Makalah Lbm 3 Fix, Tinggal Permasalahan Nmor 4 Sama Algorithma Kak Plus Kesimpulan Hehe-1.doc

  • Uploaded by: yuliasminde
  • 0
  • 0
  • August 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Lbm 3 Fix, Tinggal Permasalahan Nmor 4 Sama Algorithma Kak Plus Kesimpulan Hehe-1.doc as PDF for free.

More details

  • Words: 4,873
  • Pages: 28
BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian utama dikalangan usia produktif khususnya di negara berkembang. Hal ini diakibatkan karena mobilitas yang tinggi di kalangan usia produktif sedangkan kesadaran untuk menjaga keselamatan di jalan masih rendah disamping penanganan pertama yang belum benar benar rujukan yang terlambat. Cedera pada otak bisa berasal dari trauma langsung atau tidak langsung pada kepala. Trauma tidak langsung disebabkan karena tingginya tahanan atau kekuatan yang merobek terkena pada kepala akibat menarik leher. Trauma langsung bila kepala langsung terluka. Semua itu berakibat terjadinya akselerasi-deselerasi dan pembentukan rongga.. trauma langsung juga menyebabkan rotasi tengkorak dan isinya. Kekuatan itu bisa terjadi seketika atau menyusul rusaknya otak oleh kompresi, goresan atau tekanan. Trauma kapitis adalah trauma mekanik terhadap kepala baik secara langsung maupun tidak langsung yang menyebabkan gangguan fungsi neurologis yaitu gangguan fisik, kognitif, fungsi psikososial baik temporer maupun permanen.

1.2 TUJUAN LBM III “Collateral Damage”

Page 1

1. 2. 3. 4.

Mahasiswa Dapat Menjalaskan Tentang Definisi & Jenis-Jenis Gangguan Afektif. Mahasiswa Dapat Menjalaskan Tentang Gejala & Tanda Gangguan Afektif. Mahasiswa Dapat Menjelaskan Tentang Terapi Gangguan Afektif. Mahasiswa Dapat Menjelaskan Tentang Pedoman Diagnosis Gangguan Afektif.

1.3 MANFAAT Manfaat dari penyusunan laporan Pleno LBM III yang berjudul “COLLATERAL DAMAGE” agar mahasiswa FK Unizar mampu memahami dan menjelaskan bagaimana mekanisme keluhan pada skenario bisa terjadi, apa diagnosa banding yang bisa didapatkan, apa diagnose kerja dan penatalaksanaanya.

BAB II PEMBAHASAN

2.1 DATA TUTORIAL Hari/tanggal sesi 1 : hari senin,06 November 2017 Hari/tanggal sesi 2 : hari rabu,08 November 2017 Tutor : dr.Cheryl (Nama panjang?) Moderator : Made Bagus Cahaya Maha Putra LBM III “Collateral Damage”

Page 2

Sekretaris : Muhlisin Amin 2.2 SKENARIO LBM LBM III “COLLATERAL DAMAGE” Skenario Tn Y,25 tahun dibawa ke IGD RS setelah mengalami kecelakaan lalu lintas akibat tertabrak pembalap liar.Lokasi kejadian berjarak 30 menit dari IGD .Tn.Y tidak memakai helm saat dibawa dan diketahui sempat tidak sadar selama 10 menit,ketika sadar ia kembali mengeluh kepalanya terasa nyeri dan tubuh bagian bawah mati rasa.Setelah muntah sebanyak 3 kali,kemudian kembali tidak sadarkan diri .Saat dilakukan pemeriksaan fisik ditemukan racoon eyes dan batlesign + .Pada tulang belakang terdapat jejas kebiruan setinggi vertebrae thoracal 5. Tn.Y saat dirangsang nyeri mampu menggerakkan kelopak mata,namun mata pasien tidak terbuka,menunjukkan fleksi abnormal pada sisi kanan dan tidak dapat digerakkan pada sisi kiri.TD : 70/50 mmHg,pernafasan : cheynes stokes,Nadi : 132x/menit T : 38,8 C tampak jejas dengan ukuran 5 x 10 cm pada parietal kanan.Pupil mengalami dilatasi ipsilateral dan refleks cahaya pada kedua pupil menurun.Respon verbal hanya berupa erangan.Segera setelah primary survei,dilakukan pemasangan ET pada pasien dan dipasang double line intravenous fluid drainage untuk mencegah hipovolemia. Apakah yang terjadi pada pasien ini?

2.3 PEMBAHASAN LBM I. KLARIFIKASI ISTILAH 1. Racoon eyes? Racoon eyes atau ekimosis periorbital : warna gelap atau bercak kehitaman sekitar orbital yang merupakan indikator untuk menilai adanya fraktur pd basis cranii yang terjadi ketika fraktur mengenai meningen. 2.

Cheynes stokes

LBM III “Collateral Damage”

Page 3

Cheynes stokes adalah pernafasan abnormal yg ditandai dengan osilasi antara apneu dengan hiperapneu yang mengompensasi perubahan tekanan parsial O2. 3.

Batle sign Batle sign adalah warna kehitaman dibelakang telinga diatas os mastoid yg disebabkan oleh fraktur yg merusak sinus sigmoid yg merupakan tanda cedera kepala.

4.

II.

III.

Double line intravenous fluid Pemberian cairan dua jalur di lengan secara IV.

IDENTIFIKASI MASALAH 1. Bagaimana mekanisme terjadinya keluhan pasien? 2. Tanda dan gejala dari brain injury? 3. Klasifikasi cidera kapitis? 4. Bagaimana penanganan pre-hospital pasien? 5. Jelaskan hasil dari interpretasi pada skenario? 6. Indikasi pemasangan double line intra venous fluid dan ET.? 7. Ciri-ciri peningkatan TIK dan penyebab?

BRAIN STORMING 1. Bagaimana mekanisme terjadinya keluhan pasien? - Racoon eyes Disebabkan oleh f.basis cranii,seringkali dikaitkan robekan dengan duramater -

Mekanisme terjadinya keluhan pada pasien berawal dari trauma hingga penekanan bagian-bagian kepala yang mengakibatkan tanda dan gejala yang dialami oleh pasien dijelaskan dalam bagan sebagai berikut : TRAUMA

LBM III “Collateral Damage”

Page 4

Darah Parietal dan Temporal

Arteri meningen media robek

Terjadi perdarahan (sedikit-sedikit) diantara tulang tengkorak dan duramater

Hematoma epidural

Mendesak dan melepaskan duramater lebih lanjut dari tulang kepala

Hematoma bertambah besar

Menekan lobus otakke bawah dan dalam

Bagian medial lobus mengalami herniasi dibawah pinggiran tentorium

Yang juga akan menekan bagian-bagian otak

MO -

-

Mengandung banyak nucleus saraf cranial yang berhubungan tengan td vital.(regulasi denyut nadi dan nafas) Terletak didalam fossa cranii dibawah tentorium cerebrii dan diatas foramen magnum

Terdesak dan cenderung ke arah bawah yg resistensinya rendah TIK meningkat Herniasi medulla kebawah melalui foramen magnum

LBM III “Collateral Damage” -

Sakit kepala Gg pernafasan Gg vital

Mesensefalon Ujung atas tungkai otak/batang otakyang sempit Memiliki 2 nucleus n.cranial(nucleus n.iii & n.iv

Lobus Parietal 

Tertekan

Jikaterjadi trauma atau desakan pada n.iii Paralisis M.levator

Malfungsi

Palvebra ipsilateral

nucleus parasimpatikus n.iii Dilatasi pupil yg tidak sensitif terhadap cahaya dan tidak kontraksi saat akomodasi

Page 5

2. Tanda dan gejala dari brain injury? Jawab : Tanda dan gejala berdasarkan efek segera dan efek lambat adalah sebagai berikut : • Segera : - Bingung - Agitasi - Somnolen - Nyeri kepala hebat • Efek lambat : - Bradikardi - Penurunan GCS - Hipertensi - Dilatasi pupil Tanda dan gejala berdasarkan efek terhadap fisik,Kognitif dan emosional serta kepribbadian pasien adalah sebagai berikut : • Fisik : - Nyeri kepala - Nausea - Vomitus • Kognitif - Gg memori dan perhatian • Emosional dan kepribadian - Iritable 3. Klasifikasi cidera kapitis? Jawab : Berdasarkan GCS : - CKB = 3-8 - CKS = 9-13 - CKR = 14-15 CKB : >24 Jam,kontusio cerebral,hematoma dan laserasi. Post Conclusive syndrome (diplopia,emosi labil,dll) CKS : >30 menit, amnesia retrograd, fraktur tengkorak. CKR : <30 Menit,amnesia retrograt, fraktur tengkorak(-) 4. Bagaimana penanganan pre-hospital pasien? Penanganan Pre-Hospital pada pasien adalah sebagai berikut : Call for help • A = Cek jalan nafas, stridor dll. Long spine board. LBM III “Collateral Damage”

Page 6

• B = Mempertahankan nafas. • C = Cek suhu,nadi. • D = Cidera leher(collar neck) 5. Jelaskan hasil dari interpretasi pada skenario? - Nadi = meningkat - Temperatur = meningkat - GCS = E2V2M3 (CKB) - Suhu = Menigkat - TD = Hipotensi - Pernafasan = Cepat dangkal dan ireguler akibat dari kompensasi kekurangan O2 jaringan 6. Indikasi pemasangan double line intra venous fluid dan ET.? • ET : - Kemungkinan obstruksi jalan nafas atas - Anastesi - Ventilasi mekanik • DLIVF - Nadi >120 - Nadi <80 - Perdarahan hebat - CKB - Syok

IV.

7. Ciri-ciri peningkatan TIK? - Mengalami gelisah - Iritabilitas - Penurunan GCS - Pupil ptosis - Diplopia - Penurunan ketajaman pengelihatan - Penurunan dari kekuatan genggam. - Penurunan respon pada sentuhan - Sakit kepala - Mual muntah - Adanya sedikit gangguan memori RANGKUMAN PERMASALAHAN

LBM III “Collateral Damage”

Page 7

V.

LEARNING ISSUE 1. Anatomi fisiologi kepala 2. Tanda spesifik, penanganankegawat daruratan serta komplikasidanefek pada hematom : - Epidural - Subdural - subarachnoid 3. Algoritma syok hipovolemik. 4. Pada f.basis cranii,bolehkah pasang NGT? 5. Diagnosis pada skenario?

VI.

REFERENSI Maslim Snell S., Richard. Neuroanatomi Klinik. Edisi Ke-Lima. Jakarta: EGC. 2006. Hal: 235-239 Widjoseno-Gardjito. Trauma Kepala. Dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Ke-Dua. Editor:R. Syamsurijat dan Wim De Jong. Jakarta: EGC. 2004. Hal: 337-342 Hafid A. Epidural Hematoma. Dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Ke-Dua. Editor: R.Syamsurijat dan Wim De Jong. Jakarta: EGC 2004. Hal: 818-819 Anderson S. McCarty L. Cedera Susunan Saraf Pusat. Dalam Patofisiologi. Edisi Keempat. Anugrah P. Jakarta: EGC. 1995. Hal: 1014-1016 Irwana, Olva. Cedera Kepala. Dalam: Files DrsMed Fakultas Kedokteran Universitas Riau.2009.

LBM III “Collateral Damage”

Page 8

Price D. Epidural Hematoma. Http://www.emedicine.com

VII. PEMBAHASAN LEARNING ISSUE 1. Anatomi Kepala a. Kulit Kepala (Scalp) Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut sebagai SCALP yaitu : 1. Skin atau kulit 2. Connective Tissue atau jaringan penyambung 3. Aponeurosis atau galea aponeurotika 4. Loose areolar tissue atau jaringan penunjang longgai 5. Perikranium jaringan penunjang longgar memisahkan galea aponeurotika dari perikranium dan merupakan tempat tertimbunnya darah (hematoma subgaleal). Kulit kepala memiliki banyak pembuluh darah sehingga bila terjadi perdarahan akibat laserasi kulit kepala akan menyebabkan banyak kehilangan darah, terutama pada bayi dan anak-anak.

Gambar 1. Lapisan kranium

B. Tulang Tengkorak Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii. Kalvaria khususnya di regio temporal adalah tipis, namun disini dilapisi oleh otot temporalis.Basis kranii berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai bagian dasar otak saat bergerak akibat proses akselerasi dan deselerasi.tengkorak LBM III “Collateral Damage”

Page 9

Dasar dibagi atas 3 fosa yaitu anterior, fosa media dan fosa posterior, a anterior adalah tempat lobus frontalis,fosa adalah tempat lobus temporalis dan fosa posterior adalah ruang bagi bagian bawah otak dan serebelum. C. Meningen Selaput meningen menutupi seluruh permukaan dan terdiri dari 3 lapisan yaitu:dura mater,arakhnoid dan pia mater. Dura mater adalah , selaput yang keras,terdiri atas jaringan ikat yang melekat erat pada permukaan dalam dari kranium.Pada otak,pembuluh-pembuluh vena pada permukaan otak menuju sinus superior di garis tengah atau disebut Bridging Veins,dapat mengalami robekan dan dapat terjadi perdarahan subdural. Pada otak, pembuluh-pembuluh vena yang pada permukaan otak menuju sinus superior di garis tengah atau disebut Bridging Veins, dapat mengalami robekan dan perdarahan subdural. Pada beberapa tempat tertentu duramater membelah 2 lapis membentuk sinus venosus besar mengalirkan darah vena dari otak.Sinus superior mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan sinus sigmoideus. Sinus moideus umumnya lebih dominan di sebelah nan. Laserasi dari sinus-sinus ini dapat Higakibatkan perdarahan hebat. Arteri-arteri meningeal terletak antara duramater in permukaan dalam dari kranium (ruang dural). Adanya fraktur dari tulang kepala dapat menyebabkan

laserasi

pada

arteri-arteri

dapat

menyebabkan

perdarahan epidural. ing paling sering mengalami cedera adalah ten meningea media yang terletak pada fosa nporalis (fosa media). Di bawah dura mater terdapat lapisan kedua yaitu meningen, yang tipis dan tembus pandang tebut selaput arakhnoid. Lapisan ketiga ialah pia mater yang melekat erat pada mukaan korteks serebri. Cairan

serebrospinal

bersirkulasi

dalam

ruang

subarakhnoid.

Perdarahan sub arakhnoid umumnya disebabkan akibat cedera kepala. D. Otak

LBM III “Collateral Damage”

Page 10

Otak manusia terdiri dari serebrum, serebelum dan batang otak. Serebrum terdiri atas hemisfer kanan dan kiri yang dipisahkan oleh falks serebri, yaitu lipatan duramater dari sisi inferior sinus sagitalis superior. Pada hemisfer serebri kiri terdapat pusat bicara manusia yang bekerja dengan tangan kanan, dan juga pada lebih dari 85% orang kidal. Hemisfer otak yang mengandung pusat bicara sering disebut sebagai hemisfer dominan. Lobus frontal berkaitan dengan fungsi emosi, fungsi motorik dan pada sisi dominan mengandung pusat ekspresi bicara (area bicara motorik). Lobus parietal berhubungan dengan fungsi sensorik dan orientasi ruang.Lobus temporal mengatur fungsi memori tertentu. Pada semua orang yang bekerja dengan tangan kanan dan sebagian besar orang kidal, lobus temporal kiri bertanggungjawab dalam kemampuan penerimaan rangsang dan integrasi bicara.Lobus oksipital bertanggungjawab dalam proses penglihatan. Batang otak terdiri dari mesensefalon (midbrairi), pons dan medula oblongata.Mesensefalon dan pons bagian atas berisi sistem aktivasi retikular yang berfungsi dalam kesadaran dan kewaspadaan. Pada medula oblongata terdapat pusat kardiorespiratorik, yang terus memanjang sampai medula spinalis di bawahnya. Lesi yang kecil saja pada batang otak sudah dapat menyebabkan

defisit

bertanggungjawab

neurologis dalam

yang

fungsi

berat

Serebelum

koordinasi

dan

keseimbangan,terletak dalam fosa posterior, berhubungan dengan medula spinalis, batang otak dan juga kedua hemisfer serebri. E. Cairan Serebrospinalis Cairan serebro spinal (CSS) dihasilkan oleh pleksus khoroideus (terletak di atap ventrikel) dengan kecepatan produksi sebanyak 20 ml/jam. CSS mengalir dari ventrikel lateral melalui foramen Monro menuju ventrikel III, akuaduktus dari Sylvius menuju ventrikel IV. Selanjutnya CSS keluar dari sistim ventrikel dan masuk ke dalam ruang subarakhnoid yang berada di seluruh permukaan otak dan medula spinalis. CSS akan direabsorbsi ke dalam sirkulasi vena melalui granulasio arakhnoid yang tardapat pada sinus sagitalis LBM III “Collateral Damage”

Page 11

superior. Adanya darah dalam. CSS dapat menyumbat granulasio arakhnoid sehingga mengganggu penyerapan CSS dan menyebabkan kenaikan tekanan intrakranial (hidrosefalus komunikans pasa trauma). F. Tentorium Tentorium serebeli mernbagi rongga tengkorak menjadi ruang supratentorial (terdiri dari fosa kranii anterior dan fosa kranii media) dan ruang infratentorial(berisi fosa kranii posterior). Mesensefalon (midbrain) menghubungkan hemisfer serebri dengan batang otak (pons dan medula oblongata) dan berjalan melalui celah lebar tentorium serebeli yang disebut insisura tentorial. 2. Tanda spesifik, penanganan kegawat daruratan serta komplikasi dan efek pada hematom : - Epidural Hematom Terjadiperdarahan pada ruang tengkorak dan duramater.akibat robeknya arteri meningen media. Ditandai dengan : • Lusit interval. Adanya fase sadar antara 2 fase tidak sadar. • Keluar darah dari telinga • Mual • Pusing • Kesadaran menurun secara progresif • Memar disekitar mata dan belakang telinga • Ditmeukan hematomsubkutan pada kepala • Gejala lateralisasi. • Refleks patologis spesifik.

Penanganan Terapi medikamentosa Elevasi kepala 300 dari tempat tidur setelah memastikan tidak ada cedera spinal atau gunakan posisi trendelenburg terbalik untuk mengurang tekanan intracranial dan meningkakan drainase vena.(9)

LBM III “Collateral Damage”

Page 12

Pengobatan yang lazim diberikan pada cedera kepala adalah golongan dexametason (dengan dosis awal 10 mg kemudian dilanjutkan 4 mg tiap 6 jam), mannitol 20% (dosis 13 mg/kgBB/hari) yang bertujuan untuk mengatasi edema cerebri yang terjadi akan tetapi hal ini masih kontroversi dalam memilih mana yang terbaik. Dianjurkan untuk memberikan terapi profilaksis dengan fenitoin sedini mungkin (24 jam pertama) untuk mencegah timbulnya focus epileptogenic dan untuk penggunaan jangka panjang dapat dilanjutkan dengan karbamazepin. Tri-hidroksimetil-amino-metana (THAM) merupakan suatu buffer yang dapat masuk ke susunan saraf pusat dan secara teoritis lebih superior dari natrium bikarbonat, dalam hal ini untuk mengurangi tekanan intracranial. Barbiturat dapat dipakai unuk mengatasi tekanan inrakranial yang meninggi dan mempunyai efek protektif terhadap otak dari anoksia dan iskemik dosis yang biasa diterapkan adalah diawali dengan 10 mg/kgBB dalam 30 menit dan kemudian dilanjutkan dengan 5 mg/ kgBB setiap 3 jam serta drip 1 mg/kgBB/jam unuk mencapai kadar serum 3-4mg%.(8) Komplikasi : -

Terjadi edema cerebri Kompresi batang otak.

Adverse effect : - Peningkatan TIK -

LBM III “Collateral Damage”

Distorsi struktur otak herniasi

Page 13

LBM III “Collateral Damage”

Page 14

- Subdural Hematom Dibagi menjadi 3. 1. Akut, timbul segera setelah beberapa jam setelah trauma. <5mm 2. subakut, timbul beberapa hari setelah trauma. >5mm 3. Kronis Lebih dari 10 hari,dan hematoma membentuk kapsul yang sewaktu-waktu pecah sehingga bisa memicu tumor cerebri. Penanganan : - Lihat penurunan TIK - Berikan manitol 0,52/KgBB Tindakan operatif : - Craniotomi. Dibuka >3cm - Minimal Craniotomi : dengan sistem vakumdrainasidan -

irigasi dengan cairan sodium clorida. Dibuka <3cm Single twice drill trepanasi.

Komplikasi : - Hemiparise - Afasia - Epilepsi - Hidrocephalus - Subdural empiema

LBM III “Collateral Damage”

Page 15

LBM III “Collateral Damage”

Page 16

- Subarachnoid Hematoma Subarachnoid hemorrhage adalah pendarahan ke dalam ruang (ruang subarachnoid) diantara lapisan dalam (pia mater) dan lapisan tengah (arachnoid mater) para jaringan yang melindungan otak (meninges). Gejala dan tanda subarachnoid hematoma adalah : - Sakit kepala ringan -> berat - Gangguan kesadaran. - Defisit neurologis - Fungsi lumbal : CSF berdarah. - Menimbulkan kaku kuduk Prognosis : Sekitar 35% orang meninggal ketika mereka mengalami subarachnoid hemorrhage yang menyebabkan aneurysm karena hal itu mengakibatkan kerusakan otak yang luas. 15% orang yang lainnya meninggal dalam beberapa minggu karena pendarahan dari pecahan kedua. Orang yang bertahan untuk 6 bulan tetapi yang tidak melakukan operasi untuk aneurysm memiliki 3% kemungkinan mengalami pecahan lainnya setiap tahun. Kelihatannya adalah baik ketika penyebabnya adalah LBM III “Collateral Damage”

Page 17

arteriovenous

malformation.

Kadangkala,

pendarahan

disebabkan oleh kerusakan kecil yang tidak terdeteksi oleh cerebral angiography karena kerusakan telah tertutupi dengan sendirinya. Dalam beberapa kasus, kelihatannya adalah sangat baik. 3. Algoritma syok hipovolemik. 4. Pada f.basis cranii,bolehkah pasang NGT? Tidak boleh memasang NGT pada frakur basis cranii, dikarenakan akan menyebabkan 5. Diagnosis pada skenario? EPIDURAL HEMATOM DEFINISI Epidural hematom adalah suatu akumulasi darah yang terletak diantara meningen (membran duramter) dan tulang tengkorak yang terjadi akibat trauma. Duramater merupakan suatu jaringan fibrosa atau membran yang melapisi otak dan medulla spinalis. Epidural dimaksudkan untuk organ yang berada disisi luar duramater dan hematoma dimaksudkan sebagai masa dari darah. Hematoma epidural adalah suatu hematoma yang terjadi diantara duramater dan tulang. Hematoma ini timbul karena terjadi sobekan pada A. Meningea media atau pada salah satu cabangnya. (A. Meningea media berasal dari A. Carotis eksterna dan masuk ke dalam rongga tengkorak melalui foramen spinosum). Di Amerika Serikat, 2 % dari kasus trauma kepala mengakibatkan hematoma epidural dan sekitar 10 % mengakibatkan koma. Secara internasional frekuensi kejadian epidural hematom hampir sama dengan angka kejadian di Amerika Serikat. Orang yang berisiko mengalami EDH adalah orang tua yang sering mengalami masalah berjalan dan sering jatuh. 60% dari penderita hematoma epidural adalah berusia di bawah 20 tahun, dan jarang terjadi pada umur kurang dari 2 tahun dan di atas 60 tahun. Angka kematian meningkat pada pasien yang berusia kurang dari 5 tahun dan lebih dari 55 tahun. Lebih banyak pada lelaki di banding perempuan dengan perbandingan 4 : 1. ETIOLOGI Epidural hematom terjadi akibat suatu trauma kepala, biasanya disertai dengan fraktur pada tulang tengkorak dan adanya laserasi arteri. Epidural hematom juga bisa disebabkan akibat pemakaian obat – obatan antikoagulan, hemophilia, penyakit liver, penggunaan LBM III “Collateral Damage”

Page 18

aspirin, sistemik lupus erimatosus, fungsi lumbal. Spinal epidural hematom disebabkan akibat adanya kompresi pada medulla spinalis. Gejala klinisnya tergantung pada dimana letak terjadinya penekanan. PATOFISIOLOGI Cedera kepala yang berat dapat merobek, meremukkan atau menghancurkan saraf, pembuluh darah dan jaringan di dalam atau di sekeliling otak. Bisa terjadi kerusakan pada jalur saraf, perdarahan atau pembengkakan hebat. Perdarahan, pembengkakan dan penimbunan cairan (edema) memiliki efek yang sama yang ditimbulkan oleh pertumbuhan massa di dalam tengkorak. Karena tengkorak tidak dapat bertambah luas, maka peningkatan tekanan bisa merusak atau menghancurkan jaringan otak. Karena posisinya di dalam tengkorak, maka tekanan cenderung mendorong otak ke bawah, otak sebelah atas bisa terdorong ke dalam lubang yang menghubungkan otak dengan batang otak, keadaan ini disebut dengan herniasi. Sejenis herniasi serupa bisa mendorong otak kecil dan batang otak melalui lubang di dasar tengkorak (foramen magnum) kedalam medulla spinalis. Herniasi ini bisa berakibat fatal karena batang otak mengendalikan fungsi fital (denyut jantung dan pernafasan). Cedera kepala yang tampaknya ringan kadang bisa menyebabkan kerusakan otak yang hebat. Usia lanjut dan orang yang mengkonsumsi antikoagulan, sangat peka terhadap terjadinya perdarahan di sekeliling otak. Perdarahan epidural timbul akibat cedera terhadap arteri atau vena meningeal. Arteri yang paling sering mengalami kerusakan adalah cabang anterior arteri meningea media. Suatu pukulan yang menimbulkan fraktur kranium pada daerah anterior inferior os parietal, dapat merusak arteri. Cidera arteri dan venosa terutama mudah terjadi jika pembuluh memasuki saluran tulang pada daerah ini. Perdarahan yang terjadi melepaskan lapisan meningeal duramater dari permukaan dalam kranium. Tekanan ntracranial meningkat, dan bekuan darah yang membesar menimbulkan tekanan ntra pada daerah motorik gyrus presentralis dibawahnya. Darah juga melintas kelateral melalui garis fraktur, membentuk suatu pembengkakan di bawah m.temporalis. Apabila tidak terjadi fraktur, pembuluh darah bisa pecah juga, akibat daya kompresinya. Perdarahan epidural akan cepat menimbulkan gejala – gejala, sesuai dengan sifat dari tengkorak yang merupakan kotak tertutup, maka perdarahan epidural tanpa fraktur, menyebabkan tekanan intrakranial yang akan cepat meningkat. Jika ada fraktur, maka darah bisa keluar dan membentuk hematom subperiostal (sefalhematom), juga tergantung pada arteri atau vena yang pecah maka penimbunan darah ekstravasal bisa terjadi secara cepat atau perlahan – lahan. Pada perdarahan epidural akibat pecahnya arteri dengan atau tanpa fraktur LBM III “Collateral Damage”

Page 19

linear ataupun stelata, manifestasi neurologik akan terjadi beberapa jam setelah trauma kapitis.

MANIFESTASI KLINIS 1. Saat awal kejadian, pada sekitar 20% pasien, tidak timbul gejala apa – apa. 2. Tapi kemudian pasien tersebut dapat berlanjut menjadi pingsan dan bangun bangun 3. 4. 5. 6.

dalam kondisi kebingungan. Beberapa penderita epidural hematom mengeluh sakit kepala. Muntah – muntah Kejang – kejang Pasien dengan epidural hematom yang mengenai fossa posterior akan menyebabkan keterlambatan atau kemunduran aktivitas yang drastis. Penderita akan merasa kebingungan dan berbicara kacau, lalu beberapa saat kemudian menjadi apneu,

7.

koma, kemudian meninggal. Respon chusing yang menetap dapat timbul sejalan dengan adanya peningkatan tekanan intara kranial, dimana gejalanya dapat berupa : Hipertensi, Bradikardi,

8. 9.

bradipneu. Kontusio, laserasi atau tulang yang retak, dapat diobservasi di area trauma. Dilatasi pupil, lebam, pupil yang terfixasi, bilateral atau ipsilateral kearah lesi,

adanya gejala – gejala peningkatan tekanan intrakranial, atau herniasi. 10. Adanya tiga gejala klasik sebagai indikasi dari adanya herniasi yang menetap, yaitu: Coma, Fixasi dan dilatasi pupil, Deserebrasi. 11. Adanya hemiplegi kontralateral lesi dengan gejala herniasi harus dicurigai adanya epidural hematom. DIAGNOSIS Adanya gejala neurologist merupakan langkah pertama untuk mengetahui tingkat keparahan dari trauma kapitis. Kemampuan pasien dalam berbicara, membuka mata dan respon otot harus dievaluasi disertai dengan ada tidaknya disorientasi (apabila pasien sadar) tempat, waktu dan kemampuan pasien untuk membuka mata yang biasanya sering ditanyakan. Apabila pasiennya dalam keadaan tidak sadar, pemeriksaan reflek cahaya pupil sangat penting dilakukan. Pada epidural hematom dan jenis lainnya dapat mengakibatkan peningkatan tekanan intra kranial yang akan segera mempengarungi nervus kranialis ketiga yang mengandung beberapa serabut saraf yang mengendalikan konstriksi pupil. Tekanan yang menghambat nervus ini menyebabkan dilatasi dari pupil yang permanen pada satu atau kedua mata. Hal tersebut merupakan indikasi yang kuat untuk mengetahui apakah pasien telah mengalami hematoma intrakranial atau tidak. LBM III “Collateral Damage”

Page 20

Untuk membedakan antara epidural, subdural dan intracranial hematom dapat dilakukan dengan CT – Scan atau MRI. Dari hasil tersebut, maka seorang dokter ahli bedah dapat menentukan apakah pembengkakannya terjadi pada satu sisi otak yang akan mengakibatkan terjadinya pergeseran garis tengah atau mid line shif dari otak. Apabila pergeserannya lebih dari 5 mm, maka tindakan kraniotomi darurat mesti dilakukan. Gambaran Radiologi Dengan CT-scan dan MRI, perdarahan intrakranial akibat trauma kepala lebih mudah dikenali. Foto Polos Kepalapada foto polos kepala, kita tidak dapat mendiagnosa pasti sebagai epidural hematoma. Dengan proyeksi Antero-Posterior (A-P), lateral dengan sisi yang mengalami trauma pada film untuk mencari adanya fraktur tulang yang memotong sulcus arteria meningea media. a. Computed Tomography (CT Scan)

Pemeriksaan CT-Scan dapat menunjukkan lokasi, volume, efek, dan potensi cedara intracranial lainnya. Pada epidural biasanya pada satu bagian saja (single) tetapi dapat pula terjadi pada kedua sisi (bilateral), berbentuk bikonfeks, paling sering di daerah temporoparietal. Densitas darah yang homogen (hiperdens), berbatas tegas, midline terdorong ke sisi kontralateral. Terdapat pula garis fraktur pada area epidural hematoma, Densitas yang tinggi pada stage yang akut ( 60 – 90 HU), ditandai dengan adanya peregangan dari pembuluh darah.

b. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

LBM III “Collateral Damage”

Page 21

MRI akan menggambarkan massa hiperintens bikonveks yang menggeser posisi duramater, berada diantara tulang tengkorak dan duramater. MRI juga dapat menggambarkan batas fraktur yang terjadi. MRI merupakan salah satu jenis pemeriksaan yang dipilih untuk menegakkan diagnosis. Pada pasien dengan epidural spinal hematom, onset gejalanya dapat timbul dengan segera, yaitu berupa nyeri punggung atau leher sesuai dengan lokasi perdarahan yang terjadi. Batuk atau gerakan -gerakan lainnya yang dapat meningkatkan tekanan pada batang tubuh atau vertebra dapat memperberat rasa nyeri. Pada anak, perdarahan lebih sering terjadi pada daerah servikal (leher) dari pada daerah toraks. Pada saat membuat diagnosa pada spinal epidural hematom, seorang dokter harus memutuskan apakah gejala kompresi spinal tersebut disebabkan oleh hematom atau tumor. CT- Scan atau MRI sangat baik untuk membedakan antara kompresi pada medulla spinalis yang disebabkan oleh tumor atau suatu hematom. DIAGNOSIS BANDING 1. Perdarahan subarachnoid 2. Subdural hematom PENATALAKSANAAN Perawatan sebelum ke Rumah Sakit 1. Stabilisasi terhadap kondisi yang mengancam jiwa dan lakukan terapi suportiv dengan mengontrol jalan nafas dan tekanan darah. 2. Berikan O2 dan monitor. 3. Berikan cairan kristaloid untuk menjaga tekanan darah sistolik tidak kurang dari 90 mmHg. 4. Pakai intubasi, berikan sedasi dan blok neuromuskuler

LBM III “Collateral Damage”

Page 22

Perawatan di bagian Emergensi 1. Pasang oksigen (O2), monitor dan berikan cairan kristaloid untuk mempertahankan tekanan sistolik diatas 90 mmHg. 2. Pakai intubasi, dengan menggunakan premedikasi lidokain dan obat – obatan sedative misalnya etomidate serta blok neuromuskuler. Intubasi digunakan sebagai fasilitas untuk oksigenasi, proteksi jalan nafas dan hiperventilasi bila diperlukan. 3. Elevasikan kepala sekitar 30O setelah spinal dinyatakan aman atau gunakan posis trendelenburg untuk mengurangi tekanan intra kranial dan untuk menambah drainase vena. 4. Berikan manitol 0,25 – 1 gr/ kg iv. Bila tekanan darah sistolik turun sampai 90 mmHg dengan gejala klinis yang berkelanjutan akibat adanya peningkatan tekanan intra kranial. 5. Hiperventilasi untuk tekanan parsial CO2 (PCO2) sekitar 30 mmHg apabila sudah ada herniasi atau adanya tanda – tanda peningkatan tekanan intrakranial (ICP). 6. Berikan phenitoin untuk kejang – kejang pada awal post trauma, karena phenitoin tidak akan bermanfaat lagi apabila diberikan pada kejang dengan onset lama atau keadaan kejang yang berkembang dari kelainan kejang sebelumnya. Pemeriksaan dan penatalaksanaan cedera kepala  



Dilakukan oleh Dokter yg pertama kali melihat: Primary survey: o A : Airway + C-spine control o B : Breathing o C : Circulation o D : Disability →Mini Neurologis Secondary survey: o Head to toe examination

Primary surey Airway + C-spine Control •

Jaga kelancaran jalan nafas: – Sementara : • Bersihkan/Suction • Chin lift • Jaw thrust – Definitif :

LBM III “Collateral Damage”

Page 23

• Mayo • Endo tracheal tube/ETT • Krikotirotomi Breathing+Ventilasi  Frekuensi nafas (Respirasi Rate) dan Saturasi O2  Inspeksi,Palpasi,Perkusi,Auskultasi: o Pneumothorax o Hematothorax o Flail chest o Kontusio paru  Terapi Oksigen lembab 4-6 l/m  Kalau perlu Chest Tube Thorakostomi (CTT)  Ambu bag untuk ventilasi  Pertahankan saturasi O2 95-100% ! Circulation+Bleeding Control   

Tekanan Darah, Nadi : o Hipotensi o Takikardia Atasi Syok hipovolemia : o Kontrol perdarahan eksternal o IVFD 2 line Kristaloid 2-3 liter Pertahankan TD Sistolik > 100mmHg!

Disability •

Mini Neurologis: o GCS: EMV o Pupil :  Bulat isokor/an isokor,  Reflek cahaya +/o Motorik: Parese +/-

Secondary survey •

Anamnesis lengkap o Mekanisme trauma?  Harus ditanyakan untuk memperkiran besarnya trauma dan kemungkinan organ mana saja yang terluka oleh trauma itu. o Kehilangan kesadaran (+/-)?  Nilai GCSnya o Pusing, mual, muntah, kejang?  Ada tanda peningkatan intrakranial

LBM III “Collateral Damage”

Page 24

• •



o Perdarahan dari THT?  Bila perdarahan bercampur liquor  fr. Basis cranii Head to toe Pemeriksaan neurologis lengkap o GCS  menentukan beratnya trauma kapitis  < 8 trauma kapitis berat  9-12 trauma sedang  13-15 trauma ringan o Pupil  dilatasi pupil (60%), ipsilateral (85%) o Motorik Pemeriksaan penunjang o Foto polos kepala: untuk melihat fraktur tapi tidak dapat mendiagnosa EDH o CT-Scan kepala: Pemeriksaan CT-Scan dapat menunjukkan lokasi, volume, efek, dan potensi cedara intrakranial lainnya. Pada epidural biasanya pada satu bagian saja (single) tetapi dapat pula terjadi pada kedua sisi (bilateral), berbentuk bikonfeks, paling sering di daerah temporoparietal. Densitas darah yang homogen (hiperdens), berbatas tegas, midline terdorong ke sisi kontralateral.

TERAPI OBAT – OBATAN 1. Gunakan Etonamid sebagai sedasi untuk induksi cepat, untuk mempertahankan tekanan darah sistolik, dan menurunkan tekanan intrakranial dan metabolisme otak. Pemakaian tiophental tidak dianjurkan, karena dapat menurunkan tekanan darah sistolik. Manitol dapat digunakan untuk mengurangi tekanan intrakranial dan memperbaiki sirkulasi darah. Phenitoin digunakan sebagai obat propilaksis untuk kejang – kejang pada awal post trauma. Pada beberapa pasien diperlukan terapi cairan yang cukup adekuat yaitu pada keadaan tekanan vena sentral (CVP) > 6 cmH 2O, dapat digunakan norephinephrin untuk mempertahankan tekanan darah sistoliknya diatas 90 mmHg. 2. Berikut adalah obat – obatan yang digunakan untuk terapi pada epidural hematom:  Diuretik Osmotik Misalnya Manitol : Dosis 0,25 – 1 gr/ kg BB iv. Kontraindikasi pada penderita yang hipersensitiv, anuria, kongesti paru, dehidrasi, perdarahan intrakranial yang progreasiv dan gagal jantung yang progresiv. Fungsi : Untuk mengurangi edema pada otak, peningkatan tekanan intrakranial, dan mengurangi viskositas darah, memperbaiki sirkulasi darah otak dan kebutuhan oksigen.  Antiepilepsi Misalnya Phenitoin : Dosis 17 mg/ kgBB iv, tetesan tidak boleh lebihn dari 50 (Dilantin) mg/menit. LBM III “Collateral Damage”

Page 25

Kontraindikasi; pada penderita hipersensitiv, pada penyakit dengan blok sinoatrial, sinus bradikardi, dan sindrom Adam-Stokes. Fungsi : Untuk mencegah terjadinya kejang pada awal post trauma.

KOMPLIKASI 1. Kelainan neurologik (deficit neurologis), berupa sindrom gegar otak dapat terjadi dalam beberapa jam sampai bebrapa bulan. 2. Kondisi yang kacau, baik fisik maupun mental. 3. Kematian. PROGNOSA Prognosa biasanya baik, kematian tidak akan terjadi untuk pasien –pasien yang belum koma sebelum operasi. Kematian terjadi sekitar 9% pada pasien epidural hematom dengan kesadaran yang menurun. 20% terjadi kematian terhadap pasien – pasien yang mengalami koma yang dalam sebelum dilakukan pembedahan.

BAB III LBM III “Collateral Damage”

Page 26

PENUTUP 3.1 Kesimpulan Pada pasien tuan Y, berdasarkan kronologis kejadian dan gejala yang dikeluhkan beserta pemeriksaan fisik yang di dapat kami mendiagnosa pasien mengalami cedera kepala berat karna pada pemeriksaan fisik terdapat racoon eyes dan batle sign (+) yakni epidural hematom karna berdasarkan gejala pada epidural terdapat lucid interval sesuai dengan keluhan pasien yang tidak sadar selama 10 menit kemudian kembali tidak sadarkan diri.

DAFTAR PUSTAKA Anderson S. McCarty L. Cedera Susunan Saraf Pusat. Dalam Patofisiologi. Edisi Keempat. Anugrah P. Jakarta: EGC. 1995. Hal: 1014-1016 Anonymous.

2009.

Epidural

Hematom.

Diakses

tanggal

20

April

2013

dari

http://dokmud.wordpress.com/2009/10/23/epidural-hematom/. Astaqauliyah. 2007. Referat : Epidural Hematom. Diakses tanggal 20 April 2013 dari http://astaqauliyah.com/2007/02/referat-epidural-hematoma/#_.

LBM III “Collateral Damage”

Page 27

Gunawan.

2008.

Ilustrasi

Otak.

Diakses

tanggal

20

April

dari

http://www.ahliwasir.com/page.php?Ilustrasi_otak. Hafid A. Epidural Hematoma. Dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Ke-Dua. Editor: R.Syamsurijat dan Wim De Jong. Jakarta: EGC 2004. Hal: 818-819 Irwana, Olva. Cedera Kepala. Dalam: Files DrsMed Fakultas Kedokteran Universitas Riau.2009. Maslim Snell S., Richard. Neuroanatomi Klinik. Edisi Ke-Lima. Jakarta: EGC. 2006. Hal: 235-239 Ngoerah, I Gst. Ng. Gd. 1991. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Saraf. Surabaya: Airlangga University press. Ngoerah, I Gst. Ng. Gd. 1991. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Saraf. Surabaya: Airlangga University press. Price D. Epidural Hematoma. Http://www.emedicine.com Widjoseno-Gardjito. Trauma Kepala. Dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Ke-Dua. Editor:R. Syamsurijat dan Wim De Jong. Jakarta: EGC. 2004. Hal: 337-342

LBM III “Collateral Damage”

Page 28

Related Documents


More Documents from "Fahmi Ibnu M"