landasan psikologi pendidikan Rumusan Masalah 1. Apakah pengertian landasan psikologis dalam pendidikan? 2. Bagaimanakah implikasi landasan psikologi dalam pendidikan? PEMBAHASAN A. Pengertian Psikologi Pendidikan Menurut Pidarta (2007:194) Psikologi atau ilmu jiwa adalah ilmu yang mempelajari jiwa manusia. Jiwa itu sendiri adalah roh dalam keadaan mengendalikan jasmani, yang dapat dipengaruhi oleh alam sekitar. Jiwa manusia berkembang sejajar dengan pertumbuhan jasmani. Pendidikan selalu melibatkan aspek kejiwaan manusia, sehingga landasan psikologis pendidikan merupakan suatu landasan dalam proses pendidikan yang membahas berbagai informasi tentang kehidupan manusia pada umumnya serta gejala-gejala yang berkaitan dengan aspek pribadi manusia pada setiap tahapan usia perkembangan tertentu dalam upaya mengenali dan menyikapi manusia sesuai dengan tahapan usia perkembangannya yang bertujuan untuk memudahkan proses pendidikan. Psikologi adalah ilmu yang mempelajari gejala kejiwaan yang ditampakkan dalam bentuk perilaku baik manusia ataupun hewan yang pemanfaatannya untuk kepentingan manusia ataupun aktivitas-aktivitas individu baik yang disadari ataupun yang tidak disadari yang diperoleh melalui suatu proses atau langkah-langkah ilmiah tertentu serta mempelajari penerapan dasar-dasar atau prinsip-prinsip, metode, teknik, dan pendekatan psikologis untuk memahami dan memecahkan masalah-masalah dalam pendidikan. Kondisi psikologis adalah kondisi karakteristik psikofisik manusia sebagai individu, yang dinyatakan dalam berbagai bentuk perilaku dalam interaksinya dengan lingkungan. Perilaku merupakan manifestasi dari ciri-ciri kehidupan baik yang tampak maupun tidak tampak, seperti perilaku kognitif, afektif, dan psikomotorik. Menurut Sugihartono dkk (dalam Irham dan Novan, 2013:19) pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana yang dilakukan oleh pendidik untuk mengubah tingkah laku manusia, baik secara individu maupun kelompok untuk mendewasakan manusia tersebut melalui proses pengajaran dan pelatihan. Dengan demikian pendidikan merupakan usaha manusia mengubah prilaku menuju kedewasaan dan mandiri melalui kegiatan yang direncanakan dan sadar dengan pembelajaran yang melibatkan pendidik dan peserta didik. Kajian psikologi yang erat hubungannya dengan pendidikan adalah yang berkaitan dengan kecerdasan, berpikir, dan belajar (Tirtarahardja & Sulo, 2008: 106). Kecerdasan umum (intelegensi) atau kecerdasan dalam bidang tertentu (bakat) dipengaruhi oleh kemampuan potensial, namun kemampuan potensial itu hanya akan aktual apabila dikembangkan dalam situasi yang kondusif. Kecerdasan aktual terbentuk karena adanya pengalaman. Definisi psikologi pendidikan menurut Whiteringtone (dalam Irham dan Novan, 2013:18) adalah sebuah studi yang sistematis tentang faktor-faktor dan proses kejiwaan yang berhubungan dengan pendidikan manusia. Sebagai cabang ilmu psikologi, psikologi pendidikan mempelajari tentang penerapan berbagai teori-teori psikologi dalam dunia pendidikan terhadap peserta didik dan pendidik dalam proses pembelajaran. Aplikasi dalam praktik proses pembalajaran diwujudkan dalam usaha-usaha yang dilakukan pendidik untuk
memunculkan sikap dan prilaku diharapkan, atau mengurangi bahkan menghilangkan sikap dan prilaku yang tidak diinginkan pada peserta didik selama proses pembelajaran. Psikologi pendidikan adalah cabang dari psikologi yang dalam penguraian dan penelitiannya lebih menekankan pada masalah pertumbuhan dan perkembangan anak, baik fisik maupun mental, yang sangat erat hubungannya dengan masalah pendidikan terutama yang mempengaruhi proses dan keberhasilan belajar. B. Psikologi Belajar Secara psikologis, belajar dapat didefinisikan sebagai “suatu usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku secara sadar dari hasil interaksinya dengan lingkungan” (Slameto, 1991:2). Definisi ini menyiratkan dua makna. Pertama, bahwa belajar merupakan suatu usaha untuk mencapai tujuan tertentu yaitu untuk mendapatkan perubahan tingkah laku. Kedua, perubahan tingkah laku yang terjadi harus secara sadar. Definisi Belajar “ Learning is a change in human disposition or capability that persist over a periode of time and is not simply ascribable to proccess” atau belajar adalah suatu perubahan dalam kemampuan bertahan lama dan bukan berasal dari proses pertumbuhan. (Gagne, 1985 dalam Modul UT, 2004:1.2). Belajar adalah perubahan prilaku yang relatif permanen sebagai hasil pengalaman dan bisa melaksanakannya pada pengetahuan lain serta mampu mengomunikasikannya kepada orang lain. Para ahli psikologi cenderung untuk menggunakan pola-pola tingkah laku manusia sebagai suatu model yang menjadi prinsip-prinsip belajar. Prinsip-prinsip belajar ini selanjutnya lazim disebut dengan Teori Belajar. Teori belajar yang telah disusun secara sistematik (Callahan 1983, dalam Made Pidarta 2013) adalah sebagai berikut : a. Teori Belajar Klasik: 1. Teori Belajar Disiplin mental Theistik berasal dari Psikologi Daya atau Psikologi Fakulti. Menurut teori ini individu atau anak memiliki sejumlah daya mental seperti pikiran, ingatan, perhatian, kemampuan, keputusan, observasi, tanggapan, dan sebagainya. Masing-masing daya ini dapat ditingkatkan kemampuannya melalui latihan-latihan. Sehingga belajar juga kadang disebut melatih daya. 2. Teori Belajar Disiplin Mental Humanistik bersumber dari aliran Psikologi Humanistik Klasik ciptaan Plato dan Aristoteles. Teori ini sama seperti teori disiplin Theistik, semakin sering melatih daya, maka daya akan semakin kuat, dengan daya yang kuat, kemampuan memecahkan berbagai permasalahan, yang berbeda hanya pada proses latihannya. Pada Disiplin Theistik, melatih daya anak hanya pada bagian demi bagian dari potensi anak, Disiplin Humanistik menekankan pada keseluruhan sebagai potensi individu secara utuh. 3. Teori Belajar Naturalis atgau Aktualisasi diri pangkal dari Psikologi Naturalis Romantik yang dipimpin oleh Rousseau. Menurut teori ini setiap anak memiliki sejumlah potensi atas kemampuan. Kemampuan pada anak selain dilatih oleh guru, harus dikembangkan oleh anak itu sendiri. guru dan lingkungan harus menciptakan siatuasi yang permisif atau rileks, sehingga anak dapat berkembang secara bebas dan alami. 4. Teori Belajar Apersepsi berasal dari Psikologi Struktur ciptaan Herbart. Psikologi memandang, jiwa manusia merupakan struktur yang bisa berubah dan bertambah
melalui belajar. Belajar adalah memperbanyak asosiasi-asosiasi sehingga membentuk struktur baru dalam jiwa anak atau dengan kata lain disebut belajar membentuk apersepsi. Langkah-langkah belajar menurut Herbart, sebagai berikut: 1. Pendidik harus mengadakan persiapan dengan cermat 2. Pendidikan dilaksanakan sedemikian rupa sehingga anak-anak merasa jelas memahami pelajaran itu, yang memudahkan asosiasi-asosiasi baru terbentuk. 3. Asosiasi-asosiasi baru terbentuk antara materi yang dipelajari dengan jiwa atau apersepsi anak yang telah ada. 4. Mengadakan generalisasi, pada saat ini terbentuklah suatu struktur baru dalam jiwa anak. 5. Mengaplikasi pengetahuan yang baru didapat agar struktur terbentuk semakin kuat. b. Teori belajar Modern: (Teori Belajar Behaviorisme & Kognisi) 1. Teori Belajar Asosiasi atau R.S. Bond, teori ini dicetuskan oleh kelompok Behavioris, dengan tokoh terkenalnya Thorndike. Menurut teori ini, belajar akan terjadi jika ada kontak hubungan antara orang bersangkutan dengan benda-benda yang diluar. Karena itu kelompok ini juga menamakan R.S Bond, R adalah respons orang bersangkutan, S adalah S adalah Stimulus dari luar diri seseorang dan Bond adalah hubungan atau asosiasi. Psikologi ini juga disebut psikologi Koneksionisme atau Asosiasisme. Tiga hukum belajar menurut Thorndike, yaitu: a) Hukum Kesiapan, artinya setiap anak harus disiapkan terlebih dahulu sebelum menerima pelajaran baru. Kesiapan anak itu terjadi pada sistem urat syaraf, karena semakin anak siap hubungan antara stimulus dan respon akan semakin mudah terbentuk. b) Hukum Latihan atau Pengulangan. Hubungan antara stimulus dan respon akan semakin mudah dibentuk bila hubungan itu terus diulang dan dilatih. c) Hukum Dampak. Hubungan antara stimulus dan respons akan terjadi bila hubungan itu memberikan dampak menyenangkan. 2. Teori belajar Pengkondisian Instrumental berawal dari teori belajar Pengkondisian Klasik. Tokoh yang terkenalnya adalah Watson dan Thorndike. Menurut teori ini belajar adalah masalah melekatkan atau menguatkan respons yang benar dan menyisihkan respons yang salah akibat pemberian hadiah dan tidak dihiraukannya konsekuansi respons yang salah. Respons yang benar diulang-ulang terus sehingga melekat betul pada anak-anak. 3. Teori Pengkondisian Operan. Teori ini dikenalkan oleh Skinner. Teori Pengkondisian Instrumental memberi kondisi sebelum sebelum respon, teori Pengkondisian Operan memberikan kondisi sesudah terjadinya respon. 4. Teori Belajar Penguatan atau Reinforcement. Teori ini lahir dari Psikologi reinforcement dipimpin oleh Hull. Prinsipnya teori ini sama dengan teori Pengkondisian Operan, teori ini member penguatan pada respon-respon yang benar sesuai harapan. Misal jika anak mendapat nilai tinggi, dipuji atau diberi hadiah atau penghargaan. Kondisi diberikan untuk menguatkan respon yang sudah benar agar dilakukan lagi dan ditingkatkan.
Ada dua teori penguatan, yaitu: a) Penguatan positif, setiap stimuls dapat memantapkan respon pada Penkondisian Instrumental, dan setiap hadiah dapat memantapkan respons pada Pengkondisian Operan. b) Penguatan Negatif, Setiap stimulus dihilangkan untuk memantapkan respon terjadi. Misal tidak memberikan tugas-tugas yang terlalu berat, agar siswa rajib belajar. Perbedaan penguatan Positif dan negatif dengan hukuman, penguatan (positif-negatif) memberikan stimulus positif atau menghilangkan stimulus negatif. Sedangkan hukuman memberikan stimulus negatif atau penghilangan stimulus positif. Keempat teori dari teori modern diatas adalah dikelompokkan dalam teori belajar behaviorisme. Pada hakikatnya teori behaviorisme hanya ada dua, yaitu teori Pengkondisian Instrumental dan teori Pengkondisian Operan. Teori ini banyak dilihat pada pengembangan tingkah laku seperti rajin belajar, hidup tertatur, suka olah raga, dan sebagainya. Namun dalam hal memahami, memecahkan masalah, mengkreasikan dan sejenisnya cukup sulit dalam pelaksanaannya. 5.
6.
7.
8.
Teori belajar Kognisi, diciptakan oleh Bruner (Connell, 1974 dalam Pidarta, 2013). Teori ini menekankan pada cara individ mengorganisasikan apa yang telah ia alami dan pelajari. Sistem pengorganisasian merupakan kunci untuk memahami tingkah laku seseorang dan sebagai alat untuk berpikir untuk memecahkan masalah. Pendidikan harus mengembangkan ketrampilan berpikir, untuk itu dibutuhkan pelajaran yang terorganisasi dan saling berhubungan satu dengan lain. Teori Belajar Bermakna, diciptakan oleh Ausubel. Teori ini menekankan pada perorganisasian pengetahuan yang didapat. Organisasi atau struktur kognisi ini dipandang sebagai faktor utama dalam belajar dan mengingat materi-materi baru yang bermakna. Teori belajar Insight atau Gestalt, teori ini memandang anak-anak belajar mulai dari suatu yang umum atau keseluruhan. Anak-anak memandang situasi belajar sebagai satu kesatuan atau gestalt dan merespon terhadap keseluruhan itu merupakan suatu yang penting untuk memahaminya. Teori gestalt ini dicontohkan dalam hal memandang muka manusia, jika bagian dari muka manusia itu dilihat satu persatu satu, tidak akan mudah melihatnya sebagai muka manusia, namun jika dilihat secara keseluruhan, maka akan dengan cepat dapat mengatakan bahwa ini muka manusia. Dalam pendidikan, pendidik biasanya memakai teori gestalt dalam hal belajar membaca, menulis, berbicara dengan bahasa asing dan menggambar, dan hasilnya lebih cepat. Teori Lapangan atau Field, teori ini dipelopori oleh Lewin. Lewin menjelaskan prilaku manusia melalui tata cara mereka merespon terhadap faktor-faktor lingkungan, terutama lingkungan sosial. Teori ini juga disebut Teori Ruang Kehidupan. Ruang kehidupan seseorang adalah psikologi tempat orang itu hidup. Ruang kehidupan tersebut berubah dari waktu ke waktu. Dengan menstruktur kembali kekuatan-kekuatan vektornya, seseorang dapat mengisi sesuatu kebutuhan dan menilai kembali situasi itu. Dengan cara ini lebih
efektif menyelesaikan masalah atau mencapai tujuan. Belajar adalah usaha untuk menilai kembali dan mendapatkan kejelasan dari ruang kehidupan, sehingga ruang kehidupan berkembang atau berubah. 9. Teori belajar Tanda atau Sign, teori ini dipelopori oleh Tolman yang mengatakan bahwa perilaku mengarah pada tujuan. Belajar adalah harapan bahwa stimulus akan diikuti oleh situasi yang lebih jelas. Ini berarti belajar lebih konsen dengan pengertian daripada dengan pengkondisian. Istilah Sign dapat diartikan muncul tanda-tanda atau kejelasan. 10. Teori belajar Fenomenologi, teori ini diciptakan oleh Snygg dan Combs, yang memandang individu itu berada dalam keadaan dinamis yang stabil dan memiliki persepsi bersifat fenomenologi. Prilaku ditentukan oleh psikologi atau kenyataan fenomenologi bukan kenyataan objektif yang dapat diamati oleh pancaindera. Belajar adalah proses wajar dan normal sebagai dimensi pertumbuhan dan perkembangan. Belajar adalah hasil perubahan persepsi kita terhadap diri kita sendiri dan lingkungan. 11. Teori belajar Konstruktifis adalah teori belajar yang membiasakan peserta didik bertindak seperti ilmuan. Peserta didik mencari sendiri ilmu dengan menganalisis fakta-fakta yang ada, kemudian mensintesis, lalu mengambil kesimpulan. Jadi mereka mengkonstruksi sendiri pengetahuan-pengetahuan mereka. 12. Teori belajar kuantum adalah teori belajar yang berusaha membuat peserta didik merasa antusias seperti halnya dalam kehidupann sehari-hari. Yang diperhatikan dalam pembelajaran adalah lingkungan kondusif, individualitas peserta didik, materi yang menantang, suasana wajar dan pendidik beserta peserta didik samasama merasa ditekan. Dari uraian teori-teori belajar diatas, dapat disimpulkan, bahwa teori belajar klasik masih tetap dapat dimanfaatkan, antara lain untuk menghapal perkalian dan melatih soal-soal (Disiplin Mental). Teori Naturalis bisa dipakai dalam pendidikan luar sekolah terutama pendidikan seumur hidup. Teori belajar behaviorisme bermanfaat dalam mengembangkan perilaku-perilaku nyata, seperti rajin, mendapat skor tinggi, tidak berkelahi dan sebagainya. Serta teori-teori belajar kognisi berguna dalam mempelajari materi-materi yang rumit yang membutuhkan pemahaman, untuk memecahkan masalah dan untuk mengembangkan ide (Pidarta, 2013:210). C. Psikologi Perkembangan Perkembangan adalah proses terjadinya perubahan pada manusia baik secara fisik maupun secara mental sejak berada di dalam kandungan sampai manusia tersebut meninggal. Ada tiga teori atau pendekatan tentang perkembangan. Pendekatan-pendekatan yang dimaksud adalah: (Nama Syaodih, 1988). 1. Pendekatan pertahapan. Perkembangan individu berjalan melalui tahapan-tahapan tertentu. 2. Pendekatan diferensial. Pendekatan ini memandang individu-individu itu memiliki kesamaan-kesamaan dan perbedaan-perbedaan. 3. Pendekatan ipsatif. Pendekatan ini berusaha melihat karakteristik setiap individu. Pendekatan pentahapan ada dua macam, yaitu yang bersifat menyeluruh dan yang bersifat khusus. Yang menyeluruh akan mencakup segala aspek perkembangan sebagai faktor
yang diperhitungkan dalam menyusun tahap-tahap perkembangan. Sedangkan yang bersifat khusus hanya mempertimbangkan faktor tertentu saja sebagai dasar menyusun tahap-tahap perkembangan anak, misalnya pertahapan Piaget, Koglberg, dan Erikson. Menurut Crijns(tt) periode atau tahp perkembangan manusia secara umum adalah sebagai berikut: 1. Umur 0 – 2 disebut masa bayi. 2. Umur 2 – 4 tahun disebut masa kanak-kanak. 3. Umur 5 – 8 tahun disebut masa dongeng. 4. Umur 9 – 13 tahun disebut masa Robinson Crusoe (nama seorang petualang). 5. Umur 13 tahun disebut masa pubertas pendahuluan. 6. Umur 14 – 18 tahun disebut masa puber. 7. Umur 19 – 21 disebut masa adolesen. 8. Umur 21 tahun ke atas disebut masa dewasa. Dilihat psikologi perkembangan menurut Rousseau, dia membagi masa perkembangan anak atas empat tahap, yaitu: 1. Masa bayi dari 0 – 2 tahun yang sebagian besar merupakan perkembangan fisik. 2. Masa anak dari 2 – 12 tahun yang dinyatakan perkembangannya baru seperti hidup manusia primitive. 3. Masa pubertas dari 12 – 15 tahun, ditandai dengan perkembangan pikiran dan kemauan untuk berpetualang. 4. Masa adolesen dari 15 – 25 tahun, pertumbuhan seksuak menonjol, social, kata hati, dan moral. Stanley Hall penganut teori evolisi dan teori Rekapitulasi menbagi masa perkembangan anak sebagai berikut: 1. Masa kanak-kanak ialah umur 0 – 4 tahun sebagai masa kehidupan bintang. 2. Masa anak ialah umur 4 – 8 tahun merupakan masa sebagai manusia pemburu. 3. Masa muda ialah umur 8 – 12 tahun sebagai manusia belum berbudaya. 4. Masa adolesen ialah umur 12 – dewasa merupakan manusia berbudaya.
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Havinghurst menyusun fase-fase perkembangan sebagai berikut: (Mulyani, 1988) Tugas perkembangan masa kanak-kanak. Tugas perkembangan masa anak. Tugas perkembangan masa remaja. Tugas perkembangan masa dewasa awal. Tugas perkembangan masa setengah baya. Tugas perkembangan orang tua.
Tugas-tugas yang harus dijalankan atau diselesaikan oleh setiap individu sepanjang hidupnya seperti tertera di atas, memberi kemudahan kepada para pendidik pada setiap jenjang dan tingkat pendidikan untuk: 1. Menetukan arah pendidikan 2. Menentukan metode atau model belajar anak-anak agar mereka mampu menyelesaikan tugas perkembangannya. 3. Menyiapkan materi pelajaran yang tetap. 4. Menyiapkan pengalaman belajar yang cocok dengan tugas perkembangan itu.
Psikologi perkembangan ini yang memakai pendekatan pertahapan tetapi bersifat khusus. Menurut Piaget ada empat tingkatan perkembangan kognisi, (Mulyani, 1988, Nana Syaodih, 1988, dan Callahan, 1983). 1. Periode sensorimotor pada umur 0 – 2 tahun. Kemampuan anak terbatas pada gerak-gerak refleks. 2. Periode praoperasional pada umur 2 – 7 tahun. Perkembangan bahasa anak ini sangat pesat. 3. Periode operasi konkret pada umur 7 – 11 tahun.Mereka sudah berpikir logis, sistematis, dan memecahkan masalah yang bersifat konkret. 4. Periode operasi formal pada umur 11 – 15 tahun. Anak-anak ini sudah dapat berpikir logis terhadap masalah baik yang konkret maupun yang abstrak. Konsep ini ada pertaliannya dengan perkembangan kognisi menurut Bruner sebagai berikut. (Toeti Soekamto, 1994). 1. Tahap enaktif, anak melakukan aktivitas-aktivitas dalam uapaya memahami lingkungan. 2. Tahap ikonik, anak memahami dunia melalui gambaran-gambaran dan visualisasi verbal. 3. Tahap simbolik, anak telah memiliki gahasan abstrak yang banyak dipengaruhi oleh bahasa dan logika. Lawrence Kohlberg mengembangkan teori moral kognisi dasar teori Piaget. Menurut dia ada tiga tingkat perkembangan moral kognisi, yang masing-masing tingkat ada dua tahap sebagai berikut: (McNeil, 1977 dan Nana Syaodih, 1988). 1. Tingkat Prekonvensional a) Tahap orintasi kepatuhan dan hukuman. b) Tahap orintasi egois yang naïf. 2. Tingkat Konvensional a) Tahap orintasi anak baik. b) Tahap orintasi mempertahankan peraturan dan norma sosial. 3. Tingkat Post-Konvensional a) Tahap orintasi kontrak sosial yang legal. b) Tahap orintasi prinsip etika universal. Dalam aspek afeksi, Erikson mencoba menyusun perkembangannya. Perkembangannya afeksi terdiri atas delapan tahap sebagai berikut, (Mulyani, 1988). 1. Bersahabat vs menolak pada umur 0 – 1 tahun. 2. Otonomi vs malu dan ragu-ragu pada umur 1 – 3 tahun. 3. Inisiatif vs perasaan bersalah pada umur 3 – 5 tahun. 4. Perasasan produktif vs rendah diri pada umur 6 -= 11 tahun. 5. Identitas diri vs kebingungan pada umur 12 – 18 tahun. 6. Intim vs mengisolasi diri pada umur 19 – 25 tahun. 7. Generasi vs kesenangan pribadi pada umur 25 – 45 tahun. 8. Integritas vs putus asa pada umur 45 tahun ke atas.
Seperti halnya dengan perkembangan kognisi, perkembangan afeksi ini pun member kemudahan kepada para pendidik dalam mengembangkan afeksi anak-anak, juga dalam mempengaruhi afeksi orang dewasa dan orang yang sudah tua, dengan cara mengikuti tahaptahap tersebut. Sehubungan dengan hal ini perlu dikemukakan simpulan Baller dan Charles sebagai berikut, (Mulyani, 1988). 1. Anak yang berasal dari keluarga yang member layanan baik, akan bersifat ramah, luwes, bersahabat, dan mudah bergaul. 2. Anak yang dilahirkan dalam keluarga yang menolak kelahiran itu, akan cenderung menimbulkan masalah, agresif, menentang orang tua, dan sukit diajak berbicara. 3. Anak yang diasuh oleh keluarga yang acuh tidak acuh kepada anak, cenderung bersikaf pasif dan kurang popular di luar rumah. Konsep perkembangan yang dibahas ter akhir ini berasal dari gagne, yang dapat disebut sebagai perkembangan kemampuan belajar. Perkembangan itu adalah sebagai berikut, (McNeil, 1977). 1. Multideskriminasi, yaitu belajar membedakan stimuli yang mirip. 2. Belajar konsep, yaitu belajar membuat respons sederhana. 3. Belajar prinsip, yaitu mempelajari prinsip-prinsip atau aturan-aturan konsep. 4. Pemecahan masalah, yaitu belajar mengombinasikan dua atau lebih prinsip untuk memperoleh sesuatu yang baru. Pembahasan tentang psikologi perkembangan ini yang mencakup perkembangan umum, kognisi, moral, afeksi, dan kemampuan belajar atau dapat disingkat menjadi teori perkembangan umum, kognisi dan afeksi, member petunjuk yang sangat berharga bagi para pendidik dalam mengoperasikan pendidikannya.
D. Kesiapan Belajar dan Aspek – aspek Individu Kesiapan belajar secara umum adalah kemampuan seseorang untuk mendapatkan keuntungan dari pengalaman yang ia temukan. Sementara itu kesiapan kognisi bertalian dengan pengetahuan, pikiran dan kualitas berfikir seseorang dalam menghadapi situasi belajar yang baru. Kemampuan – kemampuan ini bergantung pada tingkat kematangan intelektual. Latar belakang pengalaman, dan cara-cara pengetahuan sebelumnya distruktur (Connell, 1974). Contoh kematangan intelektual antara lain adalah tingkat- tingkat perkembangan kognisi piaget yang telah diuraikan pada bagian psikologi perkembangan. Berkaitan dengan latar belakang pengalaman tersebut diatas, Ausebel mengatakan faktor yang paling penting mempengaruhi belajar adalah apa yang paling penting mempengaruhi belajar adalah apa yang sudah diketahui anak. Sedangkan perihal menstruktur kognisi dalam banyak kasus para siswa dapat menstruktur kembali pengetahuannya untuk penyesuaian dengan materi-materi baru yang diterima pendidik. Akan tetapi pada kasus-kasus yang lain, struktur kognisi itu dipegang erat-erat sehingga membuat pendidik mencari pendekatan lain, agar anak-anak dapat menangkap materi pelajaran baru itu. Connell (1974) menulis bahwa seumlah penelitian mengatakan motovasi atau kesiapan afeksi belajar di kelas bergantung kepada kekuatan motif atau kebutuhan berprestasi, orientasi motivasi itu sendiri, dan faktor-faktor situasional yang mungkin dapat
membangunkan motivasi. Ciri-ciri motivasi yang mendorong untuk berprestasi adalah mengejar kompetensi, usaha mengaktualisasi diri, dan usaha berprestasi. Hal ini dikenal dengan istilah kebutuhan untuk berprestasi, salah satu kebutuhan dalam teori motivasi McCelland. Pendekatan yang lain yang dapat dilakukan untuk mengembangkan potensi motivasi adalah dengan program intervensi selama anak duduk di TK dan kelas-kelas awal di SD. Intervensi ini bisa dalam bentuk: 1. Memperbanyak ragam fasilitas di TK 2. Memberi kesempatan kepada orang tua untuk menyaksikan interaksi yang efektif di TK dan SD. Pola interaksi itu adalah: a) Memberi kesempatan untuk mengembangkan keterampilan. b) Membuat kegiatan-kegiatan berprestasi berhasil. c) Menciptakan tujuan-tujuan yang menantang, tidak terlalu gampang atau terlalu sukar. d) Memberi keyakinan untuk sukses serta menghargai kemampuan-kemampuannya. e) Membuat setiap anak tertarik dan gemar belajar. Sesudah mendapatkan informasi tentang kesiapan belajar, baik kesiapan kognisi maupun kesiapan afeksi atau motivasi, kini tiba gilirannya untu membahas aspek-aspek individu. Dalam proses pendidikan peserta didiklah yang harus memegang peranan utama. Sebab mereka adalah individu yang hidup dan mampu berkembang sendiri. pendidikan harus memberlakukan dan melayani perkembangan mereka secara wajar. Karena peserta didik sebagai individu, maka ada pula orang yang menyebutnya sebagai subjek didik. Mereka mampu melakukan kegiatan sendiri untuk mengembangkan dirinya masing-masing dengan menggunakan perlengkapan-perlengkapan yang mereka miliki. Perlengkapan peserta didik sebagai subjek dalam garis besarnya dapat dibagi menjadi lima kelompok: 1. Watak, ialah sifat-sifat yang dibawa sejak lahir yang hampir tidak dapat diubah. 2. Kemampuan umum atau IQ, ialah kecerdasan yang bersifat umum. 3. Kemampuan khusus atau bakat, ialah kemampuan tertentu yang dibawa sejak lahir. 4. Kepribadian, ialah penampilan seseorang secara umum, seperti sikap, besarnya motivasi, kuatnya kemauan, kesopanan, toleransi dan sebagainya. 5. Latar belakang, ialah lingkungan tempat dibesarkan terutama lingkungan keluarga.
E.
Implikasi terhadap Pendidikan Tinjauan tentang psikologi perkembangan, psikologi belajar, psikologi sosial, dan kesiapan belajar serta aspek-aspek individu, memberikan implikasi kepaada konsep pendidikan. Implikasinya kepada konsep pendidikan adalah sebagai berikut: 1. Psikologi perkembangan bersifat umum, yang berorientasi pada afeksi, dan pada kognisi, semuanya memberi petunjuk pada pendidik bagaimana seharusnya ia menyiapkan dan mengorganisasi materi pendidikan serta bagaimana membina anakanak agar mereka mau belajar dengan sukarela. 2. Psikologi belajar
4. 5. 6. a. b. c.
a. Yang klasik 1) Disiplin mental bermanfaat untuk menghafal perkalian dan melatih soal-soal. 2) Naturalis/aktualisasi diri bermanfaat untuk pendidikan seumur hidup. b. Behavioris bermanfaat atau cocok untuk membentuk perilaku nyata, seperti mau menyumbang, giat bekerja, gemar menyanyi, dan sebagainya c. Kognisi cocok untuk mempelajari materi-materi pelajaran yang lebih rumit yang membutuhkan pemahaman, untuk memecahkan masalah dan, untuk berkreasi menciptakan sesuatu bentuk atau ide baru. 3. Psikologi sosial a. Persepsi diri atau konsep tentang diri sendiri ternyata bersumber dari prilaku yang overt dan persepsi kita terhadap lingkungan dan banyak dipengaruhi oleh sikap serta perasaan kita. b. Pembentukan sikap bisa secara alami, dikondisi, dan meniru sikap para tokoh. c. Sama halnya dengan sikap, motivasi anak-anak juga perlu dikembangkan pada saat yang memungkinkan melalui, 1) Pemenuhan minat dan kebutuhannya 2) Tugas-tugas yang menantang 3) Menanamkan harapan yang sukses dengan cara sering memberikan pengalman sukses d. Hubungan yang intim diperlukan dalam proses konseling, pembimbingan, dan belajar dalam kelompok. e. Pendidik perlu membendung perilaku agresif anti sosial, tetapi mengembangkan agresif prososial dan sanksi. f. Pendidik juga perlu mengembangkan kemampuan memimpin dikalangan anak-anak. Kesiapan belajar yang bersifat afektif dan kognitif perlu diperhatikan oleh pendidik agar materi yang dipelajari anak-anak dapat dipahami dan diinternalisasi dengan baik. Kesembilan aspek individu harus diberi perhatian yang sama oleh pendidik dan dilayani secara berimbang. Wujud perkembangan total atau berkembang seutuhnya memenuhi tiga kriteria, yaitu: Semua potensi berkembang secara proposional atau berimbang dan harmonis. Potensi-potensi itu berkembang secara optimal. Potensi-potensi berkembang secara integratif.
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan Landasan psikologis pendidikan merupakan salah satu landasan yang penting dalam pelaksanan pendidikan karena keberhasilan pendidik dalam menjalankan tugasnya sangat dipengaruhi oleh pemahamannya tentang peserta didik. Oleh karena itu pendidik harus mengetahui apa yang harus dilakukan kepada peserta didik dalam setiap tahap perkembangan yang berbeda mulai dari bayi hingga dewasa. Psikologi pendidikan adalah cabang dari psikologi yang dalam penguraian dan penelitiannya lebih menekankan pada masalah pertumbuhan dan perkembangan anak, baik fisik maupun mental, yang sangat erat hubungannya dengan masalah pendidikan terutama yang mempengaruhi proses dan keberhasilan belajar. Implikasi psikologi dalam pendidikan ini sebagian besar dalam bidang kurikulum, karena materi pelajaran dan proses belajar mengajar itu harus sejalan dengan perkembangan, cara belajar, cara peserta didik dan pendidik mengadakan kontak sosial, dan kesiapan mereka belajar. B. Saran Karena begitu pentingnya landasan psikologis dalam pendidikan maka seluruh calon pendidik dan para pendidik diharapkan mampu mempelajari serta mengaplikasikan landasan psikologis dalam pendidikan agar proses pendidikan berjalan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Pidarta, Made. 2013. Landasan Kependidikan. Jakarta: Rineka Cipta. Tirtarahardja, Umar. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. Tirtarahardja, Umar dan S.L.La Sulo. 2008. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rieneka Cipta. W.A. Gerungan. 2010. Psikologi Sosia. Jakarta: Refika Aditama. (http://matematikaunsriindah.blogspot.com/2014/11/makalah-landasan-psikologi-pendidikan.html)
LANDASAN PSIKOLOGIS PENDIDIKAN Oleh Nursa Fatri Nofriati (NIM : 060226815190018) A. PENGERTIAN LANDASAN PSIKOLOGIS PENDIDIKAN Psikologi berasal dari kata Yunani “psyche” yang artinya jiwa. Logos berarti ilmu pengetahuan. Jadi secara etimologi psikologi berarti : “ilmu yang mempelajari tentang jiwa, baik mengenai gejalanya, prosesnya maupun latar belakangnya”. Namun pengertian antara ilmu jiwa dan psikologi sebenarnya berbeda atau tidak sama (menurut Gerungan dalam Khodijah : 2006) karena Ilmu jiwa adalah ilmu jiwa secara luas termasuk khalayan dan spekulasi tentang jiwa itu. Ilmu psikologi adalah ilmu pengetahuan mengenai jiwa yang diperoleh secara sistematis dengan metodemetode ilmiah. Landasan psikologis pendidikan adalah suatu landasan dalam proses pendidikan yang membahas berbagai informasi tentang kehidupan manusia pada umumnya serta gejala-gejala yang berkaitan dengan aspek pribadi manusia pada setiap tahapan usia perkembangan tertentu untuk mengenali dan menyikapi manusia sesuai dengan tahapan usia perkembangannya yang bertujuan
untuk memudahkan proses pendidikan. Kajian psikologi yang erat hubungannya dengan pendidikan adalah yang berkaitan dengan kecerdasan, berpikir, dan belajar (Tirtarahardja, 2005: 106). Dengan demikian, psikologi adalah satu landasan pokok dari pendidikan. Antara psikologi dengan pendidikan merupakan satu kesatuan yang sangat sulit dipisahkan. Subyek dan obyek pendidikan adalah manusia, sedangkan psikologi menelaah gejala-gejala psikologis dari manusia. Dengan demikian keduanya menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Dalam proses dan pelaksanaan kegiatan-kegiatan pendidikan peranan psikologi menjadi sangat mutlak. Analisis psikologi akan membantu para pendidik memahami struktur psikologis anak didik dan kegiatankegiatannya, sehingga kita dapat melaksanakan kegiatan-kegiatan pendidikan secara efektif. B. Bentuk Psikologi Pendidikan 1. Psikologis Perkembangan Ada tiga teori atau pendekatan tentang perkembangan. Pendekatanpendekatan yang dimaksud adalah (Nana Syaodih, 1989) : Pendekatan pentahapan, Pendekatan diferensial dan Pendekatan ipsatif. Psikologi perkembangan menurut Rouseau membagi masa perkembangan anak atas empat tahap yaitu :
Masa bayi dari 0 – 2 tahun sebagian besar merupakan perkembangan fisik.
Masa anak dari 2 – 12 tahun yang dinyatakan perkembangannya baru seperti hidup manusia primitif.
Masa pubertas dari 12 – 15 tahun, ditandai dengan perkembangan pikiran dan kemauan untuk berpetualang.
Masa adolesen dari 15 – 25 tahun, pertumbuhan seksual menonjol, sosial, kata hati, dan moral. Remaja ini sudah mulai belajar berbudaya. 2. Psikologi Belajar Menurut Pidarta (2007:206) belajar adalah perubahan perilaku yang relatif permanen sebagai hasil pengalaman (bukan hasil perkembangan, pengaruh obat atau kecelakaan) dan bisa melaksanakannya pada pengetahuan lain serta mampu mengomunikasikannya kepada orang lain. Secara psikologis, belajar dapat didefinisikan sebagai “suatu usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku secara sadar dari hasil interaksinya dengan lingkungan” (Slameto, 1991:2). Definisi ini menyiratkan dua makna. Pertama, bahwa belajar merupakan suatu usaha untuk mencapai tujuan tertentu yaitu untuk mendapatkan perubahan tingkah laku. Kedua, perubahan tingkah laku yang terjadi harus secara sadar. Dari pengertian belajar di atas, maka kegiatan dan usaha untuk mencapai perubahan tingkah laku itu dipandang sebagai proses belajar, sedangkan perubahan tingkah laku itu sendiri
dipandang sebagai hasil belajar. Hal ini berarti, belajar pada hakikatnya menyangkut dua hal yaitu proses belajar dan hasil belajar. Para ahli psikologi cenderung untuk menggunakan pola-pola tingkah laku manusia sebagai suatu model yang menjadi prinsip-prinsip belajar. Prinsip-prinsip belajar ini selanjutnya lazim disebut dengan teori belajar yaitu Teori belajar klasik ,Teori belajar behaviorisme dan Teori belajar kognisi. 3. Psikologi Sosial Menurut Hollander (1981) psikologi sosial adalah psikologi yang mempelajari psikologi seseorang di masyarakat, yang mengkombinasikan ciri-ciri psikologi dengan ilmu sosial untuk mempelajari pengaruh masyarakat terhadap individu dan antar individu (dikutip Pidarta, 2007:219). Pembentukan kesan pertama terhadap orang lain memilki tiga kunci utama yaitu : 1) Kepribadian orang itu. Mungkin kita pernah mendengar tentang orang itu sebelumnya atau ceritacerita yang mirip dengan orang itu, terutama tentang kepribadiannya. 2) Perilaku orang itu. Ketika melihat perilaku orang itu setelah berhadapan, maka hubungkan dengan cerita-cerita yang pernah didengar. 3) Latar belakang situasi. Kedua data di atas kemudian dikaitkan dengan situasi pada waktu itu, maka dari kombinasi ketiga data itu akan keluarlah kesan pertama tentang orang itu. Dalam dunia pendidikan, kesan pertama yang positif yang dibangkitkan pendidik akan memberikan kemauan dan semangat belajar anak-anak. Motivasi juga merupakan aspek psikologis sosial, sebab tanpa motivasi tertentu seseorang sulit untuk bersosialisasi dalam masyarakat. Sehubungan dengan itu, pendidik punya kewajiban untuk menggali motivasi anak-anak agar muncul, sehingga mereka dengan senang hati belajar di sekolah. Menurut Klinger (dikutip Pidarta, 2007:222) faktor-faktor yang menentukan motivasi belajar adalah minat dan kebutuhan individu, persepsi kesulitan akan tugas-tugas dan harapan sukses. C. Implikasi Psikologi dalam Kegiatan Belajar 1. Implikasi Psikologi Pendidikan terhadap Pengembangan Kurikulum. Kajian psikologi pendidikan dalam kaitannya dengan pengembangan kurikulum pendidikan terutama berkenaan dengan pemahaman aspek-aspek perilaku dalam konteks belajar mengajar. Pada intinya kajian psikologis ini memberikan perhatian terhadap bagaimana in put, proses dan out put pendidikan dapat berjalan dengan tidak mengabaikan aspek perilaku dan kepribadian peserta didik. Secara psikologis, manusia merupakan individu yang unik. Dengan demikian, kajian psikologis dalam pengembangan kurikulum seyogyanya memperhatikan keunikan yang dimiliki oleh setiap individu, baik ditinjau dari segi tingkat kecerdasan, kemampuan, sikap, motivasi, perasaaan serta karakterisktik-karakteristik individulainnya. Kurikulum pendidikan seyogyanya mampu menyediakan
kesempatan kepada setiap individu untuk dapat berkembang sesuai dengan potensi yang dimilikinya. 2. Implikasi Psikologi Pendidikan terhadap Sistem Pembelajaran Kajian psikologi pendidikan telah melahirkan pula sejumlah prinsip-prinsip yang melandasi kegiatan pembelajaran Nasution (Daeng Sudirwo,2002) mengetengahkan tiga belas prinsip dalam belajar, yakni (1) Agar seorang benar-benar belajar, ia harus mempunyai suatu tujuan, (2) Tujuan itu harus timbul dari atau berhubungan dengan kebutuhan hidupnya dan bukan karena dipaksakan oleh orang lain, (3) Orang itu harus bersedia mengalami bermacam-macam kesulitan dan berusaha dengan tekun untuk mencapai tujuan yang berharga baginya, (4) Belajar itu harus terbukti dari perubahan kelakuannya, (5) Selain tujuan pokok yang hendak dicapai, diperolehnya pula hasil sambilan, (6) Belajar lebih berhasil dengan jalan berbuat atau melakukan, (7) Seseorang belajar sebagai keseluruhan, tidak hanya aspek intelektual namun termasuk pula aspek emosional, sosial, etis dan sebagainya, (8) Seseorang memerlukan bantuan dan bimbingan dari orang lain, (9) Untuk belajar diperlukan insight. Apa yang dipelajari harus benar-benar dipahami, (10) Disamping mengejar tujuan belajar yang sebenarnya, seseorang sering mengejar tujuan-tujuan lain, (11)Belajar lebih berhasil, apabila usaha itu memberi sukses yang menyenangkan, (12)Ulangan dan latihan perlu akan tetapi harus didahului oleh pemahaman dan (13)Belajar hanya mungkin kalau ada kemauan dan hasrat untuk belajar. 3. Implikasi Psikologi Pendidikan terhadap Sistem Penilaian Penilaian pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam pendidikan guna memahami seberapa jauh tingkat keberhasilan pendidikan. Melalui kajian psikologis kita dapat memahami perkembangan perilaku apa saja yang diperoleh peserta didik setelah mengikuti kegiatan pendidikan atau pembelajaran tertentu. Di samping itu, kajian psikologis telah memberikan sumbangan nyata dalam pengukuran potensipotensi yang dimiliki oleh setiap peserta didik, terutama setelah dikembangkannya berbagai tes psikologis, baik untuk mengukur tingkat kecerdasan, bakat maupun kepribadian individu lainnya. Pemahaman kecerdasan, bakat, minat dan aspek kepribadian lainnya melalui pengukuran psikologis, memiliki arti penting bagi upaya pengembangan proses pendidikan individu yang bersangkutan sehingga pada gilirannya dapat dicapai perkembangan individu yang optimal. D.
Guna Calon Guru Mempelajari Ilmu Psikologi Pendidikan Manfaat mempelajari psikologi pendidikan bagi guru dan calon guru dapat dibagi menjadi dua aspek, yaitu:
1. Untuk Mempelajari Situasi Dalam Proses Pembelajaran Memahami perbedaan individu (peserta didik), penciptaan iklim belajar yang kondusif dikelas, pemilihan strategi dan metode pembelajaran, memberikan bimbingan kepada peserta didik dan mengevaluasi hasil pembelajaran 2. Untuk Penerapan Prinsip-prinsip Belajar Mengajar
Menetapkan tujuan pembelajaran, penggunaan media pembelajaran dan penyusunan jadwal pelajaran Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan psikologi pendidikan berperan dalam membantu guru untu merencanakan, mengatur dan mengevaluasi kegiatan belajar mengajar di sekolah. DAFTAR PUSTAKA Adami,
N. (2015). Landasan Psikologis Pendidikan. Di akses 10 darihttp://www.nuradamy.com/2015/01/landasan-psikologis-pendidikan-.html
Pidarta, Made. 2013. Landasan Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta http://nursafatri.blogspot.com/2015/10/landasan-psikologis-pendidikan.html
Oktober 2015