MAKALAH “KONDISI LINGKUNGAN KERJA PELAYANAN KEPERAWATAN DI RUMAH SAKIT YANG MENDUKUNG KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA”
Pembimbing : SUCIPTO
Disusun Oleh : Hulayfa Adila
(201749026)
Intan Wahyu Fitrianingrum
(201749028)
Jihan Eka Fauziah
(201749030)
Lia Kurnia Wati
(201749034)
AKADEMI KEPERWATAN DHARMA HUSADA KEDIRI Tahun 2018/2019
Jl.penanggungan No.41 kediri Telp/Fax. (0354) 772628
Kata Pengantar Segala puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Karena atas berkat dan limpahan rahmat-Nya lah maka kami boleh menyelesaikan tugas makalah ini dengan tepat waktu. Dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Makalah ini berisikan tentang “KONDISI LINGKUNGAN KERJA PELAYANAN KEPERAWATAN DI RUMAH SAKIT YANG MENDUKUNG KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA”. Tujuan dibuatnya makalah ini adalah agar kita bisa memahami apa saja yang harus diperhatikan dalam tantangan peran dan fungsi perawat pada tim pelayanan kesehatan dan faktor apa yang mempengaruhinya serta tindakan apa saja yang harus dilakukan. Semoga makalah ini dapat dimanfaatkan sesuai dengan kebutuhan dan sasarannya. Untuk segala kekurangan dalam makalah ini maka kami selalu membuka diri untuk menerima kritik dan saran semua pihak yang sama-sama bertujuan menyusun makalah ini demi perbaikan dan penyempurnaan dalam pembuatan makalah kami kedepannya
Penulis
12 Desember 2017
Daftar isi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dengan kesehatan
oleh
program Sakit
meningkatnya masyarakat
Kesehatan (K3RS)
(SDM)
baik
sebagai
maupun
tinggi
gangguan
pengelolaan
Kerja Sumber
Sakit
kesehatan kegiatan
sarana
dan
di
Rumah
Daya
Manusia
pasien,
ingin
dan
proses
kondisi
pelayanan
tuntutan
karena
Rumah
dampak
karena
fasilitas
pengunjung/pengantar
sekitar
dari
maka Keselamatan
Sakit,
masyarakat
perlindungan
dan
semakin
Rumah
dan
pemanfaatan
pasien
mendapatkan
kecelakaan
pemberian
prasarana
kerja,
pelayanan
yang
ada
di
Rumah Sakit yang tidak memenuhi standart. Rumah masyarakat oleh
Sakit
sebagai
dengan
karateristik
perkembangan
teknologi, harus bermutu derajat mampu bermutu,
dan
tetap
ilmu
kehidupan mampu
dan
yang
memberikan Rumah
Sakit
pelayanan
tersendiri
pengetahuan sosial
oleh
setinggi-tingginya.
juga
dituntut
dan harus
kemajuan
masyarakat
pelayanan
bagi
dipengaruhi
kesehatan,
masyarakat
pelayanan
kesehatan
yang
ekonomi
meningkatkan
terjangkau
kesehatan
institusi
yang
yang
lebih
agar
terwujud
Selain
dituntut
pengobatan melaksanakan
yang dan
mengembangkan yang
tercantum
program
K3
dalam
buku
di
Rumah
Standar
Sakit
(K3RS)
Pelayanan
seperti
Rumah
Sakit
dan terdapat dalam instrumen akreditasi Rumah Sakit
BAB II TINJAUAN TEORI A. Perencanaan Manajemen K3 Rumah Sakit Rumah Sakit harus membuat perencanaan yang efektif agar tercapai keberhasilan penerapan sistem manajemen K3 dengan sasaran yang jelas dan dapat diukur. Perencanaan K3 di rumah sakit dapat mengacu pada standar Sistem Manajemen K3RS diantaranya self assesment akreditasi K3RS . Perencanaan meliputi: 1) Identifikasi sumber bahaya, penilaian dan pengendalian faktor risiko. Rumah sakit harus melakukan kajian dan identifikasi sumber bahaya, penilaian serta pengendalian faktor risiko yasng berada di lingkungan rumah sakit. a. Identifikasi
sumber
mempertimbangkan
bahaya hal-hal
dapat
dilakukan sebagai
dengan berikut:
– Kondisi dan kejadian yang dapat menimbulkan potensi bahaya. – Jenis kecelakaan dan PAK yang mungkin dapat terjadi. b. Penilaian faktor risiko artinya proses untuk menentukan ada tidaknya risiko dengan jalan melakukan penilaian bahaya
potensial yang menimbulkan risiko kesehatan dan keselamatan.
c. Pelaksanaan Pengendalian faktor risiko, dimulai melalui 4 tingkatan pengendalian risiko yakni menghilangkan bahaya, menggantikan sumber risiko dengan sarana/peralatan lain yang
tingkat
risikonya
lebih
rendah/tidak
ada
(engineering/rekayasa), administrasi dan alat pelindung pribadi (APP).
2) Membuat peraturan
Rumah sakit harus membuat, menetapkan dan melaksanakan standar operasional prosedur (SOP) sesuai dengan peraturan, perundangan dan ketentuan mengenai K3 lainnya yang berlaku. SOP tersebut harus dievaluasi, diperbaharui dan harus dikomunikasikan serta disosialisasikan kepada karyawan dan pihak yang terkait.
3) Tujuan dan sasaran
Rumah sakit harus mempertimbangkan peraturan perundangundangan, tentang bahaya potensial dan risiko K3 yang bisa diukur, satuan/indikator pengukuran, sasaran pencapaian dan jangka waktu pencapaian (SMART)
4) Indikator kinerja
Indikator harus dapat diukur sebagai dasar penilaian kinerja K3 yang sekaligus merupakan informasi mengenai keberhasilan pencapaian SMK3 di Rumah Sakit
5) Program K3
Rumah sakit harus menetapkan dan melaksanakan program K3RS, untuk mencapai sasaran harus ada monitoring, evaluasi dan pencatatan serta pelaporan B. Prinsip K3RS Agar
K3RS
dapat
dipahami
secara
utuh,
perlu
diketahui
pengertian 3 (tiga) komponen yang saling berinteraksi, yaitu : 1. Kapasitas
kerja
adalah
status
kesehatan
kerja
dan
gizi
kerja yang baik serta kemampuan fisik yang prima setiap pekerja
agar
dapat
baik.
Contoh;
bila
yang
menyebab
melakukan
seorang
kan
anemia,
pekerjaannya
pekerja maka
kekurangan kapasitas
dengan zat
besi
kerja
akan
menurun karena pengaruh kondisi lemah dan lesu 2. Beban kerja adalah beban fisik dan mental yang harus di tanggung
oleh
pekerja
dalam
Contoh;
pekerja
yang
bekerja
melaksanakan melebihi
tugasnya.
waktu
kerja
terdekat
dari
maksimum dll 3. Lingkungan
kerja
adalah
lingkungan
seorang pekerja. Contoh; seorang yang bekerja di instalasi radiologi, maka lingkungan kerjanya adalah ruanganruangan yang berkaitan
dengan
proses
pekerjaannya
di
instalasi radiologi (kamar X Ray, kamar gelap, kedokteran nuklir dan lain-lain) C. Program K3RS Program kesehatan Sakit,
K3RS serta
melindungi
masyarakat
serta
bertujuan
untuk
meningkatkan pasien,
melindungi produktifitas
pengunjung/
lingkungan
sekitar
keselamatan SDM
pengantar Rumah
Rumah
pasien Sakit.
dan
dan
Kinerja
setiap
petugas
resultante
dari
kesehatan tiga
dan
komponen
non yaitu
kesehatan kapasitas
merupakan kerja,
beban
kerja, dan lingkungan kerja Program K3RS yang harus diterapkan adalah : Tabel
D. Standar Pelayanan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit
Rumah Sakit merupakan salah satu tempat kerja, yang wajib melaksanakan Rumah
Program
Sakit,
K3RS
pasien,
yang
bermanfaat
baik
pengunjung/pengantar
bagi
pasien,
SDM maupun
bagi masyarakat di lingkungan sekitar Rumah Sakit Pelayanan K3RS harus dilaksanakan secara terpadu melibatkan berbagai
komponen
sampai
saat
ini
masih
banyak
yang ada di Rumah Sakit. Pelayanan K3RS
dirasakan Rumah
belum
Sakit
maksimal.
yang
Hal
belum
ini
dikarenakan
menerapkan
Sistem
Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3) Bentuk
pelayanan
kesehatan
kerja
yang
perlu
dilakukan,
sebagai berikut : 1. Pemeriksaan fisik lengkap 2. Kesegaran jasmani 3. Rontgen paru-paru (bilamana mungkin) 4. Laboratorium rutin 5. Pemeriksaan lain yang dianggap perlu 6. Pemeriksaan yang sesuai kebutuhan guna mencegah 7. bahaya
yang
diperkirakan
pekerjaan-pekerjaan tertentu
timbul,
khususnya
untuk
Pada erat
prinsipnya
dengan
pelayanan
sarana,
keselamatan
prasarana,
dan
kerja
peralatan
berkaitan
kerja.
Bentuk
pelayanan keselamatan kerja yang dilakukan : 1. Pembinaan
dan
pengawasan
kesehatan
dan
keselamatan
sarana, prasarana dan peralatan kesehatan : a) Lokasi
Rumah
mengenai
Sakit
kesehatan,
harus
memenuhi
keselamatan
ketentuan
lingkungan,
dan
tata ruang, serta sesuai dengan hasil kajian kebutuhan dan kelayakan penyelenggaraan Rumah Sakit; b) Teknis bangunan Rumah Sakit, sesuai dengan fungsi, kenyamanan
dan
kemudahan
dalam
pemberian
pelayanan serta perlindungan dan keselamatan bagi semua orang termasuk penyandang cacat, anakanak, dan orang usia lanjut c) Prasarana keamanan,
harus serta
memenuhi keselamatan
standar dan
pelayanan,
kesehatan
kerja
penyelenggaraan Rumah Sakit d) Pengoperasian
dan
pemeliharaan
sarana,
prasarana
dan peralatan Rumah Sakit harus dilakukan oleh petugas yang mempunyai kompetensi di bidangnya (sertifikasi
personil
petugas/operator
sarana
dan
prasarana serta peralatan kesehatan Rumah Sakit) e) Membuat dan
program
pemeliharaan
pengoperasian,
rutin
dan
berkala
perbaikan, sarana
dan
prasarana serta peralatan kesehatan dan selanjutnya didokumentasikan dan dievaluasi secara berkala dan berkesinambungan f) Peralatan
kesehatan
meliputi
peralatan
medis
dan
nonmedis dan harus memenuhi standar pelayanan,
persyaratan mutu, keamanan, keselamatan dan laik pakai g) Membuat program pengujian dan kalibrasi peralatan kesehatan,
peralatan
dikalibrasi
secara
Fasilitas
kesehatan berkala
Kesehatan
harus
oleh
dan/atau
diuji
dan
Balai
Pengujian
institusi
pengujian
fasilitas kesehatan yang berwenang h) Peralatan pengion
kesehatan harus
yang
menggunakan
memenuhi
ketentuan
dan
sinar harus
diawasi oleh lembaga yang berwenang i) Melengkapi
perizinan
dan
sertifikasi
sarana
dan
prasarana serta peralatan kesehatan
2. Pembinaan
dan
pengawasan
atau
penyesuaian
peralatan
kerja terhadap SDM Rumah Sakit : a) Melakukan identifikasi dan penilaian risiko ergonomi terhadap peralatan kerja dan SDM Rumah Sakit b) Membuat
program
pelaksanaan
kegiatan,
mengevaluasi dan mengendalikan risiko ergonomi 3. Pembinaan dan pengawasan terhadap lingkungan kerja : a) Manajemen
harus
menyediakan
dan
menyiapkan
lingkungan kerja yang memenuhi syarat fisik, kimia, biologi, ergonomi dan psikososial b) Pemantauan/pengukuran terhadap faktor fisik, kimia, biologi, ergonomi dan psikososial secara rutin dan berkala c) Melakukan
evaluasi
dan
memberikan
untuk perbaikan lingkungan kerja
rekomendasi
4. Pembinaan
dan
Manajemen
harus
sarana
dan
pengawasan
terhadap
menyediakan,
prasarana
sanitair,
sanitair
memelihara, yang
mengawasi
memenuhi
syarat,
meliputi : a) Penyehatan makanan dan minuman b) Penyehatan air c) Penyehatan tempat pencucian d) Penanganan sampah dan limbah e) Pengendalian serangga dan tikus f) Sterilisasi/desinfeksi g) Perlindungan radiasi h) Upaya penyuluhan kesehatan lingkungan 5. Pembinaan
dan
pengawasan
perlengkapan
keselamatan
kerja a) Pembuatan
rambu-rambu
arah
dan
tanda-tanda
keselamatan b) Penyediaan
peralatan
keselamatan
kerja
dan
Alat
kerja
dan
Pelindung Diri (APD) c) Membuat
SOP
peralatan
keselamatan
APD d) Melakukan kepatuhan
pembinaan penggunaan
dan
pemantauan
peralatan
terhadap
keselamatan
dan
APD E. Keadaan dan masalah di rumah sakit Bahaya-bahaya oleh
faktor
kimia
(antiseptik,
potensial
biologi
kerja,cara
faktor
(suhu,
fisik
(virus,
reagent,
(lingkungan
di
kerja,
cahaya,
Rumah
Sakit
yang
disebabkan
bakteri,jamur,parasit); faktor
faktor
gas
anestesi);
ergonomi
dan
posisi
kerja
yang
salah);
bising,
listrik,
getaran
dan
radiasi);
faktor
psikososial
sesama
(kerja
pekerja/atasan)
bergilir,
dapat
beban
kerja,
mengakibatkan
hubungan
penyakit
dan
dengan
faktor
kecelakaan akibat kerja PAK biologi faktor
Rumah
(kuman kimia
seperti
yang
(pemaparan
dalam
(cara
fisik
Sakit,
patogen
antiseptik
ergonomi faktor
di
umumnya
berkaitan
berasal
umumnya
dosis
pada
kulit,
gas
duduk
salah,
cara
(panas
pada
reproduksi,
radiasi
pada
psikologis
(ketegangan
kecil anestesi
yang
mengangkat
tegangan
tinggi
sistem
produksi
sel
kamar
pasien);
terus
menerus
pada
kulit,
di
dari
bedah,
hati);
faktor
pasien
salah);
pada
sistem
darah);
faktor
penerimaan
pasien
gawat darurat, bangsal penyakit jiwa, dan lain-lain) Sumber bahaya yang ada di Rumah Sakit harus diidentifikasi dan tolok
dinilai ukur
Bahaya-bahaya
untuk
menentukan
tingkat
kemungkinan
terjadinya
potensial
Rumah
di
risiko,
yang
kecelakaan Sakit
dapat
merupakan dan
PAK.
dikelompokkan,
seperti dalam tabel berikut No. Bahaya Potensi
Lokasi
Pekerja
yang
Paling
Berisiko 1.
FISIK Bising
IPS-RS,
laundri, Karyawan yang bekerja di
dapur, lokasi tersebut CSSD,
gedung
gensetboiler, IPAL Getaran
ruang dan
mesin-mesin perawat, cleaning service dll
perlatan yang menghasilkan getaran (ruang gigi dll) Debu
genset, bengkel kerja, laboratorium
gigi, gigi,
gudang rekam
Petugas sanitasi, teknisi petugas
IPS
dan
rekam medis, medis
incinerator Panas
CSSD, dapur, laundri, pekerja dapur, pekerja incinerator, boiler
laundry,petugas sanitasi dan IP-RS
Radiasi
X-Ray, OK yang
Ahli radiologi, radioterapist
menggunakan c-arm, dan radiografer, ahli ruang fisioterapi dan petugas fisioterapi, unit gigi roentgen gigi. 2.
KIMIA Disinfektan
Semua area
Petugas kebersihan, Perawat
Cytotoxics
Farmasi, tempat
Pekerja farmasi, perawat,
pembuangan limbah,
petugas pengumpul
bangsal
sampah
Ethylene oxide
Kamar operasi
Dokter,perawat
Formaldehyde
Laboratorium, kamar
Petugas kamar mayat,
gudang petugas laboratorium dan
mayat, farmasi
farmasi Methyl :
Ruang
pemeriksaan Petugas/dokter gigi, dokter
gigi Methacrylate,
bedah, perawat
Hg (amalgam) Solvents
Laboratorium,
Teknisi, petugas
bengkel laboratorium, petugas kerja, semua area di pembersih
RS Gas-gas anaestesi
Ruang operasi gigi, Dokter OK, ruang
gigi,
perawat,
dokter pemulihan bedah, dokter/perawat
(RR) anaestesi 3.
BIOLOGIK AIDS, Hepatitis
IGD, kamar Operasi, Dokter , dokter gigi, ruang
B dan Non A-
perawat, petugas pemeriksaan gigi,
Non B
laboratorium, petugas laboratorium, laundry sanitasi dan laundry
Cytomegalovirus
Ruang ruang
kebidanan, Perawat, dokter yang
bekerja di bagian Ibu dan
Anak
anak Rubella
Ruang ibu dan anak
Dokter dan perawat
Tuberculosis
Bangsal,
Perawat, petugas
laboratorium, laboratorium, fisioterapis ruang isolasi 4.
ERGONOMIK Pekerjaan yang
Area
pasien
dan Petugas yang menangani
tempat dilakukan
pasien dan barang penyimpanan barang
secara manual (gudang) Postur yang
Semua area
Semua karyawan
Semua area
Dokter gigi, petugas
salah dalam melakukan pekerjaan Pekerjaan yang Berulang
pembersih, fisioterapis, sopir, operator komputer, yang berhubungan dengan pekerjaan juru tulis
SIKOSOSIAL
Sering kontak
Semua area
Semua karyawan
dengan pasien, kerja bergilir, kerja berlebih, ancaman secara fisik
F. Pengendalian dan Pencegahan Infeksi Bagi Perawat Rumah Sakit sebagai tempat pelayanan kesehatan yang banyak di dalamnya sumber sumber infeksi. Dalam pengendaliannya, upaya yang dilakukan seluruh Rumah Sakit yaitu dengan adanya program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI). PPI ini berguna dalam meminimalisir terjadinya infeksi yang terjadi di Rumah Sakit. PPI merupakan program yang dibentuk berdasarkan kaidah organisasi dengan memiliki banyak fungsi dan dapat menyelenggarakan tugas, wewenang dan tanggung jawab secara efektif dan efisien. Efektif dimaksud agar sumber daya yang ada di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya dapat dimanfaatkan secara optimal sesuai dengan (Depkes RI, 2008) yaitu antara lain dilaksanakan oleh IPCO (infection prevention control officer), IPCN (infection prevention control nurse), dan IPCLN (infection prevention control link nurse). (Afandi, 2016) Infeksi yang berada di rumah sakit dinamakan infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang diperoleh atau terjadi di rumah sakit, karena kerentanan terhadap invasif agen pathogen atau infeksisus yang tumbuh dan menyebabkan sakit. Infeksi nosokomial paling sering terjadi karena faktor petugas kesehatan dengan pengetahuan yang kurang, keterampilan dan kurangnya Infeksi nosokomial berkaitan langsung dengan peran perawat dalam pemberian asuhan keperawatan. Perawat yang bertugas merawat pasien selama 24 jam menjadi kunci terhadap kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit. Perawat
harus memiliki tanggung jawab, pengetahuan, dan keterampilan, sehingga dapat memberikan asuhan secara profesional. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan perawat untuk menjalankan perannya sebagai pengendali terjadinya infeksi nosokomial saat memberikan asuhan yaitu menjaga kebersihan rumah sakit yang berpedoman terhadap kebijakan rumah sakit dan praktik keperawatan, pemantauan teknik aseptik termasuk cuci tangan dan penggunaan isolasi, melapor kepada dokter jika ada masalah-masalah atau tanda dan gejala infeksi pada saat pemberian layanan kesehatan, melakukan isolasi jika pasien menunjukkan tandatanda dari penyakit menular, membatasi paparan pasien terhadap infeksi yang berasal dari pengujung, staf rumah sakit, pasien lain, atau peralatan yang digunakan untuk diagnosis atau asuhan keperawatan, mempertahankan keamanan peralatan, obat-obatan dan perlengkapan perawatan di ruangan dari penularan infeksi nosokomial. Upaya yang dilakukan dalam penguatan pengendalian infeksi bagi perawat dapat dilakukan dengan dilakukannya pelatihan terkait pentingnya Keselamatan dan Kesehatan Kerja terkhusus dalam hal ini yaitu penerapan pengendalian infeksi. Namun, pelatihan ini harus didukung dengan adanya kesadaran seseorang dalam penerapan K3RS. Pelatihan dalam hal ini merupakan komponen penting dalam upaya mengembangkan pengetahuan, sikap dan keterampilan. Pelatihan mengenai K3 harus diberikan secara berkala dan berkesinambungan bagi perawat untuk meningkatkan kinerja, pengetahuan dan sikap perawat dalam pencegahan terjadinya infeksi nosokomial. (Salawati, 2014). Selain dengan mengikuti pelatihan, upaan yang dilakukan untuk menurunkan risiko infeksi yaitu dengan adanya penetapan kebijakan dan pengawasan yang dilakukan oleh PPI dalam kewaspadaan infeksi pada program PPI seperti kebersihan tangan, penggunaan alat pelindung diri (APD), peralatan perawatan pasien, pengendalian lingkungan, pemrosesan peralatan pasien dan penatalaksanaan linen. Seperti yang dikatakan sebelumnya, upaya yang perlu dilakukan perawat dalam pencegahan resiko infeksi adalah selalu menjaga kebersihan tangan, kebersihan diri petugas kesehatan dan pasien, penanganan linen dan peralatan perawatan pasien dengan tepat, pengontrolan lingkungan, penanganan benda-benda tajam, dan penempatan pasien selama dalam fasilitas kesehatan, serta penggunaan alat pelindung diri (Personal Protective Equipments), seperti sarung tangan, apron dan masker (WHO, 2008). Tindakan tindakan ini tentunya sesuai deng SOP (Standar Operasional Prosedur) yang ditetapkan oleh Rumah Sakit sehingga perawat yang bertugas dapat menerapkan program PPI dengan baik dan dapat memutus rantai infeksi yang terdaat di Rumah Sakit.
G. Peran Perawat dalam Mengelola Limbah Rumah Sakit Dalam mengembangkan kapasitas pengelolaan lingkungan, Rumah Sakit memberikan manfaat langsung maupun tidak langsung terhadap peningkatan kualitas pelayanan Rumah Sakit secara menyeluruh. Pengelolaan lingkungan Rumah Sakit memiliki permasalahan yang kompleks. Salah satunya adalah permasalahan limbah Rumah Sakit yang sangat sensitif dengan sebagai salah satu penghasil limbah terbesar, potensial menimbulkan pencemaran bagi lingkungan sekitarnya yang akan merugikan masyarakat bahkan Rumah Sakit itu sendiri. Rumah Sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan dalam kegiatannya selalu menghasilkan limbah medis ataupun non medis. Limbah rumah sakit menurut Sabarguna (2011) adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan Rumah Sakit dalam bentuk padat, cair, dan gas. Limbah medis dan non medis ini terbagi tiga bagian, yaitu padat, cair dan gas. Limbah medis dan non medis ini harus dikelola dengan baik sesuai dengan peraturan dan ketentuan dalam undang – undang kesehatan. Karena limbah nedis dan non medis ini sangat berbahaya dan dapat menimbulkan infeksi nosokomial (infeksi yang terjadi atau didapat di rumah sakit selama 3 x 24 jam setelah pasien dirawat di Rumah Sakit atau pada saat masuk Rumah Sakit tidak ada tanda/gejala atau tidak merasa inkubasi infeksi tersebut, yang disebabkan oleh mikroorganisme), tempat bersarangnya vektor, pencemaran air, tanah dan udara, penyebab kecelakaan, dan gangguan estetika. 1. Limbah medis padat Menurut Sabarguna (2011), limbah medis padat adalah limbah yang terdiri atas limbah infeksius, patologi, benda tajam, farmasi, sitotoksik, kimiawi, radioaktif, kontainer bertekan, dan limbah dengan kandungan logam beraat yang tinggi. Dalam meminimalisir hasil limbah medis padat, dapat diakukan dengan reduksi limbah dari sumber limbahnya, dilakukannya pengelolaan dan pengawasan penggunaan bahan kimia berbahaya dan beracun, sampai dengan pengelolaan limbah mulai dari pengumpulan sampai dengan pemusnahan limbah. Minimalisasi limbah ini merupakan upaya untuk mengurangi jumlah limbah yang dihasilkan dengan cara mengurangi bahan, menggunakan kembali, dan melakukan daur ulang limbah.
Dalam pengaturannya, limbah medias padat dikumpulkan di setiap ruangan penghasil limbah dengan menggunakan troli khusus yang tertutup dan penyimpanannya sesuai dengan iklim tropis pada musim hujan paling lama 48 jam dan msim kemarau paling lama 24 jam. Pada limbah medis padat, setiap jenisnya memiliki pengelolaan yang berbeda beda, diantaranya: a. Limbah benda tajam, harus dikumpulkan dalam satu wadah tanpa memperhatikan terkontaminasi atau tidaknya. Wadah tersebut dapat digunakan jika memenuhi syarat seperti anti bocor, anti tusuk, dan tidak mudah untuk dibuka sehingga tidak semua orang dapat membuka wadah tersebut. b. Jarum suntik harus dipisahkan sehingga tidak dapat digunakan kembali. Pada penerapannya, biasanya jarum suntik dibuang ke satu wadah yang dinamakan shutbox. c. Limbah infeksius, adalah limbah yang berasal dari pembiakan dan stok bahan sangat infeksiu, hasil otopsi, dan bahan lain yang telah diokulasi, terinfeksi, atau kontak dengan bahan yang sangat infeksius. Contoh lain dari limbah infeksius yaitu seperti biakan dan persediaan agen infeksius dari laboratorium harus disterilisasi dengan pengolahan panas dan basah seperti autoclave sedini mungkin untuk limbah infeksius yang lain cukup dengan cara disinfeksi. d. Limbah bahan kimiawi, merupakan limbah yang tidak dapat di daur ulang. Namun, pembuangan tersebut harus memenuhi persyaratan konsentrasi bahan pencemar yang ada seperti bahan melayang, suhu, dan Ph. e. Limbah dengan kandungan logam berat tinggi, mengandung kadar merkuri atau cadmium yang tidak boleh dibakar tau diinsinerasi karena berisiko mencemari udara dengan uap beracun dan tidak boleh dibuang bertumpuk karena dapat mencemari air tanah. Cara yang efektif dilakukan yaitu dikirim
ke negara yang mempunyai fasilitas pengolahan limbah dengan kandungan logam berat tinggi, jika tidak memungkinkan, limbah dibuang ke tempat penyimpanan akhir yang aman sebagai pembuangan akhir untuk limbah industri yang berbahaya. f. Limbah medis padat yang akan digunakan kembali, haruslah melalui proses sterilisasi. Untuk pengujian efektivitas sterilisasi panas harus dilakukan tes Bacillus Stearothermophilus dan untuk sterilisasi kimia harus dilakukan tes Bacillus Subtilis. g. Limbah jarum hipodermik tidak dianjurkan untuk dimanfaatkan kembali. Apabila Rumah Sakit tidak mempunyai jarum sekali pakai, limbah jarum hipodermik dapat dimanfaatkan kembali melalui proses sterilisasi. h. Limbaah sitotoksik, adalah limbah yang terkontaminasi dari persiapan dan pemberian obat sitotoksik untuk kemoterapi kanker yang mempunyai kemampuan untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan sel hidup. Limbah sitotoksik dikumpulkan pada wadah yang kuat anti bocor, dan diberi label. Limbah sitotoksik merupakan limbah yang berbahaya dan tidak dapat dibuang dengan cara penimbunan atau saluran limbah
umum.
Pembuangan
yang
dianjurkan
yaitu
dikembalikan ke penghasil atau distributornya. Untuk bahan yang belum dipakai dengan kemasan yang utuh karena kadaluwarsa, maka harus dikembalikan ke distributornya jika tidak ada insinerator dan diberi keterangan bahwa obat tersebut sudah kadaluwarsa atau tidak lagi dipakai. 2. Limbah Cair Limbah cair adalah semua air buangan termasuk cairan tubuh pasien seperti tinja dan urin yang berasal dari kegiatan Rumah Sakit
yang kemungkinan mengandung mikroorganisme, bahan kimia beraacun, dan radioaktif yang berbhaya bagi kesehatan. Air limbah yang berasal dari laboratorium harus diolah di Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Bila tidak mempunyai IPAL, limbah cair harus dikelola sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Limbah cair harus dikumpulkan dalam container yang sesuai dengan karakteristik bahan kimia dan radiologi, volume, prosedur penanganan, serta penyimpanannya. Saluran pembuangan limbah harus dalam keadaan tertutup, kedap air, dan limbah harus mengalir dengan lancar, serta terpisah dengan saluran air hujan. Rumah Sakit setidaknya memiliki instalasi pengolahan limbah cair sendiri atau bersama sama secara kolektif dengan bangunan di sekitarnya yang memenuhi persyaratan teknis, apabila belum ada atau tidak terjangkau sistem pengolahan air limbah perkotaan. 3. Limbah Gas Limbah gas adalah semua limbah yang berbentuk gas yang berasal dari kegiatan pembakaran di Rumah Sakit seperti incinerator, dapur, perlengkapan generator, anastesi, dan pembuatan obat sitotoksik. Limbah gas dapat berupa NO2, logam berat, dan dioksin dengan dilakukannya minimal satu kali setahun. Penerapan yang dilakukan perawat pada mengelola limbah ini yaitu dengan mengetahui tempat tempat pembuangan limbah. Seperti tempat pembuangan jarum suntik, cairan tubuh pasien yang berserakan seperti darah yang tumpah di lantai, pembuangan cairan yang dikeluarkan pasien, dan pembuangan APD yang sekali pakai. Peran perawat dianggap penting dalam upaya mengurangi angka terjadinya kecelakaan kerja yang terjadi di Rumah Sakit. Seperti dalam penerapan K3 di Rumah Sakit lainnya, perlu adanya penetapan kebijakan seperti adanya SOP yang ditetapkan oleh pihak Rumah Sakit sesuai dengan peraturan perundang undangan yang berlaku. Sehingga perawat mengetahui aturan aturan yang terkait dengan manajemen limbah di Rumah Sakit. Sebagai petugas kesehatan yang paling dekat dengan pasien maupun keluarga, perawat juga setidaknya memberikan informasi kepada keluarga pasien terkait dengan pentingnya membuang APD
yang telah dipakai pada tempat yang sudah ditentukan. Perawat memberitahu kepada keluarga wadah apa saja yang digunakan dalam pembuangan sampah dan penyampaian fungsi atau peletakan yang berbeda pada masing masing wadah. Tidak hanya sekedar APD, tetapi juga sampah non medis juga mempunyai wadah yang berbeda dengan wadah lainnya. Kenyataan yang dikhawatirkan terjadi adalah, pada perawat pelaksana, tidak mau memberikan informasi kepada keluarga pasien, ketika pasien baru sampai di Rumah Sakit. Sehingga terkadang pengunjung maupun pendamping pasien merasa bingung dengan wadah sampah yang berbeda fungsinya. Maka dari itu, pemberian informasi diperlukan agar terciptanya penerapan K3 di Rumah Sakit yang efektif dan efisien. H. Penggunaan Alat Pelindung Diri Bagi Perawat Alat Pelindung Diri (APD) merupakan suatu perangkat yang digunakan oleh pekerja demi melindungi dirinya dari potensi bahaya serta kecelakaan kerja yang kemungkinan dapat terjadi di tempat kerja. Penggunaan APD oleh pekerja saat bekerja merupakan suatu upaya untuk menghindari paparan risiko bahaya di tempat kerja. Walaupun upaya ini berada pada tingkat pencegahan terakhir, namun penerapan alat pelindung diri ini sangat dianjurkan (Tarwaka,2008). APD di Rumah Sakit merupakan alat yang digunakan oleh pasien, pengunjung maupun pendamping pasien untuk melindungi dirinya dari mikroorganisme yang terdapat pada suatu tempat pelayanan kesehatan yang biasanya digunakan pada saat petugas keehatan melakukan tindakan kepada pasiennya. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) dalam program K3RS pada suatu Rumah Sakit seringkali dikaitkan dengan pencegahan infeksi bag petugas kesehatan terutama perawat. Penggunaaan APD oleh perawat digunakan untu mencegah terjadinya infeksi bagi perawat saat dimulainya tindakan kepada pasien. Tidak hanya bagi petugas kesehatan, tetapi juga bagi pengunjung yang dalam hal ini bagi yang mengunjungi pasien seperti TB paru yang mengharuskan pasien, petugas kesehatan, dan pengunjung menggunakan masker. Penggunaan APD dapat mengurangi kontaminasi penyakit yang terjadi karena adanya transmisi mikroorganisme yang dapat melalui darah, udara baik droplet maupun airbone, dan juga kontak langsung. Infeksi dapat
terjadi antar pasien, dari pasien ke petugas kesehatan, dari antar sesama petugas kesehatan, dan dari petugas kesehatan ke pasien. Kontaminasi penyakit ini dapat terjadi pada seorang perawat maupun dokter apabila selama melakukan interaksi dengan pasien tidak memperhatikan tindakan pencegahan (universal precaution) dengan cara menggunakan alat pelindung diri (APD). Universal precaution merupakan upaya pencegahan penularan penyakit dari tenaga kesehatan dan sebaliknya, hal ini didasari penyebaran penyakit infeksius melalui medium cairan tubuh dan darah. Pemakaian alat pelindung diri merupakan upaya untuk menciptakan keselamatan dan kesehatan kerja bagi perawat beberapa ruangan perawatan rumah sakit. Tabel Contoh APD yang dapat memutus penyebaran mikroorganisme pathogen Mikroorganisme
Cara
APD yang
Yang
ditemukan
mikroorganisme
diperlukan dan
terlindungi
menyebar
Cara mengatasi
karena
infeksi
penggunaan APD
Petugas Kesehatan Rambut dan kulit
Lepasnya
Cap
Pasien
kepala
kulit/rambut
Hidung dan mulut
Batuk, bicara
Masker
Pasien
Tubuh dan kulit
Terlepasnya
Gaun penutup
Pasien
Sarung tangan,
Pasien
kulit/rambut Tangan
Sentuhan
cairan antiseptik Kulit pasien yang
Sentuhan
Sarung tangan
Pasien dan
terkelupas dan
perawat aerta
selaput lendir
petugas kesehatan lainnya
Darah pasien,
Cipratan, kontak
Sarung tangan,
Perawat dan
cairan tubuh
Googles, masker,
petugas
duk, aphron
kesehatan lainnya
Sentuhan, kontak
Membersihkan
Pasien
dan memroses instrument Sarung tangan
Perawat dan
rumah tangga
petugas kesehatan lainnya
Tidak sengaja
hubungi PPI untuk
Perawat dan
kontak dengan
mengontrol
petugas
jarum suntik,
kontaminasi di
kesehatan
scalpel, yang tidak
dalam tubuh
lainnya
Sampah yang tak
Sarung tangan
Perawat dan
terinfeksi
rumah tangga,
petugas
kantong plastic
kesehatan
dekontaminasi
lainnya serta masyarakat Pasien dengan
Sentuhan
Aseptik/antiseptic
kulit yang tidak
kulit / disiapkan,
diaseptic /
duk, sarung tangan
Pasien
disiapkann Lingkungan klinik
Sentuhan
Sarung tangan,
Perawat dan
atau lingkungan
penutup luka, cuci
petugas
Rumah Sakit
tangan
kesehatan lainnya dan masyarakat
Jenis jenis APD yang dapat digunakan di Rumah Sakit, antara lain: 1. Sarung Tangan Sarung tangan dapat melindungi tangan dari bahan infeksius dan melindungi pasien dari mikroorganisme pada tangan perawat. Sarung tangan merupakan APD terprnting dalam mencegah terjadinya penyebaran infeksi. Penggunaan sarung tangan haruslah diganti dengan setiap kontak pada satu pasien ke pasien lainnya dalam mencegah terjadinya infeksi silang. 2. Masker Masker merupakan APD yang digunakan untuk menahan cipratan yang keluar sewaktu perawat berbicara, mengurangi masuknya air borne yang masuk ke saluran pernapasan perawat, ketika batuk dan bersin, dan juga menahan cipratan darah atau cairan tubuh yang terkontaminasi masuk ke saluran pernapasan. Pada penggunaanya, masker digunakan untuk menutupi hidung sampai dengan dagu. 3. Respirator Respirator merupakan masker jenis khusus yang digunakan untuk menyaring udara ( seperti pada pasien TB paru). 4. Pelindung Mata (Googles) Googles merupakan pelindung berupa pengaman mata terbuat dari plastik jernih. Googles digunakan untuk melindungi mata agar terhindar dari cipratan darah atau cairan tubuh lainnya yang biasanya digunakan pada tindakan pembedahan. 5. Cap Cap digunakan untuk menutupi rambut dan kepala agar guguran kulit dan rambut tidak masuk ke dalam luka operasai sewaktu pembedahan. Cap harus menutupi seluruh rambut yang dapat member sedikit perlindungan kepada pasien. 6. Gaun
Gaun digunakan untuk melindungi pasien dari mikroorganisme yang terdapat pada abdomen dan lengan petugas kesehatan sewaktu pembedahan. Gaun terbuat dari bahan tahan cairan berperan dalam menhan darah dan cairan lainnya berkontaminasi dengan tubuh petugas kesehatan. 7. Aphron Aphron terbuat dari bahan karet atau plastic sebgai pelindung tahan air di bagian depan tubuh perawat. Aphron digunakan ketika perawa melakukan tindakan dimana pasiennya dapat mengeluarkan cairan tubuh dan darahnya sehingga mengenai perawat. Penggunaan aphron dapat membuat cairan yang terkontaminasi tidak mengenai baju perawat. Pada penerapannya seperti pada kamar bedah, untuk mengurangi kontaminasi penyakit, perlu adanya efektivitas penggunaan APD dengan tepat oleh perawat. gaun bedah dan kain penutup merupakan salah satu cara dalam mencegah terjadinya infeksi luka ketika dilakukan operasi. Jika terdapat luka basah, kain yang bersifat spons, akan meghisap bakteri dan kulit atau peralatan yang dapat menembus kain yang dapat mengkontaminasi luka bedah. Selain itu, pada ruang rawat inap salah satunya, penggunaan sarung tangan pada pemeriksaan yang steril sangat penting daam mengurangi risiko penularan, namun pada APD lainnya (seperti masker) perlu dipakai dalam mengurangi risiko terpapar infeksi bagi perawat.
Daftar pustaka https://galihendradita.files.wordpress.com/2015/03/kmk-no-1087-2010-ttgstandar-k3rs.pdf https://www.persi.or.id/images/regulasi/kepmenkes/kmk4322007.pdf Butar Butar, Junita dan Roymond H. Simamora. 2016. “Hubungan Mutu Pelayanan Keperawatan dengan Tingkat Kepuasan Pasien Rawat Inap di RSUD Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah”. Journal Ners Indonesia. 6 (1): 51 – 64. Depkes RI. 2008. Pedoman Manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya. Jakarta Handayani, Fitri. 2017. Gambaran Insiden Keselamatan Pasien Berdasarkan Karakteristik Perawat, Organisasi, dan Sifat Dasar Pekerjaan di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Al – Islam Bandung Pada Periode 2012 -2016. Skripsi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Harjanto, Nur Tri, Suliyanto, dan Endang Suksesi I. 2011. Manajemen Bahan Kimia Berbahaya dan Beracun Sebagai Upaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja Serta Perlindungan Lingkungan. Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir.