Makalah Kimia Fisik 2 Kelompok 6.docx

  • Uploaded by: Habib Wijaya
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Kimia Fisik 2 Kelompok 6.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,726
  • Pages: 28
MAKALAH KIMIA FISIK 2 “Kesetimbangan Fasa Sistem Satu Komponen”

Disusun Oleh:

Heni Yulianti

(A1C116034)

Jelpapo Putra Yanto

(A1C116054)

Zelvy Amelia Murwani

(A1C116074)

Dosen Mata Kuliah Dra. Wilda Syahri, M.Pd

PENDIDIKAN KIMIA JURUSAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS JAMBI 2018

KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah SWT. Shalawat dan Salam selalu tercurahkan kepada Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya kami penulis mampu menyelesaikan tugas makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah Kimia Fisik 2. Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang kesetimbangan fasa sistem satu komponen, yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber informasi dan referensi yang telah di dapat. Makalah ini disusun oleh pemakalah dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah akhirnya makalah ini dapat terselesaikan. Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa. Kami sadar bahwa makalah ini masih banyak terdapat kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, kepada dosen mata kuliah Kimia Fisik 2 meminta masukannya demi perbaikan pembuatan makalah kami dimasa yang akan datang dan mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca sekalian.

Jambi, 15 Maret 2018

Penulis

i

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………..…...……..i DAFTAR ISI…………………………………………………………………………..………ii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang…………………………………………………………............................1 1.2 Rumusan Masalah ………………………………………………………………….…….1 1.3 Tujuan Penulisan …………………………………………………………………………1 1.4 Manfaat Penulisan…………………………………………………………………………1 BAB II PEMBAHASAN 2.1 Konsep Kaidah Fasa…………………………………………………………..…………...3 2.1.2 Jumlah Fasa……………………………………………………………………………..3 2.1.3 Jumlah Komponen…………………………………………………………...………….3 2.1.4 Derajat Kebebasan………………………………………………………………………6 2.2 Pengertian Fasa………………………………………………………………….…………7 2.3 Sistem Satu Komponen……………………………………………………………………9 2.3.1 Aturan Fasa Gibbs…………………………………………………………...………...10 2.3.3 Keberadaan Fasa-fasa dalam Satu Komponen………………………………...………11 BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan……………………………………………………………………………….14 DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………...15

ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Fasa adalah bagian yang serbasama dari suatu sistem, yang dapat dipisahkan secara mekanik; serbasama dalam hal komposisi kimia dan sifat-sifat fisika. Jadi suatu sistem yang mengandung cairan dan uap masing-masing mempunyai bagian daerah yang serbasama. Dalam fasa uap kerapatannya serbasama disemua bagian pada uap tersebut. Dalam fasa cair kerapatannya serbasama disemua bagian pada cairan tersebut, tetapi nilai kerapatannya berbeda dengan di fasa uap. Sistem yang terdiri atas campuran wujud gas saja hanya ada satu fasa pada kesetimbangan sebab gas selalu bercampur secara homogen. Dalam sistem yang hanya terdiri atas wujud cairan-cairan pada kesetimbangan bisa terdapat satu fasa atau lebih, tergantung pada kelarutannya. Padatan-padatan biasanya mempunyai kelarutan yang lebih terbatas dan pada suatu sistem padat yang setimbang bisa terdapat beberapa fasa padat yang berbeda. Jumlah komponen dalam suatu sistem merupakan jumlah minimum dari spesi yang secara kimia independen yang diperlukan untuk menyatakan komposisi setiap fasa dalam sistem tersebut. Cara praktis untuk menentukan jumlah komponen adalah dengan menentukan jumlah total spesi kimia dalam sistem dikurangi dengan jumlah reaksi-reaksi kesetimbangan yang berbeda yang dapat terjadi antara zat-zat yang ada dalam sistem tersebut. 1.2 Rumusan Masalah 1) Apa yang dimaksud dengan konsep kaidah fase? 2) Apa Pengertian fasa? 3) Bagaimana aturan fasa Gibbs? 4) Bagaimana sistem satu-komponen?

1.3 Tujuan Penulisan - Untuk mengetahui konsep kaidah fase. - Untuk mengetahui Pengertian fasa. - Untuk mengetahui Bagaimana aturan fasa Gibbs.

1i

- Untuk mengetahui sistem satu-komponen. 1.4 Manfaat Penulisan - Agar dapat mengetahui konsep kaidah fasa - Agar dapat mengetahui Pengertian fasa. - Agar dapat mengetahui Bagaimana aturan fasa Gibbs. - Agar dapat mengetahui sistem satu-komponen.

ii2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Konsep Kaidah fase Konsep kaidah fasa mencakup jumlah fasa (P), jumlah campuram dan jumlah kebebasan/varian (F) dalam sistem. 2.1.2 Jumlah Fasa(P) Jumlah fasa adalah jumlah bagian –bagian yang serbasama dalam sistem. Fasa adalah bagian dari sistem yang bersifat homogen, dan dipisahkan dari bagian sistem yang lain dengan batas yang jelas. Jumlah Fasa (P): jumlah bagian-bagian homogen itu dalam sistem. Contoh: Kesetimbangan air dan uapnya: P = 2 Air + alkohol dan uapnya: P = 2 Air + minyak dan uapnya: P = 3 Santan/susu/krim pembersih muka: P = banyak 2.1.3 Jumlah Komponen (C) Jumlah komponen adalah jumlah terkecil zat-zat kimia yang terdiri bebas (konsentrasinya dapat diubah dengan leluasa) yang dapat digunakan untuk menyatakan komposisi dari setiap fasa dalam sistem. Contoh: Sistem air

C=1

Sistem Etanol dalam air

C=2

Sistem yang terdiri dari PCl5, PCl3, dan Cl2 Jika pada sistem PCl5, PCl3, dan Cl2 tercapai kesetimbangan dalam wadah tertutub dengan di mulai dari PCl5 PCl5 ↔ PCl3 + Cl2 Sistem terdiri darin 1 komponen [PCl5] : [PCl3] : [Cl2] Tetapi jika dimulai dari: PCl3 + Cl2 ↔ PCl5

3i

Terdiri dari dua komponen (C=2) karena pencampuran PCl3 dan Cl2 dapat dalam berbagai konsentrasi (perbandingan) Cara penentuan jumlah komponen dalam kesetimbangan: Jumlah komponen dalam sistem adalah jumlah terkecil zat-zat kimia yang terdiri bebas dengan zat-zat ini komposisi dari setiap fasa yang ada dalam sistem harus dapat dinyatakan. Cara menentukan jumlah komponen dalam kesetimbangan ada 3 yaitu : -

Hubungan reaksi kimia Kesamaan konsentrasi Kesamaan jumlah muatan listrik

Sistem kesetimbangan CaCO3(s) ↔ CaO(s) + CO2 (g) C=3–1=2 NH4Cl(s) ↔ NH3 (g) + HCl C = 3 – (1+1) = 1 Sistem yang terdiri dari larutan jenuh NaCl dan uapnya C = 4- (1+1) = 2 C = 2- 0 = 2 Sistem Tembaga Sulfat – air Dalam sistem bisa terdapat CuSO4 CuSO4 . H2O

CuSO4 + H2O → CuSO4 . H2O

CuSO4 . 3H2O

CuSO4 +3 H2O → CuSO4 . 3H2O

CuSO4 . H2O

CuSO4 + 5H2O

→ CuSO4 . 5H2O

H2O C=5–3=2

ii4

Jumlah komponen dalam sistem Komposisi Fasa CuSO4

H2O

H2O

0

A

CuSO4

B

O

CuSO4 . H2O

C

C

CuSO4 . 3H2O

D

3d

CuSO4 . 5H2O

E

5i

Larutan

F

G

Uap

O

H

Jumlah komponen adalah jumlah spesi kimia minimum yang diperlukan untuk menggambarkan keadaan sistem. Contoh: Campuran air, etanol dan asam asetat: C = 3, P = 1. Campuran N2, H2 dan NH3 (pada keadaan setimbang): C = 2 Campuran ini dalam keadaan belum/tidak setimbang: C = 3 Campuran setimbang ini, yang berasal dari NH3: C = 1. Campuran CaCO3(s) λ CaO(s) + CO2(g) (dalam keadaan setimbang), C = 2, P = 3 Jika sistem ini belum/tidak setimbang, C = 3, P = 3

i

5

2.1.4 Derajat Kebebasan Derajat kebebasan (degree of freedom) didefinisikan sebagai jumlah peubah thermodinamik yang dapat divariasikan secara tidak saling bergantungan tanpa mengubah jumlah fasa yang berada dalam keseimbangan. Derajat kebebasan f (kadang-kadang disebut varians, v) dari suatu sistem setimbang merupakan jumlah variabel intensif independen yang diperlukan untuk menyatakan keadaan sistem tersebut. Untuk menguraikan keadaan kesetimbang dari suatu sistem yang terdiri dari beberapa fasa dengan beberapa spesi kimia, kita dapat menentukan mol masing-masing spesi dalam setiap fasa serta suhu, T dan tekanan P. Akan tetapi penentuan mol tidak akan kita lakukan karena massa setiap fasa dalam sistem tidak menjadi perhatian kita. Massa atau ukuran dari setiap fasa tidak mempengaruhi posisi kesetimbangan fasa, karena kesetimbangan fasa ditentukan fasa ditentukan oleh kesamaan potensial kima, yang merupakan variabel intensif. Sebagai contoh, dalam sistem dua fasa yang terdiri dari larutan AgBr dengan padatan AgBr pada T dan P tertentu, kondisi kesetimbangan dari AgBr yang larut (dalam larutan jenuh) tidak bergantung pada massa dari masing-masing fasa, jadi tidak penting apakah terdapat sedikit atau banyak padatan AgBr atau sevolume besar larutan, asal kedua fasa ada dalam keadaan kesetimbangan dalam larutan tersebut mempunyai nilai tertentu pada T dan P tertentu. Oleh karena itu dalam membicarakan kesetimbangan fasa, kita tidak akan meninjau variabel ekstensif yang bergantung pada setiap fasa. Kita akan meninjau variabel-variabel intensif seperti suhu, tekanan dan komposisi (fraksi mol). Jumlah variabel intensif indefenden yang di perlukan untuk menyatakan keadaan suatu sistem menyatakan keadaan suatu sistem merupakan derajat kebebasan dari sistem tersebut. Derajat

kebebasan

adalah

jumlah

besaran

makroskopik

yang

diperlukan

untuk

menggambarkan keadaan sistem. Aturan fasa Gibbs: F = C – P + 2 Komponen : adalah logam murni atau senyawa yang menyusun suatu logam paduan. Contoh : Cu – Zn (perunggu), komponennya adalah Cu dan Zn Fase: Fase didefinisikan sebagai sistem yang homogen yang mempunyai sifat kimia dan sifat fisika yang seragam/uniform.

ii6

Satu fase : contohnya logam murni, padatan, cairan. Lebih 1 fase : contohnya larutan air-gula dengan gula (larutan air-gula yang melampaui batas kelarutan). homogenSistem fase tunggal campuran atau sistem heterogen.Sistem 2 atau lebih fase 2.2 Pengertian fasa Fasa adalah bagian yang serbasama dari suatu sistem, yang dapat dipisahkan dari ; serbasama dalam komposisi kimia dan sifat-sifat fisika. Jadi suatu sistem yang mengandung suatu cairan dan uap mempunyai dua bagian daerah yang serbasama. Dalam fasa uap kerapatannya serbasama disemua bagian pada uap tersebut. Dalam fasa cair kerabatannya serbasama disemua bagian pada cairan tersebut, tetapi nilainya berbeda dengan kerapannya di fasa uap. Contoh lainnya adalah air yang berisi pecahan-pecahan esmerupakan suatu sistem yang terdiri dari dua fasa, yaitu fasa padat (es) dan fasa cair (air). Sistem yang hanya terdiri dari gas-gas saja, hanya terdiri dari cairan-cairan, pada kesetimbangan bisa terdapat satu fasa atau lebih tergantung pada kelarutannya. Padatan-padatan biasanya mempunyai kelarutan yang lebih terbatas pada suatu sistem padat yang setimbang bisa terdapat beberapa fasa padat setimbang bila terdapat beberapa fasa padat yang berbeda. Fasa adalah bagian sistem dengan komposisi kimia dan sifat – sifat fisik seragam, yang terpisah dari bagian sistem lain oleh suatu bidang batas. Pemahaman perilaku fasa mulai berkembang dengan adanya aturan fasa Gibbs. Untuk sistem satu komponen, persamaan Clausius dan Clausisus – Clapeyron menghubungkan perubahan tekanan kesetimbangan dengan perubahan suhu. Kata “fasa” berasal dari bahasa Yunani yang berarti pemunculan. Fasa adalah keadaan materi yang seragam di seluruh bagiannya, bukan hanya dalam komposisi kimianya, melainkan juga dalam keadaan fisiknya. Fasa adalah bagian system yang komposisi kimia dan sifat-sifat fisiknya seragam, yang terdapat dari bagian system lainnya oleh adanya bidang batas. Perilaku fasa yang dimiliki oleh suatu zat murni adalah sangat beragam dan sangat rumit, akan tetapi data-datanya dapat dikumpulkan dan kemudian dengan termodinamika dapat dibuat ramalanramalan.Pemahaman mengenai perilaku fasa berkembang dengan adanya aturan fasa gibbs.

i

7

Banyaknya fasa dalam sistem diberi notasi P, gas atau campuran gas adalah fasa tunggal. Kristal adalah fasa tunggal ; dan dua cairan yang dapat campur secara total membentuk fasa tunggal. Es adalah fasa tunggal (P = 1), walaupun e situ dapat dipotong-potong menjadi bagian-bagian kecil. Campuran es dan air adalah sistem dua fasa (P = 2) walaupun sulit untuk menentukan batas antara fasa-fasanya. Campuran dua logam adalah sistem dua fasa (P = 2) jika logam-logam itu tak dapat campur, tetapi merupakan sistem satu fasa (P = 1) jika logam-logamnya dapat campur. Contoh ini menunjukkan bahwa memutuskan apakah suatu sistem terdiri dari satu atau dua fasa, tidak selalu mudah. Larutan padatan A dalam B-campuran yang homogen dari dua komponenbersifat- seragam pada skala molekuler. Dalam suatu larutan, atom-atom A dikelilingi oleh atom-atom A dan B, dan sembarang sampel yang dipotong dari padatan itu, bagaimanapun kecilnya, adalah contoh yang tepat dari komposisi keseluruhannya. Banyaknya komponen dalam sistm C adalah jumlah minimum spesises bebas yang diperlukan untuk menentukan komposisi semua fasa yang ada dalam sistem. Definisi ini mudah diberlakukan jika spesies yang ada dalam sistem tidak bereaksi, sehingga kita hanya menghitung banyaknya. Misalnya, air murni adalah sistem satu-komponen (C = 1) dan campuran etanol dan air adalah sistem satu-komponen (C = 2). Jika spesies bereaksi dan berada pada kesetimbangan kita harus memperhitungkan arti kalimat “semua fasa” dalam definisi tersebut. Jadi untuk ammonium klorida yang dalam kesetimbangan dengan uapnya, NH4Cl(s) ↔ NH3(g) + HCl(g) Kedua fasa mempunyai komposisi formal “NH4Cl” dan sistem mempunai satu komponen. Jika HCl(g) berlebih ditambahkan, sistem mempunyai dua komponen karena sekarang jumlah relative HCl dan NH3 berubah-ubah. Sebaliknya, kalsium karbonat berada dalam kesetimbangan dengan uapnya CaCO3(s) ↔ CaO(s) + CO2 (g) Adalah sistem dua komponen karena “CaCO3” tidak menggambarkan komposisi uapnya. (Karena tiga spesies dihubungkan oleh stoikiometri reaksi maka konsentrasi kalsium bukanlah variabel bebas). Dalam hal ini C = 2, apakah kita mulai dari kalsium karbonat

ii8

murni, atau jumlah yang sama dari kalsium oksida dan karbon dioksida, atau jumlah yang berubah-ubah ketiganya. Cara praktis untuk menentukan jumlah komponen adalah dengan menentukan jumlah total spesi kimia dalam sistem dikurangi dengan jumlah reaksi-reaksi kesetimbangan yang berbeda yang dapat terjadi antara zat-zat yang ada dalam sistem tersebut. Fasa adalah bagian sistem dengan komposisi kimia dan sifat – sifat fisik seragam, yang terpisah dari bagian sistem lain oleh suatu bidang batas. Pemahaman perilaku fasa mulai berkembang dengan adanya aturan fasa Gibbs. Untuk sistem satu komponen, persamaan Clausius dan Clausisus – Clapeyron menghubungkan perubahan tekanan kesetimbangan dengan perubahan suhu. Sedangkan pada sistem dua komponen, larutan ideal mengikuti hukum Raoult. Larutan non elektrolit nyata (real) akan mengikuti hukum Henry. Sifat – sifat koligatif dari larutan dua komponen akan dibahas pada bab ini. 2.3. Sistem Satu Komponen 2.1.1 Diagram Fasa Air, Karbondioksida dan Sulfur Diagram fasa menunjukkan secara sepintas sifat zat ; titik leleh, titik didih, titik transisi, titik tripel. Setiap titik pada diagram fasa menggambarkan keadaan sistem menggambrkan harga T dan p. Pada daerah fasa padat, cair dan gas (Gambar 2.5). Garis AT (kesetirnbangan padatgas), CT (cair - gas) dan BT (padat - cair) berpotongan pada titik T yang disebut titik tripel. Pada titik ini terjadi kesetimbangan tiga fasa (padat - cair - gas), yaitu pada tekanan 0,00603 atm dan suhu 0,0098 OC. Masing-masingnya disebut tekanan tripel dan suhu tripel. Skala ini dijadikan standar suhu internasional. Kesetimbangan cair-uap (garis CT) dapat disambung jadi TD yang menunjukkan bahwa pada keadaan ini air berfasa cair di bawah titik bekunya, sehingga disebut air kelewat dingin (supercooled water). Tetapi keadaan ini tidak stabil karena keberadaannya segera membentuk es.

i

Garis tekanan 1 atm memotong garis TB dan TC masing-masing pada titik M dan N. Pada titik M terjadi kesetimbangan fasa padat-cair, yaitu pada suhu 0 OC dan pada titik N terjadi kesetimbangan cair-gas. Dengan demikinn diketahui bahwa pada tekanan 1 atm, titik beku air 0 OC dan titik didihnya 100 OC. Titik C disebut titik kritis, karena disini tidak dapat dibedakan antara cair dan uap. Titik kritis air terjadi pada tekanan 22 atm dan suhu 374 OC yang masing-masing disebut tekanan kritis dan suhu kritis. Air pada tekanan tinggi membentuk diagram fasa tertentu (Gambar 2.7). Di sini terlihat bahwa padatan air (es) mempunyai banyak bentuk yang disebut polimorfis. Bentuk ini bergantung pada tekanan dan suhu, ada es II,III, V, VI dan VII. Es IV adalah suatu ilusi yang akan bersamaan dengan es V. Semua bentuk es ini mencair pada suhu tinggi, contohnya es VII mencair pada 100 oC, tetapi hanya ada pada tekanan lebih dari 25 kbar.

ii

Diagram fasa air tidak dapat dipakai sebagai wakil untuk diagram fasa zat lain, karena garis keseimbangan padat-cair agak condong ke kiri, sedangkan zat yang lain condong ke kanan. Hal itu disebabkan air sewaktu mencair menyusut, karena saat itu terjadi perubahan partiksl-partikel air yang tersusun jadi acak. Dalam bentuk padat (es) molekul tersusun dengan pola tertentu sehingga punya ruang-ruang kosong. Pada saat menjadi cair, molekul molekul itu jadi acak dan ruang-ruang kosong jadi semakin kecil (Gambar 2.8).

Diagram fasa yang umum unwk zat yang lain selain air adalah separti pada diagram fasa CO2 (Gambar 2.9). Yaitu ketiga garis kesetimbagan dua fasa: padat - cair, cair-gas dengan padat-gas condong ke kanan, yang berarti titik cair (Tf), titik didih (Tb) dan titik sublim (Ts)b bertarnbah bila tekanan dinaikan,

Zat yang mempunyai dua fasa pada wujud padat mempunyai diagram tertentu, contohnya belerang (Gambar 2.10). Padatan beerang berstmktur rombik stabil pada suhu kamar jila dipanaskan perlahan akan berubah jadi struktur monoklin pada suhu 95,4 OC.

i

Struktur ini stabil sampai suhu 119, 3 OC, yaiti pada titik Lebur. Titik U adalah titik kritis antara cair dengan uapnya. Karena ada empat fasa akan dapat membentuk 9 kesetimbangan yang stabil,yaitu sebagai berikut.

Kesetimbangan dua fasa belerang 1. Garis OP

: S (r) - S (uap)

2. GarisPK

: S(m) - S(uap)

3. Garis TW

: S (r) - S (cair)

4. Garis KT

: S (m) - S (cair)

5. Garis KL

: S (cair) - S (uap)

6. Garis PT

: R(r) - S(m)

Kesetimbangan tiga fasa belerang 1. Titik P

: S (r) - S (m) - S (uap)

2. Titik K

: S (m) - S (cair) - S (uap)

3. Titik T

: S (r) - S (m) - S (uap)

Di samping kesetimbangan di atas, ada kesetimbangan lain yang tidak stabil. Pada (Gambar 2.10) ternyata bahwa S (m) berada pada segitiga PKT. Titik R adalah perpotongan dari sambungan garis OP, UK dan WT. Garis KR adalah sambungan dari garis UK, maka pads garis KR terdapat kesetimbangan S (cair) - S (uap). Pada garis PR terdapat kesetirnbangan S (r) - S (uap) ymg disebut padat kelewat panas. Demikian juga pada garis TR yang merupakan sambungan dari WT, sehingga pada garis TR terdapat kesetimbangan S(r) S (cair) yang disebut cairan kelewat dingin. Ketiga kesetimbangan pada garis KR, PR dan TR disebut kesetirnbangan meta stabil. Berarti pada kesetimbangan meta stabil tidak terbentuk S ii

(m), sehingga perubahan fasa dapat langsung tejadi dalam S (r) - S (cair) – S (uap) yang juga meta stabil. Kesetimbangan yang lain disebut kesetimban~an stabil, yaitu sepanjang garis OP, DK, KU, PT, KT dan TW. Zat padat yang mempunyai dua bentuk kristal, seperti belerang disebut polirnorfis. Belerang bertstruktur rombis dan monoklin dapat berubah secara bolak balik, sehingga polimorfis ini disebut enantiotropi.

2.1.2 Integrasi Persamaan Clapeyron 2.1.2.1 Kesetimbangan Padat – Cair Persamaan clapeyron adalah 𝒅𝒑 ∆𝑺𝒇𝒖𝒔 = 𝒅𝑻 ∆𝑽𝒇𝒖𝒔

∆𝑆 =

∆𝐻 𝑇

Menjadi 𝑑𝑝 ∆𝐻 1 = . 𝑑𝑇 𝑇 ∆𝑉 𝑑𝑝 ∆𝐻 1 = . 𝑑𝑇 ∆𝑉 𝑇 𝑑𝑝 =

∆𝐻 ∆𝑉

.

𝑑𝑇

1

karena ∫ 𝑋 = ln 𝑋

𝑇

Maka 𝒑𝟐



𝑻′𝒎

𝒅𝒑 = ∫

𝒑𝟏

𝑻𝒎

∆𝑯𝒇𝒖𝒔 𝒅𝑻 ∆𝑽𝒇𝒖𝒔 𝑻

Jika ∆Hfus dan ∆Vfus hampir bebas dari T dan p, integrasi persamaan menjadi 𝑝2



𝑇′𝑚

𝑑𝑝 = ∫

𝑝1

𝑇𝑚

𝑝2



𝑑𝑝 =

𝑝1

𝑝2 − 𝑝1 =

∆𝐻𝑓𝑢𝑠 𝑉𝑓𝑢𝑠

∆𝐻𝑓𝑢𝑠 𝑑𝑇 . ∆𝑉𝑓𝑢𝑠 𝑇

∆𝐻𝑓𝑢𝑠 𝑇′𝑚 𝑑𝑇 ∫ ∆𝑉𝑓𝑢𝑠 𝑇𝑚 𝑇 . 𝑙𝑛 𝑇𝑚′ − 𝑙𝑛𝑇𝑚

i

𝑇𝑚′

Karena, ln Tm’ – ln Tm = ln 𝑇𝑚 , maka 𝒑𝟐 − 𝒑𝟏 =

∆𝑯𝒇𝒖𝒔 𝑻′𝒎 𝒍𝒏 𝑽𝒇𝒖𝒔 𝑻𝒎 ....... (12.15)

dimana T’m adalah titik leleh di bawah tekanan p2 ; Tm adalah titik leleh di bawah tekanan p1; karena selisihnya biasanya sangat kecil, maka logaritma dapat diekspansi menjadi ln(

𝑇𝑚+𝑇 ′ 𝑚−𝑇𝑚 𝑇𝑚

ln ( 1 +

T′ m−Tm Tm

𝑇𝑚

= ln (𝑇𝑚 + ≈

𝑇 ′ 𝑚−𝑇𝑚

T′ m−Tm Tm

𝑇𝑚

)

) karena

p2 – p1= ∆𝑝 dan T’m – Tm = ∆𝑇 maka, persamaan menjadi ∆𝑝 =

∆𝐻𝑓𝑢𝑠 ∆𝑇 . ∆𝑉𝑓𝑢𝑠 𝑇𝑚 ............................................ (12.16)

dimana ∆T adalah kenaikan titik leleh yang sesuai dengan kenaikan tekanan ∆p.

2.1.2.2 Kesetimbangan Fasa Terkondensasi – Gas Untuk kesetimbangan fasa terkondensasi, baik padat atau cair, dengan uap 𝑑𝑝 𝑑𝑇 𝑑𝑝 𝑑𝑇 𝑑𝑝 𝑑𝑇

∆𝑆

= ∆𝑉 ∆𝐻

= 𝑇∆𝑉 ∆𝐻

= 𝑇∆𝑉

dimana, ∆𝑆 =

∆𝐻 𝑇

dimana, ∆𝑉 = 𝑉𝑔 − 𝑉𝑐 ≈ 𝑉𝑔 karena pv = n.R.T (n= standar = 1 mol)

𝑑𝑝 ∆𝐻 = 𝑑𝑇 𝑇(𝑉𝑔 − 𝑉𝑐) dimana ∆H adalah panas penguapan molar zat cair atau panas sublimasi molar padatan, dan Vc adalah volume molar zat padat atau zat cair. Kebanyakan Vg – Vc ≈Vg, dan diasumsikan sebagai gas ideal, sama dengan RT/p. Maka persamaan menjadi 𝑑𝑝 ∆𝐻 = 𝑑𝑇 𝑇𝑉

ii

𝑑𝑝 ∆𝐻 = 𝑑𝑇 (𝑅𝑇)𝑇 𝑝 𝑑𝑝 ∆𝐻𝑝 = 𝑑𝑇 𝑅𝑇 2 𝑑𝑝 ∆𝐻 = 𝑝 𝑑𝑇 𝑅𝑇 2 𝑑 ln 𝑝 𝑑𝑇

∆𝐻

= 𝑅𝑇 2

𝑑 ln 𝑝 =

∆𝐻 𝑑𝑇 𝑅𝑇 2

.....................................................( 12.17)

yang merupakan persamaan Clausius–Clapeyron, menghubungkan tekanan uap zat cair (zat padat) dengan panas penguapan (sublimasi) dan temperatur. Integrasi di bawah asumsi bahwa ∆H tidak tergantung temperatur menghasilkan 𝑃

𝑇

∫ 𝑑 ln 𝑝 = ∫ 𝑃0

𝑇0

ln 𝑝 |𝑝𝑝0

∆𝐻 𝑑𝑇 𝑅𝑇 2

∆𝐻 𝑇 −2 = ∫ 𝑇 𝑑𝑇 𝑅 𝑇0 ∆𝐻 𝑅 ∆𝐻 = 𝑅 ∆𝐻 = 𝑅

1 𝑇 −2+1 |𝑇𝑇0 −2 + 1

ln 𝑝 |𝑝𝑝0 =

.

ln 𝑝 |𝑝𝑝0

. −𝑇 −1 |𝑇𝑇0

ln 𝑝 |𝑝𝑝0

1 𝑇 | 𝑇 𝑇0

.−

∆𝐻 1

Ln p – ln po = - 𝑅 . 𝑇 |𝑇𝑇𝑜 𝑝

𝑙𝑛 𝑝 = − 𝑜

𝑝

𝑙𝑛 𝑝 = − 𝑜

∆𝐻

∆𝐻

𝑅

+ 𝑅𝑇

∆𝐻 𝑅

+ 𝑅𝑇

𝑜

∆𝐻 𝑜

.................................................................... ( 12.18)

dimana po adalah tekanan uap pada To, dan p adalah tekanan uap pada T. Jika po = 1 atm, maka To adalah titik didih normal zat cair (titik sublimasi normal zat padat). Maka karena PO = 1 atm, 𝑙𝑛

𝑝 ∆𝐻 ∆𝐻 = − + 𝑝𝑜 𝑅 𝑅𝑇𝑜

i

𝑝

ln 1 = ln 𝑝 =

∆𝐻



𝑅𝑇𝑜 ∆𝐻

𝑅𝑇𝑜

∆𝐻 𝑅𝑇



log 𝑝 .2,303 =

log 𝑝 =

∆𝐻

Karena ln X = ( log X) 2, 303, maka

𝑅𝑇

∆𝐻 ∆𝐻 − 𝑅𝑇𝑜 𝑅𝑇

∆𝐻 ∆𝐻 − 2, 303𝑅𝑇𝑜 2,303𝑅𝑇

........... ............................................. .......................................................(12.19)

menurut persamaan ini jika ln p atau log p dialurkan terhadap 1/T, diperoleh kurva linier dengan slope = –∆H/2,303R. Intersep pada 1/T = 0 menghasilkan harga ∆H/Rto. Jadi dari slope dan intersep ∆H dan To dapat dihitung. Panas penguapan dan sublimasi sering ditentukan melalui pengukuran tekanan uap zat sebagai suatu fungsi temperatur. Gambar 3.11 menunjukkan suatu aluran log p terhadap 1/T untuk air. Gambar 3.11 sama juga untuk padatan CO2 (es kering).

Gambar 3.11 log p /mmHg versus 1/T untuk air

2.1.2.3 Efek Tekanan pada Tekanan Uap Keseimbangan zat cair – uap air secara implisit diasumsikan bahwa kedua fasa adalah di bawah tekanan yang sama p. Jika oleh beberapa alat dimungkinkan untuk menyimpan cairan itu di bawah suatu tekanan P dan uap di bawah

tekanan uap p,

kemudian tekanan uap tergantung pada P. Andaikan

cairan

itu

ii

terkurung kontainer yang ditunjukkan Gambar 3.12. Dalam ruang di atas cairan, uap air terkurung bersama-sama dengan suatu gas lain yang tidak dapat larut dalam cairan. Tekanan uap p plus tekanan gas yang lain adalah P. Seperti biasanya, kondisi kesetimbangan adalah 𝜇 vap (T, p) = 𝜇 liq (T, p)

(12.20)

Gambar 3. 12 pada temperatur tetap persamaan ini menyatakan bahwa p = f(P). Secara fungsional, persamaan ini didiferensiasi terhadap P dengan menjaga T tetap (

(

𝜕𝜇𝑣𝑎𝑝 𝜕𝑝 𝜕𝜇𝑣𝑎𝑝 𝜕𝑝

) 𝑇 𝜕𝑝 = (

𝜕 𝜇𝑙𝑖𝑞

) 𝑇 𝜕𝑃

𝜕𝑃

𝜕𝑝

) 𝑇 ( 𝜕𝑃 ) 𝑇 = (

𝜕 𝜇𝑙𝑖𝑞

)𝑇

𝜕𝑃

Karena (

𝜕𝜇 𝜕𝑝

)=𝑉

dengan menggunakan persamaan fundamental didapat (

𝜕𝜇𝑣𝑎𝑝 𝜕 𝜇𝑙𝑖𝑞 𝜕𝑝 )𝑇 ( )𝑇 = ( ) 𝜕𝑝 𝜕𝑃 𝜕𝑃 𝑇 𝜕𝑝

𝑉𝑣𝑎𝑝 (𝜕𝑃 )𝑇 = 𝑉𝑙𝑖𝑞

atau

𝑉𝑙𝑖𝑞

𝜕𝑝

(𝜕𝑃 )𝑇 =

𝑉𝑣𝑎𝑝

.............................( 12.21)

Persamaan Gibbs ini menunjukkan bahwa tekanan uap meningkat terhadap tekanan total pada zat cair; laju kenaikan sangat kecil karena Vliq sangat kurang dibanding Vvap. Jika uap bersifat gas ideal, maka persamaan ini dapat ditulis sebagai berikut : 𝑉𝑣𝑎𝑝 𝑑𝑝 = 𝑉𝑙𝑖𝑞 𝑑𝑃

dimana pV = nRT

atau

V=

𝑅𝑇 𝑝

sehingga

𝑅𝑇 𝑑𝑝 = 𝑉𝑙𝑖𝑞 𝑑𝑃 𝑝 dimana p adalah tekanan uap pada tekanan P, po adalah tekanan uap ketika zat cair dan uap di bawah tekanan yang sama, po, tekanan ortobarik. Jadi 𝑝 1

𝑅𝑇 ∫𝑝

𝑜

𝑝

𝑝

𝑑𝑝 = 𝑉𝑙𝑖𝑞 ∫𝑝 𝑑𝑃 𝑜

ingat

𝑦 1

∫𝑦

𝑜

𝑥

𝑦

𝑑𝑥 = ln y − ln yo = ln 𝑦

𝑜

𝑝

𝑅𝑇 𝑙𝑛 𝑝 = 𝑉𝑙𝑖𝑞 (𝑝 − 𝑝𝑜 ) 𝑜

i

............................................................ ( 12.22)

2.1.3 Aturan Fasa Gibbs Pada tahun 1876, Gibbs menurunkan hubungan sederhana antara jumlah fasa setimbang, jumlah komponen, dan jumlah besaran intensif bebas yang dapat melukiskan keadaan sistem secara lengkap. Menurut Gibbs,

  c  p  Keterangan : υ = derajat kebebasan c = jumlah komponen p = jumlah fasa γ = jumlah besaran intensif yang mempengaruhi sistem (P, T) Derajat kebebasan suatu sistem adalah bilangan terkecil yang menunjukkan jumlah variabel bebas (suhu, tekanan, konsentrasi komponen – komponen) yang harus diketahui untuk menggambarkan keadaan sistem. Untuk zat murni, diperlukan hanya dua variabel untuk menyatakan keadaan, yaitu P dan T, atau P dan V, atau T dan V. Variabel ketiga dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan gas ideal. Sehingga, sistem yang terdiri dari satu gas atau cairan ideal mempunyai derajat kebebasan dua (υ = 2). Jika sistem satu komponen, C = 1 dan 𝛾 = 2 sehingga 𝐹 =𝐶−𝑃+𝛾 𝐹 = 1−𝑃+2 𝐹 = 3−𝑃 Persamaan ini adalah aturan fase J. Willard Gibbs. Karena fasa tidak mungkin = 0, maka derajad kebebasan maksimum adalah 2 artinya sistem 1 komponen paling banyak memiliki 2 variabel intensif untuk menyatakan keadaan sistem yaitu P (tekanan) dan T (suhu). Dengan demikian untuk sistem satu komponen maksimum ada dua variabel intensif untuk menyatakan keadaan sistem. Kita dapat menggambarkan setiap keadaan dengan satu titik pada diagram fasa yaitu diagram dua dimensi P terhadap T.

ii

2.3.1. Aturan Fasa Gibbs Pada tahun 1876, Gibbs menurunkan hubungan sederhana antara jumlah fasa setimbang, jumlah komponen, dan jumlah besaran intensif bebas yang dapat melukiskan keadaan sistem secara lengkap. Menurut Gibbs,

dimana

υ = derajat kebebasan

c = jumlah komponen p = jumlah fasa γ = jumlah besaran intensif yang mempengaruhi sistem (P, T) Derajat kebebasan suatu sistem adalah bilangan terkecil yang menunjukkan jumlah variabel bebas (suhu, tekanan, konsentrasi komponen – komponen) yang harus diketahui untuk menggambarkan keadaan sistem. Untuk zat murni, diperlukan hanya dua variabel untuk menyatakan keadaan, yaitu P dan T, atau P dan V, atau T dan V. Variabel ketiga dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan gas ideal. Sehingga, sistem yang terdiri dari satu gas atau cairan ideal mempunyai derajat kebebasan dua (υ = 2). 9

Bila suatu zat berada dalam kesetimbangan, jumlah komponen yang diperlukan untuk menggambarkan sistem akan berkurang satu karena dapat dihitung dari konstanta kesetimbangan. Misalnya pada reaksi penguraian H2O.

i

Dengan menggunakan perbandingan pada persamaan 3.2, salah satu konsentrasi zat akan dapat ditentukan bila nilai konstanta kesetimbangan dan konsentrasi kedua zat lainnya diketahui. Kondisi fasa – fasa dalam sistem satu komponen digambarkan dalam diagram fasa yang merupakan plot kurva tekanan terhadap suhu. Gambar 3.1. Diagram fasa air pada tekanan rendah Titik A pada kurva menunjukkan adanya kesetimbangan antara fasa – fasa padat, cair dan gas. Titik ini disebut sebagai titik tripel. Untuk menyatakan keadaan titik tripel hanya dibutuhkan satu variabel saja yaitu suhu atau tekanan. Sehingga derajat kebebasan untuk titik tripel adalah nol. Sistem demikian disebut sebagai sistem invarian.

2.3.2 Keberadaan Fasa – Fasa dalam Sistem Satu Komponen

10

Perubahan fasa dari padat ke cair dan selanjutnya menjadi gas (pada tekanan tetap) dapat dipahami dengan melihat kurva energi bebas Gibbs terhadap suhu atau potensial kimia terhadap suhu.

ii

Gambar 3.2. Kebergantungan energi Gibbs pada fasa – fasa padat, cair dan gas terhadap suhu pada tekanan tetap Lereng garis energi Gibbs ketiga fasa pada gambar 3.2. mengikuti persamaan

Nilai entropi (S) adalah positif. Tanda negatif muncul karena arah lereng yang turun. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa Sg > Sl > Ss. 3.1.3. Persamaan Clapeyron Bila dua fasa dalam sistem satu komponen berada dalam kesetimbangan, kedua fasa tersebut mempunyai energi Gibbs molar yang sama. Pada sistem yang memiliki fasa α dan β, Gα = Gβ …………………………………………..

(3.4)

Jika tekanan dan suhu diubah dengan tetap menjaga kesetimbangan, maka dGα = dGβ …………………………………………

(3.5) 11

Dengan menggunakan hubungan Maxwell, didapat

i

Karena

maka Persamaan 3.10 disebut sebagai Persamaan Clapeyron, yang dapat digunakan untuk menentukan entalpi penguapan, sublimasi, peleburan, maupun transisi antara dua padat. Entalpi sublimasi, peleburan dan penguapan pada suhu tertntu dihubungkan dengan persamaan

3.1.4. Persamaan Clausius – Clapeyron Untuk peristiwa penguapan dan sublimasi, Clausius menunjukkan bahwa persamaan Clapeyron dapat disederhanakan dengan mengandaikan uapnya mengikuti hukum gas ideal dan mengabaikan volume cairan (Vl) yang jauh lebih kecil dari volume uap (Vg).

Bila maka persamaan 3.10 menjadi

12

ii

Persamaan 3.18 disebut Persamaan Clausius – Clapeyron. Dengan menggunakan persamaan di atas, kalor penguapan atau sublimasi dapat dihitung dengan dua tekanan pada dua suhu yang berbeda. Bila entalpi penguapan suatu cairan tidak diketahui, harga pendekatannya dapat diperkirakan dengan menggunakan Aturan Trouton, yaitu

13 i

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan Adapun dari pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Fasa adalah bagian yang serbasama dari suatu sistem yang dapat dipisahkan secara mekanik, serbasama dalam hal komposisi kimia dan sifat-sifat fisika. 2. Penentuan jumlah komponen adalah dengan menentukan jumlah total spesi kimia dalam sistem dalam sistem dikurangi dengan jumlah reaksi-reaksi kesetimbangan yang berbeda yang dapat terjadi antara zat-zat yang ada dalam sistem tersebut. 3. Derajat kebebasan didefinisikan sebagai jumlah minimum variabel intensif yang harus dipilih agar keberadaan variabel intensif dapat ditetapkan.

ii14

DAFTAR PUSTAKA

M. Fogiel. 1992. The Essentials of Physical Chemistry II. Nex Jersey : Research and Education Association Surdia NM. 1980. Kimia Fisika I (terjemahan Robert A. Alberty dan F Danniels) cetakan ke 5, John Willey and Sons.

Atkins, P.W. 1996. Kimia Fisika Jilid 1 Edisi ke-4. Jakarta: Erlangga Castelan, Gilbert, W. 1983. Physical Chemistry Third Edition. Amerika:

University

of

Maryland. Bahan-Paparan-KF2-2012 http://chemwiki.ucdavis.edu/Textbook_Maps/General_Chemistry_Textbook_Maps/Map%3A _Chem1_(Lower)/07%3A_Solids_and_Liquids/7.05%3A_Changes_of_State

i 15

Related Documents


More Documents from "Aliya Syaikah"