BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak yang sering mengalami patah tulang, dengan atau tanpa sebab, atau meskipun penyebabnya ringan seperti halnya terkilir, bisa menjadi tanda Osteogenesis Imperfekta (OI). Osteogenesis Imperfekta (OI) atau Brittle Bone Disaese adalah penyakit genetik langka yang rumit, bervariasi, dan sangat jarang ditemukan. Osteogenesis Imperfekta bisa dideteksi saat anak memiliki tanda khas, yaitu tulang yang rapuh dan mudah patah, dengan atau tanpa sebab. Osteogenesis Imperfekta bisa pula dideteksi sejak dalam kandungan saat usia kehamilan 20 minggu, ketika terlihat ada perbedaan pada struktur tulang janin. Meskipun tidak semua kasus dapat terdeteksi sejak dalam kandungan, ada juga yang terdiagnosis ketika sudah besar, di saat di atas usia lima tahun, (Nakita, 2018). Osteogenesis Imperfecta (OI) atau brittle bones desaese (tulang rapuh) ini terjadi karena faktor genetis tapi bisa juga karena mutasi gen. Penyebab penyakit ini adalah kelainan genetik pada kolagen tipe 1 atau pada jalur yang memproduksi kolagen. Kolagen merupakan struktur utama pembentuk jaringan ikat, termasuk pada tulang. Tulang jadi kecil, pendek, dan rapuh. Penderitanya memiliki kemungkinan 50% untuk menurunkan penyakit tersebut kepada anaknya, (Kirana, 2013). Data UMM menunjukkan, diperkirakan 20.000 hingga 50.000 orang di Amerika Serikat mempunyai penyakit ini. Kelainan terjadi pada satu dari 20.000 anak yang lahir hingga satu dari 60.000 kelahiran hidup, (Hasanah, 2014: 50). Pada Negara Indonesia sendiri, Osteogenesis imperfecta (OI) merupakan penyakit keturunan yang terjadi pada satu dari 20.000 anak. Dengan kata lain dengan jumlah 80 juta anak di Indonesia, sekitar 3000 anak di antaranya mengidap OI. Namun sayangnya OI belum mendapat perhatian khusus dari pemerintah. Data yang diperoleh dari RSCM di tahun 2012 sendiri sejauh ini hanya ditemukan 64 penderita Osteogenesis Imperfecta di Indonesia. Padahal dengan jumlah penduduk lebih dari 250 juta jiwa, setidaknya jumlah penderita Osteogenesis Imperfecta di Indonesia sekitar 12.500 jiwa, (Sayogo, 2013). Hal ini menunjukkan masih banyak juga penderita Osteogenesis Imperfecta yang belum terdata yang disebabkan karena kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai gangguan Osteogenesis Imperfecta sendiri ataupun karena malu / takut 1
untuk berobat ke dokter. Padahal semakin banyak laporan pasien, makin semakin kaya pula data tentang penyakit ini yang bisa dipelajari untuk pengobatan lebih efektif ke depannya. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana etiologi gangguan osteogenesis imperfecta? 2. Bagaimana mekanisme terjadinya gangguan osteogenesis imperfecta? 3. Apa saja ciri-ciri penderita osteogenesis imperfecta? 4. Ada berapa tipe osteogenesis imperfecta? 5. Bagaimana pengobatan osteogenesis imperfecta? C. Tujuan 1. Untuk mengetahui etiologi gangguan osteogenesis imperfecta. 2. Untuk mengetahui mekanisme terjadinya gangguan osteogenesis imperfecta. 3. Untuk mengetahui ciri-ciri penderita osteogenesis imperfecta. 4. Untuk mengetahui tipe-tipe osteogenesis imperfecta. 5. Untuk mengetahui pengobatan osteogenesis imperfecta.
2
BAB II PEMBAHASAN
A. Etiologi Gangguan Osteogenesis Imperfekta Osteogenesis imperfecta (OI) adalah kelompok gangguan pada pembentukan tulang yang membuat tulang mudah patah secara tidak normal. Gangguan ini bersifat genetis (diwariskan) dan bisa juga karena mutasi gen. Osteogenesis Imperfecta merupakan kelompok gangguan paling terkenal yang mengganggu pertumbuhan tulang. Osteogenesis Imperfecta juga dikenal sebagai penyakit tulang rapuh. Pada osteogenesis imperfecta, sintesis pada kolagen, yaitu salah satu komponen normal pada tulang mengalami kerusakan. Penyakit ini terjadi karena adanya perubahan pada kolagen yang menjadi bahan dasar pembentukan tulang, sehingga tulang cenderung lebih tipis dan kecil. Tulang tersebut menjadi lemah dan mudah retak, (Hasanah, 2014: 50). OI merupakan kelainan genetik (warisan) yang ditandai dengan tulangtulang yang mudah patah tanpa sebab tertentu maupun benturan yang sangat keras. Jika seseorang menikah dengan penderita Osteogenesis Imperfecta, maka keturunannya kelak berpeluang besar mengalami gangguan Osteogenesis Imperfecta juga. Seperti halnya yang terjadi pada seorang wanita di Indonesia yang mengalami gangguan osteogenesis imperfecta dan menikah dengan seorang pria normal tanpa onteogenesis imperfecta. Wanita tersebut berhasil hamil dan melahirkan dengan jalan operasi Caesar namun sang janin sudah terdeteksi saat masih berada di dalam kandungan mengidap osteogenesis imperfecta juga. Bayi yang menderita OI, terutama yang memiliki garis keturunan penderita OI, sudah bisa terdeteksi sejak di dalam kandungan melalui USG. Bayi dari ibu yang mengalami OI tersebut, di usia empat bulan dalam kandungan sudah tampak terlihat kelainan tulangnya melalui USG. Jadi begitu lahir sebetulnya bisa langsung didiagnosa dan diobati. Dikutip dari News Detik.com, pada tahun 2017 pula di Indonesia sendiri ditemukan seorang anak berusia 11 tahun penderita Osteogenesis Imperfekta yang kini rutin menjalani perawatan. Penyakit ini pertama kali ditemukan pada tahun 1684 oleh Malebranche dan dilaporkan terjadinya OI pada tiga generasi keluarga Ekman yaitu pada tahun 1788 serta pada tahun 1975. Pentinen merupakan orang yang pertama kali melaporkan adanya metabolisme kolagen yang abnormal pada kultur fibroblast dari subyek
3
Osteogenesis Imperfecta. Penemuan ini pada penelitian OI era modern disebut sebagai kelainan genetic pada metabolisme kolagen tipe I, (Auerkari, 2015: 95). OI dapat mempengaruhi secara sama rata antara pria dan wanita dari semua ras, dengan kata lain tidak menyerang suatu ras tertentu saja. Hampir 90% bentuk (tipe) Osteogenesis Imperfecta disebabkan oleh kelainan struktural atau produksi dari prokolagen tipe I (COL1A1 dan COL1A2), komponen protein utama matriks ekstraselular tulang dan kulit. Sekitar 10% kasus klinis yang tak jelas, tidak didapat kelainan biokimia dan molekul prokolagen. Tidak diketahui dengan jelas apakah kasus ini dikarenakan deteksi yang terbatas atau karena kelainan genetik yang heterogen. Kolagen sendiri merupakan glikoprotein fibrous utama yang terdapat dalam matriks ekstraseluler dan pada jaringan ikat seperti tulang rawan, matriks organik tulang, tendon, dan mereka mempertahankan kekuatan jaringan ini. Kolagen terbagi menjadi tipe I, II, III, V dan XI. Kolagen tipe I merupakan protein yang paling penting pada tubuh manusia. Gen COL1A1 yang terletak pada kromosom 17 dan gen COL1A2 yang terletak pada kromosom 7 merupakan gen yang mengkode 2 rantai kolagen tipe I yaitu α1 dan α2, (Prameswari, 2011: 17). Kolagen dibentuk oleh fibroblast, sel-sel kulit khusus yang terletak di dalam dermis. Fibroblas juga memproduksi protein struktural kulit lainnya seperti elastin (protein yang memberi kulit kemampuan untuk menjadi sehat kembali) dan glucosaminoglycans (GAGs). GAGs membentuk zat yang menjaga dermis dari dehidrasi (kekurangan air). Fibroblas awalnya memproduksi kolagen pendek disebut subunit procollagen. Diangkut ke luar dari sel-sel fibroblast dan kemudian bergabung bersama untuk membentuk molekul kolagen lengkap. Vitamin C bertindak sebagai kofaktor penting selama proses ini. Tanpa kadar vitamin C yang cukup, pembentukan kolagen akan terganggu. Gangguan ini menyebabkan berbagai gangguan seperti penyakit kulit, di mana tubuh tidak dapat memproduksi kolagen dengan baik. Sintesis kolagen terjadi terus-menerus sepanjang hidup kita untuk memperbaiki dan mengganti jaringan kolagen yang rusak atau membangun struktur selular baru, (Hasanah, 2014). Sebagian besar kasus OI disebabkan oleh mutasi dominan untuk mensintesis gen 1 kolagen (COL1A1 atau COL1A2). OI terjadi dengan frekuensi yang sama antara laki-laki dan perempuan dan di antara semua kelompok ras dan etnis. Sekitar 35% dari anak-anak dengan OI dilahirkan dalam sebuah keluarga yang tidak memiliki 4
riwayat keluarga OI. Paling sering ini adalah karena mutasi baru gen dan bukan oleh apa pun yang dilakukan orang tua sebelum atau selama kehamilan, (Hasanah, 2014: 53). Di dalam tulang, 90% matriks organiknya adalah kolagen tipe I. Adanya mutasi pada gen-gen yang mengkode kolagen tipe I, mengakibatkan defek struktur pada kolagen tipe I yang akan melemahkan jaringan ikat, terutama jaringan tulang dan dihasilkan gambaran klinis dari Osteogenesis Imperfekta, (Auerkari, 2015: 96).
B. Mekanisme Gangguan Osteogenesis Imperfekta Osteogenesis Imperfekta merupakan kelainan autosomal dominan yang disebabkan oleh mutasi gen kolagen tipe I (COL1A1 dan COL1A2), yang bertanggung jawab dalam sintesis dari protein terbanyak pada tulang, kulit, ligament, tendon dan hampir seluruh jaringan konektif. Mutasi ini memicu formasi kuantitas patologik (OI tipe I) dari kolagen atau perubahan kualitas produksi kolagen (OI tipe II, III, atau IV). Hasilnya ialah campuran dari kolagen yang normal dan tidak normal, (Auerkari, 2017: 95).
Gambar 1. Skema mutasi gen penyebab Osteogenesis Imperfekta. Secara structural, molekul prokolagen tipe I berbentuk triple heliks, terdiri dari 2 rantai proα-1 dan 1 rantai proα-2. Masing-masing rantai triple helix itu dibentuk oleh rangkaian 388 asam amino yang berulang. Prokolagen yang abnormal akan membentuk cetakan yang tak normal sehingga matriks pelekat tulang pun tak normal dan tersusun tak beraturan. Beberapa protein bukan kolagen dari matriks tulang juga berkurang. Hal ini menyebabkan penurunan pembentukan tulang dan terjadi kerapuhan sehingga meningkatkan angka kepatahan, (Galicka, 2002: 437). 5
Keadaan ringan dari Osteogenesis Imperfekta biasanya disebabkan oleh mutasi yang mengaktifkan satu alel dari gen COL1A1, yang menyebabkan berkurangnya jumlah normal kolagen tipe I. Karakter klinis yang beragam dari OI mencerminkan kelas yang berbeda dari mutasi gen COL1A1 dan COL1A2 telah dikenali. Mutasi pada gen COL1A1 dan COL1A2 terjadi pada bentuk yang lebih berat dan juga bentuk lethal, (Prameswari, 2011: 17). C. Ciri-Ciri Penderita Osteogenesis Imperfecta Karakteristik yang khas pada penderita Osteogenesis Imperfekta antara lain yaitu ditemukannya beberapa fraktur dengan ataupun tanpa trauma, tubuh penderita yang pendek jika dibandingkan dengan anggota keluarga yang lainnya yaitu normal, lalu penderita OI kadang memiliki sklera berwarna biru, dentinogenesis imperfekta, memiliki dahi yang lebar, proporsi wajah yang berbentuk segitiga, mengalami skoliosis, umumnya penderita OI mengalami kemunduran pada pendengaran atau, bahkan kehilangan pendengarannya, serta 75% memiliki maloklusi kelas III, (Auerkari, 2015: 95). Berikut merupakan contoh gambar-gambar dari penderita Osteogenesis Imperfekta.
Gambar 2. Gambaran pada penderita Osteogenesis Imperfekta
Gambar 3. Pasien penderita Osteogenesis Imperfekta
6
Gambar 4. Pasien pendderita OI memiliki proporsi wajah segitiga dan dahi lebar
Gambar 5. Sklera berwarna kebiruan
Gambar 6. Gambar gigi penderita Osteogenesis Imperfekta
Ciri-ciri diatas yang telah dipaparkan sangat sesuai dengan kasus yang telah disebutkan yaitu yang menyerang seorang anak asal Bandung (11), tulang-tulang di tubuhnya sangat mudah patah, maka untuk kesehariannya, anak tersebut hanya dapat merangkak sebagai ganti dari berjalan dan juga untuk bermain. Awalnya ia lahir dan tumbuh normal hingga usia 4 tahun. Saat usia 4 tahun, anak tersebut tiba-tiba terjatuh saat berjalan kaki yang meyebabkan kaki kanannya patah. Hingga saat itulah patah tulang yang dialaminya sangat sering terjadi bahkan dalam satu tahun terhitung sebanyak 3 kali mengalami patah tulang.
7
D.
Klasifikasi Osteogenesis Imperfekta Selama dua puluh tahun ini, penelitian mengenai Osteogenesis Imperfekta berkembang dengan pesat, sehingga sekarang telah diketahui bahwa pada sebagian besar kasus OI disebabkan oleh beberapa mutasi dari gen yang bersangkutan, yaitu gen COL1A1 dan gen COL1A2, gen mengkodekan rantai pro-α1 dan pro-α2 dari kolagen tipe I, (Auerkari, 2015: 96). Penelitian
mengidentifikasi
adanya
beberapa
tipe
dari
Osteogenesis
Imperfekta. Pada tahun 1978, Silence mengklasifikasikan OI menjadi empat tipe berdasarkan keadaan klinis. Klasifikasi ini kemudian berkembang dan di modifikasi. Berdasarkan penelitian tersebutlah didapat 4 tipe gangguan Osteogenesis Imperfekta. Dari kasus-kasus yang ditemukan, OI tipe I-IV disebabkan oleh mutasi COL1A1 atau COL1A2 dengan keparahan penyakit yang bervariasi. Osteogenesis Imperfekta tipe I merupakan bentuk kondisi OI yang paling ringan, sedangkan OI tipe II merupakan kondisi OI yang paling parah, (Auerkari, 2015: 96). Pembagian osteogenesis imperfecta diantaranya: 1. Osteogenesis Imperfecta Tipe I Osteogenesis imperfecta tipe I merupakan tipe paling ringan dan paling tinggi insidennya. Identifikasi seringkali pada waktu yang lebih lambat. Pada tipe ini ditemukan fraktur ringan, sedikit kelainan bentuk kaki, dan patah tulang belakang ringan. Dislokasi sendi bahu dan sendi panggul bisa ditemukan. Fraktur terjadi karena trauma ringan sampai sedang dan berkurang setelah pubertas. Sklera biasanya berwarna biru. Kehilangan pendengaran dini terjadi pada 30-60% penderita. Tipe I bersama tipe IV dibagi menjadi subtipe A dan B, berdasarkan disertai (A) atau tidak (B) dentinogenesis imperfecta. Kelainan jaringan ikat lain yang mungkin terjadi yaitu kulit tipis dan mudah memar, kelenturan sendi dan perawakan pendek yang berhubungan dengan anggota keluarga lain, (Dzikrifishofa, 2013: 8). 2. Osteogenesis Imperfecta Tipe II Tipe ini merupakan tipe dengan tingkat keparahan tertinggi sehingga disebut dengan tipe letal perinatal. Bayi sering mengalami kematian selama persalinan akibat perdarahan di dalam tulang tengkorak yang disebabkan trauma multipel. Terdapat kerapuhan hebat pada tulang dan jaringan ikat lainnya, dan kedua kaki seperti posisi kaki katak. Terdapat fraktur multiple pada tulang rusuk dan ronggga thoraks yang sempit sehingga terjadi insufisiensi pernafasan. Kepala 8
dapat berukuran besar dengan pelebaran celah pada atap tengkorak. Sklera berwarna biru atau kelabu gelap, (Dzikrifishofa, 2013: 8). 3. Osteogenesis Imperfecta Tipe III (Pembentukan Progresif) Tipe ini merupakan tipe yang paling parah dari bentuk nonletal dan menyebabkan disabilitas fisik yang berarti. Fraktur biasanya juga terjadi di dalam kandungan. Bentuk muka relatif lebih besar dari keadaan normal dan berbentuk segitiga. Fraktur dapat terjadi akibat trauma ringan dan sembuh dengan meninggalkan kelainan bentuk. Tulang rusuk sering rapuh dan bentuk dada mengalami kelainan bentuk. Ditemukan juga skoliosis dan patah tulang belakang. Kurva pertumbuhan di bawah normal dari satu tahun pertama kehidupan. Pasien memiliki perawakan pendek yang ekstrim. Sklera berwarna putih sampai biru, (Dzikrifishofa, 2013: 9). 4. Osteogenesis Imperfecta Tipe IV (Cukup Berat) Pasien lahir dengan fraktur sejak dalam kandungan dan tulang panjang bawah yang bengkok. Fraktur berkurang setelah pubertas. Pasien memiliki perawakan cukup pendek. Sklera bisa biru atau putih, (Dzikrifishofa, 2013: 9).
E. Pengobatan Gangguan Osteogenesis Imperfekta Berdasarkan beberapa penelitian, sampai saat ini memang belum ditemukan obat untuk menyembuhkan OI. Tetapi saat ini, terapi pada pasien ditujukan pada pengendalian gejala penyakit, peningkatan kepadatan tulang, meningkatkan kekuatan otot, serta memaksimalkan mobilitas dan kemandirian penderita. Salah satu terapi yang digunakan adalah bisfosfonat berupa pamidronat injeksi atau asam zolendronat injeksi (merek dagang). Asam zolendronat bekerja dengan cara menghambat enzim yang membentuk pirofosfat, sehingga kalsium dapat tetap terkonsentrasi di tulang. Dengan kata lain, Zolendronat dapat memperlambat regenerasi tulang dan meningkatkan aktivitas osteoklas sehingga dapat meningkatkan kepadatan tulang pada penderita OI dan osteoporosis, (Nakita, 2018).
9
Gambar 7. Obat untuk terapi Osteogenesis Imperfecta
Asam zolendronat diberikan dalam waktu yang lebih singkat dan frekuensi yang lebih jarang dibandingkan pamidronat, yaitu diberikan ulang tiap 3-6 bulan. Juga dengan pemberian suplementasi harian vitamin D dan kalsium. Gejala awal setelah penderita diberikan asam zolendronat ataupun golongan bisfosfonat lainnya, yaitu, sakit kepala, menggigil, demam, mual, nyeri yang dapat diatasi dengan parasetamol. Selain terapi medikasi, penderita OI juga dianjurkan berkonsultasi dengan fisioterapis serta nutrisionis. Adapula penanganan bedah, semisal untuk penanganannya dengan bedah (penanganan fraktur, rodding, spinal surgery) tujuannya untuk mencegah fraktur berulang, (Nakita, 2018). Dengan pengobatan biphosphonate (merek dagang Zoledronic Acid), kerusakan tulang pada penderita OI dapat dicegah. Pengobatan yang dilakukan makin dini, makin memperbesar harapan hidup, produktivitas, dan aktivitas normal. Karena dilakukan saat tulang masih terbentuk di tahap awal, memungkinkan rekonstruksi dan perbaikan kualitas yang lebih permanen. Dengan titik balik di masa pubertas di mana pertumbuhan tulang akan mencapai puncaknya, anak-anak penderita OI yang telah menjalani perawatan sebelumnya akan mengalami perbaikan kondisi tulang yang signifikan pada masa pubertas ini. Di sisi lain, mitos di kalangan penderita OI yang belum tersentuh informasi dan pengobatan juga menyarankan menunggu sampai ‘gedean’ nanti akan membaik sendiri. Menurut Dr. Margaret Zacharin dari Royal Children Hospital Melbourne, Australia, di usia 15-30 tahun memang kondisi tulang sedang berada di puncak. Jadi nampaknya tulang penderita OI membaik. Namun jangan lupa bahwa tidak lama setelah itu, di usia 35-40 tahun atau lebih muda untuk perempuan, kondisi tulang mulai menurun. Dan ini akan memburuk dengan cepat pada penderita OI. Di usia 35 10
tahun, tulangnya bisa seperti berumur 80 tahun. Dr. Margaret memaparkan bahwa di usia dua-tiga tahun penderita OI yang mendapatkan pengobatan dan terapi secara teratur sudah bisa berjalan tanpa bantuan dan beraktivitas seperti anak-anak seumurannya. Lebih lanjut, Dr. Margaret menunjukkan perbedaan antara anak 18 tahun yang baru menjalani terapi di usia 12 tahun, dengan adiknya yang berusia lima tahun dan diterapi sejak usia batita. Ternyata anak yang berusia lima tahun tinggi badannya lebih tinggi dari sang kakak yang berusia 18 tahun, (Kirana, 2013). Perlu untuk diketahui masyarakat sekarang adalah bahwa Osteogenesis Imperfecta atau brittle bones desease (tulang rapuh) sudah bisa ditangani di Indonesia dan ada obatnya. Dan dengan pengobatan, terapi, dan tata laksana yang tepat, anakanak yang menderita OI dapat tumbuh dan beraktivitas seperti anak-anak lainnya ketika dewasa kelak.
11
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan 1. Osteogenesis Imperfecta disebabkan oleh kelainan struktural atau produksi dari prokolagen tipe I (COL1A1 dan COL1A2). 2. Mekanisme gangguan Osteogenesis Imperfekta disebabkan oleh mutasi gen kolagen tipe I (COL1A1 dan COL1A2) yang memicu formasi kuantitas patologik (OI tipe I) dari kolagen atau perubahan kualitas produksi kolagen. 3. Ciri-ciri penderita Osteogenesis Imperfecta yaitu tulang mudah patah, tubuh penderita yang pendek, sklera berwarna biru, dentinogenesis imperfekta, dahi lebar, wajah yang berbentuk segitiga, skoliosis, kemunduran pada pendengaran. 4. Osteogenesis Imperfecta terklasifikasi menjadi IV tipe. 5. Pengobatan Osteogenesis Imperfecta menggunakan terapi injeksi biphosphonate. B. Saran Pentingnya pemeriksaan dini dan kesadaran jika sampai mengalami kejadian sering patah tulang seperti yang menjadi ciri-ciri dari osteogenesis imperfecta, karena diagnosis dan penanganan dini akan
12
DAFTAR PUSTAKA
Auerkari, Elza Ibrahim. 2015. Aspek Klinik, Genetik dan Molekuler Osteogensis Imperfekta. Indonesian Journal of Denistry. Vol. 14 (2). 95-110 Dzikrifishofa, M. 2013. Gagal Jantung Kongestif Et Causa Osteogenesis Imperfecta. Medula,
Vol. 1(4), 7-15. Hasanah, Uswatun. 2014. Mengenal Osteogenesis Imperfecta. Jurnal Keluarga Sehat Sejahtera, Vol. 12 (24), 50-55. Prameswari, Zuraida Triana, dkk. 2011. Kelainan Gigi pada Pasien Osteogenesis Imperfecta. Orthodontic Dental Journal. Vol. 2 (1). 16-25. Roughley, P.J, dkk. 2003. Osteogenesis Imperfecta - Clinicaland Molecular Diversity. European Cells and Materials . Vol. 5 (1). 41-47 Sayogo, dkk. 2013. Forum Osteogenesis Imperfecta Indonesia. Perkoiindo, Vol. 01 (11), 1-8. Kirana, 2013. Osteogenesis Imperfecta Penyakit Rapuh Tulang. [Online] tersedia: http://mommiesdaily.com diakses pada tanggal 15 Agustus 2018 Nakita, 2018. Menengok Fahri Bocah Kelainan Tulang dari Bandung. [Online] tersedia:
https://news.detik.com/berita-jawa-barat/ diakses pada tanggal 15 Agustus 2018
13