisiologis akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali yang didahului dengan refleks patologis.
c.
Refleks Bullbo Cavemosus positif menandakan adanya syok spinal
d.
Pemeriksaan sensorik. Apabila klien mengalami trauma pada kaudaekuina, mengalami hilangnya sensibilitas secara me-netap pada kedua bokong, perineum, dan anus. Pemeriksaan sensorik
Trauma Medula Spinalis| 75
superfisial dapat memberikan petunjuk mengenai lokasi cedera akibat trauma di daerah tulang belakang 4. Perkemihan Kaji keadaan urine yang meliputi warna, jumlah, dan karakteristik urine, termasuk berat jenis urine. Penurunan jumlah urine dan peningkatan retensi cairan dapat terjadi akibat menurunnya perfusi pada ginjal. 5. Pencernaan. Pada keadaan syok spinal dan neuropraksia, sering dida-patkan adanya ileus paralitik. Data klinis menunjukkan hilangnya bising usus serta kembung dan defekasi tidak ada. Hal ini merupakan gejala awal dari syok spinal yang akan berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu. Pemenuhan nutrisi berkurang karena adanya mual dan kurangnya asupan nutrisi. 6. Muskuloskletal. Paralisis motor dan paralisis alat-alat dalam bergantung pada ketinggian terjadinya trauma. Gejala gangguan motorik sesuai dengan distribusi segmental dari saraf yang terkena
Pemeriksaan Sistem Perkemihan dan Pencernaan 1. Bila terjadi lesi pada kauda ekuina (kandung kemih dikontrol oleh pusat S1-S4) atau dibawah pusat spinal kandung kemih akan menyebabkan interupsi hubungan antara kandung kemih dan pusat spinal. Pengosongan kandung kemih secara periodik tergantung dari refleks lokal dinding kandung kemih. Pada keadaan ini pengosongan dilakukan oleh aksi otot-otot destrusor dan harus diawali dengan kompresi secara manual pada dinding perut atau dengan meregangkan perut. Pengosongan kandung kemih yang bersifat otomatis seperti ini disebut kandung kemih otonom. Trauma pada kauda ekuina klien mengalami hilangnya refleks kandung kemih yang bersifat sementara dan klien mungkin mengalami inkontinensia urine,
ketidakmampuan
mengkomunikasikan
kebutuhan
dan
ketidakmampuan untuk menggunakan urinal karena kerusakan
Trauma Medula Spinalis| 76
kontrol motorik dan postural. Selama periode ini, dilakukan kateterisasi intermitten dengan teknik steril 2. Pada keadaan syok spinal, neuropraksia sering didapatkan adanya ileus paralitik, dimana klinis didapatkan hilangnya bowel sound, kembung, dan defekasi tidak ada. Ini merupakan gejala awal dari tahap syok spinal yang akan berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu. Pemenuhan nutrisi berkurang karena adanya mual dan intake nutrisi yang kurang 3. Pemeriksaan rongga mulut dengan melakukan penilaian ada tidaknya lesi pada mulut atau perubahan pada lidah dapat menunjukkan adanya dehidrasi. Pemeriksaan Motorik Paralisis motorik dan paralisis alat-alat dalam tergantung dari ketinggian terjadinya trauma. Gejala gangguan motorik sesuai dengan distribusi segmental dari saraf yang terkena.
Pemeriksaan lokalis Look. Adanya perubahan warna kulit, abrasi dan memar pada punggung. Pada klien yang telah lama dirawat dirumah sering didapatkan adanya dekubitus pada bokong. Adanya hambatan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensorik, mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat. Feel. Prosesus spinosus dipalpasi untuk mengkaji adanya suatu celah yang dapat diraba akibat sobeknya ligamentum posterior menandakan cedera yang tidak stabil. Sering didapatkan adanya nyeri tekan pada area lesi Move. Gerakan tulang punggung atau spinal tidak boleh dikaji. Disfungsi motorik paling umum adalah kelemahan dan kelumpuhan pada seluruh ekstremitas bawah. Kekuatan otot, pada penilaian dengan menggunakan derajat kekuatan otot didapatkan.
Trauma Medula Spinalis| 77
Analisa Data No 1
Data DS: klien/keluarga mengatakan adanya
Etiologi
Problem
Kecelakaan kerja
Ketidakefektifan
kesulitan bernapas, sesak napas. DO : a.
pola napas Dislokasi C4
penurunan tekanan alat inspirasi dan respirasi
b.
penurunan menit ventilasi
c.
pemakaianotot pernapasan
d.
pernapasan cuping hidung
e.
dispnea/napas pendek dan cepat
f.
orthopnea
g.
pernapasan lewat mulut
h.
frekuensi dan kedalaman pernapasan
Disfungsi C4
Disfungsi neuromuscular
Gangguan pada otot diagragma
Pola napas tidak efektif
abnormal i.
2
penurunan kapasitas vital paru
DS : klien/keluarga mengatakan adanya
Kecelakaan kerja
kesulitan bergerak klien mengatakan tangan dan tungkai
Gangguan atau kerusakan
Dislokasi C4
mobilitas fisik
tidak bisa digerakkan DO:
Disfungsi C4
a. kelemahan, parestesia b. paralisis c. kerusakan koordinasi
Disfungsi neuromuscular
d. keterbatasan rentang gerak e. penurunan kekuatan otot
Gangguan pada otot-otot tubuh
f. Tangan dan tungkai tidak bisa digerakkan Kerusakan fungsi motorik
Hambatan mobilitas fisik
Trauma Medula Spinalis| 78
3
DS: Pasien mengeluh nyeri pada bagian
Kecelakaan kerja
Nyeri akut
belakang leher DO: Pasien terlihat kesakitan, skala nyeri 8
Dislokasi C4
Disfungsi C4
Kompresi akar saraf servikal
Penjepitan saraf pada diskus intervertebralis
Tekanan di daerah distribusi ujung saraf
Respons nyeri
Nyeri akut 4
DS: Pasien mengatakan urine keluar menetes
Kecelakaan kerja
DO: Nyeri tekan pada abdomen dan keinginan kencing saat palpasi
Gangguan pemenuhan
Cedera medula spinalis
eliminasi urine
Kelumpuhan saraf perkemihan
Kandung kemih terisi penuh
Otot destrusor tidak bereaksi
Perubahan pola eliminasi urine 5
DS : klien/keluarga mengatakan klien
Kecelakaan kerja
mengalami kebingungan
Aktual/resiko tinggi
Kompresi korda Trauma Medula Spinalis| 79
Dislokasi C4
DO: a. Penurunan tingkat kesadaran (bingung, letargi, stupor, koma)
penurunan curah jantung
Disfungsi C4
b. Perubahan tanda vital c. Mungkin terdapat pendarahan pada otak d. Papiledema
Disfungsi neurovascular
e. Nyeri kepala yang hebat Gangguan pada otot-otot jantung Penurunan kontraksi otot jantung jantung
Penurunan denyut jantung
Hilangnya kontrol pengiriman dari refleks baroreseptor
Penurunan curah jantung 6
DS: Pasien mengatakan ada rasa
Kecelakaan kerja
ketidaknyamanan pada sistem gerak bagian ekstremitas DO: Pasien mengalami paralisis dan
Aktual/resiko tinggi gangguan
Kompresi korda
intergritas kulit
Dislokasi C4
paraplegia yang mengakibatkan kelumpuhan
Disfungsi C4
Penekanan setempat jaringan sekunder Kelumpuhan gerak ekstremitas bawah
Paraplegia
Trauma Medula Spinalis| 80
B. Diagnosa Keperawatan 1. Ketidakefektifan pola napas yang berhubungan dengan kerusakan kerusakan tulang punggung, disfungsi neurovascular, kerusakan sistem muskuloskletal. 2. Gangguan atau kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan gangguan neurovascular 3. Aktual/resiko tinggi penurunan curah jantung yang berhubungan dengan penurunan denyut jantung, dilatasi pembuluh darah, penurunan kontraksi otot jantung jantung sekunder dari hilangnya kontrol pengiriman dari refleks baroreseptor akibat kompresi korda 4. Gangguan pemenuhan eliminasi urine yang berhubungan dengan gangguan fungsi miksi sekunder dari kompresi medula spinalis 5. Nyeri akut yang berhubungan dengan kompresi akar saraf servikal, spasme otot servikalis sekunder dari cedera spinal stabil dan tidak stabil serta berhubungan dengan penjepitan saraf pada diskus intervertebralis, tekanan di daerah distribusi ujung saraf 6. Aktual/resiko tinggi gangguan intergritas kulit yang berhubungan dengan penekanan setempat jaringan sekunder dari kelumpuhan gerak ekstremitas bawah, paraplegia
C. Intervensi
No
1
Diagnose keperawatan
Tujuan dan kriteria hasil
Intervensi
NOC NIC Resiko pola nafas tidak afektif b/d Respiratory status : Airway Management penurunan energi dalam bernafas. Buka jalan nafas, Ventilation guanakan teknik chin Respiratory status : Airway Definisi : Pertukaran udara inspirasi lift atau jaw thrust bila patency dan/atau ekspirasi tidak adekuat perlu Vital sign Status Posisikan pasien untuk Kriteria Hasil : Batasan karakteristik : memaksimalkan - Mendemonstrasikan batuk - Penurunan tekanan ventilasi efektif dan suara nafas yang inspirasi/ekspirasi bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu
Trauma Medula Spinalis| 81
-
-
-
Penurunan pertukaran udara per menit Menggunakan otot pernafasan tambahan Nasal flaring Dyspnea Orthopnea Perubahan penyimpangan dada Nafas pendek Assumption of 3-point position Pernafasan pursed-lip Tahap ekspirasi berlangsung sangat lama Peningkatan diameter anterior-posterior Pernafasan rata-rata/minimal Bayi : < 25 atau > 60 Usia 1-4 : < 20 atau > 30 Usia 5-14 : < 14 atau > 25 Usia > 14 : < 11 atau > 24 Kedalaman pernafasan Dewasa volume tidalnya 500 ml saat istirahat Bayi volume tidalnya 6-8 ml/Kg Timing rasio Penurunan kapasitas vital
Faktor yang berhubungan : - Hiperventilasi - Deformitas tulang - Kelainan bentuk dinding dada - Penurunan energi/kelelahan - Perusakan/pelemahan muskulo-skeletal - Obesitas - Posisi tubuh - Kelelahan otot pernafasan - Hipoventilasi sindrom - Nyeri - Kecemasan - Disfungsi Neuromuskuler - Kerusakan persepsi/kognitif
-
-
mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips) Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal) Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan)
Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan Pasang mayo bila perlu Lakukan fisioterapi dada jika perlu Keluarkan sekret dengan batuk atau suction Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan Lakukan suction pada mayo Berikan bronkodilator bila perlu Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan. Monitor respirasi dan status O2 Oxygen Therapy Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea Pertahankan jalan nafas yang paten Atur peralatan oksigenasi Monitor aliran oksigen Pertahankan posisi pasien Onservasi adanya tanda tanda hipoventilasi Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi
Trauma Medula Spinalis| 82
-
2
Perlukaan pada jaringan syaraf tulang belakang Imaturitas Neurologis
Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan neuromuskuler Definisi : Keterbatasan dalam kebebasan untuk pergerakan fisik tertentu pada bagian tubuh atau satu atau lebih ekstremitas Batasan karakteristik :
Vital sign Monitoring Monitor TD, nadi, suhu, dan RR Catat adanya fluktuasi tekanan darah Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas Monitor kualitas dari nadi Monitor frekuensi dan irama pernapasan Monitor suara paru Monitor pola pernapasan abnormal Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit Monitor sianosis perifer Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik) Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign NOC Joint Movement : Active Mobility Level Self care : ADLs Transfer performance Kriteria Hasil : Klien meningkat dalam aktivitas fisik
NIC : Exercise therapy : ambulation - Monitoring vital sign sebelm/sesudah latihan dan lihat respon pasien saat latihan
Trauma Medula Spinalis| 83
-
Postur tubuh yang tidak stabil selama melakukan kegiatan rutin harian - Keterbatasan kemampuan untuk melakukan keterampilan motorik kasar - Keterbatasan kemampuan untuk melakukan keterampilan motorik halus - Tidak ada koordinasi atau pergerakan yang tersentaksentak - Keterbatasan ROM - Kesulitan berbalik (belok) - Perubahan gaya berjalan (Misal : penurunan kecepatan berjalan, kesulitan memulai jalan, langkah sempit, kaki diseret, goyangan yang berlebihan pada posisi lateral) - Penurunan waktu reaksi - Bergerak menyebabkan nafas menjadi pendek - Usaha yang kuat untuk perubahan gerak (peningkatan perhatian untuk aktivitas lain, mengontrol perilaku, fokus dalam anggapan ketidakmampuan aktivitas) - Pergerakan yang lambat - Bergerak menyebabkan tremor Faktor yang berhubungan : - Pengobatan - Terapi pembatasan gerak - Kurang pengetahuan tentang kegunaan pergerakan fisik - Indeks massa tubuh diatas 75 tahun percentil sesuai dengan usia - Kerusakan persepsi sensori - Tidak nyaman, nyeri - Kerusakan muskuloskeletal dan neuromuskuler - Intoleransi aktivitas/penurunan kekuatan dan stamina - Depresi mood atau cemas
Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan berpindah Memperagakan penggunaan alat Bantu untuk mobilisasi (walker)
-
-
-
-
-
-
-
-
Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah terhadap cedera Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang teknik ambulasi Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai kemampuan Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan ADLs ps. Berikan alat Bantu jika klien memerlukan. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan
Trauma Medula Spinalis| 84
-
3
Kerusakan kognitif Penurunan kekuatan otot, kontrol dan atau masa - Keengganan untuk memulai gerak - Gaya hidup yang menetap, tidak digunakan, deconditioning - Malnutrisi selektif atau umum Penurunan curah jantung b/d respon NOC fisiologis otot jantung, peningkatan frekuensi, dilatasi, hipertrofi atau Cardiac Pump effectiveness peningkatan isi sekuncup Circulation Status Vital Sign Status Kriteria Hasil - Tanda Vital dalam rentang normal (Tekanan darah, Nadi, respirasi) - Dapat mentoleransi aktivitas, tidak ada kelelahan - Tidak ada edema paru, perifer, dan tidak ada asites - Tidak ada penurunan kesadaran
NIC Cardiac Care - Evaluasi adanya nyeri dada ( intensitas,lokasi, durasi) - Catat adanya disritmia jantung - Catat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac putput - Monitor status kardiovaskuler - Monitor status pernafasan yang menandakan gagal jantung - Monitor abdomen sebagai indicator penurunan perfusi - Monitor balance cairan - Monitor adanya perubahan tekanan darah - Monitor respon pasien terhadap efek pengobatan antiaritmia - Atur periode latihan dan istirahat untuk menghindari kelelahan - Monitor toleransi aktivitas pasien
Trauma Medula Spinalis| 85
-
Monitor adanya dyspneu, fatigue, tekipneu dan ortopneu - Anjurkan untuk menurunkan stress Vital Sign Monitoring - Monitor TD, nadi, suhu, dan RR - Catat adanya fluktuasi tekanan darah - Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri - Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan - Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas - Monitor kualitas dari nadi - Monitor adanya pulsus paradoksus - Monitor adanya pulsus alterans - Monitor jumlah dan irama jantung - Monitor bunyi jantung - Monitor frekuensi dan irama pernapasan - Monitor suara paru - Monitor pola pernapasan abnormal - Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit - Monitor sianosis perifer - Monitor adanya cushing triad
Trauma Medula Spinalis| 86
-
4
Gangguan eliminasi urine Definisi: disfungsi pada eliminasi urin Batasan Karakteristik : Dysuria Sering berkemih Anyang-anyangan Inkontinensia Nokturia Retensi Dorongan Faktor yang berhubngan Obstruksi anatomic Penyebab multiple Gnagguan sensori motoric Infeksi saluran kemih
(tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik) Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign
NOC NIC Urinary elimination Urinary retention care Urinary continuence - Lakukan penilaian kemih yang Kriteria hasil Kandung kemih kosong komperhensif secara penuh berfokus pada Tidak ada residu urin inkontinensia >100-200 cc (misalnya: output Intake cairan dalam urine, pola berkemih, rentang normal fungsi kognitif, dan Bebas dari ISK masalah kencing Tidal ada spasme bladder praeksisten) Balance cairan seimbang - Memantau gangguan obat dengan sifat antikolinergik atau property alpha agonis - Memonitor efek dari obat-obatan yang diresepkan, seperti calcium channel blockers dan antikolinergik - Merangsang reflex kandung kemih dengan menerapkan dingin untuk perut - Sediakan waktu yang cukup untuk pengosongan kandung kemh - Gunakan spiritwatergreen dipispot atau urinal - Menyediakan manuver crede - Gnakan double void teknik - Masukkan kateter kemih
Trauma Medula Spinalis| 87
-
5
Nyeri Definisi : Sensori yang tidak menyenangkan dan pengalaman emosional yang muncul secara aktual atau potensial kerusakan jaringan atau menggambarkan adanya kerusakan (Asosiasi Studi Nyeri Internasional): serangan mendadak atau pelan intensitasnya dari ringan sampai berat yang dapat diantisipasi dengan akhir yang dapat diprediksi dan dengan durasi kurang dari 6 bulan. Batasan karakteristik : - Laporan secara verbal atau non verbal - Fakta dari observasi - Posisi antalgic untuk menghindari nyeri - Gerakan melindungi - Tingkah laku berhati-hati - Muka topeng
NOC : Pain Level, Pain control, Comfort level Kriteria Hasil : - Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan) - Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri - Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) - Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang - Tanda vital dalam rentang normal
Anjurkan pasien atau keluarga untuk merekam output urin - Hindari cara-cara untuk menghindari konstipasi - Memantau asupan dan keluaran - Memantau tingkat distensi kandung kemih degan palpasi dan perkusi - Membantu dengan toilet secara berkala - Memasukkan pipa kedalam lubang tubuh untuk sisa - Menerapkan kateterisasi intermitten - Merujuk ke spesialis kontinensia urin NIC : Pain Management - Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi - Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan - Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien - Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri - Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
Trauma Medula Spinalis| 88
-
-
-
-
-
-
-
Gangguan tidur (mata sayu, tampak capek, sulit atau gerakan kacau, menyeringai) Terfokus pada diri sendiri Fokus menyempit (penurunan persepsi waktu, kerusakan proses berpikir, penurunan interaksi dengan orang dan lingkungan) Tingkah laku distraksi, contoh : jalan-jalan, menemui orang lain dan/atau aktivitas, aktivitas berulang-ulang) Respon autonom (seperti diaphoresis, perubahan tekanan darah, perubahan nafas, nadi dan dilatasi pupil) Perubahan autonomic dalam tonus otot (mungkin dalam rentang dari lemah ke kaku) Tingkah laku ekspresif (contoh : gelisah, merintih, menangis, waspada, iritabel, nafas panjang/berkeluh kesah) Perubahan dalam nafsu makan dan minum
-
-
-
-
Faktor yang berhubungan : Agen injuri (biologi, kimia, fisik, psikologis) -
-
-
Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan Kurangi faktor presipitasi nyeri Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan inter personal) Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi Ajarkan tentang teknik non farmakologi Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri Evaluasi keefektifan kontrol nyeri Tingkatkan istirahat Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
Trauma Medula Spinalis| 89
-
Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri
Analgesic Administration - Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat - Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi - Cek riwayat alergi - Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik ketika pemberian lebih dari satu - Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri - Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal - Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara teratur - Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali - Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat - Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan
Trauma Medula Spinalis| 90
gejala samping) 6
Resiko gangguan integritas kulit b/d keterbatasan mobilitas
(efek
NOC NIC Tissue Integrity : Skin and Pressure Management Mucous Membranes - Anjurkan pasien untuk Definisi : Perubahan pada Kriteria Hasil : menggunakan epidermis dan dermis - Integritas kulit yang baik pakaian yang longgar bisa dipertahankan - Hindari kerutan padaa - Melaporkan adanya tempat tidur Batasan karakteristik : gangguan sensasi atau nyeri - Jaga kebersihan kulit - Gangguan pada bagian tubuh pada daerah kulit agar tetap bersih dan - Kerusakan lapisa kulit yang mengalami gangguan kering (dermis) - Menunjukkan pemahaman - Mobilisasi pasien - Gangguan permukaan kulit dalam proses (ubah posisi pasien) (epidermis) perbaikan kulit dan setiap dua jam sekali Faktor yang berhubungan : mencegah terjadinya sedera - Monitor kulit akan - Eksternal : berulang adanya kemerahan - Hipertermia atau hipotermia - Mampumelindungi kulit - Oleskan lotion atau - Substansi kimia dan mempertahankan minyak/baby oil pada - Kelembaban udara kelembaban kulit dan derah yang tertekan - Faktor mekanik (misalnya : perawatan alami - Monitor aktivitas alat yang dapat menimbulkan dan mobilisasi pasien luka, tekanan, restraint) - Monitor status nutrisi - Immobilitas fisik pasien - Radiasi - Memandikan pasien - Usia yang ekstrim dengan sabun dan air - Kelembaban kulit hangat - Obat-obatan - Internal : - Perubahan status metabolik - Tulang menonjol - Defisit imunologi Faktor yang berhubungan dengan perkembangan - Perubahan sensasi - Perubahan status nutrisi (obesitas, kekurusan) - Perubahan status cairan - Perubahan pigmentasi - Perubahan sirkulasi - Perubahan turgor (elastisitas kulit)
Trauma Medula Spinalis| 91
D. Evaluasi Hasil yang diharapkan 1. Memperlihatkan peningkatan pertukaran gas dan bersihan jalan napas dari sekresi yang diperlihatkan oleh bunyi nafas normal pada pengkajian auskultasi. a.
Bernapas dengan mudah tanpa napas pendek.
b.
Melatih napas dalam setiap jam, batuk efektif dan paru-paru bersih dari secret.
c.
Bebas dari infeksi paru-paru (misal, suhu normal, frekuensi nadi dan pernapasan normal, bunyi napas normal, tidak ada sputum purulen.)
2. Bergerak dalam batas disfungsi dan memperlihatkan usaha melakukan latihan dalam fungsi napas 3. Mendemostrasikan integritas kulit dengan optimal. a. Memperlihatkan turgor kulit normal dan kulit bebas dari kemerahan atau kerusakan b. Berpartisipasi dalam perawatan kulit dan memantau prosedur dalam keterbatasan fungsi 4. Mencapai fungsi kandung kemih a. Tidak memperlihatkan adanya tanda infeksi saluran urine. (mis. suhu normal, berkemih jernih, urine encer) b. Mengosumsi asupan cairan adekuat. c. Berpartisipasi dalam program latihan dalam batasan fungsi. 5. Mencapai fungsi defekasi a. Melaporkan pola defekasi teratur. b. Mengkonsumsi makanan berserat yang adekuat dan cairan melalui oral. c. Berpartisipasi dalam program latihan defekasi dalam batas fungsi 6. Melaporkan tidak ada nyeri dan ketidaknyamanan. 7. Bebas komplikasi
Trauma Medula Spinalis| 92
a. Memperlihatkan tidak ada tanda tromboflebitis, trombosis vena provunda, atau emboli paru. b. Tidak menunjukkan adanya manifestasi emboli paru (misal. tidak nyeri dada atau panas pendek : gas darah arteri normal) c. Mempertahankan tekanan darah dalam batas normal. d. Tidak mengalami sakit kepala dengan perubahan posisi e. Tidak menunjukkan adanya hiperefleksia autonom (mis. tidak sakit kepala, diaforesis, hidung tersumbat, atau bradikardia diaforesis)
Trauma Medula Spinalis| 93
BAB V PENUTUP Kesimpulan Trauma medula spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang disebabkan oleh benturan pada daerah medulla spinalis (Brunner & Suddarth, 2001). Penyebab dari Trauma medulla spinalis yaitu: kecelakaan otomobil, industri terjatuh, olah-raga, menyelam, luka tusuk, tembak dan tumor. Cedera medula spinalis adalah suatu trauma yang mengenai medula spinalis atau sumsum tulang akibat dari suatu trauma langsung yang mengenai tulang belakang. Penyebab cedera medula spinalis adalh kejadian-kejadian yang secara langsung dapat mengakibatkan terjadinya kompresi pada medula spinalis seperti terjatuh dari tempat yang tinggi, kecelakaan lalu lintas, kecelakaan olaghara dan lain-lain. Cedera medula spinalis dapat menyebabkan terjadinya kelumpuhan jika mengenai saraf-saraf yang berperan terhadap suatu organ maupun otot. Cedera medula spinalis ini terbagi menjadi 2 yaitu cedera medula spinalis stabil dan tidak stabil. Bila hemoragi terjadi pada daerah medulla spinalis, darah dapat merembes ke ekstradul subdural atau daerah suaranoid pada kanal spinal, segera sebelum terjadi kontusio atau robekan pada Trauma, serabut-serabut saraf mulai membengkak dan hancur. Sirkulasi darah ke medulla spinalis menjadi terganggu, tidak hanya ini saja tetapi proses patogenik menyebabkan kerusakan yang terjadi pada Trauma medulla spinalis akut. Suatu rantai sekunder kejadian-kejadian yang menimbulakn iskemia, hipoksia, edema, lesi, hemorargi. Penatalaksanaan pasien segera ditempat kejadian adalah sangat penting, karena penatalaksanaan yang tidak tepat dapat menyebabkan kerusakan kehilangan fungsi neurologik.Pada kepala dan leher dan leher harus dipertimbangkan mengalami Trauma medula spinalis sampai bukti Trauma ini disingkirkan.
Memindahkan
pasien,
selama
pengobatan
didepartemen
kedaruratan dan radiologi,pasien dipertahankan diatas papan pemindahan.
Trauma Medula Spinalis| 94
Penatalaksanaan untuk cedera medula spinalis adalah dengan pemberian obat kortikosteroid dan melihat kepada sistem pernapasan, jika terjadi gangguan maka perlu diberikan oksigen. Asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien cedera medula spinalis adalah melihat kepada diagnosa apa saja yang muncul. Intinya pemberian asuhan keperawatan pada pasien dengan cedera medula spinalis adalah memperhatikan posisi dalam mobilisasi pasien sehingga tidak memperparah cedera yang terjadi. Asuhan Keperawatan yang diberikan pada pasien dengan Trauma medula spinalis berbeda penanganannya dengan perawatan terhadap penyakit lainnya,karena kesalah dalam memberikan asuhan keperawatan dapat menyebabkan Trauma semakin komplit dan dapat menyebabkan kematian
Trauma Medula Spinalis| 95
DAFTAR PUSTAKA Brunner and Suddarth, 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8, volume 2. Jakarta : EGC. Guyton, Arthur. 1990. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Edisi 3, Jakarta : EGC Laurralee Sherwood. .2001. Fisiologi Manusia. Edisi 2, Jakarta : EGC Sylvia and Lorraine. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit. Edisi 6, volume 2. Jakarta : EGC. W.F.Ganong. 2005. Buku ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 22. Jakarta: EGCs Hudak and Gallo, (1994), Critical Care Nursing, A Holistic Approach, JB Lippincott company, Philadelpia. Marilynn E Doengoes, et all, alih bahasa Kariasa IM, (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien, EGC, Jakarta. Reksoprodjo Soelarto, (1995), Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Binarupa Aksara, Jakarta. Suddarth Doris Smith, (1991), The lippincott Manual of Nursing Practice, fifth edition, JB Lippincott Company, Philadelphia.
Trauma Medula Spinalis| 96