INQUIRY-BASED TEACHING Dosen Pengampu : Sutopo, S.Pd., M.Pd.
Oleh Agus Prasetyo
K1314004
Aulia Kurnia Rahman
K1315007
Moh. Amri Herwanto
K1315027
Rizqi Anisa Luthfiyah
K1315043
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2017
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat serta karunia-Nya karena penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan ini walaupun melalui sedikit hambatan. Makalah yang berjudul “Inquiry- Based Teaching” ini penulis susun untuk memenuhi persyaratan memenuhi penilaian mata kuliah penilaian pembelajaran matematika. Untuk itu dalam kesempatan yang baik ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Bapak Sutopo, S.Pd., M.Pd selaku dosen penilaian pembelajaran matematika 2. Kedua Orang tua 3. Rekan-rekan di kampus yang telah membantu penulis. Penulis menyadari dalam penyusunan laporan ini banyak kekurangan dan kesalahan, sehingga penulis mengharap kritik dan saran yang membangun dari pembaca.
Surakarta, 23 Desember 2017 Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL.................................................................................. i KATA PENGANTAR .............................................................................. ii DAFTAR ISI ............................................................................................ iii BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ......................................................... 1 B. Teori Pendukung .................................................................... 2 C. Pengertian Inquiry-Based Teaching ....................................... 6 BAB II. PEMBAHASAN A. Komponen Model Inkuiri..................................................... 8 B. Merencanakan Pembelajaran Model Inkuiri ........................ 8 C. Pelaksanaan Pembelajaran Model Inkuiri .......................... 11 D. Kelebihan Model Inkuiri .................................................... 14 E. Kelemahan dan Alternatif Perbaikan Model Inkuiri .......... 14 F. Penerapan dalam Pembelajaran Matematika ..................... 16 DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pendidik dan orang tua sama-sama yakin bahwa mengajari cara berpikir pada siswa adalah salah satu tujuan pendidikan yang paling penting. Ribuan buku dan jutaan situs website membahas tentang topik tentang "berpikir" dan bagaimana membantu siswa menjadi peserta didik mandiri. Model pembelajaran berbasis inkuiri dikembangkan secara khusus untuk meningkatkan cara berpikir siswa. Dalam model pembelajaran berbasis inkuiri membahas masalah terbesar dalam mengajari cara berpikir pada siswa yaitu pentingnya mengajarkan kepada siswa cara berpikir dan mengajarkan tentang cara terbaik untuk berpikir. Sejak manusia lahir ke dunia, manusia memiliki dorongan untuk menemukan sendiri pengetahuannya. Rasa ingin tahu tentang alam sekitar di sekelilingnya merupakan kodrat manusia sejak ia lahir ke dunia. Sejak kecil manusia memiliki keinginan untuk mengenal segala sesuatu melalui indera
penglihatan,
pendengaran,
pengecapan
dan
indera-indera
lainnya.Hingga dewasa keingintahuan manusia secara terus menerus berkembang dengan menggunakan otak dan pikirannya. Pengetahuan yang dimiliki manusia akan bermakna (meaningfull) manakala didasari oleh keingintahuan itu. Didasari hal inilah suatu strategi pembelajaran yang dikenal dengan inkuiri dikembangkan. Pertanyaan terpenting tentang pembelajaran berbasis inkuiri adalah: Mengapa kita perlu mengajarkan cara berpikir pada siswa? Menurut Nickerson (1987), Sternberg dan Williams (2002) berpendapat bahwa sangat penting untuk mengajarkan cara berpikir pada siswa. Berpikir merupakan naluri manusia sama seperti dengan bernafas dan berkedip. Namun hal tersebut tidak memiliki intruksi yang jelas. Terlebih 1
2
lagi tidak semua orang merupakan pemikir yang baik. Tujuan utama pembelajaran berbasis inkuiri adalah mengajarkan pada siswa bagaimana caranya berpikir yang lebih jernih, lebih kritis, dan lebih kreatif. B. Teori Pendukung Berpikir dengan bagaimana cara berpikir telah menarik minat para ahli teori, filsuf, dan peneliti selama bertahun-tahun. Dengan demikian, dukungan teoritis dan empiris untuk pemikiran pembelajaran sangat luas dan mencakup berbagai topik. Baru-baru ini, karya ini berpusat pada psikologi kognitif dan mencakup kontribusi Jean Piaget, Jerome Bruner, David Ausubel, dan Howard Gardner, dan lainya. Studi mereka menunjukkan bahwa proses berpikir dan perkembangan keterampilan pada anak-anak dan remaja dapat mempengaruhi kehidupan mereka. Secara umum berpikir memiliki banyak dimensi dan tipe. Jenis berpikir yang sering diperhatikan oleh guru/pendidik adalah: 1. Berpikir Tingkat Tinggi Palincsar (1998), Resnick (1987), Ritchhart (2002),
Tishman,
Perkins, & Jay (1995), pernyataan kontemporer tentang pemikiran mengenali perbedaan antara pemikiran dasar dan tingkat yang lebih tinggi dan mengajarkan keterampilan tingkat tinggi memerlukan pendekatan yang berbeda dibandingkan dengan mengajarkan keterampilan berpikir dasar atau pola perilaku rutin. Dalam taksonomi Bloom kemampuan berpikir dasar terkait dengan mengingat, sedangkan pemikiran tingkat tinggi mencakup proses kognitif seperti pemahaman, membandingkan, evaluasi, dan menciptakan. Lauren Resnick (1987) mendefinisikan tentang berpikir tingkat tinggi sebagai berikut: Berpikir tingkat tinggi tidak bersifat analitik. Artinya, cara bertindak tidak sepenuhnya ditentukan sebelumnya.
3
Berpikir tingkat tinggi cenderung bersifat kompleks. Berpikir tingkat tinggi sering menghasilkan banyak solusi. Berpikir tingkat tinggi melibatkan penilaian dan interpretasi yang beragam. Berpikir tingkat tinggi melibatkan penerapan beberapa kriteria, yang terkadang saling bertentangan satu sama lain. Berpikir tingkat tinggi melibatkan pengaturan diri terhadap proses berpikir. Berpikir tingkat tinggi melibatkan pengenaan makna dan menemukan pola tertentu. 2. Berpikir Kritis Berpikir kritis adalah tipe berpikir yang penting lainnya. Bentuk berpikir ini memerlukan penggunaan proses kognitif analitis dan evaluatif dan terutama terdiri dari analisis argumen untuk konsistensi logis untuk mengenali bias dan penalaran yang keliru. Mengajarkan cara berpikir pada siswa dengan cara berpikir kritis sangat efektif, karena siswa sering terpapar informasi baik dari televisi, situs web, dan jejaring sosial yang belum diverifikasi. Memang, banyak pesan yang ditemukan di televisi dan situs web telah diciptakan untuk membingungkan dan menipu. Agar efektif dalam berpikir kritis memerlukan keterampilan yang akan membantu menentukan keakuratan informasi dan yang akan membantu dalam menemukan argumen yang tidak masuk akal dan/atau salah. Ini juga membutuhkan sikap dan disposisi yang berorientasi pada permintaan terhadap sifat pengetahuan dan kebenaran. 3. Pemikiran Ilmiah dan Penalaran Proses
yang
terkait
dengan
pemikiran
ilmiah
adalah:
mengidentifikasi situasi masalah, menghasilkan dan menguji hipotesis, mengumpulkan data dan bukti, dan menarik kesimpulan dan kesimpulan. Intinya, pemikiran ilmiah terdiri dari penalaran dan pengambilan kesimpulan berdasarkan pengamatan dan bukti. Jenis
4
pemikiran ini dapat dikelompokkan menjadi dua kategori penalaran: penalaran deduktif dan penalaran induktif. Penalaran deduktif adalah proses menarik kesimpulan berdasarkan premis yang lebih umum dan berlanjut dari yang umum ke yang spesifik. Misalnya, ketika siswa diajar hukum penawaran dan permintaan mereka dapat menggunakan cara ini untuk memprediksi apa yang akan terjadi pada harga jika pasokan meningkat atau jika permintaan naik atau turun. Sebaliknya, penalaran induktif mengubah proses ini. Kesimpulan diambil setelah mempertimbangkan pengamatan dan fakta yang spesifik. Jenis penalaran ini beralih dari yang spesifik ke umum. Penalaran induktif adalah jenis penalaran yang terkait dengan penyelidikan ilmiah dan mencakup proses penting yang dijelaskan sebelumnya. Anda akan menemukan bahwa pengajaran berbasis penyelidikan/inkuiri sebagian besar bergantung pada penalaran induktif,
sedangkan
pengajaran
konsep
dapat
menggunakan
penalaran deduktif atau induktif, tergantung pada pendekatan khusus yang dipilih oleh guru. 4. Berpikir Metakognisi Para teoretikus kontemporer tertarik pada aspek pemikiran metakognitif atau "berpikir tentang berpikir," adalah pengetahuan dan pemahaman yang kita miliki tentang proses kognitif kita sendiri dan kemampuan kita untuk memeriksa pikiran kita dan untuk memantau apa yang sedang terjadi. Tujuan terpenting mengajari siswa bagaimana cara berpikir adalah untuk meningkatkan kesadaran mereka
tentang
pemikiran
mereka
sendiri
dan
untuk
mengembangkan kemampuan dan kemampuan metakognitif untuk memantau dan mengatur pembelajaran mereka sendiri.
Guru yang berpengalaman tahu bahwa konsep-konsep dalam mata pelajaran apapun adalah dasar dari pemikiran, khususnya pemikiran tingkat tinggi. Konsep memungkinkan individu untuk menggolongkan
5
benda dan gagasan dan menarik aturan dan prinsip. Proses mempelajari konsep dimulai pada usia dini dan berlanjut sepanjang hidup pada saat orang mengembangkan konsep yang semakin lama semakin kompleks, baik di sekolah maupun di luar sekolah. Pembelajaran konsep sangat penting di sekolah dan dalam kehidupan sehari-hari karena konsep memudahkan orang-orang untuk saling berinteraksi dan memberikan dasar dalam interaksi verbal. Pada proses pembelajaran, biasanya guru cenderung untuk menjelaskan maupun memberitahukan segala sesuatunya kepada siswa, sehingga siswa menjadi tidak terbiasa belajar lebih aktif. Hal ini menunjukkan bahwa peran guru sangat penting dalam pelaksanaan proses belajar mengajar, dan dapat dikatakan bahwa kualitas pendidikan disekolah sangat ditentukan oleh kemampuan guru dalam mengelolah proses belajar mengajar, memilih model pembelajaran yang tepat dan mendukung tercapainya tujuan pembelajaran. Agar siswa mampu mencapai pengetahuan mengenai konsep-konsep maupun prinsip-prinsip yang mendasarinya, maka guru harus mampu menciptakan suasana belajar yang kondusif agar proses pembelajaran berjalan efektif. Matematika adalah salah satu ilmu dasar yang berkembang amat pesat baik dari segi materi maupun penggunaannya, perkembangannya sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga perkembangan
ilmu
pengetahuan
dan
teknologi
ikut
memacu
perkembangan matematika itu sendiri. Untuk itu pemahaman siswa dalam matematika sangat penting, karena merupakan landasan untuk memahami ilmu pengetahuan dan teknologi untuk tingkatan pendidikan selanjutnya. Agar penguasaan siswa dalam matematika dapat tercapai dengan baik, maka siswa dituntut untuk memahami konsep-konsep dalam matematika
tersebut.
Pemahaman
konsep
merupakan
dasar
dari
pemahaman prinsip dan teori, hal ini sesuai dengan jenjang kognitif tahap pemahaman menurut Blomm, dkk, sehingga untuk memahami prinsip dan
6
teori terlebih dahulu siswa harus memahami konsep-konsep yang menyusun prinsip dan teori tersebut. Karena itu hal yang sangat fatal apabila siswa tidak memahami konsep-konsep matematika, jika mereka ingin menguasai matematika. Pada proses pembelajaran guru cenderung untuk menjelaskan maupun memberitahukan segala sesuatunya kepada siswa, sehingga siswa menjadi tidak terbiasa belajar lebih aktif. Hal ini menunjukkan bahwa peran guru sangat penting dalam pelaksanaan proses belajar mengajar, dan dapat dikatakan bahwa kualitas pendidikan di sekolah sangat ditentukan oleh kemampuan guru dalam mengelola proses belajar mengajar, memilih model pembelajaran yang tepat dan mendukung tercapainya tujuan pembelajaran. Agar siswa mampu mencapai pengetahuan mengenai konsep-konsep maupun prinsip-prinsip yang mendasarinya, maka guru harus mampu menciptakan suasana belajar yang kondusif agar semua proses berjalan efektif. C. Pengertian Inquiry-Based Teaching Kata inkuiri berasal dari bahasa inggris “Inquiry” berarti pertanyaan, pemeriksaan, atau penyelidikan. Model
pembelajaran
inquiry
adalah
rangkaian
kegiatan
pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analisis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan (Sanjaya, 2006). Menurut piaget bahwa model pembelajaran inquiry adalah model pembelajaran yang mempersiapkan siswa pada situasi untuk melakukan eksperimen sendiri secara luas agar melihat apa yang terjadi, ingin melakukan sesuatu, mengajukan pertanyaan-pertanyaan, dan mencari jawabannya sendiri, serta menghubungkan penemuan yang satu dengan penemuan yang lain, membandingkan apa yang ditemukannya dengan yang ditemukan siswa lain (mulyasa, 2008).
7
Dengan melihat kedua pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran inquiry adalah model
pembelajaran yang
mempersiapkan siswa pada situasi untuk melakukan eksperimen sendiri sehingga dapat berpikir secara kritis untuk mencari dan menemukan jawaban
dari
suatu
masalah
yang
dipertanyakan.
BAB II PEMBAHASAN
A. Komponen Model Inkuiri 1. Question Dalam menerapakan model pembelajaran inkuiri biasanya dimulai dengan sebuah pertanyaan pembukaan yang memancing rasa ingin tahu siswa dan atau kekaguman siswa akan suatu fenomena. 2. Student Engangement Dalam metode inkuiri, keterlibatan aktif siswa merupakan suatu keharusan dalam menciptakan sebuah produk dalam mempelajari suatu konsep. 3. Cooperative Interaction Siswa diminta untuk berkomunikasi, bekerja berpasangan atau dalam kelompok dan mendiskusikan berbagai gagasan. 4. Performance Evaluation Dalam menjawab parmasalahan, biasanya siswa diminta untuk membuat suatu produksi yang dapat menggambarkan pengetahuannya yang sedang dipecahkan. Melalui produk-produk ini guru melakukan evaluasi. 5. Variety of Resources Siswa
dapat
menggunakan
bermacam-macam
sumber
belajar.
Misalnya buku teks, website, vidio, televisi, poster, wawancara dengan ahli dan lain sebagainya. B. Merencanakan Pembelajaran Inkuiri (Inquiry-Based Learning) Pembelajaran berbasis penemuan (Inquiry-Based Learning) adalah model instruksi lain yang telah dikembangkan untuk mengajarkan siswa bagaimana cara berpikir. Pembelajaran berbasis penemuan sangat penting, hal ini sesuai dengan teori dari John Dewey (1916) dan Jerome Bruner (1960, 1961). Baru-baru ini, Magnusson dan Palincsar (1995), Meyer 8
9
(2004), dan individu yang terkait dengan BSCS Science Instructional Model (2009) telah memperluas dan menyempurnakan pendekatan awal untuk pembelajaran berbasis penyelidikan. Dua tugas perencanaan utama diperlukan dalam persiapan pembelajaran berbasis penemuan adalah: menentukan tujuan dan mengidentifikasi masalah yang cocok untuk penyelidikan. Seperti konsepnya pembelajaran, apa yang akan dipelajari dan tujuan dari pembelajaran yang dilakukan. Guru ingin siswa memperoleh pengetahuan baru yang terkait dengan proses pembelajaran inkuiri. Mereka juga ingin siswa belajar proses penyelidikan, terutama yang terkait dengan penyelidikan ilmiah, dan untuk mengembangkan disposisi positif menuju penyelidikan dan proses yang digunakan untuk menyelidiki dunia sosial dan fisik. Hasil belajar dari pembelajaran berbasis inkuiri dapat dilihat di gambar 1. Penting bagi guru untuk menjelaskan tentang isi dan tujuan proses pembelajaran yang akan dilakukan. Gambar 1.
Langkah kedua adalah identifikasi masalah atau menyusun pertanyaan untuk memicu pertanyaan. (Suchman, 1962), percaya bahwa
10
masalah harus diluncurkan sebagai acara yang tidak sesuai. Intinya, kejadian yang tidak sesuai adalah situasi membingungkan yang mengejutkan siswa, memicu keingintahuan mereka, dan memotivasi mereka untuk terlibat dalam penyelidikan. Masalah adalah situasi yang bertentangan dengan apa yang diharapkan. Perhatikan dua contoh berikut ini: Guru mengangkat sebuah gelas yang memiliki dua bola kecil yang dihubungkan oleh tabung kaca. Kemudian sebagian diisi dengan cairan merah. Saat guru memegang tangannya di atas bola kiri, gelembung cairannya bergerak ke sisi lain. Saat guru memegang tangannya di bola di sisi kanan, cairan bergerak ke sisi kiri. Guru bertanya kepada para siswa, "Mengapa cairan merah itu bergerak?"
Guru memiliki tiga gelas. Salah satunya diisi dengan air keran biasa, yang lain diisi air garam, yang ketiga mengandung air gula. Guru memasukkan telur rebus di setiap gelas. Yang terjadi adalah telur tenggelam saat dimasak dengan air keran biasa dan mengapung di air asin dan air gula. Guru menanyakan pada siswa, “Mengapa telur mengapung di gelas yang mengandung garam dan air gula dan tenggelam di air biasa?” Setelah fokus penyelidikan dipaparkan oleh guru dengan mengajukan pertanyaan tentang fenomena yang mereka amati, siswa diminta untuk menemukan hipotesis sementara, dan memikirkan cara bagaimana
mereka
bisa
menguji
hipotesis
yang
disusun.
(Jika
memasukkan keyword di YouTube “discrepant event”, Anda akan menemukan
banyak
video
yang
menampilkan
bagaimana
guru
memaparkan suatu masalah dalam pelajaran berbasis penyelidikan agar menarik perhatian siswa.) Magnusson dan Palincsar (1995) memiliki pendekatan yang sedikit berbeda untuk menentukan dan mengidentifikasi masalah penyelidikan. Mereka percaya bahwa masalah tidak harus sesuatu yang berbeda dengan kehidupan sehari-hari (tidak sesuai dengan harapan), tapi masalah harus membingungkan dan memenuhi tiga kriteria: 1.
Konseptual
2.
Fleksibel dengan isu perkembangan ilmu pengetahuan
11
3.
Relevan dengan kehidupan anak sehingga mudah diakses dan menarik
Contoh masalah yang memenuhi 3 kriteria diatas adalah: a.
Bagaimana paus berkomunikasi?
b.
Mengapa orang pernah percaya bahwa dunia itu datar?
C. Pelaksanaan Pembelajaran Berbasis Inkuiri (Inquiry-Based Learning) Peran utama guru saat melakukan pelajaran inkuiri adalah memfasilitasi fase dari proses penyelidikan dan untuk membantu siswa menjadi peneliti dan reflektif tentang proses pemikiran mereka. Meskipun ada banyak variasi pelajaran berbasis penyelidikan, namun secara keseluruhan pembelajaran berbasis inkuiri ini ada 6 fase. 1. Memusatkan perhatian siswa dan menjelaskan proses penyelidikan. Seperti pelajaran lainnya, penting sekali untuk mendapatkan perhatian siswa dan memotivasi mereka untuk melibatkan diri dalam kegiatan pembelajaran. Di dalam pelajaran berbasis penyelidikan, motivasi biasanya mudah disampaikan dengan memaparkan masalah yang provokatif. Saat guru menggunakan model pengajaran berbasis penyelidikan untuk pertama kali, mereka perlu menjelaskan kepada siswa tentang tujuan pelajaran dan keseluruhannya. Yang sangat penting adalah penjelasan yang membantu siswa memahami hal itu. Tujuan penting dari jenis pelajaran ini adalah untuk mempelajari
keterampilan
dan
proses
yang
terkait
dengan
pertanyaan/persoalan yang dihadapi. 2. Hadirkan persoalan atau peristiwa yang berbeda. Penting untuk mempresentasikan masalah atau peristiwa dengan jelas dan dengan cara yang membangkitkan keingintahuan siswa. Paling sering guru menggunakan demonstrasi dan presentasi untuk mengkomunikasikan masalah kepada siswa. Klip video dan
12
media lainnya juga bisa digunakan. Masalah dapat disajikan untuk penyelidikan kelas secara keseluruhan. Hal itu juga bisa disajikan dengan cara memudahkan pertanyaan kelompok kecil. 3. Bantu siswa dalam merumuskan hipotesis. Selama fase ini, siswa didorong untuk mengajukan pertanyaan dan membentuk hipotesis yang membantu menjelaskan apa yang sedang terjadi. Sangat penting untuk mengetahui semua gagasan yang terkait dengan masalah yang ingin diselesaikan. 4. Mendorong siswa untuk mengumpulkan data untuk menguji hipotesis. Mintalah siswa melakukan eksperimen dan mengumpulkan data. Misalnya, dalam penyelidikan pendulum guru menyuruh siswa melakukan beberapa eksperimen dalam kelompok belajar mereka, seperti memvariasikan panjang tali, bobot alat cuci, dan tempat awal. Di contoh lain, siswa mungkin harus melakukan eksperimen hipotetis atau guru dapat memilih untuk memberi siswa data dan menanyakan bagaimana data baru ini dapat memengaruhi hipotesis mereka. 5. Merumuskan penjelasan. Dalam fase ini guru memancing siswa untuk memberikan penjelasan terkait apa yang telah siswa lakukan. Biasanya dalam pembelajaran berbasis penyelidikan siswa diminta untuk menyatakan penjelasan atau kesimpulan yang bisa ditarik berdasarkan percobaan dan data yang tersedia. Semua penjelasan harus diterima; namun pertanyaan menyelidik dapat digunakan untuk membuat siswa mempertimbangkan penjelasan yang diberikan. Contoh:
Seberapa yakin Anda dengan kesimpulan yang Anda berikan?
Bagaimana jika saya mengatakannya? . . bagaimana hal itu memengaruhi pemikiran anda?
Bagaimana Anda membandingkan kesimpulan Anda dengan Si A? Dengan cara apa mereka bisa berbeda?
13
Mengapa?
6. Merefleksi masalah dan proses berpikir. Ini mungkin fase yang paling
penting dari pembelajaran
berbasis inkuiri (penyelidikan). Selama fase ini, siswa didorong untuk bercermin kembali apa yang telah mereka lakukan dan untuk menganalisis proses berpikir mereka sebagai pelajaran berlanjut. Guru dapat menggunakan jenis pertanyaan berikut untuk memfasilitasi hal ini:
Kapan hipotesis itu disusun?
Apakah hipotesis yang disusun akurat?
Apakah pemikiran Anda berubah selama penyelidikan? Jika ya, apa yang mendorong perubahan itu?
Jika saya memberi Anda situasi masalah yang sama, bagaimana Anda akan mengatasinya lain kali?
Sintaks Model Pembelajaran Inkuiri (Inquiry-Based Learning) Fase
Kegiatan
1. Memusatkan perhatian siswa dan menjelaskan proses penyelidikan.
Guru mengkondisikan siswa untuk siap menerima pelajaran dan mendiskripsikan tujuan pembelajaran.
2. Hadirkan persoalan atau peristiwa yang berbeda.
Guru memberikan suatu masalah atau discrepant event pada siswa
3. Bantu siswa dalam merumuskan hipotesis.
Guru mendorong siswa untuk menyusun pertanyaan-pertanyaan tentang masalah dan hipotesis yang akan dijelaskan lebih lanjut (diuji kebenarannya)
4. Mendorong siswa untuk mengumpulkan data untuk menguji hipotesis.
Guru meminta siswa untuk mengumpulkan data terkait dengan hipotesis yang telah disusun sebelumnya. Dalam beberapa kasus, eksperimen di dalam kelas dapat dilakukan.
5. Merumuskan penjelasan.
Guru meminta siswa untuk merumuskan kesimpulan dan generalisasi.
6. Merefleksi masalah dan
Guru membuat siswa memikirkan
14
proses berpikir.
proses berpikir mereka sendiri dan untuk merefleksikan proses penyelidikan. Gambar 2
D. Kelebihan Inquiry-Based Learning 1. Model pembelajaran inquiry dapat memberikan ruang kepada siswa untuk belajar sesuai dengan gaya belajar mereka. 2. Model pembelajaran inquiry merupakan model pembelajaran yang dianggap sesuai dengan perkembangan psikologi belajar modern yang menganggap belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman. 3. Model pembelajaran inquiry merupakan model pembelajaran yang menekankan kepada pengembangan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor secara seimbang, sehingga pembelajaran melalui strategi ini dianggap lebih bermakna. 4. Dapat melayani kebutuhan siswa yang memiliki kemampuan di atas rata-rata, artinya siswa yang memiliki kemampuan belajar bagus tidak akan terhambat oleh siswa yang lemah dalam belajar.
E. Kelemahan dan Alternatif Perbaikan dari Inquiry-Based Learning a. Permasalahan dengan waktu yang dialokasikan. Apabila guru dan siswa belum begitu terbiasa melaksanakan model pembelajaran inkuri, maka ada kemungkinan yang besar waktu tidak dapat dimanajemen dengan baik. Sebaiknya proses pencarian dan pengumpulan informasi tidak hanya terbatas saat pembelajaran di kelas. Tetapi bisa dengan memberikan tugas rumah yang relevan dengan proses pencarian dan pengumpulan data. Dengan begitu siswa Sebaiknya siswa belajar secara mandiri dan memanajemen proses belajar mereka, sehingga mereka semakin terbiasa dan waktu
15
berangsur-angsur tak lagi akan menjadi sebuah masalah besar dalam implementasi model pembelajaran ini. b. Pembelajaran inkuri yang dilakukan oleh siswa dapat melenceng arahnya dari tujuan semula karena mereka belum terbiasa melakukannya. Seringkali siswa justru mengumpulkan informasi yang tidak relevan dan tidak begitu penting. Oleh karena itu, peranan guru sebagai fasilitator pembelajaran yang handal sangat diperlukan. Bersama latihan dan pembelajaran yang lebih sering, kendala kehilangan arah ini akan dapat direduksi dengan lebih baik. c. Pada akhir suatu pembelajaran yang menerapkan model pembelajaran inkuri, bisa saja setelah segala upaya dan kerja keras yang dilakukan oleh siswa dan kelompoknya ternyata membuahkan hasil yang salah, keliru, kurang lengkap, atau kurang bagus. Ini bisa jadi akan dapat menurunkan motivasi belajar mereka. Oleh karena itu guru perlu hatihati dan "awas" terhadap apa yang sedang berlangsung di dalam kelompok-kelompok belajar di kelasnya agar setiap pembelajaran yang dilaksanakan memberikan hasil yang memuaskan bagi siswa. d. Akan terjadi hambatan dalam pelaksanaan model pembelajaran inkuiri ini pada siswa-siswa yang telah terbiasa menerima informasi dari guru. Siswa-siswa yang tidak terbiasa akan ragu-ragu dalam bertindak sehingga seringkali pembelajaran macet di tengah jalan. Kesabaran guru di awal-awal pelaksanaan model pembelajaran ini sangat diperlukan. Ketika siswa mulai terbiasa, keragu-raguan dalam bertindak,
mencari
informasi,
mengolahnya
untuk
kemudian
membuat simpulan berdasarkan versi mereka sendiri akan lebih mudah dan lancar. e. Ketika pembelajaran inkuiri yang selalu disetting dalam kelompokkelompok ini berlangsung, biasanya ada beberapa siswa yang kurang aktif dalam kelompoknya. Bagaimana cara guru memotivasi dan membantu
mereka
untuk
dapat
besinergi
dengan
anggota
16
kelompoknya lalu mengambil peranan yang disukainya akan sangat bermanfaat untuk mereduksi keadaan-keadaan seperti ini.
F. Penerapan Inquiry-Based Learning dalam Pembelajaran Matematika Volume bangun ruang menyatakan ukuran atau kemampuan menampung suatu benda cair. Misalnya, volume sebuah drum itu diisi minyak sampai 100 liter, artinya apabila drum itu diisi minyak sampai penuh maka dapat menampung 100 liter minyak. Pada dasarnya terdapat kesamaan antara tabung dan prisma tegak, yaitu mempunyai dua sisi (bidang) sejajar dan kongruen (bidang atas kongruen dengan bidang alas). Hal tersebut menggambarkan kesamaan dalam mencari volumenya, yaitu luas alas × tinggi. Langkah-langkah yang perlu dilakukan guru dalam menentukan rumus volume tabung dengan model pembelajaran inkuiri sebagai berikut: Fase
Kegiatan
1. Memusatkan perhatian siswa dan menjelaskan proses penyelidikan.
Pertama guru menjelaskan topik, tujuan dan hasil belajar yang diharapkan. Dalam kegiatan ini, siswa memperhatikan penjelasan yang diberikan oleh guru.
2. Hadirkan persoalan atau peristiwa yang berbeda.
Guru mengajak siswa untuk mengemukakan suatu pokok yang akan dijadikan suatu permasalahn yang hendak dikaji. Kemudian siswa bersaman-sama merumuskan hipotesis atau masalah yang relevan sesuai dengan pokok permasalahan yaitu mengenai asal usul diperolehnya rumus volume tabung.
3. Bantu siswa dalam merumuskan hipotesis.
Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok dan mengingatkan kembali pada siswa tentang materi pada kelas sebelumnya bahwa volume prisma bergantung pada bentuk alasnya. Jika alas prisma berbentuk segitiga, volume prisma segitiga adalah 1
( × 𝑎𝑙𝑎𝑠 × 𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖) × 𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 2
Hal tersebut berlaku pada prisma segiempat, segilima, dan seterusnya hingga prisma segi-n. Kemudian barulah memberikan kesempatan
17
kepada tiap kelompok untuk mengumpulkan informasi atau data yang ada hubungannya dengan bangun tabung dan mengkaji hasil pengelolahan data yang terkumpul. 4. Mendorong siswa untuk Guru Guru meminta siswa untuk menganalisi mengumpulkan data data berdasarkan hasil penemuan dan untuk menguji hipotesis. pemahaman konsep yang didapat. Kemudian siswa menganalisisnya dengan data yang diperoleh dan memahami konsep penanaman konsep diberikan guru sebelumnya. Dari pengenalan di mengetahui sendiri prisma berbentuk lingkaran maka disebut tabung. Akibatnya, cara menentukan volume tabung sama dengan menentukan prisma. Jika volume prisma yaitu, V = p × l × t atau luas alas × tinggi (La × t). Maka dalam hal ini volume tabung yaitu V = Luas alas × tinggi. Dengan: Luas alas = luas lingkaran atau 𝜋𝑟 2 . Tinggi = tinggi tabung. Sehingga volume tabung adalah 𝜋𝑟 2 × 𝑡 22 Dengan 𝜋 = 3,14 ≈ 7 5. Merumuskan penjelasan.
Guru meminta siswa untuk membuat kesimpulan sesuai dengan hasil yang diperoleh. Kemudian siswa membuat kesimpulan singkat sesuai dengan jawaban dari hasil masalah. Setelah itu menyajikannya di depan kelas.
18
6. Merefleksi masalah dan proses berpikir.
Untuk memahami lebih lanjut akan volume tabung, guru menyuruh setiap kelompok mengerjakan latihan soal pemecahan masalah yang dikaitkan dengan dunia nyata untuk mengembangkan konsep. Hal ini juga menjadi evaluasi bagi siswa apakah hipotesis yang disusun sudah tepat atau belum. Setiap kelompok mengerjakan soal. Contoh soal:
Ibu membuat kue keju yang berbentuk tabung seperti gambar di samping untuk persiapan hari
19
raya. Jika jari-jari kue adalah 10 cm dan tingginya 5 cm. Berapakah volume kue tersebut? Jawab: Diameter kue (d) = 20 cm, sehingga jari-jari kue (r) = 10 cm. V = (r 2 ) × t = (3,14 • 102 ) × 5 = 3,14 • 100 • 5 = 1.570 Jadi volume kue tersebut adalah 1.570 𝑐𝑚3 . Selanjutnya, guru melakukan evaluasi agar tidak terjadi multitafsir dalam menentukan rumus volume tabung. Kemudian siswa mendengarkan serta mencatat hal-hal yang penting.
DAFTAR PUSTAKA
_________. (2016, Januari 7). Dipetik Desember 23, 2017, dari Blog Pendidikan, Sekolah, Kesehatan, Various Tips, Kerajinan Tangan dan Karier: http://novehasanah.blogspot.co.id/2016/01/kelebihan-kelemahan-modelinkuiri.html __________. (2012, Juni 11). Dipetik Desember 23, 2017, dari Blog Pendidikan Meode Inkuiri: https://fkippgsd.wordpress.com/tag/metode-inkuiri/ Arends, R. I. (2012). Learning to Teach, Ninth Edition. New York: McGraw-Hill Inc. Na’im, R. (2015, Januari 22). PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI. Dipetik Desember 23, 2017, dari https://raranaimah.files.wordpress.com/2015/01/penerapan-modelpembelajaran-inkuiri-dalam-pembelajaran-matematika-untukmeningkatkan-pemahaman-konsep-menentukan-rumus-volume-tabung.pdf Sanjaya, W. (2006). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Rawamangun-Jakarta: Kencana Perdana Media Group. Slavin, R. E. (1995). Cooperative Learning Theory, Research and Practice. Amerika: Simon & Schuster Company.