Alam yang indah dan lestari merupakan jaminan bagi kelangsungan hidup manusia dan segala lapisan kehidupan yang ada di dalamnya. Untuk menjamin kelangsungan hidup kita dan generasi mendatang diharapkan agar tetap memilki kehidupan dan lingkuan dalam suasana yang baik dan menyenangkan, banyak hal dilakukan untuk menjamin kelangsungan hidup alam semesta, setidaknya kita harus merubah sikap dalam memandang dan memperlakukan alam sebagai hal bukan sebagai sumber kekayaan yang siap dieksploitasi, kapan dan di mana saja. Walaupun alam tidak memiliki keinginan dan kemampuan aktif-eksploitatif terhadap manusia, perlahan tapi pasti, apa yang terjadi pada alam, langsung atau tidak langsung, akan terasa pengaruhnya bagi kehidupan manusia. Lingkungan yang indah dan lestari akan membawa pengaruh positif bagi kesehatan dan bahkan keselamatan manusia. Begitupun sebaliknya, lingkungan yang rusak dan terancam punah, akan membawa pengaruh buruk bagi kehidupan manusia. Menurut survey Environmental Performance Index (EPI) 2008 dari Universitas Yale, Indonesia kini berada di urutan ke-102 dari 149 negara yang berwawasan lingkungan, sedangkan Malaysia menempati peringkat 26, jauh di atas Indonesia. Mengenai pengelolaan lingkungan yang benar, diperlukan wawasan mengenai pembangunan sisi ekologi untuk pembangunan berkelanjutan. Manusia Indonesia diajurkan berhenti menyakiti alam atau perusakan lingkungan hidup lainnya, kemudian bersama pemerintah, mengesahkan peraturan larangan perusakan lingkungan hidup. Hal yang tak kalah pentingnya, bersikap jujur dan tidak menerima uang suap dari perusahaan yang mencoba untuk merusak lingkungan hidup. Hal ini dikarenakan, bagaimanapun juga, anak cucu Indonesia nantinya juga membutuhkan lingkungan hidup yang lebih baik. (Sultan Hamengku Buwono IX, Jogjakarta, 22 Agustus 2008. Selanjutnya, Sartika Agustin dalam artikel "Pilih Mana, Maju atau Lingkungan Hidup Rusak ? " (Google-Analitik, 2008), Saat ini kerusakan lingkungan dan polusi sudah sedemikian akut, bahkan terus bertambah parah. Disimpulkan secara simplistis, bentuk kerusakan dan tingkat pencemaran pada intinya disebabkan oleh kemajuan pembangunan industri dan teknologi yang tidak sebanding dengan upaya pelestarian lingkungan. Peranan negara-negara maju dalam menyumbang pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup sangat besar.
Keseimbangan alam perlu diciptakan untuk menjamin siklus kehidupan berbagai macam makhluk di bumi ini, apakah itu berupa tumbuh-tumbuhan, hewan atau binatang termasuk di dalamnya manusia. Bila lingkungan alam kehilangan keseimbangan, perputaran siklus akan terputus dan reaksi alam akan muncul berupa bencana di manamana. Sebab, dalam lingkungan hidup terdapat bermacam-macam siklus yang saling berkaitan dengan bermacam-macam makhluk dan benda alam. Berdasarkan hal tersebut di atas jelaslah bahwa pemerintah sebagai pemegang kekuasaan dalam pengelolaan lingkungan hidup yang antara lain mengemban fungsi pengaturan, pembinaan, perizinan dan pengawasan dalam pengelolaan lingkungan hidup memegang peranan yang sangat penting. Lingkungan adalah kombinasi antara kondisi fisik yang mencakup keadaan sumber daya alam seperti tanah, air, energi surya, mineral, serta flora dan fauna yang tumbuh di atas tanah maupun di dalam lautan,dengan kelembagaan yang meliputi ciptaan manusia seperti keputusan bagaimana menggunakan lingkungan fisik tersebut. Dengan kata lain, lingkungan merupakan sumber penghasil dari setiap hal yang di butuhkan manusia untuk menunjang kebutuhan hidup dan sebagai tampat berkembang biak daripada makhluk hidup terutama manusia.
Etika Lingkungan Hidup Sikap dan perilaku seseorang terhadap sesuatu sangat ditentukan oleh bagaimana pandangan seseorang terhadap sesuatu itu. Hal tersebut berlaku untuk banyak hal, termasuk mengenai hubungan manusia dengan alam lingkungannya. Manusia memiliki pandangan tertentu terhadap alam, di mana pandangan itu telah menjadi landasan bagi tindakan dan perilaku manusia terhadap alam. Pandangan tersebut dibahas dalam tiga teori utama, yang dikenal sebagai Shallow Environmental Ethics, Intermediate Environmental Ethics,dan Deep Environmetal Ethics Ketiga teori ini dikenal juga sebagai Antroposentisme, Biosentrisme, dan Ekosentrisme.
Antroposentisme Dinamakan berdasarkan kata antropos = manusia, adalah suatu pandangan yang menempatkan manusia sebagai pusat dari sistem alam semesta. Pandangan ini berisi pemikiran bahwa segala kebijakan yang diambil mengenai lingkungan hidup harus dinilai berdasarkan manusia dan kepentingannya. Karena pusat pemikiran adalah manusia, maka kebijakan terhadap alam harus diarahkan untuk mengabdi pada kepentingan manusia.Alam dilihat hanya sebagai objek, alat dan sarana bagi pemenuhan kebutuhan dan
kepentingan manusia. Dengan demikian alam dilihat tidak mempunyai nilai dalam dirinya sendiri. Alam dipandang dan diperlakukan hanya sebagai alat bagi pencapaian tujuan manusia. Dituduh sebagai salah satu penyebab bagi terjadinya krisis lingkungan hidup. Pandangan inilah yang telah menyebabkan manusia berani melakukan tindakan eksploitatif terhadap alam, dengan menguras kekayaan alam demi kepentingannya. Walau banyak kritik dilontarkan terhadap teori antroposentrisme, namun sebenarnya argumen yang ada di dalamnya cukup sebagai landasan yang kuat bagi pengembangan sikap kepedulian terhadap alam. Manusia membutuhkan lingkungan hidup yang baik, maka demi kepentingan hidupnya, manusia memiliki kewajiban memelihara dan melestarikan alam lingkungannya. Antroposentrisme bersifat instrumentalis, di mana pola hubungan manusia dengan alam hanya terbatas pada relasi instrumental semata. Alam dilihat sebagai alat bagi pemenuhan kebutuhan dan kepentingan manusia. Kalaupun manusia bersifat perduli terhadapa alam, hal itu dilakukan semata-mata demi menjamin kebutuhan dan kepentingan hidup manusia, dan bukan atas pertimbangan bahwa alam mempunyai nilai pada dirinya sendiri. Teori ini jelas bersifat egoistis karena hanya mengutamakan kepentingan manusia. Itulah sebabnya teori ini dianggap sebagai sebuah etika lingkungan yang dangkal dan sempit (shallow environmental ethics). Antroposentrisme bersifat teologis karena pertimbangan yang diambil untuk perduli terhadap alam didasarkan pada akibat dari tindakan itu bagi kepentingan manusia. Teori antroposentisme telah telah dituduh sebagai salah satu penyebab bagi terjadinya krisis lingkungan hidup.Pandangan inilah yang telah menyebabkan manusia berani melakukan tindakan eksploitatif terhadap alam, dengan menguras kekayaan alam demi kepentingannya.Walau banyak kritik dilontarkan terhadap teori antroposentrisme, namun sebenarnya argumen yang ada di dalamnya cukup sebagai landasan yang kuat bagi pengembangan sikap kepedulian terhadap alam. Manusia membutuhkan lingkungan hidup yang baik, maka demi kepentingan hidupnya, manusia memiliki kewajiban memelihara dan melestarikan alam lingkungannya.
Biosentris Biosentrisme adalah suatu pandangan yang menempatkan alam sebagai yang mempunyai nilai dalam dirinya sendiri, lepas dari kepentingan manusia. Dengan demikian, biosentrisme menolak
teoriantroposentrisme yang menyatakan bahwa hanya manusialah yang mempunyai nilaidalam dirinya sendiri. Teori biosentrisme berpandangan bahwa makhluk hidup bukan hanya manusia saja. Ada banyak hal dan jenis makhluk yang memiliki kehidupan. Pandangan biosentrisme mendasarkan moralitas pada keluhuran kehidupan, entah pada manusia atau pada makhluk hidup lainnya. Karena yang menjadi pusat perhatian dan ingin dibela dalam teori ini adalah kehidupan, maka secara moral berlaku prinsip bahwa setiap kehidupan di muka bumi ini mempunyai nilai moral yang sama, sehingga harus dilindungi dan diselamatkan. Oleh karena itu, kehidupan setiap makhluk hidup pantas dipertimbangkan secara serius dalam setiap keputusan dan tindakan moral, bahkan lepas dari pertimbangan untung-rugi bagi kepentingan manusia. Biosentrisme menekankan kewajiban terhadap alam bersumber dari pertimbangan bahwa kehidupan adala sesuatu yang bernilai, baik kehidupan manusia maupun spesies lain di bumi ini. Biosentrisme melihat alam dan seluruh isinya mempunyai harkat dan nilai dalam dirinya sendiri. Alam mempunyai nilai justru karena ada kehidupan yang terkandung di dalamnya. Manusia dilihat sebagai salah satu bagian saja dari keseluruhan kehidupan yang ada di bumi, dan bukan merupakan pusat dari seluruh alam semesta. Maka secara biologis manusia tidak ada bedanya dengan makhluk hidup lainnya.Teori biosentrisme disebut juga intermediate environmenthal ethics, harus dimengerti dengan baik, khususnya menyangkut kedudukan manusia dan makhluk hidup yang lain di bumi ini. Pada intinya teori biosentrisme berpusat pada komunitas biotis dan seluruh kehidupan yang ada di dalamnya. Manusia tidak mengorbankan kehidupan lainnya begitu saja atas dasara pemahaman bahwa alam dan segala isinya tidak bernilai dalam dirinya sendiri.
Ekosentris Pandangan ini didasarkan pada pemahaman bahwa secara ekologis, baik makhluk hidup maupun benda-benda abiotik saling terkait satu sama lain. Air disungai, yang termasuk abiotik, sangat menentukan bagi kehidupan yang ada di dalamnya. Udara, walaupun idak termasuk makhluk hidup, namun sangat menentukan bagi kelangsungan seluruh makhluk hidup. Dan begitu seterusnya. Jadi ekosentrieme selain sejalan dengan biosentrisme dimana keduanya sama-sama menentang pandangan antroposentrisme juga mencakup komunitas yang lebih luas, yakni komunitas ekologis seluruhnya. Jadi ekosentrisme menuntut tanggung jawab moral yang sama untuk seluruh realitas biologis.
Ekosentrisme, disebut juga deep environmental ethics. Perhatian dari teri ini bukan hanya berpusat pada manusia melainkan pada makhluk hidup seluruhnya dalam kaitan dalam upaya mengatasi persoalan lingkungan hidup. Manusia bukan lagi pusat dari dunia moral.Deep ecology memnusatkan perhatian kepada semua makhluk hidup di bumi, bukan hanya demi kepentingan jangka pendek, melainkan demi kepentingan seluruh komunitas ekologi. Deep Ecology menganut prinsip biospheric egolitarian-ism, yaitu pengakuan bahwa seluruh organisme dan makhluk hidup adalah anggota yang sama statusnya dari suatu keseluruhan yang terkait sehingga mempunyai suatu martabat yang sama. Ini menyangkut suatu pengakuan bahwa hak untuk hidup dan berkembang untuk semua makhluk (baik hayati maupun non hayati) adalah sebuah hak unversal yang tidak bisa diabaikan. Sikap deep ecology terhadap lingkungan sangat jelas, yaitu tidak hanya memusatkan perhatian pada dampak pencemaran bagi kesehatan manusia, tetapi juga pada kehidupan secara keseluruhan. Alam harus dipandang juga dari segi nilai dan fungsi budaya, sosial, spiritual, medis, dan biologis.
Bumi = Kesatuan Ekosistem Pemahaman yang semakin baik dan mendasar tentang alam akan sangat membantu manusia menyadarai kewajiban dan tanggung jawabnya bagi pelestarian lingkungan hidupnya sendiri. Sikap terhadap lingkungan juga merupakan sikap yang secara langsung atau tak langsung, sadar atau tidak sadar, diarahkan pada diri sendiri dan umat manusia seluruhnya. Hal tersebut terjadi karena bumi merupakan suatu keanekaragaman hayati yang saling bergantung satu dengan yang lainnya :
Ekosistem Bumi Di dalam bumi mengandung berbagai lapisan kehidupan, yang dalam keberlangsungannya saling terkait satu sama lain. Keseluruhan lapisan kehidupan tersebut disebut biosfer (bios = hidup, sphere = bola) yang terdiri dari banyak ekosistem yang tak terhitung jumlahnya. Ekosistem(oikos=rumah,systema = keseluruhan) dimaksud sebagai unsur kehidupan sebuah lingkungan (organisme), yang merupakan sebuah sistem, yakni suatu keseluruhan yang terdiri atas bagian yang saling terkait, dan saling mempengaruhi. Semua ekosistem mencakup seluruh bentuk kehidupan yang ada di dalamnya, yang saling berinteraksi satu sama lain.
Manusia hanya sebagai salah satu lapisan Walaupun manusia merupakan makhluk yang paling maju, yang memiliki akal budi dan kehendak bebas, namun manusia hanya merupakan salah satu lapisan kehidupan yang berlangsung di bumi ini, dan tidak lebih dari itu. Manusia dapat mempengaruhi lingkungannya, dan sebaliknya, lingkungan juga pasti mempengaruhi manusia. Kalau lingkungan rusak maka kehidupan manusia akan terancam, dan pada akhirnya bisa punah.
Peran Manusia yang Semakin Besar Manusia tidak hanya menerima pengaruh dari lingkungannya, tetapi juga berperan memberikan pengaruh yang semakin lama semakin besar terhadap alam. Kehadiran manusia di bumi ini semakin memperkaya proses dinamis bumi yang sudah berlangsung sejak awal keberadaannya. Manusia dapat mengeringkan lautan menjadi daratan, menciptakan hujan buatan, menyulap padang pasir tandus menjadi lahan pertanian yang subur, atau mengubah rawa-rawa menjadi menjadi tempat pemukiman yang asri, dan sebagainya. Dapat dikatakan bahwa bumi tidak lagi mengalami proses dinamis tersebut pada dirinya sendiri saja, melainkan sudah melibatkan manusia dan makhluk-makhluk hidup dalam proses interaksi yang saling mempengaruhi.Intervensi manusia telah membawa dampak negatif yang besar terhadap alam sendiri, dan kepada berbagai lapisan kehidupan yang terdapat di dalamnya, termasuk manusia.
Manusia terhadap Lingkungan 1.Pengaruh seleksi alamSeperti halnya semua makhluk hidup lainnya, manusia terus berinteraksi dengan lingkungannya. Manusia mempengaruhi lingkungan hidupnya, dan sebalinya ia juga dipengaruhi oleh lingkungan hidupnya.Kenyataan yang terjadi, dalam proses yang berlangsung dalam waktu yang relatif lama, individu yang tidak sesuai dengan lingkungannya akan terdesak, meninggal, atau kesempatan untuk memproduksi diri jadi terbatas. Hanya individu yang sesuai atau dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya yang dapat berkembang. Hal itulah yang menyertai evolusi manusia dari nenek moyangnya menjadi manusia modern.2.Kedudukan manusia dan alam lingkungannyaTempat kedudukan manusia dari lingkungannya dapat dilihat dari dua segi:Pertama: dari segi perilaku dan struktur kemampuan •Tingkatan anorganik (benda mati) •Tingkatan tumbuh-tumbuhan •Tingkatan hewan
•Tingkatan manusia Dalam pandangan ini manusia berada pada kedudukan yang lebih tinggi dari benda atau makhluk lainnya.Kedua: dari segi kedudukan dalam keseluruhan ekosistem, baik manusia, lingkungan abiotik, dan lingkungan biotik.
Subject yang Berperan Sebagai Pengelola Dalam pemanfaatan sumber daya alam, menjaga lingkungan tetap lestari, harus diperhatikan tatanan/tata cara lingkungan itu sendiri. Dalam hal ini manusialah yang paling tepat sebagai pengelolanya karena manusia memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan organisme lain. Manusia mampu merombak, memperbaiki, dan mengkondisikan lingkungan seperti yang dikehendakinya, seperti: 1. manusia mampu berpikir serta meramalkan kemungkinan keadaan yang akan datang, 2. manusia memiliki ilmu dan teknologi, 3. manusia memiliki akal dan budi sehingga dapat memilih hal-hal yang baik. Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu dalam pemanfaatan, penataan, pemeliharaan, pengawasan, pengendalian, pemulihan, dan pengembangan lingkungan hidup. Melalui penerapan pengelolaan lingkungan hidup akan terwujud kedinamisan dan harmonisasi antara manusia dengan lingkungannya. Pengelolaan ini mempunyai tujuan sebagai berikut. 1.Mencapai kelestarian hubungan manusia dengan lingkungan hidup sebagai tujuan membangun manusia seutuhnya. 2.Mengendalikan pemanfaatan sumber daya secara bijaksana. 3.Mewujudkan manusia sebagai pembina lingkungan hidup. 4.Melaksanakan pembangunan berwawasan lingkungan untuk kepentingan generasi sekarang dan mendatang Untuk mencegah dan menghindari tindakan manusia yang bersifat kontradiksi dari hal-hal tersebut di atas, pemerintah telah menetapkan kebijakan melalui Undang-undang Lingkungan Hidup. Undangundang tentang ketentuan-ketentuan pokok pengelolaan lingkungan hidup yang pernah ada disahkan oleh Presiden Republik Indonesia pada tanggal 11 Maret 1982. Undang-undang ini berisi 9 Bab terdiri
dari 24 pasal. Undang-undang lingkungan hidup bertujuan mencegah kerusakan lingkungan, meningkatkan kualitas lingkungan hidup, dan menindak pelanggaran-pelanggaran yang menyebabkan rusaknya lingkungan. Undang-undang lingkungan hidup antara lain berisi hak, kewajiban, wewenang dan ketentuan pidana yang meliputi berikut ini : 1.Setiap orang mempunyai hak atas lingkungan hidup yang balk dan sehat. 2.Setiap orang berkewajiban memelihara lingkungan dan mencegah serta menanggulangi kerusakan dan pencemaran lingkungan 3.Setiap orang mempunyai hak untuk berperan serta dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup. Peran serta tersebut diatur dengan perundang-undangan. 4.Barang siapa yang dengan sengaja atau karena kelalaiannya melakukan perbuatan yang menyebabkan rusaknya lingkungan hidup atau tercemamya lingkungan hidup diancam pidana penjara atau denda
Paham Mengenai Lingkungan Pemahaman yang tepat mengenai lingkungan hidup adalah pemahaman yang mendorong pada sikap dan perlakuan yang semakin menjamin keberlangsungan segala proses kehidupan yang terdapat di alam semesta ini, termasuk di antaranya manusia.
Teori-teori etika lingkungan Sudah diuraikan sebelumnya mengenai ketiga teori utama etika lingkungan: antroposentrisme, biosentrisme,dan ekosentrisme. Ketiganya sama-sama menuntut kewajiban dan tanggung jawab manusia terhadap alam. Ekosentrisme diperluas dalam deep ecology dan ecosophy, sangat menggugah pemahaman manusia tentang kepentingan seluruh komunitas ekologis. Deep ecology menuntut suatu etika baru yang tidak berpusat pada manusia, melainkan berpusat pada keseluruhan kehidupan dalam kaitan dengan upaya mengatasi persoalan lingkungan hidup. Pada hakikatnya, deep ecology bukan lagi hanya sekedar pemahaman filosofis tentang lingkungan hidup, melainkan sebuah gerakan konkrit dan praktis penyelamatan lingkungan hidup. Inilah pandangan yang sebaiknya kita kembangkan secara konsisten.Deep Ecology dan pengembangannya.
Delapan Prinsip Deep Ecology:
1).Kesejahteraan dan keadan baik dari kehidupan manusiawi maupun bukan manusiawi di bumi mempunyai nilai intrinsik. Nilai-nilai ini tidak tergantung dari bermanfaat atau tidaknya dunia bukan manusiawi untuk tujuan manusia. 2).Kekayaan dan keanekaan bentuk-bentuk hidup menyumbangkan pada terwujudnya nilai-nilai ini dan nilai-nilai sendiri. 3).Manusia tidak berhak mengurangi kekayaan dan keanekaan ini kecuali untuk memenuhi kebutuhan vitalnya 4).Keadaan baik dari kehidupan dan kebudayaan manusia dapat dicocokkan dengan dikuranginya secara substansial jumlah penduduk. Keadaan baik bukan-manusiawi mmerlukan dikuranginya jumlah penduduk itu. 5).Campur tangan manusia dengan dunia bukan-manusia kini terlalu besar, dan situasi memburuk dengan pesat. 6).Perubahan ideologis adalah terutama menghargai kualitas kehidupan.Mereka yang menyetujui butirbutir sebelumnya berkewajiban secara langsung dan tidak langsung untuk berusaha mengadakan perubahan-perubahan yang perlu. 7).Perubahan ideologis adalah terutama menghargai kualitas kehidupan. 8).Mereka yang menyetujui butir-butir sebelumnya berkewajiban secara langsung dan tidak langsung untuk berusaha mengadakan perubahan-perubahan yang perlu. Merupakan pandangan yang keliru apabila mempertentangkan “hidup selaras dengan alam” dan “menaklukkannya”. Manusia dapat saja menggunakan alam ini demi kegunaan bagi dirinya sambil tetap memperhatikan terpeliharanya kelestarian lingkungan hidup. Keselarasan yang betul serta keseimbangan yang sehat antar kebutuhan manusia dan pelestarian lingkungan menuntut juga penaklukan alam oleh kemampuan teknik manusia. Oleh karena itu, dua sikap berikut harus ditolak: pertama, memandang dan memperlakukan alam sejauh berguna bagimanusia dan menguasainya sejauh dimungkinkan oleh kemampuan teknologi,kedua,faham ‘mistisisime alam’ sejauh faham itu menganggap bahwa dunia ini harus diterima begitu saja dan tidak boleh diapa-apakan oleh manusia.
Kedudukan Tepat Manusia dan Lingkungan Hidup
Pandangan deep ecology patut dihargai karena menempatkan manusia sebagai bagian dari alam. Pandangan ekosentrisme juga dapat dibenarkan sejauh pandangan itu tidak melepaskan manusia dari alam. Alam memang mempunyai nilai intrinsik, yang tidak tergantung pada manfaatnya bagi manusia. Akan tetapi, kita perlu juga realistis melihat bahwa pendekatan teknokratis telah membawa banyak manfaat yang tidak perlu bahkan tidak mungkin dihilangkan lagi. Yang harus ditolak adalah pendekatan teknokratis yang merusak alam serta tidak memeliharanya. Walaupun ekosentrisme merupakan suatu pandangan holistik yang sah, namun tidak boleh menguburkan apalagi meniadakan kedudukan manusia yang memang istimewa dalam alam ini. Pengakuan bahwa segenap makhluk memiliki nilai dalam dirinya sendiri, termasuk dalam hal ini manusia, tidak boleh membawa konsekuensi pengurangan derajat dan martabat manusia sebagai satusatunya makhluk di bumi ini yang mempunyai akal budi dan kehendak bebas. Akan tetapi pandangan martabat istimewa kepada pribadi manusia, martabat alam tidak dikurangi sedikitpun melainkan ditingkatkan. Dengan keistimewaan yang dimilikinya, manusia menjadi satu-satunya makhluk hidup yang memiliki tanggung jawab moral, terhadap dirinya sendiri dan juga lingkungannya.
Environtment at Issues 1.Tingkat kesadaran masyarakat tentang manfaat kelestarian lingkungan bagi kehidupan masih sangat minim, hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan masyarakat dalam bidang lingkungan hidup karena tingkat pendidikan yang rendah dan akibat kemiskinan, sehingga untuk mencari mata pencaharian yang dapat menopang kebutuhan hidup yang layak mereka lebih baik mencari pekerjaan yang mudah untuk menghasilkan uang seperti merambah hutan, mencari/mengambil sumber daya alam dari tambang. 2.Sumberdaya manusia yang memiliki kualifikasi pengetahuan dan kemampuan/keterampilan dalam pengelolaan lingkungan hidup sangat terbatas. 3.Tidak tersedianya data dasar serta system informasi lingkungan hidup yang akurat baik di Propinsi maupun di Kabupaten/Kota sebagai dasar penetapan kebijaksanaan untuk melakukan perencanaan secara terpadu dengan instansi terkait, hal ini karena kurangnya kegiatan penelitian maupun inventarisasi sumberdaya alam, sumberdaya buatan dan sumberdaya manusia yang disebabkan anggaran yang tersedia untuk kegiatan tersebut sangat terbatas. 4.Kemampuan kualitas aparat yang menangani pengelolaan lingkungan hidup di daerah sangat terbatas 5.Dalam penyediaan data dan informasi lingkungan masih terbatas sehingga masih memanfaatkan
media komunikasi/peralatan yang sangat terbatas. 6.Pemantauan dan Pencegahan Kerusakan dan Pencemaran Lingkungan masih terbatas, termasuk mengenai biaya. 7.Kurangnya kesadaran instansi pemerintah yang mengelola proyek-proyek yang dapat merubah fungsi lingkungan, memenuhi kewajibannya melaksanakan AMDAL, UKL/UPL. 8.Hari Lingkungan Hidup Sedunia (HLHS) diperingati tanggal 5 Juni sejak tahun 1972. Bermula Gaylord Nelson (senator AS) menyaksikan betapa kotor dan cemarnya bumi oleh ulah manusia, maka pada tanggal 22 April 1970 Beliau memproklamasikan Hari Bumi (Earth Day). Tapi di Indonesia kita lebih mengenai perayaan HLHS
Hak Asasi Lingkungan Hidup Berbicara mengenai pembangunan yang optimal, Mimin Dwi Hartono (Staf Komisi Nasional Hak Asasi Manusia-2006) sedikit menyinggung mengenai "Hak Asasi Lingkungan Hidup dan korelasi hal tersebut dengan Hak Asasi Manusia (HAM)". Menurutnya, Keterkaitan yang erat dan tidak terpisahkan antara hak asasi manusia, kelestarian lingkungan hidup, pembangunan, dan perdamaian setidaknya sudah lebih dari tiga dasawarsa ini diakui oleh negara-negara di dunia. Pembangunan yang seutuhnya hanya tercapai dalam suasana yang damai dan dalam kondisi lingkungan hidup yang terjaga, sehingga pada gilirannya akan menciptakan sebuah kondisi yang kondusif bagi penghormatan, perlindungan, penegakan, dan pemenuhan HAM. Hak Asasi Lingkungan Hidup. Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Lingkungan dan Manusia di Stockholm, Swedia, pada 1972, yang mencetuskan Deklarasi Stockholm, perjanian ini merupakan pijakan awal dari kesadaran komunitas internasional akan pentingnya keberlanjutan lingkungan hidup sebagai bagian mendasar bagi pemenuhan HAM. Draf deklarasi "Prinsip-prinsip HAM dan Lingkungan Hidup" yang dibuat atas inisiatif Pelapor Khusus HAM dan Lingkungan Hidup Perserikatan Bangsa-Bangsa, Fatma Zohra Ksentini, di Jenewa, Swiss, pada 1994, merupakan instrumen internasional pertama yang secara komprehensif mengaitkan HAM dan lingkungan hidup. Keterkaitan tersebut termanifestasikan dalam hak asasi lingkungan hidup untuk mewujudkan lingkungan yang lestari, sehat, dan aman bagi semua orang tanpa kecuali. Disebutkan
juga hak-hak prosedural, yaitu hak untuk berpartisipasi dan hak atas pembangunan, sebagai prasyarat utama terpenuhinya hak asasi lingkungan hidup. Pola pembangunan masif yang berbasiskan penggunaan sumber daya alam secara eksploitatif oleh sebagian kecil orang atau perusahaan di negara maju telah menyebabkan kerugian dan pelanggaran HAM bagi sebagian besar umat manusia yang hidup di negara miskin dan berkembang yang ada di Benua Asia, Afrika, dan Amerika Selatan. Menurut data jejak ekologi yang dikeluarkan oleh Ecological Footprint Network, sejak 1961 telah terjadi defisit ekologi yang semakin meningkat dari tahun ke tahun, di mana kebutuhan atau kerakusan manusia atas sumber daya ekologi sudah melebih batas kemampuan bumi untuk memenuhinya. Konsumsi ekologi yang paling besar dilakukan oleh masyarakat negara maju, seperti Amerika dan Eropa, yakni konsumsi energi, hutan, air, pangan, dan sebagainya. Ketika sumber daya ekologi di negara sendiri sudah menipis dan habis, terjadilah penjajahan ekologi, seperti yang terjadi saat ini, melalui penambangan, penebangan kayu di hutan alam, dan relokasi industri berskala besar di negara berkembang yang masih surplus ekologi. Sudah saatnya gerakan penyelamatan dan perlindungan lingkungan berperspektif HAM. Demikian pula sebaliknya. Lingkungan hidup juga harus ditempatkan sebagai subyek dinamis dari gerakan bahwa lingkungan pun mempunyai hak asasi seperti halnya manusia. Dengan demikian, gerakan HAM dan lingkungan akan lebih membumi dan melibatkan masyarakat secara masif. Rakyat sebagai korban harus menyatukan diri dengan lingkungan. Sebab, rakyatlah, khususnya kelompok rentan, minoritas, dan kaum miskin, yang menjadi korban pertama dan terberat dari konsekuensi pelanggaran HAM dan kerusakan lingkungan hidup.
anusia dan Krisis Ekologi Sonny Keraf, pemerhati lingkungan hidup serta mantan menteri lingkungan hidup. pernah berujar bahwa masalah lingkungan hidup memiliki kesatuan yang amat integral dengan masalah moral, atau persoalan perilaku manusia. Lingkungan hidup bukanlah semata-mata persoalan teknis. Dengan demikian, krisis ekonomi global yang kita alami dewasa ini adalah juga merupakan persoalan moral, atau krisis moral secara global. Karena menjadi krisis moral kita perlu etika dan moralitas untuk mengatasinya.
Krisis lingkungan dewasa ini hanya bisa diatasi dengan melakukan perubahan cara pandang dan perilaku manusia terhadap alam yang fundamental dan radikal. Yang dibutuhkan sebuah pola hidup
atau gaya hidup baru yang tidak hanya menyangkut orang per orang, tetapi juga budaya masyarakat secara keseluruhan. Artinya, dibutuhkan etika lingkungan hidup yang menuntut manusia untuk berinteraksi dalam alam semesta. Dengan ini bisa dikemukakan bahwa krisis lingkungan global yang kita alami saat ini sebenarnya bersumber pada kesalahan fundamental-filosofis dalam pemahaman atau cara pandang manusia mengenai dirinya, alam, dan tempat manusia dalam keseluruhan ekosistem. Pada gilirannya hal ini menyebabkan kesalahan pola perilaku manusia yang bersumber dari kesalahan cara pandang tersebut. Manusia keliru memandang dan keliru menempatkan diri dalam konteks alam semesta seluruhnya. Dan inilah awal dari semua bencana lingkungan hidup yang kita alami sekarang. Oleh karena itu, pembenahan harus pula menyangkut pembenahan cara pandang dan perilaku manusia dalam berinteraksi baik dengan alam maupun dengan manusia lain dalam keseluruhan ekosistem. Kesalahan cara pandang ini bersumber dari etika antroposentrisme, yang memandang manusia sebagai pusat dari alam semesta, dan hanya manusia yang mempunyai nilai, sementara alam dan segala isinya sekedar alat bagi pemuasan kepentingan dan kebutuhan hidup manusia. Manusia dianggap berada di luar, di atas dan terpisah dari alam. Bahkan, manusia dipahami sebagai penguasa atas alam yang boleh melakukan apa saja. Cara pandang seperti ini melahirkan sikap dan perilaku eksploitatif tanpa kepedulian sama sekali terhadap alam dan segala isinya yang dianggap tidak mempunyai nilai pada diri sendiri. Ada dua kesalahan fundamental dari cara pandang seperti ini. Pertama, manusia dipahami hanya sebagai mahkluk sosial (social animal) yang eksistensi dan identitas dirinya ditentukan oleh komunitas sosialnya. Identitas dirinya dibentuk oleh komunitas sosialnya sebagaimana ia sendiri ikut membentuk komunitas sosialnya.Kedua. Etika hanya berlaku bagi komunitas sosial manusia. Jadi, yang disebut sebagai norma dan nilai moral hanya dibatasi oleh perilakunya sebagai manusia. Konsekuensi dari paham ini adalah hanya manusialah yang merupakan pelaku moral, yaitu makhluk yang mempunyai kemampuan untuk bertindak secara moral berdasarkan akal budi kehendak bebasnya. Etika tidak berlaku bagi makhluk lain di luar manusia. Konsekuensi dari cara pandang ini adalah etika masih dibatasi hanya berlaku bagi manusia. Karena itu konsep mengenai etika dan perlakuan yang etis terhadap alam, dianggap aneh dan tidak masuk akal. Pertanyaannya: Atas dasar apa hanya manusia yang boleh diperlakukan secara bermoral, sementara makhluk lain tidak? Pertanyaan ini bukan untuk dijawab saat ini.
Oleh karena itu, dengan mendasarkan diri pada teori ekologisentrisme serta hak alam, dapat disampaikan beberapa prinsip yang relevan untuk lingkungan hidup. Prinsip-prinsip ini dilatarbelakangi oleh krisis ekologi yang bersumber pada cara pandang dan perilaku antropologi. 1. Sikap Hormat terhadap Alam (Respect for Nature) Terlepas dari perbedaan cara pandang diantara antroposentrisme, biosentrisme, ekosentrisme, dan ekofeminisme, semua teori etika lingkungan tersebut sama-sama mengakui bahwa alam semesta perlu dihormati. Bedanya, antroposentrisme menghormati alam karena beranggapan bahwa kepentingan manusia bergantung pada kelestarian dan integritas alam. Sebaliknya, biosentrisme dan ekosentrisme beranggapan bahwa manusia mempunyai kewajiban moral untuk menghargai alam semesta dengan segala isinya karena manusia adalah bagian dari alam dan karena alam mempunyai nilai pada dirinya sendiri. Dengan mendasarkan diri pada teori ekofeminisme bahwa komunitas ekologis adalah komunitas moral, setiap anggota komunitas – manusia ataupun bukan – mempunyai kewajiban moral untuk saling menghormati. Secara khusus, sebagai pelaku moral, manusia mempunyai kewajiban moral untuk menghormati kehidupan, baik pada manusia maupun pada makhluk lain dalam komunitas ekologis seluruhnya Hormat terhadap alam merupakan suatu prinsip dasar bagi manusia sebagai bagian dari alam semesta seluruhnya. Seperti halnya, setiap anggota komunitas sosial mempunyai kewajiban untuk menghargai kehidupan bersama (kohesivitas sosial), demikian pula setiap anggota komunitas ekologis harus menghargai dan menghormati setiap kehidupan dan spesies dalam komunitas ekologis itu, serta mempunyai kewajiban moral untuk menjaga kohesivitas dan integritas komunitas ekologis, alam tempat hidup manusia ini. Sama halnya dengan setiap anggota keluarga mempunyai kewajiban untuk menjaga keberadaan, kesejahteraan, dan kebersihan keluarga, setiap anggota komunitas ekologis juga mempunyai kewajiban untuk menghargai dan menjaga alam ini sebagai sebuah rumah tangga. Dengan kata lain, alam mempunyai hak untuk dihormati, tidak saja karena kehidupan manusia bergantung pada alam,tetapi terutama karena kenyataan ontologis bahwa manusia adalah bagian integral dari alam, manusia adalah anggota komunitas ekologis. Bahkan dalam perspektif ekofeminisme, sikap hormat terhadap alam ini lahir dari relasi kontekstual manusia dengan alam dalam komunitas ekologis tadi. Maka, sebagai perwujudan nyata dari penghargaan itu, manusia perlu memelihara, merawat, menjaga, melindungi, dan melestarikan alam beserta seluruh isinya. Secara negatif itu berarti, manusia tidak
boleh merusak dan menghancurkan alam beserta seluruh isinya, tanpa alasan yang bisa dibenarkan secara moral. 2. Prinsip Tanggung Jawab ( Moral Responsibility for Nature) Terkait dengan prinsip hormat terhadap alam di atas adalah tanggung jawab moral terhadap alam, karena secara ontologis adalah manusia bagian integral dari alam. Kenyataan ini saja melahirkan sebuah prinsip moral bahwa manusia mempunyai tanggung jawab baik terhadap alam semesta seluruhnya dan integritasnya, maupun terhadap keberadaan dan kelestarian setiap bagian dan benda di alam semesta ini, khususnya makhluk hidup. Setiap bagian dan benda di alam semesta ini diciptakan oleh Tuhan dengan tujuannya masing-masing, terlepas dari apakah tujuan itu untuk kepentingan manusia atau tidak. Oleh karena itu, manusia, sebagai bagian dari alam semesta, bertanggung jawab pula untuk menjaganya. Tanggung jawab ini bukan saja bersifat individual melainkan juga kolektif. Prinsip tanggung jawab moral ini menuntut manusia untuk mengambil prakarsa, usaha, kebijakan, dan tindakan bersama secara nyata untuk menjaga alam semesta dengan segala isinya. Itu berarti, kelestarian dan kerusakan alam merupakan tanggung jawab bersama seluruh umat manusia. Wujud konkretnya, semua orang harus bisa bekerja sama bahu-membahu untuk menjaga dan melestarikan alam, dan mencegah serta memulihkan kerusakan alam dan segala isinya. Hal ini juga akan terwujud dalam bentuk mengingatkan, melarang, dan menghukum siapa saja yang secara sengaja ataupun tidak sengaja merusak dan membahayakan eksistensi alam semesta, bukan karena kepentingan manusia tergantung dari eksistensi alam, melainkan karena alam bernilai pada dirinya sendiri. 3.Solidaritas Kosmis ( Cosmic Solidarity) Terkait dengan kedua prinsip moral tersebut adalah prinsip solidaritas. Sama halnya dengan kedua prinsip itu, prinsip solidaritas muncul dari kenyataan bahwa manusia adalah bagian integral dari alam semesta. Lebih dari itu, dalam perspektif ekofeminisme, manusia mempunyai kedudukan sederajat dan setara dengan alam dan semua makhluk hidup lain di alam ini. Kenyataan ini membangkitkan dalam diri manusia perasaan solider, perasaan sepenanggungan dengan alam dan dengan sesama makhluk hidup lain. Manusia lalu bisa ikut merasakan apa yang dirasakan oleh makhluk hidup lain di alam semesta ini. Manusia bisa merasakan sedih dan sakit ketika berhadapan dengan kenyataan memilukan berupa rusak dan punahnya makhluk hidup tertentu. Ia ikut merasa apa yang terjadi dalam alam, karena
ia merasa satu dengan alam. Prinsip solidaritas kosmis ini lalu mendorong manusia untuk menyelamatkan lingkungan, untuk menyelamatkan semua kehidupan di alam ini karena alam dan semua kehidupan di dalamnya mempunyai nilai yang sama dengan kehidupan manusia. Solidaritas kosmis juga mencegah manusia untuk tidak merusak dan mencemari alam dan seluruh kehidupan di dalamnya, sama seperti manusia tidak akan merusak kehidupannya serta merusak rumah tangganya sendiri. Solidaritas kosmis berfungsi sebagai pengendali moral. Semacam tabu dalam masyarakat tradisional, untuk mengharmoniskan perilaku manusia dengan ekosistem seluruhnya. Solidaritas kosmis ini berfungsi untuk mengontrol perilaku manusia dalam batas-batas keseimbangan kosmis. Solidaritas kosmis juga mendorong manusia untuk mengambil kebijakan yang pro-alam, prolingkungan, atau menentang setiap tindakan yang merusak alam. Khususnya, solidaritas kosmis ini mendorong manusia untuk mengutuk dan menentang setiap tindakan yang menyakitkan binatang tertentu atau tindakan yang menyebabkan musnahnya spesies tertentu. Ini dilakukan, sekali lagi, bukan karena mereka merasa kepentingannya terganggu, tetapi semata-mata karena mereka merasa sakit sama seperti dialami oleh spesies tersebut. Mereka ikut merasa prihatin dan sedih dengan punahnya spesies tersebut. 4. Prinsip Kasih Sayang dan Kepedulian terhadap Alam ( Caring for Nature) Sebagai sesama anggota komunitas ekologis yang setara, manusia digugah untuk mencintai, menyayangi dan peduli kepada alam, dan seluruh isinya, tanpa diskriminasi dan tanpa dominasi. Kasih sayang dan kepedulian ini juga muncul dari kenyataan bahwa sebagai sesama anggota komunitas ekologis, semua makhluk hidup mempunyai hak untuk dilindungi, dipelihara, tidak disakiti, dan dirawat. Prinsip kasih sayang dan kepedulian adalah prinsip moral satu arah, menuju yang lain, tanpa mengharapkan balasan. Ia tidak didasarkan pada pertimbangan kepentingan pribadi, tetapi semata-mata demi kepentingan alam. Yang menarik, semakin mencintai dan peduli kepada alam, manusia semakin berkembang menjadi manusia yang matang, sebagai pribadi dengan identitasnya yang kuat. Karena, alam memang menghidupkan, tidak hanya dalam pengertian fisik, melainkan juga dalam pengertian mental dan spiritual.Dengan mencintai alam, manusia menjadi semakin kaya dan semakin merealisasikan dirinya sebagai pribadi ekologis. Manusia semakin tumbuh berkembang bersama alam, dengan segala watak dan kepribadian yang tenang, damai, penuh kasih sayang, luas wawasannya seluas alam. Demokratis seperti alam yang menerima dan mengakomodasi perbedaan dan keragaman. Manusia semakin terbuka bahwa ternyata ada cara pandang dan etika lain, dan tidak hanya ada satu
cara pandang dan etika, yaitu cara pandang dan etika androsentrisme. 5. Prinsip “No Harm”Berdasarkan keempat prinsip moral tersebut prinsip moral lainnya yang relevan adalah prinsip no harm. Artinya, karena manusia mempunyai kewajiban moral dan tanggung jawab terhadap alam, paling tidak manusia tidak akan mau merugikan alam secara tidak perlu. Dengan mendasarkan diri pada biosentrisme dan ekosentrisme, manusia berkewajiban moral untuk melindungi kehidupan di alam semesta ini. Sebagaimana manusia tidak dibenarkan secara moral untuk melakukan tindakan yang merugikan sesama manusia. Dalam masyarakat adat, kewajiban minimal ini biasanya dipertahankan dan dihayati melalui tabu-tabu. Misalnya, alam (bisa juga batu atau pohon tertentu, atau hutan belukar tertentu) adalah sakral sehingga tidak boleh disentuh atau dirusak. Siapa saja yang menyentuhnya dengan sendirinya jatuh sakit bahkan sampai meninggal. Tentu saja, sebagaimana juga dikatakan oleh Peter Singer, manusia diperkenankan untuk memanfaatkan segala isi alam semesta, termasuk binatang dan tumbuhan, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal itu dilakukan dengan bijaksana untuk tetap menghargai hak binatang dan tumbuhan untuk hidup, dan hanya dilakukan sejauh memenuhi kebutuhan hidup manusia yang paling vital. Jadi, pemenuhan kebutuhan hidup manusia yang bersifat kemewahan dan di luar batas-batas yang wajar ditentang karena dianggap merugikan kepentingan makhluk hidup lain (binatang dan tumbuhan). Maka, penggunaaan binatang untuk percobaan dan untuk mode (kulit binatang untuk pakaian, sepatu, tas) serta bisnis dengan sendirinya ditolak Dengan kata lain, kewajiban dan tanggung jawab moral bisa dinyatakan dalam bentuk maksimal dengan melakukan tindakan merawat (care), melindungi, menjaga, dan melestarikan alam. Sebaliknya, kewajiban dan tanggung jawab moral yang sama bisa mengambil bentuk minimal dengan tidak melakukan tindakan yang merugikan alam semesta dan segala isinya: tidak menyakiti binatang, tidak menyebabkan musnahnya spesies tertentu, tidak menyebabkan keanekaragaman hayati di hutan terbakar, tidak membuang limbah seenaknya, dan sebagainya. Alam dibiarkan apa adanya tanpa disentuh sebagaimana terungkap dalam tabu.
6. Prinsip Hidup Sederhana dan Selaras dengan Alam Yang dimaksudkan dengan prinsip moral hidup sederhana dan selaras dengan alam adalah nilai dan
kualitas, cara hidup yang baik. Yang ditekankan adalah bukan rakus dan tamak dalam mengumpulkan harta dan memiliki sebanyak-banyaknya. Prinsip ini penting, karena krisis ekologis sejauh ini terjadi karena pandangan antroposentis yang hanya melihat alam sebagai objek eksploitasi dan pemuas kepentingan hidup manusia. Selain itu, pola dan gaya hidup manusia modern konsumtif, tamak dan rakus. Tentu saja tidak berarti bahwa manusia tidak boleh memanfaatkan alam untuk kepentingannya. Kalau manusia memahami dirinya sebagai bagian integral dari alam, ia harus memanfaatkan alam itu secara secukupnya. Ada batas sekadar untuk hidup secara layak sebagai manusia. Maka, prinsip hidup sederhana menjadi prinsip fundamental. Bersamaan dengan itu, ia akan hidup seadanya sebagaimana alam itu. Ia akan mengikuti hukum alam, yaitu hidup dengan memanfaatkan alam sejauh dibutuhkan, dan berarti hidup selaras dengan tuntutan alam itu sendiri. Ia tidak perlu menjadi rakus, tidak perlu banyak menimbun sehingga membuatnya mengeksploitasi alam tanpa batas. Ini berarti, pola komsumsi dan produksi manusia modern harus dibatasi. Harus ada titik batas yang bisa ditolerir oleh alam. Masalahnya: di mana titik batas itu? Siapa yang harus menentukan titik batas itu? Secara moral, jawabannya gampang: manusia itu sendiri. Masalahnya, siap yang bisa menahan diri ketika melihat sesamanya hidup bermewah-mewah dalam kelimpahan dan berkelebihan? Akibatnya: saling berlomba mengejar kekayaan, berarti belomba-lomba mengeksploitasi alam. Ini menyangkut gaya hidup bersama, budaya modern, yang sangat materialistis, konsumtif, dan eksploitatif.Pada tingkat ini, dibutuhkan sebuah gerakan bersama untuk secara komunal mengubah gaya hidup bersama. Yang jelas, selama kita menerima bahwa kerusakan lingkungan disebabkan oleh perilaku manusia yang materialistis, konsumtif dan eksploitatif, prinsip moral hidup sederhana harus diterima sebagai sebuah pola hidup baru. Selama prinsip ini tidak diterima, kita sulit berhasil menyelamatkan lingkungan hidup kita
Implementasi dan Refleksi Diri Umum
Upaya pengelolaan yang telah digalakkan dan undang-undang yang telah dikeluarkan belumlah berarti tanpa didukung adanya kesadaran manusia akan arti penting lingkungan dalam rangka untuk meningkatkan kualitas lingkungan serta kesadaran bahwa lingkungan yang ada saat ini merupakan titipan dari generasi yang akan datang. Upaya pengelolaan limbah yang saat ini tengah digalakkan adalah pendaurulangan atau recycling. Dengan daur ulang dimungkinkan pemanfaatan sampah, misalnya plastik, aluminium, dan kertas menjadi barang-barang yang bermanfaat. Usaha lain dalam mengurangi polusi adalah memanfaatkan tenaga surya. Tenaga panas matahari disimpan dalam sel-sel solar untuk kemudian dimanfaatkan dalam keperluan memasak, memanaskan ruangan, dan tenaga gerak. Tenaga surya ini tidak menimbulkan polusi. Selain tenaga surya, tenaga angin dapat pula digunakan sebagai sumber energi dengan menggunakan kincir-kincir angin. Di beberapa negara maju telah banyak dilakukan pemisahan sampah organik dan anorganik untuk keperluan daur ulang. Dalam tiap rumah tangga terdapat tempat sampah yang berwarna-warni sesuai peruntukkannya
Personal Secara personal,
banyak hal yang bisa dilakukan untuk turut serta menjaga lingkungan hidup.
Lingkungan hidup terkecil dan dalam jangkauan kita adalah lingkungan hidup di sekitar rumah kita dan di kota kita. Kebiasaan baik dalam menjaga kebersihan lingkungan, seperti tidak membuang sampah sembarangan - termasuk tidak membuang puntung rokok dan bekas permen karet, serta tidak melemparkan sampah dari kendaraan ke jalan - tidak di sembarang tempat. Masih banyak ditemui di kota-kota besar nan cantik sungai-sungai dan selokan penuh sampah. Sepertinya kesadaran warga tidak tergugah oleh banjir yang datang tiap tahun. Mengurangi penggunaan kendaraan bermotor pada hari-hari tertentu - paling tidak - turut mengurangi pertambahan jumlah emisi gas buang di udara. Gas CO dan CO2 adalah hasil pembakaran yang berbahaya apabila kadarnya sudah melebihi ambang batas seperti sekarang. Racun-racun ini tidak akan pergi ke luar angkasa bumi karena adanya gaya tarik grafitasi, tapi akan kembali kepada kita melalui pernafasan. Racun yang dihirup oleh nafas kita akan bereaksi di dalam darah dan mempengaruhi sistem metabolisme tubuh. Yang dikuatirkan adalah apabila kita menghirup racun-racun itu dalam jangka
waktu yang lama dan terus-menerus, maka akan bisa mengakibatkan terjadinya mutasi sel dan gen
ktifis Sosial WALHI / Wahana Lingkungan Hidup Indonesia SAHABAT WALHI adalah salah satu bentuk pengembangan penggalangan sumberdaya publik, di samping donatur reguler, relawan (volunteer), hibah barang, SMS Donasi, dan sumbangan ide maupun pemikiran bagi upaya-upaya penyelamatan lingkungan hidup Indonesia. memiliki kesatuan yang amat integral dengan masalah moral, atau persoalan perilaku manusia. Lingkungan hidup bukanlah semata-mata persoalan teknis. Dengan demikian, krisis ekonomi global yang kita alami dewasa ini adalah juga merupakan persoalan moral, atau krisis moral secara global. Karena menjadi krisis moral kita perlu etika dan moralitas untuk menanggulangi krisis lingkungan hidup.Ke-6 Prinsip pada Krisis Ekologi dapat menjadi pegangan dan tuntunan bagi perilaku kita berhadapan dengan alam, baik perilaku terhadap alam secara langsung walaupun perilaku terhadap sesama manusia yang berakibat terhadap alam. Prinsip ini juga dimaksudkan sebagai pedoman untuk melakukan perubahan kebijakan sosio-politik dan ekonomi untuk lebih pro-lingkungan dan dalam rangka itu untuk bisa mengatasi krisis ekologi yang bersumber pada cara pandang dan perilaku manusia. Yaitu : 1. kap Hormat terhadap Alam (Respect for Nature) 2.Prinsip Tanggung Jawab ( Moral Responsibility for Nature) Solidaritas Kosmis ( Cosmic Solidarity) 4.Prinsip Kasih Sayang dan Kepedulian terhadap Alam ( Caring for Nature) 5.Prinsip “No Harm”6.Prinsip Hidup Sederhana dan Selaras dengan Alam