Asuhan Keperawatan pada Kegawadaruratan Trauma Inhalasi MAKALAH Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Tugas Kegawadaruratan
Oleh; Ponco Puspita D (1411011056) Anghie Azka A (1411011064) M. Putera Bagus D.L (1411011071) Puspita Merinda P.S (1411011081) Rahmawati (1411011096)
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER FAKULTAS ILMU KESEHATAN PRODI S1-ILMU KEPERAWATAN Jln.Karimata 49 Jember Telp.(0331) 336728 Jember, Oktober 2017
Asuhan Keperawatan pada Kegawadaruratan Trauma Inhalasi MAKALAH Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Tugas Kegawadaruratan
Oleh; Ponco Puspita D (1411011056) Anghie Azka A (1411011064) M. Putera Bagus D.L (1411011071) Puspita Merinda P.S (1411011081) Rahmawati (1411011096)
Pembimbing: Ns. Cipto Susilo, S.Kep.,M.Kep
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER FAKULTAS ILMU KESEHATAN PRODI S1-ILMU KEPERAWATAN Jln.Karimata 49 Jember Telp.(0331) 336728 Jember, Oktober 2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkat rahmat , nikmat, dan hidayah-Nya kami mampu menyelesaikan makalah ini. Shalawat serta salam semoga tetap dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, beserta segenap keluarga, dan sahabat yang setia. Makalah yang kami beri judul “Asuhan Keperawatan pada Kegawadaruratan Trauma Inhalasi”. Kami menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna dan masih terdapat kekurangan baik dalam segi
penyajian maupun penulisannya. Maka
sebelumnya kami mengharapkan kritik dan saran tentang makalah ini, sehingga nantinya dapat membangun dari semua pihak untuk menjadikan makalah ini yang lebih baik. Kami berharap makalah ini dapat memberikan banyak manfaat bagi semua pihak
khususnya para pelajar untuk memajukan pendidikan. Semoga Allah
senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya yang tiada henti kepada kita semua. Amin
Jember, 29 Oktober 2017
Penyusun
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Kurang lebih 2,5 juta orang mengalami luka bakar di Amerika Serikat setiap tahunnya. Dari kelompok ini 200 ribu pasien memerlukan penanganan rawat jalan dan 100 ribu pasien di rawat di rumah sakit . Sekitar 12 ribu orang meninggal setiap tahunnya akibat luka bakar dan cidera inhalasi yang berhubungan dengan luka bakar lebih separuh dari kasus luka bakar di rumah sakit seharusnya dapat dicegah. Anak kecil dan orang tua merupakan populasi yang beresiko tinggi untuk mengalami luka bakar . Kaum remaja laki-laki dan pria dalam usia kerja juga lebih sering menderita luka bakar. Dirumah sakit anak di inggris, selma satu th terdapat sekitar 50.000 pasien luka bakar dimana 6400 diantaranya masuk ke perwatan khusus luka bakar. Antara th 1997-2002 terdapat 17.237 anak di bawah usia 5 th mendapat perawatan gawat darurat di 100 RS di Amerika serikat. RS Mangun Kusumo Jakarta pada th 1998 dilaporkan 107 kasus luka bakar yang dirawta , dengan angka kematian 37,38 % sedngkan di RS Dr. Sutomo pada th 2000 dirawat 106 kasus luka bakar , kematian 26,41 %. Studi North- england menemukan angka rata-rata yang datang kerumah sakit dengan trauma inhalsi akibat luka bakar adalah 0,29 per 1000 populasi tiap tahun. Perbandingan antara laki-laki dan perempuan yairu 2:1 lain menebutkan bahwa kurang lebih sepertiga (20-35%) pasien luka bakar yang datang di pusat luka bakar adalah dengan trauma inhalasi. Perawat dapat memainkan peranan yang aktif dalam pencegahan kebakaran dan luka bakar dengan mengajarkan konsep pencegahan dan mempromosikan undang-undang tentang pengamanan kebakaran. Asuhan keperawatan komprehensif yang diberikan manakala terjadi luka bakar adalah penting untuk pencegahan kematian dan kecacatan. Adalah penting saling berhubungan pada semua sistem tubuh setelah cidera luka bakar juga penghargaan terhadap dampak emosional diri cidera dari luka bakar
dan keluarganya. Hanya dengan dasar pengetahuan komprehensif perawat dapat memberikan intervensi terapeutik yang diperlukan pada semua tahapan penyembuhan. B. Rumusan Masalah 1.
Bagaimana konsep dasar trauma inhalasi?
2.
Bagiamana algoritma penanganan trauma inhalasi?
3.
Bagaimana konsep dasar keperawatan trauma inhalasi?
BAB II PEMBAHASAN A. Konsep Dasar Trauma Inhalasi 1. Definisi (Rahayuningsih, T. 2012) Luka bakar merupakan jenis luka, kerusakan jaringan atau kehilangan jaringan yang diakibatkan sumber panas ataupun suhu dingin yang tinggi, sumber listrik, bahan kimiawi, cahaya, radiasi dan friksi. Jenis luka dapat beraneka ragam dan memiliki penanganan yang berbeda tergantung jenis jaringan yang terkena luka bakar, tingkat keparahan, dan komplikasi yang terjadi akibat luka tersebut. Sedangkan cedera inhalasi disebabkan oleh jenis bahan kimia yang membakar dari saluran pernapasan (tracheobronchitis). Bila cedera ini terjadi pada pasien dengan luka bakar pada kulit wajah yang parah, luka tersebut akan membentuk edema dan menghambat jalan napas dan memperbesar risiko kematian. Keracunan asap yang disebabkan oleh termodegradasi material alamiah dan materi yang diproduksi. Termodegradasi menyebabkan terbentuknya gas toksik seperti hidrogen, sianida, nitrogen oksida, hidrogen klorida, akreolin dan partikel-partikel tersuspensi. Efek akut dari bahan kimia ini menimbulkan iritasi dan bronkokonstriksi pada saluran napas. Obstruksi saluran napas akan lebih hebat akibat adalnya tracheal bronchitis dan edema. 2. Etiologi (David J Dries, F. W. 2013) Luka bakar dikategorikan menurut mekanisme injurinya meliputi: 1) Luka Bakar Termal Luka bakar thermal (panas) disebabkan oleh karena terpapar atau kontak dengan api, cairan panas atau objekobjek panas lainnya. 2) Luka Bakar Kimia Luka bakar chemical (kimia) disebabkan oleh kontaknya jaringan kulit dengan asam atau basa kuat. Konsentrasi zat kimia, lamanya kontak dan banyaknya jaringan yang terpapar menentukan luasnya injuri karena zat kimia ini. Luka bakar kimia dapat terjadi misalnya karena kontak dengan zat-zat pembersih
yang sering dipergunakan untuk keperluan rumah tangga dan berbagai zat kimia yang digunakan dalam bidang industri, pertanian dan militer. Lebih dari 25.000 produk zat kimia diketahui dapat menyebabkan luka bakar kimia. 3) Luka Bakar Elektrik Luka bakar electrik (listrik) disebabkan oleh panas yang digerakan dari energi listrik yang dihantarkan melalui tubuh. Berat ringannya luka dipengaruhi oleh lamanya kontak, tingginya voltage dan cara gelombang elektrik itu sampai mengenai tubuh. 4) Luka Bakar Radiasi Luka bakar radiasi disebabkan oleh terpapar dengan sumber radioaktif. Tipe injuri ini seringkali berhubungan dengan penggunaan radiasi ion pada industri atau dari sumber radiasi untuk keperluan terapeutik pada dunia kedokteran. Terbakar oleh sinar matahari akibat terpapar yang terlalu lama juga merupakan salah satu tipe luka bakar radiasi. 3. Fase Luka Bakar (Rahayuningsih, T. 2012) 1) Fase akut. Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita akan mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), brething (mekanisme bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gnagguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama penderiat pada fase akut. Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera termal yang berdampak sistemik. 2) Fase sub akut. Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak denga sumber panas. Luka yang terjadi menyebabkan: a. Proses inflamasi dan infeksi.
b. Problem penutupan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang atau tidak berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau organ-organ fungsional. c. Keadaan hipermetabolisme. 3) Fase lanjut. Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada fase ini adalah penyulit berupa parut yang hipertropik,
kleoid,
gangguan
pigmentasi,
deformitas
dan
kontraktur. 4. Manifestasi Klinis (Rahayuningsih, T. 2012) 1. Pada Kulit Perubahan patofisiologik yang terjadi pada kulit segera setelah luka bakar tergantung pada luas dan ukuran luka bakar. Untuk luka bakar yang kecil (smaller burns), respon tubuh bersifat lokal yaitu terbatas pada area yang mengalami injuri. Sedangkan pada luka bakar yang lebih luas misalnya 25 % dari total permukaan tubuh (TBSA : total body surface area) atau lebih besar, maka respon tubuh terhadap injuri dapat bersifat sistemik dan sesuai dengan luasnya injuri. Injuri luka bakar yang luas dapat mempengaruhi semua sistem utama dari tubuh. 2. Sistem kardiovaskuler Segera setelah injuri luka bakar, dilepaskan substansi
vasoaktif
(catecholamine,
histamin,
serotonin,
leukotrienes, dan prostaglandin) dari jaringan yang mengalmi injuri.
Substansi-substansi
ini
menyebabkan
meningkatnya
permeabilitas kapiler sehingga plasma merembes (to seep) kedalam sekitar jaringan. Injuri panas yang secara langsung mengenai pembuluh akan lebih meningkatkan permeabilitas kapiler. Injuri yang langsung mengenai memberan sel menyebabkan sodium masuk dan potassium keluar dari sel. Secara keseluruhan akan menimbulkan tingginya tekanan osmotik yang menyebabkan meningkatnya cairan intracellular dan interstitial dan yang dalam keadaan lebih lanjut menyebabkan kekurangan volume cairan
intravaskuler. Luka bakar yang luas menyebabkan edema tubuh general baik pada area yang mengalami luka maupun jaringan yang tidak mengalami luka bakar dan terjadi penurunan sirkulasi volume darah intravaskuler. Denyut jantung meningkat sebagai respon terhadap pelepasan catecholamine dan terjadinya hipovolemia relatif, yang mengawali turunnya kardiac output. Kadar hematokrit meningkat yang menunjukan hemokonsentrasi dari pengeluaran cairan intravaskuler. Disamping itu pengeluaran cairan secara evaporasi melalui luka terjadi 4-20 kali lebih besar dari normal. Sedangkan pengeluaran cairan yang normal pada orang dewasa dengan suhu tubuh normal perhari adalah 350 ml. No. Rute
Jumlah (ml) dalam suhu normal
1
Urine
1400
2
Insensible losses a. Paru
350
b. Kulit
350
3
Keringat
100
4
Feces
100
Total
2300
Keadaan ini dapat mengakibatkan penurunan pada perfusi organ. Jika ruang intravaskuler tidak diisi kembali dengan cairan intravena maka shock hipovolemik dan ancaman kematian bagi penderita luka bakar yang luas dapat terjadi. Kurang lebih 18-36 jam setelah luka bakar, permeabilitas kapiler menurun, tetapi tidak mencapai keadaan normal sampai 2 atau 3 minggu setelah injuri. Kardiac outuput kembali normal dan kemudian meningkat untuk memenuhi kebutuhan hipermetabolik tubuh kira-kira 24 jam setelah luka bakar. Perubahan pada kardiak output ini terjadi sebelum kadar volume sirkulasi intravena kembali menjadi normal. Pada awalnya terjadi kenaikan hematokrit yang kemudian menurun sampai di bawah normal dalam 3-4 hari setelah
luka bakar karena kehilangan sel darah merah dan kerusakan yang terjadi pada waktu injuri. Tubuh kemudian mereabsorbsi cairan edema dan diuresis cairan dalam 2-3 minggu berikutnya. 3. Sistem Renal dan Gastrointestinal Respon tubuh pada mulanya adalah berkurangnya darah ke ginjal dan menurunnya GFR (glomerular filtration rate), yang menyebabkan oliguri. Aliran darah menuju usus juga berkurang, yang pada akhirnya dapat terjadi ileus intestinal dan disfungsi gastrointestia pada klien dengan luka bakar yang lebih dari 25 %. 4. Sistem Imun Fungsi sistem immune mengalami depresi. Depresi pada aktivitas lymphocyte, suatu penurunan dalam produksi immunoglobulin,
supresi
aktivitas
complement
dan
perubahan/gangguan pada fungsi neutropil dan macrophage dapat terjadi pada klien yang mengalami luka bakar yang luas. Perubahan-perubahan ini meningkatkan resiko terjadinya infeksi dan sepsis yang mengancam kelangsungan hidup klien. 5. Sistem Respiratori Dapat mengalami hipertensi arteri pulmoner, mengakibatkan penurunan kadar oksigen arteri dan “lung compliance”. 5. Faktor yang Mempengaruhi Berat Ringannya Luka Bakar (Rahayuningsih, T. 2012) a) Kedalaman luka bakar Kedalaman luka bakar dapat dibagi ke dalam 4 kategori yang didasarkan pada elemen kulit yang rusak. 1. Superficial (derajat I), dengan ciri-ciri sbb: 1) Hanya mengenai lapisan epidermis. 2) Luka tampak pink cerah sampai merah (eritema ringan sampai berat). 3) Kulit memucat bila ditekan. 4) Edema minimal. 5) Tidak ada blister. 6) Kulit hangat/kering. 7) Nyeri / hyperethetic
8) Nyeri berkurang dengan pendinginan. 9) Discomfort berakhir kira-kira dalam waktu 48 jam. 10) Dapat sembuh spontan dalam 3-7 hari. 2. Partial thickness (derajat II), dengan ciri sbb.: 1) Partial tihckness dikelompokan menjadi 2, yaitu superpicial partial thickness dan deep partial thickness. 2) Mengenai epidermis dan dermis. 3) Luka tampak merah sampai pink 4) Terbentuk blister 5) Edema 6) Nyeri 7) Sensitif terhadap udara dingin 8) Penyembuhan luka : 1. Superficial partial thickness : 14 - 21 hari 2. Deep partial thickness : 21 - 28 hari 3. Full thickness (derajat III) 1) Mengenai semua lapisan kulit, lemak subcutan dan dapat juga mengenai permukaan otot, dan persarafan dan pembuluh darah. 2) Luka tampak bervariasi dari berwarna putih, merah sampai dengan coklat atau hitam. 3) Tanpa ada blister. 4) Permukaan luka kering dengan tektur kasar/keras. 5) Edema. 6) Sedikit nyeri atau bahkan tidak ada rasa nyeri. 7) Tidak mungkin terjadi penyembuhan luka secara spontan. 8) Memerlukan skin graft. 9) Dapat terjadi scar hipertropik dan kontraktur jika tidak dilakukan tindakan preventif. 4. Fourth degree (derajat IV) Mengenai semua lapisan kulit, otot dan tulang.
b) Luas Luka Bakar Terdapat beberapa metode untuk menentukan luas luka bakar meliputi rule of nine, Lund and Browder, dan hand palm. c) Lokasi luka bakar (bagian tubuh yang terkena) Berat ringannya luka bakar dipengaruhi pula oleh lokasi luka bakar. Luka bakar yang mengenai kepala, leher dan dada seringkali berkaitan dengan komplikasi pulmoner. Luka bakar yang menganai wajah seringkali menyebabkan abrasi kornea. Luka bakar yang mengenai lengan dan persendian seringkali membutuhkan terapi fisik dan occupasi dan dapat menimbulkan implikasi terhadap kehilangan waktu bekerja dan atau ketidakmampuan untuk bekerja secara permanen. Luka bakar yang mengenai daerah perineal dapat terkontaminasi oleh urine atau feces. Sedangkan luka bakar yang mengenai daerah torakdapat menyebabkan tidak adekwatnya ekspansi dinding dada dan terjadinya insufisiensi pulmoner. d) Kesehatan umum Adanya kelemahan jantung, penyakit pulmoner, endocrin dan penyakit-penyakit
ginjal,
khususnya
diabetes,
insufisiensi
kardiopulmoner, alkoholisme dan gagal ginjal, harus diobservasi karena semua itu akan mempengaruhi respon klien terhadap injuri dan penanganannya. Angka kematian pada klien yang memiliki penyakit jantung adalah 3,5 - 4 kali lebih tinggi dibandingkan klien luka bakar yang tidak menderita penyakit jantung. Demikian pula klien luka bakar yang juga alkolism 3 kali lebih tinggi angka kematiannya dibandingkan klien luka bakar yang nonalkoholism. Disamping itu juga klien alkoholism yang terkena luka bakar masa hidupnya akan lebih lama berada di rumah sakit, artinya penderita luka bakar yang juga alkoholism akan lebih lama hari rawatnya di rumah sakit. e) Mekanisme injuri Mekanisme injury merupakan faktor lain yang digunakan untuk menentukan berat ringannya luka bakar. Secra umum luka bakar
yang juga mengalami injuri inhalasi memerlukan perhatian khusus. Pada luka bakar elektrik, panas yang dihantarkan melalui tubuh, mengakibatkan kerusakan jaringan internal. Injury pada kulit mungkin tidak begitu berarti akan tetapi kerusakan otot dan jaringan lunak lainnya dapat terjad lebih luas, khususnya bila injury elektrik dengan voltage tinggi. Oleh karena itu voltage, tipe arus (direct atau alternating), tempat kontak, dan lamanya kontak adalah sangat penting untuk diketahui dan diperhatikan karena dapat mempengaruhi morbiditi. Alternating current (AC) lebih berbahaya
dari
pada
direct
current
(DC).
Ini
seringkali
berhubungan dengan terjadinya kardiac arrest (henti jantung), fibrilasi ventrikel, kontraksi otot tetani, dan fraktur kompresi tulang-tulang panjang atau vertebra. Pada luka bakar karena zat kimia keracunan sistemik akibat absorbsi oleh kulit dapat terjadi. f) Usia Usia klien mempengaruhi berat ringannya luka bakar. Angka kematiannya (Mortality rate) cukup tinggi pada anak yang berusia kurang dari 4 tahun, terutama pada kelompok usia 0-1 tahun dan klien yang berusia di atas 65 th. Tingginya statistik mortalitas dan morbiditas pada orang tua yang terkena luka bakar merupakan akibat kombinasi dari berbagai gangguan fungsional (seperti lambatnya bereaksi, gangguan dalam menilai, dan menurunnya kemampuan
mobilitas),
hidup
sendiri,
dan
bahaya-bahaya
lingkungan lainnya. Disamping itu juga mereka lebih rentan terhadap injury luka bakar karena kulitnya menjadi lebih tipis, dan terjadi athropi pada bagian-bagian kulit lain. Sehingga situasi seperti ketika mandi dan memasak dapat menyebabkan terjadinya luka bakar. 6. Patologi dan Patofisiologi (Enkhbaatar, P. 2017) Mikroskopik dari luka bakar pada prinsipnya nekrosis koagulasi. Di bawah jaringan yang jelas hangus ada tiga zona. Pertama adalah zona koagulasi dengan tidak adanya aliran darah kapiler. Tingkat
keparahan ditentukan oleh suhu dan lama pemaparan. Zona kedua adalah zona stasis, yang ditandai dengan aliran darah kailer lambat. Meskipun rusak, jaringan belum digumpalkan. Stasis dapat terjadi lebih awal atau terlambat. Menghindari cedera ttambahan dari gosokan atau perpanjangan kedalaman luka bakar. Pencegahan oklusi vena penting karena dapat menyebabkan trombosis dan infark di zona ini. Zona ketiga adalah “hiperemia”, yang merupakan respons peradangan biasa dari jaringan sehat untuk cedera mematikan. Kehilangan cairan intravaskular dan protein yang cepat terjadi melalui luka pada kapiler yang terbakar. Kehilangan volume cairan terbesar terjadi dalam 6-8 jam pertama, dengan integritas kapiler dapat kembali ke normal dalam waktu 36-48 jam. Selain itu, juga terjadi peningkatan tekanan osmotik edema interstisial yang sangat menonjol sehingga permeabilitas pembuluh darah meningkat meskipun pada jaringan yang tak ikut terbakar. 7. Primary Survey dan Pengelolaan Luka Bakar (Tanizaki, S. 2015). a. Airway (Jalan nafas) Jika dicurigai seseorang dengan trauma inhalasi maka lakukan intubasi cepat untuk melindungi jalan nafas sebelum terjadi pembengkakan wajah dan faring yang biasanya terjadi 24-48 jam setelah kejadian , dimana jika terjadi edema maka yang diperlukan adalah trakeostomi atau krikotiroidotomi jika intubasi oral tidak dapat dilakukan.
b. Breathing (Penilaian Pernafasan) Jika didapatkan tanda-tanda insufisiensi pernafasan seperti susah nafas, stridor, batuk, retraksi suara nafas bilateral atau anda –tanda keracunan CO maka dibutuhkan oksigen 100% atau oksigen tekan tinggi yang akan menurunkan waktu paruh dari CO dalam darah. c. Circulation (Penilaian Sirkulasi Darah) Pengukuran tekanan darah dan nadi untk mengetahut stabilitas hemodinamik. Untuk mencegah syok hipovolemik diperlukan
resusitasi cairan intravena. Pada pasien dengan trauma inhalasi biasanya biasanya dalam 24 jam pertama digunakan cairan kristaloid 40- 75 % lebih bnayak dibandingkan pasien yang hanya luka bakar saja. d. Dissability (Kesadaran Neurologik) Pasien yang berespon atau sadar membantu untuk mengetahui kemampuan mereka untuk melindungi jalan nafas dan merupakan indikator yang baik untk mengukur kesussesan resusitasi. Pasien dengan kelainan neurologik seringkali memerlukan analgetik poten. e. Exposure pada Luka bakar Periksa seluruh badan untuk mengetahui adanya trauma lain dan luka bakar. Cuci NaCl kulit yang tidak terbakar untuk menghindari sisa zat toksik f. Medikasi a) Kortikosteroid: Digunakan untuk menekan inflamasi dan menurunkan edema b) Antibiotik: Mengobati infeksi sekunder yang biasanya disebabkan oleh Staphylococus Aureus dan Pseudomonas Aeruginosa pada pasien-pasien dengan kerusakan paru. c) Amyl dan sodium nitrit untuk mengobati keracunan sianida tetapi harus berhati-hati jika ditemukan pula tanda-tanda keracunan CO kerena obat ini dapat menyebabkan methahemoglobinemia. Oksigen dan sodium tiosulfat juga dapat sebagai antidotum sianida, antidotum yang lain adalah hidroksikobalamin dan EDTA d) Bronkodilator untuk pasien-pasien dengan bronkokontriksi. Pada kasus-kasus berat, bronkodilator digunakan secara intravena. 8. Pemeriksaan Penunjang pada Luka Bakar yang Disertai Trauma Inhalasi (Walker, P. F. 2015). a. Laboratorium
1. Pulse
Oximetry
Digunakan
untuk
mengukur
saturasi
hemoglobin yang meningkat palsu akibat ikatan CO terhadap hemoglobin, sehingga kadar karboksihemoglobin seringkali diartikan sebagai oksihemaglon. 2. Analisa Gas Darah Untuk mengukur kadar karboksihemoglobin, keseimbangan asam basa, dan kadar sianida. Sianida dihasilkan dari kebakaran rumah tangga dan biasanya terjadi peningkatan kadar laktat plasma. 3. Elektrolit Untuk memonitor abnormalitas elektrolit sebagai hasil dari resusitasi cairan dalam jumlah besar. 4. Darah Lengkap Hemokonsentrasi akibat kehilangan cairan biasanya terjadi sesaat setelah trauma. Hematokrit yang menurun
secara
progresif
akibat
pemulihan
volume
intravaskular. Anemia berat biasanya terjadi akibat hipoksia atau ketidakseimbangan hemodinamik. Peningkatan sel darah putih untuk melihat adanya infeksi. b. Foto Thorax Biasanya normal dalam 3-5 hari, gambaran yang dapat muncul sesudahnya termasuk atelektasis, edema paru, dan ARDS. c. Laringoskopi
dan
Bronkoskpi
Fiberoptik
Keduanya
dapat
digunakan sebagai alat diagnostik maupun terapeutik. Pada bronkoskopi biasanya didapatkan gambaran jelaga, eritema, sputum dengan arang, petekie, daerah pink sampai abu-abu karena nekrosis, ulserasi, sekresi, mukopurulen. Bronkoskopi serial berguna untuk menghilangkan debris dan sel-sel nekrotik pada kasus-kasus paru atau jika suction dan ventilasi tekanan positif tidak cukup memadai. 9. Proses Penyembuhan Luka Bakar Penyembuhan luka merupakan suatu proses yang kompleks, yang melibatkan respons vaskular, aktivitas seluler dan substansi mediator di daerah luka. Setiap proses penyembuhan luka akan melalui 3
tahapan yang dinamis, saling terkait dan berkesinambungan serta tergantung pada jenis dan derajat luka. Dalam keadaan normal, proses penyembuhan luka mengalami 3 tahap atau fase yaitu: 1) Fase inflamasi 2) Fase proliferasi 3) Fase maturasi atau remodelling B. Algoritma
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN TRAUMA INHALASI Asuhan keperawatan pada klien luka bakar disesuaikan dengan fase luka bakar (Tanizaki, S. 2015). Perawatan Luka Bakar Selama Fase Darurat a. Pengkajian 1) Pemeriksaan ABC (Airway: patensi jalan nafas, Breathing: kemampuan bernafas dan Circulation : kondisi sirkulasi tubuh ). 2) Pada patensi jalan nafas lihatlah sesuatu yang menghalangi jalan nafas penderita. 3) Amati adanya tanda bulu hidung dan alis yang terbakar, suara serak atau stridor, sputum atau liur berwarna kehitaman (mengandung karbon), biasanya penderita luka bakar dengan riwayat terperangkap pada ruang tertutup. 4) Amati luka bakar pada bagian wajah dan leher, karena dapat dicurigai mengalami cedera inhalasi 5) Kaji luas, kedalaman luka bakar. 6) Vital sign. 7) Asupan dan keluaran cairan, residu urine saat pertama kali dipasang cateter. 8) Tingkat kesadaran, status fisiologik, tingkat nyeri serta kecemasan dan perilaku klien. 9) Berat jenis urine, warna urine, pH, kadar glukosa, aseton, protein serta nilai hemoglobbin. b. Diagnosa keperawatan 1) Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d obstruksi trakeobronkial, edema mukosa dan hilangnya kerja silia(inhalasi asap). 2) Defisit volume cairan b.d peningkatan permeabilitas kapiler dan perpindahan cairan dari ruang intravaskular ke ruang intertitial. 3) Resiko tinggi infeksi b.d perubahan primer tidak adekuat : kerusakan perlindungan kulit, jaringan traumatik.
4) Nyeri b.d kerusakan kulit/ jaringan, pembentukan edema, manipulasi jaringan cedera. 5) Perubahan
nutrisi
:
kurang
dari
kebutuhan
b.d
status
hipermetabolik (sebanyak 50% - 60% lebih besar dari proporsi normal pada cedera berat) atau metabolisme protein. 6) Hambatan
mobilitas
fisik
b.d
gangguan
neuromuskular,
nyeri/gangguan rasa nyaman, penurunan kekuatan 7) Kerusakan integritas kulit b.d trauma : kerusakan permukaan kulit karena destruksi lapisan kulit (parsial/luka bakar dalam) 8) Gangguan citra tubuh b.d cedera (luka bakar, persentase luka, kondisi luka, nyeri) c. Rencana Asuhan Keperawatan 1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d obstruksi trakeobronkial, edema mukosa dan hilangnya kerja silia(inhalasi asap). Tujuan
: bersihan jalan nafas efektif.
KH
: menunjukkan bunyi nafas jelas, frekuensi pernapasan
dalam rentang normal, tidak sianosis. Intervensi
Rasional
Mandiri
Mandiri :
1. Kaji reflek menelan
1. Dugaan cedera inhalasi
2. Awasi
frekuensi,
2. Menunjukkan distess
irama,
sianosis,
pernafasan/ edema
kedalaman prnafasan 3. Tinggikan
kepala
3. Meningkatkan ekspansi paru optimal/ fungsi pernafasan.
tempat tidur. Hindari penggunaan
bantal
dibawah kepala sesuai dengan indikasi. 4. Dorongan dalam/batuk
4. Meningkatkan ekspansi paru, memobilisasi, dan drainase
nafas dan
perubahan posisi sering 5. Hisapan lendir pada
sekret. 5. Membantu mempertahankan jalan nafas bersih. 6. Meningkatkan resiko odema
perawatan ekstrim
paru.
6. Awasi 24 jam keluaran cairan.
Kolaborasi 1. O2 memperbaiki
Kolaborasi 1. Berikan
hipoksemia O2
sesuai
2. Data dasar penting untuk
indikasi
pengkajian lanjut status
2. Awasi/ gambaran seri ronsen
pernafasan. 3. Menunjukkan atelektasis/ edema paru. 4. Mengalirkan aliran area
3. Kaji ulang isi ronsen
4. Berikan
dependen paru.
fisioterapi
dada
2. Defisit volume cairan b.d peningkatan permeabilitas kapiler dan perpindahan cairan dari ruang intravaskular ke ruang intertitial. Tujuan
: perbaikan keseimbangan cairan
KH
: haluaran urine adekuat, tanda vital stabil, membran
mukosa lembab. Intervensi
Rasional
Mandiri
Mandiri
1. Awasi TTV
1. Pedoman penggantian cairan
2. Awasi haluaran urine
2. Untuk meyakinkan rata-rata
3. Timbang BB setiap hari 4. Ukur
lingkaran
ekstremitas terbakar setiap hari.
yang
haluaran urine 30-50 ml/jam 3. Penggantian cairan tergantung BB pertama dan perubahan selanjutnya. 4. Memperkirakan luas odema/ perpindahan cairan. Kolaborasi
Kolaborasi
1. Memugkinkan ketat fungsi
1. Pasang kateter urine 2. Berikan
ginjal
penggantian
2. Menggantikan cairan/
cairan IV yang dihitung 3. Awasi
pemeriksaan
elektrolit yang hilang 3. Mengidentifikasi kehilangan
laborator 4. Berikan
darah obat
indikasi
sesuai
4. Mungkin diindikasikan
(diuretik:
untuk meningkatkan
manitol,)
haluaran urine dan mencegah nekrosis
3. Resiko tinggi infeksi b.d perubahan primer tidak adekuat : kerusakan perlindungan kulit, jaringan traumatik. Tujuan
: tidak terjadi infeksi
KH
: mencapai penyembuhan luka tepat waktu, bebas eksudat,
purulen dan tidak demam.
Intervensi
Rasional
Mandiri
Mandiri
1. Isolasi yang tepat 2. Tekankan
teknik
1. Untuk menurunkan proses cuci
tangan yang baik untuk semua invidu
masker
dan
teknik aseptik ketat.
perawatan
balutan
organisme infeksius kontaminasi
silang dari pengunjung
khusus pada mata 6. Ganti
kontaminasi
3. Mencegah terpejan pada
4. Mencegah
4. Batasi pengunjung. 5. Berikan
2. Mencegah silang
3. Gunakan skort, sarung tangan,
infeksi
5. Mata membengkak karena infeksi
dan
6. Air
melembutkan
dan
bersihkan area terbakar.
membantu
Cuci area dengan agen
balutan dan jaribgan parut
pembersih ringan.
7. Meningkatkan
membuang
7. Bersihkan
jaringan
nekrotik
penyembuhan 8. Identifikasi
adanya
8. Periksa luka tiap hari
penyembuhan
9. Awasi
sepsis
TTV
untuk
demam
indikator
Kolaborasi
Kolaborasi 1. Berikan
agen
1. Membantu
untuk
mencegah/
mengontrol
topikal
sesuai indikasi (Mafedin
infeksi
Asetat: sulfaminol)
pilihan pada infeksi luka
2. Berikan tepat,
obat mis:
Toksoid/
dengan
luka.
Antibiotik
bakar invasif.
Tetanus
2. Kerusakan
jaringan/
Antitoksin
perubahan
mekanisme
pertahanan
meningkatkan
klostridial dengan tepat.
risiko
terjadinya
tetanus
atau gangren.
4. Nyeri b.d kerusakan kulit/ jaringan, pembentukan edema, manipulasi jaringan cedera. Tujuan : nyeri berkurang atau hilang KH
: melaporkan nyeri berkurang atau terkontrol, menunjukkan
ekspresi wajah atau postur tubuh rileks, berpartisipasi dalam aktivitas dan istirahat dengan tepat. Intervensi Mandiri
Rasional Mandiri
1. Tutup luka sesegera
1. Suhu tubuh berubah dan
mungkin kecuali
gerakan udara dapat
perawatan luka bakar
menyebabkan nyeri hebat
terbuka
pada pemajanan ujung
2. Tinggikan ekstremitas luka bakar secara periodik
syaraf 2. Peninggian mungkin diperlukan pada awal untuk
3. Kaji keluhan nyeri,
menurunkan pembentukan
perhatikan lokasi/
edema
karakter dan intensitas (skala 0-10)
3. Mengidentifikasi terjadinya komplikasi
4. Dorong ekspresi
4. Pernyataan memungkinkan
perasaan tentang nyeri
pengungkapan emosi dan
5. Tingkatkan periode
dapat meningkatkan
tanpa gangguan
mekanisme koping 5. Kekurangan tidur dapat meningkatkan persepsi nyeri/ kemampuan koping menurun
5. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan b.d status hipermetabolik (sebanyak 50% - 60% lebih besar dari proporsi normal pada cedera berat) atau metabolisme protein. Tujuan
: keseimbangan nutrisi teratasi dalam waktu 2 x 24 jam
Kriteria Hasil : IMT normal, Input dan output seimbang, mukosa lembab, nafsu makan baik Intervensi
Rasional
Mandiri: 1. Auskultasi Bising Usus
1. Ileus
sering
berhubungan
dengan periode pasca luka bakar, tetapi biasanya dalam 46 – 48 jam dimana makanan oral dapat dimulai. 2. Pertahankan jumlah kalori ketat, timbang tiap hari, kaji ulang permukaan
persen
area tubuh
2. Pedoman
tetap
memasuki kalori
untuk
terbuka/luka tiap minggu 3. Berikan porsi
makanan
kecil
dalam
3. Membantu mencegah distensi
tapi
gaster/ketidaknyamanan dan
sedikit
sering
meningkatkan pemasukan 4. Mulut bersih meningkatkan
4. Berikan
kebersihan
oral
rasa dan membantu nafsu
sebelum makan
makan yang baik. Kolaborasi
Kolaborasi:
1. Berguna
1. Rujuk ke ahli diet
dalam
membuat
kebutuhan nutrisi individu dan
mengidentifikasi
rute
yang tepat 2. Memberikan makanan bila 2. Berikan makanan sedikit
pasien tidak mampu untuk
melalui selang enterik bila
mengkonsumsi
dibutuhkan
kalori total harian
6. Hambatan
mobilitas
fisik
b.d
gangguan
kebutuhan
neuromuskular,
nyeri/gangguan rasa nyaman, penurunan kekuatan Tujuan
: mobilitas fisik klien teratasi dalam waktu 2 x 24 jam
Kriteria Hasil : mampu ROM, mampu mengontrol nyeri Intervensi
Rasional
Mandiri : 1. Perhatikan
sirkulasi,
gerakan dan sensasi jari secara sering 2. Lakukan
latihan
1. Meningkatkan
posisi
fungsional pada ekstremitas 2. Mencegah secara progresif
rentang
gerak secara konsisten
mengencangkan
jaringan
parut dan kontraktur 3. Meningkatkan kekuatan dan
3. Jadwalkan pengobatan dan aktivitas perawatan
toleransi
pasien
aktivitas 4. Meningkatkan
4. Bantu dalam mobilitas
terhadap
ambulasi
keamanan
5. Mencegah 5. Berikan tempat tidur yang nyaman
tekanan
lama
pada jaringan 6. Untuk menurunkan jaringan
6. Bersihkan dan tutup luka bakar denngan cepat
parut dan infeksi Kolaborasi:
Kolaborasi:
1. Menurunkan kekakuan otot
1. Beri obat sebelum aktivitas 7. Kerusakan integritas kulit b.d trauma : kerusakan permukaan kulit karena destruksi lapisan kulit (parsial/luka bakar dalam) Tujuan
: kerusakan integritas kulit klien teratasi dalam waktu 2 x
24 jam Kriteria hasil : regenerasi jaringan, kondisi luka baik, tidak infeksi Intervensi
Rasional
1. Pantau TTV dan periksa uka denngan
sering
terhadap
1. Terjadinya
infeksi
menunjang pemulihan luka
bengkok insisi berlebihan, inflamasi 2. Bebat insisi dan berikan peringkat
2. Pemindahan pada tepi luka yang
sembuh.
Jaringan
lemak belum menyatu dan garis jaringan lebih mudah terganggu 3. Gunakan untuk
plester balutan
kertas sesuai
indikasi
3. Penggantian balutan sering mengakibatkan
kerusakan
pada kulit karena perlekatan yang kuat 4. Memberikan
4. Berikan situasi lingkungan yang kondusif
(fisik, peningkatan
dukungan emosional, rasa
kontrol,
dan kemampuan koping) 5. Masalah cepat teratasi 5. Kolaborasi
dengan
tim
medis
8. Gangguan citra tubuh b.d cedera (luka bakar, persentase luka, kondisi luka, nyeri) Tujuan
: gangguan citra tubuh klien teratasi dalam waktu 3 x24
jam Kriteria Hasil : Mampu beradaptasi dengan keterbatasan fungsional (skala 4 dari 1 – 5), Puas dengan penampilan tubuh (skala 4 dari 1 – 5), Mampu menyesuaikan dengan perubahan fungsi tubuh (skala 4 dari 1 – 5), Merasa dirinya berharga (skala 4 dari 1 – 5) Intervensi
Rasional
1. Bantu klien untuk mengenali tindakan
yang
akan
1. Untuk meningkatkan percaya diri klien
meningkatkan penampilannya 2. Fasilitasi dengan
hubungan
klien
individu
yang
2. Untuk meningkatkan percaya diri dan semangat klien
mengalami perubahan citra tubuh yang serupa 3. Identifikasi
dukungan
kelompok
yang
tersedia
3. Untuk mengetahui kekuatan pribadi klien
untuk klien 4. Anjurkan kontak mata dalam
4. Agar klien lebih percaya diri
berkomunikasi dengan orang lain 5. Fasilitasi
lingkungan
aktifitas
yang
meningkatkan
harga
dan akan
5. Agar klien bisa melakukan aktivitas
diri
klien 6. Monitor tingkat harga diri klien dari waktu ke waktu dengan tepat
6. Memantau kondisi klien
DAFTAR PUSTAKA
Rahayuningsih,
T.
(2012).
PENATALAKSANAAN
LUKA
BAKAR
(COMBUSTIO). (Skripsi). Akper poltekkes bhakti mulia sukoharjo. URL: https://ejournal.stikespku.ac.id/index.php/mpp/article/view/11 David J Dries, F. W. (2013). INHALATION INJURY: EPIDEMIOLOGY, PATHOLOGY, TREATMENT STRATEGIES. Dries and Endorf Scandinavian Journal of Trauma, Resuscitation and Emergency Medicine ,
21-31.
URL:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3653783/pdf/1757-724121-31.pdf Walker, P. F. (2015). DIAGNOSIS AND MANAGEMENT OF INHALATION INJURY: AN UPDATED REVIEW. Critical Care , 19:351. URL: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4624587/pdf/13054_2015 _Article_1077.pdf Tanizaki,
S.
(2015).
ASSESSING
INHALATION
INJURY
IN
THE
EMERGENCY ROOM. Open Access Emergency Medicine , vol: 7 hal 31–37.
URL:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4806805/pdf/oaem-7031.pdf Enkhbaatar,
P.
(2017).
CHALLENGES
IN
RESEARCH
ON
THE
PATHOPHYSIOLOGY OF SMOKE INHALATION INJURY AND ITS CLINICAL MANAGEMENT. HHS Public Access , 1-21. URL: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/27707500