MAKALAH RELASI PEMERINTAH, BISNIS DAN MASYARAKAT Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Tata Kelola Pemerintahan Dosen Pengampu : Latifah Hanum, SE., MSA., Ak., CA
Disusun Oleh:
Pramudya Agustian
125030407111041
Ilham Akbar Ramadhan
155030400111017
Manggela Eka Prastyani
165030407111027
Budhyanti Kusuma Rani
165030407111033
Sabil Nurrosyid
165030407111042
Satrio Giri Wicaksono
165030407111053
PROGRAM STUDI PERPAJAKAN FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan Hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan
makalah
dengan
judul
Relasi
Pemerintah,
Bisnis
dan
Mayarakat.Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Tata Kelola Pemerintahan Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini agar kedepannya dapat lebih baik. Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki sangat kurang. Oleh kerena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk
memberikan
masukan-masukan
yang
bersifat
membangun
untuk
kesempurnaan makalah ini.
Malang, Maret 2019
Penyusun,
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................................. ii DAFTAR ISI .............................................................................................................. iii BAB I ........................................................................................................................ 1 PENDAHULUAN....................................................................................................... 1 1.1
Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2
Rumusan Masalah ...................................................................................... 2
1.3
Tujuan ........................................................................................................ 2
BAB II ....................................................................................................................... 3 PEMBAHASAN ......................................................................................................... 3 2.1 Identifikasi dan peran aktor pemerintahan dalam State Welfare, Corporate Welfare, dan Citizen Welfare ................................................................................. 3 2.2
Kemitraan dan Pemberdayaan ................................................................... 6
2.3
Relasi G ToB(Public Private Partnership) ................................................. 10
2.4
Relasi G To C, Relasi B To C ................................................................... 16
2.5
Model Governance Triple Helix - Quadraple Helix .................................... 19
BAB III .................................................................................................................... 22 PENUTUP .............................................................................................................. 22 3.1
Kesimpulan ............................................................................................... 22
3.2
Saran ........................................................................................................ 23
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................ 24
iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Dalam kontek Indonesia merupakan suatu negara yang demokratis tentunya
elemen masyarakat disini sangat berperan dalam pembangunan suatu negara. Negara mempunyai hak dan kewajiban bagi warga negaranya begitu pula dengan warga negaranya juga mempunyai hak dan kewajiban terhadap negaranya. Seperti apakah hak dan kewajiban tersebut yang seharusnya dipertanggungjawabkan oleh masing-masing komponen tersebut. Negara merupakan alat dari masyarakat yang mempunyai kekuasaan untuk mengatur hubungan-hubungan manusia dalam masyarakat, dan yang paling nampak adalah unsur-unsur dari negara yang berupa rakyat, wilayah dan pemerintah. Seadangkan pemerintah merupakan salah satu dari sekian banyak pemangku kepentingan yang hubungannya perlu dijaga dengan baik oleh perusahaan. Meskipun hanya merupakan salah satu dari sekian banyak. Pemerintah dapat dipandang sebagai pemangku kepentingan istimewa yang memerlukan perhatian, bahkan penanganan khusus. Pemerintah memiliki wewenang yang sangat luas sebagai pengatur kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Pemerintah (baik pusat maupun pemerintah provinsi) beserta seluruh pejabat mempunyai pengaruh besar terhadap berbagai bentuk industri. Bahkan Pemerintah pun dapat berperan sebagai penengah dalam mengatasi krisis. Perusahaan berkepentingan terhadap peraturan-peraturan yang dikeluarkan dan diberlakukan oleh Pemerintah, yang mungkin saja berdampak pada keberlangsungan usahanya. Keputusan pemerintah selain merupakan cermin dari kebutuhan masyarakat, sering kali juga merupakan cerminan opini dari pejabatnya. Karenanya hubungan baik dengan pemerintah diperlukan oleh perusahaan untuk melindungi keberlangsungan usahanya. Untuk itu diharapakan agar pemerintah dapat membangun relasi yang baik antara pemerintah, bisnis, dan masyarakat demi terwujudnya Good Governance.
1
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas dapat disusun rumusan masalah, sebagai
berikut: 1. Bagaimana Identifikasi dan peran actor pemerintahan dalam State Welfare, Coorporate Welfare, dan Citizen Welfare? 2. Apa yang dimaksud kemitraan dan pemberdayaan? 3. Bagaimana Relasi G To B (Public Private Partnership)? 4. Bagaimana relasi G To C dan Relasi B To C? 5. Bagaimana model Governance Triple Helix- Quadraple Helix? 1.3
Tujuan Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas dapat dirumuskan
tujuan sebagai berikut: 1. Memahami dan mengetahui Identifikasi dan peran actor pemerintahan dalam State Welfare, Coorporate Welfare, dan Citizen Welfare 2. Memahamikemitraan dan pemberdayaan 3. Memahami dan mengetahui relasi G To B (Public Private Partnership) 4. Memahami dan mengetahui relasi G To C dan Relasi B To C 5. Memahami dan mengetahuimodel Governance Triple Helix- Quadraple Helix
2
BAB II PEMBAHASAN
2.1
Identifikasi dan peran aktor pemerintahan dalam State Welfare,
Corporate Welfare, dan Citizen Welfare Negara kesejahteraan menunjuk pada sebuah model ideal pembangunan yang difokuskan pada peningkatan kesejahteraan melalui pemberian peran yang lebih penting kepada negara dalam memberikan pelayanan sosial secara universal dan komprehensif kepada warganya. Di Inggris, konsep welfare state dipahami sebagai alternatif terhadap the Poor Law yang kerap menimbulkan stigma, karena hanya ditujukan untuk memberi bantuan bagi orang-orang miskin (Suharto, 1997; Spicker, 2002)1. Berbeda dengan sistem dalam the Poor Law, negara kesejahteraan difokuskan pada penyelenggaraan sistem perlindungan sosial yang melembaga
bagi
setiap
orang
sebagai
cerminan
dari
adanya
hak
kewarganegaraan (right of citizenship), di satu pihak, dan kewajiban negara (state obligation), di pihak lain. Negara kesejahteraan ditujukan untuk menyediakan pelayanan-pelayanan sosial bagi seluruh penduduk – orang tua dan anak-anak, pria dan wanita, kaya dan miskin-, sebaik dan sedapat mungkin. Ia berupaya untuk mengintegrasikan sistem sumber dan menyelenggarakan jaringan pelayanan yang dapat memelihara dan meningkatkan kesejahteraan (well-being) warga negara secara adil dan berkelanjutan. Negara mempunyai tugas: (a) mengendalikan dan mengatur gejala-gejala kekuasaan yang asosial, yakni yang bertentangan satu sama lain, supaya tidak menjadi
antagonis
yang
membahayakan;
dan
(b)
mengorganisir
dan
mengintegrasikan kegiatan manusia dan golongan-golongan ke arah tercapainya tujuan-tujuan dari masyarakat seluruhnya. Negara menentukan bagaimana kegiatan-kegiatan asosiasi-asosiasi kemasyarakatan disesuaikan satu sama lain dan diarahkan kepada tujuan nasional. Pengendalian ini dilakukan berdasarkan sistem hukum dan dengan perantaraan pemerintah beserta segala alat perlengkapannya. Kekuasaan negara mempunyai organisasi yang paling kuat dan teratur, maka dari itu semua golongan atau asosiasi yang memperjuangkan kekuasaan harus dapat menempatkan diri dalam rangka ini (Budiardjo, 2008: 48).
3
Negara dapat dipandang sebagai asosiasi manusia yang hidup dan bekerjasama untuk mengejar beberapa tujuan bersama. Dapat dikatakan bahwa tujuan terakhir setiap negara ialah menciptakan kebahagiaan bagi rakyatnya (bonumpublicum, common good, common wealth). Menurut Roger H. Soltau (Budiardjo, 2008:54)tujuan negara adalah memungkinkan rakyatnya berkembang serta menyelenggarakan daya ciptanya sebebas mungkin (The freest possible development and creative self-expression ofits members). Sedangkan menurut Harold J. Laski (Budiarjo, 2008: 55) menyatakanbahwa tujuan negara adalah menciptakan keadaan di mana rakyat dapat mencapai keinginan-keinginan mereka secara maksimal (Creation of those conditions under which themembers of the state may attain the maximum satisfaction of their desires). Secara umum, paling tidak terdapat tiga model utama tentang Negara Kesejahteraan (Simarmata,2008: 31-33). Ketiga model utama ini dapat dijabarkan secara sederhana, sebagai berikut: Pertama, Model Liberal atau Residual (Anglo-Saxon)dengan ciri-ciri meliputi: Dukungan sosial yang means-tested, atau terbatas, atau bersyarat, dan lebih berupa jaring pengaman; 1. Upaya negara yang lebih besar dipusatkan pada upaya menciptakan skema pembiayaan supaya warga negara dapat berpartisipasi (kembali) dalam arus besar ketenagakerjaan; dan 2. Secara sekaligus, pengembangan industri dan perdagangan dikembangkan terlebih dahulu (precursory) untuk menciptakan akses atas barang dan jasa, serta daya beli yang berkelanjutan.Contoh negara penganut model ini adalah: Amerika Serikat, Kaanada, dan Australia. Kedua, Model Konservatif (Korporatis,Continental Europe) dengan ciri-cirimeliputi: 1. Negara mengusahakan skema kesejahteraan yang dikelola oleh negara; 2. Dalam produksi dan pengorganisasian, negara bukan satu-satunya pelaksana, melainkan juga kolaborasi warga negara/pekerja dengan sektor swasta, dan juga pajak negara yang dikaitkan dengan tunjangan tertentu; 3. Namun demikian, pajak dapat dikatakan tetap tinggi, yang ini terkait dengan pembiayaan secara meluas kebutuhan-kebutuhan warga negara, termasuk halhal yang tidak dapat dibiayai dengan kolaborasi warga negara/pekerja dan sektor swasta; dan 4
4.
Arah dari skema kesejahteraan terutama membiayai kondisi-kondisi dimana warga negara ”sakit” baik secara sosial (pengangguran, cacat, tua, dan sebagainya) maupun secara fisik (soal kesehatan), sehingga seringkali model ini disebut model proteksi sosial.Contoh negara penganut model ini adalah: Austria, Perancis, Jerman, dan Italia.
Ketiga,
Model
Sosial-Demokratis
(Redistributif-Institusional)
dengan
ciri-
cirimeliputi: 1. Satu skema pajak dipakai untuk membiayai keseluruhan pembiayaan skema kesejahteraan; 2. Skema kesejahteraan ini mencakup layanan yang menyeluruh dengan standar setinggi-tingginya, dan akses yang semudah-mudahnya (universalcoverage), warga negara dianggap mempunyai hak atas pengaturan skema kesejahteraan (prinsip equity); dan 3. Kebijakan negara diarahkan pada integrasi industri dan perdagangan dengan skema-skema kesejahteraan itu.Contoh negara penganut model ini adalah negara-negara: Skandinavia, seperti: Swedia dan Norwegia.
State Welfare State Welfare atau Negara kesejahteraan adalah suatu negara yang bertanggungjawab menjamin standar kesejahteraan hidup minimum bagi setiap warga negaranya. Negara kesejahteraan ini mengacu pada peran aktif negara dalam mengelola dan mengorganisir perekonomian. TeoriNegara Kesejahteraan sering kali dimaknai berbeda oleh setiap orang maupun negara. Namun, pada dasarnyateoriinimemiliki 4 makna secara garisbesar, yaitu Sebagai Kondisi Sejahtera, Sebagai Pelayanan Sosial, Sebagai Tunjangan Sosial, dan Sebagai Proses atau Usaha Terencana. Dengan kondisi tersebut, maka pemerintah berusaha melaksanakan dan mewujudkan Negara Kesejahteraan melalui: 1. Sistem Jaminan Sosial, sebagai tulang punggung program kesejahteraan; Pemenuhan Hak Dasar Warga Negara melalui pembangunan berbasis sumber daya produktif perekonomian, khususnya kesehatan dan Pendidikan, sebagai penopang system
5
2.2
Kemitraan dan Pemberdayaan
A. Kemitraan Menurut Sulistyani (2004), kemitraan dalam perspekstif etimologis diadaptasi dari kata Partnership dan berasal dari akar kata partner, yang berarti kawan, sekutu atau mitra. Secara definisi, kemitraan adalah satu bentuk persekutuan antara dua belah pihak atau lebih yang membentuk suatu ikatan kerjasama atas dasar kesepakatan dan rasa saling membutuhkan dalam rangka meningkatkan kapabilitas di suatu bidang usaha tertentu atau tujuan tertentu, sehingga dapat memperoleh hasil yang lebih baik. Pendapat lain yang dikemukakan oleh Sumarto (2009) bahwa partnership adalah hubungan yang terjadi antara civil society, pemerintah dan atau sektor swasta dalam rangka mencapai suatu tujuan yang didasarkan pada prinsip kepercayaan, kesetaraan, dan kemandirian. Sesuai dengan pernyataan Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa kemitraan dapat terbentuk apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Terdapat dua pihak atau lebih, merupakan pemerintah, swasta dan masyarakat. b. Memiliki kesamaan visi dalam mencapai tujuan bersama. c. Ada kesepakatan antara pemerintah dan swasta dalam memberikan efek positif terhadap perekonomian masyarakat sekitar. d. Saling membutuhkan antara pihak pemerintah, swasta dan masyarakat memiliki peran masing-masing. Menurut Crowhurst (1997) dalam kemitraan ada 3 (tiga) butir pokok : 1.
Harapan (hope), bahwa bila ada 2 orang yang bermitra, maka keduanya harus mempunyai harapan bahwa akan ada beberapa hal positif atau aspek yang saling menguntungkan dan berkelanjutan
2.
Menghormati (respect) , perlu adanya saling menghormati satu sama lain dan membuat terjadinya hubungan 2 (dua) arah dalam tugas-tugas untuk mencapai maksud dan tujuan, perasaan, komunikasi terbuka, kejujuran .
3. kepercayaan (trust), tanpa kepercayaan maka terjadi komunikasi yang kurang baik (misscomunication), menyakitkan, ada kepasrahan dan tidak ada dasar/ basis
6
yang kuat untuk tumbuh dan sukses, sehingga pihak-pihak yang bermitra harus menemukan suatu cara untuk bekerja dan percaya satu sama lain.
Adapun dasar pertimbangan diperlukannya kerjasama kemitraan pemerintah, masyarakat dan swasta menurut Utomo (2004) mencakup tiga hal yaitu : 1. Alasan politis yaitu menciptakan pemerintah yang demokratis dan mendorong terwujudnya good governance. 2. Alasan administratif yaitu adanya keterbatasan sumber daya pemerintah baik dalam hal anggaran, sumber daya manusia, asset, dan kemampuan manajemen. 3. Alasan ekonomis yakni mengurangi kesenjangan atau ketimpangan memacu pertumbuhan dan produktivitas, meningkatkan kualitas dan kontinuitas serta mengurangi resiko. Terdapat topologi model kemitraan yaitu: 1. Bentuk kemitraan antara pemerintah dan kalangan industri swasta,terdiri dari tiga jenis : -
kewenangan yang diberikan pemerintah kepada satu atausejumlah perusahaan untuk melakukan suatu aktivitas tertentu.
-
satu atau sejumlah industri swasta yang melakukan investasi pada bidang tertentu di domain wilayah sebuah institusi pemerintah.
-
Kesepakatan antara pemerintah dan satu atau sejumlahpihak swasta untuk melakukan investasi bersama
2. Terdiri dari organisasi”intermediary” yang menyediakan jasanya untuk melakukan eksekusi terhadap beragam aktivitas dimaksud. -
Tawaran jasa manajemen, pengelolaan ini sifatnya adalah ”optional”, artinya dapat dilibatkan maupun tidak, kesepakatan entitas pemerintah dan industri yang telah dijalin
-
Jenis organisasi eksekutor ini dapat berupa perusahaan komersial, NGO (non government organization), yayasan, lembaga pendidikan, atau bahkan institusi pemerintahan lainnya
3. Merupakan target akhir dari beragam kerja sama yang ada, yaitu masyarakat atau publik itu sendiri yang bersedia membayar pihak-pihak penyedia jasa melalui berbagai mekanisme – seperti pajak, transaksi jasa, dan lainlain. 7
Dalam Tri Widodo W. Utomo (2004), Model alternatif kelembagaan sebagai implikasi dari pengembangan desentralisasi dan kerjasama publik dan privat (public – private partnership) meliputi : 1. Lembaga
Semi-Publik/Semi-Privat
atau
Government-Initiated
Private
Management. -
sebuah model kerjasama dimana sektor publik (pemerintah daerah) dan sektor privat (swasta) memiliki kedudukan dan peran yang berbeda, namun sinergis, dalam pengelolaan suatu urusan atau asset tertentu.
-
pemerintah memegang fungsi regulasi dan pengawasan, sementara investor menyelenggarakan
fungsi-fungsi
perencanaan,
pelaksanaan
dan
pembiayaannya. 2. Pengelolaan Bersama (Joint Management) -
Model
kerjasama
regional
melalui
sistem
pengelolaan
bersama
(joint
management)suatu urusan yang terdiri dari dua atau lebih daerah atau instansi serta meliputi semua hal atau satu urusan tertentu. -
Bisa dilakukan oleh dua atau beberapa daerah otonom dan memiliki MoU. 3. Kawasan Otorita
-
Pengelolaan suatu kewenangan pemerintahan berbasis otoritas khusus (authority-based management)
-
merupakan sebuah modelyang sering diyakini memiliki efektivitas tinggi. Hanya saja dalam konteks Indonesia, penetapan kawasan otorita selama ini masih menjadi wewenang pemerintah Pusat, sebagaimana terlihat dalam pembentukan Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam, Otorita Jatiluhur, dan sebagainya.
B. Pemberdayaan Empoverment, yang dalam bahasa Indonesia berarti pemberdayaan adalah sebuah konsep yang lahir sebagai bagian dari perkembangan alam pikiran masyarakat dan kebudayaan barat, utamanya Eropa. Konsep empowerment mulai nampak di sekitar dekade 70-an, dan kemudian berkembang terus sepanjang dekade 80-an hingga saat ini (Pranarka dan Moeljarto dalam Prijono dan Pranarka, 1996: 44). Konsep Pemberdayaan pada perkembangannya memiliki banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli yang memiliki komitmen tinggi terhadap usaha memajukan
kesejahteraan
masyarakat,
seperti
yang
dikemukakan
oleh 8
Sumodiningrat (1999:44) yaitu upaya mempersiapkan masyarakat seiring dengan upaya memperkuat kelembagaan masyarakat agar rakyat mampu mewujudkan kemajuan, kemandirian, dan kesejahteraan dalam suasana keadilan social yang berkelanjutan. Sedangkan menurut Sulityani (2004:77) pemberdayaan merupakan sebagai proses menuju berdaya, atau proses pemberian daya/kekuatan/ kemampuan dari pihak yang memiliki daya kepada pihak yang kuran atau belum berdaya. Dari beberapa pengertian pemberdayaan diatas, dapat disimpulkan bahwa pemberdayaan adalah suatu proses pemberian daya (power) berupa kesempatan atau peluang, pengetahuan, keahlian, dan materi, sehingga membuat yang tidak berdaya (powerless) menjadi memiliki kekuasaan (powerfull) atau membantu meningkatkan kemampuan, kapasitas, dan rasa percaya diri masyarakat sehingga mereka mempunyai Daya/kekuatan untuk mengatasi permasalahan yang mereka hadapi dalam rangka mencapai kehidupan yang lebih baik, sehingga dapat menentukan masa depan sesuai dengan keinginan mereka. Pemberdayaan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan daya (kekuatan) yang dimiliki masyarakat, sehingga mereka mampu mengatasi permasalahan yang dihadapi. Menurut Sumodiningrat( 2002 : 74) tujuan dari pemberdayaan masyarakat adalah : Pertama, meningkatkan kemampuan sumber daya masyarakat dalam penguatan kelembagaan, organisasi social ekonomi melalui sosialisasi, pembinaan, pelatihan
keterampilan.
Kedua,
mewujudkan
masyarakat
dengan
peran
keswadayaan dari masyrakat sebagai pelaku pembangunan. Ketiga, meningkatkan kesejahteraan, mengurangi masyarakat miskin dengan mengembangkan system perlindungan social dan dukungan bantuan. Sumodiningrat (1999), juga mengemukakan indicator keberhasilan yang dipakai
untuk
mengukur
pelaksanaan
program
pemberdayaan
masyarakat
mencakup: 1. Berkurangnya jumlah penduduk miskin 2. Berkembangnya usaha peningkatan pendapatan yang dilakukan oleh penduduk miskin dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia 3. Meningkatkan
kepedulian
masyarakat
terhadap
upaya
peningkata
kesejahteraan keluarga miskin di lingkungannya 4. Meningkatkan
kemandirian
kelompok
yang
ditandai
dengan
makin
berkembangnya usaha produktif anggota dan kelompok, makin kuatnya 9
pemodalan kelompok, serta makin luasnya interaksi social dengan kelompok lain. Meningkatkan kapasitas masyarakat dan pemerataan pendapatan yang ditandai dengan peningkatan pendapatan keluarga miskin yang mampu memenuhi kehidupan pokok dan kebutuhan social dasarnya. Pemberdayaan merupakan upaya mendirikan masyarakat lewat perwujudan potensi kemampuan yang mereka miliki. Adapun pemberdayaan masyarakat senantiasa menyangkut dua kelompok yang saling terkait yaitu masyarakat sebagai pihak yang diberdayakan dan pihak yang memberdayakan (Sumodiningrat, 1999). Dalam proses belajar untuk mencapai kemandirian di dalam pemberdayaan terdapat tahap-tahap yang harus dilalui meliputi: 1. Tahap penyadaran dan tahap pembentukan perilaku menuju perilaku sadar dan peduli sehingga merasa membutuhkan kapasitas diri. 2. Tahap transformasi kemampuan berupa wawasan pengetahuan, kecakapan keterampilan agar terbuka wawasan dan memberikan keterampilan dasar sehingga dapat mengambil peran di dalam pembangunan. 3. Tahap peningkatan kemampuan intelektual, kecakapan keterampilan sehingga terbentuklah inisiatif dan kemampuan inovatif untuk mengantarkan pada kemandirian (Ambar Teguh, 2004: 83).
2.3
Relasi G To B (Public Private Partnership) Salah satu tugas utama dari sebuah pemerintahan adalah membentuk
sebuah lingkungan bisnis yang kondusif agar roda perekenomian sebuah negara dapat berjalan sebagaimana mestinya. Dalam melakukan aktivitas sehari-harinya, entiti bisnis semacam perusahaan swasta membutuhkan banyak sekali data dan informasi yang dimiliki oleh pemerintah. Disamping itu, yang bersangkutan juga harus berinteraksi dengan berbagai lembaga kenegaraan karena berkaitan dengan hak dan kewajiban organisasinya sebagai sebuah entiti berorientasi profit. Diperlukannya relasi yang baik antara pemerintah dengan kalangan bisnis tidak saja bertujuan untuk memperlancar para praktisi bisnis dalam menjalankan roda perusahaannya, namun lebih jauh lagi banyak hal yang dapat menguntungkan pemerintah jika terjadi relasi interaksi yang baik dan efektif dengan industri swasta. Contoh dari aplikasi e-Government berjenis G-to-B ini adalah sebagai berikut:
10
a. Para perusahaan wajib pajak dapat dengan mudah menjalankan aplikasi berbasi web untuk menghitung besarnya pajak yang harus dibayarkan ke pemerintah dan melakukan pembayaran melalui internet; b. Proses tender proyek-proyek pemerintahan yang melibatkan sejumlah pihak swasta
dapat
dilakukan melalui
website
(sehingga
menghemat
biaya
transportasi dan komunikasi), mulai dari proses pengambilan dan pembelian formulir tender, pengambilan formulir informasi TOR (Term of Reference), sampai dengan mekanisme pelaksanaan tender itu sendiri yang berakhir dengan pengumuman pemenang tender; c. Proses
pengadaan dan pembelian barang
pemerintahan (misalnya
kebutuhan sehari-hari
lembaga
untuk back-office dan administrasi) dapat dilakukan
secaraefisien jika konsep semacam e-procurement diterapkan (menghubungkan antara kantor-kantor pemerintah dengan para supplier-nya); d. Perusahaan yang ingin melakukan proses semacam merger dan akuisisi dapat dengan mudah berkonsultasi sehubungan dengan aspek-aspek regulasi dan hukumnya dengan berbagai lembaga pemerintahan terkait; dan lain sebagainya
Public Private Partnership (PPP) Public Private Partnership (PPP) atau Kemitraan Pemerintah Swasta (KPS) dapat diterjemahkan sebagai: sebuah perjanjian kontrak antara swasta dan pemerintah, yang keduanya bergabung bersama dalam sebuah kerjasama untuk menggunakan keahlian dankemampuan masing-masing untuk meningkatkan pelayanan kepada publik dimana kerjasama tersebut dibentuk untuk menyediakan kualitas pelayanan terbaik dengan biaya yang optimal untuk publik ( America’s National Council on Public Private Partnership, 2010). Dalam PPP, meskipun aktor swasta seringkali memiliki tanggung jawabutama untuk melakukan manajemen operasional sehari-hari, sektor publik terus berperan pada pengelolaan korporasi dan tingkat manajemen harian. Dalammelakukan kerjasama ini, resiko dan manfaat potensial dalam menyediakan pelayananataupun fasilitas dipilah/dibagi kepada pemerintah dan swasta. Dalam pengertian lain, PPP merupakan kemitraan antara pemerintah danswasta
yang
melibatkan
investasi
yang
besar.
Untuk
menciptakan
sebuahhubungan/kerjasama yang sukses maka sangat penting untuk memahami 11
tujuan dankepentingan dari masing-masing pelaku dalam PPP. Dalam PPP, sedikitnya terdapat 7 faktor yang merupakan kesatuan proses dari model PPP yang merupakan pendukungkeberhasilan program PPP, diantaranya adalah: Networking, Cooperation/collaboration, Coordination, Willingness, Trust, Capability, A conductive environment. Perkembangan PPP di Indonesia Di Indonesia, sejatinya konsep PPP ini dipilih sebagai alternatif oleh pemerintah
semenjak
pembangunan
infrastruktur
mulai
agak
tersendat
karenadatangnya krisis moneter pada tahun 1998. Begitu kondisi Indonesia semakin terpuruk karena krisis, saat itu Presiden Soeharto mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor7 Tahun 1998 tentang Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha Swasta dalamPembangunan dan/atau Pengelolaan InfrastrukturNamun, upaya ini tidak membuahkan hasil. Apalagi, kondisi moneter dalam negeri saat itu belum stabilsehingga terjadi capital flight yang cukup besar. Hingga pada tahun 2005, Pemerintah
mulai
serius
untuk
menerapkan
konsepPPP.
Diawali
dengan
diselenggarakannya. Indonesia Infrastructure Summit I pada pertengahan Januari 2005. Saat itu, ada sebanyak 91 proyek yang ditawarkan pemerintah kepada investor swasta untuk menjadi proyek kerjasama Pemerintah-Swasta. Sedangkan pada IndonesiaInfrastructure Summit II( Indonesia InfrastructureConference and Exhibition 2006)pemerintah menawarkan 111 proyek (termasuk 10model proyek yang diunggulkan). Ternyata, untuk ”mengawal” proyek-proyek tersebut supaya layak dikerjasamakan membutuhkan kerja super keras pemerintah.Banyak hal yang harus diperbaiki atau dibentuk. Secara garis besar, terdapattiga hal yang harus segera diselesaikan pemerintah. Pertama, membentuk kelembagaan baru yang mendukung pelaksanaan PPP; kedua, melakukanharmonisasi, reformasi dan revisi terhadap berbagai aturan yang bertentangan danyang menghambat masuknya investasi; dan ketiga, meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Untuk tugas pertama, pemerintah telah membentuk apa yang disebutdengan Komite Kebijakan Percepatan Penyediaan
Infrastruktur
(KKPPI)
yangdiketuai
oleh
Menteri
Koordinator
Perekonomian pada Mei 2005. Selain KKPPI, beberapa institusi pendukung dalam rangka PPP juga sedang dan telah dibentuk seperti : 12
a. Departemen Keuangan telah membentuk Pusat Pengelolaan Risiko Fiskal (Risk Management Unit ) dan Badan Investasi Pemerintah. b. Departemen Perhubungan, Departemen Pekerjaan Umum dan Departemen Energidan Sumber Daya Mineral masing-masing telah membentuk Simpul PPP (PPP Node) - Pemerintah juga membentuk Pusat Pengembangan PPP Pada
intinya,
pelaksanaan
PPP
akan
semakin
baik
ketika
pemerintah
mampumenyediakan iklim kondusif yang mampu mendukung PPP. Situasi yang kondusif untuk PPP antara lain: 1. Peraturan yang mendukung 2. Kerangka kebijakan yang berpihak 3. Prosedur yang jelas, dan terinci 4. Budaya kompetisi yang sehat 5. Transparansi dalamsetiap transaksi 6. Pasar modal yang baik 7. Pemerintah yang cukup paham tentang PPP Dalam 3 dan 5 tahun kedepan sejumlah kota-kota Metropolitan di Indonesiaseperti, Jakarta, Bandung, Semarang, Denpasar dan Banjarmasin berpandangan sama bagaimana mengatasi masalah terbatasnya penyediaan infrastruktur bagi daerahnya,dengan terbatas pula dari sisi pembiayaan pemeintah daerah. Hal tersebut tentunyadapat diupayakan secara komperhensif dengan memobilisasi pendekatan pembiayaaninvestasi dari swasta melalui PPP, yang akan didukung oleh peraturan dan aturan yangada. Sekalipun nantinya swasta akan memperoleh kesempatan bekerjasama dalam pembangunan infrastruktur yang merupakan utilitas umum perlu dikendalikan oleh pemerintah, maka rambu-rambu bagi penyelenggaraan kerjasama pun perlu diatur agar tidak merugikan kedua belah pihak,
serta
tidak
mengurangi
hak-hak
penguasaanPemerintah
dalam
penyelenggaraan kepentingan bagi harkat hidup orang banyak. Pola kerjasama dalam PPP dapat dicari setelah dilakukan kajian terhadap pengalaman beberapa negara dalam melakukan kerjasama pembangunan dengan pihak swasta, yaitu dapat berupa BOT ( Built, Operate, Transfer ) yang dipandangcocok diterapkan dalam investasi jangka panjang, selama masa konsesinya denganmembiayai, membangun dan mengoperasikan. Bentuk badan 13
usaha yang melakukankerjasama tersebut bisa dilakukan dalam bentuk joint venture (usaha patungan) atau joint operation (kerjasama operasi gabungan). Biaya pengadaan tanah lahan yangdibutuhkan ditanggung oleh Pemerintah atau sekaligus oleh pihak Swasta yang akandiperhitungkan dalam masa konsesi, hal tersebut telah dilakukan sejak tahun 1994 karena terbatasnya dana APBN/APBD Bentuk Kerja Sama dalam PPP Bentuk-bentuk kerjasama PPP di atas dapat dibedakan antara satu denganyang lainnya dengan kriteria-kriteria sebagai berikut: a. Kepemilikan
aset.
Kepemilikan
aset
merupakan
hak
atas
kepemilikan
terhadapaset yang dikerjasamakan, apakah aset itu berada ditangan pemerintah atauswasta, selama jangka waktu tertentu. Semakin besar keterlibatan pihak swastadalam kepemilikan aset maka akan semakin menarik minat mereka bekerjasama/berinvestasi.
Kepemilikan
aset
dapat
dibedakan
apakah
menjadimilik pemerintah, milik swasta, atau milik pemerintah dan swasta (kepemilikan bersama) b.
Operasional dan pengelolaan asset. Operasional dan pengelolaan aset merupakankriteria yang mengindentifikasikan pendelegasian tanggung jawab untuk mengelola aset yang dikerjasamakan selama kurun waktu tertentu. Pihak yangmengelola
berpeluang
untuk
memperoleh
pendapatan
dari
aset
kerjasama.Operasional dan kepemilikan aset dapat dibedakan menjadi tanggung jawab pemerintah, swasta, atau tanggung jawab Bersama. c. Investasi modal atau penanam modal. Investasi modal merupakan kriteria berkaitan dengan siapa yang akan menanamkan modal tersebut pada aset yangakan dikerjasamakan. Investasi modal dapat dibedakan menjadi investasi pemerintah, swasta, atau investasi dengan modal bersama. d. Resiko-resiko yang akan terjadi. Risiko komersial merupakan kriteria yang berhubungan siapa yang akan dibebani dengan risiko-risiko komersial tersebutyang nanti akan muncul selama pembangunan dan pengelolaan aset yangdikerjasamakan. Risiko komersial yang akan terjadi dapat dibebankan kepada pemerintah, swasta, atau menjadi beban bersama. e. Durasi kerjasama. Durasi kerjasama merupakan kriteria yang berkaitan dengan jangka waktukerjasama yang disepakati. Semakin lama jangka waktu kerjasama akanmemberikan peluang yang lebih besar bagi pengembalian. Durasi 14
kerjasamadapat dibedakan menjadi jangka pendek, jangka menengah, atau jangka. Dari keseluruhan bentuk kerjasama PPP diatas, tidak semua bentuk kerjasamadilakukan di Indonesia, berikut adalah kerjasama yang dilakukan di Indonesia: 1. BOT (Build, Operate, Transfer) Swasta
membangun,
mengoperasikan
fasilitas
dan
mengembalikannya
ke
pemerintah setelah masa konsesi/kontrak berakhir: .- Jalan Tol - Terminal Udara (Airports) - Bendungan&bulk water supply - Instalasi Pengolahan Air (water/wastewater treatment plant) - Pelabuhan Laut (Sea Ports) - Fasilitas IT ( Information Technology) - Pembangkit Listrik (Independent Power Producer /IPP) 2. BTO (Build, Transfer, Operate) Swasta membangun, menyerahkan asetnya ke pemerintah dan mengoperasikan fasilitas sampai masa konsesi/kontrak berakhir. 3. ROT (Rehabilitate, Operate, Transfer) Swasta
memperbaiki,
mengoperasikan
fasilitas
dan
mengembalikannya
ke
pemerintah setelah masa konsesi/kontrak berakhir. 4. BOO (Build, Own, Operate) Swasta
membangun
dan
memiliki
fasilitas
serta
mengoperasikannya.
Beberapacontoh BOO adalah: - Pelabuhan Udara (keseluruhan atau sebagian) - Jalan Tol - Pelabuhan Laut - Penyediaan dan distribusi air bersih - Rumah Sakit - Fasilitas olahraga 5. O & M ( Operate and Maintenance) Berlaku untuk kasus khusus, pemerintah membangun, swasta mengoperasikandan memelihara. 15
Hal-hal yang Perlu Diperhatikan dalam PPP Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam kegiatan kerjasama antara pemerintah dan swasta antara lain adalah (Kurniawan dkk, 2009): - Penting bagi semua pihak untuk saling memahami, misi, fungsi dan tugas, hak, kewajiban masing-masing sebagai pelaku pembangunan. - Melakukan persepsi dalam negoisasi kegiatan kemitraan, sangat diperlukan keterbuakaan, komitmen dari para pelaku pembangunan dengan dicapainya hasil yang saling menguntungkan. - Perlunya keterlibatan langsung seluruh pihak, terutama Pemerintah Daerah, DPRD, masyarakat, karyawan dll. - Keberadaan dan akses data yang relevan, mudah, benar dan konsisten. - Dukungan yang jelas dan benar kepada pemberi keputusan baik tingkat Pusat, Propinsi ataupun Daerah (Kabupaten/Kota). - Kriteria persyaratan lelang/negoisasi yang jelas, transparan dan konsisten. - Struktur dan tugas tim negoisasi yang jelas dan kemampuan dalam penguasaan materi bidang Hukum, Teknis dan Keuangan.
2.4
Relasi G To C, Relasi B To C
Government to Citizens Tipe G-to-C ini merupakan aplikasi e-Government yang paling umum, yaitu dimana pemerintah membangun dan menerapkan berbagai portofolio teknologi informasi dengan tujuan utama untuk memperbaiki hubungan interaksi dengan masyarakat (rakyat). Dengan kata lain, tujuan utama dari dibangunnya aplikasi eGovernment bertipe G-to-C adalah untuk mendekatkan pemerintah dengan rakyatnya melalui kanal-kanal akses yang beragam agar masyarakat dapat dengan mudah menjangkau pemerintahnya untuk pemenuhan berbagai kebutuhan pelayanan seharihari. Contoh aplikasinya adalah sebagai berikut: Kepolisian membangun dan menawarkan jasa pelayanan perpanjangan Surat Ijin Mengemudi (SIM) atau Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) melalui internet dengan maksud untuk mendekatkan aparat administrasi kepolisian dengan komunitas para pemilik kendaraan bermotor dan para pengemudi, sehingga yang bersangkutan tidak harus bersusah payah datang ke Komdak dan antre untuk memperoleh pelayanan; 16
-
Kantor Imigrasi bekerja sama dengan Bandara Udara Internasional SoekarnoHatta dan sejumlah bank-bank swasta membangun jaringan teknologi informasi sehingga para turis lokal yang ingin melanglang buana dapat membayar fiskal melalui mesin-mesin ATM sehingga tidak perlu harus meluangkan waktu lebih awal dan antre di bandara udara;
-
Departemen Agama membuka situs pendaftaran bagi mereka yang berniat untuk melangsungkan ibadah haji di tahun-tahun tertentu sehingga pemerintah dapat mempersiapkan kuota haji dan bentuk pelayanan perjalanan yang sesuai;
-
Bagi masyarakat yang memiliki keahlian tertentu dan berniat untuk mencari pekerjaan di luar negeri (menjadi Tenaga Kerja Indonesia), maka yang bersangkutan dapat dengan mudah mendaftarkan diri dari Warnet (Warung Internet) terdekat ke Departemen Tenaga Kerja secara gratis); dan lain sebagainya.
Government to Business Salah satu tugas utama dari sebuah pemerintahan adalah membentuk sebuah lingkungan bisnis yang kondusif agar roda perekenomian sebuah negara dapat berjalan sebagaimana mestinya. Dalam melakukan aktivitas sehari-harinya, entiti bisnis semacam perusahaan swasta membutuhkan banyak sekali data dan informasi yang dimiliki oleh pemerintah. Disamping itu, yang bersangkutan juga harus berinteraksi dengan berbagai lembaga kenegaraan karena berkaitan dengan hak dan kewajiban organisasinya sebagai sebuah entiti berorientasi profit. Diperlukannya relasi yang baik antara pemerintah dengan kalangan bisnis tidak saja bertujuan untuk memperlancar para praktisi bisnis dalam menjalankan roda perusahaannya, namun lebih jauh lagi banyak hal yang dapat menguntungkan pemerintah jika terjadi relasi interaksi yang baik dan efektif dengan industri swasta. Contoh dari aplikasi eGovernment berjenis G-to-B ini adalah sebagai berikut: • Para perusahaan wajib pajak dapat dengan mudah menjalankan aplikasi berbasi web untuk menghitung besarnya pajak yang harus dibayarkan ke pemerintah dan melakukan pembayaran melalui internet; • Proses tender proyek-proyek pemerintahan yang melibatkan sejumlah pihak swasta dapat dilakukan melalui website (sehingga menghemat biaya transportasi dan komunikasi), mulai dari proses pengambilan dan pembelian formulir tender,
17
pengambilan formulir informasi TOR (Term of Reference), sampai dengan mekanisme pelaksanaan tender itu sendiri yang berakhir dengan pengumuman pemenang tender; • Proses pengadaan dan pembelian barang kebutuhan sehari-hari lembaga pemerintahan (misalnya untuk back-office dan administrasi) dapat dilakukan secara efisien jika konsep semacam e-procurement diterapkan (menghubungkan antara kantor-kantor pemerintah dengan para supplier-nya); • Perusahaan yang ingin melakukan proses semacam merger dan akuisisi dapat dengan mudah berkonsultasi sehubungan dengan aspek-aspek regulasi dan hukumnya dengan berbagai lembaga pemerintahan terkait; dan lain sebagainya. Business to Consumers (B2C) Business to Consumers (B2C) adalah jenis bisnis yang dilakukan antara pelaku bisnis dengan konsumen, seperti antara produsen yang menjual dan menawarkan produknya ke konsumen umum secara online. Disini pihak produsen akan melakukan bisnis dengan menjual dan memasarkan produknya ke konsumen tanpa adanya feedback dari konsumen untuk melakukan bisnis kembali kepada pihak produsen, yang artinya produsen hanya menjual atau memasarkan produk ataupun jasanya dan pihak konsumen hanya sebagai pemakai atau pembeli. model B2C adalah mereka yang menjual produk atau jasa secara langsung kepada pribadi/pelanggan. B2C ini melakukan transaksi dengan menggunakan Internet. B2C ini biasanya melakukan transaksi dengan menggunakan portal jual beli, misalnya jasa tour & travel, penjualan online, situs jual hardware atau sotware. Contoh dari Website E-Commerse B2C adalah : - Giestore Aksesoris (Giestore.com) Giestore adalah sebuah toko online yang menjual berbagai jenis aksesoris, giestore.com termasuk kedalam jenis website E-Commerse B2C karena Giestore adalah sebuah perusahaan yang menjual barang – barangnya kepada konsumen secara langsung. - Asus Store (store.asus.com) Asus Store adalah sebuah website E-Commerse yang baru didirikan oleh Asus yang menjual smartphone buatan asus langsung kepada konsumen. Oleh karena itu asus store juga termasuk kedalam Website E-Commerse B2C.
18
2.5
Model Governance Triple Helix - Quadraple Helix Triple Helix adalah sinergi kekuatan antara akademisi, bisnis, dan pemerintah.
Kalangan akademisi dengan sumber daya, ilmu pengetahuan, dan teknologinya memfokuskan diri untuk berbagai temuan dan inovasi yang aplikatif. Kalangan bisnis melakukan kapitalisasi yang memberikan keuntungan ekonomi dan kemanfaatan bagi masyarakat. Sedang pemerintah menjamin dan menjaga stabilitas hubungan keduanya dengan regulasi kondusif (Etzkowitz&Leydesdorff, 2000). Disini terlihat bahwa kualitas sumber daya manusia dan keberadaan investor juga menjadi kunci dalam pembangunan ekonomi suatu wilayah. Namun disini pemerintah memegang kunci utama untuk membuat sebuah lingkungan/situasi yang kondusif dengan regulasi yang dibuatnya, sehingga masuk dalam kategori rezim negara seperti gambar dibawah ini.
Gambar 1. Model Statist (Etzkowitz, 2008)
Di beberapa negara yang menganut rezim negara (statist society), pemerintah merupakan institusi yang dominan. Industri dan universitas merupakan bagian subordinat dari negara. Pemerintah diharapkan mengambil peranan terdepan dalam projek-projek pembangunan dan menyediakan sumber-sumber inisiasi baru. Model rezim negara mengandalkan organisasi-organisasi terkhusus yang terhubung secara hierarkis dengan pemerintah pusat. Dalam kebijakan sains dan teknologi, model ini dicirikan dengan institusi riset dasar dan terapan yang terspesialisasi mencakup unitunit sektoral untuk industri-industri tertentu. Selain untuk kepentingan pertahanan (militer), model ini dipakai juga untuk industri negara dengan melakukan pengembangan teknologi yang tidak dikembangkan negara lain. 19
Dalam
pengimplementasian
strategi Triple
Helix
untuk
pembangunan
infrastruktur intinya harus melibatkan 3 komponen didalamnya yaitu akademisi, bisnis, dan pemerintah. Dan dapat dikatakan terdapat dua jenis mekanisme yang dapat dilakukan yaitu Infrastructure Build Economy dan Economy Build Infrastructure. a. Infrastructure Build Economy Dalam mekanisme ini harus mengedepankan inisiatif pemerintah untuk membangun infrastruktur terlebih dahulu agar menciptakan gairah ekonomi yang muncul dari semakin mudahnya mobilitas barang/jasa sebagai efek pembangunan infrastruktur. Dengan meningkatnya gairah ekonomi suatu kawasan bukan hal yang tidak mungkin akan mengundang para investor untuk ikut bermain, terlebih daerah yang masih dalam tahap awal pembangunan memiliki ciri minim kegiatan ekonomi sehingga ini peluang besar untuk investor karena masih minim pesaing untuk usaha yang sama. Jenis mekanisme ini dapat dilakukan untuk kawasan/ daerah yang tidak memiliki daya tarik sumberdaya alam atau potensi pariwisata sehingga harus pemerintah terlebih dahulu yang memulai. Pada akhirnya peningkatan gairah ekonomi ini akan semakin banyak melibatkan tenaga kerja terutama tenaga kerja didaerah terkait ,tenaga kerja yang berkualitas dapat dipenuhi melalui pendidikan. Jelaslah disini peran akademisi dalam pembangunan tidak hanya dapat berperan sebagai tenaga kerja berkualitas namun juga dapat melakukan penelitian/riset untuk mendukung kemajuan bisnis terkait yang akan memajukan suatu daerah entah dibidang industri, tata kelola kota, transportasi, dsb. b. Economy Build Infrastructure Mekanisme ini dijalankan dengan memanfaatkan kekayaan sumber daya alam atau
potensi
pariwisata
suatu
daerah
untuk
menarik
investor
dalam
mengembangkannya. Kekayaan sumber daya alam atau potensi pariwisata yang terletak dipelosok suatu daerah ketika dikembangkan oleh investor akan turut serta ikut berkembangnya infrastruktur daerah tersebut atau dapat disebut pengembangan oleh investor ini memiliki multiplier effect. Seperti yang terjadi pada kisruh blok masala beberapa waktu lalu yang pada akhirnya diputuskan untuk dikembangkan didarat karena
diharapkan
mampu
memberikan multiplier
effect yaitu
pembangunan
infrastruktur daerah terkait. Selain itu juga akan membuka lapangan pekerjaan bagi
20
putra-putri daerah sehingga diperlukan pula peran akademisi sebagai tenaga-tenaga ahli dibidang bisnis terkait.
21
BAB III PENUTUP
3.1
Kesimpulan Negara mempunyai tugas: (a) mengendalikan dan mengatur gejala-gejala
kekuasaan yang asosial, yakni yang bertentangan satu sama lain, supaya tidak menjadi
antagonis
yang
membahayakan;
dan
(b)
mengorganisir
dan
mengintegrasikan kegiatan manusia dan golongan-golongan ke arah tercapainya tujuan-tujuan dari masyarakat seluruhnya. Terdapat perbedaan antara kemitraan dan pemberdayaan. Kemitraan satu bentuk persekutuan antara dua belah pihak atau lebih yang membentuk suatu ikatan kerjasama atas dasar kesepakatan dan rasa saling membutuhkan dalam rangka meningkatkan kapabilitas di suatu bidang usaha tertentu atau tujuan tertentu, sehingga dapat memperoleh hasil yang lebih baik. sedangkan pemberdayaan yaitu upaya mempersiapkan masyarakat seiring dengan upaya memperkuat kelembagaan masyarakat agar rakyat mampu mewujudkan kemajuan, kemandirian, dan kesejahteraan dalam suasana keadilan social yang berkelanjutan Selain itu, juga terdapat Public Private Partnership (PPP) atau Kemitraan Pemerintah Swasta (KPS) adalah sebuah perjanjian kontrak antara swasta dan pemerintah, yang keduanya bergabung bersama dalam sebuah kerjasama untuk menggunakan keahlian dankemampuan masing-masing untuk meningkatkan pelayanan kepada publik dimana kerjasama tersebut dibentuk untuk menyediakan kualitas pelayanan terbaik dengan biaya yang optimal untuk public Tipe G-to-C ini merupakan aplikasi e-Government yang paling umum, yaitu dimana pemerintah membangun dan menerapkan berbagai portofolio teknologi informasi dengan tujuan utama untuk memperbaiki hubungan interaksi dengan masyarakat (rakyat). Business to Consumers (B2C) adalah jenis bisnis yang dilakukan antara pelaku bisnis dengan konsumen, seperti antara produsen yang menjual dan menawarkan produknya ke konsumen umum secara online Triple Helix adalah sinergi kekuatan antara akademisi, bisnis, dan pemerintah. Kalangan akademisi dengan sumber daya, ilmu pengetahuan, dan teknologinya memfokuskan diri untuk berbagai temuan dan inovasi yang aplikatif.
22
3.2 Saran 1. Pemerintah perlu menjalin hubungan baik antara swasta maupun masyarakat sipil
23
DAFTAR PUSTAKA
Masturi, Beatrix. 2017. Pola Kemitraan Pemerintah Daerah, Swasta dan Masyarakat dalam Perwujudan Mamasa sebagai Destinasi Pariwisata di Sulawesi Utara. Skripsi. Universitas Hasanuddin Makassar. Pranarka, A.M.W dan Vidhiyandika Morljarto. 1996. Pemberdayaan: Konsep, Kebijakan dan Implementasi. Jakarta: CIDES. Prasetyo.
2015.
Konsep
dan
Teori
Pemberdayaan
Mayarakat.
https://prasfapet.wordpress.com/2015/05/07/konsep-dan-teoripemberdayaan-masyarakat/. Diakses 4 Maret 2019. Sulistyani, Ambar Teguh. 2004. Kemitraan dan Model-Model Pemberdayaan. Yogyakarta: Gava Media.
Sumarto, Hetifah. 2009. Inovasi, Partisipasi¸dan Good Governance. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Sumodiningrat, Gunawan. 1999. Pemberdayaan Masyarakat dan Jaring Pengaman Sosial. Jakarta: Gramedia. Utomo, Tri Widodo. 2004. Pengembangan Kerjasama Pemerintah Dengan Masyarakat dan Swasta dalam pembangunan daerah. Bandung: Pusat Kajian Diklat Aparatur Lembaga Admnistrasi Negara. https://www.academia.edu/7347379/Public_Private_Partnership https://rhiel.id/bisnis-model-dalam-business-consumer-b2c/
24