Makalah Keperawatan Medikal Bedah 1.docx

  • Uploaded by: Putri Mayang
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Keperawatan Medikal Bedah 1.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,344
  • Pages: 15
MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 1 “TUBERKULOSIS”

Nama Kelompok 1. Adzan Yudianto 2. Nazwa Febriyanti 3. Putri Mayang Sari 4. Renny Sauma W 5. Safitri Hanjani

UNIVERSITAS MOHAMMAD HUSNI THAMRIN PRODI S1 KEPERAWATAN 2017 1

Kata Pengantar

Assalamu’alaikum Wr.Wb Pertama-tama kami ingin mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan karunianya sehingga tugas ini dapat diselesaikan dengan tepat waktu.kami juga ingin mengucapkan terima kasih bagi seluruh pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan tugas ini dan berbagai sumber yang telah kami pakai sebagai data, fakta ,dan referensi untuk tugas ini.

kami mengakui bahwa kami manusia yang mempunyai keterbatasan dalam berbagai hal. Oleh karena itu tidak ada hal yang dapat diselesaikan dengan sangat sempurna.Begitu pula dengan tugas ini yang telah kami selesaikan.Tidak semua hal dapat kami deskripsikan dengan sempurna.kami melakukannya semaksimal mungkin dengan kemampuan yang kami miliki untuk kesempurnaan tugas ini.

Maka dari itu seperti yang telah dijelaskan bahwa kami memiliki keterbatasan dan juga kekurangan, kami bersedia menerima kritik dan saran dari pembaca .kami akan menerima semua kritik dan saran tersebut sebagai penilaian untuk memperbaiki karya tulis kami di masa datang. Sehingga semoga tugas berikutnya dapat diselesaikan dengan hasil yang lebih baik.

Tim penyusun Jakarta, 10 September 2017

2

BAB 1 PENDAHULUAN

Latar Belakang Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh Mycobacterium tuberkulosis. Pada tahun 1995, diperkirakan ada 9 juta pasien TB baru dan 3 juta kematian akibat TB diseluruh dunia. Diperkirakan 95% kasus TB dan 98% kematian akibat TB didunia, terjadi pada negara-negara berkembang. Demikian juga, kematian wanita akibat TB lebih banyak dari pada kematian karena kehamilan, persalinan dan nifas. Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif secara ekonomis (15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa, akan kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal tersebut berakibat pada kehilangan pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20-30%. Jika ia meninggal akibat TB, maka akan kehilangan pendapatannya sekitar 15 tahun. Selain merugikan secara ekonomis, TB juga memberikan dampak buruk lainnya secara sosial stigma bahkan dikucilkan oleh masyarakat. Situasi TB didunia semakin memburuk, jumlah kasus TB meningkat dan banyak yang tidak berhasil disembuhkan, terutama pada negara yang dikelompokkan dalam 22 negara dengan masalah TB besar (high burden countries). Menyikapi hal tersebut, pada tahun 1993, WHO mencanangkan TB sebagai kedaruratan dunia (global emergency). Munculnya pandemi HIV/AIDS di dunia menambah permasalahan TB. Koinfeksi dengan HIV akan meningkatkan risiko kejadian TB secara signifikan. Pada saat yang sama, kekebalan ganda kuman TB terhadap obat anti TB (multidrug resistance = MDR) semakin menjadi masalah akibat kasus yang tidak berhasil disembuhkan. Keadaan tersebut pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya epidemi TB yang sulit ditangani. Di Indonesia, TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Jumlah pasien TBdi Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah India dan Cina dengan jumlah pasien sekitar 10% dari total jumlah pasien TB didunia. Diperkirakan pada tahun 2004, setiap tahun ada 539.000 kasus baru dan kematian 101.000 orang. Insidensi kasus TB BTA positif sekitar 110 per 100.000 penduduk. Perawat sebagai tenaga kesehatan harus mampu memberikan asuhan keperawatan yang efektif dan mampu ikut serta dalam upaya penurunan angka insiden TB melalui upaya preventif, promotor, kuratif dan rehabilitatif.

3

Tujuan

1. Mahasiswa mampu untuk memahami definisi, etiologi, klasifikasi, ,patofisiologi,pemeriksaan diagnostik, pencegahan, pengobatan, penatalaksanaan.

2. Mahasiswa mampu untuk memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan Tuberkulosis.

Manfaat Penulisan

1. Bagi Mahasiswa

a.

Mahasiswa mampu membuat asuhan keperawatan pada klien dengan Tuberkulosis.

b.

Mahasiswa mampu menjelaskan kembali tentang penyakit paru.

2. Bagi Pasien

a. Pasien mengetahui tentang penyakit Tuberkulosis.

b. Pasien mengetahui tentang penanganan Tuberkulosis

4

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 1. Konsep Dasar Medik A. Definisi Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman Mycrobacterium Tuberculosis yang menyerang paru-paru dan bronkus, yang dapat masuk kedalam tubuh manusia melalui udara pernafasan kedalam paru-paru dan kemudian menyebar kedalam bagian tubuh lain melalui sistem peredaran darah. (Widyanto & triwibowo, 2013) Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang menyerang parenkim paru yangdisebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis, Penyakit ini juga menyebar kebagian tubuh lain seperti meningen, ginjal, tulang, dan nodus limfe. (Somantri, 2007). B. Etiologi Penyebab penyakit tuberkulosis adalah Mycrobacterium Tuberculosis dan Mycrobacterium Bovis. Kuman tersebut mempunyai ukuran 0,5 – mikron X 0,3 – 0,6 mikron dengan bentuk batang tipis, lurus atau agak bengkok, tidak memiliki selubung, tetapi memiliki lapisan luar tebal yang terdiri dari lipoid (terutama asam mikolat). (Widoyono, 2012) C. Klasifikasi Klasifikasi Tuberkulosis a. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena : 1. Tuberkulosis Paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru. 2. Tuberkulosis ekstra paru adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya selaput otak, selaput jantung, kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain. b. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis 1. Tuberkulosis paru BTA positif a) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS (Sewaktu-Pagi Sewaktu) hasilnya BTA positif. b) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto rontgen dada menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif. c) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif. 5

d) 1atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika nonOAT(Obat Anti Tuberkulosis). 2. Tuberkulosis paru BTA negatif a) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif. b) Foto rontgen dada abnormal sesuai dengan gambaran tuberkulosis. c) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT, bagi pasien dengan HIV negatif. d) Ditentukan oleh dokter untuk diberi pengobatan. D. Patofisiologi 1. Proses Penyakit Infeksi di awali karna seseorang menghirup basil M.Tuberculosis. Bakteri menyebar melalui jalan napas menuju alveoli, lalu berkembang biak dan telihat bertumpuk. Perkembangan bakteri ini juga dapat menjangkau ke tempat lain dari paru (lobus atas), basil ini juga menyebar ke saluran limfe dan aliran darah kebagian tubuh yang lain seperti ginjal, tulang dan korteks serebri dan area lain dari paru. Selanjutnya, sistem kekebalan tubuh memberikan respon dengan melakukan reaksi inflamasi. Netrofil dan makrofag melakukan aksi fagositosis (menelan bakteri), sedangkan limfosit spesifik tuberkulosis menghancurkan (melisiskan) basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan terakumulasinya eksudat dalam alveoli yang menyebabkan bronkopnemonia. Infeksi awal biasanya timbul 2 – 10 minggu setelah terpapar. Infeksi antara basil M.Tuberculosis dan sistem kekebalan tubuh pada masa awal infeksi membentuk suatu massa jaringan baru yang disebut granuloma. Granuloma terdiri dari gumpalan basil hidup dan yang mati yang dikelilingi oleh makrofag seperti dinding. Granuloma selanjutnya berubah bentuk menjadi massa jaringan fibrosa. Bagian tengah dari dari masa tersebut disebut ghon tuberculosis. Massa yang terdiri atas mikrofag dan bakteri menjadi nekrotik yang selanjutnya membentuk massa seperti keju ( necroting caseosa). Hal ini akan menjadi kalsifikasi dan akhirnya akan membentuk jaringan kolagen, kemudia bakteri menjadi nonaktif. Setelah infeksi awal, jika respon imun tidak adekuat maka penyakit akan menjadi lebih parah. Penyakit yang makin parah ini timbul akibat infeksi ulang atau bakteri yang sebelumnya tidak aktif kembali menjadi aktif. Pada kasus ini, ghon tuberculosa mengalami ulserasi sehingga menghasilkan necroting caseosa di dalam bronkus. Tuberkel yang ulserasi kemudian akan sembuh dan membentuk jaringa parut. Paru-paru kemudian meradang kemudian mengakibatkan bronkopnemonia. Membentuk tuberkel, dan seterusnya. Pnemunia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya proses ini berjalan terus dan basil terus di fagosit 6

atau terus berkembang biak didalam sel. Makrofag yang malakukan infiltirat akan menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit (membutuhkan 10 – 20 hari). Daerah yang mengalami nekrotik dan jaringan granulasi yang dikelilingi sel epiteloid dan fibroblast akan menimbulkan respons berbeda, kemudian pada akhirnya akan membentk suatu kapsul yang dikelilingi oleh sel tuberkel. (Somantri, 2007) 2. Manifestasi Klinis Menurut Widyanto (2013) bahwa gejala utama TB Paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan seperti : a. Dahak bercambur darah atau batuk darah Kondisi ini terjadi karna ketika basil menginfeksi paru-paru, menghasilkan jaringan nekrosis dimana jika nekrosis tersebut terjadi di area yang banyak pembuluh darah maka akan da pembuluh darah terbuka sehingga ketika penderita batuk dahak yang keluar akan bercambur dengan darah. b. Sesak nafas Ketika terjadi nerosis dibagian paru makan akan terbentuk tuberkel yang menyebabkan kerusakan jaringan elvolii, sehingga terjadi penurunan efek paru, dan ketika sudah paru-paru sudah berada di kondisi seperti ini alveoli akan mengalami konsolidasi dan eksudasi c. Badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, dan malaise Secara alami tubuh akan merespon ketika ada benda asing yang masuk kedalam tubuh, dan basil menginfeksi paru dan membentuk jaringan nekrosis di paru, maka tubuh berusaha mengeluarkan, sehingga akan ada respon batuk(batuk produktif atau tidak) yang berkepanjangan. Sehingga terjadi distensi abdomen yang mengakibatkan rasa mual, tidak nafsu makan, badan lemas, bahkan muntah. d. Berkeringat pada malam hari, tanpa melakukan aktivitas, serta demam meriang lebih dari satu bulan Ketika sistem imun berespon terhadap zat asing maka akan ada respon peradangan yang menyebabkan pengeluaran zat pirogen yang dimana akan sangat mempengaruhi hipotalamus dalam pengaturan suhu tubuh. 3. Komplikasi Menurut Widoyono (2012) ,terdapat berbagai macam komplikasi TB Paru, dimana komplikasi dapat terjadi di paru-paru sakuran nafas, pembuluh darah, mediastinum, pleura ataupun dinding dada komplikasi TB ini dapat terjadi baik pada pasien yang diobati ataupun tidak. Secara garis besar, komplikasi TB diketegorikan menjadi : a. Batuk darah / Hemoptysis Karena pada dasarnya proses TB adalah proses nekrosis, kalau diantara jaringan yang mengalami nekrosis terdapat pembuluh darah, besar 7

b.

c.

d.

e.

f. g.

h.

i.

j.

k.

l.

kemungkinan penderita akan mengalami batuk darah, yang bervariasi dari jarang sekali sampai sering sekali atau setiap hari. Penyebaran Percontinuitatum / Bronkogen Proses nekrosis pada TB dapat langsung menyebar ke jaringan disekitarnya, bahkan dapat menembus pleura interlobaris dan menyerang lobus yang berdampingan. TB Laring Setiap debat penderita TB mengandung kuman TB tersebut, sehingga ketika penderita mengeluarkan dahak akan da basil yang tersangkut di laring sehingga basil tersebut berkembang biak dan membentuk koloni disana. Pleuritis eksudatif Ketika basil TB menginfeksi di daerah paru yang dekat dengan pleura, pleura akan ikut meradang dan akan menghasilkan cairan eksudet. Pneumotoraks Ketika terjadi peradangan didaerah sekitar pleura, pleura akan ikut mengalami nekrosis dan bocor sehingga terjadilah pneumotoraks. Hidropnemotoraks Kondisi dimana pneumotoraks dan pleuritis eksudatif terjadi secara bersamaan Abses Paru Infeksi sekunder dapat pula mengenai jaringan nekrotis itu langsung, sehingga akan terjadi abses paru Cor pulmonal Semakin parah proses destruksi paru dan semakin luas proses fibrotik di paru (termasuk proses ateletaksi), resistensi perifer dalam paru akan semakin meningkat resistensi ini akan menjadi beban bagi jantung kanan, sehingga akan terjadi hipretropi, dan jika hal ini berlanjut terus akan berakhir dengan payah jantung kanan. Kerusakan tulang dan sendi Nyeri tulang punggung dan kerusakan sendi bisa terjadi ketika infeksi Mycrobacterium tuberculosis menyebar dari paru-paru ke jaringan tulang. Dalam banyak kasus tulang iga juga bisa terinfeksi dan memicu nyeri bagian tersebut. Kerusakan otak Mycrobacterium Tuberculosis yang menyebar hingga ke otak bisa menyebabkan meningitis atau peradangan pada selaput otak. Radang tersebut pembengkakan pada membrane yang menyelimuti otak dan sering kali berakibat fatal atau mematikan. Hati dan Ginjal Hati dan ginjal membantu menyaring pengotor yang ada di aliran darah. Fungsi ini akan mengalami kegagalan apabila kedua organ tersebut terinfeksi Mycrobacterium Tuberculosis. Kerusakan jantung Jaringan sekitar jantung juga bisa terinfeksi oleh Myrobacterium tuberculosis. Akibatnya bisa terjadi cardiac tamponade, atau peradangan dan penumpukan 8

cairan yang membuat jantung jadi tidak efektif dalam memompa darah dan akibatnya bisa sangat fatal. m. Gangguan mata Ciri-ciri mata yang sadah terinfeksi Mycrobacterium tuberculosis adalah mata berwarna kemerahan, mengalami iritasi, dan membengkak di retina atau bagian lain. n. Resistensi Kuman Pengobatan dalam jangka panjang sering kali membuat klien tidak disiplin, bahkan ada yang putus obat karena merasa bosan. Pengobatan yang tidak tuntas atau tidak disiplin membuat kuman menjadi resisten atau kebal, sehingga harus diganti obat lain yang lebih kuat dengan efek samping yang tentunya lebih berat. E. Pemeriksaan diagnostik 1. Pemeriksaan Fisik Pada tahapan dini sulit diketahui, Ronchi basah kasar dan nyaring, hipersonor atau timpani bila terdapat kavitas yang cukup dan pada auskultasi memberikan suara umforik, pada keadaan lanjut terjadi atrofik, retraksi interkostal dan fibrosa 2. Pemeriksaan penunjang Menurut somantri (2008), pemeriksaan penunjang pada klien dengan Tuberculosis paru, yaitu : a. Laboratorium darah rutin : LED meningkat atau normal, Loukositosis b. Pemeriksaan Sputum BTA : untuk memastikan diagnosa TB Paru, namun pemeriksaan ini tidak spesifik karena hanya 30-70% pasien yang berdasarkan pemeriksaan ini. Untuk memastikan hasil, pemeriksaan ini dilakukan selama 3x pengambilan dahak dimana 2hari pengambilan sewaktu seeangkan 1 hari nya dilakukan sewaktu bangun tidur. c. Test PAP (Proksidase Anti Proksidase) : merupakan uji serulogiimuno proksidase untuk menentukan igG Spesifik. d. Test Mantoux / tuberkulin : dikatakan positif jika di area penyuntikan terdapat indurasi 10mm atau lebih dan timbul 48-72 jam setelah injeksi. e. Teknik polymerase chain reaction f. deteksi DNA kuman secara spesifik melalui amplifikasi g. Beecton dickinsondiagnostic instrument sistem (BACTEC) h. Deteksi growth indeks berdasarkan CO2 yang dihasilkan. i. MYCODOT j. Deteksi antibody memakai antigen liporabinomannan yang direkatkan pada suatu alat yang berbentuk seperti sisir plastik, kemudian dicelupkan dalam jumlah yang memadai k. Pemeriksaan Radiologi

9

Gambar toraks yang yang menunjang TB yaitu : 1. Bayang lesi terletak dilapang paru atas atau segment apikal lobus 2. Bayang berwarna (pathey) atau bercak (nodular) 3. Adanya kavitas, tungggal atau ganda 4. Kelainan bilateral terutama dilapang paru atas 5. Adanya klasifikasi 6. Bayang menetap pada foto ulang beberapa minggu berikutnya 7. Bayangan millie a. Bronkografi : merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan bronkus atau kerusakan bronkus atau kerusakan paru akibat TB. b. Hitologi atau kultur jaringan

F. Pencegahan Penyakit Tuberkulosis Paru Upaya pencegahan yang harus dilakukan adalah: 1. Minum obat TB secara lengkap dan teratur sampai sembuh 2. Pasien TB harus menutup mulutnya pada waktu bersin dan batuk karena pada saat bersin dan batuk ribuan hingga jutaan kuman TB keluar melalui percikan dahak. Kuman TB yang keluar bersama percikan dahak yang dikeluarkan pasien TB saat : a. Bicara : 0-200 kuman b. Batuk : 0-3500 kuman c. Bersin : 4500-1.000.000 kuman 3. Tidak membuang dahak di sembarang tempat, tetapi dibuang pada tempat khusus dan tertutup. Misalnya dengan menggunakan wadah/kaleng tertutup yang sudah diberi karbol/antiseptik atau pasir. Kemudian timbunlah kedalam tanah. 4. Menjalankan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), antara lain : a. Menjemur peralatan tidur. b. Membuka jendela dan pintu setiap pagi agar udara dan sinar matahari masuk. c. Aliran udara (ventilasi) yang baik dalam ruangan dapat mengurangi jumlah kuman di udara. Sinar matahari langsung dapat mematikan kuman. d. Makan makanan bergizi. e. Tidak merokok dan minum-minuman keras. f. Lakukan aktivitas fisik/olahraga secara teratur. g. Mencuci peralatan makan dan minuman dengan air bersih mengalir dan memakai sabun. h. Mencuci tangan dengan air bersih mengalir dan memakai sabun.

10

Tanpa pengobatan, setelah lima tahun, 50% dari penderita Tuberkulosis Paru akan meninggal, 25% akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh yang tinggi, dan 25% sebagai kasus kronik yang tetap menular. G. Pengobatan Tuberkulosis Paru Pengobatan TB paru bertujuan untuk menyembuhkan penderita, mencegahkematian, mencegah kekambuhan, memutuskan mata rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap Obat Anti Tuberkulosis (OAT). Pengobatan terhadap penderita Tuberkulosis dilakukan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut : a) OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat dalam jumlah yang cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. b) Untuk menjamin kepatuhan penderita minum obat, dilakukan pengawasan langsung oleh seorang Pengawas Minum Obat (PMO). c) Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap yaitu tahap intensif dan lanjutan. Tahap Intensif yaitu penderita mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Jika pengobatan intensif diberikan secara tepat, biasanya penderita menular menjadi tidak menular dalam kurung waktu dua minggu. Sebagian besar penderita TB BTA (+) menjadi BTA (-) (konversi) dalam 2 bulan. Tahap Lanjutan yaitu penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Pada tahap ini pentung untuk membunuh kuman sehingga mencegah terjadinya kekambuhan. H. Penatalaksanaan Medis Penderita TB harus diberikan penanganan yang adekuat. Pengobatan TB memakan waktu minimal 6 bulan. Dalam memberantas TB, negara mempunyai pedoman dalam pengobatan TB tersebut atau program pemberantasan TB (Nation Tuberculosis Programme). Obat untuk mengobati TB terbagi menjadi 2 golongan besar, yaitu lini pertama dan obat lini kedua. Yang termasuk obat TB lini pertama adalah: izoniaid(INH), etambutol (E), streptomisin (S), pirazinamid (Z), dan rimfampoisin (R)(Soedarto,2009) Menurut Soemarti (2007) dalam pemberian obat anti tuberkulosa terdapat panduan yakni : 1. Izoniazid (INH) Dosis : 5 mg/kg BB Efek samping : Hipersentivitas, dan Hepatitis. 11

2. Etambutol (E) Dosis : a. Anak: 6-12 tahun: 10-15 mg/kg BB/hari b. Dewasa: 15 mg/kg BB/hari, untuk pengobatanulang mulai dengan 25 mg/kg BB/hari selama 60 hari kemudian diturunkan menjadi 15 mg/kg BB/hari. Efek samping : optik neurotis (dapat mengakibatkan kebutaan), danskin rash. 3. Streptomisin (S) Dosis: 15 mg/kg BB, atau BB> 60 kg: 1000 mg, BB 40 – 60 kg:750 mg,dan BB<40 kg : sesuai BB Efek samping: gangguan keseimbangan dan bahkan tuli. 4. Pirazinamid (Z) Dosis: 25 mg/kg BB di 1 minggu pertama, selanjutnya 35 mg/kg BB 3 kali seminggu, dan 50 mg/kg BB 2 kali seminggu. Atau BB>60 kg: 1500 mg, BB 40 – 60 kg: 1000 mg, dan BB<40 kg : 750 mg. Efek samping : nyeri sendi. 5. Rimfampisin (R) Dosis: 10 mg/kg BB/hari Efek samping: demam, nausea, dan vomiting.

2. Konsep Teoritis Keperawatan A. Diagnosa Keperawatan a. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi. b. Hipertemia berhubungan dengan dehidrasi. c. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mengeluarkan sekresi pada jalan nafas. B. Intervensi keperawatan a. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 4 jam diharapkan defisiensi pengetahuan teratasi. Kriteria hasil : 1) Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program pengobatan. 2) Pasien dan keluarga mampu melaksanakanprosedur yang dijelaskan secara benar. 3) Pasien dan keluargamampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat. Intervensi (NIC) : 1) Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang spesifik. Rasional : mengetahui tingkat pengetahuan pasien dan keluarga. 2) Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi fisiologi, dengan cara yang tepat. 12

Rasional : agar keluarga mengetahui jalan terjadinya penyakit. 3) Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit. Rasional : keluarga mampu mengetahui tanda gejala penyakitnya. 4) Gambarkan proses penyakit. Rasional : keluarga mampu mengetahui proses penyakitnya. b. Hipertermia berhubungan dengan dehidrasi. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 4 jam, diharapkan masalah hipertermia teratasi. Kriteria hasil : 1) Suhu 36°C - 37°C 2) Tidak ada keluhan deman 3) Tugor kulit kembali > 2 detik 4) Tanda – tanda vital dalam rentang normal Intervensi (NIC) : 1) Monitor tanda – tanda vital terutama suhu Rasional : untuk memantau peningkatan suhu tubuh pasien 2) Monitor intake dan output setiap 8 jam Rasional : untuk mengatasi dehisrasi 3) Berikan kompres hangat Rasional : untuk menurunkan suhu tubuh 4) Anjurkan banyak minum Rasional : untuk mengatasi dehidrasi 5) Anjurkan memakai pakaian tipis dan menyerap keringat Rasional : agar sirkulasi udara ke tubuh efektif 6) Kolaborasi pemberian cairan intravena dan antipiretik Rasional : mengatasi dehidrasi dan menurunkan suhu tubuh c. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mengeluarkan sekresi pada jalan napas. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, bersihan jalan napas kembali normal. Kriteria Hasil : 1. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara napas yang bersih, tidak ada sianosis dan dypsneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernapas dengan muda, tidak ada pused lips). 2. Menunjukkan jalan napas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama dan frekuensi napas dalam rentang normal, tidak ada suara napas abnormal). 3. Mampu mengidentifikasi dan mencegah faktor yang dapat menghambat jalan napas. Intervensi (NIC): 13

1. Buka jalan napas, gunakan teknik chin lift atau jaw trust bila perlu. Rasional : pasien bisa bernapas dengan lega 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi. Rasional : memudahkan pasien untuk bernapas 3. Identifikasi perlunya pemasangan alat jalan napas buatan. Rasional : dilakukan pemasangan alat jika pasien kesulitan bernapas 4. Lakukan fisioterapi dada jika perlu. Rasional : mengencerkan dan mengeluarkan sekret di jalan napas 5. Keluarkan secret dengan batuk efektif atau suction. Rasional : mengeluarkan sekret agar jalan napas bersih 6. Auskultasi suara napas, catat adanya suara tambahan 17 Rasional : mengetahui tipe pernapasna pasien. 7. Monitor repirasi status O2 Rasional : memantau kebutuhan oksigen pasien.

14

DAFTAR PUSTAKA NANDA.2015.Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi.Jakarta:EGC. Widyono.2012.Penyakit Tuberkulosis.Jakarta:Erlangga. Soemantri, I.2007.Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Pernafasan.Jakarta:Salemba Medika. Soedarto.2009.Penyakit Menular di Indonesia.Surabaya:Sagung Seto. Widyanto,F.C dan Tribowo,C.2013.Trend Disease trend penyakit saat ini.Jakarta:Trans Info Media.

15

Related Documents


More Documents from "Putri Mayang"