MAKALAH IMUNOLOGI IMUNOLOGI KANKER
DOSEN Dr. Refdanita, M.Si., Apt
Wakhidah Umi S
15330097
FAKULTAS FARMASI INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL JAKARTA 2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa saya juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi. Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun
dari
pembaca
demi
kesempurnaan
makalah
ini.
Jakarta, Oktober 2018
Penyusun
ii
DAFTAR ISI Judul ........................................................................................................................ i Kata Pengantar ...................................................................................................... ii Daftar Isi................................................................................................................ iii BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1 1.1. Latar Belakang.................................................................................... 1 1.2. Rumusan Makalah.............................................................................. 1 1.3. Tujuan .................................................................................................. 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 3 2.1. Definisi ................................................................................................. 3 2.2. Pembagian Sistem Imun ..................................................................... 3 2.3. Respon Imun ....................................................................................... 5 2.4. Mekanisme Imunitas .......................................................................... 6 2.5. Imunologi Kanker ............................................................................... 8 2.6. Patogenesis Terjadinya Penyakit Kanker ........................................ 9 2.7 Respon Imun Terhadap Kanker ..................................................... 10 2.8 Immunosurveillance kanker ............................................................ 12 2.9 Immunological Escape....................................................................... 13 BAB III PEMBAHASAN .................................................................................... 16 BAB IV PENUTUP ............................................................................................. 18 4.1. Kesimpulan ........................................................................................ 18 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 19
iii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Sejak lahir setiap individu sudah dilengkapi dengan sistem pertahanan, sehingga tubuh dapat mempertahankan keutuhannya dari berbagai gangguan yang datang dari luar maupun dari dalam tubuh. Sistem imun dirancang untuk melindungi
inang
(host)
dari
patogen-patogen
penginvasi
dan
untuk
menghilangkan penyakit. Sistem imun diklasifikasikan sebagai sistem imun bawaan (innate immunity system) atau sering juga disebut respon/sistem nonspesifik serta sistem imun adaptif (adaptive immunity system) atau respon/sistem
spesifik,
bergantung pada
derajat
selektivitas
mekanisme
pertahanan. Sistem imun terbagi menjadi dua cabang: imunitas humoral, yang merupakan fungsi protektif imunisasi dapat ditemukan pada humor dan imunitas selular, yang fungsi protektifnya berkaitan dengan sel. Imunologi merupakan cabang ilmu biomedis yang berkaitan dengan respons organisme terhadap penolakan antigenic, pengenalan diri sendiri dan bukan dirinya, serta semua efek biologis, serologis dan kimia fisika fenomena imun. Dalam menghadapi serangan benda asing yang dapat menimbulkan infeksi atau kerusakan jaringan, tubuh manusia dibekali sistem pertahanan untuk melindungi dirinya. Sistem pertahanan tubuh yang dikenal sebagai mekanisme imunitas alamiah ini, merupakan tipe pertahanan yang mempunyai spektrum luas, yang artinya tidak hanya ditujukan kepada antigen yang spesifik. Selain itu, di dalam tubuh manusia juga ditemukan mekanisme imunitas yang didapat yang hanya diekspresikan dan dibangkitkan karena paparan antigen yang spesifik. Tipe yang terakhir ini, dapat dikelompokkan manjadi imunitas yang didapat secara aktif dan didapat secara pasif. 1.2 Rumusan masalah 1. Pengertian imunologi ? 2. pengertian sistem imun ?
1
3. pengertian respon imun ? 4. Apa saja pembagian dari mekanisme imunitas? 5. Pengertian imunologi kanker ? 6. Bagaimana patogenesis terjadinya kanker serta pengertian kanker ? 7. Apa saja pembagian respon imun terhadap sel kanker ? 8. Pengertian Immunosurveillance ? 9. Pengertian Immunological escape ? 1.3 Tujuan 1. Mengetahui Pengertian imunologi 2. Mengetahui pengertian sistem imun 3. Mengetahui pengertian respon imun 4. Dapat menyebutkan pembagian dari mekanisme imunitas 5. Mengetahui pengertian imunologi kanker 6. Dapat memahami patogenesis terjadinya kanker serta pengertian kanker 7. Mengetahui pembagian respon imun terhadap sel kanker 8. Mengetahui Pengertian Immunosurveillance 9. Mengetahui Pengertian Immunological escape
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Imunologi adalah ilmu yang mencakup kajian mengenai semua aspek sistem imun (kekebalan) pada semua organisme. Imunitas adalah resistensi terhadap penyakit terutama infeksi. Gabungan sel, molekul dan jaringan yang berperan dalam resistensi terhadap infeksi disebut sistem imun. Reaksi yang dikoordinasi sel-sel, molekul-molekul dan bahan lainnya terhadap mikroba disebut respon imun. Sistem imun diperlukan tubuh untuk mempertahankan keutuhannya terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan berbagai bahan dalam lingkungan hidup. (Yusinta dkk, 2015) 2.2 Pembagian Sistem Imun 1. Sistem Imun Non-Spesifik / Innate / Non-Adaptif Sistem imun non-spesifik adalah sistem imun yang melawan penyakit dengan cara yang sama kepada semua jenis penyakit. Sistem imun ini tidak membeda-bedakan responnya kepada setiap jenis penyakit, oleh karena itu disebut non-spesifik.Sistem imun ini bekerja dengan cepat dan selalu siap jika tubuh di datangkan suatu penyakit. Sistem imun non-spesifik punya 4 jenis pertahanan : a.
Pertahanan Fisik / Mekanis Pertahanan fisik dapat berupa kulit, lapisan mukosa / lendir, silia atau rambut pada saluran nafas, mekanisme batuk dan bersin. Pertahanan fisik ini umumnya melindungi tubuh dari penyakit yang berasal dari lingkungan atau luar tubuh kita. Pertahanan ini merupakan pelindung pertama pada tubuh kita.
3
b. Pertahanan Biokimia Pertahanan biokimia ini adalah pertahanan yang berupa zat-zat kimia yang akan menangani mikroba yang lolos dari pertahanan fisik. Pertahanan ini dapat berupa pH asam yang dikeluarkan oleh kelenjar keringat, asam lambung yang diproduksi oleh lambung, air susu, dan saliva. c. Pertahanan Humoral Pertahanan ini disebut humoral karena melibatkan molekul-molekul yang larut unutk melawan mikroba. Biasanya molekul yang bekerja adalah molekul yang berada di sekitar daerah yang dilalui oleh mikroba. Contoh molekul larut yang bekerja pada pertahanan ini adalah Interferon (IFN), Defensin, Kateisidin, dan Sistem Komplemen. d. Pertahanan Selular Pertahanan ini melibatkan sel-sel sistem imun dalam melawan mikroba. Selsel tersebut ada yang ditemukan pada sirkulasi darah dan ada juga yang di jaringan. Neutrofil, Basofil, Eusinofil, Monosit, dan sel NK adalah sel sistem imun non-spesifik yang biasa ditemukan pada sirkulasi darah. Sedangkan sel yang biasa ditemukan pada jaringan adalah sel Mast, Makrofag dan sel NK. 2. Sistem Imun Spesifik / Adaptif Sistem Imun Spesifik adalah sistem imun yang membutuhkan pajanan atau bisa disebut harus mengenal dahulu jenis mikroba yang akan ditangani. Sistem imun ini bekerja secara spesifik karena respon terhadap setiap jenis mikroba
berbeda.
Karena
membutuhkan
pajanan,
sistem
imun
ini
membutuhkan waktu yang agak lama untuk menimbulkan respon. Namun jika sistem imun ini sudah terpajan oleh suatu mikroba atau penyakit, maka perlindungan yang diberikan dapat bertahan lama karena sistem imun ini mempunyai memory terhadap pajanan yang didapat.
4
Sistem imun ini dibagi menjadi 2 : a. Sistem Imun Spesifik Humoral Yang paling berperan pada sistem imun spsifik humoral ini ada Sel B atau limfosit B. Sel ini berasal dari sumsusm tulang dan akan menghasilkan sel plasma lalu menghasilkan antibodi. Antibodi inilah yang akan melindungi tubuh kita dari infeksi esktraselular, virus dan bakteri, serta menetralkan toksinya. b. Sistem Imun Spesifik Selular Pada sistem imun ini, sel T atau Limfosit T yang paling berperan.Sel ini juga berasal dari sumsum tulang, namun dimatangkan di Timus.Fungsi umum sistem imun ini adalah melawan bakteri yang hidup intraseluler, virus, jamur, parasit dan tumor. Sel T nantinya akan menghasilkan berbagai macam sel, yaitu sel CD4+ (Th1, Th2), CD8+, dan Ts (Th3). 2.3 Respon Imun Respons imun adalah respons tubuh berupa suatu urutan kejadian yang kompleks terhadap antigen, untuk mengeliminasi antigen tersebut. Respons imun ini dapat melibatkan berbagai macam sel dan protein, terutama sel makrofag, sel limfosit, komplemen, dansitokin yang saling berinteraksi secara kompleks. Dilihat dari beberapa kali pajanan antigen maka dapat dikenal dua macam respon imun yaitu: a. Respons imun primer Respons imun primer adalah respon imun yang terjadi pada pajanan yang pertama kalinya dengan antibodi. Antibodi yang terbentuk pada respons imun ini kebanyakan adalah IgM dengan titer yang lebih rendah dibanding dengan respons imun sekunder, demikian pula daya afinitasnya. Waktu
5
antara antigen masuk sampai timbul antibodi (lag phase) lebih lama bila disbanding dengan respons imun sekunder. b. Respons imun sekunder Pada respons imun ini, antibodi yang dibentuk terutama adalah IgG, dengan titer dan afinitas lebih tinggi, serta fase lag lebih pendek dibanding respons imun primer. Hal ini disebabkan oleh karena sel memori yang yang terbentuk pada respons imun primer akancepat mengalami transformasi blast, proliferasi, dan diferensiasi menjadi sel plasma yang menghasilkan antibodi. Demikian pula dengan imunitas seluler, sel limfosit T akan lebih cepat mengalami transformasi blast dan berdeferensiasi menjadi sel T aktif sehingga lebih banyak terbentuk sel efektor dan sel memori. 2.4 Mekanisme Imunitas Langkah pertama dalam memusnahkan patogen atau sel asing adalah mengenal antigen sebagai bahan asing. Baik sel T maupun sel B mampu melakukan hal ini, namun mekanisme immunya diaktivasi dengan sangat baik, bila pengenalan ini dilakukan oleh makrofag dan kelompok khusus limfosit T yang disebut sel T helper. Antigen asing difagosit oleh suatu makrofag, dan bagian-bagian dipresentasi pada membran sel makrofag. Pada membran makrofag juga terdapat antigen “ self ” yang merupakan representasi semua antigen yang terdapat di semua sel individu. Oleh karena itu, sel T helper yang bertemu makrofag ini tersaji tidak hanya bersama antigen “ self ” sebagai pembandingnya. Sel T helper sekarang menjadi tersensitisasi dan spesifik bagi antigen asing. Satu hal yang tidak dimiliki tubuh. Pengenalan antigen sebagai benda asing mengawali satu atau kedua mekanisme imunitas. Mekanisme tersebut adalah imunitas selular, yang dalamnya sel T dan makrofag berpartisipasi dan imunitas humoral (dengan perantara antibodi) yang melibatkan dalam sel T, sel B dan makrofag.(Antarini dkk)
6
1. Imunitas Selular Mekanisme imunitas ini tidak menghasilkan antibodi, tetapi tetap efektif melawan patogen intrasel (misalnya virus), fungi , sel-sel ganas, dan tandur jaringan asing. Setelah pengenalan antigen asing oleh makrofag dan sel T helper yang menjadi teraktivasi dan spesifik kemudian membelah berkali-kali membentuk sel T memori dan sel T sitotoksik (killer). Sel T memori akan mengingat antigen asing yang spesifik dan menjadi aktif bila antigen tersebut masuk lagi ke dalam tubuh. Sel T sitotoksik secar kimiawi mampu merusak antigen asing dengan mengoyak membran sel. Dengan cara ini, sel T sitotoksik merusak sel-sel yang terinfeksi oleh virus, dan mencegah virus berepsroduksi. Sel T ini juga memproduksi sitokinin, yang secara kimiawi menarik makrofag menuju area tersebut dan mengaktifkan makrofag untuk memfagosit antigen asing. Sel T teraktivitasi lainnya menjadi sel T supresor, yang akan menghentikan respons imun ketika antigen asing telah dirusak. Namun, sel T memori secara cepat akan melakukan respons imun selular begitu terjadi pajanan selanjutnya terhadap antigen. 2. Imunitas Humoral Mekanisme imunitas ini tidak melibatkan produksi antibodi. Tahap pertama yaitu pengenalan antigen asing, yang kali ini dilakukan oleh sel B serta makrofag dan sel T helper. Sel T helper yang tersensitisasi menyajikan antigen asing pada sel B, yang memberikan stimulus kuat bagi aktivasi sel B yang spesifik untuk antigen ini. Sel B teraktivasi mulai membelah berkali-kali dan membentuk dua jenis sel. Beberapa sel B baru yang dihasilkan adalah sel-sel B memori, yang akan mengingat antigen spesifik. Sel-sel B lain menjadi sel-sel plasma yang menghasilkan antibodi spesifik bagi antigen asing yang satu ini. Antibodi kemudian berikatan dengan antigen, membentuk kompleks antigen-antibodi. Ikatan kompleks ini menyebabkan opsonisasi yang berarti bahwa antigen sekarang “dilabel
7
“ untuk di fagosit oleh makrofag atau neutrofil. Kompleks antigen antibodi juga menstimulasi proses fiksasi komplemen. Komplemen adalah suatu kelompok yang terdiri atas 20 protein plasma yang bersirkulasi dalam darah sampai teraktivasi atau terfiksasi oleh suatu kompleks antigenantibodi. Fiksasi komplemen bisa komplet atau parsial. Jika antigen asingnya seluler, protein komplemen mengikat kompleks antigen-antibodi, lalu slaing berikatan satu dengan lainnya, dan menyusun cincin enzimatik yang membentuk satu lubang dalam sel, yang dapat menyebabkan kematian sel. Ini adlaha fiksasi komplemen komplet ( menyeluruh) dan merupakan keadaan yang terjadi pada sel-sel bakteri (yang bisa terjadi pada
reaksi
transfusi,
juga
dapat
meyebabkan
hemolisis).
Apabila antigen asing bukan sel, misalnya virus, maka akan berlangsung fiksasi, komplemen parsial, yakni beberpa protein komplemen berikatan dengan kompleks antigen-antibodi. Hal ini merupakan faktor kemotaktik. Kemotaksit berarti “ Pergerakan kimiawi “ dan sebenarnya merupakan penanda yang menarik makrofag untuk memangsa dan merusak antigen asing. Bila antigen asing telah dirusak, sel T supresor tersensitisasi untuk menghentikan respon imun. Hal ini penting dalam membatasi produksi antibodi sampai jumlah yang diperlukan untuk mengeliminasi patogen tanpa memicu respons tanpa memicu respons autoimun. 2.5 Imunologi Kanker Imunologi kanker adalah studi tentang interaksi antara sistem kekebalan tubuh dengan sel-sel kanker (juga disebut tumor atau keganasan). Hal tersebut juga
merupakan
bidang
penelitian
yang
bertujuan
untuk
menemukan
immunoterapi inovatif guna mengobati kanker dan menghambat perkembangan penyakit ini.Kanker adalah suatu penyakit yang ditimbulkan oleh sel tunggal yang tumbuh tidak normal dan tidak terkendali sehingga dapat menjadi tumor ganas yang dapat menghancurkan dan merusak sel atau jaringan sehat. Kanker merupakan salah satu jenis penyakit yang sangat ditakuti oleh banyak orang
8
sehingga ada baiknya kita mencegah kanker daripada mengobatinya. Pada tulisan ini akan diberikan penjelasan lebih lanjut mengenai kanker.(Antarini, dkk) Transformasi sel-sel kanker dibentuk dari sel-sel normal dalam suatu proses rumit yang terdiri dari : a. Fase inisiasi Yaitu fase dimana berubahnya sel normal tubuh menjadi sel yang peka.Pada tahap inisiasi terjadi suatu perubahan dalam bahan genetik sel yang memancing sel menjadi ganas.Perubahan dalam bahan genetik sel ini disebabkan oleh suatu agen yang disebut karsinogen. b. Fase promosi. Sel terinisiasi dapat tetap tenang bila tidak dihidupkan oleh zat yang disebut promotor.Promotor sendiri tidak dapat menginduksi perubahan kearah neoplasma sebelum bekerja pada sel terinisiasi, hal ini telah dibuktikan pada percobaan binatang. Bila promotor ditambahkan pada sel terinisiasi dalam kultur jaringan, sel ini akan berproliferasi. Jadi promotor adalah zat proliferatif.
Promosi adalah proses yang menyebabkan sel
terinisiasi berkembang menjadi sel preneoplasma oleh stimulus zat lain (promotor). c. fase progresi. Fase ini berlangsung berbulan-bulan.Pada awal fase ini, sel preneoplasma dalam stadium metaplasia berkembang progresif menjadi stadium displasia sebelum menjadi neoplasma.Terjadi ekspansi populasi sel-sel ini secara spontan dan ireversibel.Sel-sel menjadi kurang responsif terhadap sistem imunitas tubuh dan regulasi sel. 2.6Patogenesis Terjadinya Penyakit Kanker Semua kanker bermula dari sel, yang merupakan unit dasar kehidupan tubuh. Untuk memahami kanker, sangat penting untuk mengetahui apa yang terjadi ketika sel-sel normal menjadi sel kanker. Tubuh terdiri dari banyak jenis sel. Sel-sel tumbuh dan membelah secara terkontrol untuk menghasilkan lebih banyak sel seperti yang dibutuhkan untuk menjaga tubuh sehat. Ketika sel
9
menjadi tua atau rusak, mereka mati dan diganti dengan sel-sel baru. Kematian sel terprogram ini disebut apoptosis, dan ketika proses ini rusak, kanker mulai terbentuk. Sel dapat mengalami pertumbuhan yang tidak terkendali jika ada kerusakan atau mutasi pada DNA. Empat jenis gen yang bertanggung jawab untuk proses pembelahan sel yaitu onkogen yang mangatur proses pembahagian sel, gen penekan tumor yang menghalang dari pembahagian sel, suicide gene yang kontrol apoptosis dan gen DNA-perbaikan menginstruksikan sel untuk memperbaiki DNA yang rusak. Maka, kanker merupakan hasil dari mutasi DNA onkogen dan gen penekan tumor sehingga menyebabkan pertumbuhan sel yang tidak terkendali. Sel-sel tambahan ini dapat membentuk massa jaringan yang disebut tumor. Namun, tidak semua jenis tumor itu kanker. Tumor dapat dibagikan sebagai tumor jinak dan ganas di mana yang jinak dapat dihapus dan tidak menyebar ke bagian tubuh lain manakala tumor ganas merupakan kanker yang dapat menyerang jaringan sekitar dan menyebar ke bagian tubuh lain. Beberapa kanker tidak membentuk tumor misalnya leukemia. 2.7 Respon Imun Terhadap Kanker Sel kanker dikenal sebagai nonself yang bersifat antigenik pada sistem imunitas tubuh manusia sehingga ia akan menimbulkan respons imun secara seluler maupun humoral. Respons sistem imun terhadap sel kanker dapat dibagi dua yaitu: 1. Imunitas humoral terhadap kanker. Meskipun imunitas selular pada kanker lebih banyak berperan dibanding imunitas humoral, tetapi tubuh membentuk juga antibodi terhadap antigen kanker.Antibodi tersebut ternyata dapat menghancurkan sel kanker secar langsung atau dengan bantuan komplemen atau melalui sel efektor ADCC. Yang akhir memiliki reseptor Fc misalnya sel NK dan makrofag (opsonisasi) atau dengan jalan mencegah adhesi sel kanker.Pada penderita kanker sering ditemukan kompleks imun, tetapi pada kebanyakan kanker sifatnya masih belum jelas. Antibodi diduga lebih berperan terhadap sel yang bebas (leukemia,metastase kanker) dibanding kanker padat. Hal
10
tersebut mungkin diseabkan karena antibodi membentuk komleks imun yang mencegah sitotoksisitas sel T. 2. Imunitas selular terhadap kanker. Pada pemeriksaan patologi anatomi kanker, sering ditemukan infiltrat selsel yang terdiri atas sel fagosit mononuklear, limfosit, sedikit sel plasma dan sel mast. Meskipun pada beberapa neoplasma, infiltrat sel mononuklear merupakan indikator untuk prognosis yang baik, tetapi pada umumnya tidak ada hubungan antara infiltrasi sel dengan prognosis. Sistem imun dapat langsung menghancurkan sel kanker tanpa sensitasi sebelumnya. Limfosit matang akan mengenal TAA dalam pejamu, meskipun TAA merupakan self protein yang disandi gen normal. Adanya limfosit yang self reaktif nampaknya berlawanan dengan self-tolerans. Bila sel B dan sel T menjadi matang dalam sumsum tulang dan timus, limfosit yang terpajan dan berikatan dengan self antigen akan mengalami apoptosis. Namun banyak self-antigen tidak dielkspresikan dalam sumsum tulang atau timus. Oleh karena deletion sentral tidak lengkap dan limfosit self-reaktif yang mengenal antigen tidak diekspresikan dalam sumsum tulang atau timus, maka sistem imun biasanya tidak responsif terhadap self-antigen oleh karena ada dalam keadaan anergi.Mengapa sel autoreaktif dipertahankan dalam keadaan inaktif, tidaklah jelas. Diduga limfosit anergik tidak memberikan respons terhadap self-antigen dengan kadar yang diekspresikan pada keadaan normal oleh sel sehat, namun responsif terhadap peningkatan ekspresi antigen pada sel kanker. a. CTL. Banyak studi menunjukkan bahwa kanker yang mengekspresikan antigen unik dapat memacu CTL/Tc spesifik yang dapat mnghancurkan kanker. CTL biasanya mengenal peptida asal TSA yang diikat MHC-I. CTL tidak selalu efisien, disamping respons CTL tidak selalu terjadi pada kanker. b. Sel NK. Sel NK adalah sitotoksik yang mengenal sel sasaran yang tidak antigen spesifik dan juga tidak MHC dependen. Diduga bahwa fungsi terpenting
11
sel NK adalah antikanker. Sel NK juga mengekspresikan IgG-R yang dapat membunuh sel sasaran melalui ADCC dan melalui penglepasan protease, perforin dan granzim. c. Makrofag. Makrofag juga memiliki enzim dengan fungsi sitotoksik dan melepas mediator oksidatif seperti superoksid dan oksida nitrit. Makrofag juga melepas TNF-α yang mengawali apoptosis. Diduga makrofag mengenal sel kanker melalui IgG-R yang berikat dengan antigen kanker. Makrofag juga dapat memakan dan mencerna sel kanker dan mempresentasikannya ke sel CD4+. Jadi makropag dapat berfungsi sebagai inisiator dan efektor imun terhadap kanker. Adapun efektor sistem imun humoral dan selular pada destruksi kanker dapat disimpulkan sebagai berikut : a. Mekanisme humoral. -
Lisis oleh antibodi dan komplemen.
-
opsonisasi melalui antibodi dan komplemen.
-
Hilangnya adhesi oleh antibodi.
b. Mekanisme selular. -
Destruksi oleh sel CTl/Tc.
-
Destruksi oleh sel NK.
-
Destruksi oleh makrofag.
2.8 Immunosurveillance kanker Immunosurveillance adalah suatu mekanisme yang digunakan oleh tubuh untuk bereaksi melawan setiap antigen yang diekspresikan oleh neoplasma. Fungsi primer dari sistem imun adalah untuk mengenal dan mendegradasi antigen asing (nonself) yang timbul dalam tubuh. Dalam immunosurveillance, sel mutan dianggap akan mengekspresikan satu atau lebih antigen yang dapat dikenal sebagai nonself. Sel mutan dianggap sering timbul dalam tubuh manusia dan tetapi secara cepat dihancurkan oleh mekanisme imunologis. Pada tikus yang kehilangan imunitas seluler dan terpapar agen onkogenik akan lebih cepat
timbul
tumor.
Ini
dianggap
merupakan
bukti
mekanisme
immunosurveillance. Pasien dengan stadium lanjut lebih sering dalam keadaan
12
imunosupresi dibanding pasien stadium awal. Pasien yang memakan obat imunosupresif setelah transplantasi renal mengalami peningkatan insidensi keganasan (100 kali lebih besar dari kontrol). Hampir 50% tumor pada pasien imunosupresi berasal dari jaringan mesenkim, contohnya sarkoma sel retikulum, tapi insiden neoplasia intraepitelial seperti CIN (Cervical Intraepithelial Neoplasia) juga lebih banyak dilaporkan. Walaupun ada penjelasan bagaimana immunosurveillance mengatasi kanker, tapi kurang bukti bahwa mekanisme imun dapat menghalangi pertumbuhan kanker. Sel NK ternyata paling berperan dalam immunosurveillance tumor, ia dapat membunuh sel tumor langsung tanpa perlu disensitisasi terlebih dahulu. Dalam immunosurveillance dianggap ada keadaan imunosupresi yang menyertai keadaan tumbuhnya tumor, terutama depresi sel NK. Salah satu syarat induksi tumor dengan bahan karsinogenik pada hewan percobaan adalah adanya gangguan pada sistim imun terutama sel NK. 2.9 Immunological Escape Kelainan
imunokompetensi
terlihat
pada
penderita
keganasan
limforetikuler maupun tumor solid. Pada gangguan keganasan sel B seperti mieloma multipel dan leukemia mielositik kronik dijumpai gangguan sel B poliklonal, defisiensi sel Th, kelebihan sel Ts dan penurunan rasio sel T4 : T8 pada tumor solid seperti Ca (Carcinoma) ovarium jarang dijumpai kelainan sel B. Kelainan monosit dan sel T telah terlihat pada penderita karsinoma metastatik dan sarkoma, terutama stadium lanjut. Parahnya gangguan sel T bervariasi dari berbagai jenis tumor sesuai asalnya. Walaupun gangguan sistem imunitas lebih berat pada kasus lanjut dan pada pasien yang diperkirakan tumornya akan kambuh kembali, namun korelasinya tidak pasti untuk digunakan dalam penanganan klinis pasien. 1. Imunokompetensi. Pada penderita kanker dengan pembedahan Depresi sel T dan B sementara terlihat pada kasus postoperatif. Gangguan imunitas maksimal terjadi selama minggu pertama setelah pembedahan, biasanya fungsi sel T akan kembali normal 1 bulan. Lama dan intensitas imunosupresi berhubungan
13
dengan jumlah trauma operasi, lama prosedur dan imunokompetensi sebelum operasi. Dari penelitian hewan ternyata bahwa prosedur pembedahan dan anestesia mempengaruhi sistem imun. Stress anestesia dan pembedahan dapat merangsang pelepasan hormon termasuk glukokortikoid. Sel supresor juga dapat dirangsang, mungkin sebagai respons
terhadap
produk
nekrosis
jaringan.Pembuangan
jaringan
limforetikuler dapat mengganggu fungsi imun.Penelitian pada pasien kanker menunjukkan bahwa, splenektomi dapat mempermudah timbulnya sepsis fulminan akibat bakteri.Peningkatan kerentanan terhadap infeksi ini berhubungan dengan umur, penyakit penyerta dan modalitas pengobatan kankernya. Tambahan radiasi kelenjar getah bening dan kemoterapi akan menyebabkan gangguan lebih besar terhadap fungsi sel B. Beberapa peneliti bahkan menggunakan injeksi Penisilin profilaksis, vaksin pneumokokus pada pasien post splenektomi sebelum diberi kemoterapi atau radioterapi. Kerentanan ini disebabkan oleh menurunnya kemampuan fagositosis dan gangguan pembentukan antibodi dini.Namun splenektomi pada model hewan meningkatkan ketahanan terhadap pertumbuhan tumor, mungkin dengan gangguan terhadap produksi antibodi antitumor spesifik atau dengan menghilangkan sumber utama sel T supresor. 2. Imunokompetensi. Pada penderita kanker dengan radioterapi Radiasi berpengaruh terhadap limfosit, sehingga akan mengalami kematian interfase dalam beberapa jam tanpa terjadinya mitosis. Sebelum rangsangan, antigen limfosit hanya menunjukkan kemampuan yang terbatas untuk memperbaiki kerusakan DNA akibat Radiasi.Setelah rangsangan antigen, sel plasma maupun sel reflektor menjadi lebih radioresisten.Limfopenia terjadi bukan hanya akibat radiasi terhadap jaringan limfoid, tapi juga akibat destruksi limfosit pada daerah tepi.Level sel T dan B dapat berkurang, tergantung bagian yang diradiasi. Walaupun terjadi penurunan kadar sel B, respons humoral biasanya tetap. Radiasi limfoid total dapat menyebabkan penurunan yang menetap pada kadar sel T. Respons proliferatif sel T terhadap mitogen atau
14
antigen histokompatibilitas dapat tertekan selama bertahun-tahun. Radiasi total badan dengan dosis besar dapat menyebabkan penurunan yang hebat dari seluruh sel limforetikuler, sel I CD 3, sel T CD 8, pada daerah tepi dalam 1-2 minggu, tapi untuk mencapai kembali rasio normal T4 : T8 perlu lebih dari setahun. Level monosit tidak menurun secara bermakna selama radioterapi dan kebanyakan makrofag resisten terhadap radiasi. 3. Imunokompetensi. Pada penderita kanker dengan kemoterapi Kebanyakan sitostatika bersifat imunosupresif
terkecuali
terapeutik. Kemoterapi
Bleomisin
intermiten
dan
Vincristin
biasanya
kurang
dalam
dosis
imunosupresif
dibanding dengan tipe kontinu.Fungsi sel T dan B dapat kembali di antara seri pengobatan walaupun gangguan menetap dapat terlihat setelah pengobatan
yang
lama
atau
bila
kemoterapi
dan
radiasi
digabung.Glukokortikoid mempengaruhi fungsi dan resirkulasi pada darah tepi, level limfosit lebih dipengaruhi dibanding monosit. Level sel T lebih dipengaruhi dibanding sel B dan sel T CD 4 lebih terpengaruh dibanding sel T CD 8. Pada kemoterapi dosis tinggi glukokortikoid dapat menghambat setiap fungsi sel limforetikuler, namun faktor inhibisi makrofag tetap dihasilkan. Induksi sel supresor dapat dihambat glukokortikoid tapi sekali terpapar biasanya sel supresor akan relatif resisten terhadap steroid. Sel NK sensitif terhadap glukokortikoid, namun sel K resisten.Kemampuan respon makrofag dan monosit terhadap mediator terhambat jelas.Kemampuan fagositosis monosit dipertahankan sedangkan fungsi bakterisidalnya dihambat. Siklosfosfamid mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap sel B dibanding sel T, dalam dosis rendah menghambat sel supresor dan meningkatkan efek sel T CD 8 daripada sel T CD 4, pada dosis lebih tinggi sel T CD 8 dan sel T CD 4 menurun. Efek imunosupresif bahan pangalkil dan antimetabolit berhubungan
sebagian
dengan
toksisitas
terhadap
sel
yang
berproliferasi.Bahan pengalkil seperti siklofosfamid dapat menekan produksi antibodi, sedangkan antimetabolit seperti 5 Fluorourasil, 6
15
Merkaptopurin dan Sitarabin, Metotreksat akan efektif setelah pemberian antigen dan bila sel B sedang berproliferasi. Bila sel telah berhenti berproliferasi dan limfosit sudah matur maka respons seluler maupun humoral menjadi resisten terhadap agen sitotoksik
16
BAB III PEMBAHASAN Imunoterapi merupakan bentuk perawatan kanker yang memanfaatkan sistem kekebalan tubuh (imun) manusia untuk melawan kanker.Hal ini bisa dilakukan dengan dua cara. Yang pertama adalah merangsang sistem kekebalan tubuh sendiri untuk menghentikan pertumbuhan dan perkembang biakan sel kanker dalam tubuh. Cara kedua yaitu memberikan zat khusus buatan manusia yang memiliki fungsi dan sifat seperti imun, misalnya protein imun.
Berdasarkan jurnal ‘’Cancer Immunology For The Clinical’’ tabel diatas merupakan contoh imunoterapi kuratif yaitusuatu kegiatan pengobatan kanker yang ditujukan untuk penyembuhan, pengurangan, serta pengendalian penyakit kanker, agar kualitas penderita dapat terjaga seoptimal mungkin. Pertama meliputi terapi Allogeneic hematopoietic stemm cells yaitu sel induk hematopoietik yang diguakan berasal dari pendonor (alogeik) terdapat pada sumsum tulang, pembuluh darah perifer dan darah tali pusat, diindikasikan untuk terapi keganasan hematologi yang berdampak pada kesembuhan , kedua High-dose interleukin
17
2diindikasikan untuk melanoma metastatik, adenokarsenoma, metastasis sel ginjal, kemudian Type I interferon dan BCG , diindikasikan untuk kanker kandung kemih. Antitumor Antibodies monoclonal diindikasikan limfoma (rituximab), HER2+, kanker payudara (trastuzumab) dan kanker kolorektal (cetuximab). Sipuleucel – T vaccine diindikasikan untuk kanker prostat. Rekayasa genetik sel T infus diindikasikan untuk leukimia dan limfoma. Terakhir anti-chepoint monoclonal antibodies diindikasikan untuk melanoma metastik (anti-CTLA4,anti-PD-1), anti-PD-L1) , adenokarsinoma sel ginjal (anti-PD-1) , paru-paru (Anti-PD-1), dan kandung kemih (anti-PD-1).
18
BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan 1. Imunologi adalah ilmu yang mencakup kajian mengenai semua aspek sistem imun (kekebalan) pada semua organisme. 2. Sistem imun adalahreaksi yang dikoordinasi sel-sel, molekul-molekul dan bahan lainnya terhadap mikroba. Pembagian sistem imun ada dua yaitu Sistem Imun Non-Spesifik / Innate / Non-Adaptif dan Sistem Imun Spesifik.
3. Respons imun adalah respons tubuh berupa suatu urutan kejadian yang kompleks terhadap antigen, untuk mengeliminasi antigen tersebut. Pembagian respon imun ada dua yaitu respon imun primer dan respon imun sekunder. 4. Mekanisme imunitas terbagi atas mekanisme selular dan mekanisme humoral. 5. Imunologi kanker adalah studi tentang interaksi antara sistem kekebalan tubuh dengan sel-sel kanker (juga disebut tumor atau keganasan). 6. Kanker adalah penyakit akibat pertumbuhan tidak normal dari sel-sel jaringan
tubuh
yang
berubah
menjadi
sel
kanker.
Dalam
perkembangannya, sel-sel kanker ini dapat menyebar ke bagian tubuh lainnya sehingga dapat menyebabkan kematian. Kanker adalah istilah yang mencakup sekelompok kompleks lebih dari berbagai jenis penyakit kanker . Kanker dapat mempengaruhi hampir setiap organ dalam tubuh manusia. 7. Respons sistem imun terhadap sel kanker dapat dibagi dua yaitu imunitas humoral terhadap kanker dan imunitas selular terhadap kanker. 8. Immunosurveillance adalah suatu mekanisme yang digunakan oleh tubuh untuk bereaksi melawan setiap antigen yang diekspresikan oleh neoplasma.
19
9. Imunological escape adalah kelainan imunokompetensi terlihat pada penderita keganasan limforetikuler maupun tumor solid.
20
DAFTAR PUSTAKA
Louis M. Weiner, MD. 2015. Cancer Immunology For The Cllinician . Journal Clinical Advances In Hematologu & Oncology Volume 13 Antarini, dkk , Respon Imun Terhadap Tumor Atau Kanker, Universitas 17 Agustus 1945, Serologi Imunologi Kresno Siti B. 2002. Peranan Imunitas Pada Kanker Dan Infeksi . Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Rahma dkk. 2015. Reaksi Imunologi Kanker.Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Hasanuddin Makassar Gunawan. 2014. Kemoterapi Kanker. Fakultas Farmasi Universitas Surabaya Safitri. 2011. Peranan Sistem Imun Terhadap Sel Kanker. Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Muhammadiyah. DR. Hamka. Jakarta Yusinta dkk. 2015 Imunologi Dasar. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Diponegoro Semarang
21