MAKALAH KONSEP NYERI
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Teori Keperawatan Medikal Bedah Lanjut I
Dosen Kusman Ibrahim, S.Kp., MNS., Ph.D
Disusun oleh : Ade Iwan Mutiudin Mayriska Kalay Mia Listiawati Ridal Sagala
220120180009 220120180032 220120180070 220120180045
PEMINATAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN UNIVERSITAS PADJADJARAN 2019 i
KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan pemilik semesta alam dan sumber segala pengetahuan atas bimbingan dan penyeraan-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “MAKALAH KONSEP NYERI”. Penyusunan makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu tugas matakuliah Pengkajian Kesehatan dan Analisis Terintegrasi dengan menganalisa model pengkajian kesehatan. Kami sangat menyadari makalah ini masih jauh dari kesempuranaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun kami sangat harapakan untuk kesempurnaan dari kekurangan-kekurangan yang ada, sehingga karya tulis ini bisa bermanfaat. Akhir kata kami ucapkan kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusinya dalam penyelesaian makalah ini. Terima Kasih
Penulis
TIM
i
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ...................................................................................
i
DAFTAR ISI ..................................................................................................
ii
BAB I
BAB II
BAB III
PENDAHULUAN A. Latar Belakang ......................................................................
1
B. Rumusan Masalah ..................................................................
3
C. Tujuan ....................................................................................
3
TINJAUAN PUSTAKA A. Dasar Fisiologi Nyeri .............................................................
4
B. Tipe-tipe Nyeri .......................................................................
5
C. Perbedaan Nyeri Akut dan Nyeri Kronis ...............................
8
D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nyeri ..............................
9
PENUTUP A. Kesimpulan ............................................................................
12
B. Saran .......................................................................................
12
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rasa nyaman adalah sesuatu keadaan yang membuat seseorang merasa nyaman, tenang, terlindung dari ancaman fisik maupun psikologis, bebas dari rasa sakit terutama nyeri (Purwanto & karendehi, 2015). Nyeri merupakan pengalaman pribadi yang diperlihatkan dengan cara berbeda pada setiap individu (Potter & Perry, 2006). Nyeri merupakan suatu sensori subjektif dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan terkait kerusakan jaringan yang aktual maupun potensial, yang digambarkan dalam bentuk kerusakan (Meliala & Suryamiharja, 2007). Menurut Potter & Perry (2006) setiap individu memiliki pengalaman nyeri yang berbeda-beda dengan skala tertentu. Nyeri bersifat subjektif dan dipersepsikan berdasarkan pengalaman masing-masing individu. Nyeri menjadi alasan seorang individu mencari perawatan untuk menghilangkan rasa nyeri. Nyeri yang tidak tertangani akan menyebabkan ketidakmampuan individu dalam melakukan aktifitas, isolasi sosial, depresi serta perubahan konsep diri. Smelter & bare (2002) mengungkapkan nyeri dapat dikategorikan menjadi dua yaitu nyeri akut dan nyeri kronis. Nyeri akut merupakan nyeri yang berlangsung beberapa detik hingga kurang dari enam bulan, dan biasanya tiba-tiba dan umumnya karena cedera fisik, yang mengakibatkan kerusakan jaringan. Seiring dengan berjalannya waktu akan terjadi penyembuhan, salah satunya adalah nyeri akibat trauma ataupun nyeri akibat pembedahan. Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermitten yang menetap sepanjang waktu, dimana nyeri berlangsung dalam waktu yang lama, biasanya nyeri kronis tidak memberikan respon yang baik terhadap pengobatan, nyeri kronik bisa berlangsung selama enam minggu atau lebih (Strong, Unruh, Wright & baxter, 2002).
1
Nyeri merupakan keluhan yang paling banyak membawa pasien untuk keluar masuk berobat ke rumah sakit. Diperkirakan prevalensi nyeri kronis adalah 20% dari populasi dunia. Berdasarkan hasil data yang diperoleh dari Word Health Organization (WHO) (2015), jumlah pasien nyeri pembedahan meningkat dari tahun ke tahun, pada tahun 2011 tercatat terdapat 140 juta pasien atau sekitar 1,9%, pada tahun 2012 terjadi peningkatan sebesar 148 juta pasien atau sekitar 2,1%. Nyeri berdasarkan tingkatannya terdiri dari nyeri ringan yaitu nyeri dengan intensitas rendah, nyeri sedang yaitu nyeri yang menimbulkan reaksi, nyeri berat yaitu nyeri dengan intensitas yang tinggi. Klien dinilai tidak ada keluhan nyeri bila skala intensitas nyeri numerik 0, nyeri ringan bila skala intensitas nyeri numerik 1-4, nyeri sedang bila skala intensitas nyeri numerik 5-7, nyeri berat bila skala intensitas nyeri numerik 810 (Langganawa, 2014). Pengkajian nyeri di sebuah bangsal RSUP Adam Malik Medan didapatkan pasien post operasi dengan intensitas nyeri ringan sebanyak 22,2 % pasien, nyeri sedang sebanyak 57,4% dan sisanya adalah pasien dengan intensitas nyeri berat 20,4% (Nurhafizah & Erniyati, 2012). Menurut Marpuah dalam Kusyati (2012), ibu primigravida mengalami nyeri dengan rata-rata nyeri sedang sebanyak 54% dan sisanya nyeri ringan sebanyak 46%. Respon klien berbeda-beda dalam menangani nyeri misalnya berteriak, meringis, menangis dan sebagainya, maka perawat harus peka terhadap sensasi nyeri yang dialami oleh pasien (Asmadi & Saifullah, 2015). Perawat harus bisa menjelaskan dan menganalisa keluhan nyeri yang dialami klien asuhan keperawatan mencangkup pemeliharaan suhu tubuh normal, pernafasan yang optimal,
bebas
dari
cedera,
terutama
meminimalkan
nyeri
dan
ketidaknyamanan (Baradero dalam Saifullah, 2015). Ketika pasien merasakan nyeri, pasien tidak dapat menikmati kehidupan dengan nyaman, pada kondisi ini perawat sebagai tenaga professional yang paling banyak berinteraksi dengan pasien bertanggung jawab melakukan manajemen nyeri yang tepat (Mustawan dalam Karendehi, 2015). Manajemen nyeri yang tidak adekuat dapat menimbulkan konsekuensi
2
terhadap pasien dan anggota keluarga. Pasien dan keluarga akan merasakan ketidaknyamanan yang meningkatkan respon stress sehingga mempengaruhi kondisi psikologi, emosi, dan kualitas hidup (Purwandari, 2014). Penelitian yang dilakukan Woldrhaimanot, Esheti & Kerie 2014, tentang manajemen nyeri di Bangsal Bedah Jimma Ethiopia, dari 252 pasien yang mengalami nyeri hanya 50% dari pasien yang cukup puas dengan menejemen nyeri mereka. Sedangkan Human Rights Watch melaporkan bahwa hanya 10% dari pasien yang menerima manajemen nyeri optimal, meskipun berbagai workshop dan pertemuan puncak telah dilakukan se Uni Afrika dan menetapkan bahwa nyeri merupakan sebagian dari hak dasar manusia (Human Right Watch dalam Woldrhaimanot 2014).
B. Rumusan Masalah 1. Dasar fisiologi nyeri 2. Tipe-tipe nyeri 3. Perbedaan nyeri akut dan nyeri kronis 4. Faktor-faktor yang mempengaruhi ekspresi nyeri
C. Tujuan 1. Mampu menjelaskan dan menganalisa dasar fisiologi nyeri 2. Mampu menjelaskan dan menganalisa tipe-tipe nyeri 3. Mampu menjelaskan dan menganalisa perbedaan nyeri akut dan nyeri kronik 4. Mampu menjelaskan dan menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi ekspresi nyeri
3
BAB II PEMBAHASAN A. Dasar Fisiologi Nyeri Nyeri merupakan suatu sensasi yang tidak menyenangkan dalam hal emosional maupun sensori yang memiliki hubungan dengan kerusakan jaringan atau faktor lain, sehingga membuat individu merasa tersiksa, menderita, dan membuat aktivitas dan psikis individu sehari-hari menjadi terganggu (Asmadi, 2008). Secara mekanisme, nyeri didasari oleh proses yang multipel yaitu nosisepsi, sensitisasi perifer, perubahan fenotip, sensitisasi sentral, eksitabilitas ektopik, reorganisasi struktural, dan penurunan inhibisi. Terdapat empat proses antara stimulus cedera jaringan dan pengalaman subjektif terhadap nyeri yaitu transduksi, transmisi, modulasi, dan persepsi. 1. Transduksi Transduksi merupakan suatu proses dimana saraf aferen yang terakhir menerjemahkan stimulus (tusukan jarum) kedalam impuls nosiseptif. Adapun serabut saraf yang terlibat dalam proses ini yaitu serabut A-beta. A-delta, dan C. Serabut saraf A-delta dan C merupakan serabut saraf yang secara maksimal berespon terhadap stimulus non noksius yang disebut sebagai serabut penghantar nyeri/nosiseptor. Proses dimana stimulus noksius diubah ke impuls elektrikal pada ujung saraf. Suatu stimuli kuat (noxion stimuli) seperti tekanan fisik kimia, suhu dirubah menjadi suatu aktifitas listrik yang akan diterima ujung-ujung saraf perifer (nerve ending) atau organ-organ tubuh (reseptor meisneri, merkel, corpusculum paccini, golgi mazoni). Kerusakan jaringan karena trauma baik trauma pembedahan atau trauma lainnya menyebabkan sintesa prostaglandin, dimana prostaglandin inilah yang akan menyebabkan sensitisasi dari reseptor-reseptor nosiseptif dan dikeluarkannya zat-zat mediator nyeri seperti histamin, serotonin yang akan menimbulkan sensasi nyeri. Keadaan ini dikenal sebagai sensitisasi perifer 4
2. Transmisi Transmisi merupakan suatu proses dimana impuls disalurkan menuju kornu dorsalis medula spinalis, kemudian sepanjang traktus sensorik menuju otak. Neuron aferen primer merupakan pengirim dan penerima aktif dari sinyal elektrik dan kimiawi. Aksonnya berakhir di kornu dorsalis medula spinalis dan selanjutnya berhubungan dengan banyak neuron spinal. 3. Modulasi Modulasi merupakan proses yang terjadi pada kornu dorsalis medula spinalis. Proses ini merupakan proses amplifikasi sinyal neural terkait nyeri. Sistem nosiseptif juga mempunyai jalur desending berasal dari korteks frontalis, hipotalamus, dan area otak lainnya ke otak tengah (midbrain) dan medula oblongata, selanjutnya menuju medula spinalis. Hasil dari proses inhibisi desendens ini adalah penguatan, atau bahkan penghambatan (blok) sinyal nosiseptif di kornu dorsalis. 4. Persepsi Persepsi merupakan kesadaran akan pengalaman nyeri. Persepsi dihasilkan dari interaksi antara proses transduksi, transmini, modulasi, aspek psikologis, dan karakter individu sendiri.
B. Tipe-Tipe Nyeri Berdasarkan lamanya, nyeri terbagi menjadi 2 yaitu, nyeri akut dan nyeri kronis. 1. Nyeri Akut Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan jaringan. Nyeri akut terjadi akibat cedera pada area hipersensitisasi (hiperalgesia primer) dan area yang berada di sekitarnya (hiperalgesia sekunder). Saat terjadi nyeri akut, hal
ini
mengaktifasi
sistem
saraf
simpatis,
sehingga
terjadi
vasokonstriksi, nadi cepat, fisiologi “fight or flight”, dan peningkatan aktivitas dan kesadaran.
5
2. Nyeri Kronis Nyeri kronis atau persisten terjadi lebih lama setelah kerusakan jaringan, berhubungan dengan adaptasi fisiologi dan psikologis. Pasien yang mengalami nyeri kronis sudah memiliki adaptasi fisiologi terhadap stimulus nyeri persisten yang dapat disertai dengan gejala depresif, anoreksia, kelelahan, gangguan tidur, dan mood yang labil. Beradasarkan lokasinya, nyeri terbagi menjadi 3 yaitu, nyeri perifer, nyeri sentral, dan nyeri psikogenik. a. Nyeri Perifer Nyeri perifer dibagi menjadi 3 yaitu nyeri kutaneus (superfisial) perifer, nyeri dalam (profunda), dan nyeri alih (refered pain). Nyeri Kutaneus Perifer Nyeri kutaneus perifer berasal dari saraf perifer di mukosa dan kulit. Nyeri Dalam Nyeri dalam berasal dari reseptor fasia, sendi tendon, dan organ dalam (visera). Nyeri dalam bersifat tumpul, terus menerus, dan seperti terbakar. Hal ini dipicu oleh stimulasi mekanik seperti tekanan, stimulasi kimiawi, dan kerusakan jaringan. Contoh nyeri dalam adalah keadaan distensi atau kontraksi otot polos, peregangan kapsul yang mengelilingi organ, iskemik dan nekrosis, atau iritasi dari senyawa atau iritasi dari senyawa kimiawi yang dihasilkan dalam proses inflamasi. Nyeri pada organ dalam bersifat difus, dimana dapat disertai dengan respon otonomik seperti mual, keringatan, perubahan denyut jantung, dan tekanan darah. Nyeri alih Nyeri alih merupakan nyeri yang dirasakan jauh dari sumber nyeri. Hal ini diakibatkan karena serabut-serabut aferen yang berbeda bersatu pada neuron-neuron kornu posterior yang sama pada medulla spinalis.
6
b. Nyeri Sentral Nyeri sentral merupakan nyeri yang diakibatkan dari rangsangan pada sumsum tulang belakang, talamus, batang otak, atau korteks serebri. c. Nyeri Psikogenik Nyeri psikogenik merupakan nyeri yang dipicu dan dieksaserbasi oleh faktor psikologis. Berdasarkan patofisiologi nyeri terbagi menjadi 3 yaitu, nyeri nosiseptif, inflamasi, dan neuropatik. a. Nyeri Nosiseptif Reseptor nyeri yang merupakan ujung saraf bebas disebut nosiseptor. Nosiseptor berada pada otot, sendi, kulit, dan visera yang mana dengan densitas yang berbeda menghasilkan impuls ke medulla spinalis. Proses nosiseptif terdiri dari 4 tahap yaitu, transduksi, transmisi, modulasi, dan persepsi. Transduksi merupakan proses stimulus nyeri diterjemahkan menjadi impuls nyeri pada ujung saraf aferen. Transmisi merupakan proses pengiriman impuls nyeri ke kornu posterior medulla spinalisdan dilanjutkan ke otak melalui traktus sensori. Modulasi merupakan proses interaksi antara impuls nosiseptif yang masuk ke kornu posterior medulla spinalis dan sistem analgesik endogen yang mana dalam medulla spinalis terjadi penguatan atau pengurangan impuls tersebut. Persepsi merupakan hasil akhir dari proses transduksi, transmisi dan modulasi yang menghasilkan persepsi nyeri pada seseorang. b. Nyeri Neuropatik Nyeri neuropatik merupakan nyeri yang terus terjadi setelah cedera jaringan telah sembuh yang ditandai dengan penurunan ambang batas sensorik dan nosiseptif (alodinia dan hiperalgesia). Banyak pasien yang mengalami nyeri neuropatik sepanjang hidupnya dan hal ini membuat dampak negatif terhadap kualitas hidup dari segi fisik, sosial, dan emosional. Pasien kanker memiliki resiko
7
tinggi untuk merasakan nyeri neuropatik akibat dari proses kemoterapi dan radioterapi.
C. Perbedaan Nyeri Akut dan Nyeri Kronik Nyeri berdasarkan durasi terbagi menjadi nyeri akut dan nyeri kronis. Nyeri akut terjadi karena adanya kerusakan jaringan yang akut dan tidak berlangsung lama. Sedangkan nyeri kronik, tetap berlanjut walaupun lesi sudah sembuh. Ada yang memakai batas waktu 3 bulan sebagai nyeri kronik. Untuk membedakan nyeri akut dan nyeri kronik secara klinis ditampilkan seperti tabel 2.1 dan 2.2 Tabel 2.1 Perbedaan Nyeri Akut dan Nyeri Kronis Nyeri Akut
Nyeri Kronis
Penyebab berupa kerusakan jaringan Penyebab multiple (keganasan, yang nyata
jinak)
Onset yang jelas
Onset gradual atau jelas
Durasi yang pendek dan jelas
Menetap setalah 3-6 bulan setelah penyembuhan
Hilang dengan sembuhnya luka
Dapat merupakan gejala atau diagnosis
Berfungsi sebagai proteksi
Tidak ada tujuan adaptif
Memiliki terapi efektif
Dapat
refrakter
terhadap
pengobatan Vadivelu N et al. Pain Pathway and Acute Pain Processing dalam Acute Pain Management. Cambridge University Press. New York. 2009
Tabel 2.2 Perbedaan Nyeri Akut dan Nyeri Kronis Aspek
Nyeri Akut
Nyeri Kronik
Lokasi
Jelas
Difus, menyebar
Deskripsi
Mudah
Sulit
Durasi
Pendek
Terus berlangsung
Fisiologis
Kondisi alert (BP,HR↑)
Muncul puncak2 nyeri
8
Istirahat
Mengurangi nyeri
Memperburuk nyer
Pekerjaan
Terkendali
Dipertanyakan
Keluarga
& Menolong, Suportif
Lelah, deteorasi
relasi Finansial
Terkendali
Menurun & bisa kekurangan
Mood
Ansietas, takut
Depresi, rasa bersalah, iritabilitas, marah, frustasi, putus asa
Toleransi nyeri
Terkendali
Kurang terkendali
Respon dokter
Positif, memberi
Merasa disalahkan,
harapan
menambah jml obat, follow-up menjemukan,
Pengobatan
Mencari penyebab dan
Fokus pada fungsi dan
mengobatinya
manajemen
(Meliala, 2004)
D. Faktor-fakor yang Mempengruhi Ekspresi Nyeri Ada beberapa faktor yang mempengaruhi respon terhadap nyeri diantaranya yaitu berupa usia, jenis kelamin, etnis dan budaya: 1. Usia Batasan usia menurut Depkes RI (2009) yaitu anak-anak mulai usia 0-12 tahun, remaja usia 13-18 tahun, dewasa usia 19-59 tahun, lansia usia lebih dari 60 tahun. Usia mempunyai peranan yang penting dalam mempersepsikan dan mengekspresikan rasa nyeri. Pasien dewasa memiliki respon yang berbeda terhadap nyeri dibandingkan pada lansia. Nyeri dianggap sebagai kondisi yang alami dari proses penuaan. Cara menafsirkan nyeri ada dua. Pertama, rasa sakit adalah normal dari proses penuaan. Kedua sebagai tanda penuaan. Usia sebagai faktor penting dalam pemberian obat. Perubahan metabolik pada orang yang lebih tua mempengaruhi respon terhadap analgesik opioid. Banyak penelitian telah dilakukan untuk
9
mengetahui pengaruh usia terhadap persepsi nyeridan hasilnya sudah tidak konsisten. Washington, Gibson dan Helme (2000): dalam Paul and Williams (2009) menemukan bahwa orang tua membutuhkan intensitas lebih tinggi dari rangsangan nyeri dibandingkan orang usia muda. Menurut Edwards & Fillingham (2000) ): dalam Paul and Williams (2009) menyatakan bahwa tidak ada perbedaan persepsi nyeri antara orang muda dengan orang tua, sedangkan menurut Li, Green-wald dan Gennis (2001) ): dalam Paul and Williams (2009) menemukan bahwa nyeri pada lansia pasien merupakan bagian dari proses penuaan. Pasien usia lanjut melaporkan nyeri kurang signifikan dibandingkan pasien yang lebih muda. 2. Jenis kelamin Respon nyeri di pengaruhi oleh jenis kelamin. Logan dan Rose (2004) ): dalam Paul and Williams (2009) telah melakukan penelitian terhadap sampel 100 pasien untuk mengetahui perbedaan respon nyeri antara laki-laki dan perempuan. Hasilnya menunjukan bahwa ada perbedaan antara laki- laki dan perempuan dalam merespon nyeri yaitu perempuan mempunyai respon nyeri lebih baik dari pada laki-laki. 3. Etnis Data-data menunjukkan bahwa golongan kulit hitam di Amerika menunjukkan toleransi yang rendah bila dibandingkan orang kulit hitam untuk stimulus spesifik termasuk rasa panas, nyeri iskemik, tekanan, dingin. Orang kulit hitam juga menunjukkan rating yang lebih tinggi terhadap intensitas dan ketidaknyamanan nyeri dan lebih sering melakukan strategi penghindaran nyeri pasif . Hal ini sejalan dengan penelitian yang melaporkan bahwa orang kulit hitam memiliki level nyeri lebih tinggi untuk migrain, 20 nyeri pasca operasi, nyeri myofasial dan nyeri kronik non kanker. Hal ini menunjukkan bahwa bahwa faktor etnik dapat memiliki hubungan langsung terhadap aspek sensitivitas nyeri dan pelaporannya. 4. Pendidikan Tingkat pendidikan mempunyai hubungan negatif dengan persepsi nyeri, semakin rendah pendidikan menyebabkan peningkatan intensitas
10
nyeri dan disabilitas akibat nyeri. Hal tersebut berhubungan dengan strategi coping, yaitu konsekuensi masing-masing individu untuk menilai suatu keadaan. 5. Budaya Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka berespon terhadap nyeri misalnya seperti suatu daerah menganut kepercayaan bahwa nyeri adalah akibat yang harus diterima karena mereka melakukan kesalahan jadi mereka tidak mengeluh jika ada nyeri. Suza (2003) ): dalam Paul and Williams (2009), menemukan bahwa orang Jawa dan Batak mempunyai respon yang berbeda terhadap nyeri. Dia menemukan bahwa pasien Jawa mencoba untuk mengabaikan rasa sakit dan hanya diam, menunjukkan sikap tabah, dan mencoba mengalihkan rasa sakit melalui kegiatan keagamaan. Ini berarti bahwa pasien Jawa memiliki kemampuan untuk mengelolanya. Di sisi lain, pasien Batak merespon nyeri dengan berteriak, menangis, atau marah dalam rangka untuk mendapatkan perhatian dari orang lain, sehingga menunjukkan ekspresif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pasien dengan budaya yang berbeda dinyatakan dalam cara yang berbeda yang mempengaruhi persepsi nyeri.
11
BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis mengenai Makalah Konsep Nyeri, maka dengan ini penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Dasar fisiologi nyeri terdapat empat proses antara stimulus cedera jaringan dan pengalaman subjektif terhadap nyeri yaitu transduksi, transmisi, modulasi, dan persepsi. 2. Berdasarkan lamanya, nyeri terbagi menjadi 2 yaitu, nyeri akut yang berhubungan dengan kerusakan jaringan dan nyeri kronis atau persisten terjadi lebih lama setelah kerusakan jaringan, berhubungan dengan adaptasi fisiologi dan psikologis. 3. Perbedaan nyeri akut dan kronis yaitu nyeri akut terjadi karena adanya kerusakan jaringan yang akut dan tidak berlangsung lama. Sedangkan nyeri kronik, tetap berlanjut walaupun lesi sudah sembuh. 4. Faktor-faktor yang mempengaruhi ekspresi nyeri beberapa faktor yang mempengaruhi respon terhadap nyeri diantaranya yaitu berupa usia, jenis kelamin, etnis dan budaya.
B. SARAN Semoga dengan memahami konsep dasar nyeri ini, kita bisa menerapkan dan membagi ilmu dalam menyelesaikan masalah dan gangguan tidak nyaman ini dalam kehidupan.
12
DAFTAR PUSTAKA Asmadi. (2008). Teknik Prosedural Keperawatan : Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta : Salemba Medika. Bahrudin, M. (2017). Patofisiologi Nyeri. Saintika Medika, 13 no 1(Jurnal Ilmu Kesehatan dan Kedokteran Keluarga.), 7–13. https://doi.org/https://doi.org/10.22219/sm.v13i1.5449 | Bare & Smeltzer, 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddart (Alih bahasa Agung Waluyo) Edisi 8 vol 3 Jakarta :EGC Satyanegara. (2014). Ilmu Bedah Saraf Satyanegara (edisi V). Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Meliala. (2004). Penatalaksanaan Nyeri Punggung Bawah. Skrispi. Universitas Diponegoro. Semarang Vadivelu N et al.(2009). Pain Pathway and Acute Pain Processing dalam Acute Pain Management. Cambridge University Press. New York. p 3-20. National Pharmaceutical Council. (2001) Pain: Current Understanding of Assessment, Management, and Treatments. p 3-4. Paul,Pauline & Beverly Williams. (2009). Brunner & Suddarth's Textbook of Canadian Medical-surgical Nursing. Lippincott Williams & Wilkins Meliala & Suryamiharja, 2007. Penuntun Penatalaksanan Nyeri Neuropatik: Edisi 2, medikagama Press, Yogyakarta. Potter & Perry, 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, Dan Praktik edisi 4, Volume 2, Jakarta: EGC. Nurhafizah, Erniyati, 2012: Koping dan Intensitas Nyeri post Operasi di Ruang Bindu B2A RSUP Adam malik. Woldehaimanot, Eshetie & kerie, 2012: Post Operative Pain Management Among Surgically Treated Patients in an Ethiiopian Hospital.
13