Makalah Individu Bab 8.docx

  • Uploaded by: Lucky Indah
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Individu Bab 8.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,880
  • Pages: 19
BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Budaya merupakan suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya yang ada ini terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari. Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia. Banyak faktor yang mempengaruhi dan menentukan kegiatan berbisnis. Sebagai kegiatan sosial, bisnis dengan banyak cara terjalin dengan kompleksitas masyarakat modern. Dalam kegiatan berbisnis, mengejar keuntungan adalah hal yang wajar, asalkan dalam mencapai keuntungan tersebut tidak merugikan banyak pihak. Jadi, dalam mencapai tujuan dalam kegiatan berbisnis ada batasnya. Kepentingan dan hak-hak orang lain perlu diperhatikan. Perilaku etis dalam kegiatan berbisnis adalah sesuatu yang penting demi kelangsungan hidup bisnis itu sendiri. Bisnis yang tidak etis akan merugikan bisnis itu sendiri terutama jika dilihat dari perspektif jangka panjang. Bisnis yang baik bukan saja bisnis yang menguntungkan, tetapi bisnis yang baik adalah selain bisnis tersebut menguntungkan juga bisnis yang baik secara moral. Perilaku yang baik, juga dalam konteks bisnis, merupakan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai moral. Dalam kenyataanya budaya sangat berpengaruh terhadap kelancaran dalam dunia bisnis baik dalam perkembangna dalam bisnis skala nasional maupun skala internasional. Sesuatu hal baru yang tidak sesuai dengan kebudayaan suatu bangsa akan sulit diterima atau berkembang didalam negara tersebut.

1

1.2. Rumusan Masalah Dari latar belakang di atas maka, kami menemukan berbagai permasalahan diantarannya: 1. Bagaimana Konsep Budaya 2. Apa saja Pengaruh Budaya terhadap Perilaku dan Sistem Nilai 3. Bagaimana Pentingnya Budaya Organisasi 4. Apa Fungsi Budaya Organisasi 5. Apa saja Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Budaya Organisasi 6. Apa Hubungan Etika dan Budaya 7. Apa saja Kendala dalam Mewujudkan Kinerja Bisnis yang Etis 8. Bagaimana Pengaruh Etika terhadap Budaya

1.3. Tujuan Pembuatan Makalah 1. Penulisan makalah ini di tujukan untuk memenuhi nilai tugas dalam mata kuliah Etika Bisnis dan Tanggungjawab Sosial. 2. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan bagi pembaca.

2

BAB II PEMBAHASAN

2.1

Pokok Kasus Dijilat,diputer,lalu dicelupin. Itulah sepenggalan kata yang selalu masyarakat dengar dari salah satu perusahaan biskuit ternama, Kraft Indonesia, Oreo, sekitar dua tahun yang lampau. Brand image dengan yel-yel yang mudah dicerna seperti kasus di atas, sangat melekat kepada anak-anak. Segmentasi PT.Nabisco pun tepat dalam mengeluarkan produk biskiut coklat berlapiskan susu ini, yaitu anak-anak. Ada pepatah mengatakan “tak ada satu pun orangtua yang tidak menyayangi anaknya”. Ini merupakan ungkapan yang tepat bagi orangtua yang mempunyai anak-anak terlebih anak yang masih berusia kecil. Kekhawatiran orangtua ini, menjadi membludak sebab diisukannya biskuit oreo, yang merupakan biskuit favorit anakanak, mengandung bahan melamin. Hal ini cukup berlangsung lama di dunia perbisnisan, sehingga tingkat penjualan menurun drastis. BPOM dan dinas kesehatan mengatakan bahwa oreo produksi luar negri mengandung melamin dan tidak layak untuk dikonsumsi karna berbahaya bagi kesehatan maka harus ditarik dari peredarannya. Pembersihan nama oreo pun sebagai biskuit berbahaya cukup menguras tenaga bagi public relation PT. Nabisco. Kutipan BPOM, “Yang ditarik BPOM hanya produk yang berasal dari luar negeri dan bukan produksi dalam negeri. Untuk membedakannya lihat kode di kemasan produk tersebut. Kode MD = produksi dalam negeri,aman dikonsumsi. Sedangkan ML = produksi luar negeri.”Gonjang-ganjing susu yang mengandung melamin akhirnya merembet juga ke Indonesia.BPOM telah mengeluarkan pelarangan terhadap peredaran 28 produk yang dicurigai menggunakan bahan baku susu bermelamin dari Cina,diantaranya yang akrab di telinga kita antara lain : Oreo sandwich cokelat/wafer stick dan M & M’s. Maaf kalau mengecewakan para penggemar Oreo tapi ini kenyataan,ini bukan hoaks lho. Selain Oreo dan M & M’s ada beberapa produk yang diduga mengandung bahan susu dari Cina seperti es krim Indo Meiji,susu Dutch Lady dll. Seperti di ketahui heboh susu dan produk turunannya yang mengandung formalin telah mengguncang Cina karena telah merenggut nyawa 4 bayi dan menyebabkan sekitar 6244 bayi terkena penyakit ginjal akut.(sumber : Kompas,20 September 2016) 3

2.2

Pendahuluan Perubahan lingkungan semakin turbulen, sistem dan subsistem organisasi menjadi semakin terbuka dan tingkat persaingan samakin ketat dan tajam, bahkan semakin tidak menentu arah perubahannya. Secara eksplisit turbulensi dalam sistem ekonomi dapat menciptakan berbagai ancaman yang dapat melemahkan daya saing perusahaan atau bahkan menyingkirkannya dari lingkungan perusahaannya. Percepatan perubahan lingkungan ini dapat berakibat pada perubahan budaya perusahaan. Secara umum, individu dilatarbelakangi oleh budaya yang mempengaruhi perilakunya. Budaya menuntut individu untuk berperilaku dan member petunjuk pada mereka mengenai apa saja yang harus diikuti dan dipelajari. Kondisi tersebut juga berlaku dalam suatu organisasi. Bagaimana karyawan berperilaku dan apa yang seharusnya mereka lakukan, banyak dipengaruhi oleh budaya yang dianut oleh organisasi tersebut atau disebut budaya organisasi. Budaya sesungguhnya tumbuh karena diciptakan dan dikembangkan oleh individuindividu yang bekerja dalam suatu organisasi dan diterima sebagai nilai-nilai yang harus dipertahankan dan diturunkan kepada setiap anggota baru. Nilai-nilai tersebut digunakan sebagai peddoman bagi setiap anggota selama mereka berada dalam lingkungan organisasi tersebut, dan dapat dianggap sebagai cirri khas yang membedakan sebuah organisasi dengan yang lainnya. Kita harus menyadari bahwa kita masih hidup dalam sebuah kultur yang di dalam ada etika, ada norma, sopan santun dan tata karma, maka secara umum bahwa semua nilai-nilai itu adalah sesuatu yang luhur dalam mengatur hidup kita. Dicontohkan sekitar beberapa tahun lalu, upaya yang dilakukan WWF-Indonesia untuk melakukan pelestarian penyu di Bali, nyaris berhentisaat berhadapan dengan argumentasi agama. Penyu merupakan syarat mutlak untuk upacara adat yang tidak dapat digantikan. Setelah terbuka dialog dengan pemuka agama di tahun 2004, kini untuk upacara adat disepakati kuota 200 ekor penyu per tahun dan Bali memiliki Turtle Conservation Center di Pulau Serangan yang dibuka secara resmi beberapa waktu yang lalu. Demikian pula dengabn adanya globalisasi menuntut lainnya bisnis yang dijalankan dengan nilai-nilai moral yang universal yang dapat diterima secara global.

4

2.3

Konsep Budaya Secara umum, individu dilatarbelakangi oleh budaya yang mempengaruhi perilaku mereka. Budaya menuntut individu untuk dan member petunjuk pada mereka mengenai apa saja yang harus diikuti dan dipelajari. Kondisi tersebut juga berlaku dalam suatu organisasi. Bagaimana pegaai berperilaku dan apa yang seharusnya mereka lakukan. Hal tersebut banyak dipengaruhi oleh budaya yang dianut oleh organisasi tersebut, atau diistilahkan sebagai budaya organisasi. Teori Manajemen Modern menekankan pentingnya perilaku manajerial dalam melaksanakan tugasnya, perilaku tersebut sebagain besar dipengaruhi oleh budaya organisasi. Baik buruknya layanan manajerial ditentukan oleh perilaku manajerial. Puas atau tidaknya konsumen, pelanggan, nasabah atau klien tergantung pada perilaku pemberi layanan. Inilah sebabnya budaya organisasi merupakan bagian bidang manajemen yang mendapat perhatian khusus dari para peneliti manajemen. Berdasarkan pandangan tersebut, maka budaya organisasi sesungguhnya tumbuh karena diciptakan dan dikembangkan oleh individu-individu yang bekerja dalam suatu organisasi, dan diterima sebagai nilai-nilai yang harus dipertahankan dan diturunkan kepada setiap anggota baru. Nilai-nilai tersebut digunakan sebagai pedoman bagi setiap anggota selama mereka berada dalam lingkungan organisasi tersebut, dan dianggap sebagai ciri khas yang membedakan sebuah organisasi dengan organisasi lainnya. Berdasarkan pernyataan mengenai budaya organisasi dia atas, dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi dapat dijadikan sebagai fondasi bagi organisasi agar dpaat terus berdiri, akan dapat bertahan dalam waktu yang lama. Demikian pula dengan organisasi tersebut, dengan nilai-nilai budaya yang kuat dan diterima lingkungannya, maka organisasi tersebut memiliki kesempatan lebih besar untuk dapat terus berdiri dan berproduksi. Robbins dan Judge (2009:289) mengidentifikasi 7 karakteristik primer dan hakekat budaya organisasi, yaitu 1. Inovasi dan pengambilan resiko, sejauh mana para karyawan didorong untuk inovatif dan mengambil risiko, 2. Perhatian dan kerincian, sejauh mana para karyawan diharapkan memperlihatkan presisi (kecermatan), analisis, dan perhatian pada rincian, 3. Orientasi pada hasil, sejauh mana manajemen memfokuskan pada hasil, berdasarkan teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil tersebut, 4. Orientasi pada orang, sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan efek hasil-haisl pada orang-orang di dalam organisasi,

5

5. Orientasi pada tim, sejauh mana kegiatan kerja di organisasikan di sekitar tim-tim, bukannya individu-individu, 6. Keagresifan, sejauh mana anggota-anggota itu agresif dan kompetitif, bukannya santai saja; dan 7. Kemantapan, sejauh mana kegiatan organisasai dipertahankan status quo sehingga kontras dengan pertumbuhan. Adanya perkembangan lingkungan usaha, ilmu pengetahuan, teknologi dan penerapan promosi semakin erat, sehingga setiap organisasi dituntut untuk memiliki anggota yang secara bersamaan mampu belajar menganai perubahan tersebut, dan menyesuaikan dengan kemampuan sumber daya internalnya. Hal ini akan dapat dicapai oleh budaya yang secara berkesinambungan dan dipelajari dari berbagai sumber (House, etal, 2010). Budaya organisasi membentuk perilaku manusia di dalam perusahaan, karena budaya sangat kuat pengaruhnya terhadap perilaku manajer di tiap tingkat organisasi, maka budaya juga sangat mempengaruhi stabilitas perusahaan untuk mengubah arah strateginya. Terdapat 4 (empat) komponen sebagai variabel bebeas yang merupakan budaya korporat, yaitu (1) Integritas, (2) Profesionalisme, (3) Keteladanan, (4) Penghargaan pada sumber daya manusia, yaitu merekrut, mengembangkan dan mempertahankan sumber daya manusia yang berkualitas, sekaligus memperlakukan karyawan berdasarkan kepercayaan, keterbukaan, keadilan dan saling menghargai, mengembangkan sikap kerja sama dan kemitraan, memberikan penghargaan berdasarkan hasil kerja individu dan kelompok. Lebih jauh Cameron (2006) menjelaskan bahwa biasanya proses perubahan terlebih perubahan budaya akan sulit terjadi atau tidak dapat terjadi karena sulit tahu tentang apa yang dibicarakan dan tentang apa focus yang dibicarakan. Tak ada perspektif atau persepsi umum yang tersedia, tak ada elemen atau dimensi kunci yang sudah diidentifikasikan dan tak ada bahasa yang ada, membantu dimulainya pembicaraan proses perubahan budaya. Menurut Cameron dari banyak indicator keefektifan organisasi muncul 2 dimensi utama yang indicator-indikatornya diorganisasikan ke dalam 4 kelompok untama, atau 4 kuadran budaya atau disebut juga sebagai 4 jenis budaya yang dapat diterangkan sebagai berikut : Dimensi Pertama, dimensi ini membedakan criteria keefektifan yang menekankan pada fleksibilitas, keleluasaan (discretion) dan dinamis, dengan / dari criteria keefektifan yang menekankan stabilitas, tatanan dan control. Sebagai contoh, beberapa organisasi dipandang efektif jika mereka melakukan perubahan, dapat beradaptasi dan bersifat organic seperti Microsoft atau Nike. Organisasi lainnya dipandang efektif jika mereka stabil, dapat diramalkan

dan

mekanistik

seperti

badan-badan

pemerintah.

Jangkauannya

dari 6

keterampilan/kepandaian dalam banyak hal (aneka ragam) beserta kelenturanyya, pada satu sisi, dengan kestabilan dan daa tahan organisasi pada sisi lainnya. Sumbu dimensi ini berupa flexibility an discretion (kadang disebut people) dan stability and control (kadang disebut processes). Dimensi kedua, dimensi ini membedakan criteria keefektifan yang menekankan pada orientasi internal, integrasi dan kesatuan dengan / dari criteria keefektifan yang menekankan pada orientasi eksternal, diferensiasi (pembedaan) dan persaingan. Sebagai contoh, beberapa organisasi dipandang efektif jika mereka memiliki karakteristik keharmonisan internal sepeerti IBM way atau HP Way. Sumbu dimensi ini berupa external focus and differention (kadang disebut strategic) dan internal focus and integration (kadang disebut operational). Dua dimensi budaya yang membentuk 4 kuadran di atas disebut juga sebagai beudaya yang sekaligus mendefinisikan ini yang dirasakan atau dikehendaki dan diyakini keefektifan organisasi dan kinerja dengan tantangan perubahan lingkungan. (1) The Hierarchy Culture Garis wewenang (authority) pengambilan keputusan yang jelas, peraturan dan prosedur standar, pengendalian dan mekanisme akuntabilitas di nilai dan dihargai sebagai kunci untuk sukses. Budaya ini dicirikan oleh suatu formasi dan keberadannya terstruktur untuk bekerja. Prosedur mengendalikan apa yang dilakukan para personil. Oimoinan (leader) yang efektif adalah coordinator dan penyelenggraa (organizer) yang baik. Menjaga atau memelihara organisasi berjalan mulus adalah penting. Kemudian organisasi jangka panjang adalah stabilitas, kemampuan yang dapat diramalkan dan efisiensi. Peraturan dan kebijakan formal memegang atau mempertahankan organisasi secara bersama-sama (Cameron, 2006:94). (2) The Market Culture Rancangan baru yang terkait dengan organisasi yang akan menghadapi tantangan kompetiitif baru ditunjukkan sebagai bentuk organisasi pasar (market). Terminology market tidak sama dengan fungsi pemasaran ataupun pelanggan di dalam pasar tertentu. Jenis organisasi ini diorientasikan menuju lingkungan eksternal dari pada internal. Fokus pada interaksi dengan (terutama) kontituante eksternal mencakup pemasok, pelanggan, kontraktor, pemegang lisensi, pemerintah dst (Cameron, 2006:94). Fokus utama pasar adlah melakukan transaksi (pertukaran, penjualan, kontrak) dengan konstituante lainnya untuk menciptakan keunggulan kompetitif. Nilai inti yang mendominasi jenis organisasi market adalah kompetisi dan produktifitas. Kompetisi dan produktifitas di dalam organisasi market dicapai melalui suatu penekanan kuat pada 7

posisi eksternal dan pengendalian. Diasumsikan bahwa suatu tujuan yang jelas dan strategi yang agresif membawa produktivitas dan kemampuan. Sukses didefinisikan dari segi pangsa pasar dan penetrasi. (3) The Clan Culture Disebut ‘Clan’ karena jenis organisasinya mirip dengan keluarga besar. Nilai dan tujuan dibagi, kesatupaduan, kepribadian, partisipasif dan rasa kebersamaan yang diserap, merupakan jenis organisasi dengan budaya ‘Clan’ (Cameron, 2006:94). Karakteristik dari jenis organisasi dengan budaya ‘Clan’ adalah kerja tim, program keterlibatan pegawai, komitmen korporat kepada para pegawai. Beberapa pra anggapan dasar di dalam suatu budaya ‘Clan’ adalah lingkungan yang dapat dikelola dengan baik melalui kerja tim (tidak individual) dan pengembangan pegawai, sedangkan pelanggan dianggap sebagai mitra. Organisasi dalam berbisnis mengambangkan lingkungan kerja yang humanis (manusiawi), tugas utama menajemen adalah memberdayakan pegawai dan memfasilitasi partisipasinya, serta komitmen dan kesetiaan. Para pemimpin dianggap sebagai mentor dan mungkin bahkan sebagai figure orangtua. Organisasi dipegang secara bersama-sama malalui kesetiaan dan tradisi kerja tim, partisipasi dan consensus dengan komitmen yang tinggi. Organisasi menekankan pada manfaat pengembangan individual jangka panjang dengan kesatupaduan yang tinggi dan moral sebagai hal yang penting. Sukses didefinisikan dari segi iklim dan kepedulian pada para personil. (4) The Adhocracy Culture Akar kata dari adhocracy adalah adhoc, menunjukkan sementara, spesialisasi, unit yang dinamis. Adhocracy adalah mirip denagn sementara. Asumsinya adalah bahwa inovatif dan mempelopori inisiatif adalah membawa sukses organisasi, terutama dalam bisnis mengambangkan produk dan jasa baru, dan menyiapkan untuk masa depan. Tugas

utama

manajemen

adalah

membantu

atau

memupuk

perkembangan

kewirausahaan, kreatifitas dan aktivitas untuk memotong hal-hal yang tidak perlu (tidak punya nilai tambah). Tujuan utama adhocracy adalah memupuk atau membantu perkembangan kemampuan beradaptasi, fleksibilitas dan kreativitas. Tantangan penting dari organisasi adalah untuk memproduksi produk dan jasa inovatif dan beradaptasi dengan cepat untuk peluang baru. Tidak seperti budaya market atau hierarchy, adhocracy tidak mempunai kekuasaan yang terpusat atau hubungan kewenangan. Sebagai gantinya kekuasaan mengalirkan dari individual kepada individual atau dari tim tugas kepada tim tugas yang bergantung pada 8

problem atau persoalan mengenai apa yang sedang dibahas pada saat itu. Penekanan tinggi pada kepribadian, pengambilan resiko dan mengantisipasi masa depan akan tetap ada, seperti hamper setiap orang menjadi terlibat dengan produksi, nasabah, penelitian dan pengembangan dst. Para personil mau berbuat sesuatu yang inovatif (meskipun berbahaya) dan mengambil resiko. Kepemimpinan yang efektif adalah visioner, inovatif dan orientasi resiko. Kesiapan untuk perubahan dan pemenuhan tantangan baru seperti pengetahuan baru, produk baru dan jasa baru adalah penting. Penekanan jangka panjang organisasi adalah pada pertumbuhan yang cepat dan perolehan sumber daya baru. Kesuksesan berarti memproduksi hal-hal unik, dan produk dan jasa yang asli. Tidak ada satupun organisasi dicirikan secaraa total oleh satu jenis budaya, namun kenyataannya dicirikan dengan budaya yang dominan. Penelaahan telah dibuat mengenai hubungan antara 3 faktor budaya, yaitu kekuatan, keserasian/ kecocokan (concruence), jenis budaya dengan keefektifan organisasi. Studi Cameron telah mengidentifikasi dimensi keefektifan organisasi untuk menyelidiki sejauh mana budaya yang kuat adlaah lebih efektif daripada budaya lemah, budaya yang serasi (sesuai atau concruent) dan keefektifan dibedakan diantara berbagai jenis budaya organisasi. Hasil studi ditemukan bahwa kekuatan budaya dan kecocokan/ keserasian organisasi dibandingkan dengan jenis budaya. Dengan demikian tidak ada perbedaan signifikan secara statistic antara budaya kuat dan lemah dan antara budaya yang serasi (concruent) dan budaya tidak serasi (inconcruent) dan berbagai dimensi keefektifan organisasi (seperti pengambilan keputusan, struktur dan strategi yang digunakan), akan tetapi ada perbedaan signifikan ketika membandingkan berbagai jenis budaya. Selanjutnya Denison (2004) mengemukakan bahwa ada empat prinsip integrative mengenai hubungan timbale balik antara budaya organisasi dan efektivitas kinerja perusahaan. Keempat prinsip ini diberi nama empat sifat utama (main cultural traits) yang mencakup keterlibatan (involment), konsistensi (consistency), adaptabilitas (adaptability) dan misi (mission), menurut Dennison keempat sifat utama tersebut dijelaskan secara ringkas : 1. Keterlibatan (Involment) Keterlibatan merupakan faktor kunci dalam budaya organisasi. Penelitian tentang keterlibatan organisasi yang tinggi. Cameron (2006) menjelaskan bahwa organisasi dengan keterlibatan tinggi memiliki karakteristik dari sebuah suku (clan) daripada sebuah birokrasi formal. Transaksi-transaksi organisasi suku terutama dipengaruhi oleh nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, norma-norma dan t radisi-tradisi. Organisasi dengan 9

tingkat keikutsertaan, keterlibatan dan partisipasi yang tinggi dapat bergantung pada sistem menajemen yang terbentuk berdasarkan consensus. Biaya-biaya transaksi dapat diminimalisasikan bila masing-masing anggota dari organisasi bertindak berdasarkan consensus nilai intuitif daripada sejumlah peraturan-peraturan birokrasi. 2. Konsistensi Cameron (2006) mengemukakan bahwa teori konsistensi menekankan adanya dampak positif budaya kuat pada efektivitas organisasi dan bahwa sistem keyakinan, nilai dan symbol yang dihayati serta dipahami secara luas oleh para anggota organisasi memiliki dampak positif pada kemampuan mereka dalam mencapai consensus dan melakukan tindakan-tindakan yang terkoordinasi. Konsep fundamentalnya adalah sistem control implicit yang berdasarkan nilai-nilai yang diinternalisasi merupakan cara yang efektif dalam tercapainya koordinasi daripada sistem control eksternal yang bergantung pada peraturan-peraturan eksplisit. Perusahaan Proter dan Gsmble (P&G) merupakan salah satu contoh konsep ini, P & G mempunyai karyawan – karyawan yang memiliki komitmen tinggi, nilai-nilai kunsi sentral, metode melakukan bisnis yang khusus, tendensi untuk melakukan promosi dari dalam serta sejumlah ukuran jelas tentang apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan. Marakteristik ini membantu terciptanya budaya kuat yang sangat dipahami oleh anggota perusahaan. Para karyawan melihat adanya hubungan ang dekat antara budaya kaut, pengelola bisnis secara sistematis, serta kesuksesan dan kegagalan yang dialami perusahaan. 3. Adaptabilitas Menurut Denison (2004) untuk memformulasikan teori budaya yang lebih proaktif tentang adaptabilitas organisasi, seseorang harus menjabarkan sistem norma-norma dan keyakinan-keyakinan yang dapat mendukung kapasitas suatu organisasi agar bisa menerima, menafsirkan dan menerjemahkan tanda-tanda yang berasal dari lingkungan supaya terjasi perubahan-perubahan perillaku internal untuk bisa tetap bertahan hidup, tumbuh dan berkembang. Ada tiga aspek adaptabilitas yang mempunya dampak pada efektivitas organisasi yaitu (Denison, 2004) : a. Kemampuan untuk menyadari dan bereaksi pada lingkungan eksternal. Salah satu cirri khas organisasi perusahaan Jepang yang berhasil adalah obsesi dari pelanggan dan competitor.

10

b. Kemampuan untuk bereaksi pada pelanggan internal. Kepicikan dalam memperlakukan departemen, divisi dan distrik lain dalam perusahaan yang sama menunjukkan kurangnya adaptasi dan mempunyai dampak langsung pada kinerja perusahaan yang efektif. c. Kemampuan untuk bereaksi terhadap pelanggan internal maupun eksternal membutuhkan kemampuan untuk mengatur kembali dan melembagakan kembali sejumlah perilaku dan proses yang mengizinkan organisasi untuk beradaptasi. 4. Misi Penghayatan misi member dua pengaruh besar pada fungsi perusahaan yaitu : (1) menentukan manfaat dan makna dengan cara mendefinisikan peran sosial dan sasaran eksternal bagi institusi serta mendefinisikan peran individu berkenaan dengan peran institusi. Melalui proses ini perilaku diberi makna instrinsik atau bahkan spiritual yang melampaui peran ini birokrasi secara fungsional. Proses internalisasi dan identifikasi member konstribusi pada komitmen jangka pendek dan panjang serta menimbulkan kinerja organisasi yang efektif, (2) membrikan kejelasasn dan arah/ aturan. Kesadaran akaan misi memberikan arah dan sasaran yang jelas yang berfungsi untuk mendefinisikan serangkaian tindakan yang tepat bagi organisasi dan anggotaanggotanya. Pada tingkat individu ada bukti yang meyakinkan bahwa kesuksesan kemungkinan besar terjadi ketika individu mempunyai tujuan terarah. Budaya organisasi merupakan gaya dan cara hidup dari suatu organisasai yang merupakan pencerminan dari nilai-nilai atau kepercayaan yang selama ini dianut oleh seluruh anggota organisasi. Budaya organisasi adalah pola kepercayaan, nilai, ritual, mitos para anggota suatu organisasi, yang mempengaruhi perilaku semuna individu dan kelompok di dalam organisasi (Harisson & Stokes, 1992), ditambahkan juga bahwa budaya mempengaruhi sebagian besar aspek kehidupan organisasi, seperti bagaimana keputusan dibuat, siapa yang membuatnya, bagaimana imbalan dibagikan, bagaimana orang diperlakukan, dan bagaimana organisasi member respon kepada lingkungannya. Pengertian budaya menurut Susanto (2000) : 1.

Budaya perusahaan adalah nilai-nilai ang menjadi pegangan SDM dalam menjalankan kewajiban dan merupakan landasan berperilaku dalam organisasi.

2.

Budaya perusahaan sadalah suatu nilai-nilai yang menjadi pedoman SDM untuk menghadapi permasalahan eksternal dan usaha penyesuaian integrasi ke dalam organisasi sehingga mereka mengetahui bagaimana mereka harus bertindak atau berperilaku. 11

2.4

Pengaruh Budaya terhadap Perilaku dan Sistem Nilai Kast (1996) mengatakan budaya organisasi mempengaruhi perilaku dan sebagai sistem nilai serta kepercayaan yang dianut bersama, berinteraksi dengan anggota organisasi, struktur dan sistem pengawasan untuk menghasilkan norma-norma perilaku. Bisanya budaya organisasi dipertahankan secara turun temurun sejak organisasi didirikan, dan banyak dipengaruhi oleh pelopor atau pendahulu ang selalu berusaha mewariskannya pada anggotaanggota baru. Kotter dan Heskett (1992) menyatakan bahwa budaya organisasi bersumber dari beberapa orang, lebih sering hanya dari satu orang pendiri perusahaan, orang tersebut akan mengembangkan strategi sesuai lingkungan bisnis yang dikelolanya, yang pada akhirnya akan menjadi kultur di perusahaan. Jadi budaya organisasi akan menumbuhkan identitas dalam diri setiap anggotanya, dan keterikatan terhadap organisasi tersebut, karena kesamaan nilai yang tertanam akan memudahkan setiap anggota organisasi untuk memahami dan menghayati setiap peristiwa dan kegiatan yang dilakukan oleh organisasi. Robbin (2001) berpendapat bahwa budaya organisasi terbentuk melalui 3 tahapan proses : 1.

Bermula dari filosofi yang ditetapkan oleh pendiri organisasi seperti tradisi, kepercayaan dan ideology.

2.

Proses seleksi anggota organisasi untuk mencari kesesuaian antara nilai-nilai individu dengan filosofi organisasi.

3.

Proses sosialisasi sistem nilai perusahaan berjalan baik, maka akan terbentuk budaya organisasi.

Dalam prakteknya budaya perusahaan merupakan bangunan dua tingkat karakteristik yaitu budaya yang kasat mata dan budaya inti. Budaya yang kasat mata dapat dilihat pada penampilan pekerja, bagaimana mereka mengatur tata ruang kantor, atau bagaimana ereka memuaskan pelanggan. Sedangkan budaya inti mengandung nilai-nilai atau kepercayaan mendasar yang mempengaruhi perilaku dan secara actual mendasari berbagai aspek dari budaya kasat mata.

2.5

Pentingnya Budaya Organisasi Budaya organisasi dinilai penting, karena : 1. Budaya menentukan suatu kepribadian organisasi secara keseluruhan dan memiliki pengaruh yang kuat terhadap perilaku para anggotanya.

12

2. Budaya yang dapat diamati ditemukan dalam upacara, ritual,cerita, pahlawan dan symbol-simbol organisasi. 3. Budaya ini berisikan penyebaran nilai-nilai yang mendasari organisasi. 4. Dalam organisasi-organisasi dengan budaya yang kuat, para anggotanya berkelakuan dengan pemahaman yang mendukung pencapaian tujuan-tujuan penting organisasi. 5. Para manajer membuat penyebaran nilai-nilai dan penggunaan cerita, upacara, pahlawan dan bahasa yang baik untuk memperkuat nilai-nilai ini dalam kehidupan sehari-hari.

2.6

Fungsi Budaya Organisasi 1. Budaya memberikan nuansa identitas bagi karyawan. 2. Budaya membantu menimbulkan komitmen karyawan terhadap sesuatu yang lebih besar daripada diri mereka sendiri. 3. Budaya menambah stabilitas perusahaan sebagai suatu sistem sosial 4. Budaya adalah kerangka referensi bagi karyawan agar digunakan untuk menerima berbagai kegiatan organisasional dan juga sebagai pedoman bagi perilaku yang tepat.

2.7

Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Budaya Organisasi 2.7.1 Karakteristik Sosial Masyarakat Karakteristik sosial masyarakat dimana peruusahaan beroperasi merupakan faktor mendasar yang mempengaruhi pembentukan budaya organisasi, karakteristik sosial masyarakat Jepang yang pada akhirnya mempengaruhi pembentukan gaya manajemen, missal lebih menghargai senioritas dan kolektifitas, kesediaan mengabdi seumur hidup pada suatu perusahaan, serta mengambil keputusan secara consensus, yang melahirkan budaya perusahaan dan gaya manajemen yang identik dengan budaya masyarakat Jepang. 2.7.2 Tipe Masyarakat Bisnis Tipe masyarakat bisnis juga mempengaruhi pembentukan budaya organisasi. Perilaku perusahaan yang hidup di tengah masyarakat bisnisnya sedikit banyak dipengaruhi karakteristik industry dan semakin homogeny suatu masyarakat bisnisnya, memiliki cirri yang baku dan terdapat kode etik para professional yang menjadi pedoman umum bagi professional yang bekerja pada perusahaan terkait menjalankan usahanya.

13

2.7.3 Kapabilitas dan Kemampuan Kendali Perusahaan Pembentukan budaya organisasi juga dipengaruhi oleh sejarah berdiri dan berkembangnya perusahaan tersebut. para pendiri memiliki peran penting dalam meletakkan pondasi peruusahaan dengan menanamkan visi, nilai-nilai dan normanorma yang harus dikuti oleh para pekerja agar mampu menjalankan dan memacu kegitan usaha yang diharapkan oleh para pendirinya. Para eksekutif senior juga turut berperan dalam pembentukan budaya perusahaan melalui pemilihan dan penyusunan sistem dan struktur administrative perusahaan yang baku dan diimplementasikan di dalam mengarahkan dan mengendalikan jalannya perusahaan. Selain itu juga sistem reward dan punishment, yang turut memberikan kontribusi dalam pembentukan budaya perusahaan. Semua sistem dan struktur ini pada akhirnya mempengaruhi pembentukan kapabilitas dan daya kendali perusahaan. Untuk membentuk budaya yang kuat, perusahaan terlebih dahulu harus mengenali jenis budaya yang dimiliki perusahaan, dan kemampuan dari top management untuk membentuk budaya sesuai dengan kebutuhan pasar. Kotter & Hesket (1992) menjelaskan budaya yang kuat adalah yang bisa menciptakan suatu ikatan antara perusahaan dan para pegawainya, dan bisa mengilhami tingkatan produktivitas yang berbedaa dari perusahaan lainnya. Budaya yang kuat juga memungkinkan orang untuk merasa lebih baik tentang apa yang mereka lakukan, sehingga mereka cenderung bekerja lebih keras (Harisson & Stokes, 1992). Priasmoro (2000) dalam Syawhani dan Priyohadi (2001) menyatakan bahwa ada banyak keuntungan bila perusahaan memiliki budaya yang kuat, adaptif dan kompetitif, yakni : 1. Budaya perusahaan sangat menentukan etika kerja. Caranya banyak perusahaan memberi hadiah kepada karyawan yang tidak pernah terlambat sampai setahun penuh hari kerja. Dari budaya ini muncullah perilaku dan mental sikap disiplin. 2. Budaya perusahaan memberi arah pengembangan bisnis. Adanya evaluasi terhadap visi, misi, struktur, maka budaya perusahaan mendukung terhadap kejelasan arah pengembangan bisnis. 3. Budaya perusahaan mampu meningkatkan produktivitas dan kreativitas. Budaya yang dinamis, kreatif, memberikan jaminan tumbuhnya kreativitas pada semua level, maka para pegawainya tidak akan terjebak dalam aktivitas rutin.

14

4. Budaya perusahaan mengembangkan kualitas barang dan jasa. Bila ada komitmen, sistem nilai, maka gerak organisasi dalam menekankan masalah mutu akan terjaga baik. 5. Budaya perusahaan memotivasi pegawai mencapai prestasi tinggi. Pertumbuhan dan perkembangan perusahaan menjadi tanggungjawab bersama. Schein (1992) mengidentifikasikan tiga tingkat budaya yaitu : 1. Arrifact yaitu struktur dan proses organisasional purba yang dapat diamati tetapi sulit ditafsirkan. 2. Espoused Value yaitu tujuan, strategi dan filsafat. 3. Basic Underlying Assumption, yaitu kepercayaan, persepsi, perasaan, dsb, yang menjadi sumber dan tindakan.

2.8

Hubungan Etika dan Budaya Penegakan etika bisnis perlu diterapkan dlaam perusahaan, mulai dengan penetapan kebijakan dari mulai proses produksi sampai proses pemasaraan yang bersifat etis. Etika dalam implementasinya selalu dipengaruhi oleh faktor agama dan budaya. Faktor budaya dan agama mempengaruhi proses perumusan etika bisnis dalam dua hal : (1) Agama dan budaya dianggap sebagai sumber utama hukum, peraturan dank ode etik, (2) Agama dan budaya lebih independen dalam etika bisnis disbanding jenis etika bisnis lainnya. Terdapat tiga faktor utama yang memungkinkan terciptanya iklim etika dalam perusahaan : 1. Terciptanya budaya perusahaan yang baik 2. Terbangunnya suatu fungsi organisasi berdasarkan saling percaya 3. Terbentuknya menajemen hubungan antar pegawai. Disini terlihat bahwa komunikasi antar pegawai ataupun komunikasi atasandan bawahan memegang peran agar iklim etika dapat tercapai, tentunya budaya yang baik akan mendorong terciptanya lingkungan bisnis yang beretika. Terdapat beberapa alas an yang mendorong dilakukannya tindakan tidak etis dalam dunia bisnis, walaupun bertentangan dengan pribadi : 1. Untuk mencapai keuntungan perusahaan 2. Sudah berlaku umum di masyarakat Dari uraian di atas, bisa kita simpulkan bahwa jika dalam budaya perusahaan sudah tertanam nilai-nilai yang tidak memungkinkan terjadinya tindakan yang tidak 15

beretika, tentunya perusahaan tidak akan melakukan penyimpangan, karena budaya adalah nilai-nilai yang sudah tertanam sejak perusahaan itu berdiri, walaupun nantinya akan berkembang mengikuti arah perkembangan perusahaan, karena budaya organisasi sesungguhnya tumbuh karena diciptakan dan dikembangkan oleh individu-individu yang bekerja dalam suatu organisasi, dan diterima sebagai nilainilai yang harus dipertahankan dan diturunkan kepada setiap anggota baru. Budaya menuntut individu untuk berperilaku dan member petunjuk pada mereka mengenai apa saja yang harus diikuti dan dipelajari. Bagaimana karyawan berperilaku dan apa yang seharusnya mereka lakukan, banyak dipengaruhi oleh budaya yang dianut oleh organisasi/ perusahaan tersebut.

2.9

Kendala dalam Mewujudkan Kinerja Bisnis yang Etis Beberapa kendala dalam mewujudkan kinerja bisnis yang etis, yaitu : 1. Mentalitas para pelaku bisnis, terutama top manajement yang secara moral rendah, sehingga berdampak pada seluruh kinerja bisnis. Perilaku perusahaan yang etis biasanya banyak bergantung pada kinerja top management, karena kepatuhan pada aturan itu berjenjang dari mulai atas ke tingkat bawah. 2. Faktor budaya masyarakat yang cenderung memandang pekerjaan bisnis sebagai profesi yang penuh dengan tipu puslihat dan keserakahan serta bekerja mencari untung. Bisnis merupakan pekerjaan yang kotor. Pandangan tersebut memperlihatkan bahwa masyarakat kita memiliki persepsi yang kliru tentang profesi bisnis. 3. Faktor sistem politik dan sistem kekuasaan yang diterapkan oleh penguasa sehingga menciptakan sistem ekonomi yang jauh dari nilai-nilai moral. Hal ini dapat terlihat dalam bentuj KKN. Disini dapat juga kita lihat bahwa bagaimanapun budaya perusahaan akan mempengaruhi perilaku etis perusahaan atau lebihh spesifiknya perorangan dalam perusahaan tersebut untuk bertindak etis.

2.10 Pengaruh Etika Terhadap Budaya Etika personal dan etika bisnis merupakan kesatuan yang tidak dapat terpisahkan dan keberadaannya saling melengkapi dalam mempengaruhi perilaku manajer yang internalisasi menjadi perilaku organisasi yang selanjutnya mempengaruhi budaya perusahaan.

16

Jika etika menjadi nilai dan keyakinan yang terinternalisasi dalam budaya perusahaan maka hal tersebut berpotensi menjadi dasar kekuatan perusahaan yang pada gilirannya berpotensi menjadi sarana peningkatan kinerja. Etika bisnis adalah produk pendidikan etika masa kecil, namun tetap dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya (budaya masyarakat). Terdapat pengaruh yang kuat antara etika personal dari manajer terhadap tingkah laku etis dalam pengambilan keputusan. Kemampuan seorang professional unutk dapat mengerti dan peka akan adanya masalah etika dalam profesinya sangat dipengaruhi oleh lingkungan , budaya atau masyarakat dimana profesi itu berada, lingkungan profesinya, lingkungan organisasi atau tempat ia bekerja serta pengalaman pribadinya. Budaya perusahaan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perilaku etis. Perusahaan akan menjadi lebih baik jika mereka membudayakan etika dalam lingkungan perusahaannya.

17

BAB III PENUTUP 3.1

Kesimpulan Jadi, budaya organisasi yaitu suatu karakteristik yang dijunjung tinggi oleh organisasi dan menjadi contoh organisasi untuk membedakan antara satu organisasi dengan organisasi yang lain. Atau budaya organisasi juga disimpulkan sebagai nilai-nilai dan norma perilaku yang diterima serta dipahami secara bersama-sama oleh anggota organisasi sebagai dasar dalam ketentuan perilaku yang ada di dalam organisasi tersebut. Fungsi budaya organisasi adalah sebagai tapal batas tingkah laku individu yang ada didalamnya. Fungsi budaya biasanya sulit dibedakan dengan fungsi budaya kelompok atau budaya organisasi, karena budaya adalah gejala sosial. Kebudayaan juga perlu diapresiasi dengan harapan kita sebagai manusia dapat memperlihatkan rasa menghargai karya yang dihasilkan dari akal dan budi manusia. Apresiasi diperlukan untuk tetap menjaga nilai-nilai budaya yang ada agar tetap hidup dan selalu lestari, juga dapat dikembangkan menjadi lebih baik.

3.2

Saran Kami menyadari bahwa makalah yang kami buat ini masih banyak kekurangan dan kesalahan. Karena itu, kritik dan saran yang membangun saat kami butuhkan. Semoga dari kritik dan saran pembaca kami bisa menjadi lebih baik dalam penulisan berikutnya. Terima Kasih.

18

DAFTAR PUSTAKA

Erni Ernawan. 2011. Business Ethics, Bandung. Alfabeta. Irma. 2014. Makalah Etika Bisnis. http://adheirma309.blogspot.co.id. http://milahdiyah97.blogspot.com/2018/04/tugas-makalah-etika-bisnis-pengertian.html Arijanto, Agus. 2011. Etika Bisnis bagi Pelaku Bisnis. Jakarta.Rajawali Pers. Aziz, 2011.

Pengaruh Kebudayaan terhadap Bisnis Internasional.

http://ahdasaifulaziz.blogspot.co.id.

19

Related Documents


More Documents from "Tria Pratiwi"