KATA PENGANTAR
Segala puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT . Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan junjungan dan suri tauladan kita Nabi besar Muhammad SAW sehingga kami dapat menyelesaikan Tugas Makalah Keperawatan Jiwa. Pada kesempatan ini kami menyampaikan rasa terima kasih yang sebesarbesarnya kepada orang-orang yang telah berperan penting sehingga dapat terselesaikannya Makalah ini, antara lain : 1. Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan anugerah kesehatan, kekuatan dan ilmu pengetahuan kepada penulis sebagai satu anugerah yang tidak ternilai harganya. 2. Kedua orang tua ,istri ,anak dan
saudara-saudaraku tersayang yang
senantiasa memberikan doa maupun dukungan selama penyelesaian Tugas Makalah ini. 3. Dosen Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Pontianak.
Kami menyadari bahwa tugas makalah ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu kami sangat mengharap segala bentuk saran dan kritik yang membangun guna penyempurnaan tugas makalah ini. Sebagai akhir kami berharap agar tugas makalah ini dapat bermanfaat dan menjadi kajian bagi banyak pihak.
Pontianak, April 2018.
Kelompok V
1
BAB I PENDAHULUAN
Bunuh diri merupakan salah satu bentuk kegawat daruratan psikiatri. Meskipun suicide adalah perilaku yang membutuhkan pengkajian yang komprehensif pada depresi, penyalahgunaan NAPZA , skizofrenia, gangguan kepribadian( paranoid, borderline, antisocial), suicide tidak bisa disamakan dengan penyakit mental. Ada 4 hal yang krusial yang perlu diperhatikan oleh perawat selaku tim kesehatan diantaranya adalah : pertama, suicide merupakan perilaku yang bisa mematikan dalam seting rawat inap di rumah sakit jiwa, Kedua, factor – factor yang berhubungan dengan staf antara lain : kurang adekuatnya pengkajian pasien yang dilakukan oleh perawat, komunikasi staf yang lemah, kurangnya orientasi dan training dan tidak adekuatnya informasi tentang pasien. Ketiga, pengkajian suicide seharusnya dilakukan secara kontinyu selama di rawat di rumah sakit baik saat masuk, pulang maupun setiap perubahan pengobatan atau treatmen lainnya. Keempat, hubungan saling percaya antara perawat dan pasien serta kesadaran diri perawat terhadap cues perilaku pasien yang mendukung terjadinya resiko bunuh diri adalah hal yang penting dalam menurunkan angka suicide di rumah sakit. Oleh karena itu suicide pada pasien rawat inap merupakan masalah yang perlu penanganan yang cepat dan akurat. Pada makalah ini akan dipaparkan mengenai factor resiko terjadinya bunuh diri, instrument pengkajian dan managemen keperawatannya dengan pendekatan proses keperawatanya. Apa penghalang dan penghambat dalam perawatan klien resiko bunuh diri? Beberapa hambatan dalam melakukan managemen klien dengan bunuh diri adalah pasien yang dirawat dalam waktu yang cukup singkat sehingga membuat klien kurang mampu mengungkapkan perasaannya tentang bunuh diri. Kurang detailnya tentang pengkajian resiko bunuh diri pada saat masuk dan banyak perawat kurang melakukan skrening akan resiko bunuh diri. Disamping itu 2 dari 3 orang yang melakukan suicide adalah diketahui oleh perawat dalam
2
beberapa bulan sebelumnya. Hal ini mengindikasikan bahwa tenaga kesehatan kurang memberikan intervensi yang adekuat. Lebih lanjut banyak perawat mungkin takut untuk menanyakan tentang masalah bunuh diri pada pasien atau bahkan tidak mengetahui bagaimana untuk menanyakan jika pasien memiliki pikiran untuk melakukan suicide.
3
BAB II LANDASAN TEORI
1. Pengertian bunuh diri Bunuh diri adalah segala perbuatan seseorang dengan sengaja, yang tahu akan akibatnya dapat mengakhiri hidupnya dalam waktu yang singkat (Maramis, 1998). Percobaan bunuh diri adalah tindakan klien mencederai atau melukai diri untuk mengakhiri kehidupannya. Rentang respon perlindungan diri ( self –protective) adalah : Adatif<...........................................................................>Maladaptif Self enhancement Growth promoting Indirect self- Self injury Suicide risk taking destruktive behaviour.
Pada umumnya tindakan bunuh diri
merupakan cara ekspresi orang yang penuh stress. Perilaku bunuh diri berkembang dalam rentang diantaranya :
Suicidal ideation, Pada tahap ini merupakan proses contemplasi dari suicide, atau sebuah metoda yang digunakan tanpa melakukan aksi/ tindakan, bahkan klien pada tahap ini tidak akan mengungkapkan idenya apabila tidak ditekan. Walaupun demikian, perawat perlu menyadari bahwa pasien pada tahap ini memiliki pikiran tentang keinginan untuk mati.
Suicidal intent, Pada tahap ini klien mulai berpikir dan sudah melakukan perencanaan yang konkrit untuk melakukan bunuh diri,
Suicidal threat, Pada tahap ini klien mengekspresikan adanya keinginan dan hasrat yan dalam , bahkan ancaman untuk mengakhiri hidupnya. .
Suicidal gesture, Pada tahap ini klien menunjukkan perilaku destruktif yang diarahkan pada diri sendiri yang bertujuan tidak hanya mengancam kehidupannya tetapi sudah pada percobaan untuk melakukan bunuh diri. Tindakan yang dilakukan pada fase ini pada umumnya tidak mematikan,
4
misalnya meminum beberapa pil atau menyayat pembuluh darah pada lengannya. Hal ini terjadi karena individu memahami ambivalen antara mati dan hidup dan tidak berencana untuk mati. Individu ini masih memiliki kemauan untuk hidup, ingin di selamatkan, dan individu ini sedang mengalami konflik mental. Tahap ini sering di namakan “Crying for help” sebab individu ini sedang berjuang dengan stress yang tidak mampu di selesaikan.
Suicidal attempt, Pada tahap ini perilaku destruktif klien yang mempunyai indikasi individu ingin mati dan tidak mau diselamatkan misalnya minum obat yang mematikan . walaupun demikian banyak individu masih mengalami ambivalen akan kehidupannya.
Suicide. Tindakan yang bermaksud membunuh diri sendiri . hal ini telah didahului oleh beberapa percobaan bunuh diri sebelumnya. 30% orang yang berhasil melakukan bunuh diri adalah orang yang pernah melakukan percobaan bunuh diri sebelumnya. Suicide ini yakini merupakan hasil dari individu yang tidak punya pilihan untuk mengatasi kesedihan yang mendalam.
2. Penyebab Bunuh diri a. Faktor genetic dan teori biologi Factor genetic mempengaruhi terjadinya resiko bunuh diri pada keturunannya.
Disamping itu
adanya
penurunan
serotonin
dapat
menyebabkan depresi yang berkontribusi terjadinya resiko buuh diri. b. Teori sosiologi Emile Durkheim membagi suicide dalam 3 kategori yaitu : Egoistik (orang yang tidak terintegrasi pada kelompok social) , atruistik (Melakukan suicide untuk kebaikan masyarakat) dan anomic ( suicide karena kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain dan beradaptasi dengan stressor). c. Teori psikologi Sigmund Freud dan Karl Menninger meyakini bahwa bunuh diri merupakan hasil dari marah yang diarahkan pada diri sendiri. d. Penyebab lain
5
Adanya harapan untuk reuni dan fantasy. Merupakan
jalan
untuk
mengakhiri
keputusasaan
dan
ketidakberdayaan Tangisan untuk minta bantuan Sebuah tindakan untuk menyelamatkan muka dan mencari kehidupan yang lebih baik. 3. Faktor yang Mempengaruhi Bunuh Diri Menurut Yosep (2009), faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku bunuh diri adalah sebagai berikut : 1) Faktor Mood dan Biokimia Otak. Ghanshyam Pandey beserta timnya dari University of Illinois, Chicago, menemukan bahwa aktivitas enzim di dalam pikiran manusia bisa mempengaruhi mood yang memicu keinginan mengakhiri nyawa sendiri. Pandey mengetahui fakta tersebut setelah melakukan eksperimen terhadap otak 34 remaja yang 17 di antaranya meningkat akibat bunuh diri. Ditemukan bahwa tingkat aktivitas protein kinase C (PKC) pada otak pelaku bunuh diri lebih rendah dibandingkan mereka yang meninggal bukan karena bunuh diri. Temuan yang dipublikasikan di jurnal Archives of General Psychiatry menyatakan bahwa PKC merupakan komponen yang berperan dalam komunikasi sel, terhubung erat dengan gangguan mood seperti depresi di masa lalu. Psikolog dari Benefit Strategic HRD Hj. Rooswita mengatakan, “depresi berat menjadi penyebab utama. Depresi timbul, karena pelaku tidak kuat menanggung beban permasalahan yang menimpa. Karena terus menerus mendapat tekanan, permasalahan kian menumpuk dan pada puncaknya memicu keinginan bunuh diri.” 2) Faktor Riwayat Gangguan Mental. Studi lanjutan Pandey, “PKC bisa menjadi target intervensi terapi pada pasien-pasien yang memiliki perilaku kecenderungan untuk bunuh diri.” Namun masih menjadi misteri mengapa ketidaknormalan PKC bisa berpengaruh sedemikian. Peter Parker, ilmuwan dari Cancer Research
6
London Research Instiute, mengatakan bahwa studi tersebut belum bisa dikatakan final. Materi fisik yang dijadikan sampel dari orang yang sudah rusak akibat waktu ketika dilakukan penelitian. Insiden depresi pada remaja dan mereka yang berusia muda cenderung meningkat di tahuntahun belakangan dan semakin mengkhawatirkan. Sebanyak 20% dari orang muda meninggal akibat bunuh diri. 3) Faktor Meniru, Imitasi, dan Pembelajaran. Menurut Direktur Utama Sanatorium Dharmawangsa, ada Proses Pembelajaran mereka yang melakukan bunuh diri. Bisakah dikatakan bahwa gangguan kejiwaan disebabkan faktor genetik atau keturunan? Jelas bisa begitu, walau tidak secara langsung. Gangguan kejiwaan memang dipengaruhi pula oleh faktor genetik. Prosesnya memang tidak otomatis, jadi lewat proses. Proses yang berlangsung adalah secara genetik yang mempengaruhi proses biologis juga. Dalam kasus bunuh diri, dikatakan ada Proses Pembelajaran. Para korban memiliki pengalaman dari salah satu keluarganya yang pernah melakukan percobaan bunuh diri atau meninggal karena bunuh diri. Tidak hanya itu, biasa juga terjadi pembelajaran dari pengetahuan lainnya. Soal bunuh diri, yang terlibat memang bukan kejiwaan saja. Proses pembelajaran di sini merupakan asupan yang masuk ke dalam memori seseorang, seperti rekaman lagu di disket, begitu pula memori yang selalu melekat di ingatan kita tentang berbagai peristiwa. Memori itu biasa menyebabkan perubahan kimia lewat pembentukan protein-protein yang erat kaitannya dengan memori. Pada tahap itu, bisa saja proses rekaman di memori dihambat. Itu dilakukan dengan terapi dan perawatan. Sering kali banyak yang tidak menyadari Proses Pembelajaran ini sebagai keadaan yang perlu diwaspadai. Bahkan, kita baru paham kalau pasien sudah diperiksa psikiater atau dokter. Bisakah disebutkan bahwa kasus bunuh diri itu caranya sama seperti yang ada di dalam memorinya? – tidak selalu begitu. Caranya biasa macam-macam. Bisa saja dia melakukan cara yang sama seperti yang ada di memorinya. Kita perlu perhatikan bahwa orang yang
7
pernah mencoba bunuh diri dengan cara yang lebih soft (halus), seperti minum racun, bisa melakukan cara lain yang lebih hard (keras) dari yang pertama bila
yang sebelumnya
tidak berhasil. Dia akan terus
melakukannya dan meningkatkan kadar caranya bila usaha bunuh dirinya tidak berhasil. 4) Faktor Isolasi Sosial dan Hukum Relations. Menurut Rohana Man, kajian bunuh diri disebabkan oleh perasaan pelajar terpinggir dan terasing menurut penelitian oleh 33 konselor dari Seremban, Kuala Kumpur dan Selangor. Secara kualitatif mendapati pelajar bermasalah yang cenderung membunuh diri terdiri dari mereka yang mempunyai tingkah laku terpinggir. Menurutnya, tingkah laku itu menyebabkan pelajar merasa terasing karena karena tidak mempunyai kumpulan sendiri di sekolah. Ia merasa dirinya tidak diterima di sekolah dan tidak mempunyai teman. Tambahnya, tingkah laku pelajar terpinggir akan menjadi lebih buruk apabila merasa diri mereka juga tidak dipedulikan oleh keluarga. Orang memilih bunuh diri, secara umum karena stress yang muncul karena kegagalan beradaptasi. Ini dapat terjadi di lingkungan pekerjaan, keluarga, sekolah, pergaulan dalam masyarakat, dan sebagainya. Demikian pula bila seseorang
merasa
terisolasi,
kehilangan
hubungan
interpersonal
merupakan sifat alami manusia. Bahkan keputusan bunuh diri juga bisa dilakukan karena perasaan bersalah. Suami membunuh diri isteri, kemudian dilanjutkan membunuh dirinya sendiri, bisa dijadikan contoh kasus. 5) Faktor hilangnya Perasaan Aman dan Ancaman Kebutuhan Dasar. Rasa tidak aman merupakan penyebab terjadinya banyak kasus bunuh diri di Jakarta dan sekitarnya, akhir-akhir ini (Kompas). Tidak adanya rasa aman untuk menjalankan usaha bagi warga serta ancaman terhadap tempat tinggal mereka berpotensi kuat memunculkan gangguan kejiwaan seseorang hingga tahap bunuh diri.
8
Menurut Prayitno, banyak kasus bunuh diri yang disebabkan faktor pengangguran, kemiskinan, malu, dan ketidakmampuan bersaing dalam kehidupan, atau karena tekanan-tekanan lain. 6) Faktor Religiusitas. Dengan alas an apapun dan agama mana pun, bunuh diri dipandang dosa besar dan mengingkari kekuasaan Tuhan. Menurut Dahli Khairi, bunuh dirisebagai gejala tipisnya iman atau kurang begitu memahami ilmu agama.
4. Jenis Bunuh Diri Menurut Durkheim, bunuh diri dibagi menjadi tiga jenis, yaitu : a) Bunuh diri egoistic (faktor dalam diri seseorang) Individu tidak mampu berinteraksi dengan masyarakat, ini disebabkan oleh kondisi kebudayaan atau karena masyarakat yang menjadikan individu itu seolah-olah tidak berkepribadian. Kegagalan integrasi dalam keluarga dapat menerangkan mengapa mereka tidak menikah lebih rentan untuk melakukan percobaan bunuh diri dibandingkan mereka yang menikah.
b) Bunuh diri altruistic (terkait kehormatan seseorang) Individu terkait pada tuntutan tradisi khusus ataupun ia cenderung untuk bunuh diri karena indentifikasi terlalu kuat dengan suatu kelompok, ia merasa kelompok tersebut sangat mengharapkannya. c) Bunuh diri anomik (faktor lingkungan dan tekanan) Hal ini terjadi bila terdapat gangguan keseimbangan integrasi antara individu dan masyarakat, sehingga individu tersebut meninggalkan normanorma kelakuan yang biasa. Individu kehilangan pegangan dan tujuan. Masyarakat atau kelompoknya tidak memberikan kepuasan padanya karena tidak ada pengaturan atau pengawasan terhadap kebutuhankebutuhannya.
9
BAB III. TINJAUAN KASUS
1. Pengkajian resiko bunuh diri Sebagai perawat perlu mempertimbangkan pasien memiliki resiko apabila menunjukkan perilaku sebagai berikut : Menyatakan pikiran, harapan dan perencanaan tentang bunuh diri Memiliki riwayat satu kali atau lebih melakukan percobaan bunuh diri. Memilki keluarga yang memiliki riwayat bunuh diri. Mengalami depresi, cemas dan perasaan putus asa. Memiliki ganguan jiwa kronik atau riwayat penyakit mental Mengalami penyalahunaan NAPZA terutama alcohol Menderita penyakit fisik yang prognosisnya kurang baik Menunjukkan impulsivitas dan agressif Sedang mengalami kehilangan yang cukup significant atau kehilangan yang bertubi-tubi dan secara bersamaan Mempunyai akses terkait metode untuk melakukan bunuh diri misal pistol, obat, racun. Merasa ambivalen tentang pengobatan dan tidak kooperatif dengan pengobatan Merasa kesepian dan kurangnya dukungan sosial.
Banyak instrument yang bisa dipakai untuk menentukan resiko klien melakukan bunuh diri diantaranya dengan SAD PERSONS NO
SAD PERSONS
Keterangan
1
Sex (jenis kelamin)
Laki laki lebih komit melakukan suicide 3 kali lebih tinggi dibanding wanita, meskipun wanita lebih sering 3 kali dibanding laki laki melakukan percobaan bunuh diri
10
2
Age ( umur)
Kelompok resiko tinggi : umur 19 tahun atau lebih muda, 45 tahun atau lebih tua dan khususnya umur 65 tahun lebih.
3
35 – 79% oran yang melakukan bunuh diri
Depression
mengalami sindrome depresi. 4
Previous
attempts 65- 70% orang yang melakukan bunuh diri sudah
(Percobaan
pernah melakukan percobaan sebelumnya
sebelumnya) 5
ETOH ( alkohol)
65
%
orang
yang
suicide
adalah
orang
menyalahnugunakan alkohol 6
Rational Loss
(
thinking Orang skizofrenia dan dementia lebih sering Kehilangan melakukan
berpikir rasional) 7
bunuh
diri
disbanding
general
populasi
Sosial support lacking Orang yang melakukan bunuh diri biasanya ( Kurang dukungan kurannya dukungan dari teman dan saudara, social)
pekerjaan
yang
bermakna
serta
dukungan
spiritual keagaamaan 8
Organized perencanaan
plan
( Adanya perencanaan yang spesifik terhadap
yang bunuh diri merupakan resiko tinggi
teroranisasi) 9
10
No spouse ( Tidak Orang duda, janda, single adalah lebih rentang memiliki pasangan)
disbanding menikah
Sickness
Orang berpenyakit kronik dan terminal beresiko tinggi melakukan bunuh diri.
Dalam melakukan pengkajian klien resiko bunuh diri, perawat perlu memahami petunjuk dalam melakukan wawancara dengan pasien dan keluarga untuk mendapatkan data yang akurat. Hal – hal yang harus diperhatikan dalam melakukan wawancara adalah : 1) Tentukan tujuan secara jelas. Dalam melakukan wawancara, perawat tidak melakukan diskusi secara acak, namun demikian perawat perlu melakukannya wawancara yang 11
fokus pada investigasi depresi dan pikiran yang berhubungan dengan bunuh diri. 2) Perhatikan signal / tanda yang tidak disampaikan namun mampu diobservasi dari komunikasi non verbal. Hal ini perawat tetap memperhatikan indikasi terhadap kecemasan dan distress yang berat serta topic dan ekspresi dari diri klien yang di hindari atau diabaikan. 3) Kenali diri sendiri. Monitor dan kenali reaksi diri dalam merespon klien, karena hal ini akan mempengaruhi penilaian profesional. 4) Jangan terlalu tergesa – gesa dalam melakukan wawancara. Hal ini perlu membangun hubungan terapeutik yang saling percaya antara perawat dank lien. 5) Jangan membuat asumsi Jangan membuat asumsi tentang pengalaman masa lalu individu mempengaruhi emosional klien. 6) Jangan menghakimi, karena apabila membiarkan penilaian pribadi akan membuat kabur penilaian profesional.
Data yang perlu dikumpulkan saat pengkajian : a) Riwayat masa lalu : Riwayat percobaan bunuh diri dan mutilasi diri Riwayat keluarga terhadap bunuh diri Riwayat gangguan mood, penyalahgunaan NAPZA dan skizofrenia Riwayat penyakit fisik yang kronik, nyeri kronik. Klien yang memiliki riwayat gangguan kepribadian boderline, paranoid, antisosial. Klien yang sedang mengalami kehilangan dan proses berduka,
12
b) Symptom yang menyertainya Apakah klien mengalami : Ide bunuh diri Ancaman bunh diri Percobaan bunuh diri Sindrome mencederai diri sendiri yang disengaja
c) Derajat yang tinggi terhadap keputusasaan, ketidakberdayaan dan anhedonia dimana hal ini merupakan faktor krusial terkait dengan resiko bunuh diri. Bila individu menyatakan memiliki rencana bagaimana untuk membunuh diri mereka sendiri. Perlu dilakukan penkajian lebih mendalam lagi diantaranya : Cari tahu rencana apa yang sudah di rencanakan Menentukan seberapa jauh klien sudah melakukan aksinya atau perencanaan
untuk
melakukan
aksinya
yang
sesuai
dengan
rencananya. Menentukan seberapa banyak waktu yang di pakai pasien untuk merencanakan dan mengagas akan suicide Menentukan bagaiamana metoda yang mematikan itu mampu diakses oleh klien. Hal – hal yang perlu diperhatikan didalam melakukan pengkajian tentang riwayat kesehatan mental klien yang mengalami resiko bunuh diri : Menciptakan hubungan saling percaya yang terapeutik Memilih tempat yang tenang dan menjaga privacy klien Mempertahankan ketenangan, suara yang tidak mengancam dan mendorong komunikasi terbuka. Menentukan keluhan utama klien dengan menggunakan kata – kata yang dimengerti klien Mendiskuiskan
gangguan
jiwa
sebelumnya
dan
riwayat
pengobatannya
13
Mendaptakan data tentang demografi dan social ekonomi Mendiskusikan keyakinan budaya dan keagamaan Peroleh riwayat penyakit fisik klien
2. Diagnosa Keperawatan Resiko Bunuh diri Pengertian : Resiko untuk mencederai diri yang mengancam kehidupan NOC Impulse Control, Suicide Self-Restraint Tujuan Klien tidak melakukan percobaan bunuh diri Indicator
Menyatakan harapannya untuk hidup
Menyatakan perasaan marah, kesepian dan keputusasaan secara asertif.
Mengidentifikasi orang lain sebagai sumber dukungan bila pikiran bunuh diri muncul.
Mengidentifikasi alaternatif mekanisme coping
NIC Active Listening, Coping Enhancement, Suicide Prevention, Impulse Control Training, Behavior Management: Self-Harm, Hope Instillation, Contracting, Surveillance: Safety Aktivitas keperawatan secara umum : 1) Bantu klien untuk menurunkan resiko perilaku destruktif yang diarahkan pada diri sendiri, dengan cara : Kaji tingkatan resiko yang di alami pasien : tinggi, sedang, rendah. Kaji level Long-Term Risk yang meliputi : Lifestyle/ gaya hidup, dukungan social yang tersedia, rencana tindakan yang bisa mengancam kehidupannya, koping mekanisme yang biasa digunakan.
2) Berikan lingkungan yang aman ( safety) berdasarkan tingkatan resiko , managemen untuk klien yang memiliki resiko tinggi;
14
Orang yang ingin suicide dalam kondisi akut seharusnya ditempatkan didekat ruang perawatan yang mudah di monitor oleh perawat. Mengidentifikasi dan mengamankan benda – benda yang dapat membahayakan klien misalnya : pisau, gunting, tas plastic, kabel listrik, sabuk, hanger dan barang berbahaya lainnya. Membuat kontrak baik lisan maupun tertulis dengan perawat untuk tidak melakukan tindakan yang mencederai diri Misalnya : ”Saya tidak akan mencederai diri saya selama di RS dan apabila muncul ide untuk mencederai diri akan bercerita terhadap perawat.” Makanan seharusnya diberikan pada area yang mampu disupervisi dengan catatan :
Yakinkan intake makanan dan cairan adekuat
Gunakan piring plastik atau kardus bila memungkinkan.
Cek dan yakinkan kalau semua barang yang digunakan pasien kembali pada tempatnya.
Ketika memberikan obat oral, cek dan yakinkan bahwa semua obat diminum. Rancang anggota tim perawat untuk memonitor secara kontinyu. Batasi orang dalam ruangan klien dan perlu adanya penurunan stimuli. Instruksikan pengunjung untuk membantasi barang bawaan ( yakinkan untuk tidak memberikan makanan dalam tas plastic) Pasien yang masih akut diharuskan untuk selalu memakai pakaian rumah sakit. Melakukan seklusi dan restrain bagi pasien bila sangat diperlukan Ketika pasien sedang diobservasi, seharusnya tidak menggunakan pakaian
yang
menutup
seluruh
tubuhnya. Perlu
diidentifikasi
keperawatan lintas budaya. Individu yang memiliki resiko tinggi mencederai diri bahkan bunuh diri perlu adanya komunikasi oral dan tertulis pada semua staf.
15
3) Membantu meningkatkan harga diri klien Tidak menghakimi dan empati Mengidentifikasi aspek positif yang dimilikinya Mendorong berpikir positip dan berinteraksi dengan orang lain Berikan jadual aktivitas harian yang terencana untuk klien dengan control impuls yang rendah Melakukan terapi kelompok dan terapi kognitif dan perilaku bila diindikasikan.
4) Bantu klien untuk mengidentifikasi dan mendapatkan dukungan social Informasikan
kepada
keluarga
dan
saudara
klien
bahwa
klien
membutuhkan dukungan social yang adekuat Bersama
pasien menulis daftar dukungan sosial yang di punyai termasuk
jejaring sosial yang bisa di akses. Dorong klien
untuk melakukan aktivitas social
5) Membantu klien mengembangkan mekanisme koping yang positip.
Mendorong ekspresi marah dan bermusuhan secara asertif
Lakukan pembatasan pada ruminations tentang percobaan bunuh diri.
Bantu klien untuk mengetahui faktor predisposisi ‘ apa yang terjadi sebelum anda memiliki pikiran bunuh diri’
Memfasilitasi uji stress kehidupan dan mekanisme koping
Explorasi perilaku alternative
Gunakan modifikasi perilaku yang sesuai
Bantu klien untuk mengidentifikasi pola piker yang negative dan mengarahkan secara langsung untuk merubahnya yang rasional.
6) Initiate Health Teaching dan rujukan, jika diindikasikan Memberikan pembelajaran yan menyiapkan orang mengatasi stress (relaxation, problem-solving skills).
16
Mengajari keluarga technique limit setting Mengajari keluarga ekspresi perasaan yang konstruktif Intruksikan keluarga dan orang lain untuk mengetahui peningkatan resiko : perubahan perilaku, komunikasi verbal dan nonverbal, menarik diri, tanda depresi.
3.
Rencana Keperawatan TUM : Klien tidak mencederai diri sendiri TUK 1 Klien dapat membina hubungan saking percaya. Kriteria Evaluasi : Ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa senang, ada kontak mata, mau berjabat tangan,mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, mau duduk berdampingan dengan perawat, mau mengutarakan masalah yang dihadapi Rencana Tindakan :
a. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik : 1) Sapa klien dengan nama baik verbal maupun non verbal. 2) Perkenalkan diri dengan sopan. 3) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien. 4) Jelaskan tujuan pertemuan 5) Jujur dan menepati janji 6) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya. 7) Berikan perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar TUK 2 Klien dapat terlindung dari perlaku bunuh diri,
17
Kriteria evaluasi : Klien dapat terlindung dari perilaku bunuh diri Rencana Tindakan :
1. Jauhkan klien dari benda-benda yang dapat membahayakan. 2. Tempatkan klien diruangan yang tenang dan selalu terlihat oleh perawat. 3. Awasi klien secara ketat setiap saat TUK 3 Klien dapat mengekspresikan perasaannya, Kriteria evaluasi : Klien dapat mengekspresikan perasaannya Rencana Tindakan :
1) Dengarkan keluhan yang dirasakan klien. 2) Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan keraguan, ketakutan dan
keputusasaan.
3) Beri waktu dan kesempatan untuk menceritakan arti penderitaannya. 4) Beri dukungan pada tindakan atau ucapan klien yang menunjukkan keinginan untuk hidup. TUK 4 Klien dapat meningkatkan harga diri, Kriteria evaluasi : Klien dapat meningkatkan harga dirinya Rencana Tindakan : a. Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi keputusasaannya. b. Kaji dan kerahkan sumber-sumber internal individu.
18
c. Bantu mengidentifikasi sumber-sumber harapan (misal : hubungan antar sesama, keyakinan, hal-hal untuk diselesaikan). TUK 5 Klien dapat menggunakan koping yang adaptif, Kriteria evaluasi : Klien dapat menggunakan koping yang adaptif Rencana Tindakan :
a. Ajarkan
mengidentifikasi
pengalaman-pengalaman
yang
menyenangkan. b. Bantu untuk mengenali hal-hal yang ia cintai dan yang ia sayangi dan c. pentingnya terhadap kehidupan orang lain. d. Beri dorongan untuk berbagi keprihatinan pada orang lain. TUK 6 Klien dapat menggunakan dukungan sosial, Kriteria evaluasi : Klien dapat menggunakan dukungan sosial. Rencana Tindakan : 1. Kaji dan manfaatkan sumber-sumber eksternal individu. 2. Kaji sistem pendukung keyakinan yang dimiliki klien. 3. Lakukan rujukan sesuai indikasi (pemuka agama). TUK 7 Klien dapat menggunakan obat dengan benar dan tepat, Kriteria evaluasi : Klien dapat menggunakan obat dengan tepat Rencana Tindakan : 1. Diskusikan tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan efek samping minum obat).
19
2. Bantu menggunakan obat dengan prinsip 5 benar. 3. Anjurkan membicarakan efek dan efek samping yang dirasakan oleh klien. 4. Beri reinforcement positif bila menggunakan obat dengan benar.
20
BAB IV PENUTUP
A. KESIMPULAN Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh klien untuk mengakhiri kehidupannya. Berdasarkan besarnya kemungkinan klien melakukan bunuh diri, ada tiga macam perilaku bunuh diri yang perlu diperhatikan, yaitu : 1. Isyarat bunuh diri Isyarat bunuh diri ditunjukkan dengan berperilaku secara tidak langsung ingin bunuh diri, misalnya dengan mengatakan :”Tolong jaga anak-anak karena saya akan pergi jauh!” atau “Segala sesuatu akan lebih baik tanpa saya.” Pada kondisi ini klien mungkin sudah memiliki ide untuk mengakhiri hidupnya, namun tidak disertai dengan ancaman dan percobaan bunuh diri. Klien umumnya mengungkapkan perasaan seperti rasa bersalah/ sedih/ marah/ putus asa/ tidak berdaya. Klien juga mengungkapkan halhal negatif tentang diri sendiri yang menggambarkan harga diri rendah.
2. Ancaman bunuh diri. Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh klien, berisi keinginan untuk mati disertai dengan rencana untuk mengakhiri kehidupan dan persiapan alat untuk melaksanakan rencana tersebut. Secara aktif klien telah memikirkan rencana bunuh diri, namun tidak disertai dengan percobaan bunuh diri. Walaupun dalam kondisi ini klien belum pernah mencoba bunuh diri, pengawasan ketat harus dilaksanakan. Kesempatan sedikit saja dapat dimanfaatkan klien untuk melaksanakan rencana bunuh dirinya.
21
3. Percobaan bunuh diri. Percobaan bunuh diri merupakan tindakan klien mencederai atau melukai diri untuk mengakhiri kehidupannya. Pada kondisi ini, klien aktif mencoba bunuh diri dengan cara gantung diri, minum racun, memotong urat nadi, atau menjatuhkan diri dari tempat tinggi.
22
DAFTAR PUSTAKA
CAPTAIN, C, ( 2008). Assessing suicide risk, Nursing made incredibly easy, Volume 6(3), May/June 2008, p 46–53 Varcarolis, E M (2000). Psychiatric Nursing Clinical Guide, WB Saunder Company, Philadelphia. Stuart, GW and Laraia (2005). Principles and practice of psychiatric nursing, 8ed. Elsevier Mosby, Philadelphia Shives, R (2008). Basic concept of psychiatric and Mental Health Nursing, Mosby, St Louis. Kaplan and Saddock (2005). Comprehensive textbook of Psychiatry, Mosby, St Louis. Carpenito, LJ (2008). Nursing diagnosis : Aplication to clinical practice, Mosby St Louis
23