Makalah Hukum Perdata .docx

  • Uploaded by: Patrisa Tisha
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Hukum Perdata .docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,037
  • Pages: 12
TUGAS MAKALAH HARTA PERKAWINAN Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Perdata

Dosen Pengampu: Sumiyati.SH.MH .

Disusun Oleh: Kelas Pagi “A” ABD PERU

(2017110011)

HENDY DWIKY APRILINDO

(2017110023)

MOH. RIZAL FAUZY

(2017110053)

REVIN BRILLIANTA. A

(2017110066)

HABIBULLAH

(2017110073)

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MADURA PAMEKASAN 2018

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..............................................................................................................................i BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................1 1.1 Latar Belakang Masalah.........................................................................................1 1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................1 1.3 Tujuan Penulisan....................................................................................................1 BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................2 2.1 Pengertian Perkawinan...........................................................................................2 2.2 Pengertian Harta Perkawinan.................................................................................2 2.3 Macam-Macam Harta Perkawinan.........................................................................3 2.4 Contoh kasus hukum perkawinan…………………………………………….. 2.5 Harta Benda dalam Perkawinan (UU No. 1 Tahun 1974 Pasal 35 s/d 37).............4 2.5 Terbentuknya hukum harta perkawinan.................................................................5 BAB III PENUTUP....................................................................................................................7 3.1 Kesimpulan.............................................................................................................7

i

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seorang laki-laki atau perempuan, ketika mereka belom menikah maka mereka mempunyai hak dan kewajiban yang utuh, hak dan kewajiban yang berkaitan dengan kehidupannya. Hak dan kewajiban akan harta miliknya dan sebagainya. Kemudian setelah mereka mengikatkan diri dalam lembaga perkawinan. Maka mulai saat itulah hak dan kewajiban mereka menjadi satu. Harta perkawinan merupakan modal kekayaan yang dapat dipergunakan oleh suami istri untuk membiayai kebutuhan hidup sehari-hari suami istri dan anak-anak dalam suatu rumah tangga baik keluarga kecil maupun keluarga besar.

1.2 Rumusan Masalah a. Apa pengertian dari harta perkawinan itu ? b. Apa saja macam-macam dari harta perkawinan itu ? c. bagaimana kasus Hukum Perkawinan ? d. Bagaimana hukum harta perkawinan terbentuk ?

1.3 Tujuan Penulisan Sejalan dengan rumusan masalah diatas maka tujuannya adalah untuk mengetahui pengertian, macam-macam harta perkawinan, tentang kasus Hukum Perkawinan dan bagaimana hukum harta perkawinan tersebut terbentuk.

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Perkawinan Perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Rumusan perkawinan di atas ini merupakan rumusan Undang-undang No. 1 Tahun 1974 yang dituangkan dalam Pasal 1. Dalam penjelasannya disebutkan : “Sebagai negara yang berdasarkan Pancasila, dimana Sila yang pertamanya ialah Ketuhanan Yang Maha Esa, maka perkawinan mempunyai hubungan yang erat sekali dengan agama/kerohanian, sehingga perkawinan bukan saja mempunyai unsur lahir/jasmani, tetapi unsur bathin/rohani juga mempunyai peranan yang penting....”

2.2 Pengertian Harta Perkawinan Harta perkawinan menurut hukum adalah semua harta yang dikuasai, suami istri selama mereka terikat dalam ikatan perkawinan, baik harta kerabat yang dikuasai maupun harta perorangan yang berasal dari harta warisan, harta hibah, harta penghasilan sendiri, harta pencaharian hasil bersama suami istri dan barang-barang hadiah. Jadi perkawinan yang sah dan mempunyai akibat hukum hanya perkawinan yang dilakukan menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Akibat hukum adanya perkawinan bersifat komplek, artinya tidak hanya berakibat bagi suami dan isteri yang melangsungkan perkawinan itu saja, akan tetapi juga menimbulkan akibat bagi anak-anak yang dilahirkan dan harta perkawinan. Sedangkan akibat perkawinan bagi harta perkawinan diatur dalam Pasal 119 - 198 KUHPerdata dan Pasal 29 - 37 UUP. Akibat adanya perkawinan menimbulkan beberapa macam harta, yaitu harta bawaan suami, harta bawaan isteri dan harta bersama. Timbulnya bermacam-macam harta tersebut dapat menimbulkan konflik yang berkaitan dengan harta perkawinan.

Agar konflik itu dapat diselesaikan maka diperlukan Hukum Harta Kekayaan. Hukum Harta Kekayaan di dalam KUHPerdata diatur dalam Buku I Tentang Orang, Bab VI dan IX, Pasal 119 - 198. Ketentuan tentang Hukum Harta Kekayaan dalam KUHPerdata bersifat pelengkap (Pasal 119 ayat (1) ), artinya ketentuan itu hanya berlaku apabila suami-isteri tidak membuat perjanjian kawin, apabila mereka membuat janji kawin maka perjanjian kawin itulah yang berlaku. Dalam UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, dikenal ada 3 (tiga) macam harta, yaitu harta suami, harta isteri (diatur dalam Pasal 35 ayat (1), (2) UUP) dan harta bersama (Pasal 36 ayat (1), (2) UUP).

2.3 Macam-Macam Harta Perkawinan 1. Harta Bawaan Adalah harta yang diperoleh atau dikuasai suami atau istri sebelum perkawinan. Macam-macam harta bawaan adalah : a. Harta peninggalan adalah harta atau barang-barang yang dibawah oleh suami atau istri kedalam pernikahan yang berasal dari peninggalan orang

taua

untuk

diteruskan

penguasaan

dan

pengaturan

pemanfaatanya guna kepentingan para ahli waris bersama, di kerenakan harta peninggalan itu tidak terbagi-bagi kepada setiap ahli waris. b. Harta warisan adalah harta atau barang-barang yang dibawah oleh suami atau istri kedalam perkawinan yang berasal dari harta warisan orang tua untuk dikuasai dan dimiliki secara perseorangan guna memelihara kehidupan berumah tangga. c. Harta wasiat adalah harta atau barang-barang yang dibawah oleh suami atau istri kedalam perkawinan yang berasal dari hibah atau wasiat anggota kerabat. d. Harta pemberian atau hadiah adalah harta atau barang-barang yang dibawah oleh suami atau istri kedalam perkawinan yang berasal dari pemberian atau hadiah para anggotas kerabat dan mungkin juga orang lain karena hubungan baik.

2. Harta Penghasilan Adalah harta yang diperoleh atau dikuasai suami atau istri secara perorangan sebelum atau sesudah perkawinan. Harta penghasilan pribadi ini terlepas dari pengaruh kekuasaan kerabat, pemiliknya dapat melakukan transaksi atas harta tersebut tanpa bermusyawarah dengan para anggota kerabat yang lain. 3. Harta Pencaharian Adalah harta yang diperoleh atau dikuasai suami atau istri bersama-sama selama perkawinan tanpa mempersoalkan apakah dalam mencari harta kekayaan itu suami aktif bekerja sedangkan istri mengurus rumah tangga dan anak-anak, kesemua harta kekayaan yang didapat suami istri itu adalah hasil pencarian mereka yang berbentuk harta bersama suami istri. 4. Hadiah Perkawinan Adalah harta yang diperoleh suami istri bersama ketiaka upacara perkawinan sebagai hadiah. Hadiah perkawinan yang diterima mempelai pria sebelum upacara perkawinan dimasukkan dalam harta bawaan suami sedangkan yang diterima mempelai wanita sebelum upacara perkawinan masuk dalam harta bawaan istri dan semua hadiah yang disampaikan ketika kedua mempelai duduk bersanding dan menerima ucapan selamat dari para hadirin adalah harta bersama kedua suami istri terlepas dari pengaruh kekuasaan kerabat atau hanya dibawah pengaruh orang tua yang melaksanakan upacara perkawinan itu yang kedudukan hartanya diperuntukkan kedua mempelai bersangkutan.

2.4 Contoh kasus Hukum perkawinan Agus dan Rita telah melasungkan pernikahan selama 10 tahun. Pada awalnya mereka hidup bahagia dan dikarunia 2 orang anak. Penghasilan keluarga berkembang dengn baik, dan keluarga kecil tersebut hidup dalam kondisi serba berkecukupan. Dalam perjalanan perkawinannya, sempat Rita berinvestasi saham sebesar 50 juta untuk mendirikan usaha jual beli furniture. Namun sangat disayangkan, setelah usaha Rita berjalan lancar selama lima tahun, Agus terjerat pada wanita lainyang menjadi teman kerjanya di kantor. Pertengkaran yang tidak kungjung usai berakhir pada keputusan keduanya untuk bercerai dan tidak bisa lagi untuk berdamai kembali. Setelah hakim pengadilan agama memutuskan perkawinan

mereka, sekarang mereka harus menetapkan mengenai harta gono gini selama perkawinan berlangsung, apakah agus juga berhak atas pembagian usaha furniture yang mereka dirikan bersama-sama?. Sebelum kita membahas masalah agus dan rita pembagian harta gono-gini mereka dalam perkawinan, saya akan singgung sedikit mengenai perjanjian perkawinan, kenapa harus dibuat perjanjian kawin ? karena dalam perjanjian kawin tidak hanya membahas mengenai ada atau tidaknya harta gono-giniantara antara suami dan isteri ketika nanti keduanya bercerai, namun juga terkait pada kepemilikan aset, hutang sampai dengan pewarisan harta dari masing-masing suami/isteri tersebut pada saat kelak mereka meninggal dunia. Selain pemisahan ataupun pembagian harta antara suami/isteri , dalam perjanjian kawin juga bisa ditambahkan klausul tentang larangan melakukan KDRT. Sebenarnya, perjanjian kawin bukan hanya dibuat ketika menikah dengan pasangan WNA, tapi jika memang diperkukan, perjanjian kawin juga bisa dibuat untuk pasangan WNI. Kebanyakan perjanjian kawin dibuat untuk memberikan kejelasan jika suatu saat nanti terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti halnya perceraian. Jika sebelum perkawinan telah dibuat perjanjian kawin yang intinya memisahkan harta bawaan dan harta perolehan antara suami/isteri ( Agus dan Rita ) tersebut, maka ketika perceraian terjadi, masing-masing suami/istri tersebut hanya memperoleh harta yang terdaftar atas nama mereka, karena tidak dikenal istilah harta gono-gini diantara mereka. Dengan demikian, dalam kasus ini tersebut, sang suami – Agus- tidak berhak terhadap kepemilikan aset maupun hasil pengembangan dari usaha yang dijalankan oleh Rita tersebut. Juga terhadap harta lainnya yang menjadi milik Rita, begitu juga sebaliknya, Hal ini termasuk segala hutang piutang yang ditanggung oleh masing-masing dalam menjalankan kegiatan usahanya. Namun, apabila di antara suami isteri tersebut tidak pernah dibuat perjanjian kawin, maka berdasarkan Pasal 119 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, maka terhitung sejak perkawinan terjadi, demi hukum terjadilah percampuran harta diantara keduanya, Akibatnya harta isteri menjadi harta suami, demikian pula sebaliknya, inilah yang disebut harta bersama, Terhadap harta bersama, jika perceraian, maka harus dibagi sama rata antara suami dan isteri. Pembagian terhadap harta bersama terebut meliputi segala keuntungan dan kerugian yang didapatkan dari usaha maupun upaya yang dilakukan oleh pasangan suami/isteri tersebut selama mereka masih terikat dalam perkawinan.

Sedikit berbeda dengan pengaturan sebelum berlakunya Undang-UndangNo. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan (UU Perkawinan) dalam Pasal 35 Ayat (1) dan (2) UU perkawinan, ditetapkan pemisahan antara harta bersama dengan harta bawaan. Dalam KUH-Perdata, semua harta suami dan isteri menjadi harta bersama. Sedangkan dalam UU perkawinan, yang menjadi harta bersama adalah harta benda yang diperoleh selama perkawinan, sedangkan harta yang diperoleh sebelum perkawinanmenajdi harta bawaan dari masing-masing suami dan isteri. Harta bawaan masing-masing suami isteri, Harta bawaan dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan berada di bawah penguasaan masingmasing sepangjang para pihak tidak menetukan lain. Oleh karna itu, jika investasi (harta) tersebut diperoleh dalam perkawinan, maka menjadi harta bersama yang harus dibagi antara suami dan isteri dalam hal terjadi perceraian (Pasal 37 UU Perkainan).

2.5 Harta Benda dalam Perkawinan (UU No. 1 Tahun 1974 Pasal 35 s/d 37) Berkenaan dengan harta benda dalam perkawinan menurut pasal 35 UUP, bahwa: (1) Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama; (2) Harta benda dari masing-masing suami dan istri dan harta benda yang diperoleh masingmasing sebagai hadiah atau warisan, adalah di bawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain. Dan apabila perkawinan putus, maka harta bersama tersebut diatur menurut hukumnya masing-masing. Mengenai harta bersama, suami atau istri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak; sedangkan mengenai harta bawaan masing-masing, suami dan istri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum mengenai harta bendanya. Itu menurut pasal 36 UUP. Pasal 37 UUP kembali mempertegas, “Bila perkawinan putus karena perceraian, harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing”.

2.5 Terbentuknya hukum harta perkawinan Menurut KUHPerdata ada beberapa cara terbentuknya hukum harta perkawinan, yaitu; 1. Apabila tidak diperjanjikan dan menurut ketentuan KUHPerdata, maka demi hukum terjadi Persatuan Bulat antara harta kekayaan suami dan isteri. 2. Apabila diperjanjikan ada 2 (dua) hal: I.

ekstrem (sama sekali tidak ada persatuan), artinya dalam hal ini harta suami dan isteri terpisah sama sekali.

II.

tidak ekstrem (ada persatuan tetapi terbatas), banyak sekali variasi persatuan terbatas akan tetapi yang diatur dalam KUHPerdata hanya 2 (dua) yaitu persatuan terbatas untung dan rugi, persatuan terbatas hasil dan pendapatan.

Menurut UUP, hukum harta perkawinan diatur dalam Pasal 35 ayat (1) dan (2) yang meliputi: 1. Tidak diperjanjikan ada 3 (tiga) macam harta, yaitu a. harta suami b. harta isteri c. harta bersama 2. Diperjanjikan ada 2 macam hukum harta perkawinan, yaitu: a. tidak diperjanjikan terjadi persatuan secara bulat b. diperjanjikan secara ekstrim dan tidak ekstrim 3. Tidak diperjanjikan terjadi Persatuan Secara Bulat Persatuan secara bulat diatur dalam Pasal 119 – 138 KUHPerdata. Pengertian Persatuan Bulat terdapat dalam Pasal 119 ayat (1) KUHPerdata yang menyatakan bahwa mulai saat perkawinan dilangsungkan, demi hukum berlakulah persatuan bulat antara harta kekayaan suami dan isteri, sekedar mengenai itu dengan perjanjian kawin tidak diadakan ketentuan lain. Selanjutnya ayat (2) menyatakan bahwa persatuan harta secara bulat ini tidak dapat dirubah atau ditiadakan dengan persetujuan suami isteri. Adapun rincian harta persatuan diatur dalam Pasal 120 dan Pasal 121 KUHPerdata yang meliputi: 1. Segala harta kekayaan dari suami dan isteri, bergerak ataupun tidak bergerak (tetap) sebelum dan pada waktu perkawinan dilangsungkan.

2. Segala harta kekayaan suami dan isteri, bergerak ataupun tidak bergerak (tetap) selama perkawinan berlangsung. 3. Segala harta kekayaan suami dan isteri bergerak ataupun tidak bergerak (tetap) yang diperoleh secara Cuma-Cuma kecuali pewaris atau pemberi melarang pemberian itu dimasukkan pada persatuan 4. Segala beban yang dapat berupa kerugian dan hutang dari suami dan isteri sebelum dan sesudah perkawinan dilangsungkan.

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Yang dimaksud harta perkawinan ialah semua harta yang dikuasai suami istri selama mereka terikat dalam ikatan perkawinan. Dan yang terbagi dalam Harta bawaan (peninggalan, warisan, wasiat, dan pemberian/hadiah), Harta penghasilan, Harta pencaharian dan Harta perkawinan.

DAFTAR PUSTAKA Munif, Akh. 2010. Hukum Perdata. Pamekasan : SUKA – Press Subekti, R, dan R. Tjitrosudibio. Kitab Undang – Undang Hukum Perdata. Jakarta : PT. Balai Pustaka (Persero). http://irmadevita.com/2017/pembagian-harta-gono-gini-saat-cerai-dengan-mantan/ Hadikusima, Hilma. 2003. Hukum Perkawinan Adat Dengan Adat Istiadat Dan Upacara Adatnya. Bandung : PT. Citra Aditnya Bakti. Afandi, Ali. 2000. Hukum Waris, hukum Keluarga, Dan Hukum Pembuktian. Jakarta : PT. Rineka Cipta. https://www.dictio.id/t/apa-yang-dimaksud-dengan-hukum-harta-perkawinan/14797/2

Related Documents


More Documents from "A'as"

Sholat.khusuk.pptx
December 2019 4
Makalah Hukum Perdata .docx
December 2019 18
Digital Marketing.docx
November 2019 14