Makalah Keperawatan Anak.docx

  • Uploaded by: tengku hidayu
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Keperawatan Anak.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 6,296
  • Pages: 31
MAKALAH KEPERAWATAN ANAK “IMUNISASI”

Dosen Pengajar : Magdalena, SST, M.Kes Disusun oleh: Kelompok 3 Sania

P031714401068

Syarifah Ramadhani P031714401075

Sekar Dyka P.

P031714401069

T. Hidayu Marizal

P031714401076

Selvira

P031714401070

Verent Rivanda

P031714401077

Sindy Shalsabilla P031714401071

Vina Oktavia

P031714401078

Sisca Ramadani

P031714401072

Winda Gaolis BR M. P031714401079

Sonia Raudhatul P031714401073

Zelin Masra Lorenza P031714401080

Sri Mulyani

P031714401074

PRODI DIII KEPERAWATAN 2B POLTEKKES KEMENKES RIAU 2019

KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah Swt atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas berjudul “Imunisasi “ dengan baik dan tepat pada waktunya. Adapun tujuan penyusunan tugas ini adalah untuk memenuhi tugas kelompok yang diamanahkan kepada kami. Dengan segala kerendahan hati kami selaku penyusun tugas ini menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami senantiasa mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca demi kesempurnaan tugas yang serupa dimasa yang akan datang. Semoga segala yang tertulis di dalam tugas ini bermanfaat bagi dunia pendidikan, khususnya dalam lingkup Poltekkes Kemenkes Riau.

Pekanbaru, 14 Maret 2019

Penulis

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ........................................................................................................ 2 BAB I .................................................................................................................................. 4 PENDAHULUAN .............................................................................................................. 4 A.

LATAR BELAKANG ............................................................................................ 4

B.

RUMUSAN MASALAH ........................................................................................ 4

BAB II................................................................................................................................. 5 ISI........................................................................................................................................ 5 KONSEP IMUNISASI ........................................................................................... 5

A. 1.

Definisi Imunisasi ............................................................................................... 5

2.

Tujuan Imunisasi ................................................................................................. 5

3.

Manfaat Imunisasi ............................................................................................... 6

4.

Dampak Imunisasi .............................................................................................. 7

5.

Jenis-jenis Imunisasi ........................................................................................... 7

6.

Penyelenggaraan Imunisasi di Indonesia ............................................................ 9

7.

Imunisasi Dasar Lengkap pada Bayi ................................................................. 12

8.

Jadwal Pemberian Imunisasi Dasar Lengkap .................................................... 18 MACAM-MACAM SISTEM KEKEBALAN TUBUH ....................................... 18

B. 1.

Sistem Imun non Spesifik ................................................................................. 19

2.

Sistem Imun Spesifik ........................................................................................ 20 CARA PEMBERIAN IMUNISASI (SOP) ........................................................... 23

C. 1.

Imunisasi DPT .................................................................................................. 23

2.

Imunisasi Polio.................................................................................................. 24

3.

Imunisasi BCG .................................................................................................. 25

4.

Imunisasi Campak ............................................................................................. 26

5.

Imunisasi TT ..................................................................................................... 28

BAB III ............................................................................................................................. 30 PENUTUP ........................................................................................................................ 30 A.

KESIMPULAN ..................................................................................................... 30

B.

SARAN ................................................................................................................. 30

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 31

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Imunisasi adalah suatu

upaya

untuk

menimbulkan/meningkatkan

kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila suatu saat terpajan dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan (Kemenkes RI, 2013). Program imunisasi bertujuan untuk memberikan kekebalan kepada bayi agar dapat mencegah penyakit dan kematian bayi serta anak yang disebabkan oleh penyakit yang sering berjangkit (Proverawati dan Andhini, 2010). Program imunisasi mempunyai tujuan umum yaitu menurunkan angka kesakitan, kecacatan dan kematian akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I). Oleh karena itu dalam penulisan makalah ini kami tertarik untuk membahas mengenai imunisasi, semoga nantinya bermanfaat dan dapat dijadikan referensi tambahan bagi pembaca. B. RUMUSAN MASALAH 1. Apa itu imunisasi? 2. Apa saja macam-macam system kekebalan tubuh? 3. Bagaimana prosedur pemberian imunisasi?

BAB II ISI A. KONSEP IMUNISASI 1. Definisi Imunisasi Imunisasi berasal dari kata “imun” yang berarti kebal atau resisten. Imunisasi merupakan pemberian kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit dengan memasukkan sesuatu ke dalam tubuh agar tubuh tahan terhadap penyakit yang sedang mewabah atau berbahaya bagi seseorang (Lisnawati, 2011). Imunisasi

adalah

suatu

upaya

untuk

menimbulkan/meningkatkan

kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila suatu saat terpajan dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan (Kemenkes RI, 2013). Imunisasi adalah cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang terhadap suatu penyakit, sehingga bila kelak terpajan pada penyakit tersebut ia tidak menjadi sakit. Kekebalan yang diperoleh dari imunisasi dapat berupa kekebalan pasif maupun aktif (Ranuh et.al, 2011).

2. Tujuan Imunisasi Tujuan imunisasi adalah untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang, dan menghilangkan penyakit tersebut pada sekelompok masyarakat (populasi), atau bahkan menghilangkannya dari dunia seperti yang kita lihat pada keberhasilan imunisasi cacar variola (Ranuh et.al, 2011). Program imunisasi bertujuan untuk memberikan kekebalan kepada bayi agar dapat mencegah penyakit dan kematian bayi serta anak yang disebabkan oleh penyakit yang sering berjangkit (Proverawati dan Andhini, 2010). Program imunisasi mempunyai tujuan umum yaitu menurunkan angka kesakitan, kecacatan dan kematian akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I).

Tujuan khusus program ini adalah sebagai berikut: 1. Tercapainya target Universal Child Immunization (UCI) yaitu cakupan imunisasi lengkap minimal 80% secara merata pada bayi di seluruh desa/kelurahan pada tahun 2014. 2. Tervalidasinya Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal (insiden di bawah 1 per 1.000 kelahiran hidup dalam satu tahun) pada tahun 2013. 3. Global eradikasi polio pada tahun 2018. 4. Tercapainya eliminasi campak pada tahun 2015 dan pengendalian penyakit rubella 2020. 5. Terselenggaranya pemberian imunisasi yang aman serta pengelolaan limbah medis (safety injection practise and waste disposal management) (Kemenkes RI, 2013).

3. Manfaat Imunisasi Menurut Proverawati dan Andhini (2010) manfaat imunisasi tidak hanya dirasakan oleh pemerintah dengan menurunnya angka kesakitan dan kematian akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, tetapi juga dirasakan oleh : a. Untuk Anak Mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit, dan kemungkinan cacat atau kematian.

b. Untuk Keluarga Menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan bila anak sakit. Mendorong pembentukan keluarga apabila orang tua yakin akan menjalani masa kanak-kanak yang nyaman. Hal ini mendorong penyiapan keluarga yang terencana, agar sehat dan berkualitas.

c. Untuk Negara Memperbaiki tingkat kesehatan menciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan negara.

4. Dampak Imunisasi Nilai (value) vaksin dibagi dalam tiga kategori yaitu secara individu, social dan keuntungan dalam menunjang sistem kesehatan nasional. Secara individu, apabila anak telah mendapat vaksinasi maka 80%-95% akan terhindar dari penyakit infeksi yang ganas. Makin banyak bayi/anak yang mendapat vaksinasi (dinilai dari cakupan imunisasi), makin terlihat penurunan angka kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas) (Ranuh et.al, 2011). Kekebalan individu ini akan mengakibatkan pemutusan rantai penularan penyakit dari anak ke anak lain atau kepada orang dewasa yang hidup bersamanya, inilah yang disebut keuntungan sosial, karena dalam hal ini 5%20% anak yang tidak diimunisasi akan juga terlindung, disebut Herd Immunit. Menurunnya angka morbiditas akan menurunkan biaya pengobatan dan perawatan di rumah sakit, mencegah kematian dan kecacatan yang akan menjadi beban masyarakat seumur hidupnya. Upaya pencegahan penyakit infeksi pada anak, berarti akan meningkatkan kualitas hidup anak dan meningkatkan daya produktivitas karena 30% dari anak-anak masa kini adalah generasi yang akan memegang kendali pemerintahan dimasa yang akan datang (Ranuh et.al, 2011). Dalam hal menunjang sistem kesehatan nasional, program imunisasi sangat efektif dan efisien apabila diberikan dalam cakupan yang luas secara nasional. Peningkatan pertumbuhan ekonomi suatu negara tentunya akan lebih baik

bila

masyarakatnya

lebih

sehat

sehingga

anggaran

untuk

kuratif/pengobatan dapat dialihkan pada program lain yang membutuhkan. Investasi dalam kesehatan untuk kesejahteraan dan peningkatan kualitas anak di masa depan (Ranuh et.al, 2011).

5. Jenis-jenis Imunisasi Imunisasi dapat terjadi secara alamiah dan buatan dimana masing-masing imunitas tubuh (acquired immunity) dapat diperoleh secara aktif maupun secara pasif.

a. Imunisasi Aktif Imunisasi aktif adalah pemberian kuman atau racun kuman yang sudah dilemahkan atau dimatikan dengan tujuan untuk merangsang tubuh memproduksi antibodi sendiri. Imunisasi aktif merupakan pemberian zat sebagai antigen yang diharapkan akan terjadi suatu proses infeksi buatan sehingga tubuh mengalami reaksi imunologi spesifik yang akan menghasilkan respon seluler dan humoral serta dihasilkannya sel memori, sehingga apabila benar-benar terjadi infeksi maka tubuh secara cepat dapat merespon (Maryunani, 2010). Vaksin diberikan dengan cara disuntikkan atau per oral/ melalui mulut. Terhadap pemberian vaksin tersebut, maka tubuh membuat zat-zat anti terhadap penyakit bersangkutan (oleh karena itu dinamakan imunisasi aktif, kadar zat-zat dapat diukur dengan pemeriksaan darah) dan oleh sebab itu menjadi imun terhadap penyakit tersebut. Jenis imunisasi aktif antara lain vaksin BCG, vaksin DPT (difteri-pertusis-tetanus), vaksin poliomielitis, vaksin campak, vaksin typs (typus abdominalis), toxoid tetanus dan lain-lain (Maryunani, 2010). Namun hanya lima imunisasi (BCG, DPT, Polio, Hepatitis B, Campak) yang menjadi Program Imunisasi Nasional yang dikenal sebagai Program Pengembangan Imunisasi (PPI) atau extended program on immunization (EPI) yang dilaksanakan sejak tahun 1977. PPI merupakan program pemerintah dalam bidang imunisasi untuk mencapai komitmen internasional yaitu Universal Child Immunization (Ranuh et.al, 2011).

b. Imunisasi Pasif Imunisasi pasif adalah pemberian antibodi kepada resipien, dimaksudkan untuk memberikan imunitas secara langsung tanpa harus memproduksi sendiri zat aktif tersebut untuk kekebalan tubuhnya. Antibodi yang ditujukan untuk upaya pencegahan atau pengobatan terhadap infeksi, baik untuk infeksi bakteri maupun virus. Mekanisme kerja antibodi terhadap infeksi bakteri melalui netralisasi toksin, opsonisasi, atau bakteriolisis. Kerja antibodi terhadap infeksi virus melalui netralisasi virus, pencegahan masuknya virus ke dalam

sel dan promosi sel natural-killer untuk melawan virus. Dengan demikian pemberian antibodi akan menimbulkan efek proteksi segera. Tetapi karena tidak melibatkan sel memori dalam sistem imunitas tubuh, proteksinya bersifat sementara selama antibodi masih aktif di dalam tubuh resipien, dan perlindungannya singkat karena tubuh tidak membentuk memori terhadap patogen/ antigen spesifiknya (Ranuh et.al, 2011). Transfer imunitas pasif didapat terjadi saat seseorang menerima plasma atau serum yang mengandung antibodi tertentu untuk menunjang kekebalan tubuhnya (Ranuh et.al, 2011). Imunisasi pasif dimana zat antinya didapat dari luar tubuh, misalnya dengan suntik bahan atau serum yang mengandung zat anti. Zat anti ini didapat oleh anak dari luar dan hanya berlangsung pendek , yaitu 2-3 minggu karena zat anti seperti ini akan dikeluarkan kembali dari tubuh anak (Maryunani, 2010).

6. Penyelenggaraan Imunisasi di Indonesia Program Imunisasi diberikan kepada populasi yang dianggap rentan terjangkit penyakit menular, yaitu bayi, balita, anak-anak, Wanita Usia Subur (WUS) dan ibu hamil. Berdasarkan sifat penyelenggaraannya, imunisasi dikelompokkan menjadi imunisasi wajib dan imunisasi pilihan. a. Imunisasi Wajib Imunisasi wajib merupakan imunisasi yang diwajibkan oleh pemerintah untuk seseorang sesuai dengan kebutuhannya dalam rangka melindungi yang bersangkutan dan masyarakat sekitarnya dari penyakit menular tertentu. Imunisasi wajib terdiri atas imunisasi rutin, tambahan dan khusus (Kemenkes RI, 2013).

1) Imunisasi Rutin Imunisasi rutin merupakan kegiatan imunisasi yang secara rutin dan terus menerus harus dilaksanakan pada periode tertentu yang telah ditetapkan. Berdasarkan tempat pelayanan imunisasi rutin dibagi menjadi: a) Pelayanan imunisasi di dalam gedung (komponen statis) dilaksanakan di puskesmas, puskesmas pembantu, rumah sakit atau rumah bersalin,

b) Pelayanan imunisasi di luar gedung dilaksanakan di posyandu, di sekolah, atau melalui kunjungan rumah, c) Pelayanan imunisasi rutin dapat juga diselenggarakan oleh swasta (seperti rumah sakit swasta, dokter praktek dan bidan praktek) (Lisnawati, 2011).

Imunisasi rutin terdiri atas imunisasi dasar dan imunisasi lanjutan. a) Imunisasi Dasar Imunisasi ini diberikan pada bayi sebelum berusia satu tahun. Jenis imunisasi dasar terdiri atas Hepatitis B pada bayi baru lahir, BCG, Difhteria Pertusis Tetanus-Hepatitis B (DPT-HB) atau Difhteria Pertusis TetanusHepatitis B-Haemophilus Influenza type B (DPT-HB-Hib), Polio dan Campak (Kemenkes RI, 2013).

b) Imunisasi Lanjutan Imunisasi lanjutan merupakan kegiatan yang bertujuan untuk melengkapi imunisasi dasar pada bayi yang diberikan kepada anak usia bawah tiga tahun (batita), anak usia sekolah, dan Wanita Usia Subur (WUS) termasuk ibu hamil sehingga dapat mempertahankan tingkat kekebalan atau untuk memperpanjang masa perlindungan. Imunisasi lanjutan pada WUS salah satunya dilaksanakan pada waktu melakukan pelayanan antenatal. Jenis imunisasi lanjutan yang diberikan pada anak usia bawah tiga tahun (batita) terdiri atas Difhteria Pertusis Tetanus Hepatitis B (DPT-HB) atau Difhteria Pertusis TetanusHepatitis B Haemophilus Influenza type B (DPT-HB-Hib) pada usia 18 bulan dan campak pada usia 24 bulan. Imunisasi lanjutan pada anak usia sekolah dasar diberikan pada Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) dengan jenis imunisasi lanjutan yang diberikan pada anak usia sekolah dasar terdiri atas campak, Difhteria Tetanus (DT), dan Tetanus Difhteria (Td). Jenis imunisasi lanjutan yang diberikan pada wanita usia subur berupa Tetanus Toxoid (Kemenkes RI, 2013).

2) Imunisasi Tambahan Imunisasi tambahan adalah kegiatan imunisasi yang dilakukan atas dasar

ditemukannya masalah dari hasil pemantauan atau evaluasi. Kegiatan ini sifatnya tidak rutin, membutuhkan biaya khusus, kegiatan dilaksanakan dalam suatu periode tertentu (Lisnawati, 2011). Yang termasuk dalam kegiatan imunisasi tambahan adalah: a) Backlog fighting b) Crash program c) PIN (Pekan Imunisasi Nasional) d) Sub PIN e) Catch up Campaign campak f) Imunisasi dalam Penanganan KLB (Outbreak Response g) Immunization/ORI)

3) Imunisasi Khusus Imunisasi khusus merupakan kegiatan imunisasi yang dilaksanakan untuk melindungi masyarakat terhadap penyakit tertentu pada situasi tertentu. Situasi tertentu yang dimaksud tersebut antara lain persiapan keberangkatan calon jemaah haji/umroh, persiapan perjalanan menuju negara endemis penyakit tertentu dan kondisi kejadian luar biasa (KLB). Jenis imunisasi khusus antara lain terdiri atas imunisasi Meningitis Meningokokus, imunisasi Yellow Fever (demam kuning), dan imunisasi Anti Rabies (VAR) (Kemenkes RI, 2013).

b. Imunisasi Pilihan Imunisasi pilihan merupakan imunisasi yang dapat diberikan kepada seseorang sesuai dengan kebutuhannya dalam rangka melindungi yang bersangkutan dari penyakit menular tertentu. Imunisasi pilihan adalah imunisasi lain yang tidak termasuk dalam imunisasi wajib, namun penting diberikan pada bayi, anak, dan dewasa di Indonesia mengingat beban penyakit dari masing- masing penyakit. Jenis imunisasi pilihan dapat berupa imunisasi Haemophilus Influenza tipe b (Hib), Pneumokokus, Rotavirus, Influenza, Varisela, Measles Mump Rubella (MMR), Demam Tifoid, Hepatitis A, Human Papiloma Virus (HPV), dan Japanese Encephalitis (Kemenkes RI, 2013).

7. Imunisasi Dasar Lengkap pada Bayi Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 42 Tahun 2013 tentang penyelenggaraan imunisasi, pasal 6 dinyatakan imunisasi dasar merupakan imunisasi yang diberikan kepada bayi sebelum berusia 1 (satu) tahun. Adapun jenis imunisasi dasar pada bayi terdiri dari : a. Imunisasi Hepatitis B bayi baru lahir Imunisasi hepatitis B adalah imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit hepatitis B, yaitu penyakit infeksi yang dapat merusak hati (Maryunani, 2010). Kini paling tidak 3,9% ibu hamil mengidap hepatitis B aktif dengan risiko penularan kepada bayinya sebesar 45%. Kementerian kesehatan mulai tahun 2005 memberikan vaksin hepatitis B-0 monovalen (dalam kemasan uniject) saat lahir, dilanjutkan dengan vaksin kombinasi DTwP/Hepatitis B pada umur 2-3-4 bulan. Tujuan vaksin hepatitis B diberikan dalam kombinasi dengan DTwP untuk mempermudah pemberian dan meningkatkan cakupan hepatitis B3 yang masih rendah (Ranuh et.al, 2011). Vaksin hepatitis B harus segera diberikan setelah lahir, mengingat vaksinasi hepatitis B merupakan upaya pencegahan yang sangat efektif untuk memutuskan rantai penularan melalui transmisi maternal dari ibu kepada bayinya. Vaksin hepatitis B diberikan sebaiknya 12 jam setelah lahir dengan syarat kondisi bayi dalam keadaan stabil, tidak ada gangguan pada paru-paru dan jantung (Maryunani, 2010). Vaksin diberikan secara intramuskular dalam. Pada neonatus dan bayi diberikan di anterolateral paha, sedangkan pada anak besar dan dewasa, diberikan di regio deltoid. Interval antara dosis pertama dan dosis kedua minimal 1 bulan, memperpanjang interval antara dosis pertama dan kedua tidak akan mempengaruhi imunogenisitas atau titer antibodi sesudah imunisasi selesai. (Ranuh et.al, 2011). Untuk ibu dengan HbsAg positif, selain vaksin hepatitis B diberikan juga hepatitis immunoglobulin (HBIg) 0,5 ml di sisi tubuh yang berbeda dalam 12 jam setelah lahir. Sebab, Hepatitis B Imunoglobulin (HBIg) dalam waktu

singkat segera memberikan proteksi meskipun hanya jangka pendek (3-6 bulan) (Cahyono, 2010). Bila sesudah dosis pertama, imunisasi terputus, segera berikan imunisasi kedua, sedangkan imunisasi ketiga diberikan dengan jarak terpendek 2 bulan dari imunisasi kedua. Bila dosis ketiga terlambat, diberikan segera setelah memungkinkan. Efek samping yang terjadi umumnya berupa reaksi lokal yang ringan dan bersifat sementara. Kadang-kadang dapat menimbulkan demam ringan untuk 1-2 hari (Ranuh et.al, 2011).

b. Imunisasi Bacillus Calmette Guerin (BCG) Imunisasi BCG bertujuan untuk menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit tuberculosis (TBC) pada anak (Proverawati dan Andhini, 2010). Bacille Calmette-Guerin (BCG) adalah vaksin hidup yang dibuat dari mycobacterium bovis yang dibiak berulang selama 1-3 tahun sehingga didapatkan

basil

yang

tidak

virulen

tetapi

masih

mempunyai

imunogenitas.Vaksin BCG berisi suspensi myobacterium bovis hidup yang sudah dilemahkan. Vaksinasi BCG tidak mencegah infeksi tuberkulosis tetapi mengurangi resiko terjadi tuberkulosis berat seperti meningitis TB dan tuberkulosis milier (Ranuh et.al, 2011). Vaksin BCG diberikan pada umur < 2 bulan, Kementerian Kesehatan menganjurkan pemberian imunisasi BCG pada umur 1 bulan dan sebaiknya pada anak dengan uji Mantoux (Tuberkulkin) negatif. Imunisasi BCG ulangan tidak dianjurkan. Efek proteksi timbul 8-12 minggu setelah penyuntikan. Efek proteksi bervariasi antara 0-80 %, berhubungan dengan beberapa faktor yaitu mutu vaksin yang dipakai, lingkungan dengan Mycobacterium atipik atau faktor pejamu (umur, keadaan gizi dan lain-lain) (Ranuh et.al, 2011). Cara pemberiannya melalui suntikan. Sebelum disuntikkan vaksin BCG harus dilarutkan terlebih dahulu. Dosis 0,55 cc untuk bayi kurang dari 1 tahun dan 0,1 cc untuk anak dan orang dewasa. Pemberian imunisasi ini dilakukan secara Intrakutan di daerah lengan kanan atas. Disuntikkan kedalam lapisan kulit dengan penyerapan pelan-pelan. Dalam memberikan suntikan intrakutan,

agar dapat dilakukan dengan tepat, harus menggunakan jarum pendek yang sangat halus (10mm, ukuran 26) (Proverawati dan Andhini, 2010). Imunisasi BCG tidak boleh digunakan pada orang yang reaksi uji tuberkulin > 5 mm, menderita infeksi HIV atau dengan risiko tinggi infeksi HIV, imunokompromais akibat pengobatan kortikosteroid, obat imunosupresif, mendapat pengobatan radiasi, penyakit keganasan yang mengenai sumsum tulang atau sistem limfe, menderita gizi buruk, menderita demam tinggi, menderita infeksi kulit yang luas, pernah sakit tubercolusis, dan kehamilan (Ranuh et.al, 2011). Efek samping reaksi lokal yang timbul setelah imunisasi BCG yaitu setelah 1-2 minggu diberikan imunisasi, akan timbul indurasi dan kemerahan ditempat suntikan yang berubah menjadi pustula, kemudian pecah menjadi luka. Luka tidak perlu pengobatan khusus, karena luka ini akan sembuh dengan sendirinya secara spontan. Kadang terjadi pembesaran kelenjar regional diketiak atau leher. Pembesaran kelenjar ini terasa padat, namun tidak menimbulkan demam ( Proverawati dan Andhini, 2010).

c. Imunisasi Diphteria Pertusis Tetanus-Hepatitis B (DPT-HB) atau Diphteria Pertusis Tetanus- Hepatitis B-Hemophilus influenza type B (DPTHB-HiB) Vaksin DPT-HB-Hib berupa suspense homogeny yang berisikan difteri murni, toxoid tetanus, bakteri pertusis inaktif, antigen permukaan hepatitis B (HBsAg) murni yang tidak infeksius dan komponen Hib sebagai vaksin bakteri sub unit berupa kapsul polisakarida Haemophillus influenza tipe b (Hib) tidak infeksius yang dikonjugasikan kepada protein toksoid tetanus (Kemenkes, 2013). Vaksin ini digunakan untuk pencegahan terhadap difteri, tetanus, pertussis (batuk rejan), hepatitis B dan infeksi Haemophilus influenza tipe b secara simultan. Strategic Advisory Group of Expert on Immunization (SAGE) merekomendasikan vaksin Hib dikombinasi dengan DPT-HB menjadi vaksin pentavalent (DPT-HB-Hib) untuk mengurangi jumlah suntikan pada bayi. Penggabungan berbagai antigen menjadi satu suntikan telah dibuktikan

melalui uji klinik, bahwa kombinasi tersebut secara materi tidak akan mengurangi keamanan dan tingkat perlindungan (Kemenkes, 2013). Pemberian imunisasi DPT-HB-Hib diberikan sebanyak 3 (tiga) kali pada usia 2, 3 dan 4 bulan. Pada tahap awal hanya diberikan pada bayi yang belum pernah mendapatkan imunisasi DPT-HB. Apabila sudah pernah mendapatkan imunisasi DPT-HB dosis pertama atau kedua, tetap dilanjutkan dengan pemberian imunisasi

DPT-HB sampai dengan dosis ketiga. Untuk

mempertahankan tingkat kekebalan dibutuhkan imunisasi lanjutan kepada anak batita sebanyak satu dosis pada usia 18 bulan. Jenis dan angka kejadian reaksi simpang yang berat tidak berbeda secara bermakna dengan vaksin DPT, Hepatitis B dan Hib yang diberikan secara terpisah. Untuk DPT, beberapa reaksi lokal sementara seperti bengkak, nyeri dan kemerahan pada lokasi suntikan disertai demam dapat timbul. Vaksin hepatitis B dan vaksin Hib dapat ditoleransi dengan baik. Reaksi lokal dapat terjadi dalam 24 jam setelah vaksinasi dimana penerima vaksin dapat merasakan nyeri pada lokasi penyuntikkan. Reaksi ini biasanya bersifat ringan dan sementara, pada umumnya akan sembuh dengan sendirinya dan tidak memerlukan tindakan medis lebih lanjut. Terdapat beberapa kontraindikasi terhadap dosis pertama DPT, kejang atau gejala kelainan otak pada bayi baru lahir atau kelainan saraf serius lainnya merupakan kontraindikasi terhadap komponen pertusis. Dalam hal ini vaksin tidak boleh diberikan sebagai vaksin kombinasi, tetapi vaksin DT harus diberikan sebagai pengganti DPT, vaksin Hepatitis B dan Hib diberikan secara terpisah. Vaksin tidak boleh diberikan pada anak dengan riwayat alergi berat dan ensefalopalopati pada pemberian vaksin sebelumnya. Keadaan lain yang perlu mendapatkan perhatian khusus adalah bila pada pemberian vaksin sebelumnya. Keadaan lain yang perlu mendapatkan perhatian khusus adalah bila pada pemberian pertama dijumpai riwayat demam tinggi, respon dan gerak yang kurang (hipotonik-hiporesponsif) dalam 48 jam, anak menangis terus selama 2 jam, dan riwayat kejang dalam 3 hari sesudah imunisasi DPT. Pemberian vaksin sebaiknya ditunda pada orang yang berpenyakit infeksi akut. Vaksin DPT, baik bentuk DtaP maupun DTwP, tidak diberikan pada anak kurang dari usia 6 minggu. Sebab, respons terhadap

pertusis dianggap tidak optimal. Vaksin pertusis tidak boleh diberikan pada wanita hamil (Cahyono, 2010).

d.

Imunisasi Polio Imunisasi polio merupakan imunisasi yang bertujuan mencegah penyakit

poliomielitis. Vaksin polio telah dikenalkan sejak tahun 1950, Inactivated (Salk) Poliovirus Vaccine (IPV) mendapat lisensi pada tahun 1955 dan langsung digunakan secara luas. Pada tahun 1963, mulai digunakan trivalen virus polio secara oral (OPV) secara luas. Enhanced potency IPV yang menggunakan molekul yang lebih besar dan menimbulkan kadar antibodi lebih tinggi mulai digunakan tahun 1988. Perbedaan kedua vaksin ini adalah IPV merupakan virus yang sudah mati dengan formaldehid, sedangkan OPV adalah virus yang masih hidup dan mempunyai kemampuan enterovirulen, tetapi tidak bersifat patogen karena sifat neurovirulensinya sudah hilang (Ranuh et.al, 2011). Imunisasi dasar polio diberikan 4 kali (polio I, II, III, IV) dengan interval tidak kurang dari 4 minggu. Imunisasi polio ulangan diberikan 1 tahun setelah imunisasi polio IV, kemudian pada saat masuk SD (5-6 tahun) dan pada saat meninggalkan SD (12 tahun). Vaksin ini diberikan sebanyak 2 tetes (0,1 ml) langsung kemulut anak. Setiap membuka vial baru harus menggunakan penetes (dropper) yang baru (Proverawati dan Andhini, 2010). Dosis pertama dan kedua diperlukan untuk menimbulkan respon kekebalan primer, sedangkan dosis ketiga dan keempat diperlukan untuk meningkatkan kekuatan antibodi sampai pada tingkat yang tertinggi (Lisnawati, 2011). Pemberian imunisasi polio tidak boleh dilakukan pada orang yang menderita defisiensi imunitas. Tidak ada efek yang berbahaya yang ditimbulkan akibat pemberian polio pada anak yang sedang sakit. Namun, jika ada keraguan, misalnya sedang menderita diare, maka dosis ulangan dapat diberikan setelah sembuh. (Proverawati dan Andhini, 2010). Vaksinasi polio tidak dianjurkan diberikan pada keadaan ketika seseorang sedang demam (>38,5°C), obat penurun daya tahan tubuh, kanker, penderita HIV, Ibu hamil trimester pertama, dan alergi pada vaksin polio.

Pernah

dilaporkan bahwa penyakit poliomielitis terjadi setelah pemberian vaksin

polio. Vaksin polio pada sebagian kecil orang dapat menimbulkan gejala pusing, diare ringan, dan nyeri otot (Cahyono, 2010).

e. Imunisasi Campak Imunisasi campak ditujukan untuk memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit campak. pemberian vaksin campak diberikan 1 kali pada umur 9 bulan

secara

subkutan

walaupun

demikian

dapat

diberikan

secara

intramuskuler dengan dosis sebanyak 0,5 ml. Selanjutnya imunisasi campak dosis kedua diberikan pada program school based catch-up campaign, yaitu secara rutin pada anak sekolah SD kelas 1 dalam program BIAS (Ranuh et.al, 2011). Kekebalan terhadap campak diperoleh setelah vaksinasi, infeksi aktif, dan kekebalan pasif pada seorang bayi yang lahir dari ibu yang telah kebal (berlangsung selama 1 tahun). Orang-orang yang rentan terhadap campak adalah bayi berumur lebih dari 1 tahun, bayi yang tidak mendapatkan imunisasi kedua sehingga merekalah yang menjadi target utama pemberian imunisasi campak. kadar antibodi campak tidak dapat dipertahankan sampai anak menjadi dewasa. Pada usia 5-7 tahun, sebanyak 29,3% anak pernah menderita campak walaupun pernah diimunisasi. Sedangkan kelompok 10-12 tahun hanya 50% diantaranya yang mempunyai titer antibodi di atas ambang pencegahan. Berarti, anak usia sekolah separuhnya rentan terhadap campak dan imunisasi campak satu kali saat berumur 9 bulan tidak dapat memberi perlindungan jangka panjang (Cahyono, 2010). Efek samping yang timbul dari imunisasi campak seperti demam lebih dari 39,5°C yang terjadi pada 5%-15% kasus, demam mulai dijumpai pada hari ke 5-6 sesudah imunisasi dan berlangsung selama 5 hari. Ruam dapat dijumpai pada 5% resipian timbul pada hari ke 7-10 sesudah imunisasi dan berlangsung selama 2-4 hari. Hal ini sukar dibedakan dengan akibat imunisasi yang terjadi jika seseorang telah memperoleh imunisasi pada saat inkubasi penyakit alami. Terjadinya kejang demam, reaksi berat jika ditemukan gangguan fungsi sistem saraf pusat seperti ensefalitis dan ensefalopati pasca imunisasi.diperkirakan

risiko terjadinya kedua efek samping tersebut

30 hari sesudah imunisasi

sebanyak 1 diantara 1 milyar dosis vaksin (Ranuh et.al, 2011). Imunisasi tidak dianjurkan pada ibu hamil, anak dengan imunodefisiensi primer , pasien TB yang tidak diobati, pasien kanker atau transplantasi organ, mereka yang mendapat pengobatan imunosupresif jangka panjang atau anak immunocompromised yang terinfeksi HIV. Anak yang terinfeksi HIV tanpa immunosupresi berat dan tanpa bukti kekebalan terhadap campak, bisa mendapat imunisasi campak (Ranuh et.al, 2011).

8. Jadwal Pemberian Imunisasi Dasar Lengkap Sesuai dengan Permenkes Nomor 42 tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Imunisasi, jadwal pemberian imunisasi dasar pada bayi dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 2.1 Jadwal Pemberian Imunisasi Dasar pada Bayi Usia (0-11 bulan) Waktu pemberian (usia)

Jenis imunisasi yang diberikan

0 bulan

Hepatitis B0

1 bulan

BCG, Polio 1

2 bulan

DPT-HB-Hib 1, Polio 2

3 bulan

DPT-HB-Hib 2, Polio 3

4 bulan

DPT-HB-Hib 3, Polio 4

9 bulan

Campak

Catatan : Bayi lahir di Institusi Rumah Sakit, Klinik dan Bidan Praktik Swasta, Imunisasi BCG dan Polio 1 diberikan sebelum dipulangkan.

B. MACAM-MACAM SISTEM KEKEBALAN TUBUH Tubuh manusia memiliki suatu sistem pertahanan terhadap benda asing dan patogen yang disebut sebagai sistem imun. Respon imun timbul karena adanya reaksi yang dikoordinasi sel-sel, molekul-molekul terhadap mikroba dan bahan lainnya. Sistem imun terdiri atas sistem imun alamiah atau non spesifik (natural/innate/native) dan didapat atau spesifik (adaptive/acquired).

Baik sistem imun

non spesifik maupun spesifik memiliki peran masing-

masing, keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan namun sebenarnya ke dua sistem tersebut memiliki kerja sama yang erat. 1. Sistem Imun non Spesifik Dalam mekanisme imunitas non spesifik memiliki sifat selalu siap dan memiliki respon langsung serta cepat terhadap adanya patogen pada individu yang sehat. Sistem imun ini bertindak sebagai lini pertama dalam menghadapi infeksi dan tidak perlu menerima pajanan sebelumnya, bersifat tidak spesifik karena tidak ditunjukkan terhadap patogen atau mikroba tertentu, telah ada dan berfungsi sejak lahir. Mekanismenya tidak menunjukkan spesifitas dan mampu melindungi tubuh terhadap patogen yang potensial.Manifestasi respon imun alamiah dapat berupa kulit, epitel mukosa, selaput lendir, gerakan silia saluran nafas, batuk dan bersin, lisozim, IgA, pH asam lambung. Pertahanan humoral non spesifik berupa komplemen, interferon, protein fase akut dan kolektin. Komplemen terdiri atas sejumlah besar protein yang bila diaktifkan akan memberikan proteksi terhadap infeksi dan berperan dalam respon inflamasi. Komplemen juga berperan sebagai opsonin yang meningkatkan fagositosis yang dapat menimbulkan lisis bakteri dan parasit. Tidak hanya komplemen, kolektin merupakan protein yang berfungsi sebagai opsonin yang dapat mengikat hidrat arang pada permukaan kuman. Interferon adalah sitokin berupa glikoprotein yang diproduksi oleh makrofag yang diaktifkan, sel NK dan berbagai sel tubuh yang mengandung nukleus dan dilepas sebagai respons terhadap infeksi virus.1 Peningkatan kadar C reactive protein dalam darah dan Mannan Binding Lectin yang berperan untuk mengaktifkan komplemen terjadi saat mengalami infeksi akut. Sel fagosit mononuklear dan polimorfonuklear serta sel Natural Killer dan sel mast berperan dalam sistem imun non spesifik selular. Neutrofil, salah satu fagosit polimorfonuklear dengan granula azurophilic yang mengandung enzyme hidrolitik serta substansi bakterisidal seperti defensins dan katelicidin. Mononuklear fagosit yang berasal dari sel primordial dan beredar di sel darah tepi disebut sebagai monosit. Makrofag di sistem saraf pusat disebut sebagai

sel mikroglia, saat berada di sinusoid hepar disebut sel Kupffer, di saluran pernafasan disebut makrofag alveolar dan di tulang disebut sebagai osteoklas. Sel Natural Killer merupakan sel limfosit yang berfungsi dalam imunitas nonspesifik terhadap virus dan sel tumor. Sel mast berperan dalam reaksi alergi dan imunitas terhadap parasit dalam usus serta invasi bakteri.

2. Sistem Imun Spesifik Sistem imun spesifik mempunyai kemampuan untuk mengenali benda yang dianggap asing. Benda asing yang pertama kali muncul akan segera dikenali dan terjadi sensitisasi sel-sel sistem imun tersebut. Benda asing yang sama, bila terpajan ulang akan dikenal lebih cepat dan kemudian dihancurkan. Respon sistem imun spesifik lebih lambat karena dibutuhkan sensitisasi oleh antigen namun memiliki perlindungan lebih baik terhadap antigen yang sama. Sistem imun ini diperankan oleh Limfosit B dan Limfosit T yang berasal dari sel progenitor limfoid. a. Sistem imun spesifik humoral Limfosit B atau sel B berperan dalam sistem imun spesifik humoral yang akan menghasilkan antibodi. Antibodi dapat ditemukan di serum darah, berasal dari sel B yang mengalami proliferasi dan berdiferensiasi menjadi sel plasma. Fungsi utama antibodi sebagai pertahanan terhadap infeksi ekstraselular, virus dan bakteri serta menetralisasi toksinnya. Sel B memiliki reseptor yang spesifik untuk tiap-tiap molekul antigen dan dapat dideteksi melalui metode tertentu melalui marker seperti CD19, CD21 dan MHC II.

b. Sistem imun spesifik selular Limfosit T berperan pada sistem imun spesifik selular. Pada orang dewasa, sel T dibentuk di sumsung tulang tetapi proliferasi dan diferensiasinya terjadi di kelenjar timus. Persentase sel T yang matang dan meninggalkan timus untuk ke sirkulasi hanya 5-10%. Fungsi utama sistem imun spesifik selular

adalah pertahanan terhadap bakteri intraselular, virus, jamur, parasit dan keganasan. Sel T terdiri atas beberapa subset dengan fungsi yang berbeda-beda yaitu sel Th1, Th2, Tdth, CTL atau Tc, Th3 atau Ts atau sel Tr. CD4+ merupakan penanda bagi sel T helper dan CD8 merupakan penanda dari CTL yang terdapat pada membran protein sel.

c. Proliferasi Limfoblas Limfoblas merupakan progenitor sel limfoid pertama yang terdapat di sumsum tulang. Limfoblas berbentuk bulat, berukuran 15-20µ dengan sitoplasma biru dan tidak bergranula. Inti sel limfoblas berbentuk bulat dengan kromatin relatif lebih kasar serta difus dan memiliki nukeoli 1-2. Limfoblas akan membelah dua atau tiga kali menjadi sel prolimfosit yang pada stadium selanjutnya akan menjadi limfosit. Semakin matang sel ini ukurannnya akan bertambah kecil dengan kromatin padat dan tidak ada nukleoli. Sel progenitor limfoid dengan pengaruh IL-7 akan berkembang menjadi sel prolimfosit T dan B menghasilkan jumlah sel yang banyak. Proses pematangan sel

T dan B memiliki jalur yang berbeda, pematangan sel B

berada di sumsum tulang sedangkan sel T berada di timus. Dalam proses perkembangannya akan terjadi seleksi positif dan negatif yang terjadi dalam organ limfoid primer melalui interaksi dengan molekul MHC. Seleksi positif terjadi pada imatur sel T apabila sel tersebut berikatan lemah dengan self antigen pada MHC. Sedangkan seleksi negatif terjadi pada sel T yang APC nya berikatan kuat dengan self antigen. Sel dengan seleksi negatif akan mendapat sinyal apoptosis dan mati. Sel limfosit dengan seleksi positif akan masuk ke jaringan limfoid sekunder untuk berproliferasi dan menjadi matang. Limfosit T dan limfosit B matur yang belum terpapar oleh antigen dikenal dengan istilah naive limfosit. Limfosit naif ini berada dalam keadaan istirahat atau G0 pada siklus sel dan apabila teraktivasi oleh antigen melalui Antigen Presenting Cell (APC) akan berproliferasi menjadi limfoblas. Mekanisme ini

menghasilkan suatu proses yang disebut sebagai clonal expansion sehingga menghasilkan jumlah sel yang banyak.2 Limfosit T, baik CD4+ maupun CD8+ akan berproliferasi dan berdiferensiasi sesuai fungsinya yaitu efektor dan memori. Pada sel T naif (Th0) dipengaruhi oleh mekanisme autokrin dari IL-2 untuk berproliferasi yang akan berdiferensiasi menjadi Th1 dan Th2. Proses diferensiasi Th1 melibatkan reseptor sel T, IFN-γ, IL-12 dan T-bet, STAT1, STAT4 sebagai faktor transkripsi.

Fungsi utama Th1 sebagai pertahanan

dalam melawan infeksi terutama oleh mikroba intraselular, mekanisme efektor ini terjadi melalui aktivasi makrofag, sel B dan sel neutrofil. Diferensiasi Th2 muncul sebagai respon terhadap reaksi alergi dan parasit, melibatkan reseptor sel T, IL-4, faktor transkripsi GATA-3 dan STAT6. IL-4

menstimulasi

terhadap produksi IgE yang berfungsi dalam opsonisasi parasit. Selain itu, IL5 juga diproduksi oleh Th2 yang mengaktivasi eosinofil sebagai respon terhadap adanya antigen parasit. Pada studi baru-baru ini, ditemukan Th17 sebagai subset ketiga dari sel T CD4+ mencit. Sel Th17 ini mensekresikan IL-17, tidak memproduksi IFN-𝛾 ataupun IL-4. Diferensiasi sel Th17 dari sel T naïve CD4+ berasal dari stimulasi antigen dan hadirnya sitokin TGF-β bersama dengan IL-6, IL-1 dan sitokin proinflamatori lainnya. Sebaliknya, diferensiasi sel Th17 ini dihambat oleh IFN-γ atau IL-4. Aktivasi sel B naif diawali dengan pengenalan spesifik oleh reseptor permukaan. Antigen dan perangsang lain termasuk Th, merangsang proliferasi dan diferensiasi klon sel B spesifik. Interaksi sel T dan B pada T-B interface yang selanjutnya sel B akan diaktifkan oleh CD40L dan sitokin. Kemudian terbentuk fokus ekstrafolikular sel B di zona sel T dan terjadi isotype switching serta sekresi Ig. Sel B yang teraktivasi akan kembali lagi ke folikel selanjutnya akan terbentuk germinal center yang merupakan tempat maturasi afinitas, isotype switching, sel B memori dan sel plasma.

C. CARA PEMBERIAN IMUNISASI (SOP) Berikut Contoh Prosedur atau SOP Pemberian Vaksin / Imunisasi Sesuai Akreditasi Rumah Sakit. Misalnya SOP Imunisasi Polio, SOP Imunisasi TT, SOP Imunisasi DPT, SOP Vaksinasi DPT, SOP Imunisasi Campak. 1. Imunisasi DPT a. Nama Kegiatan Pemberian Imunisasi DPT-Hb Combo b. Tujuan DPT agar anak mempunyai daya tahan terhadap penyakit Dipteri, Pertusis, Tetanus dan Hepatitis B c. Ruang Lingkup Semua pasien yang akan melakukan imunisasi DPT di Posyandu pada anak berumur 2-11 bln. d. Keterampilan Petugas 1) Dokter 2) Bidan 3) Perawat e. Alat dan Bahan 1) Vaksin DPT 2) Spuit disposable 3) Kapas alkohol f. Langkah Kerja : 1) Petugas mencuci tangan 2) Pastikan vaksin yang akan di gunakan 3) Jelaskan kepada ibu anak tersebut, umur anak (2-11 bulan) jumlah suntikan 3x untuk imunisasi DPT. 4) Ambil 0,5 cc vaksin DPT 5) Bersihkan 1/3 paha bagian luar dengan kapas steril (air panas) 6) Suntikan secara intra muskuler (im) 7) Terangkan kepada ibu anak tersebut, tentang panas akibat DPT, berikan obat penurun panas / antipiretik kepada ibu anak tersebut. 8) Anjurkan kompres hangan di lokasi penyuntikan.

9) Rapikan alat-alat 10) Petugas mencuci tangan 11) Mencatat dalam buku g. Indikator Kinerja Mendapatkan hasil yang tepat dan benar

2. Imunisasi Polio a. Nama pekerjaan Pemberian Immunisai Polio b. Tujuan Sebagai acuan dalam pemberian imunisasi polio agar anak mempunyai daya tahan terhadap penyakit polio. c. Ruang Lingkup Semua pasien yang akan melakukan imunisasi polio di unit pelayanan Posyandu pada anak berumur 0 - 11 bln d. Ketrampilan Petugas 1) Dokter 2) Bidan 3) Perawat e. Uraian Umum Imunisasi polio diberikan pada bayi mulai umur 0 – 11 bulan dalam ruang lingkup Posyandu dan 0 – 59 bulan untuk kegiatan Pekan Imunisasi Nasional (PIN) Imunisasi polio di Puskesmas diberikan sampai 4 kali dengan selang waktu 1 bulan f. Alat dan bahan 1) Pinset 2) Vaksin polio dan pipet g. Langkah kerja 1) Petugas mencuci tangan 2) Pastikan vaksin polio dalam keadaan baik (perhatikan nomor , kadaluarsa dan vvm )

3) Buka tutup vaksin dengan menggunakan pinset / gunting kecil 4) Pasang pipet diatas botol vaksin 5) Letakkan anak pada posisi yang senyaman mungkin 6) Buka mulut anak dan teteskan vaksin volio sebanyak 2 tetes 7) Pastikan vaksin yang telah diberikan ditelan oleh anak yang diimunisasi 8) Jika di muntahkan atau di keluarkan oleh anak, ulangi lagi penetesan 9) Saat meneteskan vaksin ke mulut, pastikan agar vaksin tetap dalam kondisi steril 10) Rapikan Alat 11) Petugas mencuci tangan h. Indikator kinerja Mendapatkan hasil yang baik dan efektif

3. Imunisasi BCG a. Nama Pekerjaan Pemberian Imunisasi BCG b. Tujuan Sebagai acuan dalam pemberian imunisasi Bacillus Calmette Guerin (BCG ) agar anak mempunyai daya tahan terhadap penyakit Tuberkulosis (TBC) c. Ruang Lingkup Semua pasien yang akan di imunisasi BCG di unit pelayanan statis pada anak berumur kurang dari 2 bulan. d. Ketrampilan Petugas 1) Dokter 2) Bidan 3) Perawat e. Uraian Umum Tuberkulosis

adalah

penyakit

yang

disebabkan

oleh

Mycrobacterium tuberculosa. Vaksin yang sudah dilarutkan harus digunakan sebelum lewat 3 jam

f. Alat dan Bahan 1) Vaksin BCG 2) Pelarut vaksin 3) Spuit disposible 0,05 cc 4) Disposibel 5 cc untuk melarutkan 5) Kapas steril (air panas) 6) Kartu imunisasi g. Langkah Kerja 1) Petugas mencuci tangan 2) Pastikan vaksin dan spuit yang akan di gunakan 3) Larutkan vaksin dengan cairan pelarut BCG 1 ampul ( 4 cc ) 4) Pastikan anak belum pernah di BCG dengan menanyakan pada orang tua anak tersebut 5) Ambil 0.05 cc vaksin BCG yang telah kita larutkan tadi 6) Bersihkan lengan dengan kapas yang telah dibasahi air bersih, jangan menggunakan alkohol / desinfektan sebab akan merusak vaksin tersebut 7) Suntikan vaksin tersebut sepertiga bagian lengan kanan atas (tepatnya pada insertio musculus deltoideus) secara intrakutan (ic) / dibawah kulit 8) Rapikan alat-alat 9) Petugas mencuci tangan 10) Mencatat dalam buku h. Indikator Kinerja Mendapatkan hasil yang baik , tepat dan akurat

4. Imunisasi Campak a. Nama Pekerjaan Imunisasi Campak b. Tujuan Sebagai acuan dalam pemberian imunmsasi campak agar anak mempunyai daya tahan terhad penyakit campak.

c. Ruang Lingkup Unit pelayanan posyandu padi anak berumur 9 bulan d. Ketrampilan Petugas 1) Dokter 2) Bidan 3) Perawat e. Uraian Umum -Tidak adaf. Alat dan Bahan 1) Pinset 2) Disposible spuit 3) Vaksin Pelarut g. Langkah kerja 1) Petugas mencuci tangan 2) Pastikan vaksin dalam keadaan baik 3) Buka tutup vaksin denggunakan Pinset 4) Larutkan dengan cairan pelarut campak yang sudah ada (5 cc) 5) Pastikan umur anak tepat untuk di imunisasi campak (9 bulan) 6) Ambil 0,5 cc vaksin campak yang telah dilarutkan tadi 7) Bersihkan lengan kiri bagian atas anak dengan kapas steril (air panas). 8) Suntikan secara sub (sc) 9) Rapikan alat 10) Cuci tangan petugas 11) Catatan Mutu 12) Buku Status bayi 13) Kartu Imunisasi

5. Imunisasi TT a. Nama Pekerjaan Pemberian Imunisasi Tetanus Toxoid b. Tujuan Sebagai acuan untuk melaksanakan suntikan TT untuk pemberian kekebalan aktif terhadap tetanus. c. Ruang lingkup Petunjuk kerja ini mencakup unit pelayanan di ruang tindakan, unit pelayanan KIA yang diberikan pada ibu hamil dan calon penganten. d. Ketrampilan petugas 1) Bidan terlatih. 2) Dokter 3) Perawat terlatih e. Uraian Umum Imunisasi Tetanus Toxoid terbukti sebagai satu upaya pencegahan penyakit Tetanus. Diberikan

pada usia kehamilan trimester pertama,

dengan interval waktu 4 minggu. Disuntikan pada lengan atas secara intra muscular (im) sebanyak 0,5 ml, Intra Muskular atau subcutan. Sebelumnya lengan dibersihkan dengan kapas steril (air panas). Kontra indikasi : gejala –gejala berat karena dosis pertama TT (Referensi : pedoman teknis Imunisasi tingkat Puskesmas). f. Alat dan Bahan 1) Vinset 2) Kapas steril (air panas). 3) Spuit 0,5 cc 4) Vaksin TT g. Instruksi Kerja 1) Lakukan identifikasi dan anamnesa dengan menanyakan pada pasien : 

Nama, Umur dan alamat



Apakah ada alergi terhadap obat-obatan

2) Pastikan kondisi pasien dalam keadaan sehat 3) Siapkan bahan dan alat suntik

4) Ambil vaksin dengan jarum dan semprit disposible sebanyak 0,5 ml 5) Persilahkan pasien duduk 6) Oleskan kapas alkohol pada lengan kiri bagian atas 7) Suntik pada lengan kiri bagian atas secara intra muscular 8) Buang jarum bekas suntikan ke dalam kotak 9) Persilahkan pasien menunggu 15 menit di luar, dan jika tidak terjadi efek samping pasien boleh pulang 10) Catat pada buku status dan KMS ibu hamil h. Indikator Kinerja Tidak terjadi tetanus toxoid pada saat melahirkan (Refference, antara lain Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Imunisasi)

BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Imunisasi adalah

suatu

upaya

untuk

menimbulkan/meningkatkan

kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila suatu saat terpajan dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan. Makin banyak bayi/anak yang mendapat vaksinasi (dinilai dari cakupan imunisasi), makin terlihat penurunan angka kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas) . Imunisasi dapat terjadi secara alamiah dan buatan dimana masing-masing imunitas tubuh (acquired immunity) dapat diperoleh secara aktif maupun secara pasif. Program Imunisasi diberikan kepada populasi yang dianggap rentan terjangkit penyakit menular, yaitu bayi, balita, anak-anak, Wanita Usia Subur (WUS) dan ibu hamil. Berdasarkan sifat penyelenggaraannya, imunisasi dikelompokkan menjadi imunisasi wajib dan imunisasi pilihan.

B. SARAN Untuk dapat lebih memahami mengenai tata cara pemberian imunisasi sebaiknya mahasiswa mempraktikkan secara langsung bersama dosen pembimbing.

DAFTAR PUSTAKA Mintori, mintori. 2016. SOP atau Pemberian Vaksin/Imunisasi Sesuai Akreditasi Rumah Sakit. Diakses pada 14 maret 2019. Terdapat Di situs : http://akreditasijci.blogspot.com/2016/06/sop-atau-prosedur-pemberian-vaksin.html

Related Documents


More Documents from "lia aprilia"

Al-qur'an Dan Angka 19
June 2020 16
Shalat Witir
June 2020 19
Shalat Qashar
June 2020 13