Makalah Measurement.docx

  • Uploaded by: Niluh Putuayua
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Measurement.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,920
  • Pages: 18
PENGUKURUAN DAN PENILAIAN DALAM PENDIDIKAN MAKALAH EVALUASI PROSES DAN HASIL PEMBELAJARAN

Oleh Kelompok 5 1. Ni Luh Puu Ayu Anggraini

( 06101381621043)

2. Etricha Lauren

( 06101381621045)

3. Mifthahul Jannah

( 06101381621044)

Program Studi Pendidikan Kimia

Dosen Pengampu : Dr.Effendi Nawawi, M.Si

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2019

KATA PENGANTAR

1

Puji dan syukur dipersembahkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan petunjuk, bimbingan dan kekuatan lahir batin sehingga makalah yang berjudul “Pengukuruan dan Penilaian dalam Pendidikan” dapat diselesaikan tepat waktu-Nya dengan baik. Penulis menyadari walaupun sudah berusaha sekuat kemampuan yang maksimal untuk mencurahkan segala pikiran dan kemampuan yang dimiliki, makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna baik dari segi bahasa, pengolahan, maupun dalam penyusunannya. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik beserta saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Palembang,

Februari 2019

Penulis

2

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... 1 DAFTAR ISI............................................................................ Error! Bookmark not defined. BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 4 1.1 Latar Belakang .............................................................................................................................. 4 1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................................................... 4 1.3 Tujuan ........................................................................................................................................... 4

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................... 5 2.1 Pengukuran dan Penilaian dalam Pendidikan ............................................................................... 5

2.1.1 Pengukuran.................................................................................................................5 2.1.2 Penilaian.....................................................................................................................6 2.2 Prinsip-prinsip Pengukuran Hasil Belajar ........................................................................ 9 2.3 Instrumen Pengukuran Hasil Belajar.............................................................................. 10 2.4 Tujuan Pengukuran Hasil Belajar .................................................................................. 11 2.5 Teknik Analisis Tes Hasil Belajar..................................................................................11 BAB III PENUTUP ................................................................................................................. 17 3.1 Kesimpulan..................................................................................................................... 17 3.2 Saran ............................................................................................................................... 17 DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................18

3

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Memang tidak semua orang menyadari bahwa setiap saat kita selalu melakukan pekerjaan evaluasi. Dalam beberapa kegiatan sehari-hari, kita jelas-jelas mengadakan pengukuran dan penilaian. Hal ini dapat dilihat mulai dari berpakaian, setelah berpakaian kemudian dihadapkan ke kaca apakah penampilannya sudah baik atau belum. Dari kalimat tersebut kita sudah menemui tiga buah istilah yaitu: evaluasi, pengukuran, dan penilaian. Sementara orang cenderung lebih mengartikan ketiga kata tersebut sebagai suatu pengertian yang sama sehingga dalam pemakaiannya tergantung dari kata mana yang siap diucapkannya. Dalam setiap pembelajaran, pendidik harus berusaha mengetahui hasil dari proses pembelajaran yang ia lakukan. Hasil yang dimaksud adalah baik atau tidak baik, bermanfaat, atau tidak bermanfaat, dll. Apabila pembelajaran yang dilakukannya mencapai hasil yang baik, pendidik tentu dapat dikatakan berhasil dalam proses pembelajaran dan demikian sebaliknya. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengetahui hasil yang telah dicapai oleh pendidik dalam proses pembelajaran adalah melalui evaluasi. Evaluasi yang dilakukan oleh pendidik ini dapat berupa evaluasi hasil belajar dan evaluasi pembelajaran. Sehingga dalam makalah ini penyusun akan membahas tentang pengukuran dan penilaian dalam pendidikan. 1.2 Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan pengukuran dalam pendidikan? 2. Apa saja prinsip-prinsip dari pengukuran hasil belajar? 3. Bagaimana instrumen pengukuran hasil belajar? 4. Apa tujuan dari pengukuran hasil belajar? 5. Bagaimana teknik analisis tes hasil belajar? 1.3 Tujuan 1. Untuk mengetahui pengertian pengukuran dalam pendidikan. 2. Untuk mengetahui prinsip-prinsip dari pengukuran hasil belajar 3. Untuk mengetahui instrumen pengukuran hasil belajar 4. Untuk mengetahui tujuan dari pengukuran hasil belajar 5. Untuk mengetahui teknik analisis tes hasil belajar 4

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengukuran dan Penilaian dalam Pendidikan 2.1.1 Pengukuran Menurut Sutrisno Hadi (1997), Pengukuran adalah suatu tindakan untuk mengidentifikasikan besar kecilnya gejala. Sedangkan menurut Remmers, dkk (1960) mengemukakan bahwa “Measurement” berasal dari kata “to measure” yang artinya suatu kegiatan atau proses untuk menetapkan dengan pasti luas, dimensi, dan kuantitas dari sesuatu dengan cara membandingkan terhadap ukuran tertentu. Pengukuran adalah penentuan besaran, dimensi, atau kapasitas, biasanya terhadap suatu standar atau satuan pengukuran. Pengukuran tidak hanya terbatas pada kuantitas fisik, tetapi juga dapat diperluas untuk mengukur hampir semua benda yang bisa dibayangkan, seperti tingkat ketidakpastian, atau kepercayaan konsumen. Pengukuran adalah proses pemberian angka-angka atau label kepada unit analisis untuk merepresentasikan atributatribut konsep. Proses ini seharusnya cukup dimengerti orang walau misalnya definisinya tidak dimengerti. Hal ini karena antara lain kita sering kali melakukan pengukuran. Dalam hal ini guru menaksir prestasi siswa dengan membaca atau mengamati apa saja yang dilakukan siswa, mengamati kinerja mereka, mendengar apa yang mereka katakan, dan menggunakan indera mereka seperti melihat, mendengar, menyentuh, mencium, dan merasakan. Dalam kegiatan belajar mengajar, pengukuran hasil belajar dimaksudkan untuk mengetahui seberapa jauh perubahan tingkah laku siswa setelah menghayati proses belajar. Pengukuran yang dilakukan oleh guru lazimnya menggunakan tes sebagai alat pengukur. Hasil pengukuran tersebut berwujud angka ataupun pernyataan yang mencerminkan tingkat penguasaan materi pelajaran bagi siswa atau prestasi belajar. Menurut Zainul dan Nasution (2001) pengukuran memiliki dua karakteristik utama yaitu: 1) penggunaan angka atau skala tertentu; 2) menurut suatu aturan atau formula tertentu. Pengukuran dalam bidang pendidikan berarti mengukur atribut atau karakteristik peserta didik tertentu. Dalam hal ini yang diukur bukan peserta didik tersebut, akan tetapi karakteristik atau atributnya. Arikunto dan Jabar (2004) menyatakan pengertian pengukuran

5

(measurement) sebagai kegiatan membandingkan suatu hal dengan satuan ukuran tertentu sehingga sifatnya menjadi kuantitatif. 2.1.2 Penilaian Penilaian (assessment) adalah penerapan berbagai cara dan penggunaan beragam alat penilaian untuk memperoleh informasi tentang sejauh mana hasil belajar peserta didik atau ketercapaian kompetensi (rangkaian kemampuan) peserta didik. Penilaian menjawab pertanyaan tentang sebaik apa hasil atau prestasi belajar peserta didik. Hasil penilaian dapat berupa nilai kualitatif (pernyataan naratif dalam kata-kata) dan nilai kuantitatif (berupa angka). Pengukuran berhubungan dengan proses pencarian atau penentuan nilai kuantitatif tersebut. Penilaian hasil belajar pada dasarnya adalah mempermasalahkan, bagaimana pengajar (guru) dapat mengetahui hasil pembelajaran yang telah dilakukan. Pengajar harus mengetahui sejauh mana pebelajar (learner) telah mengerti bahan yang telah diajarkan atau sejauh mana tujuan/kompetensi dari kegiatan pembelajaran yang dikelola dapat dicapai. Tingkat pencapaian kompetensi atau tujuan instruksional dari kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan itu dapat dinyatakan dengan nilai. Menurut Suharsimi Arikunto; menilai adalah mengambil keputusan terhadap sesuatu dengan baik, penilaian yang bersifat kuantitas. Menurut Mahrens; penilaian adalah suatu pertimbangan professional atau proses yang memungkinkan seseorang untuk membuat suatu pertimbangan mengenai nilai sesuatu. Penilaian adalah suatu tindakan untuk memberikan interpretasi terhadap hasil pengukuran dengan menggunakan norma tertentu untuk mengetahui tinggi rendahnya atau baik buruknya aspek tertentu. Semua usaha membandingkan hasil pengukuran terhadap suatu bahan pembanding atau patokan atau norma disebut penilaian. Beberapa kasus mungkin akan menunjukkan jika penilaian terkadang tidak perlu harus selalu melalui proses pengukuran. Karena bisa jadi untuk beberapa situasi kriteriakriteria yang diperlukan telah disediakan atau menggunakan kriteria-kriteria sebelumnya. Di sini evaluator dapat langsung membandingkan data dengan kriteria yang ada untuk melakukan penilaian. 1. Penilaian Acuan Norma (PAN) Penilaian acuan norma (PAN) merupakan pendekatan klasik, karena tampilan pencapaian hasil belajar siswa pada suatu tes dibandingkan dengan penampilan siswa lain yang mengikuti tes yang sama. Pengukuran ini digunakan sebagai metode pengukuran yang 6

menggunakan prinsip belajar kompetitif. Menurut prinsip pengukuran norma, tes baku pencapaian diadministrasi dan penampilan baku normatif dikalkulasi untuk kelompokkelompok pengambil tes yang bervariasi. Skor yang dihasilkan siswa dalam tes yang sama dibandingkan dengan hasil populasi atau hasil keseluruhan yang telah dibakukan. Guru kelas kemudian mengikuti asas yang sama, mengukur pencapaian hasil belajar siswa, dengan tepat membandingkan terhadap siswa lain dalam tes yang sama. Seperti evaluasi empiris, guru melakukan pengukuran, mengadministrasi tes, menghitung skor, merangking skor, dari tes yang tertinggi sampai yang terendah, menentukan skor rerata menentukan simpang baku dan variannya. Berikut ini beberapa ciri dari Penilaian Acuan Normatif , antara lain: a) Untuk menentukan status setiap peserta didik terhadap kemampuan peserta didik lainnya. Artinya, Penilaian Acuan Normatif digunakan apabila kita ingin mengetahui kemampuan peserta didik di dalam komunitasnya seperti di kelas, sekolah, dan lain sebagainya. b) Menggunakan kriteria yang bersifat “relative”.

Artinya, selalu berubah-ubah

disesuaikan dengan kondisi atau kebutuhan pada waktu tersebut. c) Nilai hasil dari Penilaian Acuan Normatif tidak mencerminkan tingkat kemampuan dan penguasaan siswa tentang materi pengajaran yang diteskan, tetapi hanya menunjuk kedudukan peserta didik (peringkatnya) dalam komunitasnya (kelompoknya). d) Penilaian Acuan Normatif memiliki kecenderungan untuk menggunakan rentangan tingkat penguasaan seseorang terhadap kelompoknya, mulai dari yang sangat istimewa sampai dengan yang mengalami kesulitan yang serius. e) Penilaian Acuan Normatif memberikan skor yang menggambarkan penguasaan kelompok. 2. Penilaian Acuan Patokan (PAP) Penilaian acuan patokan (PAP) biasanya disebut juga criterion evaluation merupakan pengukuran yang menggunakan acuan yang berbeda. Dalam pengukuran ini, siswa dikomparasikan dengan kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dalam tujuan instruksional, bukan dengan penampilan siswa yang lain. Keberhasilan dalam prosedur acuan patokan tergantung pada penguasaaan materi atas kriteria yang telah dijabarkan dalam itemitem pertanyaan guna mendukung tujuan instruksional. Melalui PAP berkembang upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dengan melaksanakan tes awal (pre test) dan tes akhir (post test). Perbedaan hasil tes akhir dengan test awal merupakan petunjuk tentang kualitas proses pembelajaran. PAP juga dapat digunakan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, misalnya kurang terkontrolnya 7

penguasaan materi, terdapat siswa yang diuntungkan atau dirugikan, dan tidak dipenuhinya nilai-nilai kelompok berdistribusi normal. PAP ini menggunakan prinsip belajar tuntas (mastery learning). 3. Persamaan dan Perbedaan Penilaian Acuan Norma (PAN) dan Penilaian Acuan Patokan (PAP) Penilaian Acuan Norma dan Penilaian Acuan Patokan mempunyai beberapa persamaan sebagai berikut: a) memerlukan adanya tujuan evaluasi spesifik sebagai penentuan fokus item yang diperlukan. Tujuan tersebut termasuk tujuan intruksional umum dan tujuan intruksional khusus b) memerlukan sample yang relevan, digunakan sebagai subjek yang hendak dijadikan sasaran evaluasi. Sample yang diukur mempresentasikan populasi siswa yang hendak menjadi target akhir pengambilan keputusan. c) memerlukan item-item yang disusun dalam satu tes dengan menggunakan aturan dasar penulisan instrument. d) mempersyaratkan perumusan secara spesifik perilaku yang akan diukur. e) menggunakan macam tes yang sama seperti tes subjektif, tes karangan, tes penampilan atau keterampilan. f) dinilai kualitasnya dari segi validitas dan reliabilitasnya. g) digunakan ke dalam pendidikan walaupun untuk maksud yang berbeda. Adapun perbedaan antara PAN dan PAP adalah sebagai berikut: PAN

PAP

mengukur sejumlah besar perilaku mengukur

perilaku

khusus

dalam

khusus dengan sedikit butir tes untuk jumlah yang terbatas dengan banyak setiap perilaku menekankan

butir tes untuk setiap perilaku perbedaan

di

antara menekankan penjelasan tentang apa

peserta tes dari segi tingkat pencapaian perilaku yang dapat dan yang tidak belajar secara relatif

dapat dilakukan oleh setiap peserta tes.

lebih mementingkan butir-butir tes mementingkan butir-butir tes yang yang mempunyai tingkat kesulitan relevan dengan perilaku yang akan sedang dan biasanya membuang tes diukur tanpa perduli dengan tingkat yang terlalu mudah dan terlalu sulit

kesulitannya.

untuk survey

untuk penguasaan

8

2.2 Prinsip-prinsip Pengukuran Hasil Belajar Seorang guru perlu mengetahui prinsip-prinsip umum di dalam melaksanakan pengukuran yaitu: 1. Di dalam pengukuran pertama-tama harus ditentukan dan dijelaskan apa yang akan diukur. Sebelum suatu instrumen pengukuran disusun atau dipilih, harus ditetapkan secara jelas apa kegunaan pengukuran itu, jadi apa yang akan diukur. Karenanya perlu adanya deskripsi yang jelas tentang karakteristik atau tingkah laku yang akan diukur. 2. Teknik pengukuran harus dipilih berdasarkan kegunaan pengukuran. Apabila suatu aspek tingkahlaku peserta didik yang akan diukur telah ditentukan secara jelas maka akan dapat dipilih teknik pengukuran yang sesuai untuk mengukur tingkahlaku tersebut. Seringkali dipilih suatu teknik pengukuran berdasarkan ketelitian yang dapat dicapai dengan instrumen, keobjektivan hasil pengukuran, atau kemudahan pengukuran tersebut dilaksanakan. Semua kriteria ini memang penting tetapi masih kalah penting dibandingkan dengan kriteria utama ialah apakah teknik pengukuran itu masih merupakan cara yang paling efektif untuk menentukan apa yang ingin diketahui tentang subjek yang akan diukur karakteristiknya. Tiap-tiap teknik pengukuran dapat sesuai dengan tujuan tertentu, dan tidak memadai untuk tujuan lain. Kesesuaian inilah yang harus merupakan kriterion utama dalam pemilihan teknik dan instrument yang akan digunakan. Sebagai contoh misalnya adalah pertanyaan yang seringkali timbul di masyarakat: Apakah guru harus memakai tes yang bersifat obyektif atau tes esai untuk mengukur hasil belajar peserta didik ? Tes obyektif memang sangat efektif untuk mengukur bentuk hasil belajar tertentu. Pertanyaan disini ialah bukan apakah teknik pengukuran ini yang perlu di pakai, tetapi kapan teknik itu dapat dipakai? 3. Penilain yang komprehensif memerlukan adanya sistem gabungan macam-macam teknik pengukuran. Untuk itu semua diperlukan instrument-instrumen lain seperti checklist atau rating scale, kuesioner, dan sebagainya. 4. Pemakaian yang tepat dari teknik-teknik pengukuran memerlukan adanya kesadaran bahwa

masing-masing

teknik

tersebut

mempunyai

keterbatasan

maupun

keunggulannya. 5. Perlu diingat bahwa bagaimanapun bagusnya suatu instrument yang dipakai selalu terdapat kesalahan-kesalahan di dalam pengukuran. Dengan mengetahui adanya 9

keterbatasan-keterbatasan yang ada pada instrumen pengukuran maka guru akan dapat menggunakannya secara hati-hati serta lebih efektif. 2.3 Instrumen Pengukuran Hasil Belajar Hasil belajar peserta didik di berbagai kawasan belajar dapat diukur dengan menggunakan bermacam-macam instrument, tergantung dari apa yang akan diukur. Di bawah ini terdapat contoh kawasan belajar dan instrumen yang dapat dipakai untuk mengukur hasil belajar di kawasan tersebut (Thorndike & Hagen, 1977): No 1.

2.

Kawasan Belajar Kognitif

Afektif

Instrumen Pengukuran 

pilihan ganda



esai



penjodohan



betul – salah



isian singkat



kuesioner



lembaran penilaian diri



skala sikap dan lembar observasi

3.

Psikomotorik



tes tertulis



laporan



lembaran observasi



daftar check/rating scale



lembaran kerja

Untuk mengukur hasil belajar seorang siswa tertentu dapat dan perlu dipakai lebih dari satu instrumen apabila diinginkan adanya informasi yang bersifat komprehensif. Untuk mengukur hasil belajar siswa di dalam pelajaran fisika misalnya, tidak hanya cukup apabila dipakai suatu tes tertulis yang hanya mengukur pengetahuan yang bersifat faktual saja tetapi tidak menunjukkan sejauh mana pelajaran tersebut telah dapat mengembangkan siswa untuk berfikir analisis/kritis, atau sejauh mana ketrampilan motorik siswa, atau sejauh mana pelajaran tersebut telah dapat merubah sikap atau minat peserta didik. Untuk mengungkapkan itu semua diperlukan beberapa bentuk instrumen pengukuran, karena tiap-tiap instrumen 10

hanya mampu menghasilkan satu bentuk informasi tertentu yang sifatnya unik dan hanya terbatas pada satu aspek tingkah laku atau karakteristik saja. 2.4 Tujuan Pengukuran Hasil Belajar Menurut Syah (2005:142) pengukuran hasil belajar memiliki tujuan adalah sebagai berikut: 1) Untuk mengetahui tingkat kemajuan yang telah dicapai oleh siswa dalam suatu kurun waktu dan proses tertentu. 2) Untuk mengetahui posisi atau kedudukan seseorang dalam kelompok kelasnya. 3) Untuk mengetahui tingkat usaha yang dilakukan siswadalam belajar. Hasil yang baik pada umumnya menunjukkan tingkat usaha yang efisien. 4) Untuk mengetahui sejauh mana siswa telah mendayagunakan kapasitas kognitif (kemampuan kecerdasan yang dimilikinya) untuk keperluan belajar. 5) Untuk mengetahui tingkat dan hasil metode mengajar yang digunakan dalam proses belajar mengajar 2.5 Teknik Analisis Tes Hasil Belajar A. Teknik Analisis Soal Tes ( Item Analisis ) Pada analisis butir, butir akan dilihat karakteristiknya dan dipilih butir-butir yang baik. butir yang baik adalah butir-butir yang karakteristiknya memenuhi syarat sebagaimana kriteria karakteristik butir yang baik. Adapun cara untuk memperbaiki proses belajar- mengajar yang paling efektif ialah dengan jalan mengevaluasi tes hasil belajar yang diperoleh dari proses belajar- mengajar itu sendiri. Dengan kata lain, hasil tes itu di olah sedemikian rupa sehingga dari hasil pengolahan itu dapat diketahui komponen –komponen manakah dari proses – mengajar itu yang masih lemah. Pengolahan tes hasil belajar dalam rangka memperoleh proses belajar mengajar dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain: 1) Dengan membuat analisis soal ( item analysis ) 2) Dengan menghitung validitas dan keandalan tes Dalam pasal ini khusus akan dibicarakan cara yang pertama yaitu teknik analisis soal atau item analisis. Menurut Thorndike dan Hagen (1977), analisis terhadap soal-soal tes yang telah dijawab oleh murid- murid mempunyai dua tujuan penting. 11

Pertama, jawaban- jawaban soal itu merupakan informasi diagnostik untuk meneliti pelajaran dari kelas itu dan kegagalan- kegagalan belajar, serta selanjutnya untuk membimbing ke arah cara yang lebih baik. Kedua, jawaban- jawaban terhadap soal yang terpisah dan perbaikan ( review ) soalsoal yang didasarkan atas jawaban – jawaban itu merupakan basis bagi persiapan tes- tes yang lebih baik untuk tahun berikutnya. Jadi tujuan khusus dari items analisis ialah mencari soal tes mana yang baik dan mana yang tidak baik, dengan membuat analisis soal, sedikitnya dapat mengetahui dari tiga segi yang dapat diperoleh dari tiap soal, yaitu: 1)

Dari segi derajat kesukaran itemnya

2)

Dari segi daya pembeda itemnya

3)

Dari segi fungsi distraktornya.

B. Teknik Analisis Tingkat Kesukaran Suatu tes tidakk boleh terlalu mudah, dan juga tidak boleh terlalu sukar. Sebuah item yang terlalu mudah sehingga dapat dijawab dengan benar oleh semua siswa bukanlah merupakan item yang baik . begitu pula item yang terlalu sukar sehingga tidak dapat dijawab oleh semua siswa juga bukan merupakan item yang baik. Jadi item yang baik adalah item yang mempunyai derajat kesukaran tertentu. Menurut Witherington dalam bukunya berjudul psychological Education, mengatakan bahwa sudah atau belum memadainya derajat kesukaran item tes hasil belajar dapat diketahui dari besar kecilnya angka yang melambangkan tingkat kesulitan dari item tersebut. Angka yang dapat memberikan petunjuk mengenai tingkat kesukaran item itu dikenal dengan istilah difficulty index ( angka index kesukaran item), yang dalam dunia evaluasi hasil belajar umumnya dilambangkan dengan huruf P, yaitu singkatan dari kata proportion( proporsi =proposa). Dan angka indek kesukaran item itu besarnya berkisar antara 0,00 sampai dengan 1,00. Artinya, angka indek kesukaran itu paling rendah adalah 0,00 dan paling tinggi adalah 1,00. Angka indek kesukaran sebesar 0,00 ( P= 0,00) merupakan petunjuk bagi tester bahwa butir item tersebut termasuk dalam katagori item yang terlalu sukar, sebab di sini seluruh testee tidak dapat menjawab item dengan betul ( yang dapat menjawab dengan betul =0). Sebaliknya, apabila angka indek kesukaran item itu adalah 1,00 ( P= 1,00) hal ini mengandung makna bahwa butir item yang bersangkutan adalah termasuk dalam katagori item yang terlalu mudah, sebab di sini seluruh testee dapat menjawab dengan betul butir item yang bersangkutan ( yang dapat menjawab dengan butir = 100%= 100= 1,00 12

Menurut ketentuan yang sering diikuti, indeks kesukaran sering diklasifikasikan sebagai berikut: 

Soal dengan P 0,00 sampai 0,30 adalah soal sukar



Soal dengan P 0,30 sampai 0,70 adalah soal sedang



Soal dengan P 0,70 sampai 1,00 adalah soal mudah

C. Teknik Analisis Daya Pembeda Item Daya pembeda (item discriminination) adalah untuk menentukan dapat tidaknya suatu soal membedakan kelompok dalam aspek yang diukur sesuai dengan perbedaan yang ada dalam kelomppok itu. Indeks yang digunakan dalam membedakan antara peserta tes yang berkemampuan tinggi dengan peserta tes yang berkemampuan rendah. Indeks ini menunjukkan kesesuaian antara fungsi soal dengan fungsi tes secara keseluruhan. Mengetahui daya pembeda item itu penting sekali, sebab salah satu dasar yang dipegang untuk menyusun butir-butir item tes hasil belajar adalah adanya anggapan, bahwa kemampuan antara siswa yang satu dengan siswa yang lain itu berbeda-beda, dan bahwa butir-butir tes hasil belajar itu haruslah mampu memberikan hasil tes yang mencerminkan adanya perbedaan-perbedaan kemampuan yang terdapat di kalangan siswa tersebut. 13

Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda disebut indeks diskriminasi, disingkat D. Seperti halnya indeks kesukaran, indeks diskriminasi (daya pembeda) ini berkisar antara 0,00 sampai 1,00. Hanya bedanya, indeks kesukaran tidak mengenal tanda negatif (-), tetapi pada indeks diskriminasi ada tanda negatif. Daya pembeda item itu dapat diketahui melalui atau dengan melihat besar kecilnya angka indeks diskriminasi item. Angka indeks diskriminasi item adalah sebuah angka yang menunjukkan besar kecilnya daya pembeda yang dimiliki oleh sebutir item. Daya pembeda pada dasarnya dihitung atas dasar pembagian siswa ke dalam dua kelompok, yaitu kelompok atas yakni kelompok yang tergolong pandai, dan kelompok bawah, yaitu kelompok siswa yang tergolong bodoh. Dalam hubungan ini, jika sebutir item memiliki angka indeks diskriminasi item dengan tanda positif, hal ini merupakanmpetunjuk bahwa butir item tersebut telah memiliki daya pembeda, dalam arti bahwa siswa yang termasuk kategori pandai lebih banyak yang dapat menjawab dengan betul terhadap butir item yang bersangkutan, sedangkan siswa yang termasuk kategori bodoh lebih banyak yang menjawab salah. Adapun apabila angka indeks diskriminasi item dari sebutir item bertanda negatif, maka pengertian yang terkandung didalamnya adalah, bahwa butir item yang bersangkutan lebih banyak dijawab betul oleh siswa kelompok bawah ketimbang siswa kelompok atas. Dengan demikian ada tiga titik pada daya pembeda yaitu:

14

Adapun klasifikasi daya pembeda adalah: Besarnya

angka

indeks diskriminasi Klasifikasi

interpretasi

item (D) Butir item yang bersangkutan Kurang dari 0,20

daya pembedanya lemah sekali,

Poor (jelek)

dianggap tidak memiliki daya pembeda yang baik Butir item yang bersangkutan

0,20 – 0.40

Satisfactory (cukup)

telah memiliki daya pembeda yang cukup (sedang) Butir item yang bersangkutan

0,40 – 0,70

Good (baik)

telah memiliki daya pembeda yang baik

0,70 – 1,00

Excellent baik)

(sangat

Butir item yang bersangkutan telah memiliki daya pembeda yang baik sekali

Butir item yang bersangkutan Bertanda negatif

-

daya pembedanya negatif (jelek sekali)

D. Teknik Analisis Fungsi Distraktor Pada saat membicarakan tentang objektif bentuk multiple choice item telah dikemukakan bahwa pada tes objektif bentuk multiple choice item tesebut untuk setiap butir item yang dikeluarkan dalam tes hasil belajar telah dilengkapi dengan beberapa kemungkinan jawab, atau yang sering dikenal dengan istilah option atau alternatif. Option atau alternatif itu jumlahnya berkisar antara tiga sampai dengan lima buah, dan dari kemungkinan-kemungkinan jawab yang terpasang pada setiap butir item itu, salah satu diantaranya adalah merupakan jawaban betul, sedangkan sisanya adalah merupakan jawaban salah. Jawaban-jawaban salah itulah yang biasa dikenal dengan istilah distraktor (pengecoh).

15

Tujuan utama dari pemasangan distraktor pada setiap butir item itu adalah, agar dari sekian banyak testee yang mengikuti tes hasil belajar ada yang tertarik untuk memilihnya, sebab mereka menyangka bahwa distraktor yang mereka pilih itu merupakan jawaban betul. Jadi mereka terkecoh, menganggap bahwa distraktor yang terpasang pada item itu sebagai kunci jawaban item, padahal bukan. Semakin banyak testee yang terkecoh, maka dapat dinyatakan bahwa distraktor yang dipasang itu makin dapat menjalankan fungsinya dengan sebaik-baiknya. Sebaliknya, apabila distraktor yang dipasang pada setiap butir item itu “tidak laku”(maksudnya: tidak ada seoangpun dari sekian banyak testee yang merasa tertarik untuk memilih distraktor tersebut sebagai jawaban betul), maka hal ini mengandung makna bahwa distraktor tersebut tidak menjalankan fungsinya dengan baik. Dengan kata lain, distraktor baru dapat dikatakan telah dapat menjalankan fungsinya dengan baik, apabila distraktor tersebut telah memiliki daya tarik demikian rupa, sehingga para testee (khususnya yang termasuk kategori kemampuan rendah) merasa bimbang, dan ragu-ragu sehingga pada akhirnya mereka menjadi terkecoh untuk memilih distraktor sebagai jawaban betul, sebab mereka mengira bahwa yang mereka pilih itu kunci jawaban item, padahal bukan. Menganalisis fungsi distraktor sering dikenal dengan istilah lain, yaitu: menganalisis pola penyebaran jawaban item. Adapun yang dimaksud pola penyebaran item ialah suatu pola yang dapat menggambarkan bagaimana testee menentukan pilihan jawabnya terhadap kemungkinan-kemungkinan jawab yang telah dipasangkan pada setiap butir item. Suatu kemungkinan dapat terjadi, yaitu bahwa dari keseluruhan alternatif yang dipasang pada butir item tertentu, samasekali tidak dipilih oleh testee. Dengan kata lain, testee menyatakan “blangko”. Pernyataan blangko ini sering dikenal dengan istilah Oniet dfan biasa diberi lambang dengan huruf O. Sesuatu distraktor dapat diperlakukan dengan tiga cara: a. Diterima, karena sudah baik b. Ditolak, karena tidak baik c. Ditulis kembali, karena kurang baik Kekurangannya mungkin hanya terletak pada rumusan kalimatnya sehingga hanya perlu ditulis kembali, dengan perubahan seperlunya. Menulis soal adalah suatu pekerjaan sulit, sehingga apabila masih dapat diperbaiki saja, tidak dibuang. Suatu distraktor dapat dikatakan berfungsi baik jika paling sedikit dipilih oleh 5% pengikut tes

16

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan Pengukuran dapat diartikan dengan kegiatan untuk mengukur sesuatu. Sedangkan evaluasi adalah sebagai proses sistematis untuk menentukan nilai sesuatu (tujuan, kegiatan, keputusan, unjuk kerja, proses, orang, maupun objek) berdasarkan kriteria tertentu. Pengukuran hasil belajar memiliki beberapa prinsip dan instrumen. Instrumen dalam pengukuran hasil belajar dapat dibedakan dari kawasan belajarnya yakni Kognitif, Psikomotorik dan Kognitif. Pengukuran hasil belajar juga memiliki beberapa tujuan diantaranya untuk mengetahui tingkat kemajuan yang telah dicapai oleh siswa dalam suatu kurun waktu dan proses tertentu. 3.2 Saran Sebagai seorang calon guru, kita hendaknya memperhatikan dan memahami bagaimana cara untuk mengetahui perkembangan peserta didik kita nantinya. Untuk mengetahui seberapa jauh perkembangan peserta didik, maka digunakanlah sistem pengukuran dan penilaian. Guru wajib mengetahui dan memahami cara penilaian dan pengukuran tersebut agar dapat mencapai apa yang menjadi tujuan guru mendidik dan mengajar.

17

DAFTAR PUSTAKA Arifin, Z. 2011. Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Arikunto, A. 2010. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Arikuto,S & Jabar. 2004. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Daryanto, H. 2008. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. Navel Oktaviandy. 2012. Pengertian Evaluasi, Pengukuran, dan Penilaian dalam Dunia Pendidikan. (Online). http://navelmangelep. wordpress. Com /2012/02/14/pengertianevaluasi-pengukuran-dan-penilaian-dalam-dunia-pendidikan/. Diakses pada tanggal 30 Januari 2019. Rita Kurniawati. 2012. Konsep PAN dan PAP. (Online). http://reithatp. wordpress.com /2012/04/konsep-pan-dan-pap_13.html. Diakses pada tanggal 30 Januari 2019. Sudijono, A. 1996. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Sugihartono, dkk. 2007. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press. Thoha, M. 2001. Teknik Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

18

Related Documents

Makalah
June 2020 40
Makalah
July 2020 39
Makalah
October 2019 94
Makalah
July 2020 62
Makalah
November 2019 85
Makalah
October 2019 95

More Documents from ""