MAKALAH KEPERAWATAN ANAK “AUTISM” Makalah di ajukan untuk memenuhi tugas tutorial Mata kuliah keperawatan anak
Disusun oleh :
Nenden sri wahyuni 4003160094 D3 Keperawatan 2016
STIKES DHARMA HUSADA BANDUNG TAHUN 2018
1
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kata autis berasal dari bahasa Yunani "auto" berarti sendiri yang ditujukan pada seseorang yang menunjukkan gejala "hidup dalam dunianya sendiri". Pada umumnya penyandang autisma mengacuhkan suara, penglihatan ataupun kejadian yang melibatkan mereka. Jika ada reaksi biasanya reaksi ini tidak sesuai dengan situasi atau malahan tidak ada reaksi sama sekali. Mereka menghindari atau tidak berespon terhadap kontak sosial (pandangan mata, sentuhan kasih sayang, bermain dengan anak lain dan sebagainya). Pemakaian istilah autism infartil diperkenalkan pertama kali oleh Kanner, seorang psikiater dari Harvard (Kanner, Austistic Disturbance of Affective Contact) pada tahun 1940-an berdasarkan pengamatan terhadap 11 penyandang yang menunjukkan gejala kesulitan berhubungan dengan orang lain, mengisolasi diri, perilaku yang tidak biasa dan cara berkomunikasi yang aneh. Autis dapat terjadi pada semua kelompok masyarakat kaya miskin, di desa dikota, berpendidikan maupun tidak serta pada semua kelompok etnis dan budaya di dunia. Sekalipun demikian anak-anak di negara maju pada umumnya memiliki kesempatan terdiagnosis lebih awal sehingga memungkinkan tatalaksana yang lebih dini dengan hasil yang lebih baik. Jumlah anak yang terkena autis makin bertambah. Di Kanada dan Jepang pertambahan ini mencapai 40% sejak 1980. Di California sendiri pada tahun 2002 disimpulkan terdapat 9 kasus autis per-harinya. Dengan adanya metode diagnosis yang kian berkembang hampir dipastikan jumlah anak yang ditemukan terkena Autisme akan semakin besar. Jumlah tersebut di atas sangat mengkhawatirkan mengingat sampai saat ini penyebab autisme masih misterius dan menjadi bahan perdebatan diantara para ahli dan dokter di dunia. Di Amerika Serikat disebutkan autis terjadi pada 15.000 - 60.000 anak dibawah 15 tahun. Kepustakaan lain menyebutkan prevalens autisme 10-20 kasus dalam 10.000 orang, bahkan ada yang mengatakan 1 diantara 1000 anak. Di Inggris pada awal tahun 2002 bahkan dilaporkan angka kejadian autisma meningkat sangat pesat, dicurigai 1 diantara 10 anak menderita autis. Perbandingan antara laki dan perempuan adalah 3 - 4 : 1, namun anak perempuan yang terkena akan menunjukkan gejala yang lebih berat. Di Indonesia yang berpenduduk 200 juta, hingga saat ini belum diketahui berapa persisnya jumlah penyandang
2
namun diperkirakan jumlah anak austime dapat mencapai 150 - 200 ribu orang. Autisme adalah adalah gangguan perkembangan pervasif, atau kualitatif pada komunikasi verbal dan non verbal, aktivitas imajinatif dan interaksi sosial timbal balik berupa kegagalan mengembangkan hubungan antar pribadi (umur 30 bulan), hambatan dalam pembicaraan, perkembangan bahasa, fenomena ritualistik dan konvulsif serta penarikan diri dan kehilangan kontak dengan realitas. B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : A. B. C. D. E. F. G. H.
Apa pengertian dari Autisme ? Apa patofisiologi dari Autisme ? Bagaimana etiologi Autisme? Apa manisfestasi klinis Autisme? Bagaimana klasifikasi Autisme? Apa faktor resiko Autisme? Bagaimana pemeriksaan laboratorium dan diagnostik Autisme? Bagaimana penatalaksanaan medis Autisme?
C. TUJUAN PENULISAN 1.Tujuan Umum Penulisan makalah ini bertujuan agar mahasiswa mengetahui dan memahami tentang asuhan keperawatan pada anak dengan Autisme 2.Tujuan Khusus Penulisan makalah ini bertujuan untuk agar mahasiswa mengetahui dan memahami: A. Pengertian dari Autisme B. Patofisiologi dari Autisme C. Etiologi Autisme D. Manisfestasi Autisme Anak E. Klasifikasi Autisme F. Faktor resiko Autisme G. Pemeriksaan laboratorium dan diagnostik Autisme H. Penatalaksanaan medis Autisme
3
D. MANFAAT PENULISAN 1. Menambah pengetahuan dan informasi mengenai asuhan keperawatan pada anak dengan Autisme 2. Merangsang minat pembaca untuk mengetahui asuhan keperawatan anak dengan Autisme 3. Mengetahui bagaimana konsep dan asuhan keperawatan pada anak dengan Autisme
4
BAB II PEMBAHASAN
A. DEFINISI Istilah autis berasal dari kata autos yang berarti diri sendiri dan isme berarti aliran. Jadi autisme adalah suatu paham yang tertarik hanya pada dunianya sendiri (Purwati, 2007). Autis adalah gangguan perkembangan pervasif pada bayi atau anak yang ditandai dengan adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi dan interaksi sosial. Gangguan autis adalah salah satu perkembangan pervasif berawal sebelum usia 2,5 tahun (Devision, 2006). B. PATOFISIOLOGI Penyebab pasti dari autisme belum diketahui. Yang pasti diketahui adalah bahwa penyebab dari autisme bukanlah salah asuh dari orang tua, beberapa penelitian membuktikan bahwa beberapa penyebab autisme adalah ketidakseimbangan biokimia, faktor genetic dan gangguan imunitas tubuh. Beberapa kasus yang tidak biasa disebabkan oleh infeksi virus (TORCH), penyakit- penyakit lainnya seperti fenilketonuria (penyakit kekurangan enzim), dan sindrom X (kelainan kromosom). Menurut Lumbantobing (2000), penyebab autisme dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu 1. Faktor keluarga dan psikologi Respon anak-anak terhadap stressor dari keluarga dan lingkungan. 2. Kelainan organ-organ biologi dan neurologi (saraf) Berhubungan dengan kerusakan organ dan saraf yang menyebabkan gangguan fungsi-fungsinya, sehingga menimbulkan keadaan autisme pada penderita 3. Faktor genetik Pada hasil penelitian ditemukan bahwa 2 - 4% dari saudara kandung juga menderita penyakit yang sama. 4. Faktor kekebalan tubuh
5
C. ETIOLOGI Autisme dapat disebabkan oleh beberapa faktor, di bawah ini adalah faktor – faktor yang menyebabkan terjadinya autis menurut Kurniasih (2002) diantaranya yaitu: 1. Faktor Genetik Faktor pada anak autis, dimungkinkan penyebabnya adanya kelainan kromosom yang disebutkan syndrome fragile – x (ditemukan pada 520% penyandang autis). 2. Faktor Cacat (kelainan pada bayi) Disini penyebab autis dapat dikarenakan adanya kelainan pada otak anak, yang berhubungan dengan jumlah sel syaraf, baik itu selama kehamilan ataupun setelah persalinan, kemudian juga disebabkan adanya Kongenital Rubella, Herpes Simplex Enchepalitis, dan Cytomegalovirus Infection. 3. Faktor Kelahiran dan Persalinan Proses kehamilan ibu juga salah satu faktor yang cukup berperan dalam timbulnya gangguan autis, seperti komplikasi saat kehamilan dan persalinan. Seperti adanya pendarahan yang disertai terhisapnya cairan ketuban yang bercampur feces, dan obat-obatan ke dalam janin, ditambah dengan adanya keracunan seperti logam berat timah, arsen, ataupun merkuri yang bisa saja berasal dari polusi udara, air bahkan makanan. Ahli lainnya berpendapat bahwa autisme disebabkan oleh karena kombinasi makanan yang salah atau lingkungan yang terkontaminasi zatzat beracun yang mengakibatkan kerusakan pada usus besar yang mengakibatkan masalah dalam tingkah laku dan fisik termasuk autis. D. MANISFESTASI KLINIS 1. Di bidang komunikasi : a. Perkembangan bahasa anak autis lambat atau sama sekali tidak ada. Anak nampak seperti tuli, sulit berbicara, atau pernah berbicara lalu kemudian hilang kemampuan bicara. b. Terkadang kata – kata yang digunakan tidak sesuai artinya. c. Mengoceh tanpa arti secara berulang – ulang, dengan bahasa yang tidak dimengerti orang lain. d. Bicara tidak dipakai untuk alat berkomunikasi. Senang meniru atau membeo (Echolalia). e. Bila senang meniru, dapat menghafal kata – kata atau nyanyian yang didengar tanpa mengerti artinya.
6
2.
3.
4.
5.
6.
f. Sebagian dari anak autis tidak berbicara (bukan kata – kata) atau sedikit berbicara (kurang verbal) sampai usia dewasa. g. Senang menarik – narik tangan orang lain untuk melakukan apa yang dia inginkan, misalnya bila ingin meminta sesuatu. Di bidang interaksi sosial : a. Anak autis lebih suka menyendiri b. Anak tidak melakukan kontak mata dengan orang lain atau menghindari tatapan muka atau mata dengan orang lain. c. Tidak tertarik untuk bermain bersama dengan teman, baik yang sebaya maupun yang lebih tua dari umurnya. d. Bila diajak bermain, anak autis itu tidak mau dan menjauh. Di bidang sensoris : a. Anak autis tidak peka terhadap sentuhan, seperti tidak suka dipeluk. b. Anak autis bila mendengar suara keras langsung menutup telinga. c. Anak autis senang mencium –cium, menjilat mainan atau benda – benda yang ada disekitarnya. Tidak peka terhadap rasa sakit dan rasa takut. Di bidang pola bermain : a. Anak autis tidak bermain seperti anak – anak pada umumnya. b. Anak autis tida suka bermain dengan anak atau teman sebayanya. c. Tidak memiliki kreativitas dan tidak memiliki imajinasi. d. Tidak bermain sesuai fungsinya, misalnya sepeda dibalik lalu rodanya diputar – putar. e. Senang terhadap benda – benda yang berputar seperti kipas angin, roda sepeda, dan sejenisnya. f. Sangat lekat dengan benda – benda tertentu yang dipegang terus dan dibawa kemana – mana. Di bidang perilaku : a. Anak autis dapat berperilaku berlebihan atau terlalu aktif (hiperaktif) dan berperilaku berkekurangan (hipoaktif). b. Memperlihatkan perilaku stimulasi diri atau merangsang diri sendiri seperti bergoyang –goyang, mengepakkan tangan seperti burung. c. Berputar –putar mendekatkan mata ke pesawat televisi, lari atau berjalan dengan bolak – balik, dan melakukan gerakan yang diulang – ulang. d. Tidak suka terhadap perubahan. e. Duduk bengong dengan tatapan kosong. Di bidang emosi :
7
a. Anak autis sering marah – marah tanpa alasan yang jelas, tertawa – tawa dan b. Dapat mengamuk tak terkendali jika dilarang atau tidak diberikan keinginannya. c. Kadang agresif dan merusak. d. Kadang – kadang menyakiti dirinya sendiri. e. Tidak memiliki empati dan tidak mengerti perasaan orang lain yang ada disekitarnya atau didekatnya. E. KLASIFIKASI Berdasarkan waktu munculnya gangguan, Kurniasih (2002) membagi autisme menjadi dua yaitu: 1. Autisme sejak bayi (Autisme Infantil) Anak sudah menunjukkan perbedaan-perbedaan dibandingkan dengan anak non autistik, dan biasanya baru bisa terdeteksi sekitar usia bayi 6 bulan. 2. Autisme Regresif Ditandai dengan regresif (kemudian kembali) perkembangan kemampuan yang sebelumnya jadi hilang. Yang awalnya sudah sempat menunjukkan perkembangan ini berhenti. Kontak mata yang tadinya sudah bagus, lenyap. Dan jika awalnya sudah bisa mulai mengucapkan beberapa patah kata, hilang kemampuan bicaranya. (Kurniasih, 2002). Sedangkan Yatim, Faisal Yatim (dalam buku karangan purwati, 2007) mengelompokkan autisme menjadi : 1. Autisme Persepsi Autisme ini dianggap sebagai autisme asli dan disebut autisme internal karena kelainan sudah timbul sebelum lahir 2. Autisme Reaksi Autisme ini biasanya mulai terlihat pada anak – anak usia lebih besar (6 – 7 tahun) sebelum anak memasuki tahap berfikir logis. Tetapi bisa juga terjadi sejak usia minggu – minggu pertama. Penderita autisme reaktif ini bisa membuat gerakan – gerakan tertentu berulang – ulang dan kadang – kadang disertai kejang – kejang. F. FAKTOR RESIKO Karena penyebab Autis adalah multifaktorial sehingga banyak faktor yang mempengaruhi.Sehingga banyak teori penyebab yang telah diajukan oleh banyak ahli. Hal ini yang menyulitkan untuk memastikan secara tajam faktor resiko gangguan autis. Faktor resiko disusun oleh para ahli berdasarkan banyak teori penyebab autris yang telah berkembang.
8
Terdapat beberapa hal dan keadaan yang membuat resiko anak menjadi autis lebih besar. Dengan diketahui resiko tersebut tentunya dapat dilakukan tindakan untuk mencegah dan melakukan intervensi sejak dini pada anak yang beresiko. Adapun beberapa resiko tersebut dapat diikelompokkan dalam beberapa periode, seperti periode kehamilan, persalinan dan periode usia bayi 1. PERIODE KEHAMILAN Perkembangan janin dalam kehamilan sangat banyak yang mempengaruhinya. Pertumbuhan dan perkembangan otak atau sistem susunan saraf otak sangat pesat terjadi pada periode ini, sehingga segala sesuatu gangguan atau gangguan pada ibu tentunya sangat berpengaruh. Gangguan pada otak inilah nantinya akan mempengaruhi perkembangan dan perilaku anak kelak nantinya, termasuk resiko terjadinya autisme 2. PERIODE PERSALINAN Persalinan adalah periode yang paling menentukan dalam kehidupan bayi selanjutnya. Beberapa komplikasi yang timbul selama periode ini sangat menentukan kondisi bayi yang akan dilahirkan. Bila terjadi gangguan dalam persalinan maka yang paling berbahaya adalah hambatan aliran darah dan oksigen ke seluruh organ tubuh bayi termasuk otak. Organ otak adalah organ yang paling sensitif dan peka terhadap gangguan ini, kalau otak terganggu maka sangat mempengaruhi kualitas hidup anak baik dalam perkembangan dan perilaku anak nantinya. Gangguan persalinan yang dapat meningkatkan resiko terjadinya autism adalah : pemotongan tali pusat terlalu cepat, Asfiksia pada bayi (nilai APGAR SCORE rendah < 6 ), komplikasi selama persalinan, lamanya persalinan, letak presentasi bayi saat lahir dan erat lahir rendah ( < 2500 gram) 3. PERIODE USIA BAYI Dalam kehidupan awal di usia bayi, beberapa kondisi awal atau gangguan yang terjadi dapat mengakibatkan gangguan pada optak yang akhirnya dapat beresiko untuk terjadinya gangguan autism. Kondisi atau gangguan yang beresiko untuk terjadinya autism adalah prematuritas, alergi makanan, kegagalan kenaikan berat badan, kelainan bawaan : kelainan jantung bawaan, kelainan genetik, kelainan metabolik, gangguan pencernaan : sering muntah, kolik, sulit buang air besar, sering buang air besar dan gangguan neurologI/saraf : trauma kepala, kejang, otot atipikal, kelemahan otot.
9
G. PEMERIKSAAN LABORATORIUM DAN DIAGNOSTIK 1. Pemeriksaan neurologis 2. Tes neuropsikologi 3. Tes pendengaran 4. Tes ketajaman penglihatan 5. MRI (MagneticResonance Imaging) 6. EEG (Electro Encephalogram) 7. Pemeriksaan sitogenetik untuk abnormalitas kromosom 8. Pemeriksaan darah 9. Pemeriksan air seni H. PENATALAKSANAAN MEDIS Terapi yang dilakukan untuk anak dengan autisme 1. Applied Behavioral Analysis (ABA) ABA adalah jenis terapi yang telah lama dipakai , telah dilakukan penelitian dan didisain khusus untuk anak dengan autisme. Sistem yang dipakai adalah memberi pelatihan khusus pada anak dengan memberikan positive reinforcement (hadiah/pujian). Jenis terapi ini bias diukur kemajuannya . Saat ini terapi inilah yang paling banyak dipakai di Indonesia. 2. Terapi Wicara Hampir semua anak dengan autisme mempunyai kesulitan dalam bicara dan berbahasa. Biasanya hal inilah yang paling menonjol, banyak pula individu autistic yang non-verbal atau kemampuan bicaranya sangat kurang. Kadang-kadang bicaranya cukup berkembang , namun mereka tidak mampu untuk memakai bicaranya untuk berkomunikasi/berinteraksi dengan orang lain. Dalam hal ini terapi wicara dan berbahasa akan sangat menolong. 3. Terapi Okupasi Hampir semua anak autistik mempunyai keterlambatan dalam perkembangan motorik halus. Gerak-geriknya kaku dan kasar, mereka kesulitan untuk memegang pinsil dengan cara yang benar, kesulitan untuk memegang sendok dan menyuap makanan kemulutnya, dan lain sebagainya. Dalam hal ini terapi okupasi sangat penting untuk melatih mempergunakan otot2 halusnya dengan benar. 4. Terapi Fisik Autisme adalah suatu gangguan perkembangan pervasif. Banyak diantara individu autistik mempunyai gangguan perkembangan dalam motorik kasarnya.
10
5.
6.
7.
8.
Kadang2 tonus ototnya lembek sehingga jalannya kurang kuat. Keseimbangan tubuhnya kurang bagus. Fisioterapi dan terapi integrasi sensoris akan sangat banyak menolong untuk menguatkan otot2nya dan memperbaiki keseimbangan tubuhnya. Terapi Sosial Kekurangan yang paling mendasar bagi individu autisme adalah dalam bidang komunikasi dan interaksi . Banyak anak-anak ini membutuhkan pertolongan dalam ketrampilan berkomunikasi 2 arah, membuat teman dan main bersama ditempat bermain. Seorang terqapis sosial membantu dengan memberikan fasilitas pada mereka untuk bergaul dengan teman-teman sebaya dan mengajari cara2nya. Terapi Bermain Meskipun terdengarnya aneh, seorang anak autistik membutuhkan pertolongan dalam belajar bermain. Bermain dengan teman sebaya berguna untuk belajar bicara, komunikasi dan interaksi social. Seorang terapis bermain bisa membantu anak dalam hal ini dengan teknikteknik tertentu. Terapi Perilaku. Anak autistik seringkali merasa frustrasi. Teman-temannya seringkali tidak memahami mereka, mereka merasa sulit mengekspresikan kebutuhannya, Mereka banyak yang hipersensitif terhadap suara, cahaya dan sentuhan. Tak heran bila mereka sering mengamuk. Seorang terapis perilaku terlatih untuk mencari latar belakang dari perilaku negatif tersebut dan mencari solusinya dengan merekomendasikan perubahan lingkungan dan rutin anak tersebut untuk memperbaiki perilakunya, Terapi Perkembangan Floortime, Son-rise dan RDI (Relationship Developmental Intervention) dianggap sebagai terapi perkembangan. Artinya anak dipelajari minatnya, kekuatannya dan tingkat perkembangannya, kemudian ditingkatkan kemampuan sosial, emosional dan Intelektualnya. Terapi perkembangan berbeda dengan terapi perilaku seperti ABA yang lebih mengajarkan ketrampilan yang lebih spesifik.
9. Terapi Visual Individu autistik lebih mudah belajar dengan melihat (visual learners/visual thinkers). Hal inilah yang kemudian dipakai untuk mengembangkan metode belajar komunikasi melalui gambar-gambar, misalnya dengan metode …………. Dan PECS ( Picture Exchange
11
Communication System). Beberapa video games bisa juga dipakai untuk mengembangkan ketrampilan komunikasi. 10. Terapi Biomedik Terapi biomedik dikembangkan oleh kelompok dokter yang tergabung dalam DAN! (Defeat Autism Now). Banyak dari para perintisnya mempunyai anak autistik. Mereka sangat gigih melakukan riset dan menemukan bahwa gejala-gejala anak ini diperparah oleh adanya gangguan metabolisme yang akan berdampak pada gangguan fungsi otak. Oleh karena itu anak-anak ini diperiksa secara intensif, pemeriksaan, darah, urin, feses, dan rambut. Semua hal abnormal yang ditemukan dibereskan, sehingga otak menjadi bersih dari gangguan. Terrnyata lebih banyak anak mengalami kemajuan bila mendapatkan terapi yang komprehensif, yaitu terapi dari luar dan dari dalam tubuh sendiri (biomedis). Tatalaksana autis dibagi menjadi 2 bagian 1. Edukasi kepada keluarga Keluarga memerankan peran yang penting dalam membantu perkembangan anak, karena orang tua adalah orang terdekat mereka yang dapat membantu untuk belajar berkomunikasi, berperilaku terhadap lingkungan dan orang sekitar, intinya keluarga adalah jendela bagi penderita untuk masuk ke dunia luar, walaupun diakui hal ini bukanlah hal yang mudah. 2. Penggunaan obat-obatan Penggunaan obat-obatan pada penderita autisme harus dibawah pengawasan dokter. Penggunaan obat-obatan ini diberikan jika dicurigai terdapat kerusakan di otak yang mengganggu pusat emosi dari penderita, yang seringkali menimbulkan gangguan emosi mendadak, agresifitas, hiperaktif dan stereotipik. Beberapa obat yang diberikan adalah Haloperidol (antipsikotik), fenfluramin, naltrexone (antiopiat), clompramin (mengurangi kejang dan perilaku agresif)
12
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN A. PENGKAJIAN 1. Identitas Klien Nama, umur, jenis kelamin, alamat, No. MR 2. Riwayat Kesehatan a. Riwayat Kesehatan Dahulu (RKD) Pada kehamilan ibu pertumbuhan dan perkembangan otak janin terganggu. Gangguan pada otak inilah nantinya akan mempengaruhi perkembangan dan perilaku anak kelak nantinya, termasuk resiko terjadinya autisme Gangguan pada otak inilah nantinya akan mempengaruhi perkembangan dan perilaku anak kelak nantinya, termasuk resiko terjadinya autisme. Gangguan persalinan yang dapat meningkatkan resiko terjadinya autism adalah : pemotongan tali pusat terlalu cepat, Asfiksia pada bayi (nilai APGAR SCORE rendah < 6 ), komplikasi selama persalinan, lamanya persalinan, letak presentasi bayi saat lahir dan erat lahir rendah ( < 2500 gram) b. Riwayat Kesehatan Sekarang (RKK) Anak dengan autis biasanya sulit bergabung dengan anak-anak yang lain, tertawa atau cekikikan tidak pada tempatnya, menghindari kontak mata atau hanya sedikit melakukan kontak mata, menunjukkan ketidakpekaan terhadap nyeri, lebih senang menyendiri, menarik diri dari pergaulan, tidak membentuk hubungan pribadi yang terbuka, jarang memainkan permainan khayalan, memutar benda, terpaku pada benda tertentu, sangat tergantung kepada benda yang sudah dikenalnya dengan baik, secara fisik terlalu. c. Riwayat Kesehatan Keluarga (RKK) Dilihat dari faktor keluarga apakah keluarga ada yang menderita autisme. 3. Psikososial a. Menarik diri dan tidak responsif terhadap orang tua b. Memiliki sikap menolak perubahan secara ekstrem c. Keterikatan yang tidak pada tempatnya dengan objek d. Perilaku menstimulasi diri e. Pola tidur tidak teratur f. Permainan stereotip g. Perilaku destruktif terhadap diri sendiri dan orang lain h. Tantrum yang sering i. Peka terhadap suara-suara yang lembut bukan pada suatu pembicaraan j. Kemampuan bertutur kata menurun
13
k. Menolak mengonsumsi makanan yang tidak halus 4. Neurologis a. Respons yang tidak sesuai dengan stimulus b. Refleks mengisap buruk c. Tidak mampu menangis ketika lapar 5. Gastrointestinal a. Penurunan nafsu makan b. Penurunan berat badan B. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Hambatan komunikasi (verbal) yang berhubungan dengan kebingungan terhadap stimulus 2. Resiko membahayakan diri sendiri atau orang lain yang berhubungan dengan rawat inap di rumah sakit. 3. Resiko perubahan peran orang tua yang berhubungan dengan gangguan perilaku dan sikap anak C. INTERVENSI KEPERAWATAN Diagnosa I : Hambatan komunikasi yang berhubungan dengan kebingungan terhadap stimulus Tujuan dan kriteria hasil : Anak mengkomunikasikan kebutuhannya dengan menggunakan kata-kata atau gerakan tubuh yang sederhana. Konkrit: bayi dengan efektif dapat mengkomunikasikan kebutuhannya (keinginan akan makan, tidur, kenyaman, dan sebagainya). Intervensi : 1. Ketika berkomunikasi dengan anak bicaralah dengan kalimat singkat yang terdiri dari satu hingga tiga kata, dan ulangi perintah sesuai yang diperlukan. Minta anak untuk melihat kepada anda ketika anda berbicara dan pantau bahasa tubuhnya dengan cerma 2. Gunakan irama, musik, dan gerakan tubuh untuk membantu perkembangan komunikasi sampai anak dapat memahami bahasa. 3. Bantu anak mengenali hubungan antara sebab dan akibat dengan cara menyebutkan perasaannya yang khusus dan mengidentifikasi penyebab stimulus bagi mereka 4. Ketika berkomunikasi dengan anak, bedakan kenyataan dengan fantasi, dan pernyataan yang singkat dan jelas 5. Sentuh dan gendong bayi, tetapi semampu yang dapat ditoleransi Diagnosa II : Resiko membahayakan diri sendiri atau orang lain yang berhubungan dengan rawat inap di rumah sakit
14
Tujuan dan kriteria hasil : Anak memperlihatkan penurunan kecenderungan melakukan kekerasan atau perilaku merusak diri sendiri, yang ditandai oleh frekuensi tantrum dan sikap agresif atau destruktif berkurang, serta peningkatan kemampuan mengatasi frustasi Intervensi
:
1. Sediakan lingkungan yang kondusif dan sebayak mungkin rutinitas sepanjang periode parawatan dirumah sakit 2. Lakuakan intervensi keperawatan dalam sesingkat dan sering. Dekati anak dengan sikap lembut, bersahabat, dan jelaskan apa yang anda akan lakukan dengan kaliamat yang jelas dan sederhana. Apabila dibutuhkan demonstrasikan prosedur kepada orang tua. 3. Gunakan restrain fisik selama prosedur ketika membutuhkannya, untuk memastikan keamanan anak dan untuk mengalihkan amarah dan frustasinya, untuk mencegah anak dari membenturkan kepalanya ke dinding berulang-ulang, restrain badan anak pada bagian atasnya, tetapi memperbolehkan anak untuk memukul bantal. 4. Gunakan tehnik modifikasi perilaku yang tepat untuk menghargai perilakau positif dan menghukum perilaku yang negatif. Misalnya hargai perilaku yang positif denga cara memberikan makanan atau minuman kesukaanya; beri hukuman untuk perilaku yang negatif dengan cara mencabut hak istimewanya 5. Ketika anak berperilaku destruktif, tanyakan apakah ia mencoba menyampaikan sesuatu, misalnaya apakah ia mengiginkan sesuatu untuk dimakan atau diminum atau apakah ia perlu pergi kekamar mandi Diagnosa III : Resiko perubahan peran orang tua yang berhubungan dengan gangguan perilaku dan sikap anak Tujuan dan kriteria hasil :Orang tua mendemonstrasikan keterampilan peran menjadi orang tua yang tepat yang ditandai oleh ungkapan kekhawatiran mereka tentang kondisi anak dan mencari nasehat serta bantuan Intervensi
:
1. Anjurkan orang tua kekhawatiran mereka.
15
mengekspresikan
perasaan
dan
2. Rujuk orang tua kekelompok pendukung autisme setempat dan kesekolah khusus bila diperlukan 3. Anjurkan orang tua mengkuti konseling (bila ada). D. IMPLEMENTASI Setelah rencana disusun , selanjutnya diterapkan dalam tindakan yang nyata untuk mencapai hasil yang diharapkan. Tindakan harus bersifat khusus agar semua perawat dapat menjalankan dengan baik, dalam waktu yang telah ditentukan. Dalam implementasi keperawatan perawat langsung melaksanakan atau dapat mendelegasikan kepada perawat lain yang dipercaya E. EVALUASI Merupakan tahap akhir dimana perawat mencari kepastian keberhasilan yang dibuat dan menilai perencanaan yang telah dilakukan dan untuk mengetahui sejauh mana masalah klien teratasi. Disamping itu perawat juga melakukan umpan balik atau pengkajian ulang jika yang ditetapkan belum tercapai dalam proses keperawatan
16
BAB IV KESIMPULAN
A. KESIMPULAN Autis adalah gangguan perkembangan pervasif pada bayi atau anak yang ditandai dengan adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi dan interaksi sosial. Gangguan autis adalah salah satu perkembangan pervasif berawal sebelum usia 2,5 tahun (Devision, 2006). Autisme dapat disebabkan oleh beberapa faktor, di bawah ini adalah faktor – faktor yang menyebabkan terjadinya autis menurut Kurniasih (2002) diantaranya yaitu : Faktor Genetik, Faktor Cacat (kelainan pada bayi), Faktor Kelahiran dan Persalinan B. SARAN Besar harapan kelompok agar makalah ini dapat dijadikan salah satu panduan memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan autisme
17
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, Aris, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius : Jakarta Ngastiyah, 1997. Perawatan Anak Sakit. Buku Kedokteran EGC : Jakarta Townsend, M.C., (1998). Buku Saku Diagnosa Keperawata Pada Keperawatan Psikiatri pedoman Untuk Pembuatan Rencana Perawatan (terjemahan). Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
18
MAKALAH KEPERAWATAN ANAK “CHILD ABUSE” Makalah di ajukan untuk memenuhi tugas tutorial Mata kuliah keperawatan anak
Disusun oleh :
Nenden sri wahyuni 4003160094 D3 Keperawatan 2016
STIKES DHARMA HUSADA BANDUNG TAHUN 2018 19
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dewasa ini sering kita dengar terjadinya penganiayaan/perlakuan salah terhadap anak, baik yang dilakukan oleh keluarga ataupun oleh pihak-pihak lain. Dalam bidang kedokteran sendiri, child abuse ini pertama kali dilaporkan pada tahun 1860, di Perancis. Dimana 320 orang anak meninggal dengan kecurigaan akibat perlakuan yang salah. Memang sangat sukar kita percayai bahwa seseorang anak yang seharusnya menjadi tempat curahan kasih sayang dari orang tua dan keluarganya, malah mendapatkan penganiayaan sampai harus dirawat di Rumah Sakit ataupun sampai meninggal dunia. Insidennya : 1. Hampir 3 juta kasus penganiayaan fisik dan seksual pada anak terjadi pada tahun 1992 2. Sebanyak 45 dari setiap 100 anak dapat mengalami penganiayaan 3. Lebih dari 100 anak meninggal setiap tahunnya karena penganiayaan dan pengabaian 4. Penganiayaan seksual paling sering terjadi pada anak perempuan, keluarga tiri, anak-anak yang tinggal dengan satu orang tua atau pria yang bukan keluarga Di Indonesia ditemukan 160 kasus penganiyaan fisik,72 kasusu penganiyaan mental,dan 27 kasus penganiyaan seksual ( diteliti oleh Heddy Shri Ahimsa Putra,Tahun 1999 ). Sedangkan menurut YKAI didapatkan data pada tahun 1994 tercatat 172 kasus, tahun 1995 meningkat menjadi 421 dan tahun 1996 menjadi 476 kasus. Setiap negara bagian mempunyai undang-undang yang menjelaskan tanggung jawab legal untuk melaporkan jika terdapat kecurigaan penganiayaan anak. Kecurigaan penganiayaan anak harus dilaporkan ke lembaga layanan perlindungan anak setempat. Pelapor yang diberi mandat untuk melapor adalah perawat, dokter, dokter gigi, dokter anak, psikologi dan ahli terapi wicara, peneliti sebab kematian, dokter, karyawan lembaga penitipan anak, pekerja layanan anak-anak, pekerja sosial, guru sekolah. Kegagalan seseorang untuk melaporkan orang tersebut didenda atau diberi hukuman lain, sesuai dengan status masingmasing. Di Indonesia tanggung jawab pelaku pencederaan anak tertera dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang pasalnya berkaitan dengan jenis dan akibat pencederaan anak. Kemunculan Undang – undang no.23/2002 tentang Perlindungan Anak menjadi secercah cahaya untuk mengurangi terjadinya child abuse .
20
B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : A. B. C. D. E. F. G. H. I.
Apa pengertian dari child abuse ? Apa klasifikasi dari child abuse ? Bagaimana etiologi child abuse ? Apa manisfestasi klinis child abuse ? Bagaimana dampak child abuse ? Apa komplikasi child abuse ? Bagaimana pemeriksaan laboratorium dan diagnostik child abuse ? Bagaimana penatalaksanaan medis child abuse ? Bagaimana pencegahan dan penanggulangan child abuse ?
C. TUJUAN PENULISAN 1.Tujuan Umum Penulisan makalah ini bertujuan agar mahasiswa mengetahui dan memahami tentang asuhan keperawatan pada anak dengan child abuse 2.Tujuan Khusus Penulisan makalah ini bertujuan untuk agar mahasiswa mengetahui dan memahami: I. Apa pengertian dari child abuse ? J. Apa klasifikasi dari child abuse ? K. Bagaimana etiologi child abuse ? L. Apa manisfestasi klinis child abuse ? M. Bagaimana dampak child abuse ? N. Apa komplikasi child abuse ? O. Bagaimana pemeriksaan laboratorium dan diagnostik child abuse ? P. Bagaimana penatalaksanaan medis child abuse ? Q. Bagaimana pencegahan dan penanggulangan child abuse ? D. MANFAAT PENULISAN 1. Menambah pengetahuan dan informasi mengenai asuhan keperawatan pada anak dengan child abuse 2. Merangsang minat pembaca untuk mengetahui asuhan keperawatan pada anak dengan child abuse 3. Mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada anak dengan child abuse
21
BAB II PEMBAHASAN A. PENGERTIAN 1. Child Abuse : tindakan yang mempengaruhi perkembangan anak sehingga tidak optimal lagi (David Gill, 1973) 2. Child Abuse : perlakuan salah terhadap fisik dan emosi anak, menelantarkan pendidikan dan kesehatannya dan juga penyalahgunaan seksual (Synder, 1983) 3. Child Abuse adalah penganiayaan, penelantaran dan eksploitasi terhadap anak, dimana ini adalah hasil dari perilaku manusia yang keliru terhadap anak 4. Child abuse atau perlakuan yang salah terhadap anak didefinisikan sebagai segala perlakuan buruk terhadap anak ataupun adolens oleh orang tua,wali, atau orang lain yangseharusnya memelihara, menjaga, dan merawat mereka. 5. Child abuse adalah suatu kelalaian tindakan atau perbuatan orangtua atau orang yangmerawat anak yang mengakibatkan anak menjadi terganggu mental maupun fisik,perkembangan emosional, dan perkembangan anak secara umum. 6. Sementara menurut U.S Departement of Health, Education and Wolfare memberikan definisi Child abuse sebagai kekerasan fisik atau mental, kekerasan seksual dan penelantaran terhadap anak dibawah usia 18 tahun yang dilakukan oleh orang yang seharusnya bertanggung jawab terhadap kesejahteraan anak, sehingga keselamatan dan kesejahteraan anak terancam. B. KLASIFIKASI Terdapat 2 golongan besar, yaitu : 1. Dalam keluarga a. Penganiayaan fisik, Non Accidental “injury” mulai dari ringan “bruiser – laserasi” sampai pada trauma neurologic yang berat dan kematian. Cedera fisik akibat hukuman badan di luar batas, kekejaman atau pemberian racun b. Penelantaran anak/kelalaian, Yaitu kegiatan atau behavior yang langsung dapat menyebabkan efek merusak pada kondisi fisik anakdan perkembangan psikologisnya. Kelalaian dapat berupa :
22
1) Pemeliharaan yang kurang memadai Menyebabkan gagal tumbuh, anak merasa kehilangan kasih sayang, gangguan kejiwaan keterlambatan perkembangan. 2) Pengawasan yang kurang memadai Menyebabkan anak gagal mengalami resiko untuk terjadinya trauma fisik dan jiwa . 3) Kelalaian dalam mendapatkan pengobatan Kegagalan dalam merawat anak dengan baik 4) Kelalaian dalam pendidikan Meliputi kegagalan dalam mendidik anak mampu berinteraksi dengan lingkungannya gagal menyekolahkan atau menyuruh anak mencari nafkah untuk keluarga sehingga anak terpaksa putus sekolah c. Penganiayaan emosional Ditandai dengan kecaman/kata-kata yang merendahkan anak, tidak mengakui sebagai anak. Penganiayaan seperti ini umumnya selalu diikuti bentuk penganiayaan lain d. Penganiayaan seksual Mempergunakan pendekatan persuasif. Paksaan pada seseorang anak untuk mengajak berperilaku/mengadakan kegiatan sexual yang nyata, sehingga menggambarkan kegiatan seperti : aktivitas seksual (oral genital, genital, anal atau sodomi) termasuk incest. (The Child Abuse & Prevention Act / Public Law 100-294). 2. Di luar rumah Dalam institusi/lembaga, di tempat kerja, di jalan, di medan perang.
C. ETIOLOGI Ada beberapa faktor yang menyebabkan anak mengalami kekerasan. Baik kekerasan fisik maupun kekerasan psikis, diantaranya adalah: 1. Stress yang berasal dari anak a. Fisik berbeda yang dimaksud dengan fisik berbeda adalah kondisi fisik anak berbeda dengan anak yang lainnya. Contoh yang bisa dilihat adalah anak mengalami cacat fisik. Anak mempunyai kelainan fisik dan berbeda dengan anak lain yang mempunyai fisik yang sempurna. b. Mental berbeda yaitu anak mengalami keterbelakangan mental sehingga anak mengalami masalah pada perkembangan dan sulit berinteraksi dengan lingkungan disekitarnya.
23
c.
Temperamen berbeda Anak dengan temperamen yang lemah cenderung mengalami banyak kekerasan bila dibandingkan dengan anak yang memiliki temperamen keras. Hal ini disebabkan karena anak yang memiliki temperamen keras cenderung akan melawan bila dibandingkan dengan anak bertemperamen lemah. d. Tingkah laku berbeda yaitu anak memiliki tingkah laku yang tidak sewajarnya dan berbeda dengan anak lain. Misalnya anak berperilaku dan bertingkah aneh di dalam keluarga dan lingkungan sekitarnya. e. Anak angkat Anak angkat cenderung mendapatkan perlakuan kasar disebabkan orangtua menganggap bahwa anak angkat bukanlah buah hati dari hasil perkawinansendiri, sehingga secara naluriah tidak ada hubungan emosional yang kuat antara anak angkat dan orang tua. 2. Stress keluargaa a. Kemiskinan dan pengangguran kedua faktor ini merupakan faktor terkuat yang menyebabkan terjadinya kekerasan pada anak, sebab kedua faktor ini berhubungan kuat dengan kelangsungan hidup. Sehingga apapun akan dilakukan oleh orangtua terutama demi mencukupi kebutuhan hidupnya termasuk harus mengorbankan keluarga. b. Mobilitas, isolasi, dan perumahan tidak memadai ketiga faktor ini juga berpengaruh besar terhadap terjadinya kekerasan pada anak, sebab lingkungan sekitarlah yang menjadifaktor terbesar dalam membentuk kepribadian dan tingkah laku anak. c. Perceraian Perceraian mengakibatkan stress pada anak, sebab anak akan kehilangan kasih sayang dari kedua orangtua. d. Anak yang tidak diharapkan hal ini juga akan mengakibatkan munculnya perilaku kekerasan pada anak, sebab anak tidak sesuai dengan apa yang diinginkan oleh orangtua,misalnya kekurangan fisik, lemah mental, dsb 3. Stress berasal dari orangtua, a. Rendah diri anak dengan rendah diri akan sering mendapatkan kekerasan, sebab anakselalu merasa dirinya tidak berguna dan selalu mengecewakan orang lain. b. Waktu kecil mendapat perlakuan salah
24
orangtua yang mengalami perlakuan salah pada masa kecil akan melakuakan hal yang sama terhadap orang lain atau anaknyasebagai bentuk pelampiasan atas kejadian yang pernah dialaminya c. Harapan pada anak yang tidak realistis harapan yang tidak realistis akan membuatorangtua mengalami stress berat sehingga ketika tidak mampu memenuhi memenuhikebutuhan anak, orangtua cenderung menjadikan anak sebagai pelampiasan kekesalannya dengan melakukan tindakan kekerasan.
D. MANISFESTASI KLINIS 1. Cidera Kulit Cidera kulit adalah tanda-tanda penganiayaan anak yang paling umum dan paling mudah dikenali. Bekas gigitan manusia tampak sebagai daerah lonjong dengan bekas gigi, tanda hisapan atau tanda dorongan lidah. Memar multiple atau memar pada tempat-tempat yang tidak terjangkau menunjukkan bahwa anak itu telah mengalami penganiayaan. Memar yang ada dalam berbagai tahap penyembuhan menunjukkan adanya trauma yang terjadi berulang kali. Memar berbentuk objek yang dapat dikenali umumnya bukan suatu kebetulan. 2.
Kerontokan Rambut Traumatik Kerontokan rambut traumatik terjadi ketika rambut anak ditarik, atau dipakai untuk menyeret atau menyentak anak. Akibatnya pada kulit kepala dapat memecahkan pembuluh darah di bawah kulit. Adanya akumulasi darah dapat membantu membedakan antara kerontokan rambut akibat penganiayaan atau non-penganiayaan.
3.
Jatuh Jika seorang anak dilaporkan mengalami kejatuhan biasa, namun yang tampak adalah cidera yang tidak biasa, maka ketidaksesuaian riwayat dengan trauma yang dialami tersebut menimbulkan kecurigaan adanya penganiayaan terhadap anak.
4.
Cidera Eksternal pada Kepala, Muka dan Mulut Luka, perdarahan, kemerahan atau pembengkakan pada kanal telinga luar, bibir pecah-pecah, gigi yang goyang atau patah, laserasi pada lidah dan kedua mata biru tanpa trauma pada hidung, semuanya dapat mengindikasikan adanya penganiayaan.
25
5.
Cidera Termal Disengaja atau Diketahui Sebabnya Luka bakar terculap, , dengan garis batas jelas, luka bakar sirkuler kecil-kecil dan banyak dalam berbagai tahap penyembuhan, luka bakar setrikaan, luka bakar daerah popok dan luka bakar tali semuanya memberikan kesan adanya tindakan jahat yang disengaja.
6.
Sindroma Bayi Terguncang Guncangan pada bayi menimbulkan cidera ekslersi deselersi pada otak, menyebabkan regangan dan pecahnya pembuluh darah. Hal ini dapat menimbulkan cidera berat pada system saraf pusat, tanpa perlu bukti-bukti cidera eksternal.
7.
Fraktur dan Dislokasi yang Tidak Dapat Dijelaskan Fraktur Iga Posterior dalam berbagai tahap penyembuhan, fraktur spiral atau dislokasi karena terpelintirnya ekstremitas merupakan bukti cidera pada anak yang tidak terjadi secara kebetulan.
E. DAMPAK Dampak penganiayaan dan kekerasan pada anak akan mengakibatkan gangguan bio-psiko-sosial anak. Hal ini dapat terjadi dalam jangka pendek dan jangka panjang. Anak mempunyai masa depan yang masih panjang sehingga perlu pemantauan dan program tindakan yang terus-menerus bagi anak korban penganiayaan dan kekerasan. F. KOMPLIKASI 1. Defisit perhatian / hiperaktivitas ( Attention-deficit/hiperactivity disorder, ADHD) 2. Kesulitan belajar 3. Masalah kesehatan mental ( misal, depresi, stres, pasca-traumatik, gangguan makan) 4. Perilaku agresif ( meyerang) 5. Keterlambatan perkembangan 6. Kesulitan dalam hubungan sosial 7. Perilaku seksual yang tidak tepat 8. Penyalahgunaan zat 9. Peningkatan penyakit menular seksual ( AIDS) G. PEMERIKSAAN LABORATORIUM DAN DIAGNOSTIK 1. Studi radiografik survei skeletal ( tulang), dalam dua tahap, untuk semua anak yang diduga cedera akibat penganiayaan. Ulangi dalam
26
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
waktu dua minggu untuk anak yang mempunyai kemungkinan besar mengalami penganiayaan . Rasional : fraktur metafiseal (corner chip) mempunyai spesifisitas ke arah penganiayaan tetapi mungkin sulit di identifikasi pada awalnya.penyembuhan fraktur dari kalus ( benjolan tulang ) yang terlihat 2 minggu dari suatu cedera akut . Survei skeletal juga memberikan informasi tentang usia cedera.*fraktur multipel pada berbagai tahap penyembuhan sering terjadi pada penganiayaan anak. CT scan atau MRI pada daerah yang sakit Pemeriksaan oftalmologi – untuk mendeteksi hemoragi retina ( akibat goncangan atau benturan hebat di kepala ). Foto bewarna dari cedera Lingkar kepala, lingkar abdomen Pemeriksaan cairan serebrospinal Tes kehamilan Skrining penyakit menular seksual, human immunodeficienty virus (HIV) Pemeriksaan penjelas ( pengumpulan dan pemeriksaan spesimen hendaknya dilakukan dengan rekomendasi dari lembaga perlindungan anak penyidik setempat atau pemeriksa medis)
H. PENATALAKSANAAN MEDIS Prioritas utama dalam perawatan anak yang teraniaya adalah resusitasi dan stabilisasi seperlunya sesuai dengan cedera yang dialami. Konfirmasi penganiayaan diperoleh melalui pengambilan data riwayat yang saksama ,pemeriksaan fisik yang lengkap dengan inspeksi yang mendetail pada seluruh tubuh anak dan pengambilan spesimen laboratorium. Semua cidera harus di dokumentasikan dengan foto bewarna dan di catat dengan cermat dalam rekam medis tertulis. Setiap negara bagian mempunyai undang-undang yang mejelaskan tanggung jawab legal untuk melapor jika terdapat kecurigaan penganiayaan anak. Kecurigaan penganiayaan anak harus dilaporkan ke lembaga layanan perlindungan anak setempat. Pelapor yang diberi mandat untuk melapor adalah perawat , dokter, dokter gigi, pediatris, psikolog, patolog wicara, pemeriksa medis, karyawan, lembaga penitipan anak, pekerja layanan anak-anak, pekerja sosial, dan guru sekolah. Kegagalan seseorang untuk melaporkan penganiayaan ana dapat menyebabkan orang tersebut di denda atau diberi hukuman lain, sesuai dengan statuta masingmasing
27
I. PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN Pencegahan dan penanggulangan penganiayaan dan kekerasan pada anak merupakan tanggung jawab semua pihak. 1. Pelayanan Kesehatan Pelayanan kesehatan dapat melakukan berbagai kegiatan dan program yang ditujukan pada individu, keluarga dan masyarakat. 2. Pendidik Sekolah mempunyai hak istimewa dalam mengajarkan bagian badan yang sangat pribadi, yaitu penis, vagina, anus, mammae dalam pelajaran biologi. Perlu ditekankan bahwa bagian tersebut sifatnya sangat pribadi dan harus dijaga tidak diganggu orang lain. Sekolah juga perlu meningkatkan keamanan anak di sekolah. Sikap atau cara mendidik anak juga perlu diperhatikan agar tidak terjadi aniaya emosional. Guru juga dapat membantu mendeteksi tanda-tanda aniaya fisik dan pengabaian perawatan pada anak. 3. Penegak Hukum dan Keamanan Hendaknya Undang-Undang No. 4 tahun 1979, tentang kesejahteraan anak cepat ditegakkan secara konsekuen. Hal ini akan melindungi anak dari semua bentuk penganiayaan dan kekerasan. Bab II pasal 2 menyebutkan bahwa “anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangannya secara wajar. 4. Media Massa Pemberitaan penganiayaan dan kekerasan pada anak hendaknya diikuti oleh artikel-artikel pencegahan dan penanggulangannya. Dampak pada anak baik jangka pendek maupun panjang diberitakan agar program pencegahan lebih ditekankan.
28
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN A. PENGKAJIAN Fokus pengkajian secara keseluruhan untuk menegakkan diagnosa keperawatan berkaitandengan child abuse, antara lain: 1. Psikososial a. Melalaikan diri (neglect), baju dan rambut kotor, bau b. Gagal tumbuh dengan baik c. Keterlambatan perkembangan tingkat kognitif, psikomotor dan psikososial d. With drawl (memisahkan diri) dari orang-orang dewasa 2. Muskuloskletal a. Fraktur b. Dislokasi c. Keseleo (sprain) 3. Genito Urinaria a. Infeksi saluran kemih b. Perdarahan per vagina c. Luka pada vagina/penis d. Nyeri waktu mikasi e. Laserasi pada organ enetalia eksternal, vagina & anus 4. Intergumen a. Lesi sirculasi (biasanya pada kasus luka bakar oleh karena rokok) b. Luka bakar pad kulit, memar atau abrasi c. Adanya tanda-tanda gigitan manusia yang tidak dapat dijelaskan d. Trauma yang tidak dijelaskan e. Bengkak B. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Risiko trauma b.d karakteristik anak, pemberi asuhan, lingkungan 2. Ansietas b.d interaksi interpersonal yang negatif, perlakuan salah berulang kali, ketidakberdayaan, potensial kehilangan orang tua 3. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan anak berhubungan dengan tidak adekuatnya perawatan 4. Tidak efektifnya koping keluarga; kompromi berhubungan dengan faktor-faktor yang menyebabkan Child Abuse
29
C. INTERVENSI KEPERAWATAN Diagnosa 1 : Resiko trauma b.d karakteristik anak, pemberi asuhan,lingkungan Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tidak terjadi trauma pada anak Intervensi : 1. Implementasikan upaya untuk mencegah penganiayaan, seperti : a. Laporkan hal-hal mencurigakan ke pihak berwenang b. Bantu memindahkan anak dari lingkungan tidak aman dan tempatkan ke dalam lingkungan yang aman c. Tetapkan upaya perlindungan bagi anak yang dirawat di rumah sakit sesuai indikasi untuk mencegah berlanjutkannya penganiayaan di rumah sakit 2. Rujuk keluarga ke lembaga sosial untuk mendapat bantuan finansial, makanan, pakaian, perumahan dan perawatan kesehatan untuk membantu mencegah pengabaian 3. Buat selalu catatan yang faktual dan objektif untuk dokumentasi meliputi kondisi fisik anak, respons perilaku anak terhadap orang tua, orang lain dan lingkungan 4. Bekerja sama dalam upaya tim multidisiplin untuk mengevaluasi kemajuan anak secara berkelanjutan 5. Waspadai tanda-tanda berlangsungnya penganiayaan atau pengabaian 6. Bantu orang tua mengidentifikasi situasi yang mencetuskan tindakan penganiayaan dan cara alternatif untuk melepaskan kemarahan selain dengan menyerang anak 7. Rujuk ke penempatan alternatif jika diindikasikan untuk mencegah cidera atau pengabaian berkelanjutan Diagnosa 2 : Ansietas b.d interaksi interpersonal yang negatif, perlakuan salah berulang kali, ketidakberdayaan, potensial kehilangan orang tua Tujuan : Pasien mengalami pengurangan atau peredaan ansietas dan stress Intervensi : Rencanakan aktivitas yang tepat untuk menarik perhatian dengan perawat, orang dewasa lain, dan anak lain ; gunakan permainan untuk membentuk hubungan
30
1. Puji kemampuan anak untuk meningkatkan harga diri 2. Perlakuakan anak sebagai orang yang memiliki masalah fisik khusus yang memerlukan hospitalisasi, bukan sebagai korban “ penganiayaan” 3. Hindari mengajukan terlalu banyak pertanyaan 4. Gunakan permainan, terutama aktivitas keluarga atau rumah boneka 5. Dorong anak membicarakan perasaannya terhadap orang tua dan penenpatannya di masa depan untuk memfasilitsi koping Diagnosa 3 : Perubahan pertumbuhan dan perkembangan anak berhubungan dengan tidak adekuatnya perawatan Tujuan : Perkembangan kognitif anak, psikomotor dan psikososial dapat disesuaikan dengan tingkatan umurnya Intervensi : 1. Diskusikan hasil test kepada orang tua dan anak 2. Melakukan aktivitas (seperti, membaca, bermain sepeda, dll) antara orang tua dan anak untuk meningkatkan perkembangan dari penurunan kemampuan kognitif psikomotor dan psikososial 3. Tentukan tahap perkembang-an anak seperti 1 bulan, 2 bulan, 6 bulan dan 1 tahun 4. Libatkan keterlambatan per- kembangan dan pertumbuhan yang normal Diagnosa 4 : Tidak efektifnya koping keluarga; kompromi berhubungan dengan faktor-faktor yang menyebabkan ChildAbuse Tujuan : Mekanisme koping keluarga menjadi efektif Intervensi : 1. Identifikasi faktor-faktor yang menyebabkan rusaknya mekanisme koping pada keluarga, usia orang tua, anak ke berapa dalam keluarga, status sosial ekonomi terhadap perkembangan keluarga, adanya support system dan kejadian lainnya 2. Konsulkan pada pekerja sosial dan pelayanan kesehatan pribadi yang tepat mengenai problem keluarga, tawarkan terapi untuk individu atau keluarga 3. Dorong anak dan keluarga untuk mengungkapkan perasaan tentang apa yang mungkin menyebabkan perilaku kekerasan. 4. Ajarkan orang tua tentang perkembangan & pertumbuhan anak sesuai tingkat umur. Ajarkan kemampuan merawat spesifik dan terapkan tehnik disiplin 31
D. IMPLEMENTASI Implementasi sesuai dengan perencanaan
E. EVALUASI 1. 2. 3. 4. 5.
Anak terlindung dari cedera atau bahaya lebih lanjut Trauma pada anak berkurang atau tidak ada Ansietas dan stress pada anak dapat terkontrol atau berkurang Mekanisme koping keluarga menjadi efektif Perkembangan kognitif anak, psikomotor dan psikososial dapat disesuaikan dengan tingkatan umurnya 6. Perilaku kekerasan pada keluarga dapat berkurang 7. Perilaku orang tua yang kasar dapat menjadi lebih efektif
32
BAB IV KESIMPULAN
A. KESIMPULAN Child Abuse adalah penganiayaan, penelantaran dan eksploitasi terhadap anak, dimana ini adalah hasil dari perilaku manusia yang keliru terhadap anak Klasifikasi child abuse terdiri dari : dalam keluarga ( penganiayaan fisik penelantaran anak/kelalaian, penganiayaan emosional , penganiayaan seksual Di luar rumah (dalam institusi/lembaga, di tempat kerja, di jalan, di medan perang). Faktor penyebab yaitu kekerasan fisik maupun kekerasan psikis. Manifestasi klinis dari child abuse adalah cidera kulit , kerontokan rambut traumatik , jatuh, cidera eksternal pada kepala , muka dan mulut , cidera termal disengaja atau diketahu penyebabnya, sindroma bayi terguncang dan fraktur dan dislokasi yang tidak dapat dijelaskan. Dampak penganiayaan dan kekerasan pada anak akan mengakibatkan gangguan bio-psiko-sosial anak Prioritas utama dalam perawatan anak yang teraniaya adalah resusitasi dan stabilisasi seperlunya sesuai dengan cedera yang dialami. Diagnosa keperawatan pada anak dengan child abuse diantaranya : 1. Risiko trauma b.d karakteristik anak, pemberi asuhan, lingkungan 2. Ansietas b.d interaksi interpersonal yang negatif, perlakuan salah berulang kali, ketidakberdayaan, potensial kehilangan orang tua 3. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan anak berhubungan dengan tidak adekuatnya perawatan 4. Tidak efektifnya koping keluarga; kompromi berhubungan dengan faktor-faktor yang menyebabkan Child Abus B. SARAN Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah keperawatan anak. Makalah ini jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis berharap bagi yang membaca makalah ini bisa memberikan masukan
33
DAFTAR PUSTAKA Betzz, Cicilia. 2002. Keperawataan Pediatric. Jakarta : EGC Budi Keliat, Anna. 1998. Penganiayaan Dan Kekerasan Pada Anak. Jakarta : FKUI Hidayat, A. 2008. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak Ed.2. Jakarta : Salemba Medika Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : EGC.
34
MAKALAH KEPERAWATAN ANAK “HIPERAKTIF” Makalah di ajukan untuk memenuhi tugas tutorial Mata kuliah keperawatan anak
Disusun oleh : Nenden sri wahyuni 4003160094 D3 Keperawatan 2016
STIKES DHARMA HUSADA BANDUNG TAHUN 2018
35
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Gangguan hiperaktif merupakan salah satu kelainan yang sering dijumpai pada gangguan perilaku anak. Namun dalam ADHD (Attention Deficit Hyperactive Disorder) dimana hiperaktif (perilaku yang tidak terkontrol) sebagai symptom utamanya. ADHD bisa disebut Gangguan Pemusatan Perhatian/hiperaktivitas (GPPH) merupakan suatu sindrom neuropsikiatrik yang sering dijumpai dengan onset usia anak-anak. Kondisi ini merupakan suatu gangguan heterogen dengan etiologi yang tidak diketahui. ADHD ini ditandai dengan adanya ketidakmampuan anak untuk memusatkan perhatiannya pada sesuatu yang dihadapi, sehingga rentang perhatiannya sangat singkat waktunya dibandingkan anak lain seusianya. Biasanya disertai dengan gejala hiperaktif dan tingkah laku yang impulsif. Kelainan ini dapat mengganggu perkembangan anak dalam hal kognitif, perilaku, sosialisasi maupun komunikasi. Beberapa bentuk perilaku yang nampak seperti : seorang anak yang tidak pernah duduk tenang didalam kelas, dia selalu bergerak, atau anak yang melamun saja dikelas, tidak dapat memusatkan perhatin pada proses belajar dan cenderung tidak bertahan lama untuk menyelesaikan tugas, atau anak yang selalu bosan dengan tugas yang dihadapi dan selalu bergerak ke hal lain, adalah bentuk perilaku umum lainnya yang menjadi ciri khas dari ADHD. Pada penderita ADHD terjadi disorganisasi afektif, penurunan kontrol diri dan aktifitas yang berlebihan secara nyata. Mereka biasanya bertindak nekat dan impulsif, kurang sopan, dan suka menyela pembicaraan serta mencampuri urusan orang lain. Sering kurang memperhatikan, tidak mampu berkonsentrasi dan sering tidak tuntas dalam mengerjakan sesuatu serta berusaha menghindari pekerjaan yang membutuhkan daya konsentrasi tinggi, tidak menghiraukan mainan atau sesuatu miliknya, mudah marah, sulit bergaul dan sering tidak disukai teman sebayanya (Baihaqi & Sugiarmin, 2006). Tidak jarang mereka dengan kelainan ini disertai dengan adanya gangguan pertumbuhan dan perkembangan, tetapi tidak didapatkan kelainan otak yag spesifik. Pada umumnya prestasi akademik mereka tergolong rendah dan minder. Mereka sering menunjukkan tindakan antisosial dengan berbagai alasan sehingga orang tua, guru dan 36
lingkungannya memperlakukan menyelesaikan masalah.
dengan
tidak
tepat
dan
tidak
B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : 1. Apa pengertian dari Anak Hiperaktif ? 2. Apa etiologi dari Anak Hiperaktif ? 3. Bagaimana klasifikasi Anak Hiperaktif ? 4. Apa manisfestasi klinis Anak Hiperaktif ? 5. Bagaimana patofiologi Anak Hiperaktif ? 6. Apa komplikasi Anak Hiperaktif ? 7. Bagaimana pemeriksaan laboratorium dan diagnostik Anak Hiperaktif ? 8. Bagaimana penatalaksanaan medis Anak Hiperaktif ? C. TUJUAN PENULISAN 1.Tujuan Umum Penulisan makalah ini bertujuan agar mahasiswa mengetahui dan memahami tentang asuhan keperawatan pada anak dengan hiperaktif 2.Tujuan Khusus Penulisan makalah ini bertujuan untuk agar mahasiswa mengetahui dan memahami: A. Pengertian dari Anak Hiperaktif B. Etiologi dari Anak Hiperaktif C. Klasifikasi Anak Hiperaktif D. Manisfestasi klinis Anak Hiperaktif E. Patofiologi Anak Hiperaktif F. Komplikasi Anak Hiperaktif G. Pemeriksaan laboratorium dan diagnostik Anak Hiperaktif H. Penatalaksanaan medis Anak Hiperaktif D. MANFAAT PENULISAN 1. Menambah pengetahuan dan informasi mengenai asuhan keperawatan pada anak dengan hiperaktif 2. Merangsang minat pembaca untuk mengetahui asuhan keperawatan anak dengan hiperaktif 3. Mengetahui bagaimana konsep dan asuhan keperawatan pada anak dengan hiperaktif
37
BAB II PEMBAHASAN
A.
DEFINISI
Hiperaktif adalah suatu pola perilaku yang menetap pada seorang anak yang ditandai dengan sikap tidak mau diam, tidak bisa berkonsentrasi dan bertindak sekehendak hatinya atau impulsif. Gangguan hiperaktivitas atau kurang konsentrasi adalah perilaku yang ditandai dengan kurang konsentrasi, sifat impulsif dan hiperaktivitas. Gangguan hiperaktivitas diistilahkan sebagai gangguan kekurangan perhatian yang menandakan gangguan-gangguan sentral yang terdapat pada anak-anak yang sampai saat ini dicap sebagai menderita hiperkinesis, kerusakan otak minimal atau disfungsi serebral minimal. Anak hiperaktif adalah anak yang mengalami gangguan pemusatan perhatian dengan hiperaktivitas (GPPH) atau attention deficitand hyperactivity disorder (ADHD). Kondisi ini juga disebut sebagai gangguan hiperkinetik. Dahulu kondisi ini sering disebut minimal brain dysfunction syndrome. Gangguan hiperkinetik adalah gangguan pada anak yang timbul pada masa perkembangan dini (sebelum berusia 7 tahun) dengan ciri utama tidak mampu memusatkan perhatian, hiperaktif dan impulsif. Ciri perilaku ini mewarnai berbagai situasi dan dapat berlanjut hingga dewasa. Dr. Seto Mulyadi dalam bukunya “Mengatasi Problem Anak Sehari-hari“ mengatakan pengertian istilah anak hiperaktif adalah: Hiperaktif menunjukkan adanya suatu pola perilaku yang menetap pada seorang anak. Perilaku ini ditandai dengan sikap tidak mau diam, tidak bisa berkonsentrasi dan bertindak sekehendak hatinya atau impulsif. ADHD adalah sebuah kondisi yang amat kompleks; gejalanya berbedabeda. B.
ETIOLOGI
Berikut ini adalah factor-faktor penyebab hiperaktif pada anak : 1. Faktor neurologik Insiden hiperaktif yang lebih tinggi didapatkan pada bayi yang lahir dengan masalah-masalah prenatal seperti lamanya proses persalinan, distresfetal, persalinan dengan cara ekstraksi forcep,
38
toksimiagravidarum atau eklamsia dibandingkan dengan kehamilan dan persalinan normal. Di samping itu faktor-faktor seperti bayi yang lahir dengan berat badan rendah, ibu yang terlalu muda, ibu yang merokok dan minum alkohol juga meninggikan insiden hiperaktif. Terjadinya perkembangan otak yang lambat. Faktor etiologi dalam bidang neuoralogi yang sampai kini banyak dianut adalah terjadinya disfungsi pada salah satu neurotransmiter di otak yang bernama dopamin. Dopamin merupakan zat aktif yang berguna untuk memelihara proses konsentrasi. Beberapa studi menunjukkan terjadinya gangguan perfusi darah di daerah tertentu pada anak hiperaktif, yaitu di daerah striatum, daerah orbital-prefrontal, daerah orbital-limbik otak, khususnya sisi sebelah kanan 2. Faktor toksik Beberapa zat makanan seperti salisilat dan bahan-bahan pengawet memiliki potensi untuk membentuk perilaku hiperaktif pada anak. Di samping itu, kadar timah (lead) dalam serum darah anak yang meningkat, ibu yang merokok dan mengkonsumsi alkohol, terkena sinar X pada saat hamil juga dapat melahirkan calon anak hiperaktif. 3. Faktor genetik Didapatkan korelasi yang tinggi dari hiperaktif yang terjadi pada keluarga dengan anak hiperaktif. Kurang lebih sekitar 25-35% dari orang tua dan saudara yang masa kecilnya hiperaktif akan menurun pada anak. Hal ini juga terlihat pada anak kembar. 4. Faktor psikososial dan lingkungan Pada anak hiperaktif sering ditemukan hubungan yang dianggap keliru antara orang tua dengan anaknya. C.
KLASIFIKASI
Ada tiga tipe anak hiperaktif yaitu : 1. Tipe anak yang tidak bisa memusatkan perhatian (in-atensi) Mereka sangat mudah terganggu perhatiannya, tetapi tidak hiperaktif atau impulsif.Mereka tidak menunjukkan gejala hiperaktif. Tipe ini kebanyakan ada pada anak perempuan. Anak dalam tipe ini memiliki cirri-ciri: tidak mampu memusatkan perhatian secara utuh, tidak mampu mempertahankan konsentrasi, mudah beralih perhatian dari satu hal ke lain
39
hal, sering melamun dan dapat digambarkan sedang berada “diawangawang”, tidak bisa diajak bicara atau menerima instruksi karena perhatiannya terus berpindah-pindah, pelupa dan kacau. 2. Tipe anak yang hiperaktif dan impulsive. Mereka menunjukkan gejala yang sangat hiperaktif dan impulsif, tetapi bisa memusatkan perhatian. Tipe ini seringkali ditemukan pada anak-anak kecil. Anak dalam tipe ini memiliki ciri-ciri berikut: terlalu energik, lari kesana kemari, melompat seenaknya, memanjat-manjat, banyak bicara, berisik. Ia juga impulsif: melakukan sesuatu secara tak terkendali, begitu saja bertindak tanpa pertimbangan, tak bisa menunda respons, tidak sabaran. Tetapi yang mengherankan, sering pada saat belajar, ia menampakkan tidak perhatian, tetapi ternyata ia bisa mengikuti pelajaran 3. Tipe gabungan (kombinasi) Mereka sangat mudah terganggu perhatiannya, hiperaktif dan impulsif. Kebanyakan anak-anak termasuk tipe seperti ini. Anak dalam tipe ini mempunyai ciri-ciri berikut: kurang mampu memperhatikan aktivitas dan mengikuti permainan atau menjalankan tugas, perhatiannya mudah terpecah, mudah berubah pendirian, selalu aktif secara berlebihan dan impulsif D. MANISFESTASI KLINIS Menurut Betz, Cecily, 1996 dalam buku Ilmu Keperawatan Anak, terdapat dua macam gejala hiperaktif, yakni gejala kurang konsentrasi dan gejala hiperaktivitas impulsif, adalah sebagai berikut : 1. Gejala kurang konsentrasi meliputi : a. Gagal memberi perhatian secara penuh pada hal-hal yang mendetail atau membuat kesalahan sembrono dalam tugas-tugas sekolah, pekerjaan atau aktivitas lainnya. b. Sering mengalami kesulitan dalam memfokuskan perhatian pada tugas atau aktivitas bermain. c. Sering tampak tidak mendengarkan bila di ajak bicara langsung. d. Sering tidak mentaati instruksi dan tidak dapat menyelesaikan pekerjaan rumah,tugas atau pekerkaan ditempat kerja (bukan karena sikap menentang atau karena tidak mengerti intruksi). e. Sering mengalami kesulitan dalam mengatur tugas-tugas aktivitas
40
f. Sering menghindar, tidak menyukai atau enggan terlibat dalam tugas-tugas yang memerlukan usaha mental terus-menerus (seperti pekerjaan sekolah atau pekerjaan rumah). g. Sering kehilangan barang-barang yang diperlukan untuk mengerjakan tugas atau aktivitas (misal : mainan, tugas sekolah, pensil, buku, atau alat-alat sekolah ) h. Sering mudah terdistraksi oleh stimulus luar. i. Pelupa dalam aktivitas sehari-hari. 2. Gejala Hiperaktivitas impulsive, meliputi : a. Tangan dan kaki sering tidak bisa diam karena gelisah atau menggeliat di tempat duduk. b. Sering meninggalkan tempat duduk di kelas atau dalam situasi lain atau dalam situasi lain yang seharusnya tidak diperkenankan. c. Sering berlarian atau memanjat berlebihan pada situasi yang tidak semestinya. d. Sering mengalami kesulitan dalam bermain atau terlibat dalam aktivitas dalam waktu senggang dengan tenang. e. Sering tampak repot atau sering seperti diburu-buru. f. Bicara sering berlebihan. g. Sering menjawab pertanyaan tanpa pikir sebelum pertanyaan belum selesai. h. Sering tidak sabar menunggu giliran. i. Sering menginterupsi atau mengganggu orang lain (memotong percakapan atau permainan orang lain) E. PATOFISIOLOGI Kurang konsentrasi atau gangguan hiperaktivitas ditandai dengan gangguan konsentrasi, sifat impulsif, dan hiperaktivitas. Tidak terdapat bukti yang meyakinkan tentang sesuatu mekanisme patofisiologi ataupun gangguan biokimiawi. Anak pria yang hiperaktif, yang berusia antara 6 – 9 tahun serta yang mempunyai IQ yang sedang, yang telah memberikan tanggapan yang baik terhadap pengobatan–pengobatan stimulan, memperlihatkan derajat perangsangan yang rendah (a low level of arousal) di dalam susunan syaraf pusat mereka, sebelum pengobatan tersebut dilaksanakan, sebagaimana yang berhasil diukur dengan mempergunakan elektroensefalografi, potensial–potensial yang diakibatkan secara auditorik serta sifat penghantaran kulit. Anak pria ini mempunyai skor tinggi untuk kegelisahan, mudahnya perhatian mereka dialihkan, lingkup perhatian
41
mereka yang buruk serta impulsivitas. Dengan 3 minggu pengobatan serta perawatan, maka angka–angka laboratorik menjadi lebih mendekati normal serta penilaian yang diberikan oleh para guru mereka memperlihatkan tingkah laku yang lebih baik. F. KOMPLIKASI 1. Diagnosis sekunder sampai gangguan konduksi, depresi dan penyakit ansietas. 2. Pencapaian akademik kurang, gagal disekolah, sulit membaca dan mengejakan aritmatika (sering kali akibat abnormalitas konsentrasi) 3. Hubungan dengan teman sebaya buruk (sering kali akibat perilaku agresif dan kata-kata yang diungkapkan) G. PEMERIKSAAN LABORATORIUM DAN DIAGNOSTIK Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang akan menegakkan diagnosis gangguan kekurangan perhatian. Anak yang mengalami hiperaktivitas dilaporkan memperlihatkan jumlah gelombang-gelombang lambat yang bertambah banyak pada elektorensefalogram mereka, tanpa disertai dengan adanya bukti tentang penyakit neurologik atau epilepsi yang progresif, tetapi penemuan ini mempunyai makna yang tidak pasti. Suatu EEG yang dianalisis oleh komputer akan dapat membantu di dalam melakukan penilaian tentang ketidakmampuan belajar pada anak itu. H. PENATALAKSANAAN 1. Keperawatan a. Pengobatan serta perawatan yang harus dilaksanakan pada anak yang mengalami gangguan hiperaktif ditujukan kepada keadaan sosial lingkungan rumah dan ruangan kelas penderita serta kepada kebutuhan-kebutuhan akademik dan psikososial anak yang bersangkutan, suatu penjelasan yang terang mengenai keadaan anak tersebut haruslah diberikan kepada kedua orang tuanya dan kepada anak itu sendiri. b. Anak tersebut hendaklah mempunyai aturan yang berjalan secara teratur menurut jadwal yang sudah ditetapkan dan mengikuti kegiatan rutinnya itu, dan sebaiknya selalu diberikan kata-kata pujian. c. Perangsangan yang berlebihan serta keletihan yang sangat hebat haruslah dihindarakan, anak tersebut akan mempunyai saat-saat santai setelah bermain terutama sekali setelah ia melakukan kegiatan fisik yang kuat dan keras.
42
d. Periode sebelum pergi tidur haruslah merupakan masa tenang, dengan cara menghindarkan acara-acara televisi yang merangsang, permainanpermainan yang keras dan jungkir balik. e. Lingkungan di sekitar tempat tidur sebaiknya diatur sedemikian rupa, barang-barang yang membahayakan dan mudah pecah dihindarkan. f. Teknik-teknik perbaikan aktif yang lebih formal akan dapat membantu, dengan memberikan hadiah kepada anak tersebut berupa bintang atau tanda sehingga mereka dapat mencapai kemajuan dalam tingkah laku mereka. 2. Medis a. Terapi farmakologi : Farmakoterapi kerap kali diberikan kepada anak-anak yang mengalami gangguan hiperaktif. Farmakologi yang sering digunakan adalah dekstroamfetamin, metilfenidat, magnesium pemolin serta fenotiazin. obat tersebut mempunyai pengaruh-pengaruh sampingan yang lebih sedikit. Cara bekerja obat tersebut mungkin sekali adalah dengan mengadakan modifikasi di dalam gangguan-gangguan fundamental pada rentang perhatian, konsentrasi serta impulsivitas. Oleh karena respon yang akan mereka berikan terhadap pengobatan tidak dapat diramalkan sebelumnya, maka biasanya diperlukan suatu masa percobaan klinik, mungkin akan dibutuhkan waktu 2-3 minggu dengan pemberian pengobatan setiap hari untuk menentukan apakah akan terdapat pengaruh obat itu atau tidak. b. Dosis: Obat tersebut diberikan setelah makan pagi dan makan siang, agar hanya memberikan pengaruh yang minimal kepada nafsu makan dan tidur penderita. a) Metilfenidat : dosis yang diberikan berbeda-beda sesuai dengan usia masing-masing anak akan tetapi berat badan tidak berpengaruh terhadap dosis.pada awalnya mereka diberikan 5 mg pada saat makan pagi serta pada waktu makan siang. Jika tidak ada respon yang diberikan maka dosis di naikan dengan 2,5 mg dengan selang waktu 3-5 hari. Bagi anak-anak yang berusia 8-9 tahun dosis yang efektif adalah 15-20 mg/24 jam. Sementara itu anak yang berusia lebuh lanjut akan memerlukan dosis sampai 40 mg/jam. Pengaruh obat ini akan berlangsung selama 2-4 hari. Biasanya anak akan bersifat rewel dan menangis. Jika pemakaian obat ini sudah berlangsung lama dan
43
dosis yang diberikan lebih dari 20 mg/jam rata-rata mereka akan mengalami pengurangan 5 cm dari tinggi yang diharapkan. b) Dekstroamfetamin : dapat diberikan dalam bentuk yang dilepaskan (showreleased) secara sedikit demi sedikit. Dosis awalnya adalah 10 mg dengan masa kerja selama 8-18 jam sehingga penderita hanya membutuhkan satu dosis saja setiap hari, pada waktu sarapan pagi. Dosisnya dalah kira sebesar setengah dosis metilfenidat, berkisar antara 10-20 mg/jam. c) Magnesium pemolin : dianjurkan untuk memberikan dosis awal sebesar 18,75 mg, untuk selanjutnya dinaikan dengan setengah tablet/minggu. Akan dibutuhkan waktu selama 3-4 minggu untuk menetapkan keefektifan obat tersebut. Efek samping dari obat tersebut adalah berpengaruh terhadap fungsi hati, kegugupan serta kejutan otot yang meningkat. d) Fenotiazin : dapat menurunkan tingkah laku motorik anak yang bersangkutan, efek samping : perasaan mengantuk, iritabilitas serta distonia. Secara umum efek samping dari pemakaian obat-obatan tersebut diatas adalah anoreksia dan penurunan berat badan, nyeri perut bagian atas serta sukar tidur, anak akan mudah menangis serta peka terhadap celaan ataupun hukuman, detak jantung yang meningkat serta penekanan pertumbuhan. Jika terjadi hal demikian maka pengurangan dosis atau penghentian pengguanaan obat-obatan perlu dihentikan.
44
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN A. PENGKAJIAN 1. Menurut Videbeck (2008) pengkajian anak yang mengalami AttentionDeficytHiperactivityDisorder (ADHD) antara lain: A. Pengkajian riwayat penyakit a. Orang tua mungkin melaporkan bahwa anaknya rewel dan mengalami masalah saat bayi atau perilaku hiperaktif hilang tanpa disadari sampai anak berusia todler atau masuk sekolah atau daycare. b. Anak mungkin mengalami kesulitan dalam semua bidang kehidupan yang utama, seperti sekolah atau bermain dan menunjukkan perilaku overaktif atau bahkan perilaku yang membahayakan di rumah. c. Berada diluar kendali dan mereka merasa tidak mungkin mampu menghadapi perilaku anak. d. Orang tua mungkin melaporkan berbagai usaha mereka untuk mendisplinkan anak atau mengubah perilaku anak dansemua itu sebagian besar tidak berhasil. B. Penampilan umum dan perilaku motorik a. Anak tidak dapat duduk tenang di kursi dan mengeliat dan bergoyang-goyang saat mencoba melakukannya. b. Anak mungkin lari mengelilingi ruang dari satu benda ke benda lain dengan sedikit tujuan atau tanpa tujuan yang jelas. c. Kemampuan anak untuk berbicara terganggu, tetapi ia tidak dapat melakukan suatu percakapan, ia menyela, menjawab pertanyaan sebelum pertanyaan berakhir dan gagal memberikan perhatian pada apa yang telah dikatakan. d. Percakapan anak melompat-lompat secara tiba-tiba dari satu topik ke topik yang lain. Anak dapat tampak imatur atau terlambat tingkat perkembangannya C. Mood dan afek a. Mood anak mungkin labil, bahkan sampai marah-marah atau tempertantrum. b. Ansietas, frustasi dan agitasi adalah hal biasa. c. Anak tampak terdorng untuk terus bergerak atau berbicara dan tampak memiliki sedikit kontrol terhadap perilaku tersebut. d. Usaha untuk memfokuskan perhatian anak dapat menimbulkan perlawanan dan kemarahan.
45
D. Proses dan isi pikir Secara umum tidak ada gangguan pada area ini meskipun sulit untuk mempelajari anak berdasarkan tingkat aktivitas anak dan usia atau tingkat perkembangan. E. Sensorium dan proses intelektual a. Anak waspada dan terorientasi, dan tidak ada perubahan sensori atau persepsi seperti halusinasi. b. Kemampuan anak untuk memberikan perhatian atau berkonsentrasi tergangguan secara nyata. c. Rentang perhatian anak adalah 2 atau 3 detik pada ADHD yang berat 2 atau 3 menit pada bentuk gangguan yang lebih ringan. d. Mungkin sulit untik mengkaji memori anak, ia sering kali menjawab, saya tidak tahu, karena ia tidak dapat memberi perhatian pada pertanyaan atau tidak dapat berhenti memikirkan sesuatu. e. Anak yang mengalami ADHD sangat mudah terdistraksi dan jarang yang mampu menyelesaikan tugas. F. Penilaian dan daya tilik diri a. Anak yang mengalami ADHD biasanya menunjukkan penilaian yang buruk dan sering kali tidak berpikir sebelum bertindak. b. Mereka mungkin gagal merasakan bahaya dan melakukan tindakan impulsif, seperti berlari ke jalan atau melompat dari tempat yang tinggi. c. Meskipun sulit untuk mempelajari penilaian dan daya tilik pada anak kecil. d. Anak yang mengalami ADHD menunjukkan kurang mampu menilai jika dibandingkan dengan anak seusianya. e. Sebagian besar anak kecil yang mengalami ADHD tidak menyadari sama sekali bahwa perilaku mereka berbeda dari perilaku orang lain. f. Anak yang lebih besar mungkin mengatakan, “tidak ada yang menyukaiku di sekolah”, tetapi mereka tidak dapat menghubungkan kurang teman dengan perilaku mereka sendiri. G. Konsep diri a. Hal ini mungkin sulit dikaji pada anak yang masih kecil, tetapisecara umum harga diri anak yang mengalami ADHD adalah rendah. b. Karena mereka tidak berhasil di sekolah, tidak dapat memiliki banyak teman, dan mengalami masalah dalam mengerjakan tugas
46
di rumah, mereka biasanya merasa terkucil sana merasa diri mereka buruk. c. Reaksi negatif orang lain yangmuncul karena perilaku mereka sendiri sebagai orang yang buruk dan bodoh H. Peran dan hubungan a. Anak biasanya tidak berhasil disekolah, baik secara akademis maupun sosial. b. Anak sering kali mengganggu dan mengacau di rumah, yang menyebabkan perselisihan dengan saudara kandung dan orang tua. c. Orang tua sering meyakini bahwa anaknya sengaja dan keras kepala dan berperilaku buruk dengan maksud tertentu sampai anak yang didiagnosis dan diterapi. d. Secara umum tindakan untuk mendisiplinkan anak memiliki keberhasilan yang terbatas pada beberapa kasus, anak menjadi tidak terkontrol secara fisik, bahkan memukul orang tua atau merusak barang-barang miliki keluarga. e. Orang tua merasa letih yang kronis baik secara mental maupun secara fisik. f. Guru serungkali merasa frustasi yang sama seperti orang tua dan pengasuh atau babysister mungkin menolak untuk mengasuh anak yang mengalami ADHD yang meningkatkan penolakan anak. I. Pertimbangan fisiologis dan perawatan diri Anak yang mengalami ADHD mungkin kurus jika mereka tidak meluangkan waktu untuk makan secara tepat atau mereka tidak dapat duduk selama makan. Masalah penenangan untuk tidur dan kesulitan tidur juga merupakan masalah yang terjadi. Jika anak melakukan perilaku ceroboh atau berisiko, mungkin juga ada riwayat cedera fisik. 2. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik yang biasanya ditemukan pada anak dengan gangguan hiperaktif mencakup : 1. Rambut yang halus 2. Telinga yang salah bentuk 3. Lipatan-lipatan epikantus 4. Langit-langit yang melengkung tinggi serta 5. Kerutan-kerutan telapak tangan yang hanya tunggal saja 6. Terdapat gangguan keseimbangan, astereognosis, disdiadokhokinesis serta permasalahan-permasalahan di dalam koordinasi motorik yang halus.
47
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Kerusakan interaksi sosial berhubungan dengan disabilitas perkembangan (hiperaktivitas). 2. Perubahan proses pikir berhubungan dengan gangguan kepribadian. 3. Resiko perubahan peran menjadi orang tua berhubungan dengan anak dengan gangguan pemusatan perhatian hiperaktivitas. 4. Resiko cedera berhubungan dengan psikologis (orientasi tidak efektif) 5. Resiko keterlambatan perkembangan berhubungan dengan penyakit mental (hiperaktivitas), kurang konsentrasi. C. INTERVENSI KEPERAWATAN 1. Kerusakan interaksi sosial berhubungan dengan disabilitas perkembangan (hiperaktivitas). NOC : Ketrampilan interaksi social Tujuan : Pasien mampu menunjukan interaksi social yang baik. Kriteria Hasil : 1) Menunjukan perilaku yang dapat meningkatkan atau memperbaiki interaksi social 2) Mendapatakan atau meningkatkan ketrampilan interaksi social (misalnya: kedekatan, kerja sama, sensitivitas dan sebagainya). 3) Mengungkapkan keinginan untuk berhubungan dengan orang lain. 4) Indicator skala : a. Tidak ada b. Terbatas c. Sedang d. Banyak NIC : Peningkatan sosialisasi, aktivitas keperawatan : 1) Kaji pola interaksi antara pasien dan orang lain 2) Anjurkan pasien untuk bersikap jujur dalam berinteraksi dengan orang lain dan menghargai hak orang lain. 3) Identifikasi perubahan perilaku yang spesifik. 4) Bantu pasien meningkatkan kesadaran akan kekuatan dan keterbatasan dalam berkomunikasi dengan orang lain. 5) Berikan umpan balik yang positif jika pasien dapat berinteraksi dengan orang lain.
48
2. Perubahan proses pikir berhubungan dengan gangguan kepribadian. NOC : Konsentrasi Tujuan : Pasien dapat berkonsentrasi secara penuh terhadap obyek atau benda- benda disekitarnya Kriteria Hasil : 1) Menunjukan proses pikir yang logis, terorganisasi. 2) Tidak mudah terganggu / focus terhadap sesuatu 3) Berespon dengan baik terhadap stimulus. 4) Indikator skala : a. Tidak pernah b. Jarang c. Kadang-kadang d. Sering e. Konsisten NIC : Pengelolaan Konsentrasi, aktivitas keperawatan : 1) Berikan pada anak yang membutuhkan ketrampilan dan perhatian 2) Kurangi stimulus yang berlebihan terhadap orang-orang dan lingkungan dan orang/bebda-benda disekitarnya. 3) Berikan umpan balik yang positif dan perilaku yang sesuai. 4) Bantu anak untuk mengidentifikasikan benda-benda disekitarnya seperti, memberikan permainan-permainan yang dapat merangsang pusat konsentrasi. 5) Kolaborasi medis dalam pemberian terapi obat stimulan untuk anak dengan gangguan pusat konsentrasi. 3. Resiko perubahan peran menjadi orang tua berhubungan dengan anak dengan gangguan pemusatan perhatian hiperaktivitas. NOC : Menjadi orang tua Tujuan : Orang tua mampu menghadapi kemungkinan resiko yang terjadi terhadap anak dengan hiperaktivitas. Kriteria Hasil : 1) Mempunyai harapan peran orang tua yang realistis 2) Mengidentifikasi factor-faktor resiko dirinya yang dapat mengarah menjadi orang tua yang tidak efektif. 3) Mengungkapkan dengan kata-kata sifat positif dari anak. 4) Indikator skala : a. Tidak sama sekali b. Sedikit c. Sedang d. Kuat
49
e. Adekuat total NIC : Peningkatan Perkembangan, aktivitas keperawatan : 1) Berikan informasi kepada orang tua tentang bagaimana cara mengatasi perilaku anak yang hiperaktif. 2) Ajarkan pada orang tua tentang tahapan penting perkembangan normal dan perilaku anak. 3) Bantu orang tua dalam mengimplementasikan program perilaku anak yang positif. 4) Bantu keluarga dalam membuat perubahan dalam lingkungan rumah yang dapat menurunkan perilaku negative anak.
4. Resiko cedera berhubungan dengan psikologis (orientasi tidak efektif) NOC : Pengendalian Resiko Tujuan : Klien dapat terhindar dari resiko cedera Kriteria Hasil : 1) Mengubah gaya hidup untuk mengurangi resiko 2) Pasien/keluarga akan mengidentifikasikan resiko yang dapat meningkatkan kerentanan terhadap cedera. 3) Orang tua akan memilih permainan, memberi perawatan dan kontak social lingkungannya dengan baik. 4) Indikator skala : a. Tidak pernah b. Jarang c. Kadang-kadang d. Sering e. Konsisten NIC : Mencegah Jatuh, aktivitas keperawatan : 1) Identifikasikan factor yang mempengaruhi kebutuhan keamanan, misalnya: perubahan status mental, keletihan setelah beraktivitas, dll. 2) Berikan materi pendidikan yang berhubungan dengan strategi dan tindakan untuk mencegah cedera. 3) Berikan informasi mengenai bahaya lingkungan dan karakteristiknya (misalnya : naik tangga, kolam renang jalan raya, dll ) 4) Hindarkan benda-benda disekitar pasien yang dapat membahayakan dan menyebabkan cidera. 50
5) Ajarkan kepada pasien untuk berhati-hati dengan alat permainannya dan intruksikan kepada keluarga untuk memilih permainan yang sesuai dan tidak menimbulkan cedera. 5. Resiko keterlambatan perkembangan berhubungan dengan. penyakit mental (hiperaktivitas), kurang konsentrasi. NOC : Child Development Tujuan : Pasien tidak mengalami keterlambatan perkembangan Kriteria Hasil : 1) Anak akan mencapai tahapan dalam perkembangan yaitu tidak mengalami keterlambatan 25 % atau lebih area sosial/perilaku pengaturan diri atau kognitif , bahasa, keterampilan motorik halus dan motorik kasar. 2) Indikator skala : a. Tidak pernah menunjukkan b. Jarang c. Kadang-kadang d. Sering e. Konsisten NIC: Meningkatan Perkembangan 1) Lakukan pengkajian kesehatan yang seksama (misalnya, riwayat anak, temperamen, budaya, lingkungan keluarga, skrining perkembangan) untuk menentukan tingkat fungsional. 2) Berikan aktivitas bermain yang sesuai, dukung beraktivitas dengan anak lain. 3) Kaji adanya faktor resiko pada saat prenatal dan pasca natal. 4) Berkomunikasi dengan pasien sesuai dengan tingkat kognitif pada perkembangannya. 5) Berikan penguatan yang positif/umpan balik terhadap usahausaha mengekspresikan diri. 6) Ajarkan kepada orang tua tentang hal-hal penting dalam perkembangan anak.
51
D. IMPLEMENTASI Merupakan inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan pada nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena iturencana tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan klien. E. EVALUASI 1. Kemampuan interaksi sosial 2. Proses pikir 3. Fokus terhadap sesuatu 4. Respon terhadap stimulus 5. Harapan peran orang tua 6. Mengungkapkan dengan kata sifat positif 7. Gaya hidup untuk mengurangi resiko
52
BAB IV KESIMPULAN
A. KESIMPULAN
1. 2. 3. 4. 5.
Hiperaktif adalah suatu pola perilaku yang menetap pada seorang anak yang ditandai dengan sikap tidak mau diam, tidak bisa berkonsentrasi dan bertindak sekehendak hatinya atau impulsif. Diagnosa keperawatan pada anak hiperaktif adalah : Kerusakan interaksi sosial berhubungan dengan disabilitas perkembangan (hiperaktivitas). Perubahan proses pikir berhubungan dengan gangguan kepribadian. Resiko perubahan peran menjadi orang tua berhubungan dengan anak dengan gangguan pemusatan perhatian hiperaktivitas. Resiko cedera berhubungan dengan psikologis (orientasi tidak efektif) Resiko keterlambatan perkembangan berhubungan dengan penyakit mental (hiperaktivitas), kurang konsentrasi.
53
DAFTAR PUSTAKA Behrman, Richard E. 1992. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : EGC Betz, Cecily L. Buku saku Keperawatan Pediatri. Jakarta : EGC Hidayat, Aziz Alimul. 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1. Jakarta: Salemba Medika. Jhonson, Marion, dkk. 2000. NOC. Jakarta: Morsby. McCloskey, Cjoane, dkk. 1995.NIC. Jakarta: Morsby. NANDA. 2006. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda 2005-2006: Definisi dan Klasifikasi. Jakarta: EGC. Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC. Jakarta : EGC.
54