KATA PENGANTAR
Salam sejahtera bagi kita semua. Puji syukur yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena berkat rahmat dan karuniaNya, kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Ilmu Biomedik Dasar”. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas. Upaya serta usaha telah kami berikan untuk makalah ini, namun kami sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan waktu dan keadaan. Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan untuk kesempurnaan makalah ini. Atas bantuan dan bimbingan yang kami peroleh dari berbagai pihak, maka dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih. Semoga makalah ini dapat bermafaat bagi pembacanya. Medan,
September 2018
Penulis
DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan BAB II Tinjauan Teoritis 2.1 Darah 2.2 Plasma Darah 2.2.1 Fungsi Protein Plasma 2.3 Eritrosit 2.3.1 Hemoglobin 2.3.2 Anemia 2.3.3 Polisitemia 2.4 Leukosit 2.4.1 Leukimia 2.5 Trombosit 2.6 Hemostatis 2.6.1 Tromboembolisme 2.6.2 Hemofilia 2.7 Golongan Darah 2.8 Tekanan Darah BAB III Penutup 3.1 Kesimpulan 3.2 Saran Daftar Pustaka
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ilmu biomedik adalah cabang ilmu kedokteran yang menggunakan asas-asas dan pengetahuan dasar ilmu pengetahuan alam (biologi, kimia, dan fisika) untuk menjelaskan fenomena hidup pada tingkat molekul, sel, organ, dan organisme utuh. Tujuan mempelajari ilmu biomedik adalah menangani masalah kesehatan/kedokteran yang belum terpecahkan dengan pendekatan klinis, bukan sekadar menyokong pendekatan klinis. Didalam tubuh manusia terdapat banyak sistem salah satunya sistem sirkulasi. Komponen sistem sirkulasi adalah darah. Darah adalah jaringan cair yang terdiri atas dua bagian. Bahan interseluler adalah cairan yang disebut plasma dan didalamnya terdapat unsur–unsur padat, yaitu sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit) dan keping darah ( trombosit). Volume darah secara keseluruhan kira – kira merupakan satu per duabelas berat badan atau kira – kira 5 liter. Sekitar 55% adalah cairan, sedangkan 45% sisanya terdiri atas sel darah. Angka ini dinyatakan dalam nilai hematokrit atau volume sel darah yang dipadatkan yang berkisar antar 40 sampai 47. Pada waktu sehat volume darah konstan dan sampai batas tertentu diatur oleh tekanan osmotik dalam pembuluh darah dan dalam jaringan. Manusia memiliki berbagai jenis golongan darah, yaitu golongan darah AB, golongan darah A, golongan darah B, dan golongan darah O. Selain itu terdapat pula pembagian lebih lanjut dari golngan darah, yaitu faktor rhesus. Ada beberapa kelainan dalam darah yang menyebabkan penyakit, yaitu leukemia, anemia, leucopenia, polisitemia, thalassemia, tromboembolisme, dan hemofilia. 1.2 Tujuan a. Untuk memenuhi tugas mata kuliah ilmu biomedik dasar tentang darah. b. Untuk menjelaskan komponen penting dan fungsi utama darah c. Mengidentifikasikan bagian tubuh yang digunakan untuk pengumpulan darah dan daftar karakteristik fisik dasar dari sampel darah menarik dari lokasi ini. d. Menjelaskan tentang plasma darah, eritrosit, leukosit, dan trombosit. e. Untuk mengetahui komposisi darah. f. Untuk mengetahui bagian-bagian dan fungsi dari darah. 1.3 Metode Penulisan Adapun metode yang yang kami lakukan dalam penulisan makalah ini antara lain: 1. Pengumpulan sumber data melalui studi di perpustakaan 2. Pengumpulan sumber dari berbagai buku yaitu: a. Buku fundamentals of anatomy & physiology b. Buku fisiologi manusia c. Buku Anatomi dan fiologi untuk paramedic
BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Darah Darah adalah kendaraan atau medium untuk transportasi massal jarak jauh berbagai bahan antara sel dan lingkungan eksternal atau antara sel-sel itu sendiri. Transportasi semacam itu penting untuk memelihara homeostasis. Darah membentuk sekitar 8% dari berat tubuh total dan memiliki volume rata-rata 5 liter pada wanita dan 5,5 liter pada pria. Darah terdiri dari cairan kompleks, yaitu plasma tempat unsur-unsur sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit) dan keping darah (trombosit) terbenam didalamnya. 2.2 Plasma Darah Karena plasma berupa cairan, 90% terdiri dari air, yang berfungsi sebagai medium untuk mengangkut berbagai bahan dalam darah. Selain itu, karena air memiliki kemampuan menahan panas dengan kapasitas tinggi, plasma mampu menyerap dan mendistribusikan banyak panas yang dihasilkan oleh metabolisme di dalam jaringan sementara suhu darah itu sendiri hanya mengalami sedikit perubahan. Energi panas yang tidak diperlukan untuk mempertahankan suhu tubuh dikeluarkan ke lingkungan ketika darah mengalir ke permukan kulit. Sejumlah besar zat organik anorganik larut dalam plasma. Konstituen organik yang paling banyak berdasarkan beratnya adalah protein plasma, yang membentuk 6% sampai 8% dari berat total plasma. Konstituen anorganik membentuk sekitar 1% dari berat plasma. Elektrolit (ion) yang paling banyak dalam plasma adalah Na + dan Cl- (garam dapur). Persentase plasma sisanya ditempati oleh nutrien (misalnya, glikosa, asam amino, lemak, dan vitamin) produk sisa (kreatinin, bilirubin dan zat-zat bernitrogen seperti urea) gas-gas larut (O2 dan CO2) dan hormon. Sebagian besar dari zat-zat tersebut hanyalah diangkut dalam plasma. Sebagai contoh, kelenjar endokrin mengeluarkan hormon kedalam plasma, yang mengangkut zat perantara kimiawi ini ketempat kerjanya. Protein plasma adalah sekelompok konstituen plasma yang tidak sekedar diangkut. Komponen-komponen penting ini dalam keadaan normal tetap berada dalam plasma, tempat mereka melakukan banyak fungsi bermanfaat. Karena merupakan konstituen plasma berukuran terbesar, protein-protein plasma biasanya tidak keluar dari pori-pori di dinding kapiler. Juga, tidak seperti konstituen plasma lainnya yang larut dalam air plasma, protein plasma berada dalam bentuk dispersi koloid. Terdapat tiga kelompok protein plasma, albumin, globulin, dan fibrinogen yang diklasifikasikan berdasarkan berbagai sifat fisik dan kimia mereka. 2.2.1 Fungsi protein-protein plasma a. Protein-protein plasma membentuk gradien osmotik antara darah dan cairan interstisium. Tekanan osmotik koloid ini adalah gaya utama yang menghambat pengeluaran berlebihan plasma dari kapiler ke dalam cairan interstisium dan dengan demikian membantu mempertahankan volume plasma. b. Protein plasma ikut berperan menyangga perubahan pH darah. c. Protein plasma ikut menentukan kekentalan (viskositas) darah, tetapi dalam hal ini eritrosit jauh lebih penting.
d. Protein-protein plasma dalam keadaan normal tidak digunakan sebagai bahan bakar metabolik, tetapi dalam keadaan kelaparan mereka dapat diuraikan untuk mengasikan energi bagi sel. e. Albumin, protein plasma paling banyak mengikat banyak zat (sebagai contoh, bilirubin, garam empedu, dan penisilin) untuk transportasi melalui plasma dan sangat berperan dalam menentukan tekanan osmotik koloid karena jumlahnya. f. Globulin mempunyai tiga subkelas: alfa (α), beta (β), dan gama (ɣ). Globulin alfa dan beta spesifik mengikat dan mengangkut sejumlah zat dalam plasma misalnya hormon tiroid, kolesterol, dan besi. Banyak faktor yang berperan dalam proses pembekuan darah terdiri globulin alfa atau beta. g. Molekul-molekul protein prekursor inaktif, yang diaktifkan sesuai keperluan oleh masukan regulatorik tertentu, termasuk dalam golongan globulin alfa (misalnya angiotensinogen diaktifkan menjadi angiotensin, yang berperan penting dalam pengaturan keseimbangan garam ditubuh) h. Globulin gama adalah immunoglobin (antibodi), yang penting bagi mekanisme pertahanan tubuh. i. Fibrinogen adalah faktor kunci dalam proses pembekuan darah. Protein-protein plasma biasanya disintesis oleh hati, kecuali globulin gama, yang dihasilkan oleh limfosit, salah satu jenis sel darah putih. 2.3 Eritrosit Setiap milliliter darah mengandung rata-rata sekitar 5 miliar eritrosit (sel darah merah) yang secara klinis sering dilaporkan 5 juta per millimeter kubik (mm 3) dalam hitungan sel darah darah merah. Eritrosit adalah sel gepeng berbentuk piringan yang di bagian tengah di kedua sisinya mencekung, seperti donat dengan bagian tengah menggepeng bukan berlubang (eritrosit adalah cakram kecil bikonkaf dengan garis tengah 8μm, tepi luar tebalnya 2 μm dan bagian tengah tebalnya 1μm). Kalau dilihat satu per satu warnanya kuning tua pucat, tetapi dalam jumlah besar kelihatan merah dan memberi warna pada darah. Strukturnya terdiri atas pembungkus luar atau stroma, berisi massa hemoglobin. Bentuk khas ini ikut berperan, melalui dua cara terhadap efisiensi eritrosit melakukan fungsi mereka mengangkut O 2 dalam darah. Pertama, bentuk bikonkaf menghasilkan luas permukaan yang lebih besar bagi difusi O2 menembus membran dalam daripada yang dihasilkan oleh sel bulat dengan volume yang sama. Kedua, tipisnya sel memungkinkan O 2berdifusi secara lebih cepat antara bagian paling dalam sel dengan eksteriornya. Ciri lain dari eritrosit yang mempermudah fungsi transportasi mereka adalah kelenturan (fleksibilitas) membran mereka, yang memungkinkan eritrosit berjalan melalui kapiler yang sempit dan berkelok-kelok untuk menyampaikan kargo O 2 mereka ke jaringan tanpa mengalami rupture dalam prosesnya. Sel darah merah, yang garis tengahnya dalam keadaan normal adalah 8 μm, mampu mengalami deformasi pada saat mereka menyelinap satu per satu melalui kapiler yang bahkan bergaris tengah hanya 3 μm. Hal paling penting eritrosit yang memungkinkan mereka mengangkut O 2 adalah hemoglobin. 2.3.1 Hemoglobin Molekul hemoglobin terdiri dari dua bagian yaitu: bagian globin dan bagian gugus gugus nitrogenosa nonprotein. Bagian globin adalah suatu protein yang terbentuk dari empat rantai polipeptida yang sangat berlipat-lipat. Gugus nitrogenosa nonprotein mengandung besi yang dikenal sebagai gugus hem (heme), yang
masing-masing terikat ke satu polipeptida. Setiap atom besi dapat berikatan secara reversibel dengan satu molekul O 2, dengan demikian, setiap molekul hemoglobin dapat mengangkut empat penumpang O2. Karena O2 kurang larut dalam plasma, 98,5% O2yang diangkut dalam darah terikat pada hemoglobin. Hemoglobin adalah suatu pigmen (secara alamiah berwarna). Karena kandungan besinya, hemoglobin tampak kemerahan apabila berikatan dengan O 2 dan kebiruan apabila mengalami deoksigenasi. Dengan demikian, darah arteri yang teroksigenasi sempurna tampak merah, dan darah vena yang telah kehilangan sebagian O 2 nya di jaringan memperlihatkan rona kebiruan. Selain mengangkut O2, hemoglobin juga dapat berikatan dengan zat-zat berikut: a. Karbon dioksida. Dengan demikian, hemoglobin dapat berperan memgangkut gas ini dari jaringan kembali ke paru-paru. b. Bagian ion hidrogen asam (H+) dari asam karbonat yang terionisasi, yang dibentuk dari CO2 pada tingkat jaringan. Hemoglobin, dengan demikian, menyangga asam ini, sehingga pH tidak terlalu terpengaruh. c. Karbon monoksida (CO). Gas ini dalam keadaan normal tidak terdapat dalam darah tetapi, jika terhirup, menempati tempat pengikatan O 2 di hemoglobin, sehingga terjadi keracunan karbon monoksida. Dengan demikian, hemoglobin berperan penting dalam pengangkutan O 2sekaligus ikut serta dalam pengangkutan CO2 dan menentukan kapasitas penyangga dari darah. Untuk memaksimalkan kandungan hemoglobinnya, sebuah eritrosit dipenuhi oleh ratusan juta molekul hemoglobin dengan menyingkirkan hampir segala sesuatu lainnya. Eritrosit tidak memiliki nukleus, organel, atau ribosom. Struktur-struktur ini dikeluarkan ketika masa perkembangan sel untuk menyediakan ruang bagi lebih banyak hemoglobin. Di dalam eritrosit matang hanya tersisa sedikit enzim yang tidak dapat diperbarui, enzim-enzim tersebut adalah enzim glikolitik dan karbonat anhidrase. Enzim glikolitik penting untuk mengahasilkan energi yang dibutuhkan untuk menjalankan mekanisme transportasi aktif yang terlibat dalam pemeliharaan konsentrasi ion-ion di dalam sel. Eritrosit tidak dapat menggunakan O 2yang mereka angkut untuk menghasilkan energi. Hal ini karena eritrosit tidak memiliki mitokondria tempat enzim-enzim fosforilasi oksidatif, hanya mengandalkan glikolisis untuk menghasilkan ATP. Karbonat anhidrase penting dalam pengangkutan CO 2. Enzim ini mengkatalis sebuah reaksi kunci yang akhirnya menyebabkan perubahan CO 2 hasil metabolism menjadi ion bikarbonat (HCO3-), yaitu bentuk utama transportasi CO2 di dalam darah. Dengan demikian, eritrosit ikut serta dalam pengangkutan CO 2 melalui dua cara. Melalui pengangkutan dengan hemoglobin dan melalui konversi ke HCO3- oleh karbonat anhidrase. Masing-masing dari kita memiliki total 25 sampai 30 triliun sel darah merah yang mengalir di dalam pembuluh darah setiap saat (100.000 kali lebih banyak daripada seluruh populasi Amerika Serikat). Namun, kendaraan pengangkut gas yang vital ini berumur pendek dan harus diganti dengan kecepatan sekitar 2 sampai 3 juta sel per detik. Harga yang harus dibayar oleh eritrosit atas kandungan hemoglobin mereka yang tinggi dengan menyingkirkan berbagai perangkat intrasel yang lazim ada adalah singkatnya usia. Tanpa DNA dan RNA, sel darah merah tidak dapat membentuk protein untuk memperbaiki sel, pertumbuhan, dan pembelahan atau untuk memperbarui pasokan enzim. Dengan hanya berbekal sedikit, yaitu zat-zat yang disintesis sebelum nukleus, organel, dan ribosom mereka dikeluarkan. Eritrosit hanya mampu bertahan rata-rata 120 hari, sangat berbeda dengan sel saraf dan otot
yang hidup selama usia individu yang bersangkutan. Selama rentan waktu hidupnya yang singkat yaitu empat bulan, eritrosit mengembara sekitar 700 mil ketika bersirkulasi melalui pembuluh darah.seiring dengan penuaan eritrosit, membaran plasmanya yang tidak dapat diperbarui menjadi rapuh dan rentan mengalami rupture ketika sel terperas masuk ke dalam bagian-bagian sistem pembuluh yang sempit. Sebagian besar sel darah merah mengakhiri hidupnya di limpa, karena jaringan kapiler organ ini sempit dan berbelit-belit, sehingga sel-sel rapuh ini terjepit. Limpa terletak di bagian kiri atas abdomen. Selain menyingkirkan sebagian besar eritrosit tua dari sirkulasi, limpa memiliki kemampuan terbatas untuk menyimpan eritrosit sehat di dalam pulpa interiornya, berfungsi sebagai tempat penyimpanan trombosit dan mengandung banyak limfosit. Karena eritrosit tidak dapat membelah diri untuk menggantikan jumlah mereka sendiri, sel-sel tua yang rupture harus diganti oleh sel baru yang dihasilkan oleh pabrik eritrosit yaitu sumsum tulang. Sumsum tulang adlah jaringan lunak yang sangat seluler mengisi rongga-rongga internal tulang. Sumsum tulang dalam keadaan normal meghasilkan sel darah merah, suatu proses yang dikenal sebagai eritripoiesis, dengan kecepatan luat biasa 2 sampai 3 juta per detik untuk mengimbangi musnahnya sel-sel tua. Selama perkembangan janin, eritrosit diproduksi oleh kantung kunir (yolk sac) dan kemudian oleh hati dan limpa, sampai sumsum tulang terbentuk dan mengambil alih pembentukan eritrosit. Namun, seiring dengan makin dewasanya seseorang, sumsum kuning berlemak yang tidak mampu melakukan eritropoiesis secara bertahap menggantikan sumsum merah, yang hanya tersisa di sternum (tulang dada), vertebra (tulang punggung), iga, dasar tengkorak, dan ujung-ujung atas tulang ekstemitas yang panjang. Sumsum merah tidak hanya menghasilkan sel darah merah tetapi juga merupakan sumber bagi leukosit dan trombosit. Di sumsum merah terdapat sel bakal pluripotensial (pluripotential stem cell) yang belum berdiferensiasi yang secara terus menerus membelah diri dan berdiferensiasi menjadi berbagai jenis sel darah. Berbagai jenis sel, bersama sel-sel bakal, saling menjalin di sumsum merah dalam berbagai stadium perkembangan. Sel-sel matang dikeluarkan ke kapiler-kapiler yang menembus sumsum merah. Terdapat faktorfaktor regulator yang bekerja pada sumsum hemopoietik (membentuk darah) untuk mengatur jenis dan jumlah sel yang dibentuk dan dikeluarkan kedalam darah. Dari berbagai jenis sel darah, mekanisme pengaturan pembentukan sel darah merah adalah mekanisme yang paling dipahami. Eritropoiesis dikontrol oleh eritropoietin dari ginjal. Jumlah eritrosit yang beredar dalam keadaan normal cukup konstan, yang mengisyaratkan bahwa eritropoiesis pastilah dikontrol secara ketat. Karena pengangkutan O 2 dalam darah adalah fungsi utama eritrosit. Penurunan penyaluran O 2 ke ginjal merangsang ginjal untuk mengeluarkan hormon eritropoietin ke dalam darah dan hormone ini kemudian merangsang eritropoiesis di sumsum tulang. Sel-sel di ginjal yang mengeluarkan eritropoietin belum diketahui pasti, tetapi tempat keja akhir hormon ini sudah diketahui. Eritropoietin bekerja pada turunan sel-sel bakal yang belum berdiferensiasi yang telah berkomitmen untuk menjadi sel darah merah, yaitu merangsang proliferasi dan pematangan mereka. Peningkatan aktivitas eritropoiesis ini menambah jumlah sel darh merah dalam darah, sehingga terjadi peningkatan kapasitas darah mengangkut O 2 dan memulihkan penyaluran O 2 ke jaringan ke tingkat normal. Apabila penyaluran O 2 ke ginjal telah normal, sekresi eritropoietin dihentikan sampai diperlukan kembali. Dengan cara ini, produksi eritrosit secara normal diseimbangkan dengan destruksi atau pengurangan sel-sel ini sehingga kapasitas darah mengangkut O2 relatif tetap. Sebagai respons terhadap kehilangan
eritrosit dalam jumlah besar, seperti pada perdarahan atau destruksi abnormal eritrosit muda dalam darah, kecepatan eritropoiesis dapat ditingkatkan sampai lebih dari enam kali lipat tingkat normal. Persiapan sebuah eritrosit untuk keluar dari sumsum melibatka beberapa langkah, misalnya sintesis hemoglobin dan pengeluaran nukleus dan organel. Sel-sel yang paling dekat dengan kematangan memerlukan beberapa hari sebelum dibereskan dan dikeluarkan ke dalam darah sebagai respons terhadaperitropoietin, dan sel-sel yang relatif belum berkembang dan yang baru dibentuk mungkin memerlukan waktu beberapa minggu untuk menjadi matang. Dengan demikan, waktu yang diperlukan untuk penggantian sempurna sel-sel darah merah yang hilang bergantung pada seberapa banyak yang diperlukan untuk mengembalikan jumlah ketingkat normal. Apabila kebutuhan akan sel darah merah sangat tinggi (sebagai contoh, setelah perdarahan), sumsum tulang mungkin mengeluarkan sejumlah besar eroitrosit imatur, yang dikenal sebagai retikulosit, ke dalam darah untuk dengan cepat memenuhi kebutuhan. Sel-sel imatur ini dapat dikenali dengan teknik-teknik pewarnaan yang menyebabkan sisa-sisa ribosom dan organel yang belum dikeluarkan terlihat. Keberadaan retikulosit di atas kadar normal 0,5% sampai 1,5% dari jumlah total eritrosit dalam darah mengisyaratkan peningkatan aktivitas eritropoiesis. Pada tingkat kecepatan yang sangat tinggi, lebih dari 30% sel darah merah dalam sirkulasi berada dalam stadium retikulosit imatur. Selain eritropoietin, yang merupakan faktor regulator utama untuk menyesuaikan kecepatan pembentukan sel darah merah agar kadar eritrosit tetap konstan, testosteron, hormone seks pria yang utama, meningkatkan kecepatan basal eritropoiesis. Hormone ini jelas berperan, paling tidak sebagian, menyebabkan hematokrit pada pria secara normal lebih besar daripada hematokrit wanita. Sel-sel darah merah tambahan pada pria menimbulkan peningkatan kapasitas darah mengangkut O2 untuk memenuhi kebutuhan massa otot yang lebih besar pada pria, yang juga disebabkan oleh testosteron. 2.3.2 Anemia Anemia mengacu kepada penurunan di bawah normal kapasitas darah mengangkut O2 dan ditandai oleh hematokrit yang rendah. Anemia dapat disebabkan oleh penurunan kecepatan eritropoiesis, kehilangan eritrosit berlebihan, atau defisiensi kandungan dalam hemoglobin dalam eritrosit. Berbagai penyebab anemia dapat dikelompokan menjadi enam kategori: a. Anemia gizi (nutritional anemia) disebabkan defisiensi dalam diet suatu faktor yang diperlukan untuk eritropoiesis. Produksi eritrosit bergantung pada pasokan bahan-bahan mentah yang cukup, yang sebagian tidak disintesis di tubuh tetapi harus datang dari makanan. Sebagai contoh, anemia defisiensi besi terjadi jika besi yang tersedia tidak mencukupi untuk sintesis hemoglobin karna defisiensi besi dalam makana atau gangguan penyerapan besi dari saluran pencernaan. Eritrosit diproduksi dalam jumlah biasa, tetapi kandungan hemoglobin mereka lebih rendah dari normal, berukuran lebih kecil dari biasa, dan kurang mampu mengangkut O2. Defisiensi gizi asam folat, suatu anggota kompleks vitamin B, juga dapat menyebabkan anemia. Vitamin ini penting untuk membentuk DNA, yang diperlukan untuk mengatur pembelahan sel bakal dan pematangan eritrosit. Apabila pasokan asam folat tidak kuat, eritrosit yang dibentuk sangat sedikit dan sel yang terbentuk berukuran lebih besar dan lebih rapuh dari normal. Walaupun berukuran lebih besar, eritrosit ini mengandung hemoglobin dalam jumlah normal. Anemia terjadi akibat jumlah eritrosit yang dibentuk lebih sedikit dan berusia lebih singkat karena
kerapuhan tersebut. Banyak jaringan lain juga terpenharuh akibat defisiensi asam folat, tetapi produksi sel darah merah sangat peka karena eritrosit adalah termasuk sel yang paling cepat melakukan proliferasi. b. Anemia pernisiosa disebabkan ketidak mampuan salruan pencernaan menyerap vitamin B12 dalam jumlah kuat. Seperti asam folat, vitamin B 12 penting untuk pepbentukan DNA serta peran terkaitnya dalam proliferasi dan pematangan eritrosit. Dengan demikian, anemia pernisiosa juga ditandai oleh penurunan jumlah eritrosit yang berukuran lebih besar dan lebih rapuh daripada normal. Namun, tidak seperti anemia gizi, anemia pernisiosa tidak disebabkan oleh insufisiensi pasokan vitamin B12 dari makanan. Zat gizi ini ditemukan dalam jumlah besar di berbagai makanan yang biasa dimakan. Pada anemia pernisiosa, masalahnya adalah defisiensi faktor intrinsik, suatu zat khusus yang dikeluarkan oleh dinding lambung. Vitamin B 12dapat diserap dari saluran usus oleh mekanisme transportasi khusus hanya jika berikatan dengan faktor intrinsik. Apabila terjadi defisiensi faktor intrinsik, vitamin B 12 yang diserap juga berkurang Akibatnya terjadi gangguan pembentukan dan pematangan sel darah merah yang menimbulkan anemia. Kelainan ini diterapi dengan menyuntikan vitamin B12 untuk menghindari gangguan mekanisme penyerapan. c. Anemia aplastik disebabkan oleh kegagalan sumsum tulang untuk menghasilkan sel darah merah dalam jumlah yang kuat, walaupun semua bahan yang diperlukan untuk eritropoiesis tersedia. Penurunan kemampuan eritripoietik dapat disebabkan oleh destruksi sumsum tulang merah oleh zat kimia toksik (misalnya benzen, arsen, dan obat tertentu, terutama kloramfenikol), pancaran radiasi yang berlebihan (misalnya jatuhan radioaktif dari ledakan bom nuklir atau pancaran sinar x yang berlebihan) atau invasi sumsum tulang oleh sel-sel kanker. Proses destruktif mungkin secara selektif menurunkan eritrosit yang dihasilkan sumsum tulang, atau mungkin juga mengurangi kemampuan sumsum tulang membentuk leukosit dan trombosit. Keparah anemia bergantung pada seberapa luas jaringan eritropoietik yang rusak, yang apabila kerusakannya parah dapat menimbulkan kematian. d. Anemia ginjal disebabkan oleh penyakit ginjal. Karena eritropoietin dari ginjal adalah stimulus utama untuk mendorong eritropoiesis, sekresi eritropoietin yang tidak kuat akibat penyakit ginjal menyebabkan gangguan produksi sel darah merah dan anemia. e. Anemia hemoragik disebabkan oleh hilangnya darah dalam jumlah bermakna. Kehilangan darah ini dapat bersifat akut, misalnya akibat perdarahan dari luka, atau kronik, seperti yang dijumpai pada wanita dengan riwayat haid berlebihan. Anemia tetap ada sampai sel-sel yang diganti oleh transfusi atau oleh peningkatan aktivitas eritropoiesis. f. Anemia hemolitik disebabkan oleh pecahnya eritrosit yang bersikulasi dalam jumlah besar. Hemolisis, atau pecahnya sel darah merah terjadi Karena sel bersifat defektif, seperti pada anemia sel sabit, atau karena bekerjanya faktor-faktor eksternal dari eritrosit. Anemia sel sabit adalah contoh terbaik diantara berbagai kelainan herediter sel darah merah yang menyebabkan sel ini sangat rapuh. Bahkan saat usianya masih muda, sel-sel berbentuk sabit yang defektif ini sangatlah rapuh dan mudah pecah sewaktu melewati kapiler-kapiler limpa yang sempit. Walaupu terjadi peningkatan eritropoiesis akibat kerusakan sel darah merah dalam jumlah besar, produksi tersebut tidak mampu mengimbangi kecepatan destruksi sehingga timbul anemia. Dalam keadaan normal, sel-sel yang telah terbentuk juga dapat mengalami hemolisis secara prematur jika diserang oleh faktor-faktor eksternal. Suatu contoh
adalah malaria, yang disebabkan oleh parasit protozoa yang masuk ke dalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk. Parasit ini secara selektif menginfasi sel darah merah dan berkembang biak sampai ke pada suatu saat, ketika massa organisme malaria menyebabkan eritrosit pecah dan mengeluarkan ratusa parasit aktif baru yang cepat menginvasi sel darah merah lain. seiring dengan berlanjutnya siklus ini dan semakin banyak eritrosit yang rusak, anemia yang terjadi akan semakin memburuk. 2.3.3 Polisitemia Polisitemia berbeda dengan anemia, ditandai oleh kelebihan sel darah merah dalam sirkulasi dan peningkatan hematokrit. Terdapat dua jenin umum polisitemia, polisitemia primer atau polisitemia vera (vera berarti sejati), dan polisitemia sekunder atau polisitemia fisiologis. Polisotemia sekunder disebabkan oleh kelainan mirip tumor pada sumsum tulang tempat eritropoiesis berlangsung dengan kecepatan yang berlebihan dan tidak terkontrol oleh mekanisme regulator eritroprotein yang normal. Sel darah merah dapt mencapai 11 juta sel/mm 3 (normal adalah 5 juta sel/mm3), dan hematokrit dapat mencapai 70-80% (normal adalah 42-45%). Tidak ada keuntungan yang didapat dari kelebihan kapasitas mengamngkut O 2 ini, karena pada jumlah eritrosit yang normal penyaluran sudah lebih kuat. Bahkan polisitemia yang berlebihan menimbulkan efek samping. Jumlah sel darah merah yang berlebihan meningkatkan kekentalan darah sampai lima hingga tujuh kali dibandingkan normal, menyebabkan darah mengalir dengan lambat yang sebenarnya mengurangi penyampaian O2 ke jaringan. Peningkatan viskositas ini juga meningkatkan resistensi perifer, yang dapat meningkatkan tekanan darah, sehingga beban kerja jantung juga meningkat, kecuali apabila mekanisme kontrol tekanan mampu mengkompensasi. Polisitemia sekunder, sebaliknya yaitu mekanisme adaptif yang diinduksi oleh eritropoietin untuk meningkatkan kapasitas darah mengangkut O2 sebagai respons terhadap penurunan berkepanjangan penyaluran O2 ke jaringan. Keadaan ini timbul secara normal pada orang yang tinggal didaratan tinggi, pada keadaan lebih sedikit O 2 yang tersedia di atmosfer, atau pada orang yang penyampaian O 2 ke jaringannya terganggu akibat penyakit paru kronik atau gagal jantung. Hitung sel darah merah pada polisitemia sekunder biasanya lebih rendah daripada yang dijumpai pada polisitemia primer, biasanya berkisar 6 sampai 8 juta sel/mm3. Peningkatan kemampuan mengangkut O 2 ini harus dibayar dengan peningkatan viskositas darah. Hematokrit dapat meningkat apabila tubuh kehilangan cairan tetapi tanpa kehilangan eritrosit, seperti pada dehidrasi akibat keringat berlebihan atau diare berat. Namun hal ini bukan polisitemia sejati karena jumlah sel darah merah yang beredar tidak meningkat. Jumlah eritrosit yang normal terkonsentrasi dalam volume plasma yang lebih sedikit. Keadaan ini kadangkadang disebut polisitemia relatif. 2.4 Leukosit Leukosit atau sel darah putih, adalah unit-unit yang dapat bergerak (mobile) dalam sistem pertahanan tubuh. Imunitas mengacu pada kemampuan tubuh menahan atau mengeliminasi sel abnormal atau benda asing ysng berpotensi merusak. Leukosit dan turunannya (1) menahan invasi oleh patogen (mikroorganisme penyebab penyakit, misalnya bakti dan virus) melalui proses fagositosis. (2) mengidentifikasi dan menghancurkan sel-sel kanker yang muncul didalam tubuh. Dan (3) berfungsi sebagai “petugas pembersih” yang membersihkan sampah tubuh dengan memfagosit debris yang berasal dari sel yang mati atau cidera.Alasan utama
mengapa sel darah putih terdapat didalam darah adalah agar penyimpanannya kemanapun mereka diperlukan. Dengan demikian walaupun disini akan diperkenalkan leukosit spesifik untuk mengakhiri pembahasan kita mengenai darah, namun pembahasan yang lebih rinci mengenai fungi fagositik dan imonologis, yang berlangsung terutama di jaringan, akan diberikan dibab pertahanan tubuh. 2.4.1 Leukimia Leukimia, suatu kanker yang disebabkan oleh ploriferase tidak terkontrol sel darah putih, adalah ketidak mampuan sistem imun mempertahankan tubuh dari invasi benda asing. Pada leukimia, hitung sel darah putih dapat mencapai setinggi 500.000/mm3, dibandingkan dengan hitung normal sebesar 7.000/mm 3, tetapi karena sebagian besar adalah abnormal atau imatur sel-sel tersebut tidak mampu melakukan fungsi pertahanan mereka. Konsekuensi leukimia lain yang sangat merugikan adalah terdesaknya jenis sel darah jenis lain di sumsum tulang. Hal ini menimbulkan anemia karna eritropoliesis berkurang dan pendarahan internal karna defisiensi trombosit. 2.5 Trombosit Trombosit adalah jenis unsur sel ketiga yang terdapat didalam darah yang mengandung sebagian dari sitiplasma megakariosit terbungkus oleh membran plasma. 2.6 Hemostatis Hemostatis adalah penghentian pendarahan dari suatu pembuluh darah yang rusak. Mekanisme hemostatik inheren dalam keadaan normal mampu menambah kebocoran dan menghentikan pengeluaran darah melalui kerusakan kecil di kapiler, arteriol dan venula. Pembuluh-pembuluh kecil ini sering mengalami ruptur oleh trauma – trauma minor yang terjadi sehari-hari, trauma semacam ini adalah sumber tersering perdarahan, walaupun kita bahkan sering tidak menyadari bahwa telah terjadi kerusakan. Mekanisme hemostatik dalam keadaan normal menjaga agar kehilangan darah melalui trauma kecil tersebut tetap minimum. Tindakan-tindakan pertolongan pertama untuk arteri yang terpotong adalah penekanan eksternal pada luka dengan kekuatan yang lebih besar daripada tekanan darah arteri untuk secara sementara menghentikan perdarahan sampai pembuluh yang robek dapat ditutup secara bedah. Hemostatik melibatkan tiga langkah utama: (1) spasme vaskuler, (2) pembentukan sumbat trombosit, (3) koagulasi darah. 2.6.1 Tromboembolisme Tromboembolisme, bekuan intravaskuler abnormal yang melekat kedinding pembuluh, dan bekuan yang mengalir bebas. Beberapa faktor dapat menimbulkan tromboembolisme: (1) permukaan pembuluh yang kasar akibat aterosklerosis dapat menyebabkan pembentukan trombus. (2) ketidakseimbangan sistem bekuanantibekuan juga dapat memicu pembentukan bekuan. (3) darah yang mengalir lambat lebih mudah mengalami pembekuan. (4) pembentukan bekuan luas kadangkadang terjadi akibat pengeluaran tromboplastin jaringan kedalam darah dari kerusakan jaringan yang luas. 2.6.2 Hemofilia
Hemofilia adalah kelainan utama penyebab perdarahan berlebihan yang disebabkan oleh defisiensi salah satu faktor pada jenjang pembekuan. Dari semua pengidap hemofilia tidak memiliki kemampuan genetik untuk membentuk faktor antihemofiliglobulin, faktor antihemofilik. Dalam keadaan normal, trombosit adalah penyumbat utama pada luka-luka kecil yang terus menerus terjadi. Dikulit pengidap defisiensi trombosit, perdarahan kapiler difus terlihat sebagai bintik-bintik keunguan. 2.6.3 Pembekuan Darah Koagulasi darah, atau pembentukan darah adalah transformasi darah dari cairan menjadi gel padat. Pembentukan suatu bekuan diatas sumbat trombosit memperkuat tambalan yang menutupi lubang dipembuluh. Selain itu seiring dengan memadatnya darah disekitar defek pembuluh, darah tidak lagi dapat mengalir. Koagulasi adalah mekanisme hemostatik tubuh yang paling kuat, dan hal ini diperlukan untuk menghentikan perdarahan dari semua defek kecuali defek kecil. 2.7 Golongan Darah Empat golongan darah utama dalam transfusi darah dalam keadaan normal. Klasifikasi golongan darah tergantung pada ada atau tidaknya kedua aglutinogen, yaitu: a. Bila tidak ada aglutinogen A atau B darah termasuk golongan O b. Bila hanya terdapat aglutinogen tipe A golongan darah A c. Bila hanya terdapat aglutinogen tipe B golongan darah B d. Bila terdapat kedua aglutinogen tipe A dan B golongan darah AB 2.8 Tekanan Darah Tekanan darah arterial adalah kekuatan tekanan darah ke dinding pembuluh darah yang menampungnya. Tekanan ini berubah-ubah pada setiap tahap siklus jantung. Tekanan darah sistolit dihasilkan otot jantung yang mendorong isi ventrikel masuk kedalam arteri yang telah teregang. Selama diastole arteri masih tetap menggembung karena tahanan periferi arteriol- arteriol mengalami semua darah mengalir kedalam jaringan. Demikianlah maka tekanan darah sebagia tergantung pada kekuatan dan volume darah yang dipompa jantung, dan sebagian lagi pada kontraksi otot dalam dinding arteriol.
BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Pada dasarnya darah memiliki peran penting dalam tubuh manusia. Darah bekerja sebagai sistem transportasi semua bahan kimia, oksigen, dan zat makanan, serta menyingkirkan karbondioksida dan hasil buangan lain. Darah terdiri dari bahan interseluler, dan bahan intraseluler. Bahan interseluler adalah cairan yang disebut plasma dan didalamnya terdapat unsur–unsur padat, yaitu sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit) dan keping darah ( trombosit). Darah memiliki empat golongan utama yaitu, A, B, AB, dan O. Dalam masing-masing golongan memiliki faktor rhesus yaitu rhesus positif (+) dan rhesus negatif (-). Kelaianan pada darah menyebabkan penyakit antara lain anemia, polisitemia, leukimia, hemofilia dan masih banyak lagi. 3.2 Saran Sebagai seorang manusia haruslah kita memahami betul tentang metabolism darah, karna darah saat bermanfaat bagi tubuh manusia. Demi kebaikan dan kesempurnaan makalah yang kami buat, diharapkan adanya kritik dan saran yang membangun bagi penulis makalah ini.dikarenakan penyusun menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA https://www.google.co.id/search?q=gambar+darah+merah&client=firefoxMartini, Frederic H. 2006. Fundamentals Of Anatomy & Physiology. San Fransisco: Benjamin Cummings. Pearce E C. 1979. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Sherwood Lauralee. 2004. Fisiologi Manusia dari sel ke sel.Jakarta:Buku Kedokteran EGC Syaifuddin.2001. Fungsi Sistem Tubuh Manusia. Jakarta: Widya Medika.