MAKALAH MATA KULIAH PERSPEKTIF GLOBAL
DOSEN PEMBIMBING :
Oleh kelompok 8 : Lita Pravita sari (160210204076) Haidhar Reizal (160210204077) Clariza Zakiah L.R. (160210204078)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS JEMBER
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang IMF ( International Monetary Fund) atau dalam bahasa Indonesia disebutkan sebagai Dana Keuangan Internasional merupakan sebuah organisasi internasional dibawah naungan organisasi PBB. IMF merupakan salah satu orgasnisasi internasional yang bergerak di bidang ekonomi dengan tujuan utama untuk membantu negara – negara anggotanya yang mengalami krisis dalam bidang ekonomi khususnya untuk menjaga stabilitas keuangan dalam posisi terkendali, mendorong kerjasama moneter, serta memfasilitasi perdagangan internasional. IMF juga meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Serta mengurangi kemiskinan negara anggotanya menjadi agenda utama dari berdirinya organisasi ini.. Dari negara-negara anggota PBB, yang tidak menjadi anggota IMF adalah Korea Utara, Kuba, Liechtenstein, Andorra, Monako, Tuvalu dan Nauru. 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana sejarah terbentuknya IMF ? 2. Apa peran dan fungsi IMF bagi perekonomian dunia ? 3. Bagaimana IMF bekerja ? 4. Darimana IMF memperoleh dana ? 5. Apa tujuan IMF ? 6. Apa dampak positif dan negatif IMF bagi negara berkembang ? 7. Apa pengaruh IMF bagi Indonesia ?
1.3 Tujuan Penulisan 1. Untuk mengetahui sejarah terbentuknya IMF 2. Untuk mengetahui peran dan fungsi IMF bagi perekonomian dunia 3. Untuk mengetahui cara kerja IMF 4. Untuk mengetahui asal dana yang diperoleh IMF 5. Untuk mengetahui tujuan didirikannya IMF 6. Untuk mengetahui dampak positif dan negative IMF bagi negara berkembang 7. Untuk mengetahui pengaruh IMF bagi Indonesia
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Terbentuknya IMF Pada akhir masa Perang Dunia II para pengambil kebijakan di bidang ekonomi dari berbagai negara dari seluruh dunia berkumpul di Bretton Woods. Para ahli tersebut berkumpul membicarakan bagamana membangun kembali perekonomian dunia setelah Perang Dunia II berakhir. Pertemuan tersebut berlangsung pada tanggal 1 Juli dan berakhir pada tanggal 22 Juli 1944. Pertemuan yang diselenggarakan oleh PBB tersebut dihadiri oleh 44 perwakilan dari berbagai negara, diantaranya Amerika Serikat dan Inggris. Dalam pertemuan tersebut disepakati hal-hal yang dapat membantu pemulihan perekonomian dunia setelah Perang Dunia II berakhir. Para pakar ekonomi tersebut berhasil menyepakati hal-hal yag dapat mengurangi kebijakan perdagangan,pembayaran dan nilai-nilai tukar yang dapat menghambat perekonomian dunia. Dari konferensi tersebut disepakati untuk membentuk tiga lembaga Internasional, yaitu International Monetary Found (IMF), International Bank for Reconstruction and Development (IBRD) dan lembaga perdagangan internasional (ITO). IBRD bertugas membantu negara-negara yang sedang membangun karena banyak negara yang porak poranda akibat perang oleh karena itu mereka perlu melakukan rekonstruksi atau pembangunan kembali. Hal ini tentu memberikan banyak biaya yang besar oleh karena itu IBRD memberikan bantuan lunak (soft loan) dan kalau diperlukan IBRD akan memberikan hibah(grant). Lembaga Multirateral ini kemudian dikenal sebagai Bank Dunia ( World Bank ). IMF bertindak sebagai pengatur keuangan (seperti soal kurs), tugas utama IMF bertanggung jawab dalam memngatur system finansial atau keuangan global dan menyediakan pinjaman pada negara anggotanya untuk membantu masalah-asalah keseimbangan neraca keuangan masing-masing negara. Salah satu misinya adalah membantu negara-negara yang mengalami kesulitan ekonom yang serius dan sebagai imbalannya negara tersebut harus melakukan kebijakan-kebijakan tertentu seperti, privatisasi baan usaha milik negara. Selain IBRD dan IMF masih ada lagi desain lembaga multirateral lain yang disiapkan
untuk menangani masalah perdagangan internasional yang mulai banyak mengalami banyak permasalahan yakni International Trade Organization (ITO). IMF dan World Bank akhirnya terbetuk sesuai yang direncanakan. IMF sendiri, setelah melalui persiapan yang lama termasuk ratifikasi di DPR atau Kongres di masing- masing negara anggota mulai berdiri dan beroperasi pada tanggal 1 Maret 1947. IMF merupakan salah satu lembaga dunia yang memiliki peran besar dalam membantu perkembangan dan kemajuan negara-negara yang sedang mengalami kesulitan. IMF,IBRD dan ITO sering disebut sebagai institusi Bretton Woods. Ketiga institusi ini bertugas untuk menentukan kebijakan moneter yang diikuti oleh hamper seluruh negara-negara yang memiliki ekonomi pasar. Sebuah negara jika menginginkan pnjaman dari IMF serta pnjaman dari Bank Dunia maka harus mengikuti kebijakan yang di tetapkan ketiga institusi ini. 2.2 Peran dan Fungsi IMF bagi perekonomian dunia IMF memiliki tiga fungsi yang berperan dalam pencapaian dua tujuannya. Adapun fungsi yang pertama yaitu pemantauan, yang diartikan sebagai tanggung jawab mengawasi system keuangan internasional dan mengawasi kepatuhan setiap negara anggota dalam memenuhi kewajibannya untuk mengimplementasi kebijakan-kebijakan yang kondusif bagi pertumbuhan yang terpadu seperti stabilitas harga, membantu memajukan pengaturan pertukaran yang stabil dan menghindari manipulasi nilai tukar, serta memberikan data perekonomiannya kepada IMF sehingga dapat memantau kondisi ekonomi dan keuangan di seluruh dunia serta memeriksa apakah kebijakan di negara anggota terbukti benar menurut sudut pandang internasional maupun nasional. Selain itu juga IMF memiliki kewengan dalam memperingatkan negara anggota untuk mewaspadai bahaya yang mengintai, dengan demikian pemerintah dapat mengambil tindakan pencegahan. Untuk fungsi kedua yaitu peminjaman, yang diartikan sebagai institusi yang memberikan pinjaman kepada negara- negara yang mengalami kesulitan dengan neraca pembayarannya. Tujuan utama peminjaman bagi negara-negara berpendapatan rendah adalah demi pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan. Sedangkan fungsi ketiga yaitu bantuan teknis dan pelatihan. Fungsi ketiga ini membuat IMF membantu negara-negara anggotanya dalam memberikan saran untuk mengembangkan institusi pembuat kebijakan dan instrument kebijakan ekonomi yang kuat. 2.3 Cara Kerja IMF Ketika suatu negara ingin meminjam dana dari IMF maka suatu negara itu harus menyetujui syarat –syarat yang diajukan oleh IMF yang kemudian disesuaikan dengan undang-undang negara tersebut. Syarat – syarat yang diberlakukan oleh IMF tentu saja harus dipatuhi oleh
seluruh negara anggota. Apakah kemudian syarat tersebut menyangkut ke dalam rangkaian penyusunan kebijakan perekonomian sebuah negara merupakan tugas para utusan pemerintah dalam organisasi tersebut untuk mengawasinya. Tugas – tugas yang diemban oleh para delegasi seharusnya lebih kepada aktualisasi dari kepentingan – kepentingan ekonomi negara baik secara makro ataupun mikro yang tentu saja harus dipenuhi. Pembangunan – pembangunan akan terbentur terhadap masalah pengadaan dari sumber modal baik yang direncanakan dalam penyusunan anggaran ataupun yang direncanakan dalam daftar pinjaman luar negeri sebuah negara Paket reformasi IMF yang menyertai bantuan dana, terdiri dari pembenahan sektor keuangan, kebijakan fiscal,kebijakan moneter termasuk kurs mata uang dan sector rill yang disebut sebagai “penyesuaian struktural sebagai perluasan dan pendalaman dari program deregulasi”. Beberapa ketentuan – ketentuan tersebutlah yang harus diadaptasi oleh sebuah negara dalam pelaksanaan kerjasama dengan organisasi ini. Sebuah ketentuan yang harus diatur dalam revisi ataupun pembuatan paket kebijakan baru sesuai dengan paket reformasi IMF tersebut. IMF sebagai suatu badan keuangan dunia yang dikuasai oleh negara – negara – negara maju selalu menyodorkan perangkat kebijakan kepada negara – negara sedang berkembang yang mengalami persoalan neraca pembayaran, sebagai berikut. 1. Liberalisasi impor dan pelaksaan aliran uang yang bebas; 2. Devaluasi; 3. Pelaksanaan kebijakan moneter dan fiskal di dalam negeri, yaitu : (a) pembatasan kredit; (b) pengenaan tingkat bunga kredit yang tinggi; (c) penghapusan subsidi; (d) peningkatan kadar pajak; (e) peningkatan harga public utilities; dan (f) penekanan tuntutan kenaikan upah; 4. Pemasukan investasi asing yang lebih lancar. Syarat – syarat yang harus dipenuhi oleh sebuah negara untuk mendapatkan permintaan bantuan keuangan terhadap IMF adalah berupa LOI (Letter of Intent) yang ditandatangani oleh presiden secara langsung sebagai bentuk persetujuan terhadap kerjasama dengan IMF. LOI berisikan program yang disusun oleh IMF dan harus diimplementasikan dalam kebijakan di sebuah negara jika ingin memulai kerjasama dengan IMF dan sesuai dengan pengawasan organisasi tersebut.
IMF dalam penyusunan LOI menggunakan jangkauan – jangkauan yang berkenaan dengan bantuan yang akan diberikan. Bantuan yang diberikan tidak serta merta hanya diberikan secara langsung melainkan harus sesuai dengan apa yang menjadi agenda dari IMF terhadap negara peminjam tersebut. Oleh karena itu, LOI ini mengatur syarat yang bersifat sesuai dengan kondisi peminjaman yang harus dipatuhi oleh negara peminjam setiap pencairan pinjaman berlangsung. Kondisi – kondisi yang dimaksudkan adalah agar ketika sebuah negara melakukan sebuah pinjaman, apa yang merupakan tujuan dari IMF juga akan terlaksana terutama yang berkaitan langsung dengan paket reformasi IMF. Letter of Intent merupakan kesanggupan formal untuk menjalankan program penyesuaian yang memungkinkan penghapusan defisit neraca pembayaran. Jika sebuah negara tidak mampu menutupi pembayaran sesuai dengan perjanjiannya dengan IMF, maka organisasi ini tentu saja memiliki wewenang untuk memberikan pinjaman berikutnya atau tidak If any time any limit in (i) above would prevent a purchase under the stand – by arrangement that would not increase the Fund’s holding of (member’s) currency beyond the first credit tranche, the limit will not apply to that purchase.” Dari kutipan standar persetujuan di atas, dapat dilihat bahwa ada bentuk syarat yang mengharuskan sejumlah keadaan jika negara peminjam menginginkan bentuk kredit yang berkelanjutan. Maka ada sejumlah pembayaran yang harus diselesaikan dan IMF akan memberikan tambahan pencairan dana pinjaman terhadap negara tersebut. Butir dalam LOI yang paling berkenaan langsung adalah berupa penghapusan peraturan – peraturan atau kebijakan yang dapat menghambat investor asing masuk ke negara tersebut. Hal ini dapat dilihat melalui paket reformasi IMF yang telah disebutkan bahwa investasi asing diperkenankan untuk melakukan kegiatan perekonomian di negara peminjam. Prasyarat yang diberlakukan IMF yang mengakibatkan sebuah bentuk kerjasama yang berkelanjutan sebenarnya dapat dianalisis sebgai suatu bentuk adanya keinginan IMF untuk terus menjalin kerjasama. Hal ini tentu saja akan memberatkan negara peminjam apabila tidak mempersiapkan negaranya terhadap prasyarat yang tentu saja akan memberatkan perekonomian melalui neraca pembayaran utang luar negerinya 2.4 Asal Dana yang Diperoleh IMF
Sumber daya (pendanaan) IMF terutama berasal dari pembayaran iuran kuota (atau modal) dari negara-negara anggota ketika mereka bergabung dengan IMF, atau melalui tinjauan berkala dari kenaikan kuota. Negara membayar 25 persen dari pembayaran iuran kuota mereka dalam bentuk Hak Penarikan Khusus (Special Drawing Rights— SDR) atau dalam bentuk mata uang utama, seperti dolar A.S. atau yen Jepang. IMF dapat meminta sisa 75 persen pembayaran kuota dalam bentuk mata uang negara anggota sendiri, yang dapat disediakan untuk pinjaman sesuai kebutuhan. Kuota tidak hanya menentukan jumlah pembayaran iuran sebuah negara, tetapi juga kekuasaaan hak pilihnya; jumlah pembiayaan/pinjaman yang dapat diterima dari IMF, dan bagiannya dalam alokasi SDR. Kuota dimaksudkan untuk mencerminkan secara luas ukuran relatif anggota dalam perekonomian dunia: semakin besar output ekonomi negara, dan juga semakin besar dan lebih bervariasi perdagangannya, maka kuotanya cenderung semakin tinggi. Amerika Serikat, sebagai perekonomian terbesar di dunia, menyumbang IMF paling banyak yaitu 17,6 persen dari total kuota; Palau, terkecil di dunia, menyumbang sebesar 0,001 persen. Kuota selalui ditinjau secara berkala. Tinjauan kuota paling akhir (kesebelas) dimulai pada bulan Januari 1999, menghasilkan keputu san peningkatan kuota IMF (untuk pertama kalinya sejak tahun 1990) dengan hampir 45 persen hingga mencapai 212 miliar SDR (sekitar $290 miliar). Dalam kondisi yang diperlukan, IMF bisa meminjam dana untuk menambah sumber daya yang tersedia dari kuotanya. IMF memiliki dua rangkaian pengaturan tetap untuk meminjam jika diperlukan supaya dapat menanggulangi ancaman atas sistem moneter internasional: • General Arrangements to Borrow—GAB, didirikan di tahun 1962, yang mempunyai 11 peserta (pemerintah atau bank sentral dari Kelompok Sepuluh negara industry dan Switzerland), dan • New Arrangements to Borrow—NAB, diperkenalkan di tahun 1997, dengan 25 negara dan lembaga yang ikut berpartisipasi. Di bawah ke dua pengaturan tersebut, IMF memiliki sampai dengan 34 miliar SDR (sekitar $46 miliar) tersedia untuk dipinjam.
2.5 Tujuan IMF IMF memiliki dua tujuan yaitu menjaga keseimbangan neraca perdagangan dan menjaga stabilitas nilai tukar merupakan dua tujuan yang mencerminkan liberalisasi perdagangan dan memperkuat globalisasi dengan berbagai implikasinya. Adapun beberapa implikasi dari dua tujuan IMF tersebut adalah semakin terbukanya perdagangan antara negara yang diharapkan memiliki dampak positif karena keberadaan suatu negara akan memiliki pilihan yang lebih luas dalam memperdagangkan hasil produk dan jasanya atau dengan kata lain yaitu memiliki pilihan
ekspor-impor yang lebih luas sehingga diharapkan akan memperkuat cadangan devisanya. Lebih lanjut bahwa keterbukaan pasar akan akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi karena akan semakin banyaknya investasi langsung maupun tidak langsung yang akan mendorong mobilitas sumber daya semakin efisien, namun kebijakan ini memiliki persyaratan yaitu dibutuhkannya transparansi dan pemerintah yang demokratis dalam mempersiapkan iklim investasi yang baik seperti penerapan prinsip-prinsip GCG dan penegakkan hukum yang baik. Tujuan kedua yaitu stabilitas nilai tukar yang diharapakan bermanfaat menjaga keseimbangan perdagangan internasional sehingga tidak memiliki distorsi harga dalam implementasi ekspor dan impor. Hal ini didasari bahwa apabila terjadi goncangan pada nilai tukar yang menyebabkan terdepresiasi mata uang negara tertentu (soft currency) dan berakibat pada naiknya biaya impor sehingga akan berakibat pada ketidakseimbangan neraca pembayaran dan sebaliknya. Lebih lanjut bahwa dengan ketidakseimbangan neraca pembayaran akan mempengaruhi cadangan devisa suatu negara dalam membiayai permintaan mata utang untuk transaksi bisnis. Sebagai contohnya yaitu pada saat krisis moneter dimana negara-negara asia terkhususnya asia tenggara yang mengalami kesulitan cadangan devisa maka IMF dapat membantu dengan memberikan bantuan financial dan berbagai bantuan teknis lainnya sehingga secara perlahan-lahan terjadi perbaikan pada kinerja ekonomi. 2.6 Dampak positif dan negative IMF bagi negara berkembang 1. Dampak Positif Misi IMF adalah Salah satu misinya adalah membantu negara-negara yang mengalami kesulitan ekonomi yang serius, dan sebagai imbalannya, negara tersebut diwajibkan melakukan kebijakan-kebijakan tertentu, misalnya privatisasi badan usaha milik negara. Di saat negaranegara anggota IMF kekeurangan dana dalam menjalankan perekonomiannya, atau bisa di sebut juga dengan krisis keuanagan. Maka IMF lah yang membantunya dengan cara memeberikan bantuan dana untuk menstabilakan perekonomian negara-negara yang tergabung dalam anggota IMF . Dengan tujuan IMF ialah membantu negara yang bermasalah dengan perekonomiananya agar bisa stabil kembali. 2. Dampak negatif Contohnya Indonesia Krisis Ekonomi yang menghantam Indonesia pada pertengahan 1997 mengakibatkan utang Indonesia, baik itu utang luar negri pemerintah maupun swasta membumbung tinggi karena melemahnya rupiah Dalam hal ini, IMF muncul seperti pahlawan yang akan menjadi penyelamat perekonomian Indonesia dalam bentuk pinjaman. Namun, pada kenyatannya, utang kepada IMF tidak hanya banyak memberikan kebaikan pada masayrakat, malah utang Indonesia menjadi semakin menggunung. Pendekatan yang digunakan oleh IMF keseluruh dunia relatif sama yaitu melalui program Financial Programming. Lewat pinjamannya, IMF sebenarnya hanya menbambah beban uatng untuk mendukung posisi neraca pembayaran. Krena itu, perbaikan yang dilakukna IMF bersifat semu karena bukan hasil peningkatan aliran modal swasta maupun peningkatan ekspor netto. Sisi negatif yang sangat menonjol dari peran IMF adalah. 1.) Ketika suatu misi IMF memasuki suatu negara, mereka tidak lain menjalankan rancangan untuk penghancuran lembaga-lembaga sosial-ekonomi di balik dalih persyaratan untuk meminjamkan uang. IMF biasanya mengambangkan program 4 langkah, yaitu :
1. Program ”privatisasi”, yang menurut Stiglitz lebih tepat digunakan sebgai program penyuapan. Pada program ini, perusahaan-peruysahaan milik negara yang menjadi penerima bantuan IMF harus dijual kepada swasta dengan alasan untuk mendapatkan dana tunai segar 2. Program ”Liberalisasi Pasar Modal” , yang dalam teorinya, deregulasi pasar modal memungkinkan modal investasi mengalir keluar masuk. Namun, dengan ditingkatkannya pemasukan modal investasi dari luar, pada gilirannya akan menyebabkan pengurasan dana devisa negara yang bersangkutan untuk mendatangkan aset melalui impor dari negara-negara yang ditunjukkan oleh IMF. 3. “Pricing” atau penentuan harga sesuai dengan pasar, sebuah istilah yang muluk untuk menaikkan program menaikkan harga komoditas strategis seperti pangan, air bersih dan BBM. Tahapan ini akan menuju tahapan ”kerusuhan IMF”, yaitu sebuah kekacauan di dalam negara penerima bantuan IMF dalam skup multidimensi. banyaknya kerusuhan, aksi demonstrasi yang dibubarkan dengan gas air mata, peluru dan tank. Hal ini akan menyebabkan pelarian modal (capilat flight) dan kebangkrutan pemerintah setempat. 4. “Strategi Pengentasan Kemiskinan” yaitu ”Pasar Bebas”. Akibat program ini adalah penguasa kapitalis lokal terpaksa meminjam pada suku bunga dsampai 60% dari bank lokal, dan mereka harus bersaing dengan barang-barang impor dari AS dan Eropa, di mana suku bunga berkisar tidaklebih antara 6-7%. Program ini mematikan kaum kapitalis lokal 2.) Kepentingan G-7 (Kelompok tujuh negara industri maju yang terdiri dan AS, Inggris, Italia, Jepang, Jerman, Canada, dan Perancis) dan para TNC (Transnasional Corporation)dituangkan ke dalam program ekonomi IMF dalam berbagai penekanan, seperti pada: a. Pengetatan anggaran negara untuk menjamin kelancaran pembayaran hutang. b. Liberalisasi sektor keuangan untuk memberi keleluasaan kepada para pemodal internasional untuk datang dan pergi sesuka hati mereka. c. Liberalisasi sektor perdagangan untuk mempermudah penetrasi produk negaranegara industri maju. d. Privatisasi BUMN untuk memperlemah intervensi negara dan memperkuat dominasi TNC di negara-negara yang bersangkutan dengan harga murah. 3.) Perhatian utama IMF pada negara-negara berkembang yang terkena dampak krisis adalah perbaikan neraca pembayaran, khususnya neraca berjalan. Neraca pembayaranmerupakan suatu ikhtisar yang meringkas transaksi-transaksi antara penduduk suatunegara dengan penduduk negara lain selama jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Neraca pembayaran mencakup pembelian dan penjualan barang dan jasa, hibah dari individu dan pemerintah asing, dan transaksi finansial. Umumnya neraca pembayaran terbagi atas neraca transaksi berjalan (yang terdiri dari neraca perdagangan, neraca jasa dan transfer payment) dan neraca lalu lintas modal dan finansial, dan item-item finansial.Dengan demikian, seharusnya IMF menyarankan negaranegara tersebut agar mendorong ekspornya dan menekan impornya. Namun ironisnya, pada saat yang bersamaan IMF justru menganjurkan agar negara yang berkembang meliberalisasi perdagangannya. Hal tersebut berarti, negara tersebut harus sangat terbuka terhadap arus impor. Konsekuensi logisnya adalah dengan masuknya arus impor tersebut berarti akan membahayakan transasksi berjalan negara tersebut. aliran masuk investasi asing yang longgar juga akan semakin mendesak kekuatan ekonomi domestik ke pinggir sambil menunggu saat kematiannya.
4.)Tujuan awal didirikannya IMF adalah untuk mempersiapkan badan ini menjadi penolong bagi Negara-negara tertinggal, padahal ini adalah salah satu upaya Negara-negara kapitalis untuk menguasai Negara berkembang, yaitu melalui pemberian utang. IMF tidak mendidik Negara berkembang untuk maju. IMF bukanlah dewa penolong untuk Negara-negara berkembang. IMF adalah racun. Bukti yang nyata yang ada di hadapan kita adalah IMF membuat Indonesiasemakin ketergantungan 5.) Bantuan yang diberikan negara-negara maju terhadap negara-negara berkembang, baik bantuan langsung secara bilateral ataupun bantuan melalui IMF, sebenarnya tidak lepas dari bentuk penjajahan ekonomi negara-negara maju terhadap negara berkembang. 2.7 Peranan IMF bagi Indonesia Sebelum membahas tentang peran IMF, terlebih dahulu kita bahas tentang krisis moneter yang melanda Indonesia pada masa Orde Baru. Ada beberapa faktor yang melatar belakangi krisis moneter Indonesia pada masa Orde Baru yakni sebagai berikut. 1) Dianutnya sistem devisa yang terlalu bebas tanpa adanya pengawasan yang memadai, memungkinkan arus modal dan valas dapat mengalir keluar-masuk secara bebas berapapun jumlahnya. Kondisi di atas dimungkinkan, karena Indonesia menganut rezim devisa bebas dengan rupiah yang konvertibel, sehingga membuka peluang yang sebesarbesarnya untuk orang bermain di pasar valas. Masyarakat bebas membuka rekening valas di dalam negeri atau di luar negeri. Valas bebas diperdagangkan di dalam negeri, sementara rupiah juga bebas diperdagangkan di pusat-pusat keuangan di luar negeri.
2) Tingkat depresiasi rupiah yang relatif rendah, berkisar antara 2,4% (1993) hingga 5,8% (1991) antara tahun 1988 hingga 1996, yang berada di bawah nilai tukar nyatanya, menyebabkan nilai rupiah secara kumulatif sangat overvalued. Ditambah dengan kenaikan pendapatan penduduk dalam nilai US dollar yang naiknya relatif lebih cepat dari kenaikan pendapatan nyata dalam Rupiah, dan produk dalam negeri yang makin lama makin kalah bersaing dengan produk impor. Nilai Rupiah yang overvalued berarti juga proteksi industri yang negatif. Akibatnya harga barang impor menjadi relatif murah dan produk dalam negeri relatif mahal, sehingga masyarakat memilih barang impor yang kualitasnya lebih baik. Akibatnya produksi dalam negeri tidak berkembang, ekspor menjadi kurang kompetitif dan impor meningkat. Nilai rupiah yang sangat overvalued ini sangat rentan terhadap serangan dan permainan spekulan, karena tidak mencerminkan
nilai tukar yang nyata.( Yang dimaksud di sini adalah perilaku pengusaha yang bertindak atas pertimbangan dirinya sendiri tanpa mengetahui apa yang dilakukan oleh pengusaha lainnya. Misalnya pengusaha ramai-ramai mendiri-kan apotik, membuka tambak udang, membangun realestat dan kondomium)
3) Akar dari segala permasalahan adalah utang luar negeri swasta jangka pendek dan menengah sehingga nilai tukar rupiah mendapat tekanan yang berat karena tidak tersedia cukup devisa untuk membayar utang yang jatuh tempo beserta bunganya (bandingkan juga Wessel et al.: 22), ditambah sistim perbankan nasional yang lemah. Akumulasi utang swasta luar negeri yang sejak awal tahun 1990-an telah mencapai jumlah yang sangat besar, bahkan sudah jauh melampaui utang resmi pemerintah yang beberapa tahun terakhir malah sedikit berkurang (oustanding official debt). Ada tiga pihak yang bersalah di sini, pemerintah, kreditur dan debitur. Kesalahan pemerintah adalah, karena telah memberi signal yang salah kepada pelaku ekonomi dengan membuat nilai rupiah terus-menerus overvalued dan suku bunga rupiah yang tinggi, sehingga pinjaman dalam rupiah menjadi relatif mahal dan pinjaman dalam mata uang asing menjadi relatif murah. Sebaliknya, tingkat bunga di dalam negeri dibiarkan tinggi untuk menahan pelarian dana ke luar negeri dan agar masyarakat mau mendepositokan dananya dalam rupiah. Jadi di sini pemerintah dihadapi dengan buah simalakama. Keadaan ini menguntungkan pengusaha selama tidak terjadi devaluasi dan ini terjadi selama bertahun-tahun sehingga memberi rasa aman dan orang terus meminjam dari luar negeri dalam jumlah yang semakin besar. Dengan demikian pengusaha hanya bereaksi atas signal yang diberikan oleh pemerintah. Selain itu pemerintah sama sekali tidak melakukan pengawasan terhadap utang-utang swasta luar negeri ini, kecuali yang berkaitan dengan proyek pemerintah dengan dibentuknya tim PKLN. Bagi debitur dalam negeri, terjadinya utang swasta luar negeri dalam jumlah besar ini, di samping lebih menguntungkan, juga disebabkan suatu gejala yang dalam teori ekonomi dikenal sebagai fallacy of thinking2 , di mana pengusaha beramai-ramai melakukan investasi di bidang yang sama meskipun bidangnya sudah jenuh, karena masing-masing pengusaha hanya melihat dirinya sendiri saja dan tidak memperhitungkan gerakan pengusaha lainnya. Pihak kreditur luar negeri juga ikut
bersalah, karena kurang hati-hati dalam memberi pinjaman dan salah mengantisipasi keadaan (bandingkan IMF, 1998: 5). Jadi sudah sewajarnya, jika kreditur luar negeri juga ikut menanggung sebagian dari kerugian yang diderita oleh debitur. Kalau masalahnya hanya menyangkut utang luar negeri pemerintah saja, meskipun masalahnya juga cukup berat karena selama bertahun-tahun telah terjadi net capital outflow3 yang kian lama kian membesar berupa pembayaran cicilan utang pokok dan bunga, namun masih bisa diatasi dengan pinjaman baru dan pemasukan modal luar negeri dari sumber-sumber lain. Beda dengan pinjaman swasta, pinjaman luar negeri pemerintah sifatnya jangka panjang, ada tenggang waktu pembayaran, tingkat bunganya relatif rendah, dan tiap tahunnya ada pemasukan pinjaman baru. Pada awal Mei 1998 besarnya utang luar negeri swasta dari 1.800 perusahaan diperkirakan berkisar antara US$ 63 hingga US$ 64 milyar, sementara utang pemerintah US$ 53,5 milyar. Sebagian besar dari pinjaman luar negeri swasta ini tidak di hedge (Nasution: 12). Sebagian orang Indonesia malah bisa hidup mewah dengan menikmati selisih biaya bunga antara dalam negeri dan luar negeri (Wessel et al., hal. 22), misalnya bankbank. Maka beban pembayaran utang luar negeri beserta bunganya menjadi tambah besar yang dibarengi oleh kinerja ekspor yang melemah (bandingkan IDE). Ditambah lagi dengan kemerosotan nilai tukar rupiah yang tajam yang membuat utang dalam nilai rupiah membengkak dan menyulitkan pembayaran kembalinya. Pinjaman luar negeri dan dana masyarakat yang masuk ke sistim perbankan, banyak yang dikelola secara tidak prudent, yakni disalurkan ke kegiatan grupnya sendiri dan untuk proyek-proyek pembangunan realestat dan kondomium secara berlebihan sehingga jauh melampaui daya beli masyarakat, kemudian macet dan uangnya tidak kembali (Nasution: 28; Ehrke: 3). Pinjaman-pinjaman luar negeri dalam jumlah relatif besar yang dilakukan oleh sistim perbankan sebagian disalurkan ke sektor investasi yang tidak menghasilkan devisa (non-traded goods) di bidang tanah seperti pembangunan hotel, resort pariwisata, taman hiburan, taman industri, shopping malls dan realestat (Nasution: 9; IMF Research Department Staff: 10). Proyek-proyek besar ini umumnya tidak menghasilkan barang-barang ekspor dan mengandalkan pasar dalam negeri, maka sedikit sekali pemasukan devisa yang bisa diandalkan untuk membayar kembali utang luar negeri. Krugman melihat bahwa para financial intermediaries juga berperan di Thailand
dan Korea Selatan dengan moral nekat mereka, yang menjadi penyebab utama dari krisis di Asia Timur. Mereka meminjamkan pada proyek-proyek berisiko tinggi sehingga terjadi investasi berlebihan di sektor tanah (Krugman, 1998; Greenwood). Mereka mulai mencari dollar AS untuk membayar utang jangka pendek dan membeli dollar AS untuk di hedge.
4) Permainan yang dilakukan oleh spekulan asing (bandingkan juga Ehrke: 2-3) yang dikenal sebagai hedge funds tidak mungkin dapat dibendung dengan melepas cadangan devisa yang dimiliki Indonesia pada saat itu, karena praktek margin trading, yang memungkinkan dengan modal relatif kecil bermain dalam jumlah besar. Dewasa ini mata uang sendiri sudah menjadi komoditi perdagangan, lepas dari sektor riil. Para spekulan ini juga meminjam dari sistim perbankan untuk memperbesar pertaruhan mereka. Itu sebabnya mengapa Bank Indonesia memutuskan untuk tidak intervensi di pasar valas karena tidak akan ada gunanya. Meskipun pada awalnya spekulan asing ikut berperan, tetapi mereka tidak bisa disalahkan sepenuhnya atas pecahnya krisis moneter ini. Sebagian dari mereka ini justru sekarang menderita kerugian, karena mereka membeli rupiah dalam jumlah cukup besar ketika kurs masih di bawah Rp. 4.000 per dollar AS dengan pengharapan ini adalah kurs tertinggi dan rupiah akan balik menguat, dan pada saat itu mereka akan menukarkan kembali rupiah dengan dollar AS (Wessel et al., hal. 1). Namun pemicu adalah krisis moneter kiriman yang berawal dari Thailand antara Maret sampai Juni 1997, yang diserang terlebih dahulu oleh spekulan dan kemudian menyebar ke negara Asia lainnya termasuk Indonesia Krisis moneter yang terjadi sudah saling kait-mengkait di kawasan Asia Timur dan tidak bisa dipisahkan satu sama lainnya (butir 16 dari persetujuan IMF 15 Januari 1998).
5) Kebijakan fiskal dan moneter tidak konsisten dalam suatu sistim nilai tukar dengan pita batas intervensi. Sistim ini menyebabkan apresiasi nyata dari nilai tukar rupiah dan mengundang tindakan spekulasi ketika sistim batas intervensi ini dihapus pada tanggal 14 Agustus 1997 (Nasution: 2). Terkesan tidak adanya kebijakan pemerintah yang jelas dan terperinci tentang bagaimana mengatasi krisis (Nasution: 1) dan keadaan ini masih berlangsung hingga saat ini. Ketidak mampuan pemerintah menangani krisis
menimbulkan krisis kepercayaan dan mengurangi kesediaan investor asing untuk memberi bantuan finansial dengan cepat (World Bank, 1998: 1.10).
6) Defisit neraca berjalan yang semakin membesar (IMF Research Department Staff: 10; IDE), yang disebabkan karena laju peningkatan impor barang dan jasa lebih besar dari ekspor dan melonjaknya pembayaran bunga pinjaman. Sebab utama adalah nilai tukar rupiah yang sangat overvalued, yang membuat harga barang-barang impor menjadi relatif murah dibandingkan dengan produk dalam negeri.
7) Penanam modal asing portfolio yang pada awalnya membeli saham besar-besaran dimingimingi keuntungan yang besar yang ditunjang oleh perkembangan moneter yang relatif stabil kemudian mulai menarik dananya keluar dalam jumlah besar (bandingkan World Bank, 1998, hal. 1.3, 1.4; Greenwood). Selisih tingkat suku bunga dalam negeri dengan luar negeri yang besar dan kemungkinan memperoleh keuntungan yang relatif besar dengan cara bermain di bursa efek, ditopang oleh tingkat devaluasi yang relatif stabil sekitar 4% per tahun sejak 1986 menyebabkan banyak modal luar negeri yang mengalir masuk. Setelah nilai tukar Rupiah tambah melemah dan terjadi krisis kepercayaan, dana modal asing terus mengalir ke luar negeri meskipun dicoba ditahan dengan tingkat bunga yang tinggi atas surat-surat berharga Indonesia (Nasution: 1, 11). Kesalahan juga terletak pada investor luar negeri yang kurang waspada dan meremehkan resiko (IMF, 1998: 5). Krisis ini adalah krisis kepercayaan terhadap rupiah (World Bank, 1998, p. 2.1).
8) IMF tidak membantu sepenuh hati dan terus menunda pengucuran dana bantuan yang dijanjikannya dengan alasan pemerintah tidak melaksanakan 50 butir kesepakatan dengan baik. Negara-negara sahabat yang menjanjikan akan membantu Indonesia juga menunda mengucurkan bantuannya menunggu signal dari IMF, padahal keadaan perekonomian Indonesia makin lama makin tambah terpuruk. Singapura yang menjanjikan l.k. US$ 5 milyar meminta pembayaran bunga yang lebih tinggi dari pinjaman IMF, sementara Brunei Darussalam yang menjanjikan l.k. US$ 1 milyar baru akan mencairkan dananya sebagai yang terakhir setelah semua pihak lain yang berjanji akan membantu telah mencairkan dananya dan telah habis terpakai. IMF sendiri dinilai banyak
pihak telah gagal menerapkan program reformasinya di Indonesia dan malah telah mempertajam dan memperpanjang krisis 9.) Spekulan domestik ikut bermain (Wessel et al., hal. 22). Para spekulan inipun tidak semata-mata menggunakan dananya sendiri, tetapi juga meminjam dana dari sistim perbankan untuk bermain. 10.)Terjadi krisis kepercayaan dan kepanikan yang menyebabkan masyarakat luas menyerbu membeli dollar AS agar nilai kekayaan tidak merosot dan malah bisa menarik keuntungan dari merosotnya nilai tukar rupiah. Terjadilah snowball effect, di mana serbuan terhadap dollar AS makin lama makin besar. Orang-orang kaya Indonesia, baik pejabat pribumi dan etnis Cina, sudah sejak tahun lalu bersiap-siap menyelamatkan harta kekayaannya ke luar negeri mengantisipasi ketidak stabilan politik dalam negeri. Sejak awal Desember 1997 hingga awal Mei 1998 telah terjadi pelarian modal besar-besaran ke luar negeri karena ketidak stabilan politik seperti isu sakitnya Presiden dan Pemilu (World Bank, 1998: 1.4, 1.10). Kerusahan besar-besaran pada pertengahan Mei yang lalu yang ditujukan terhadap etnis Cina telah menggoyahkan kepercayaan masyarakat ini akan keamanan harta, jiwa dan martabat mereka. Padahal mereka menguasai sebagian besar modal dan kegiatan ekonomi di Indonesia dengan akibat mereka membawa keluar harta kekayaan mereka dan untuk sementara tidak melaukan investasi baru. 11)Terdapatnya keterkaitan yang erat dengan yen Jepang, yang nilainya melemah terhadap dollar AS (lihat IDE). Setelah Plaza-Accord tahun 1985, kurs dollar AS dan juga mata uang negara-negara Asia Timur melemah terhadap yen Jepang, karena mata uang negaranegara Asia ini dipatok dengan dollar AS. Daya saing negara-negara Asia Timur meningkat terhadap Jepang, sehingga banyak perusahaan Jepang melakukan relokasi dan investasi dalam jumlah besar di negara-negara ini. Tahun 1995 kurs dollar AS berbalik menguat terhadap yen Jepang, sementara nilai utang dari negara-negara ini dalam dollar AS meningkat karena meminjam dalam yen, sehingga menimbulkan krisis keuangan. (Ehrke: 2) Lalu kemudian terjadi dislokasi sumber-sumber ekonomi dan kegiatan mengejar rente ekonomi oleh perorangan/kelompok tertentu yang menguntungkan mereka ini dan merugikan rakyat banyak dan perusahaan-perusahaan yang efisien. Subsidi pangan oleh BULOG, monopoli di berbagai bidang, penyaluran dana yang besar untuk proyek IPTN dan mobil nasional.
Timbulnya krisis berkaitan dengan jatuhnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS secara tajam, yakni sector ekonomi luar negeri, dan kurang dipengaruhi oleh sektor riil dalam negeri, meskipun kelemahan sector riil dalam negeri mempunyai pengaruh terhadap melemahnya nilai tukar rupiah.Membenahi sektor riil saja, tidak memecahkan permasalahan. Krisis pecah karena terdapat ketidak seimbangan antara kebutuhan akan valas dalam jangka pendek dengan jumlah devisa yang tersedia, yang menyebabkan nilai dollar AS melambung dan tidak terbendung. Sebab itu tindakan yang harus segera didahulukan untuk mengatasi krisis ekonomi ini adalah pemecahan masalah utang swasta luar negeri, membenahi kinerja perbankan nasional, mengembalikan kepercayaan masyarakat dalam dan luar negeri terhadap kemampuan ekonomi Indonesia, menstabilkan nilai tukar rupiah pada tingkat yang nyata, dan tidak kalah penting adalah mengembalikan stabilitas sosial dan politik. Menurut IMF, krisis ekonomi yang berkepanjangan di Indonesia disebabkan karena pemerintah baru meminta bantuan IMF setelah rupiah sudah sangat terdepresiasi. Strategi pemulihan IMF dalam garis besarnya adalah mengembalikan kepercayaan pada mata uang, yaitu dengan membuat mata uang itu sendiri menarik. Inti dari setiap program pemulihan ekonomi adalah restrukturisasi sektor finansial. (Fischer 1998b). Sementara itu pemerintah Indonesia telah enam kali memperbaharui persetujuannya dengan IMF, Second Supplementary Memorandum of Economic and Financial Policies (MEFP) tanggal 24 Juni, kemudian 29 Juli 1998, dan yang terakhir adalah review yang keempat, tanggal 16 Maret 1999. Program bantuan IMF pertama ditanda-tangani pada tanggal 31 Oktober 1997. Program reformasi ekonomi yang disarankan IMF ini mencakup empat bidang: 1. Penyehatan sektor keuangan; 2. Kebijakan fiskal; 3. Kebijakan moneter; 4. Penyesuaian struktural. Karena dalam beberapa hal program-program yang diprasyaratkan IMF oleh pihak Indonesia dirasakan berat dan tidak mungkin dilaksanakan, maka dilakukanlah negosiasi kedua yang menghasilkan persetujuan mengenai reformasi ekonomi (letter of intent) yang ditanda-tangani pada tanggal 15 Januari 1998, yang mengandung 50 butir. Saransaran IMF diharapkan akan mengembalikan kepercayaan masyarakat dengan cepat dan kurs nilai tukar rupiah bisa menjadi stabil (butir 17 persetujuan IMF 15 Januari 1998). Pokokpokok dari program IMF adalah sebagai berikut: A. Kebijakan makro-ekonomi - Kebijakan fiskal - Kebijakan moneter dan nilai tukar B. Restrukturisasi sektor keuangan
- Program restrukturisasi bank - Memperkuat aspek hukum dan pengawasan untuk perbankan C. Reformasi struktural - Perdagangan luar negeri dan investasi - Deregulasi dan swastanisasi - Social safety net - Lingkungan hidup. Setelah pelaksanaan reformasi kedua ini kembali menghadapi berbagai hambatan, maka diadakanlah negosiasi ulang yang menghasilkan supplementary memorandum pada tanggal 10 April 1998 yang terdiri atas 20 butir, 7 appendix dan satu matriks. Cakupan memorandum ini lebih luas dari kedua persetujuan sebelumnya, dan aspek baru yang masuk adalah penyelesaian utang luar negeri perusahaan swasta Indonesia. Jadwal pelaksanaan masing-masing program dirangkum dalam matriks komitmen kebijakan struktural. Strategi yang akan dilaksanakan adalah: 1. Menstabilkan rupiah pada tingkat yang sesuai dengan kekuatan ekonomi Indonesia; 2. Memperkuat dan mempercepat restrukturisasi sistim perbankan; 3. Memperkuat implementasi reformasi struktural untuk membangun ekonomi yang efisien dan berdaya saing; 4. Menyusun kerangka untuk mengatasi masalah utang perusahaan swasta; 5. Mengembalikan pembelanjaan perdagangan pada keadaan yang normal, sehingga ekspor bisa bangkit kembali. Ke tujuh appendix adalah masing-masing: 1. Kebijakan moneter dan suku bunga 2. Pembangunan sektor perbankan 3. Bantuan anggaran pemerintah untuk golongan lemah 4. Reformasi BUMN dan swastanisasi 5. Reformasi struktural 6. Restrukturisasi utang swasta 7. Hukum Kebangkrutan dan reformasi yuridis.
BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Dana Moneter Internasional (DMI) atau International Monetary Fund (IMF) adalahorganisasi internasional yang bertanggung jawab dalam mengatur sistem finansial global dan menyediakan pinjaman kepada negara anggotanya untuk membantu masalah-masalah keseimbangan neraca keuangan masing-masing negara. Salah satu misinya adalah membantu negara-negara yang mengalami kesulitan ekonomi yang serius, dan sebagai imbalannya, negara tersebut diwajibkan melakukan kebijakan-kebijakan tertentu, misalnya privatisasibadan usaha milik negara. International Monetary Fund (IMF) muncul sebagai hasil dari perundingan Bretton Woods, pasca Great Depression yang melanda dunia pada dekade 1930-an. Pada Pada tanggal 22 Juli 1944 – sebagai akibat dari Great Depression – 44 negara mengadakan pertemuan di Hotel Mount Washington Hotel, Kota Bretton Woods, New Hampshire, Amerika Serikat, untuk membahas kerangka kerja sama ekonomi internasional baru yang akan dibangun setelah Perang Dunia II. Negara-negara ini percaya bahwa kerangka kerja sama tersebut sangat dibutuhkan untuk menghindari pengulangan bencana ekonomi yang terjadi selama Great Depression. Pertemuan ini melahirkan “Bretton Woods Agreements” yang membangun IMF dan organisasi kembarannya, The International Bank for Reconstruction and Development (sekarang lebih dikenal dengan nama World Bank). IMF memiliki tiga fungsi yang berperan dalam pencapaian dua tujuannya. Adapun fungsi yang pertama yaitu pemantauan, peminjaman, bantuan teknis dan pelatihan. Selain itu juga IMF memiliki kewengan dalam memperingatkan negara anggota untuk mewaspadai bahaya yang mengintai, dengan demikian pemerintah dapat mengambil tindakan pencegahan. IMF memiliki dua tujuan yaitu menjaga keseimbangan neraca perdagangan dan menjaga stabilitas nilai tukar merupakan dua tujuan yang mencerminkan liberalisasi perdagangan dan memperkuat globalisasi dengan berbagai implikasinya. Adapun beberapa implikasi dari dua tujuan IMF tersebut adalah semakin terbukanya perdagangan antara negara yang diharapkan memiliki dampak positif karena keberadaan suatu negara akan memiliki pilihan yang lebih luas dalam memperdagangkan hasil produk dan jasanya atau dengan kata lain yaitu memiliki pilihan ekspor-impor yang lebih luas sehingga diharapkan akan memperkuat cadangan devisanya.