Makalah Keperawatan Jiwa Tentang Proses Terjadinya Ok.docx

  • Uploaded by: Selviradiatul Mardiah
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Keperawatan Jiwa Tentang Proses Terjadinya Ok.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,182
  • Pages: 18
MAKALAH KEPERAWATAN JIWA TENTANG PROSES TERJADINYA, KONSEP STRES, DAN KOPING DALAM KEPERAWATAN JIWA

Dosen Pembimbing : Oleh Kelompok 2 : 1. Cyntia iswari

(1710105045)

2. Dera Murni

(1710105047)

3. Gita Reviliani

(1710105050)

4. Indah Mayang Sari

(1710105052)

5. Liza Aanggraini

(1710105053)

6. Muhammad Fiqhi

(1710105055)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ALIFAH PADANG 2018/2019

1

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, penulis mengucapkan puji dan syukur yang sebesar-besarnya kepada Allah SWT atas rahmat, hidayah dan petunjuk-Nya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Makalah ini. Adapun judul dari Makalaah ini “Proses Terjadinya, Konsep Stres, Dan Koping Dalam Keperawatan Jiwa “. Penyusunan Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah KEPERAWATAN JIWA I Stikes Alifah Padang program studi S1 KEPERAWATAN. Dalam menyelesaikan makalah, Kelompok mendapatkan bantuan dari berbagai pihak baik berupa saran, bimbingan dan dukungan moril dan materil akhirnya makalah ini dapat diselesaikan. Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritikan yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga Makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri dan semua pihak yang membacanya. Amin.

Padang, Oktober 2018

Penulis

2i

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... i DAFTAR ISI......................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ..................................................................................... 1 B. Tujuan................................................................................................... 1 BAB II PEMBAHASAN A. Proses Terjadinya Gangguan Jiwa ...................................................... 2 B. Konsep Stres Dalam Keperawatan Jiwa............................................... 3 C. Koping (Mekanisme Dan Sumber Koping) Dalam Keperawatan Jiwa 9 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan........................................................................................... 13 DAFTAR PUSTAKA

3ii

4

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Proses keperawatan merupakan suatu metode pemberian asuhan keperawatan pada pasien (individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat) yang logis, sistematis, dinamis, dan teratur (Depkes, 1998; Keliat, 1999). Proses ini bertujuan untuk memberikan asuhan keperawatan yang sesuai dengan kebutuhan pasien. Perawat jiwa dituntut memiliki kejelian yang dalam saat melakukan asuhan keperawatan. Proses keperawatan jiwa dimulai dari pengkajian (termasuk analisis data dan pembuatan pohon masalah), perumusan diagnosis, pembuatan kriteria hasil, perencanaan, implementasi, dan evaluasi (Fortinash, 1995). Oleh karena itu dengan memahami konsep stres, koping, dan adaptasi adalah penting untuk dapat membantu mengurangi efek dari stres yang ditimbulkan. Sebab stres sesungguhnya tidak bsa dihilangkan dari proses kehidupan, namun juga diperlukan untuk proses pertumbuhan dan kematangan pribadi (Rasmun, 2004). Seseorang yang mengalami stres/ketegangan psikologik dalam menghadapi maslah kehidupan sehari hari memerlukan kemampuan pribadi maupun dukungan dari lingkungan, agar dapat mengurangi stres itulah yang disebut dengan koping. Secara alamiah baik disadari ataupun tidak, individu sesungguhnya telah menggunakan strategi koping dalam menghadapi stres. Strategi koping adalah cara yang dilakukan untuk merubah lingkungan atau situasi atau menyelesaikan masalah yang sedang dirasakan atau dihadapi (Rasmun, 2004)

B. Tujuan Maha siswa mampu memahami materi tentang keperawatan jiwadan dapat mengaplikasikannya dalam melaksanakan kewajiban.

1

BAB II PEMBAHASAN

A. Proses Terjadinya Gangguan Jiwa Penyakit mental disebut juga gangguan mental, penyakit jiwa, atau gangguan jiwa adalah gangguan yang mengenai satu atau lebih fungsi mental adalah gangguan otak yang ditandai oleh terganggunya emosi, proses berpikir, perilaku, dan persepsi (penangkapan panca indera). Penyakit mental ini menimbulkan stres dan penderitaan bagi penderita (dan keluarganya). Penyakt mental dapat mengenai semua orang, tanpa mengenal umur, ras, agama, maupun status sosial ekonomi. Penyakit mental bukan disebabkan oleh kelemahan pribadi. Keperawatan kesehatan jiwa menggunakan model stres adaptasi dalam mengidentifikasi penyimpangan perilaku. Model ini mengintegrasikan komponen biologis, psikologis, serta sosial dalam pengkajian dan penyelesaian masalahnya. Apabila masalah disebabkan karena fisik, maka pengobatan dengan fisik atau kimiawi (yusuf, 2015). Apabila masalah psikologis, maka harus diselesaikan secara psikologis. Demikian pula jika masalah sosial, maka lebih sering dapat diselesaikan dengan pendekatan sosial melalui penguatan psikologis. Beberapa hal yang harus diamati dalam proses gangguan jiwa adalah faktor predisposisi, faktor presipitasi (yusuf, 2015) : 1. Faktor Predisposisi Faktor predisposisi adalah faktor risiko yang menjadi sumber terjadinya stres yang memengaruhi tipe dan sumber dari individu untuk menghadapi stres baik yang biologis, psikososial, dan sosiokultural. Secara bersama-sama, faktor ini akan memengaruhi seseorang dalam memberikan arti dan nilai terhadap stres pengalaman stres yang dialaminya (yusuf 2015). Adapun macam-macam faktor predisposisi meliputi hal sebagai berikut. a. Biologi: latar belakang genetik, status nutrisi, kepekaan biologis, kesehatan umum, dan terpapar racun. b. Psikologis: kecerdasan, keterampilan verbal, moral, personal, pengalaman masa lalu, konsep diri, motivasi, pertahanan psikologis, dan kontrol.

2

c. Sosiokultural: usia, gender, pendidikan, pendapatan, okupasi, posisi sosial, latar belakang budaya, keyakinan, politik, pengalaman sosial, dan tingkatan sosial. 2. Faktor Presipitasi Faktor presipitasi adalah stimulus yang mengancam individu. Faktor presipitasi memerlukan energi yang besar dalam menghadapi stres atau tekanan hidup. Faktor presipitasi ini dapat bersifat biologis, psikologis, dan sosiokultural. Waktu merupakan dimensi yang juga memengaruhi terjadinya stres, yaitu berapa lama terpapar dan berapa frekuensi terjadinya stres. Adapun faktor presipitasi yang sering terjadi adalah sebagai berikut (yusuf, 2015). a. Kejadian yang menekan (stressful) Ada tiga cara mengategorikan kejadian yang menekan kehidupan, yaitu aktivitas sosial, lingkungan sosial, dan keinginan sosial. Aktivitas sosial meliputi keluarga, pekerjaan, pendidikan, sosial, kesehatan, keuangan, aspek legal, dan krisis komunitas. Lingkungan sosial adalah kejadian yang dijelaskan sebagai jalan masuk dan jalan keluar. Jalan masuk adalah seseorang yang baru memasuki lingkungan sosial. Keinginan sosial adalah keinginan secara umum seperti pernikahan (yusuf, 2015). b. Ketegangan hidup Stres dapat meningkat karena kondisi kronis yang meliputi ketegangan keluarga yang terus menerus, ketidakpuasan kerja, dan kesendirian. Beberapa ketegangan hidup yang umum terjadi adalah perselisihan yang dihubungkan dengan hubungan perkawinan, perubahan orang tua yang dihubungkan dengan remaja dan anak-anak, ketegangan yang dihubungkan dengan ekonomi keluarga, serta overload yang dihubungkan dengan peran (yusuf, 2015).

B. Konsep Stres Dalam Keperawatan Jiwa 1. Pengertian stres Stres adalah respons tubuh yang tidak spesifik terhadap setiap kebutuhan tubuh yang terganggu.

Suatu fenomena universal yang terjadi dalam

kehidupan sehari hari dan tidak dapat dihindari, setiap orang mengalaminya,

3

stres memberi dampak secara total pada individu yaitu terhadap fisik, psikologis,

intelektual,

sosial dan spiritual, stres dapat mengancam

keseimabangan fisiologi (rasmus, 2004). Stres emosi dapat menimbulkan perasaan negatif atau destruktif terhadap diri sendiri dan orang lain. Stres intelektual akan mengganggu persepsi dan kemampuan seseorang daam menyelesaikan masalah,

stres sosial akan mengganggu hubungan individu

terhadap kehidupan. (Hans selye, 1956 ; Davis, at all. 1989 ; Barbara Konzier, et all, 1989). 2. Stressor a. Pengertian Stressor Stressor adalah variabel yang dapat diidentifikasikan sebagai penyebab timbulnya stres, datangnya stressor dapat sendiri-sendiri atau dapat pula bersamaan (rasmus, 2004) b. Sumber Stres Sumber stres dapat berasal dari dalam tubuh dan diluar tubuh, sumber stres dapat berupa biologik/fisiologik, kimia,

psikologik,

sosial dan

spiritual, terjadinya stres karena stressor tersebut dirasakan dan dapat dipersepsikan oleh individu sebagai suatu ancaman sehingga menimbulkan kecemasan yang merupakan tanda umum dan awal dari gangguan kesehatan fisik dan psikologis (rasmus, 2004), contohnya; 1) Stressor biologik daat berupa mikroba, bakteri, virus, dan jasad renik lainnya, hewan, bianatang, bermacam tumbuhan dan makhluk hidup lainnya yang dapat memprngaruhi kesehatan misalnya tumbuhnya jerawat (acne), demam, digigit binatang dll, yang dipersepsikan dapat mengancam konsep individual (rasmus, 2004). 2) Stressor fisik dapat berupa perubahan iklim, alam,

suhu,

cuaca,

geografis yang meliputi letak tempat tinggal, domisili, demografis yang meliputi letak tempat tinggal, domisili demografis berupa jumlah anggota dalam keluarga, nutrisi, radiasi, kepadatan penduduk, imigrasi dan kebisingan dll (rasmus, 2004). 3) Stressor kimia dari dalam tubuh dapat berupa serum darah dan glukosa sedangkan dari luar tubuh dapat berupa obat, pengobatan, pemakaian

4

alkohol,

nikotin,

cafein,

pencemaran lingkungan,

polusi udara,

gas beracun,

bahan-bahan kosmetika,

insektisida,

bahan bahan

pengawet, pewarna dan lain-lain (rasmus, 2004). 4) Stressor sosial psikologik yaitu labeling (penamaan)

dan prasangka,

ketidakpuasan terhadap diri sendiri, kekejaman (aniaya, pemerkosaan) konflik peran, percaya diri yang rendah, perubahan ekonomi emosi yang negatif dan kehamilan (rasmus, 2004). 5) Stressor spiritual yaitu adanya persepsi negatif terhadap nilai-nilai ketuhanan. 6) Tidak hanya stressor negatif yang menyebabkan stres tetapi stressor positif dapat menyebabkan stres, misalnya kenaikan pangkat, promosi jabatan, tumbuh kembang, menikah, mempunyai anak dll, semua perubahan terjadi sepanjang daur kehidupan (rasmus, 2004). c. Sifat stressor 1) Bagaimana individu mempersepsikan stressor Artinya jika stressor dipersepsikan akan berakibat buruk bagi dirinya maka tingkat stres yang dirasakan akibat buruk bagi dirinya maka tingkat stres yang dirasakan akan berat, namun sebaliknya jika stessor dipersepsikan tidak mngancam dan individu merasa mampu mngatasinya maka tingkat stres yang dirasakan lebih ringan (rasmus, 2004). 2) Bagaimana intensitasnya terhadap stimulasi Artinya bagaimana tingkat intensitas serangan stres terhadap individu, jika intensitas serangan stres tinggi maka kemungkinan kekuatan fisik dan mental tidak mampu mengadaptasinya, demikian juga sebaliknya (rasmus, 2004). 3) Jumlah stressor yang harus dihadapi pada waktu yang sama Artinya pada waktu yang bersamaan bertumpuk sejumlah stressor yang harus dihadapi, sehingga stressor kecil dapat menjadi pemicu (pencetus)

yang mengakibatkan reaksi

yang berlebihan. Sering

ditemukan seseorang Yang biasanya dapat kenyelesaikan pekerjaan yang sangat

Sederhana

dengan baik,namun tiba-tiba ia tidak dapat

mengerjakannya, ini disebabkan karena pada saat yang sama ia sedang menghadapi banyak stressor (rasmus, 2004).

5

4) Lamanya pemaparan stressor Memanjangnya

stressor

dapat

menyebabkan

menurunnya

kemampuan individu mengatasi stres, karena individu telah berada pada fase kelelahan, individusudah kebiasan tenaga untuk menghadapi stressor tersebut (rasmus, 2004). 5) Pengalaman masa lalu Pengalaman masa laludapat menpengaruhi kemampuan individu dlm menghadapi stressor yang sama misalnya,individu yang satu tahun yang lalu dirawar karena sakit,dengan pengalaman yang negatif maka saat dirawat kembali individu akan sangat cemas, dwmikian pula sih baliknya (rasmus, 2004). 6) Tingkat perkembangan Pada tingkat perkembangan tertentu terdapat jumlah dan intensitas stressor yang berbeda sehingga resiko terjadi stress pada tiap tingkat perkembangan akan berbeda (rasmus, 2004). d. Manifestasi psikologis individu terhadap stres. Manifestasi adalah gejala atau gambaran yang dapat diamati secara subjektif maupun objektif dari individu yang mengalami stres psikologis, kozier, at all (1989) mengemukakan bahwa manifestasi psikologis individu yang mengalami stres, antara lain: 1) Kecemasan Cemas adalah perasaan yang tidak menentu dari individu dimana penyebabnya tidak pasti/tidak ada objek yang nyata misalnya; cemas kalau hasil ujian jelek, cemas tidak naik kelas, cemas menunggu kedatangan, menunggu keberangkatan,terlambat dll. Cemas dapat digolongkan menjadi; cemas ringan, cemas sedangbdan cemas berat (rasmus, 2004). 2) Marah Marah adalah suatu reaksi emosi yang subjektif,atau kejengkelan dan ketidak puasan individu terhadap tuntutan yang tidak terpenuhi (rasmus, 2004).

6

e. Manifestasi kognitif individu terhadap stres Manifestasi kognitif adalah reaksi dari individu yang mengalami stres dengan menggunakan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki untuk mengatasi masalah yang sedang dihadapi (rasmus, 2004). 1) Penyelesaian masalah Individu melakukan identifikasi dan menetapkan masalah penyebab stres, kemudian dengan kemampuan kognitif menyelesaikan masalah dengan cara memilih dan melaksanakan alternatif dan mengevaluasi keberhasilan dan keefektifan upaya yang dilakukannya (rasmus, 2004). 2) Strukturisasi Menata atau memanipulasi situasi agar kejadian yang mengancam tidak muncul kembali. Misalnya menjadwalkan pemeriksaan kesehatan, menyusun kembali jadwal/kegiatan sehari hari yang kacau (rasmus, 2004). 3) Disiplin diri (self-control/disiplin) Tindakan yang dilakukan oleh individu adalah melatih diri membiasakan kebiasaan yang dapat menghindari timbulnya stres, misalnya untuk menghindari kemacetan dijalan dengan membiasakan berangkat lebih pagi (lebih cepat), mempersiapkan diri dengan belajar sungguh2 karena menghadapi ujian (rasmus, 2004). 4) Supresi Menekan perasaan yang tidak menyenangkan kedalam alam sadar;..."aku tidak mau pikirkan itu hari ini, besok saja" dengan cara ini masalah tidak selesai tetapi untuk sementara terbebas dari stres (rasmus, 2004). 5) Fantasi dan melamun Kebutuhan yang tidak tercaai dibayangkan tercapai,

sehingga

hasilnya tidak realistis misalnya seorang ibu yang sedang menunggu hasil

laboratorium

biopsi

mammae

melamunkan

ahli

bedah

mengatakan; "anda tidak kanker", sedangkan Fantasi yang mngarah

7

pada penyelesaian masalah adalah "walaupun dokter mengatakan saya kanker, saya akan terima" (rasmus, 2004). 6) Berdoa atau sembahyang Upaya menyelesaikan masalah dengan cara berserah diri kepada yang maha Pencipta, namun disertai dengan upaya dalam bentuk tindakan (rasmus, 2004). f. Respon individu secara verbal dan psikomotor terhadap stres Umumnya respon pertama Individu terhadap stres adalah nerupakan spontanitas yang diungkapkan secara verbal dan diikuti dengan gerakan dari ungkapa emosional psikomotor misalnya menangis, ketawa, berteriak memukul, menyepak, menggenggam, menyentuh dan mencerca (rasmus, 2004). g. Tingkatan stres 1) Stres ringan Biasanya tidak merusak aspek fisiologis, sebaliknya stres sedang dan berat mempunyai resiko terjadinya penyakit, stres ringan umumnya dirasakan oleh setiap orang misalnya lupa ketiduran, kemacetan, dikritik. Situasi seperti ini biasanya berakhir dalam beberapa menit atau beberapa jam. Situasi seperti ini nampaknya tidak akan menimbulkan penyakit kecuali jika dihadapi terus menerus (rasmus, 2004). 2) Stres sedang Terjadi lebih lama beberapa jam sampai beberapa hari contohnya kesepakatan

yang

belum

selesai,

beban

kerja

yang

berlebih,

mengharapkan pekerjaan baru, anggota keluarga pergi dalam waktu yang lama, situasi seperti ini dapat bermakna bagi individu yang mempunyai faktor predisposisi suatu penyakit koroner (rasmus, 2004). 3) Stres berat Stres kronis yang terjadi beberapa minggu sampai beberapa tahun, misalnya hubungan suami istri yang tidak harmonis, kesulitan finansial dan penyakit fisik yang lama (rasmus, 2004).

8

C. Koping (Mekanisme Dan Sumber Koping) Dalam Keperawatan Jiwa 1. Pengertian koping Koping adalah proses yang dilalui oleh individu dalam menyelesaikan situasi stresfull. Koping tersebut adalah merupakan respon individu terhadap situasi yang mengancam dirinya baik fisik maupun Psikologik (rasmus, 2004). Mekanisme koping adalah cara yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah, menyesuaikan diri dengan perubahan, serta respon terhadap situasi yang mengancam (keliat, 1999). Jadi berdasarkan definisi yang dimaksud dengan mekanisme koping adalah cara yang digunakan individu dalam menyelesaikan masalah, mengatasi perubahan yang terjadi dan situasi yang mengancam baik secara kognitif maupun perilaku (keliat, 1999). 2. Sumber Koping Individu dapat mengatasi stress dan kecemasan dengan menggerakan sumber koping dilingkungan. Sumber koping tersebut dapat berupa model ekonomi,

kemampuan

menyelesaikan

masalah,

dukunagn

sosial

dan

keyakinanbudaya dan membantu individu menginteraksikan penagakam yang menimbulkan stress dan mengadopsi strategi koping yang berhasil (stuart, 2006). 3. Tipe Mekanisme Koping Koping mekanisme adalah suatu usaha langsung dalam manajemen stres. Ada tiga tipe mekanisme koping, yaitu sebagai berikut (yusuf, 2015). 4. Mekanisme fokus masalah koping . Mekanisme ini terdiri atas tugas dan usaha langsung untuk mengatasi ancaman diri. Contoh: negosiasi, konfrontasi, dan mencari nasihat. 5. Mekanisme koping fokus secara kognitif. Mekanisme ini berupa seseorang dapat mengontrol masalah dan menetralisasinya. Contoh: perbandingan positif, selective ignorance, substitution of reward, dan devaluation of desired objects. 6. Mekanisme fokus emosi koping. Pasien menyesuaikan diri terhadap distres emosional secara tidak berlebihan. Contoh: menggunakan mekanisme pertahanan ego seperti denial, supresi, atau proyeksi.

9

Mekanisme koping dapat bersifat konstruktif dan destruktif. Mekanisme konstruktif peringatan

terjadi ketika kecemasan diperlakukan sebagai sinyal dan

individu

menerima

sebagai

tantangan

untuk

menyelesaikan masalah. Mekanisme koping destruktif menghindari kecemasan tanpa menyelasaikan konflik (yusuf, 2015). 7. Mekanisme Pertahanan Koping a. Fantasi Adalah Keinginan yang tidak terkabul dipuaskan dalam imajinasi, mengkhayal seolah-olah menjadi seperti yang diinginkan (yusuf, 2015). b. Penyangkalan (denial) Melindungi diri terhadap kenyataan yang tak menyenangkan dengan menolak menghadapi hal itu, yang sering dilakukan dengan cara melarikan diri seperti menjadi “sakit” atau kesibukan lain. Tidak berani melihat dan mengakui kenyataan yang menakutkan. Contoh: Tutup mata karena takut terhadap sesuatu yang mengerikan.Tidak mau mengakui atau mengerti bahwa ia mempunyai penyakit menakutkan (yusuf, 2015). c. Rasionalisasi

Berusaha

membuktikan

bahwa

perbuatannya

(yang

sebenarnya tidak baik) rasional adanya, sehingga dapat disetujui dan diterima oleh diri sendiri dan masyarakat. Contoh: Tidak mau bermain bulu tangkis karena “badan kurang enak“ atau “besok ada ujian” padahal sebenarnya takut kalah (yusuf, 2015). d. Identifikasi Menambah harga diri dengan menyamakan dirinya dengan seorang atau suatu hal yang dikaguminya.Contoh: Anak merokok atau membaca koran seperti kebiasaan ayahnya. Anak bersolek seperti ibunya. Bergaya “pahlawan” seperi bintang film, atlet, penyanyi, dan sebagainya (yusuf, 2015). e. Introyeksi Identifikasi yang berbentuk primitif. Menyatukan nilai dan norma luar dengan struktur egonya sehingga individu tidak bergantung pada belas kasihan

tentang

hal-hal

yang

dirasakan

sebagai

ancaman.

Contoh:Memasukkan aspek kepercayaan ke dalam pendiriannya dalam menghadapi keadaan yang mengancamnya (yusuf, 2015). f. Represi Secara tidak sadar menekan pikiran yang berbahaya dan menyedihkan

dari

alam

sadar

10

ke

alam

tidak

sadar,

semacam

penyingkiran.Contoh: Melihat temannya meninggal. Perilaku seolah-olah lupa kejadian tersebut (yusuf, 2015). g. Supresi Individu secara sadar menolak pikirannya keluar dari alam sadarnya dan

memikirkan hal yang lain. Supresi tidak begitu berbahaya karena

dilakukan secara sengaja dan individu mengetahui apa yang dibuatnya (yusuf, 2015). h. Regresi Mundur ke tingkat perkembangan yang lebih rendah, dengan respons yang kurang matang dan biasanya dengan aspirasi yang kurang. Contoh: Anak yang punya adik lagi. Perilaku kakaknya menjadi isap jempol atau ngompol untuk menarik perhatian. Orang dewasa bila ingin sesuatu harus segera terpenuhi, bila tidak akan marah-marah seperti anak kecil (yusuf, 2015). i. Proyeksi Menyalahkan orang lain mengenai kesulitannya sendiri atau melemparkan kepada orang lain keinginannya yang tidak baik. Contoh: Anak tidak lulus karena guru sentimen (yusuf, 2015). j. Penyusunan reaksi (reaksi formasi) Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan, dengan melebih lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakannya sebagai rintangan. Contoh: Fanatik dalam mengutuk perjudian agar dapat menindas kecenderungan diri ke arah itu (yusuf, 2015). k. Sublimasi Mencari pemuasan atau menghilangkan keinginan seksual dalam kegiatan nonseksual. Nafsu yang tidak terpenuhi (terutama seksual) disalurkan

kepada

kegiatan

lain

yang

dapat

diterima

oleh

masyarakat.Contoh: Individu yang belum atau tidak kawin, berusaha mementingkan dan mengejar karier untuk mendapat kepuasan (yusuf, 2015). l. Kompensasi Menutupi kelemahan dengan menonjolkan sifat yang baik atau frustasi terhadap satu bidang, bisa juga mencari kepuasan secara berlebihan dalam bidang lain. Contoh: Individu tidak pintar, dia berusaha dirinya menjadi jagoan (yusuf, 2015). m. Pemindahan (displacement) Emosi atau fantasi terhadap seseorang atau benda dicurahkankepada seseorang/benda lain yang biasanya lebih kurang

11

berbahaya dari semula. Contoh: Anak dimarahi ibu, maka anak ganti memukul adik (yusuf, 2015). n. Pelepasan atau penebusan (undoing) Meniadakan atau membatalkan suatu pikiran.

Bentuk

pelepasan/penebusan

antara

lain

meminta

maaf,

menyesalkan, memberi pilihan, atau melakukan penitensi dan menjalani hukuman. Contoh: Suami tidak setia memberi bermacam hadiah pada istri (yusuf, 2015). o. Penyekatan emosional Mengurangi keterlibatan ego dan menarik diri menjadi pasif untuk melindungi diri sendiri dari kesakitan atau kekecewaan. Contoh: Tidak menaruh harapan terlalu tinggi (yusuf, 2015). p. Isolasi (intelektualisasi, disosiasi) Suatu bentuk penyekatan emosional karena beban emosi dalam suatu keadaan yang menyakitkan, diputuskan, atau diubah (distorsi). Contoh: Rasa sedih karena kematian orang dekat, maka mengatakan “sudah

nasibnya” atau “sekarang ia sudah tidak

menderita lagi (yusuf, 2015). q. Simpatisme Berusaha mendapatkan simpati dengan cara menceritakan berbagai kesukarannya, misalnya penyakit atau kesusahan yang lain. Oleh karena bila orang simpati maka harga diri meningkat walaupun ada kegagalan (yusuf, 2015). r. Memberontak (acting out) Mengurangi kecemasan yang dibangkitkan oleh berbagai keinginan yang terlarang dengan membiarkan ekspresinya dan melakukannya (yusuf, 2015).

12

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan Gangguan jiwa menurut PPDGJ III adalah sindrom pola perilaku seseorang yang secara khas berkaitan dengan suatu gejala penderitaan (distress) atau hendaya (impairment) di dalam satu atau lebih fungsi yang penting dari manusia, yaitu fungsi psikologik, perilaku, biologik, dan gangguan itu tidak hanya terletak di dalam hubungan antara orang itu tetapi juga dengan masyarakat (Maslim, 2002; Maramis, 2010). Stres adalah respons tubuh yang tidak spesifik terhadap setiap kebutuhan tubuh yang terganggu. Stressor adalah variabel yang dapat diidentifikasikan sebagai penyebab timbulnya stres, datangnya stressor dapat sendiri-sendiri atau dapat pula bersamaan. Mekanisme

koping

adalah

cara

yang

dilakukan

individu

dalam

menyelesaikan masalah, menyesuaikan diri dengan perubahan, serta respon terhadap situasi yang mengancam (keliat, 1999). Jadi berdasarkan definisi yang dimaksud dengan mekanisme koping adalah cara yang digunakan individu dalam menyelesaikan masalah, mengatasi perubahan yang terjadi dan situasi yang mengancam baik secara kognitif maupun perilaku (keliat, 1999).

13

DAFTAR PUSTAKA

Keliat, B. A. 1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi I. Jakarta: EGC. Maslim, Rusdi. (2002). Diagnosis gangguan jiwa rujukan ringkas dari Stuart, G. W. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa . Edisi 5. Jakarta. EGC Kozier,B.,Erb.G & Bufalino.P.M . Introdution of nursing California Addision. 1989. Wessley Publising Company. Fortinash, K.M., dan Worret, 1995. Psychiatric Nursing Care Plans, Fourth Edition, Mosby Year Book Inc. Missouri Rasmus, 2004, stres, koping,dan adaptasi. Teori dan pohon permasalahan keperawatan, edisi pertama, CV. Sagung Seto. Yusuf, AH, Rizky Fityasari PK, Hanik Endang Nihayati, Buku Ajar Kesehatan Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika, 2015

14

Related Documents


More Documents from "Aep Saepul Muslim"