Makalah Praktikum Ilmu Kebidanan dan Kemajiran
SAPI PERAH
Disusun Oleh : A. Regita Dwi Cahyani
(O111 16 508)
Adi Saputra Widodo
(O111 16 304)
Anindyka Mentary S.
(O111 16 009)
Astri Caturutami Sjahid
(O111 16 507)
Ayu Lestari
(O111 16 505)
Cristopel Tandirerung
(O111 16 303)
Hafidin Lukman
(O111 16 301)
Muhammad Adlilhaq YJ
(O111 16 312)
Suci Ramdhani
(O111 16 510)
LABORATOTIUM REPRODUKSI PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2019
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Ternak adalah hewan yang telah dijinakkan, dikembang biakkan dan dipelihara oleh manusia untuk diambil dan dimanfaatkan hasil produksinya. Ternak yang dipelihara oleh manusia dapat digolongkan menjadi beberapa golongan berdasarkan hasil produksinya yaitu : (1). Ternak Potong adalah ternak penghasil utama daging, (2). Ternak Perah adalah ternak penghasil utama susu, (3). Ternak Dwiguna adalah ternak penghasil daging atau susu dan biasanya ternak ini juga dipekerjakan oleh petani (Leondro, 2009). Perkandangan merupakan suatu lokasi atau lahan khusus yang diperuntukkan sebagai sentra kegiatan peternakan yang di dalamnya terdiri atas bangunan utama (kandang), bangunan penunjang (kantor, gudang pakan, kandang isolasi) dan perlengkapan lainnya (Syarief dna Sumoprastowo, 2010).Menurut Siregar (2009) dalam pembuatan kandang sapi perah diperlukan beberapa persyaratan yaitu : terdapat ventilasi, memberikan kenyamanan sapi perah, mudah dibersihkan, dan memberi kemudahan bagi pekerja kandang dalam melakukan pekerjaannya. Sistem perkandangan ada dua tipe yaitu stanchion barn dan loose house. Stanchion barn yaitu sistem perkandangan dimana hewan diikat sehingga gerakannya terbatas sedangkan loose house yaitu sistem perkandangan dimana hewan dibiarkan bergerak dengan batas - batas tertentu (Davis, 2010). yang datang dari luar dan tentu saja merugikan seperti hujan, angin, terik matahari, binatang buas dan lain-lain, kandang juga dibutuhkan untuk memudahkan peternak dalam melakukan pengelolaan ternaknya. Kandang yang baik harus memberikan kenyamanan pada ternaknya. Dengan kenyamanan, akan membuat ternak dapat mencapai produksi yang optimal. Kandang sapi perah rakyat di perdesaan umumnya menggunakan bangunan yang sudah ada. Misalnya bekas dapur atau bangunan lain yang sudah tidak lagi digunakan. Hal ini tentu saja dengan kondisi seadanya sehingga baik lokasi, arah maupun kebersihan kandang tidak memenuhi persyaratan. Kandang dapat dibuat dalam bentuk ganda atau tunggal, tergantung dari jumlah sapi yang dimiliki. Pada kandang tipe tunggal, penempatan sapi dilakukan pada satu baris atau satu jajaran. Sedangkan kandang yang bertipe ganda, penempatannya dilakukan pada dua jajaran yang saling berhadapan atau saling bertolak belakang. Diantara kedua jajaran tersebut biasanya dibuat jalur untuk jalan (Davis, 2010). Kandang di daerah tropik tidak perlu dibatasi dengan dinding yang rapat. Daerah tropik sebaiknya menggunakan kandang terbuka atau tanpa dinding. Dengan demikian, ventilasi berjalan baik, temperatur tidak panas dan sinar matahari dapat masuk kedalam kandang. Yang perlu diperhatikan hanyalah tiupan angin keras yang langsung masuk ke kandang. Letak kandang perlu diatur atau diberi pelindung angin. Atap sebaiknya dibuat tinggi. Jika perlu, kandang diberi alat tambahan pengatur udara (Siregar, 2009). I.2. Rumusan Masalah 1. Apa yang di maksud dengan sapi perah? 2. Jelaskan jenis-jenis sapi perah? 3. Jelaskan manajemen perkandangan? 4. Jelaskan fungsi kandang? 5. Jelaskan persyaratan perkandangan sapi perah? 6. Jelaskan jenis-jenis kandang? 7. Jelaskan tatalaksana perkandangan? 8. Jelaskan sanitasi dan kebersihan kandang?
I.3. Manfaat Praktikum Manfaat dari praktikum ini adalah praktikan dapat mengetahui jenis-jenis sapi perah dan bagaimna cara beternak sapi perah yang baik.
Daftar isi
BAB II PEMBAHASAN II.1. Tinjauan Pustaka II.1.1. Sapi Perah. Sapi perah adalah salah satu ternak penghasil susu. Tingginya produksi susu yang dihasilkan mampu mensuplai sebagian besar kebutuhan susu di dunia dibanding jenis ternak penghasil susu yang lain seperti kambing, domba dan kerbau, oleh karena itu sapi perah mempunyai kontribusi besar terhadap pemenuhan kebutuhan susu yang terus meningkat dari tahun ketahun. Ada beberapa jenis sapi perah, yaitu (Leondro, 2009): a. Friesian Holstein (FH) Sapi ini dikenal juga dengan nama Fries Holland yang berasal dari propinsi Friesland di negeri Belanda. Di Belanda sapi ini dikenal dengan nama Fries Hollad , sedangkan di Indonesia terkenal dengan nama Friesian Holstein atau Fries Holland (FH). Di Amerika lebih dikenal dengan nama Holstein Friesian atau disingkat dengan nama Holstein Sapi FH adalah bangsa sapi perah tertua dan menduduki populasi terbesar hampir di seluruh dunia, baik di negara sub tropis maupun negara tropis. Bangsa sapi ini mudah beradaptasi di tempat yang baru. Produksi susu sapi FH adalah paling tinggi diantara bangsa sapi perah lainnya. Ciri-ciri fisik sapi FH : a. Mempunyai warna yang cukup terkenal yaitu belang hitam putih. b. Pada bagian dahi umumnya terdapat warna putih berbentuk segitiga. c. Kaki bagian bawah, perut dan ekor berwarna putih. d. Tanduknya pendek dan menjurus ke depan. e. Berat badan sapi Dewasa : Jantan 900 – 1000 kg, Betina 625 kg. Berat badan anak sapi (pedet) berkisar 40 kg. Sapi FH termasuk bangsa sapi perah yang terbesar badanya diantara bangsa sapi perah lainnya. f. Produksi susu sapi FH di Indonesia ratarata 10 liter/ ekor per hari atau lebih kurang 4500 – 5500 liter per laktasi dengan rata-rata kadar lemak 3,45 %. Produksi susu di daerah asalnya bisa mencapai 7245 kg per laktasi dengan kadar lemak susu 3,5 – 3,7 %. Produksi susu FH tertinggi diantara bangsa sapi perah lainnya namun kadar lemaknya relatif rendah. Warna lemaknya kuning dengan butiran-butiran (globula) lemaknya kecil sehingga baik untuk konsumsi susu segar Sifat-sifat sapi FH : a. Pembawaan yang betina tenang dan jinak, sehingga mudah dikuasai, tetapi yang jantan agak ganas. b. Tidak tahan panas, tetapi mudah beradaptasi dengan lingkungan c. Dewasa Kelamin sapi FH lambat, umur pertama kali dikawinkan 15 – 18 bulan Bangsa sapi FH murni dianggap cacat warna apabila ditemui : (a.) Sapi tersebut berwarna hitam atau putih mulus (b.) Warna hitam pada bagian kaki, perut dan ekor (c). Pada batas warna hitam dan putih terdapat warna bayangan ( gabungan antara warna hitam dan putih ).
Gambar. 1 . Friesian Holstein (Leondro, 2009).
b. Jersey Sapi ini berasal dari pulau Jersey yang terletak di Selat Channel antara Prancis dan Inggris ( terletak di negara Inggris bagian selatan). Nenek moyang dari sapi Jersey adalah sapi liar Bos (Taurus) Typicus Longifrons yang kemudian dikawin silangkan dengan sapi di Paris dan Normandia (Prancis). Ciri-ciri fisik sapi Jersey : a) Warnanya tidak uniform ( seragam) ada yang berwarna kuning sampai hitam, ada pula yang berwarna merah sampai merah tua, tetapi pada bagian tertentu kadang ada warna putihnya. Warna yang umum adalah coklat muda dan warna sapi yang jantan lebih tua. b) Tanduk menjurus ke atas, lebih panjang daripada tanduk sapi FH. c) Berat badan sapi dewasa : jantan 625 kg , Betina 425 kg. d) Produksi susu 2500 liter per laktasi dengan kadar lemak 5,2 %. 14 Lemaknya berwarna kuning, dengan butr-butir lemaknya besar sehingga mudah dibuat mentega. Oleh karena itu sapi jersey banyak ditemukan di derah penghasil mentega. e) Badan Sapi Jersey adalah terkecil diantara bangsa sapi perah lainnya tetapi bentuk badanya paling bagus di antara bangsa-bangsa sapi perah lainnya. Perutnya tampak besar dibandingkan badannya dan ambingnya besar serta bagus sehingga bentuk segi tiga badannya jelas sekali. Sifat-sifat Sapi Jersey : a) Sangat peka dan kurang tenang. b) Sifatnya tidak tenang sehingga mudah terganggu oleh perubahan-perubahan di sekitarnya. c) Lebih tahan panas d. Kemampuan merumput ( Grassing ability ) bagus. d) Tidak begiti jinak. Sapi Jersey jantan lebih ganas. e) Memiliki sifat nerveous atau gelisah dan bereaksi cepat terhadap rangsangan. f) Cepat dewasa .
Gambar 2. Jersey (Leondro, 2009). c. Guernsey Sapi Guernsey berasal dari pulau Guernsey di Inggris Selatan. Sapi Guernsey lebih kuat dan basar dari sapi Jersey. Sapi Guernsey berasal dari sapi liar sub- spesies Bos (Taurus) Typicus longifrons. Ciri-ciri fisik Guernsey : a. Warnanya kuning tua sampai hampir merah dengan belang-belang putih, umumnya Pada bagian muka, sisi perut dan kaki, bulu kipas ekor dan flank. b. Tanduk ukuran sedang, menjurus ke atas dan agak condong ke depan 16 c. Badanya menyerupai Jersey tetapi tidak sebesar Jersey d. Berat badan sapi dewasa : jantan 700 kg, Betina 475 kg e. Produksi susunya 2750 liter per laktasi dengan kadar lemak 5%
Sifat-sifat sapi Guernsey : a. Lebih tenang dari Sapi Jersey tetapi tidak setenang FH b. Cepat menjadi dewasa tetapi sedikit lambat dari Jersey
Gambar 3. Guernsey (Leondro, 2009). d. Brown Swiss Bangsa sapi ini berasal dari derah Switzerland ( Swiss). Bangsa sapi Brown Swiss adalah bangsa sapi perah tertua yang berasal dari spesies sapi liar sub- spesies Bos (Taurus) Typicus Longifrons. Ciri-ciri fisik Sapi Brown Swiss : a. Berwarna coklat keabu-abuan tetapi umumnya berwarna coklat sawo matang. b. Termasuk bangsa sapi perah yang besar. Ukuran badan dan tulang cukup besar hampir sama dengan FH. c. Hidung dan bulu ekornya berwarna hitam d. Berat badan sapi dewasa : jantan 900 kg, betina 600 kg e. Produksi susu tinggi nomer dua setelah FH yaitu 3000 kg / laktasi dengan kadar lemak 4%. Warna lemak susunya agak putih biasanya diolah menjadi keju Sifat-sifat Sapi Brown Swiss : a..Jinak dan mudah dipelihara b.Dewasa kelamin sedang
Gambar 4. Brown Swiss (Leondro, 2009). e. Ayrshire Bangsa sapi ini berasal dari Scotlandia Selatan.
Ciri-ciri fisik Sapi Ayrshire : a. Warna belang merah atau belang coklat putih b. Tanduk agak panjang menjurus ke atas dan agak lurus dengan kepala c. Ukuran tubuhnya sapi Ayrshire terletak antara Sapi Guernsey dan FH d. Berat sapi dewasa : jantan 725 kg, betina 550 kg e. Produksi susu 3500 liter per laktasi dengan kadar lemak 4%. Sifat-sifat Sapi Ayrshire : a. Agak tenang b. Pandai merumput di padang rumput yang tidak begitu subur c. Dewasa kelamin sedang
Gambar 5. Ayrshire (Leondro, 2009). II.1.2. Manajemen perkandangan Waktu anggaran dari sapi menyusui susu bertempat di lingkungan freestall dapat dibagi menjadi 7 kategori utama: memerah susu, makan, berbaring / beristirahat, merenungkan, bersosialisasi di gang-gang, minum, dan berdiri di warung. Buruk dirancang atau fasilitas perumahan salah urus dapat mengubah interaksi sosial yang normal, mengganggu berbohong perilaku, dan menghasilkan lagi berdiri durasi. Misalnya, lumbung penuh sesak dan waktu tunggu yang lama untuk akses ke pemerahan telah ditunjukkan untuk mempengaruhi sapi waktu telah tersedia untuk makan dan berbaring be haviors. Telah ditemukan bahwa sapi bertempat intensif di dalam ruangan mengungkapkan kurang sinkronisasi perilaku dari sapi terus di padang rumput. Namun, dalam sistem susu konvensional, tion synchroniza- perilaku tidak masih terjadi, khususnya di sekitar kali pemerahan dan pengiriman pakan. Untuk ternak sapi perah dengan sistem pemerahan otomatis ( AMS), distribusi peristiwa memerah susu tersebar selama periode 24-jam. Mungkin sebagai akibatnya, kurang sinkron dalam perilaku sapi diperah dengan AMS telah ditemukan dalam penelitian sebelumnya (Deming et al., 2013). Dalam sistem konvensional, itu adalah umum untuk sapi untuk meninggalkan pena sebagai kelompok yang harus diperah dan kemudian untuk memberi makan sebagai sebuah kelompok setelah mereka kembali dari pemerahan, terutama ketika umpan segar tersedia di susun. Ketika sapi dikelola di bawah standar industri dari 0,6 m pakan ruang tidur per ekor, kurang dari 70% dari hewan makan secara bersamaan di puncak kali seperti. Hal ini menunjukkan bahwa batas ketersediaan ruang hewan dari makan gether ke-, terutama pada saat makan populer. Jika ruang makan terbatas, meningkatnya persaingan di antara sapi di tempat tidur pakan dapat menyebabkan beberapa sapi memodifikasi mereka kali makan untuk menghindari interaksi agresif. Ketika membandingkan ruang tamu dan AMS, Wagner-Storch
dan Palmer (2003) mengamati aliran lebih konsisten hewan ke tempat tidur pakan dalam kawanan AMS daripada di sistem konvensional. Ini lebih rendah, persentase lebih konsisten sapi makan pada satu waktu bisa menunjukkan bahwa kurang pakan linear ruang tidur per ekor diperlukan di peternakan AMS (Deming et al., 2013). Ketersediaan unit pemerahan menjadi perhatian ketika mencoba untuk memaksimalkan frekuensi memerah susu, terutama karena selang memerah susu dikenal memiliki pengaruh yang signifikan terhadap produksi susu (Hogeveen et al., 2001). faktor ed sapi-relat-, termasuk produksi susu, tahap laktasi, dan paritas, juga diketahui mempengaruhi memerah frekuensi di AMS. Keberhasilan AMS kemungkinan sebagian besar dipengaruhi oleh hasil gabungan efek dari karakteristik perumahan, manajemen, dan sapi. Dengan demikian, tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan ing hous-, makan manajemen, dan karakteristik sapi di perusahaan susu AMS komersial dan hubungan mereka dengan berdiri dan berbaring pola perilaku dan aktivitas pemerahan (frekuensi dan yield) dari sapi perah laktasi (Deming et al., 2013). II.1.2.1. Fungsi Kandang Fungsi kandang menurut Soeprapto dan Abidin (2010), yaitu: 1. Pelindung ternak dari gangguan cuaca seperti hujan, panas, matahari, terpaan angin maupun cekaman udara. 2. Tempat beristirahat yang nyaman sekaligus aman dari gangguan hewan pengganggu atau predator. 3. sarana yang memudahkan penanganan ternak, terutama dalam pemberian pakan, minum, perawatan kesehatan dan kegiatan lain. 4. Penampung kotoran dan sisa-sisa pakan. 5. Mengontrol ternak agar tidak merusak berbagai fasilitas yang tersebar diseluruh area peternakan Persyaratan perkandangan sapi perah Daerah – daerah yang cerah dengan matahari penuh tinggi atap kendang sebaiknya antara 3,6 – 4,2 m. Ketinggian tersebut sudah cukup untuk membatasi difusi radiasi matahari yang diterima sapi didalam kandang. Pembuatan ventilasi untuk daerah tropis sebaik nya menggunakan ventilasi dinding terbuka dengan penempatan kandang pada letak dataran yang tinggi sehingga ventilasi akan mendapat hembusan angin yang akan mereduksi panas nya suhu tubuh sapi perah (Yani dan Purwanto, 2009). Lokasi kandang harus dekat dengan sumber air, tidak membahayakan ternak dan tidak berdekatan dengan pemukiman penduduk. Lokasi usaha peternakan diusahakan bukan areal yang masuk dalam daerah perluasan kota dan juga merupakan daerah yang nyaman dan layak untuk peternakan sapi perah. Namun, akan lebih baik jika pertenakan berada di dataran tinggi dengan suhu udara yang rendah. Semakin dingin suhu di pertenakan sapi perah semakin baik. Lokasi peternakan sapi perah yang baik adalah daerah dengan suhu rata-rata di bawah 30℃ (Syarif dan Harianto, 2011). Jenis-jenis kandang Menurut Albiantono (2016) jenis-jenis kandang sapi perah ada 3, yaitu: (1) Conventional type/stanchion barn dimana kandang diberi penyekat diantara sapi sehingga ternak tidak bisa bergerak dengan bebas, (2) Loose housing dimana ternak dilepas di kandang yang luas dan dapat bergerak bebas kemana-mana,
(3) sistem kandang freestall pada prinsip nya sama dengan kandang loose housing. Pada kandang freestall diberikan tempat untuk istirahat sapi yang disekat – sekat untuk tiap satu ekor sapi. Ukuran kandang seharusnya memberikan luas daerah sekitar 3 m2 untuk satu sapi. Kandang freestall baik
loose housing untuk sapi yang berproduksi tinggi karena sapi dapat selalu bergerak bebas yang menjaga kesehatan tulang dan mencegah kelumpuhan pada sapi. Tatalaksana perkandangan Kandang dibuat dari kayu atau bambo dengan berlantaikan tembok dan beratapkan genting. Kandang dibuat sejajar dengan ukuran rata-rata 3 m2/ekor (Yunasaf dan Tasripin, 2012). luas kandang mempengaruhi tingkat produksi susu sapi perah. Kandang merupakan bagian yang penting yang harus ada dalam suatu peternakan terutama dalam peternakan sapi perah. Selain kandang berfungsi sebagai pelindung dan tempat beristirahat/berbaring bagi ternak sapi juga memudahkan dalam pemeliharaan/pengelolaannya (Pasaribu et al., 2015).
Luas kandang adalah luas kandang yang ditempati sapi perah (m2). Kandang sapi perah yang baik adalah kandang yang sesuai dan memenuhi persyaratan. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada usaha ternak sapi perah “Tarekat MSC” menunjukkan lokasi kandang cukup baik. Hal ini ditunjang dari jarak kandang dengan pemukiman penduduk cukup jauh. Konstruksi kandang kuat dan tahan lama sesuai pendapat BP3. Kandang sapi perah dilengkapi dengan bak pakan dan saluran pembuangan. Tiang kandang terbuat dari kayu dan besi serta beratapkan seng. Lantai semen, tetapi kemiringannya tidak sesuai dengan konstruksi kandang sapi perah. Kapasitas kandang sekitar 30 ekor, tetapi hanya terisi 27 ekor (Londa et al., 2013). Sanitasi dan kebersihan kandang Sanitasi kandang merupakan suatu kegiatan pencegahan yang meliputi kebersihan bangunan tempat tinggal ternak atau kandang dan lingkungannya dalam rangka untuk menjaga kesehatan ternak sekaligus pemiliknya (Zuroida dan Azizah, 2018). Kandang adalah bangunan sebagai tempat tinggal ternak, yang ditujukan untuk melindungi ternak terhadap gangguan dari luar yang merugikan seperti : terik matahari, hijau, angin, gangguan binatang buas, serta untuk memudahkan dalam pengelolaan (Ilhamsyah, 2015). Beberapa hal yang dapat mempengaruhi kondisi sanitasi kandang antara lain lokasi kandang, konstruksi bangunan kandang, kebersihan kandang dan kepadatan lalat. Penempatan kandang sebaiknya tidak menjadi satu dengan rumah atau jarak minimal 10 meter dari rumah maupun dari bangunan umum lainnya, lokasi kandang lebih tinggi dari sekitarnya, tersedia air bersih yang cukup dan terdapat tempat untuk pembuangan kotoran atau sisa pakan ternak sapi perah. Selain lokasi kandang, hal lain yang mempengaruhi kondisi sanitasi kandang yaitu konstruksi bangunan kandang (Zuroida dan Azizah, 2018) Sanitasi kandang dilakukan beberapa tahap setelah pembersihan kandang meliputi membersihkan tempat makan dan tempat minum dan membersihkan kotoran sapi potong yang berada di dalam kandang. Sanitasi kandang adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh peternak untuk kebersihan kandang dan lingkungannya. Kandang dan lingkungannya harus selalu bersih, karena produksi sapi perah berupa air susu yang mudah rusak. Untuk itu ketersediaan air bersih yang cukup pada usaha pemeliharaan sapi perah mutlak diperlukan (Qomarudin dan Purnomo, 2011) Persayarat kandang dinyatakan dengan sanitasi layak, yaitu (Ilhamsyah, 2015): 1. Lantai Kandang Ternak a. Harus kuat, tahan lama, tidak licin dan tidak terlalu kasar, mudah dibersihkan dan mampu menopang beban yang ada diatasnya.
b. Dapat berupa tanah yang dikeraskan, beton, pasir semen (PC) dan kayu yang kedap air. Tingkat kemiringan lantai kandang sangat penting untuk menjaga drainase kandang. c. Tingkat kemiringan lantai tidak boleh lebih dari 5% artinya perbedaan tinggi antara lantai depan dengan lantai belakang pada setiap panjang lantai 1 meter tidak boleh lebih dari 5 cm. 2. Kerangka Kandang Ternak Dapat terbuat dari bahan yang tersedia di tempat seperti kayu turi, kelapa, pinang dan bambu dan disesuaikan dengan tujuan pembuatan pemeliharaan dan kondisi yang ada. 3. Atap Kandang Ternak a. Dapat dibuat dari bahan yang murah seperti atap alang-alang, daun kelapa atau mengunakan seng dan asbes. b. Untuk atap yang berasal dari daun kelapa dan alang-alang perlu lebih miring berkisar 30% sehingga air hujan yang jatuh dapat segera mengalir sedangkan atap seng dan asbes kemiringan minimal 15% untuk dapat menjamin air hujan dapat mengalir dengan baik. Untuk daerah kering beriklim kering sebaiknya ketingggian atap minimal 3,5 meter untuk menjamin sirkulasi udara didalam kandang. 4. Dinding Kandang Ternak Untuk daerah kering beriklim kering seperti di Nusa Tenggara Barat harus terbuka dan sebaiknya hanya berupa kayu palang untuk menjaga ternak tidak keluar dan kayu palang tertinggi harus lebih tinggi dari sapi waktu berdiri. 5. Kondisi Kandang Fungsi utama kandang adalah untuk menjaga supaya ternak tidak berkeliaran dan memudahkan pemantauan serta perawatan ternak. Kondisi bangunan kandang yang baik harus bisa memberikan jaminan hidup yang sehat dan nyaman. Bangunan kandang diupayakan pertama-tama untuk melindungi ternak dari perubahan cuaca atau iklim yang ekstrim (panas, hujan dan angin), mencegah dan melindungi ternak dari penyakit, menjaga keamanan ternak dari pencurian, memudahkan pengelolaan ternak dalam proses produksi seperti pemberian pakan, minum, pengelolaaan kotoran/limbah dan perkawinan, meningkatkan efisiensi penggunaan tenaga kerja. 6. Lokasi Kandang Ternak a. Tidak menjadi satu dengan rumah tinggal, jaraknya ± 10 meter. b. Tidak berdekatan dengan bangunan umum atau lingkungan yang terlalu ramai. c. Lokasi kandang sebaiknya lebih tinggi dari sekitarnya. d. Tersedia tempat penampungan kotoran dan limbah/sisa-sisa pakan. e. Tersedia air bersih dalam jumlah yang cukup. 7. Arah Kandang Ternak. Arah bangunan kandang tunggal sebaiknya menghadap ke timur, sedang untuk bangunan kandang ganda sebaiknya membujur utara selatan. Maksudnya agar sinar matahari pagi dapat masuk kedalam kandang untuk membantu proses pembentukan vitamin D dalam tubuh ternah sekaligus sebagai pembasmi bibit penyakit. 8. Kebersihan Kandang Ternak Kandang dan lingkungannya harus selalu bersih, karena produksi sapi perah berupa air susu yang mudah menyerap bau dan mudah rusak. Untuk itu ketersediaan air bersih yang cukup pada usaha pemeliharaan mutlak diperlukan. 9. Kebersihan Ternak Sapi perah harus selalu bersih, karena akan berdampak kepada kesehatan sapi itu sendiri, caranya yaitu dengan memandikannya sebelum diperah susunya. Biasanya dilakukan dua kali sehari, yaitu pada pagi dan siang hari. 10. Pemberian Pakan dan Minuman Ternak Agar kondisi sapi perah terjaga kesehatannya, maka perlu diberikan pakan hijau dan konsentrat yang seimbang dan memenuhi kebutuhan standar gizi disamping minum
dalam jumlah yang cukup. Strain bakteri dapat digunakan untuk sumber gizi yang baik, kombinasi yang digunakan adalah kombinasi Eschericia coli (E) dan Klebsiella pneumoniae (K). Probiotik dalam bentuk cair dicampurkan dalam ransum. Pemberian pakan berdasarkan kebutuhan diberikan dua kali sehari pada pagi dan sore dan pemberian air minum secara ad libitum. 11. Kesehatan Ternak Kesehatan sapi perah juga perlu dijaga agar produksi tetap tinggi dan kualitasnya baik, dengan jalan menjaga kebersihan kandang ternaknya. 12. Kotoran Ternak Pembuangan kotoran hewan adalah tempat dimana semua benda atau zat yang tidak dipakai lagi oleh tubuh dan harus dikeluarkan dari dalam tubuh. Kotoran hewan ternak adalah limbah hasil pencernaan sapi maupun hewan dari subfamili lainnya. Kotoran hewan memiliki warna yang bervariasi dari kehijauan hingga kehitaman, tergantung makanan yang dimakannya. Setelah terpapar udara, warna dari kotoran hewan tersebut cenderung menjadi gelap. Didalam kotoran ternak terdapat banyak sekali bakteri, baik bakteri yang bersifat baik untuk kesuburan tanah dan yang buruk sebagai bakteri pencemar lingkungan misalnya bakteri Escherichia coli. Jarak horizontal sumur ke arah hulu dari aliran air tanah atau sumber pengotoran (kandang dan tangki septic tank) lebih dari 11 meter. Kebersihan kandang harus selalu dijaga dengan cara melakukan pembersihan kandang setiap harinya. Frekuensi dalam melakukan pembersihan kandang bervariasi tergantung masing-masing peternak. Pada umumnya, pembersihan kandang sapi perah dilakukan sebanyak dua kali dalam sehari yaitu sebelum melakukan proses pemerahan sapi. Kebersihan kandang merupakan hal yang penting dalam menjaga kondisi sanitasi kandang. Menjamin kondisi kebersihan kandang maka diperlukan kebijakan dan prosedur untuk melakukan pembersihan kandang. Pada peternak sapi perah, salah satu kebijakan atau prosedur pembersihan kandang yaitu melakukan pembersihan kotoran ternak secara rutin setiap harinya. Frekuensi dalam melakukan pembersihan kandang tergantung pada peternak masing-masing (Zuroida dan Azizah, 2018). Pencegahan penyakit sedini mungkin dilakukan dengan menjaga kebersihan kandang, kebersihan ternak dan memberikan pakan sesuai dengan kebutuhan. Prevalensi penyakit ternak berkaitan juga dengan kondisi kandang yang buruk (Simamora et al., 2015).
BAB III PENUTUP Kesimpulan Saran
Daftar pustaka Davis, R.F. 2010. Modern Dairy Cattle Management . Prentice Hall, Inc :Amerika Serikat. Siregar, Soribasya, M.S. 2009. Sapi Perah. Penebar. Swadaya : Jakarta. Syarief, M. Z. dan C. D. A. Sumoprastowo. 2010. Ternak Perah. CV. Yasaguna : Jakarta. Soeprapto, H. Dan Z. Abidin. 2010. Kiat Mengatasi Permasalahan Praktis Cara Tepat Penggemukan Sapi Potong. Jakarta: Pt Agromedia Pustaka Leondro, Henny. 2009. Dasar Ternak Perah. Malang: Fakultas Peternakan Universitas Kanjuruhan. Yani A, BP Purwanto. 2009. Pengaruh Iklim Mikro terhadap Respons Fisiologis Sapi Peranakan Fries Holland dan Modifikasi Lingkungan untuk Meningkatkan Produktivitasnya. Media Peternakan. 29 (1): 35-46. Syarif, E.K dan B.Harianto. 2011. Buku Pintar Beternak dan Bisnis Sapi Perah. AgroMedia : Jakarta. Qomarudin, muridi., dan ahmad nurudin purnomo. 2011. Studi manajemen pemberian pakan pada ternak sapi potong di kelompok tani ternak mekar sari desa tambak rigadung kecamatan tikung Kabupaten lamongan. Jurnal ternak. Vol.02, no.01. Zuroida, Rizqi,. Dan R. Azizah. 2018. SANITASI KANDANG DAN KELUHAN KESEHATAN PADA PETERNAK SAPI PERAH DI DESA MURUKAN KABUPATEN JOMBANG. Jurnal Kesehatan Lingkungan. Vol.10 , No.4, 434-440. Ilhamsyah, Andi. 2015. Gambaran Sanitasi Kandang Ternak Sapi Dengan Kualitas Air sumur Gali di Desa Pendem Kecamatan Kembang Kabupaten Jepara [Skripsi]. Unnes Press : Semaranng Zuroida, Rizqi dan R. Azizah. 2018. Sanitasi Kandang dan Keluhan Kesehatan Pada Peternak Sapi Perah Di Desa Murukan Kabupaten Jombang. Jurnal Kesehatan Lingkungan. 10(4) : 434-440 Simamora, T., A. M. Fuah, A. Atabany, dan Burhanuddin. 2015. Evaluasi Aspek Teknis Peternakan Sapi Perah Rakyat di Kabupaten Karo Sumatera Utara. Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan. 3(1) : 52-58 Albiantono, L. 2016. Manajemen Perkandangan Pada Sapi Perah Di CV. Capita Farm, Desa Sumogawe, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. [SKRIPSI]. Universitas Diponegoro : Semarang. Deming, J.A., R. Bergeron, K.E Leslie, dan T.J Devries. 2013. Associations of housing, management, milking activity, and standing and lying behavior of dairy cows milked in automatic systems. J. Dairy Sci. 96 (1):344–351 Londa, P. K., P. O. V. Waleleng. R. A. J. Legrans-A, dan Femi H. Elly. 2013. Analisis Break Even Point (Bep) Usaha Ternak Sapi Perah “Tarekat Msc” Di Kelurahan Pinaras Kota Tomohon. Jurnal Zootek. 32(1) : 168-166. Pasaribu, A., Firmansyah, dan Nahdi I. 2015. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produksi Susu Sapi Perah Di Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara. Jurnal IlmuIlmu Peternakan. 18(1) : 28-35. Yunasaf, U. dan Didin S. Taripin. 2012. Peran Penyuluh dalam Proses Pembelajaran Peternak Sapi Perah di KSU Tandangsari Sumedang (The Role of Extension Agent in Learning
Process Dairy Farmer in KSU Tandangsari Sumedang. Jurnal Ilmu Ternak. 12(1) : 4146.