MAKALAH KEPERAWATAN MATERNITAS ASKEP KDRT PADA IBU HAMIL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan masalah Tujuan BAB II TINJAUAN TEORI
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Psikologi yang menyangkut prilaku pada wanita merupakan ilmu yang berkaitan dengan mental, baik normal maupun abnormal dan pengaruhnya terhadap prilaku. Sedangkan wanita merupakan satu prilaku yang berhak untuk mendapatkan prilaku yang special atau perhatian yang lebih apalagi wanita itu sendiri sedang mengalami proses kehamilan. Pada kekerasan yang terjadi dalam kehamilan akan sangat mempengaruhi kesehatan ibu dan bayi.Tekanan psikologi yang dialami oleh ibu akan membawa dampak yang sangat tidak baik bagi bayinya. Jika ibu mengalami depresi, maka kemungkinan besar motivasi ibu untuk merawat bayi juga akan menurun, sehingga tenaga kesehatan terutama Bidan perlu waspada terhadap adanya penyulit dan komplikasi tersebut. Banyak yang mengatakan bahwa kekerasan yang dilakukan banyak terjadi pada pasangan itu sendiri. Pada kekerasan yang terjadi pada wanita hamil itu akan membahayakan ibu dan janinnya. Efek psikologi yang muncul adalah gangguan rasa aman dan nyaman, sehingga dapat mengalami
perasaan terancam yang akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
perkembangan janinnya
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi kekerasan dalam rumah tangga pada ibu hamil ? 2. Apa faktor-faktor penyebab terjadinya kekerasan dalam rumah tangga pada ibu hamil ? 3. Apa dampak kekerasan dalam rumah tangga pada ibu hamil? 4. Apa dampak kekerasan dalam rumah tangga pada ibu hamil terhadap perkembangan anak?
5. Bagaimana gambaran respon dan koping ibu hamil yang mengalami KDRT? 6. Bagaimana peran perawat terhadap perempuan hamil yang mengalami KDRT?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui kekerasan dalam rumah tangga pada ibu 2. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya kekerasan dalam rumah tangga pada ibu hamil 3. Untuk mengetahui dampak kekerasan dalam rumah tangga pada ibu hamil 4. Untuk mengetahui dampak kekerasan dalam rumah tangga pada ibu hamil terhadap perkembangan anak 5. Untuk mengetahui gambaran respon dan koping ibu hamil yang mengalami KDRT 6. Untuk mengetahui peran perawat terhadap perempuan hamil yang mengalami KDRT
BAB II TINJAUAN TEORI A. Kekerasan dalam Rumah Tangga pada Ibu Hamil Prevalensi kekerasan selama kehamilan berkisar antara 0,9%-20,1%. Kesempatan untuk melakukan penganiayaan meningkat 60% saat seorang wanita hamil. Selama kehamilan kekerasan dalam rumah tangga meningkat karena kehamilan menimbulkan tanggung jawab dan masalah baru pada pasangan (Gazmararian, dkk dalam Jasinski, 2004; Bobak, 2005; Deveci, 2007). Selain kekerasan fisik, beberapa peneliti menemukan bentuk lain dari kekerasan, seperti kekerasan verbal dan pelecehan seksual dapat berdampak pada kehamilan (Jasinski & Kaufman Kantor; Parker, McFarlane & Soeken; Shumway, dkk dalam Jasinski, 2004).
Macam-macam Bentuk-bentuk kekerasan dalam rumah tangga pada ibu hamil :
Kekerasan fisik
Kekerasan psikis
Kekerasan seksual
Kekerasan finansial
Penelataran rumah tangga
B. Factor-faktor Penyebab Terjadinya Kekerasan dalam Rumah Tangga pada Ibu Hamil
Rumah Tangga pada Ibu HamilFaktor-faktor yang menyebabkan terjadinya KDRT selama kehamilan meliputi kehamilan yang tidak diharapkan, stres akibat kehamilan, jumlah anak yang banyak (multipara), penggunaan alkohol dan obatobatan (subtance abuse). Kehamilan
yang
tidak
direncanakan
beresiko membuat
wanita
mengalami KDRT empat kali lebih besar dari wanita dengan kehamilan yang direncanakan (Gazmararian dalam O’Reilly, 2007). Kekerasan juga terjadi jika pasangan atau suami merasa kehamilan lebih cepat dari waktu yang diharapkan (Jasinski dalam O’Reilly, 2007).
Peningkatan stres yang dialami oleh pasangan dapat memicu kekerasan selama kehamilan. Stres tersebut disebabkan karena pasangan merasa tanggung jawab materi yang harus dipenuhi semakin banyak. Hal ini mengakibatkan pasangan harus bekerja lebih keras untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Stres juga terjadi akibat pasangan belum siap menjadi seorang ayah dan pria lebih enggan mencari bantuan untuk mengatasi stres atau kebutuhan emosional sehingga menimbulkan stres yang bekepanjangan (Condon dalam O’Reilly, 2007). Selain stres, Sagala (2010) mengatakan bahwa pada saat hamil, pasangan (pria) lebih cenderung menggunakan alkohol sehingga ia lebih mudah marah, depresi dan mempunyai sikap yang negatif. Penyalahgunaan alkohol pada pria ini dapat meningkatkan risiko terjadinya kekerasan dalam rumah tangga. Masalah sosial ekonomi seperti pendapatan yang rendah, pendidikan yang rendah, pengangguran juga dapat meningkatkan risiko terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (O’Reilly, 2007). Macam-macam faktor penyebab terjadinya KDRT selama kehamilan: Budaya masyarakat (mahar atau belis dan budaya patriarki). Kehamilan yang tidak direncanakan. Suami merasa kehamilan lebih cepat dari waktu yang direncanakan. Banyak anak (multipara). Peningkatan stres suami karena meningkatnya tanggungjawab materi. Suami yang belum siap menjadi ayah. Penggunaan obat-obatan atau konsumsi alkohol oleh suami atau istri.
C. Dampak Kekerasan dalam Rumah Tangga pada Ibu Hamil
Menurut
Suryakusuma
(1995),
efek
psikologis
dari
tindakan
penganiayaan terhadap perempuan lebih parah dibandingkan dengan efek fisiknya. Rasa takut, cemas, letih, stress post traumatic, serta gangguan pola makan dan tidur merupakan reaksi panjang dari tindak kekerasan tersebut. Tidak jarang bahwa akibat dari tindakan kekerasan terhadap istri juga mengakibatkan kesehatan
reproduksi
terganggu
secara
biologis
yang
pada
akhirnya
mengakibatkan gangguan secara sosiologis. Istri yang mengalami kekerasan sering mengisolasi diri dan menarik diri karena berusaha menyembunyikan bukti penganiayaan terhadap mereka.
Efek fisik yang ditimbulkan dari kekerasan selama kehamilan yaitu memar, lebam, patah tulang, trauma abdomen, penurunan berat badan, infeksi pada serviks, vagina dan ginjal, perdarahan vagina, peningkatan penyakit kronis, perawatan pra lahir yang tertunda, komplikasi selama kehamilan, infeksi rahim, berat bayi lahir rendah, ruptur membran, abruption placenta, keguguran, dan dapat mengakibatkan kematian pada ibu dan janin (Anonim, 1992). Perawatan kehamilan yang tertunda merupakan faktor resiko terjadinya komplikasi kehamilan seperti persalinan prematur dan berat bayi lahir rendah. Hal ini dibuktikan dalam penelitian bahwa saat ibu megalami kekerasan maka perawatan kehamilan dua kali lebih mungkin untuk mulai dilakukan pada trimester ketiga. Padahal perawatan kehamilan seharusnya mulai dilakukan pada semester pertama kehamilan. (Dietz, dkk; Gazmararian, dkk; Goodwin, dkk; McFarlane, dkk; Parker; Parker, dkk; Parker, McFarlane, Soeken, Torres & Campbell dalam Jasinski, 2004). Selain trauma fisik dan psikis pada ibu hamil, trauma janin merupakan salah satu efek negatif yang paling serius dari kekerasan selama kehamilan. Dampak buruk dari trauma janin adalah keguguran, dan aborsi spontan (Jasinski, 2004). Perilaku yang tidak sehat dari ibu hamil seperti merokok, penggunaan obat-obat terlarang dan konsumsi minuman beralkohol merupakan efek yang ditimbukan dari kekerasan yang diterimanya. Beberapa studi menemukan bahwa perempuan korban kekerasan lebih mungkin untuk merokok dibandingkan perempuan yang tidak mendapatkan perilaku kekerasan (Cokkinides & Coker; Cokkinides, dkk; Grimstad, dkk; Martin, dkk; McFarlane & Parker; Wiemann, dkk, dalam Jasinski, 2004). Selain perilaku tidak sehat yang dilakukan oleh ibu hamil, beberapa studi menemukan bahwa kekerasan berhubungan dengan buruknya kondisi kesehatan ibu. Dari ulasan literatur yang dilakukan oleh Bohn dan Holz dalam Jasinski (2004) mengidentifikasi masalah kesehatan lain yang timbul seperti diet yang tidak sehat, depresi berat setelah melahirkan, dan kesulitan menyusui dialami oleh korban yang mengalami kekerasan selama kehamilan. Peneliti lain menemukan bahwa perempuan korban kekerasan yang mengalami stres kurang mendapat dukungan dari pasangan mereka dan orang lain. Selain itu, terdapat masalah kesehatan pada ibu seperti depresi berat, harga diri rendah, infeksi ginjal, berat badan rendah, anemia, dan perdarahan pada trimester pertama atau kedua
(Curry & Harvey; Horrigan, dkk; Cokkinides, dkk; Parker, dkk dalam Jasinski, 2004). Peneliti lain yang berfokus pada interval antara kehamilan, menemukan bahwa korban kekerasan cenderung memiliki interval yang sangat singkat antara kehamilan (disebut kehamilan ulang yang cepat) (Jacoby dkk; Parker, dkk dalam Jasinski, 2004).
D. Dampak Kekerasan dalam Rumah Tangga pada Ibu Hamil Terhadap Perkembangan Anak
Kekerasan dalam rumah tangga memiliki efek buruk pada kesehatan ibu hamil dan janinnya baik sebelum dan setelah lahir. Beberapa studi telah menemukan hubungan antara kekerasan dalam rumah tangga dengan berat lahir rendah, keguguran dan persalinan prematur (Bacchus, dkk 2004). Menurut Wadhwa (2005) stress yang dialami ibu selama kehamilan memicu respon Hipotalamus-hipofisis Adrenal ibu (HPA) untuk melepaskan kortisol dan meningkatkan Cortico-Tropin Releasing Hormone (CRH) dalam plasenta manusia. Peningkatan kadar CRH plasenta berhubungan dengan kelahiran prematur dan keterlambatan pertumbuhan janin. Stres psikososial selama kehamilan mengakibatkan hasil perkembangan yang buruk pada janin, seperti berat bayi lahir rendah dan durasi kehamilan yang lebih pendek, berkurangnya perawatan neonatal dan adanya kebiasaan anak dengan rangsangan serta peningkatan risiko Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD), skizofrenia, gangguan berbicara dan kelainan sosial (Schneider & Moore, 2003). Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa jika seorang ibu mengalami stres, cemas atau depresi saat hamil, janinnya berisiko tinggi untuk mengalami berbagai masalah, seperti gangguan emosional, ADHD, gangguan perilaku dan gangguan perkembangan kognitif. Dalam penelitian tersebut ditemukan pola sidik jari anak berubah, sebuah perubahan yang mungkin dapat dihubungkan dengan perubahan dalam perkembangan otak, perubahan struktur dan fungsi otak terbukti berhubungan dengan stres selama kehamilan (Glover, 2011). Penelitian yang dilakukan secara berkelompok dibeberapa negara menghubungkan antara stres atau kecemasan selama kehamilan dengan
perkembangan janin yang dilahirkan. Hasil temuan dari penelitian tersebut adalah kemampuan kognitif dan bahasa yang rendah, pertumbuhan yang sulit atau terhambat, temperamen emosional yang reaktif, mengalami masalah dengan perilaku, dan buruknya perkembangan saraf. Gangguan pertumbuhan ini berhubungan
dengan
stres
atau
kecemasan
yang
dialami
selama
kehamilan(O’Connor, 2011). Kecemasan atau depresi yang dialami oleh ibu mengakibatkan masalah temperamen pada bayi, reaktivitas perilaku terhadap rangsangan baru, perkembangan motorik dan kognitif yang mengalami keterlambatan dan masalahmasalah lain pada anak seperti kecemasan, rentang perhatian yang berkurang dan masalah perilaku (Austin dkk, 2005; Huizink dkk, 2002; Wadhwa, 2005; Huizink dkk, 2003; Glover, 2005; O'Connor dkk, 2002; O'Connor dkk, 2003).
E. Gambaran Respon dan Koping Ibu Hamil yang Mengalami KDRT Menurut Stuart & Sundeen (2000) Koping adalah setiap upaya yang diarahkan pada pelaksanaan stress termasuk upaya dan mekanisme pertahanan yang
digunakan
mendefinisikan
untuk koping
melindungi adalah
cara
diri
dari
yang
masalah.
dilakukan
Keliat
(1999)
individu
dalam
menyelesaikan masalah, menyesuaikan diri dengan perubahan, serta respon terhadap situasi yang mengancam. Sedangkan menurut Lazarus (1985), koping adalah perubahan kognitif dan perilaku secara konstan dalam upaya untuk mengatasi tuntutan internal dan atau eksternal khusus yang melelahkan atau melebihi sumber individu. Koping berdasarkan penggolongannya dibagi menjadi dua yaitu mekanisme koping adaptif dan maladaptif. Stuart berpendapat bahwa mekanisme koping adaptif
adalah
mekanisme
koping
yang
mendukung
fungsi
integrasi,
pertumbuhan, belajar dan mencapai tujuan. Kategorinya adalah berbicara dengan orang lain, memecahkan masalah secara efektif, teknik relaksasi, latihan seimbang, dan aktifitas konstruktif. Mekanisme koping maladaptif adalah mekanisme koping yang menghambat fungsi integrasi, memecah pertubuhan, menurunkan otonomi dan cenderung menguasai lingkungan. Kategorinya adalah makan berlebihan / tidak makan, bekerja berlebihan, menghindar (Stuart dan Sundeen, 1995). Ada beberapa sumber koping pada ibu hamil yaitu meliputi : sumber internal, dan sumber eksternal. Koping yang berasal dari sumber internal
dipengaruhi oleh karakter seseorang, meliputi kesehatan dan energi; sistem kepercayaan seseorang termasuk kepercayaan eksistensial (iman, kepercayaan agama); komitmen atau tujuan hidup dan perasaan seseorang seperti harga diri, kontrol, dan kemahiran; pengetahuan; keterampilan pemecahan masalah; dan keterampilan sosial (kemampuan berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain). Sedangkan koping yang bersumber eksternal meliput dukungan sosial. Sumber eksternal yang paling utama adalah dukungan sosial / support sosial yang diartikan sebagai rasa memiliki bagi seseorang. Dukungan sosial memiliki tiga kategori yaitu : pertama , kategori informasi yang embuat orang percaya bahwa dirinya diperhatikan atau dicintai (dukungan emosional); kedua, kategori informasi yang membuat seseorang merasa bahwa dirinya dianggap atau dihargai (dukungan harga diri); ketiga, katergori informasi yang membuat seseorang merasa bahwa dirinya merupakan bagian dari jaringan komunikasi dan saling ketergantungan. Pentingnya dukungan sosial sebagi sumber koping eksternal didukung oleh hasil penelitian Patterson (2000) ibu hamil dalam mengahadapi masalah menggunakan strategi berbicara dengan orang trerdekat tentang kesedihan yang dirasakannya dan mereka menyatakan pentingnya support yang mereka terima dari orang-orang yang mereka ajak bicara dan memberikan perlindungan yang sangat menentramkan hati mereka. Keluarga dan teman yang selalu siap mendampingiu, mendengarkan dengan penuh perhatian semua keluhan ibu yang diiringi tangisan tanpa memberikan vonis atau krirtikan yang membuat mereka merasa nyaman dan tidak membutuhkan bantuan atau konseling dari support groups. Thistlethwaite (2001) menyatakan ada beberapa hal penting yang dapat digunakan oleh ibu hamil yang mengahadapi masalah yaitu : pertama, optimis mengenai masa depan yang merupakan suatu langkah yang dapat memberikan motivasi atau semangat agar ibu tetap menjaga kesehatannya; kedua, penggunaan sumber spiritual yang dimiliki dalam diri atau yang berasal dari orang lain merupakan modal dalam mengahadapi masalah kekerasan dimana ibu harus meningkatkan keyakinan pada takdir Tuhan dengan menumbuhkan harapan dan optimis akan apa yang sudah dan akan terjadi pada dirinya; ketiga, kontrol situasi dan perasaan sehingga tidak larut dalam kesedihan yang dapat menimbulkan stress emosional; keempat, menumbuhkan sikap sabar dan terus belajar menerima kenyataan.
Pada ibu korban kekerasan selama hamil biasanya dikelompokkan sebagai kehamilan berisiko tinggi sebab mengalami kecemasan yang tinggi, depresi, minum alkohol dan menyalahgunakan obat, dan tidak adekuat perawatan prenatal (Campbell et al, 1992; Curry, 1998 dalam Bobak, 1995). Remaja yang hamil dan menjadi korban kekerasan, biasanya mengalami risiko terjadinya trauma fisik dan psikologi berulang dan potensial melakukan kekerasan pada anak.Pemahaman yang mendalam tentang kondisi fisik, dan psikososial ibu hamil akan dapat memberikan pengertian tentang situasi serta kondisi Ibu hamil korban kekerasan selama kehamilan.
F. Peran Perawat Maternitas terhadap Perempuan Hamil yang Mengalami KDRT
Perawat maternitas merupakan tenaga kesehatan profesional di bidang maternitas sebagai bagian dari pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan kepada klien pada masa kehamilan, persalinan dan masa nifas sesuai kebutuhannya (May, 1994 ; Word, 1997). Dalam melaksanakan peranya sebagai pemberi asuhan keperawatan dapat menggunakan pendekatan proses keperawatan dengan menggunakan langkah-langkah tindakan yang sistimatis sehingga dapat membantu ibu korban kekerasan. Langkah – langkah tersebut meliputi kemampuan dalam melakukan pengkajian dan pendekatan kepada Ibu sehingga Ibu mau bercerita dan menggungkapkan pengalaman kekerasan yang dialaminya. Menjamin rasa nyaman dan membina hubungan saling percaya sangat diperlukan dalam hal ini. Perlu juga dilakukan promosi bahwa dengan berdiam diri tidak akan menyelesaikan permasalahan, poster-poster yang memberikan dodrongan agar ibu mau terbuka kepada perawat juga perlu ditempel di ruang perawatan.
a) Peran sebagai Pendidik (educator) Peran perawat sebagai pendidik perempuan hamil yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga, disini perawat perlu meningkatkan pengetahuan ibu dan meningkatkan kemampuan dan kepercayaan diri ibu bahwa dia layak dihargai dan perlu meminta pertolongan untuk keluar dari permasalahan (Bobak &Jansen, 1985). b) Peran sebagai Konselor (conselor)
Perawat perlu mengidentifikasi kekerasan dalam rumah tangga serta mencari alternatif-alternatif penyelesaian masalah yang dapat ditempuh serta tempat tempat yang memberikan perlindungan atau selter yang dapat dimanfaatkan sebagai rumah sementara (Bobak & Jansen, 1985). c) Peran perawat sebagai care giver /provider Perawat dalam memeberikan asuhan keperawatan kepada perempuan yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga dengan menggunakan langkah langkah tindakan yang sistematis meliputi: kemampuan dalam melakukan pengkajian dan pendekatan kepada ibu sehingga ibu mau bercerita dan mengungkapkan pengalaman kekerasan yang dialaminya, menjamin rasa aman nyaman, dan membina hubungan saling percaya, memberikan dukungan emosional seperti : menerima, memahami, merangkul, membuka diri, membina situasi akrab, mendengarkan, mensupport, mengkaji realitas, identifikasi dan juga perhatian terhadap fisik (May, 1992 ; Taylor, et al., 1997). d) Peran perawat sebagai peneliti (Researcher) Penelitian yang dilakukan oleh perawat dilakukan untuk melihat keefektifan intervensi keperawatan perawat, juga mengevaluasi penelitian terbaru yang ditemukan untuk diaplikasikan dilahan praktek (May, 1992 ; Taylor, et al., 1997). Perawat tidak hanya meneliti pada masalah kesehatan fisik perempuan hamil yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga tetapi dapat jug mengembangkan penelitian kearah psikososial. e) Peran sebagai Pembela (Advocate) Peran perawat sebagai penghubung antara perempuan hamil yang mengalami kekerasan
dalam
rumah
tangga
dengan
pihak-pihak
terkait
dalam
penatalaksanaan kekerasan dalam rumah tangga meliputi : memfasilitasi perempuan hamil yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga berkomunikasi dengan pemerintah atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang peduli terhadap kekerasan dalam rumah tangga selain itu juga perawat mempunyai tugas untuk melindungi ibu dan janin terhadap kekerasan dan melakukan perawatan terhadap kekerasan fisik (Bobak & Jansen, 1985).
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
Kasus 1
Ny. L dan Tn.K pasangan yang menikah sejak 2017 serta keluarga datang ke puskesmas dan di rujuk ke RS Budi Kemulyaan karena saat buang air kecil Ny L mengalami pendarahan. Pada pukul 16.00 wib janin di kandungan Ny. L meninggal.
Setelah
dilakukan pemeriksaan pada Ny. L ditemukan luka memar di pinggang, perut, dan paha. Menurut informasi, Ny.L mengalami tindak kekerasan Tn.K karena adanya percekokan kesalah pahaman tentang anak yang di kandung Ny. L. Tn. K menganggap anak yang di kandung Ny.L adalah bukan anak dari dirinya dan memukul sang istri sampai memar.
Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Data Subjektif :
Ny L mengatakan mengalami tindakan kekerasan Tn.K
Ny L mengatakan cemas
Ny L mengatakan sulit tidur
Ny L mengatakan nyeri pada bagian perutnya Data Objektif
:
Ny L terlihat mengalami pendarahan
Terlihat ditemukan luka memar di pinggan, perut, dan paha pada Ny L
Terlihat pada wajah Ny L menahan sakit
Janin dikandungna Ny L meninggal akibat pendarahan
2. Diagnosa : Ketakutan/ kecemasan sehubungan dengan resiko injuri pada diri dan bayi yang di kandungnya
3. Intervensi tingkatkan kepercayaan pada ibu
KH : ekspresi wajah bersahabat, menunjukan keterbukaan, mau mengutarakan masalah yang dihadapi
o
Tujuan : ibu dapat membina hubungan saling percaya
membangun perencanaan untuk keamanan o
KH : ibu dapat berhati hati dalam mengambil tindakan
o
Tujuan : ibu dapat mendemostrasikan cara sosial untuk mencegah prilaku kekerasan
kaji tingkat kecemasan pasien o
KH : ibu sudah tidak cemas lagi, ekspresi wajah tenang
o
Tujuan : kecemasan pada ibu berkurang
memberikan pendidikan kesehatan o
KH : ibu dapat mengulangi kembali apa yang disampaikan perawat
o
Tujuan : ibu dapat memahami pendidikan kesehatan yang disampaikan dan dapat menerapkan dalam kehidupan sehari hari
memberikan tindakan rujukan
4. implementasi mendengarkan keluhan pasien, dengan menggunakan komunikasi terapeutik memenuhi kebutuhan dasar akan rasa aman dan keselamatan pemberian terapi relaksasi pada ibu memecahkan masalah yang membuat pasien merasa cemas berkolaborasi dengan psikolog
5. Evaluasi Tindakan keperawatan di anggap berhasil jika ibu mengakui kekerasan yang dialaminya dirumah, dan ibu mampu membuat rencanya yang nyata untuk perlindungan diri dan bayinya dari trauma di masa mendatang, dan mampu menggunakan sumber daya di sekitarnya untuk melindungi diri dan bayinya terhadap trauma kekerasan.
BAB IV PEMBAHASAN KDRT PADA IBU HAMIL A. Kekerasan terhadap Kehamilan Fenomena kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) saat ini semakin banyak terjadi di masyarakat. Fenomena ini diantaranya disebabkan oleh budaya patriarki atau laki-laki sebagai pemegang kekuasaan utama dan mendominasi dalam peran yang menganggap posisi perempuan lebih rendah daripada laki-laki sehingga bisa diperlukan dengan cara apapun atau semena-mena. Selain itu, dipengaruhi juga oleh faktor ketidakberdayaan perempuan yang seringkali cenderung mengambil posisi yang mengalah dan membiarkan kekerasan tersebut terjadi berulang-ulang. Ibu hamil yang mengalami KDRT, menimbulkan masalah yang sangat berat bagi diri dan keluarganya, seperti cedera fisik, gangguan kehamilan, gangguan mental,abortus, penyakit seksual menular. Ibu hamil yang mengalami pemukulan akan memiliki resiko yang lebih besar terjadinya abortus spontan, persalinan prematur dan berat badan bayi yang lebih rendah dibandingkan ibu yang tidak mengalami kekerasan selama hamil. Penelitian Hakimi dkk (2001), menyatakan kekerasan fisik yang dialami oleh ibu hamil adalah menekan atau mendorong, menampar atau melempar sesuatu yang dapat mencederai, memukul dengan tinju atau dengan sesuatu yang dapat mencederai, menendang, menyeret atau memukul habis-habisan. Kekerasan fisik, ibu hamil juga lebih banyak mengalami kekerasan psikologis. Kekerasan psikologis merupakan kekerasan yang paling banyak dialami oleh ibu hamil (38%). Jenis kekerasan emosional yang dialami oleh ibu hamil dengan KDRT adalah dihina didepan orang lain, ditakuti-takuti atau diintimidasi dengan sngaja (dengan teriakan dan membanting sesuatu). Kekerasan seksual juga dapat dialami oleh ibu hamil, yaitu kekerasan seksual yang dialami oleh ibu hamil adalah secara fisik dipaksa untuk berhubungan badan, dipaksa melakukan sesuatu yang secara seksual tidak wajar dan tidak disukai. Terjadinya kekerasan dalam rumah tangga bermula dari adanya relasi kekuasaan yang timpang antara laki-laki (suami) dengan perempuan (istri). Kondisi ini tidak jarang mengakibatkan tindak kekerasan oleh suami kepada
istrinya justru dilakukan sebagai bagian dari penggunaan otoritas yang dimilkinya sebagai kepala keluarga.
B. Berbagai Dampak terhadap Kehamilan Kekerasan mempengaruhi
dapat
mengakibatkan
perempuan
ataupun
masalah anak-anak
kesehatan seperti
yang
cedera,
serius kelainan
kandungan, gangguan kesehatan mental, kesudahan kehamilan (abortus), dan penyakit menular seksual serta meningkatkan resiko perempuan terkena penyakit di masa yang akan datang. Cedera bukanlah dampak kesehatan fisik yang paling umum akibat kekerasan. Biasanya dampaknya lebih pada gangguan fungsional yang sering kali sulit diidentifikasi menyebab seperti mudah merah sindrom usus yang mudah meradang sering berbagai sindroma nyeri kronis. Korban dari kekerasan dalam rumah tangga dapat muncul dalam berbagai bentuk baik secara medis, emosional, personal (kepribadian) maupun profesionalitas. Dampak secara medis anatara lain: korban perilaku kekerasan 6 kali lebih sering ke RS, dibanding mereka yang tidak mengalami kekerasan, 8 kali lebih sering ke dokter, dan membeli obat resep dokter 6 kali lebih banyak, adapun akibat reaksi stres yang dideritanya perempuan korban kekerasan sering mengalami berbagai penyakit antara lain: tukak lambung, hipertensi, alergi, dan depresi. Dampak secara emosional adalah: depresi, penyalahgunaan obat, peminum alkohol, kecemasan, percobaan bunuh diri, stres dan rendahnya kepercayaan diri. Dampak secara personal (keluarga): stress pada anak, antisosial dan depresi, berisiko tinggi mengalami perilaku kekerasan, sedangkan dampak secara prfesional adalah kinerja buruk, banyak waktu untuk mengatasi persoalan memerlukan pendampingan, ketakutan, dan pekerja tidak tenang.
Kehamilan dapat meningkatkan resiko terjadinya kekersan dengan alasan: 1. Stress biopsikososial selama kehamilan ynag dapat menghambat hubungan dengan pasangan; 2. Suami cemburu dengan janin yang dikhawatirkan akan mengganggu hubungannya dengan pasangannya; 3. Suami marah kepada janindan istri karena kehamilan yang tidak diinginkan; 4. Bingung dan cemas dengan perubahan yang terjadi.
Kekerasan fisik pada ibu hamil selain sangat berbahaya untuk ibu juga berisiko besar untuk bayi yang dikandungannya. Resiko trauma/cedera pada bayi ini jauh lebih besar karena kondisi bayi yang masih rentan terhadap trauma, bayi pada ibu korban kekerasan fisik selama kehamilan sering lahir prematur atau lahir mati. Kekerasan selama kehamilan dapat berdampak serius pada kesehatan perempuan dan anaknya. Dampaknya antara lain termasuk kunjungan antenatal yang tertnda, pertambahan berat badan selama kehamilan yang tidak mencukupi, kebiasaan merokok meningkat, penyakit seksual menular, infeksi vagin dan leher rahim, infeksi ginjal, keguguran, dan aborsi, kelahiran prematur, gawat janin dan perdarahan dalam kehamilan. Hal ini menunjukan bahwa kekerasan pada masa kehamilan menjadi penyebab terbesar pada masalah berat badan lahir rendah, persalinan prematur dan janin tumbuh lambat.
C. Peran Perawat Maternitas terhadap Perempuan Hamil yang Mengalami Kekerasan dalam Rumah Tangga
Perawat maternitas merupakan tenaga kesehatan profesional di bidang maternitas sebagai bagian dari pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan kepada klien.pada masa kehamilan, persalinan dan masa nifas sesuai kebutuhannya (May, 1994 ; Word, 1997). Dalam melaksanakan peranya sebagai pemberi asuhan keperawatan dapat menggunakan pendekatan proses keperawatan dengan menggunakan langkah-langkah tindakan yang sistimatis sehingga dapat membantu ibu korban kekerasan. Langkah – langkah tersebut meliputi kemampuan dalam melakukan pengkajian dan pendekatan kepada Ibu sehingga Ibu mau bercerita dan menggungkapkan pengalaman kekerasan yang dialaminya. Menjamin rasa nyaman dan membina hubungan saling percaya sangat diperlukan dalam hal ini. Perlu juga dilakukan promosi bahwa dengan berdiam diri tidak akan menyelesaikan permasalahan, poster-poster yang memberikan dodrongan agar ibu mau terbuka kepada perawat juga perlu ditempel di ruang perawatan. Perawat maternitas mempunyai peranan yang besar dalam meningkatkan keselamatan, kesehatan serta kesejahteraan ibu dan keluarga berupa kesejahteraan fisik dan psikososial. Menurut Taylor, dkk (1997), peran perawat maternitas adalah educator, conselor, caregiver atau provider, casefinder, peneliti dan advocate.
A. Peran sebagai Pendidik (educator)
Peran perawat sebagai pendidik perempuan hamil yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga, disini perawat perlu meningkatkan pengetahuan ibu dan meningkatkan kemampuan dan kepercayaan diri ibu bahwa dia layak dihargai dan perlu meminta pertolongan untuk keluar dari permasalahan (Bobak& Jansen, 1985).
B. Peran sebagai Konselor (conselor) Perawat perlu mengidentifikasi kekerasan dalam rumah tangga serta mencari alternatif- alternatif penyelesaian masalah yang dapat ditempuh serta tempattempat yang memberikan perlindungan atau selter yang dapat dimanfaatkan sebagai rumah sementara (Bobak& Jansen, 1985).
C. Peran perawat sebagai caregiver /provider Perawat dalam memeberikan asuhan keperawatan kepada perempuan yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga dengan menggunakan langkah langkah tindakan yang sistematis meliputi: kemampuan dalam melakukan pengkajian dan pendekatan kepada ibu sehingga ibu mau bercerita dan mengungkapkan pengalaman kekerasan yang dialaminya, menjamin rasa aman nyaman,
dan
membina
hubungan
saling
percaya,
memberikan
dukunganemosional seperti : menerima, memahami, merangkul,membuka diri, membina
situasi
akrab,
mendengarkan,
mensupport,
mengkaji
realitas,
identifikasi dan juga perhatian terhadap fisik (May, 1992 ; Taylor, etal., 1997).
D. Peran perawat sebagai peneliti (Researcher) Penelitian yang dilakukan oleh perawat dilakukan untuk melihat keefektifan intervensi
keperawatan perawat, juga mengevaluasi penelitian terbaru yang
ditemukan untuk diaplikasikan dilahanpraktek (May, 1992 ; Taylor, etal., 1997). Perawat tidak hanya meneliti pada masalah kesehatan fisik perempuan hamil yang
mengalami
kekerasan
dalam
rumah
mengembangkan penelitian kearahpsikososial.
tangga
tetapi
dapat
juga
E. Peran sebagai Pembela (Advocate) Peran perawat sebagai penghubung antara perempuan hamil yang mengalami kekerasan
dalam
rumah
penatalaksanaan kekerasan
tangga
dengan
pihak-pihak
terkait
dalam
dalam rumah tangga meliputi : memfasilitasi
perempuan hamil yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga berkomunikasi dengan pemerintah atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang peduli terhadap kekerasan dalam rumah tangga selain itu juga perawat mempunyai tugas untuk melindungi ibu dan janin terhadap kekerasan dan melakukan perawatan terhadap kekerasan fisik (Bobak& Jansen, 1985).
D. Kerangka KDRT terhadap Ibu Hamil
KDRT Pada ibu hamil
psik1. KMDRT FISIK Pada hamil 2. ibu PSIKOLOG 1. Iologis
BENTUK JDHDHFSSS KEKERASAN SSSSSSFHD HJSJSJSJDH NHBCHBCJS RESPONibu IBUhamil Respon BJFSSBDJBK HAMIL KDRT Terhdap JD
B 1. PELANTARAN 2. SEKSUAL 1. seksual
PERAN PERAWAT Peran perawat MATERNITAS Mternitas KOPING IBU KopingTERHADAP ibu hamil HAMIL terhadap KDRT KDRT
KOPING ADATIF Koping adatif
MAL ADAFTIF Koping maladaptif
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan makalah kami ini dapat disimpulkan bagaimana respon dan koping wanita hamil yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga. Terdapat beberapa bentuk kekerasan, masalah terhadap kekerasan serta koping terhadap kekerasan yang dialami wanita hamil. Bentuk kekerasan meliputi, kekerasan psikologis, yang diikuti kekerasan fisik, kekerasan seksual, kekerasan sosial dan kekerasan ekonomi. Adapun masalah fisik yang dialami wanita hamil terdiri dari ; mengalami kontraksi, memiliki taksiran berat janin yang tidak sesuai dengan usia kehamilan, serta mengalami perdarahan, dan masalah psikologis yang terdiri dari ; mengalami ketakutan, depresi ketakutan, depresi menjalani kehamilan dan harapan mempertahankan keutuhan rumah tangga. B. Saran Berdasarkan kesimpulan diatas peran perawat meliputi a. Perawat perlu memahami berbagai respon dan koping wanita hamil dalam menghadapi kekerasan dalam rumah tangga. b. Perawat perlu memahami cara mengkaji dan mendampingi korban kekerasan. c. Perawat perlu menjalin komunikasi yang efektif berupa sosialisasi dan pendidikan ibu hamil mengenai dampak kekerasan bagi janin dan kesehatan mental ibu.
DAFTAR PUSTAKA Lia Oktavia . 2008. “Respon Dan Koping Ibu Hamil Yang Mengalami Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Kdrt) Di Jabodetabek Study Grounded Theory”. Tesis. Pascasarjana Universitas Indonesia. Dwi Yuni Krisnawati. 2015. “Askep kekerasan pada Ibu hamil” Fakultas Ilmu Kesehatan UMP. Tri Lestari Handayani. 2004. “Memahami dan Pemberian Asuhan Keperawatan Pada Ibu Hamil Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga”.Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Malang.
Pembagian Tugas : Bab 1 : Yesi S Bab II : Diana R , Salsabilla A Bab III : Laisa L, Linatul A, Aulia R Bab IV : Risnawati, Fei N Bab V : Hanif C, Hilda N