Makalah Hiv.docx

  • Uploaded by: Bonita Herawati
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Hiv.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 7,389
  • Pages: 28
i

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena atas kehendak-Nyalah makalah ini dapat terselesaikan. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Penjas yg membahas tentang HIV/AIDS yang merupakan penyakit mematikan yang belum ada obatnya hingga sekarang. Dalam penyusunan makalah penulis menyadari bhawa apa yamg tertuang di dalam makalah ini masih jauh dari kata sempurna,baik dari segi penulisan, segi redaksional maupun segi pengkajian pemilihan bahan literatur sebagai landasan teori. Semoga dengan makalah ini kita dapat menambah ilmu pengetahuan serta wawasan tentang HIV / AIDS. Terima kasih bagi mereka yang telah memberikan bantuan dalam penyelesaian makalah ini. Dan semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca ,oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kesempunaan tugas ini.Semoga tugas ini bermanfaat bagi pembaca.

Bekasi, April 2019

ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................................. i DAFTAR ISI........................................................................................................................................... ii Bab I Pendahuluan .................................................................................................................................. 1 I.1 Latar Belakang ............................................................................................................................ 1 I.2 Perumusan Masalah ................................................................................................................... 1 I.3 Tujuan Penulisan......................................................................................................................... 2 BAB II PENJELASAN ........................................................................................................................... 3 A.

Sejarah HIV/AIDS .......................................................................................................................... 3

B.

Jenis-Jenis HIV ............................................................................................................................... 7

BAB III ISI ........................................................................................................................................... 14 A.

SEJARAH ..................................................................................................................................... 14

B.

BUDAYA ..................................................................................................................................... 15

C.

SOSIAL......................................................................................................................................... 19

D.

Ekonomi ........................................................................................................................................ 21

E.

Gaya Hidup ................................................................................................................................... 22

a.

Kesimpulan ................................................................................................................................... 25

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 26

1

Bab I Pendahuluan

I.1 Latar Belakang HIV dan AIDS merupakan penyakit yang menjadi momok paling menakutkan di kalangan remaja dewasa ini. Dengan terjangkitnya penyakit HIV maupun AIDS, masa depan para remaja akan suram karena menyebabkan kematian. Salah satu penyebab dari terjangkitnya atau penularan HIV dan AIDS adalah karena pergaulan bebas. Dalam pergaulan bebas tentunya para remaja melakukan apa saja tanpa pengawasan dari orang tua. Maka dari itu, para remaja hendaknya diberikan bekal yang cukup dan mendalam tentang akibat dari pergaulan bebas itu sendiri. Karena seringkali pergaulan bebas memberikan dampak yang negatif bagi remaja baik dari segi jasmani maupun rohani. Khusunya HIV dan AIDS yang akan saya bahas di makalah ini. Penyebab HIV dan AIDS bisa dari terjangkit secara langsung mapun dari segi penularan. Jika ditinjau dari sudut pergaulan bebas, maka banyak yang bisa ditelaah lebih dalam lagi. Terutama di kalangan remaja. Remaja merupakan usia yang sangat rentan menyangkut pergaulan bebas serta dampak atau akibat yang ditimbulkan dari pergaulan bebas itu sendiri. Untuk meminimalisir akibat yang negatif tersebut seperti contohnya penyakit HIV dan AIDS, maka remaja perlu mengetahui lebih dalam tentang HIV dan AIDS dari segi penyebab maupun dari segi dampak yang ditimbulkan. Dengan mengetahuinya, kemungkinan besar para remaja akan berfikir dua kali untuk melakukan penyimpangan sosial yang berstatus pergaulan bebas dan menyebabkan suatu hal yang merugikan

I.2 Perumusan Masalah a. Mengetahui tentang sejarah penyakit HIV/AIDS b. Bagaimana permasalahan HIV/AIDS dilihat dari aspek sosial? c.

Bagaimana permasalahan HIV/AIDS dilihat dari aspek budaya?

d. Bagaimana permasalahan HIV/AIDS dilihat dari aspek ekonomi? e. Bagaimana permasalahan HIV/AIDS dilihat dari aspek gaya hidup? f. Bagaimana penyebaran HIV/AIDS? g. Apa saja Tanda dan gejala penderita HIV/AIDS? h. Bagaimana cara pencegahan HIV/AIDS?

2

I.3 Tujuan Penulisan a. Mengetahui secara lebih dalam tentang penyakit HIV/ AIDS b. Mengetahui penyakit HIV/AIDS c. Mengetahui cara penularan HIV/AIDS d. Mengetahui tanda dan gejala penderita HIV/AIDS e. Mengetahui cara pencegahan HIV/AIDS f. Mencegah remaja melakukan pergaulan bebas yang berdampak pada HIV/AIDS

3

BAB II PENJELASAN A. Sejarah HIV/AIDS Ada beberapa teori yang menjabarkan tentang virus HIV dan penyakit yang timbul apabila terinfeksi oleh virus HIV. Namun dengan banyaknya teori tetap saja tidak ada teori yang menjelaskan cara penyembuhan atau pemusnahan virus tersebut. 1. Teori Seks Bebas di Kinshasa 1920-an Untuk menguak misteri tersebut, tim internasional mencoba untuk merekonstruksi genetika HIV. Untuk mencari tahu di mana nenek moyang tertuanya pada manusia berasal. Temuan dalam bidang arkeologi virus digunakan untuk menemukan asal pandemi (wabah global). Demikian laporan tim dalam jurnal Science. Para ahli menggunakan arsip sampel kode genetik HIV untuk melacak sumbernya. Dan ternyata, asal usul pandemi terlacak dari tahun 1920-an di Kota Kinshasa yang kini menjadi bagian dari Republik Demokratik Kongo. Laporan mereka menyebutkan bahwa, perdagangan seks yang merajalela, pertumbuhan populasi yang cepat, dan jarum tak steril yang digunakan di klinik-klinik diduga menyebarkan virus tersebut. Menciptakan kondisi 'badai yang sempurna'. Sementara itu, rel kereta yang dibangun dengan dukungan Belgia di mana 1 juta orang melintasi kota tiap tahunnya membawa virus HIV ke wilayah sekitarnya. Lalu ke dunia. Tim ilmuwan dari University of Oxford dan University of Leuven, Belgia mencoba merekonstruksi 'pohon keluarga' HIV dan menemukan asal muasal nenek moyang virus itu. "Anda bisa melihat jejak sejarahnya dalam genom saat ini data yang terekam, tanda mutasi dalam genom HIV tidak bisa dihapus," kata Profesor Oliver Pybus dari University of Oxford. Dengan membaca tanda mutasi tersebut, tim bisa menyusun kembali pohon keluarga dan melacak akarnya. HIV adalah versi mutasi dari virus simpanse, yang dikenal sebagai Simian Immunodeficiency Virus (SIVcpz) yang mungkin melakukan lompatan spesies, ke manusia, melalui kontak dengan darah yang terinfeksi. Virus ini menyebar pertama kali pada para pemburu simpanse mungkin ketika menangani daging hewan itu. Kasus pertama dilaporkan di Kinshasa, Republik Demokratik Kongo, pada 1930.

4

Virus membuat lompatan pada beberapa kesempatan. Salah satunya mengarah pada HIV-1 subtipe O yang menyebar di Kamerun. Kemudian, HIV-1 subtipe M yang menginfeksi jutaan orang di seluruh dunia. Pada tahun 1920-an, Kinshasa yang dulu disebut Leopoldville hingga 1966 adalah bagian dari Kongo yang dikuasai Belgia. "Kota itu sangat besar dan sangat cepat pertumbuhannya. Catatan medis era kolonial menunjukkan tingginya insiden sejumlah penyakit seksual," kata Profesor Oliver Pybus. Kala itu, buruh-buruh pria mengalir ke kota, memicu ketidakseimbangan gender, dengan perbandingan pria dan wanita 2:1 yang memicu maraknya perdagangan seksual. Plus faktor praktik pengobatan penyakit dengan suntikan tak steril yang efektif menyebarkan virus. "Aspek menarik lainnya adalah jaringan transportasi yang membuat orang-orang berpindah dengan mudah." Sekitar 1 juta orang menggunakan jaringan rel Kinshasa pada akhir tahun 1940-an." Dan virus pun menyebar luas, awalnya ke kota tetangga Brazzaville, lalu meluas ke area provinsi yang perekonomiannya ditopang penambangan, Katanga. Kondisi 'badai sempurna', hanya berlangsung selama beberapa dekade di Kinshasa. Namun saat itu berakhir, HIV terlanjur menyebar ke seluruh dunia.

2. Teori Green Monkey Tidak sedikit orang yang sudah mendengar teori bahwa AIDS adalah ciptaan manusia. Menurut The New York Times yang terbit 29 Oktober 1990, tiga puluh persen penduduk kulit hitam di New York City benar-benar percaya bahwa AIDS adalah “senjata etnis” yang didesain di dalam laboratorium untuk menginfeksi dan membunuh kalangan kulit hitam. Sebagian orang bahkan menganggap teori konspirasi AIDS lebih bisa dipercaya dibandingkan teori monyet hijau Afrika yang dilontarkan para pakar AIDS. Sebenarnya sejak tahun 1988 para peneliti telah membuktikan bahwa teori monyet hijau tidaklah benar. Namun kebanyakan edukator AIDS terus menyampaikan teori ini kepada publik hingga sekarang. Dalam liputan-liputan media tahun 1999, teori monyet hijau telah digantikan dengan teori simpanse di luar Afrika. Simpanse yang dikatakan merupakan asal-usul penyakit AIDS ini telah diterima sepenuhnya oleh komunitas ilmiah.

5

3. Teori Konspirasi AIDS Pada dasarnya teori konspirasi memberikan narasi tentang sejarah bangsa barat mengenai asal usul kemunculan HIV/AIDS. Teori ini menyebutkan bahwa HIV/AIDS merupakan senjata biologis yang sengaja dibuat oleh Amerika Serikat untuk mengendalikan jumlah penduduk dunia. ‘Pengurangan populasi merupakan prioritas tertinggi dari kebijakan luar negeri AS terhadap negara-negara dunia ketiga. Pengurangan dari penduduk negara-negara ini merupakan masalah vital bagi keamanan nasional AS’ – Henry Kissinger, 1974 (Gray, 2009 : 106). Asal usul HIV/AIDS diawali dari bocornya catatan rahasia yang mengandung dua poin penting milik salah satu tim khusus di Laboratorium Fort Detrick AS, Willace L. Pannier ke dunia maya (Ridaysmara, 2010 : 381-384). Pertama, HIV merupakan istilah baru bagi virus lama bernama SV40 yang digunakan oleh Dokter Hilary Koprowski untuk menginfeksi sistem imun 300.000 orang negro Afrika pada tahun 1957 hingga 1960 (Gray, 2009 : .96-102). Koprowski melakukan ‘percobaan’ infeksi vaksin polio melalui mulut (live oral polio vaccine) kepada ras kulit hitam di Afrika atas dasar rasisme. Namun demikian, Koprowski menolak tuduhan bahwa ia terlibat dalam menciptakan AIDS dan mengatakan bahwa demografi dari persebaran penyakit di Afrika dapat dijelaskan dengan faktor-faktor lain yang tidak berhubungan dengan prosedur vaksinasi (Gray, 2009 : 97). Kedua, disebutkan bahwa kejahatan terhadap kemanusiaan ini digagas oleh George W. Bush, George H.W Bush, Prescott Bush, Rockefeller, Harriman dan berbagai elit politik Amerika yang difasilitasi oleh CIA, Rockefeller Foundation dan National Institute of Health (In Lies We Trust 2007). Mereka sepakat untuk menjalankan agenda ‘Eugenic Movement’ sekitar tahun 1900-an. ‘Eugenic Movement’ merupakan gerakan rasialis untuk menghancurkan ras manusia yang dianggap inferior dan meningkatkan ras manusia superior. Selain itu, HIV/AIDS dibuat oleh CIA untuk menginfeksi bangsa African-American yang berada di Amerika (TIME, 2013). Pada dasarnya, ‘Eugenic Movement’ dilakukan oleh Amerika untuk menekan jumlah populasi dunia dengan sasaran utama orang-orang berkulit hitam. Selain informasi yang didapatkan dari catatan rahasia milik Pannier, munculnya berbagai persepsi masyarakat dunia tentang vaksin HIV/AIDS menjadikan teori konspirasi semakin kompleks. Hingga saat ini belum ditemukan obat yang dapat menyembuhkan penyakit HIV/AIDS. Obat-obat yang kini diberikan hanya bersifat

6

memperpanjang usia penderita dan memperbesar kemungkinan untuk menularkan penyakit tersebut kepada individu lain, seperti Terapi Antiretroviral (ARV). Persepsi tersebut mendorong pemikiran kritis tentang strategi kelompok elit dalam menciptakan penyakit beserta obatnya. Fakta yang mengejutkan muncul dari ketiga penjahat kemanusiaan, yaitu keluarga Bush, Rockefeller dan Harriman yang ternyata bergabung dalam satu komunitas dan berkuliah di Yale University. Kemudian faktanya, Yale University adalah pemegang hak paten dari salah satu obat utama HIV yang dikenal dengan ‘Zenit’ atau ‘d4t’ pada awal tahun 1990-an dengan royalti yang diterima sebesar $328.000.000,00 (Arno, 1992 : 102). Namun, seperti yang diketahui bahwa ‘Zenit’ tidak menghilangkan HIV, tetapi hanya memperpanjang usia sang penderita yang otomatis dapat terus meningkatkan keuntungan perusahaan. 4. Eksperimen Hepatitis B Pra-AIDS kepada Pria Gay (1978-1981) Ribuan pria gay mendaftar sebagai manusia percobaan untuk eksperimen vaksin hepatitis B yang “disponsori pemerintah AS” di New York, Los Angeles, dan San Fransisco. Setelah beberapa tahun, kota-kota tersebut menjadi pusat sindrom defisiensi kekebalan terkait gay, yang belakangan dikenal dengan AIDS. Di awal 1970-an, vaksin hepatitis B dikembangkan di dalam tubuh simpanse. Sekarang hewan ini dipercaya sebagai asal-usul berevolusinya HIV. Banyak orang masih merasa takut mendapat vaksin hepatitis B lantaran asalnya yang terkait dengan pria gay dan AIDS. Para dokter senior masih bisa ingat bahwa eksperimen vaksin hepatitis awalnya dibuat dari kumpulan serum darah para homoseksual yang terinfeksi hepatitis. Kemungkinan besar HIV “masuk” ke dalam tubuh pria gay selama uji coba vaksin ini. Ketika itu, ribuan homoseksual diinjeksi di New York pada awal 1978 dan di kota-kota pesisir barat sekitar tahun 1980-1981. Bukti kuat menunjukkan bahwa AIDS berkembang tak lama setelah program vaksin ini. AIDS merebak pertama kali di kalangan gay New York City pada tahun 1979, beberapa bulan setelah eksperimen dimulai di Manhattan. Ada fakta yang cukup mengejutkan dan secara statistik sangat signifikan, bahwa 20% pria gay yang menjadi sukarelawan eksperimen hepatitis B di New York diketahui mengidap HIV positif pada tahun 1980 (setahun sebelum AIDS menjadi penyakit “resmi’). Ini menunjukkan bahwa pria Manhattan memiliki kejadian HIV tertinggi dibandingkan tempat lainnya di dunia, termasuk Afrika, yang dianggap sebagai tempat kelahiran HIV dan AIDS. Fakta lain yang juga menghebohkan adalah bahwa kasus AIDS di Afrika yang dapat dibuktikan baru muncul setelah tahun 1982. Sejumlah peneliti

7

yakin bahwa eksperimen vaksin inilah yang berfungsi sebagai saluran tempat “berjangkitnya” HIV ke populasi gay di Amerika. Namun hingga sekarang para ilmuwan AIDS mengecilkan koneksi apapun antara AIDS dengan vaksin tersebut. Umum diketahui bahwa di Afrika, AIDS berjangkit pada orang heteroseksual, sementara di Amerika Serikat AIDS hanya berjangkit pada kalangan pria gay. Meskipun pada awalnya diberitahukan kepada publik bahwa “tak seorang pun kebal AIDS”, faktanya hingga sekarang ini (20 tahun setelah kasus pertama AIDS), 80% kasus AIDS baru di Amerika Serikat berjangkit pada pria gay, pecandu narkotika, dan pasangan seksual mereka.

B. Jenis-Jenis HIV Para ilmuwan berhasil mengungkap asal-usul virus HIV. Setengah dari garis keturunan virus human immunodeficiency atau HIV-1 disebut berasal dari hewan gorila di Kamerun yang mungkin terjadi akibat perburuan liar hingga akhirnya menginfeksi manusia. HIV-1 yang menyebabkan AIDS, terdiri dari empat kelompok, masing-masing berasal dari transmisi lintas-spesies dari kera ke manusia yang sebelumnya terpisah. Penelitian terbaru seputar asal-usul virus HIV dipublikasi dalam jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences. Menurut laporan Reuters, penelitian sebelumnya mengidentifikasi simpanse dari Kamerun bagian selatan sebagai sumber HIV-1 kelompok M. Virus ini telah menginfeksi lebih dari 40 juta orang di seluruh dunia yang memicu pandemi AIDS. Sementara itu, virus HIV-1 kelompok N diidentifikasi menginfeksi 20 juta orang. “Dengan demikian, baik simpanse dan gorila merupakan tempat bagi virus yang mampu melintasi penghalang terhadap spesies manusia dan menyebabkan wabah penyakit besar,” kata ahli virus Martine Peeters dari Lembaga Penelitian dan Pengembangan Universitas Montpellier di Perancis. Dalam penelitian ini, para ilmuwan memeriksa kotoran dari gorila yang berbeda-beda di kawasan Afrika Tengah, termasuk di daratan Barat yang rendah, goril di daratan rendah di timur dan gorila di kawasan gunung di Kamerun, Gabon, Kongo, serta Uganda. Hingga saat ini, kelompok lain dari virus HIV-1, yaitu kelompok O dan P, belum dikonfirmasi asal-usulnya. Meski belum diketahui asal-usulnya, HIV-1 kelompok O telah tersebar di Kamerun, Gabon, Nigeria, dan negara tetangga yang telah mengifeksi 100.000 orang. Sementara kelompok P sejauh ini diketahui

8

menginfeksi dua orang di Kamerun. Para peneliti berkata HIV-1 kelompok O muncul pada awal abad ke-20 dan kelompok P muncul beberapa tahun kemudian di abad itu. Jenis virus lain yang disebut HIV-2, terbatas penyebarannya di Afrika Barat. Ia dinilai kurang mudah menular dibandingkan HIV-1, perkembangannya juga lebih lambat untuk AIDS. HIV-2 diduga ditularkan dari monyet jenis mangabey di Afrika Barat.

I.

HIV-1 HIV-1 adalah jenis virus yang paling umum dan patogen. Para ilmuwan membagi HIV-1 menjadi kelompok besar (Grup M) dan beberapa kelompok kecil, yaitu Kelompok N, O dan mungkin kelompok P. Setiap kelompok diyakini mewakili transmisi independen SIV (Simian immunodeficiency virus) ke manusia. 1.

Grup M Dengan 'M' untuk "utama", sejauh ini adalah jenis HIV yang paling umum, dengan

lebih dari 90% kasus HIV / AIDS berasal dari infeksi dengan kelompok HIV-1 M. Virus HIV utama ini yang merupakan sumber -1960 virus pandemi (wabah global) berasal pada 1920-an di Léopoldville , Kongo Belgia , sekarang dikenal sebagai Kinshasa, yang sekarang menjadi ibu kota Republik Demokratik Kongo(DRC). Grup M dibagi lagi menjadi clases, yang disebut subtipe. a. Subtipe A adalah umum di Afrika Barat. b. Subtipe B adalah bentuk dominan di Eropa, Amerika, Jepang, dan Australia. Selain itu, subtipe B adalah bentuk paling umum di Timur Tengah dan Afrika Utara. Itu diekspor dari Afrika ketika para profesional Haiti mengunjungi Kinshasa pada 1960an dan membawanya ke Haiti pada 1964.

9

c. Subtipe C adalah bentuk dominan di Afrika Selatan, Afrika Timur, India, Nepal, dan bagian Cina. d. Subtipe D umumnya hanya terlihat di Afrika Timur dan Tengah. e. Subtipe E ditemukan di Asia Tenggara yang merupakan bentuk dominan untuk heteroseksual karena laju penularannya jauh lebih tinggi daripada kebanyakan subtipe lainnya. f. Subtipe F telah ditemukan di Afrika tengah, Amerika Selatan, dan Eropa Timur. g. Subtipe G (dan CRF02_AG) telah ditemukan di Afrika dan Eropa Tengah. h. Subtipe H terbatas di Afrika tengah. i. Subtipe I pada awalnya digunakan untuk menggambarkan suatu regangan yang sekarang diperhitungkan sebagai CRF04_cpx, dengan cpx untuk rekombinasi "kompleks" dari beberapa subtipe. j. Subtipe J terutama ditemukan di Afrika Utara, Tengah dan Barat, dan Karibia k. Subtipe K terbatas pada Republik Demokratik Kongo (DRC) dan Kamerun. Pergerakan spasial subtipe-subtipe ini bergerak di sepanjang jalur kereta api dan perairan Republik Demokratik Kongo (DRC) dari Kinshasa ke daerah-daerah lain ini. Subtipe ini kadang-kadang lebih lanjut dipecah menjadi sub-subtipe seperti A1 dan A2 atau F1 dan F2. Pada 2015, strain CRF19, rekombinan subtipe A, subtipe D dan subtipe G, dengan subtipe D protease , ditemukan sangat terkait dengan perkembangan yang cepat menjadi AIDS di Kuba . 2. Grup N 'N' adalah singkatan dari "non-M, non-O".Kelompok ini ditemukan oleh tim FrancoKamerunia pada tahun 1998, ketika mereka mengidentifikasi dan mengisolasi varian varian HIV-1, YBF380, dari seorang wanita Kamerun yang meninggal karena AIDS pada tahun 1995. Ketika diuji, varian YBF380 bereaksi dengan antigen amplop dari SIVcpz daripada dengan yang dari Grup M atau Grup O, menunjukkan itu memang jenis baru HIV-1. Pada 2015, kurang dari 20 infeksi Grup N telah tercatat.x 3. Grup O Kelompok O ("Pencilan") telah menginfeksi sekitar 100.000 orang yang berlokasi di Afrika Barat-Tengah dan biasanya tidak terlihat di luar daerah itu. Ini dilaporkan paling umum di Kamerun, di mana survei tahun 1997 menemukan bahwa sekitar 2% sampel HIV-positif berasal dari Grup O. Kelompok ini menimbulkan kekhawatiran karena tidak dapat dideteksi oleh versi awal HIV. -1 test kit. Tes HIV yang lebih maju sekarang telah dikembangkan untuk mendeteksi Grup O dan Grup N.

10

4. Grup P Pada tahun 2009, urutan HIV yang baru dianalisis dilaporkan memiliki kemiripan yang lebih besar dengan virus imunodefisiensi simian yang baru-baru ini ditemukan pada gorila liar (SIVgor) dibandingkan dengan SIVs dari simpanse (SIVcpz). Virus telah diisolasi dari seorang wanita Kamerun yang tinggal di Perancis yang didiagnosis dengan infeksi HIV-1 pada tahun 2004. Para ilmuwan yang melaporkan urutan ini menempatkannya dalam kelompok P yang diusulkan "sambil menunggu identifikasi kasus manusia lebih lanjut".

II.

HIV-2 HIV-2 belum dikenal secara luas di luar Afrika.Kasus pertama di Amerika Serikat adalah pada tahun 1987. Banyak alat tes untuk HIV-1 juga akan mendeteksi HIV2. Pada 2010, ada 8 kelompok HIV-2 yang dikenal (A to H). Dari jumlah tersebut, hanya kelompok A dan B yang pandemi. Grup A ditemukan terutama di Afrika Barat, tetapi juga telah menyebar secara global ke Angola , Mozambik , Brasil , India , Eropa , dan AS . Meskipun ada HIV-2 secara global, Grup B terutama terbatas di Afrika Barat. Meskipun dalam kurungan relatif, HIV-2 harus dipertimbangkan pada semua pasien yang menunjukkan gejala HIV yang tidak hanya berasal dari Afrika Barat, tetapi juga siapa saja yang pernah memiliki transfer cairan tubuh dengan seseorang dari Afrika Barat (yaitu berbagi jarum, kontak seksual, dll.). HIV-2 terkait erat dengan endemik virus simian immunodeficiency pada mangabeys jelaga ( Cercocebus atys atys ) (SIVsmm), spesies monyet yang mendiami hutan Littoral Afrika Barat. Analisis filogenetik menunjukkan bahwa virus yang paling dekat hubungannya dengan dua jenis HIV-2 yang menyebar luas pada manusia (HIV-2 kelompok A dan B) adalah SIVsmm yang ditemukan di mangabeys jelaga di hutan Tai, di Pantai Gadingbarat. Ada enam kelompok HIV-2 tambahan yang diketahui, masing-masing ditemukan hanya dalam satu orang. Mereka semua tampaknya berasal dari transmisi independen dari mangabeys jelaga ke manusia. Kelompok C dan D telah ditemukan pada dua orang dari Liberia , kelompok E dan F telah ditemukan pada dua orang dari Sierra Leone , dan kelompok G dan H telah terdeteksi pada dua orang dari Pantai Gading . Masing-masing strain HIV-2 ini, di mana manusia mungkin merupakan inang buntu , paling erat terkait

11

dengan strain SIVsmm dari mangabeys jelaga yang tinggal di negara yang sama di mana infeksi manusia ditemukan. Diagnosis Diagnosis HIV-2 dapat dibuat ketika seorang pasien tidak memiliki gejala tetapi pekerjaan darah positif menunjukkan individu tersebut memiliki HIV. Multispot HIV-1 / HIV-2 Rapid Test saat ini merupakan satu-satunya metode yang disetujui FDA untuk membedakan antara kedua virus tersebut. Rekomendasi untuk skrining dan diagnosis HIV selalu menggunakan enzim immunoassay yang mendeteksi HIV-1, HIV-1 kelompok O, dan HIV-2. Ketika skrining kombinasi, jika tes positif diikuti oleh western-blot HIV-1 yang tidak pasti, tes tindak lanjut, seperti tes asam amino, harus dilakukan untuk membedakan infeksi mana yang hadir. Menurut NIH, diagnosis banding HIV-2 harus dipertimbangkan ketika seseorang adalah keturunan Afrika Barat atau telah melakukan kontak seksual atau berbagi jarum dengan orang tersebut. Afrika Barat berada pada risiko tertinggi karena merupakan asal mula virus. Evolusi HIV yang cepat dapat dikaitkan dengan tingginya tingkat mutasi yang dimilikinya. Selama tahap awal mutasi, evolusi tampak netral karena tidak adanya respons evolusi. Namun, ketika memeriksa virus pada beberapa individu yang berbeda, mutasi konvergen dapat ditemukan muncul dalam populasi virus ini secara independen. Evolusi HIV dalam inang memengaruhi faktor termasuk viral load set-point virus. Jika virus memiliki viral load set-point yang rendah, inang akan hidup lebih lama, dan ada kemungkinan lebih besar bahwa virus akan ditularkan ke individu lain.Jika virus memiliki viral load set-point yang tinggi, inang akan hidup untuk waktu yang lebih singkat dan ada kemungkinan lebih rendah bahwa virus akan ditularkan ke orang lain. HIV telah berevolusi untuk memaksimalkan jumlah infeksi pada inang lain, dan kecenderungan seleksi ini untuk jenis turunan menengah menunjukkan bahwa HIV mengalami seleksi yang stabil. Virus ini juga telah berevolusi menjadi lebih menular antar host. Ada tiga mekanisme berbeda yang memungkinkan HIV berevolusi pada tingkat populasi. Salah satunya termasuk pertempuran terus menerus untuk berevolusi dan mengatasi sistem kekebalan tubuh yang memperlambat evolusi HIV dan menggeser fokus virus ke tingkat populasi. Yang lain termasuk evolusi lambat dari viral load karena mutasi viral load menjadi netral di dalam inang. Mekanisme terakhir berfokus pada preferensi virus untuk mentransmisikan strain virus pendiri yang disimpan selama tahap awal infeksi. Preferensi

12

virus ini untuk mengirimkan salinan genom yang disimpannya menjelaskan mengapa HIV berkembang lebih cepat di dalam inang daripada di antara inang. Perbedaan HIV-1 dan HIV-2: 1. Transmisi Kedua jenis virus ini memiliki cara penularan yang sama, yakni melalui cairan tubuh yang mengandung virus (seperti darah, ASI, hubungan seksual). Seseorang akan lebih sulit tertular HIV tipe 2 dibandingkan dengan tipe 1. Menurut studi, HIV tipe 2 paling umum ditularkan melalui hubungan seksual heteroseksual. Namun, kemungkinan tertularnya 5-10 kali lebih rendah daripada HIV tipe1. Penularan dari ibu ke janin juga lebih rendah 20-30 kali pada HIV tipe 2. 2. Progresi Seseorang dengan infeksi HIV tipe 1 diperkirakan lebih mungkin berkembang hingga terkena AIDS. Di sisi lain, orang yang terinfeksi HIV tipe 2 mungkin terinfeksi tanpa terkena AIDS seumur hidupnya, dan jika berkembang menjadi AIDS umumnya dalam jangka waktu lebih lama. Selama perjalanan penyakit, infeksi HIV tipe 1 umumnya memiliki viral load lebih tinggi dari HIV tipe 2 (kurang lebih jutaan kopi/mL pada HIV tipe 1 dibandingkan 10.000 kopi/mL pada HIV tipe 2). Viral load adalah jumlah virus yang terdeteksi dalam darah. Selain itu, jumlah CD4 pada infeksi HIV tipe 1 umumnya lebih rendah daripada HIV tipe 2 selama progresi. Kedua pemeriksaan ini sering kali digunakan untuk memonitor perjalanan penyakit serta keberhasilan terapi. 3. Diagnosis dan terapi Akibat perbedaan genetik, tidak semua metode diagnosis dan terapi yang efektif untuk infeksi HIV tipe 1 memberikan hasil yang sama untuk infeksi HIV tipe 2. Bisa saja seseorang yang terinfeksi HIV tipe 2 serta menunjukkan gejala akan memberikan hasil HIV negatif saat diperiksa - jika pemeriksaannya untuk HIV tipe 1. Saat ini terdapat cara pemeriksaan untuk infeksi HIV tipe 2, namun mungkin tidak tersedia secara luas seperti pemeriksaan HIV tipe 1. Selain itu, pengobatan untuk HIV yang dikenal dengan antiretroviral tidak semuanya efektif untuk HIV tipe 2. Pemakaian non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor dan enfuvirtide yang efektif untuk HIV tipe 1, tidak memberikan hasil serupa pada infeksi HIV tipe 2. Walaupun merupakan virus yang sama, terdapat beberapa perbedaan pada HIV tipe 1 dan HIV tipe 2. Hingga saat ini, infeksi HIV (baik tipe 1 maupun 2) belum bisa

13

disembuhkan. Namun, dengan mengonsumsi obat secara rutin dapat mengurangi risiko menulari orang lain serta memperlambat progresi infeksi menjadi AIDS. HIV berkembang ke bentuk yang lebih ringan tetapi "jauh sekali" dari tidak lagi mematikan.

14

BAB III ISI A. SEJARAH 1.1 Aspek-Aspek Sejarah Penyebaran HIV 1. Kehamilan Sejarah/keturunan memungkinkan penyebaran HIV walau hanya sekitar 1-25%. Transmisi HIV dari ibu ke anak dapat terjadi melalui rahim (in utero) selama masa perinatal, yaitu minggu-minggu terakhir kehamilan dan saat persalinan. Tingkat penularan dari ibu ke anak selama kehamilan dan persalinan adalah sebesar 25%, namun, jika sang ibu memiliki akses terhadap terapi antiretrovirus dan melahirkan dengan cara bedah caesar, tingkat penularannya hanya sebesar 1%. Sejumlah faktor dapat memengaruhi risiko infeksi, terutama beban virus pada ibu saat persalinan (semakin tinggi beban virus, semakin tinggi risikonya). Menyusui meningkatkan risiko penularan sebesar 4%. Jika ibu hamil yang terpapar HIV-1, skrining dilakukan seperti biasa. Jika ada HIV-2, sejumlah obat ART perinatal dapat diberikan sebagai profilaksis untuk menurunkan risiko penularan dari ibu ke anak.Setelah anak lahir, rejimen profilaksis standar 6 minggu ini harus dimulai. ASI juga mengandung partikel HIV-2, oleh karena itu, menyusui sangat tidak dianjurkan. 2. Seks Bebas Sejarah menyebutkan bahwa kembali para buruh-buruh pria di Kinshasa (mereka terinfeksi virus HIV akibat berburuh primata seperti monyet, gorila dan sejenisnya dan tertular oleh darhnya maupun hubungan seksual oleh simpanse) yang menyebabkan populasi pria dan wanita mengalami perbandingan 2:1. Hal ini menyebabkan maraknya perdagangan seksual. Dengan adanya akses kereta api pada saat itu kemudahan berpindah tempat menyebabkan sekitar 1 juta orang terinfeksi HIV. Dan hal ini terus berlanjut sampai tersebar keseluruh dunia. 3. Kontak Darah Darah bisa menjadi jembatan penyebarah HIV karena peneAda beberapa faktor yang membuat penyebaran virus HIV semakin efektif yaitu dengan penggunaan jarum suntik yang tidak steril dan tranfusi darah bekas penderita HIV. Hal ini disebabkan karena krisis sehingga banyak tenaga kesehatan yang menggunakan kembali jarum suntik bekas.

15

4. Homoseksual Di Amerika Serikat pada tahun 1981 ditemukan 5 orang homoseksual di New York dan Los Angels yang teridentifikasi penyakit yang sama. Lalu penyakit ini ditularkan dengan penggunaan jarum suntik bekas penderita dan tranfusi darah oleh penderita dan lain sebagainya. Hal ini menyebar dari orang ke orang sampai keseluruh dunia.

B. BUDAYA 1.1 Dimensi Budaya dan Penyebaran PENYAKIT HIV/AIDS Menurut Berger, realitas itu tidak dibentuk secara ilmiah, tidak juga sesuatu yang diturunkan oleh Tuhan. Tetapi sebaliknya, ia dibentuk dan dikonstruksi. Dengan pemahaman semacam ini, realitas berwajah ganda/plural. Setiap orang bisa mempunyai konstruksi yang berbeda-beda atas suatu realitas. Setiap orang yang mempunyai pengalaman, preferensi, pendidikan tertentu, dan lingkungan pergaulan atau sosial tertentu akan menafsirkan realitas sosial itu dengan konstruksinya masing-masing. Konstruksi sosial tersebutlah yang nantinya akan menjadi kebudayaan pada masing-masing masyarakat. Sistem nilai budaya akan berfungsi sebagai pedoman dan juga sebagai pendorong kelakuan manusia dalam hidup, sehingga berfungsi sebagai suatu sistem tata kelakuan. Pedoman-pedoman yang dibuat tersebut dijadikan sebagai norma-norma dalam masyarakat tersebut dan telah disepakati bersama setiap anggotanya. a. Budaya Patriarkat Masyarakat Karo Patriarkat adalah sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai sosok otoritas utama yang sentral dalam organisasi sosial. Pada budaya masyarakat Batak Karo mereka menganut sistem patriarkat, yang mana menempatkan laki-laki sebagai sosok otoritas utama pada kelompok sosial dan selalu sebagai pengambil keputusan. Laki-laki dianggap sebagai “pemilik sumber daya” yang dilegitimasi oleh budaya dan nilai-nilai patriarkat. Sistem ini juga bertujuan sebagai pembagian kekuasaan agar setiap ada kegiatan dapat berjaalan denga baik dan tidak tumpang tindih dengan adanya pencampuran pembagian kekuasaan antara laki-laki dan perempuan, dan pada rumah tangga sendiri.

16

Menurut hasil penelitian yang didapatkan adalah laki-laki masyarakat Karo memiliki peran yang besar dalam mengendalikan keadaan rumah tangga, baik dalam hal keuangan rumah tangga, pengambilan keputusan, saat bekerja di ladang, laki-laki memiliki peran yang yang sangat dominan terhadap perempuan sehingga ruang bergerak perempuan menjadi sempit dan segala sesuatunya harus berdasarkan keputusan suami. Melihat perilaku laki-laki yang memanfaatkan perannya tersebut, menimbulkan kekerasan seksual dan penekanan mental terhadap si istri. Hal tersebut disebut dengan Marital Rape. Praktek dominasi ini juga pernah dijelaskan oleh Mave Cormack dan Stathern (1990) sebagaimana dikutip oleh Keumalahati, ia menjelaskan terbentuknya dominasi laki-laki atas perempuan ditinjau dari teori nature and culture. Dalam proses transformasi dari nature ke culture sering terjadi penaklukan. Laki-laki sebagai culture mempunyai wewenang menaklukan dan memaksakan kehendak kepada perempuan (nature). Secara kultural laki-laki ditempatkan pada posisi lebih tinggi dari perempuan, karena itu memiliki legitimasi untuk menaklukan dan memaksa perempuan. Dari dua teori ini menunjukkan gambaran aspek sosiokultural telah membentuk social structure yang kondusif bagi dominasi laki-laki atas perempuan, sehingga mempengaruhi prilaku individu dalam kehidupan berkeluarga. Akibat dari adanya perilaku marital rape ini memunculkan teori Feminisme Radikal. Sifat patriarkat dalam masyarakat dan ketentuan hukum merupakan penyebab ketidakadilan,

dominasi

dan

subordinasi

terhadap

wanita,

sehingga

sebagai

konsekuensinya adalah tuntutan terhadap kesederajatan gender. Pada feminisme radikal ini melihat ketika tubuh perempuan merupakan objek utama penindasan oleh kekuasaan laki-laki. Oleh karena itu, feminisme radikal mempermasalahkan antara lain tubuh serta hak-hak reproduksi, seksualitas (termasuk lesbianisme), seksisme, relasi kuasa perempuan dan laki-laki, dan dikotomi privat-publik. Melihat dari setiap contoh perilaku yang dilakukan para laki-laki tersebut dan dihubungkan dengan penyakit HIV/AIDS adalah perilaku laki-laki yang bertindak sesuka hati dengan kekuasaan yang dimilikinya, membuka peluang untuk mereka mendapatkan kepuasaan seksual dari Perempuan Seks Komersil (PSK) di tempat lokalisasi. Setelah laki-laki mendapatkan kepuasan di lokalisasi tersebut dan membawanya ke rumah dan secara tidak langsung akan menularkan kepada istrinya. Perempuan yang sebenarnya mengetahui perilaku laki-laki yang tidak adil tersebut, tidak dapat berbuat banyak karena budaya sistem patriarkat tersebut, yang mengharuskan mereka tunduk pada peraturan laki-laki dan memikirkan dampak-dampak sosial yang harus perempuan terima apabila

17

melawan laki-laki, dimana perempuan sebagai pihak yang lemah dari budaya tersebut keberadaanya semakin dikucilkan lagi dalam suatu tatanan budaya. Selanjutnya lagi perempuan semakin tidak berani mengusulkan untuk memeriksa keadaan kesehatan seksual pasangannya dan semakin sulit untuk membicarakan masalah seks dengan pasangannya. b.

Budaya Rebu Menurut dari hasil wawancara dengan informan, menyatakan bahwa dalam masyarakat Karo, pengetahuan mengenai pendidikan seksual masih sangat minim, hal ini disebabkan karena tabu membicarakan permasalahan perilaku seksual dalam keluarga, meskipun hal yang dibicarakan masih dalam konteks pendidikan bukan untuk yang vulgar. Menurutnya membicarakan tentang perilaku seksual bukan sesuatu yang diceritakan secara terbuka di dalam keluarga karena dianggap hal tersebut merupakan permasalahan intim pribadi seseorang. Hal yang dilakukan untuk mencegah adanya khilaf dalam perilaku seks bebas dalam keluarga, maka dibuatlah adat rebu yang gunanya untuk bisa menghormati orangorang yang seharusnya di hormati. Rebu artinya pantangan, dilarang, tidak boleh, tidak dibenarkan melakukan sesuatu menurut adat Karo. Siapa yang melanggar, dianggap tidak tahu adat, dan dahulu dicemooh oleh masyarakat. Rebu ini terjadi apabila sebuah perkawinan telah selesai dilaksanakan, sehingga ada orang-orang tertentu oleh adat dilarang berkomunikasi secara langsung dan harus menggunakan orang lain sebagai perantara komunikasi dalam pasangan rebu teersebut. Rebu ini sebagai tanda adanya batas kebebasan diri, melalui perilaku seperti ini mengingatkan orang dan sadar akan prinsip sosial dalam cara hidup berkerabat, maka melalui rebu orang akan mampu mengkontrol perbuatannya sendiri. Rebu menimbulkan mehangke (enggan), dari enggan menimbulkan rasa hormat dan rasa hormat menimbulkan sopan santun. Masyarakat Karo sendiri tidak merasa sangat terganggu dengan adanya budaya rebu tersebut, karena sudah menjadi kebiasaan yang telah berakar sejak dulu dan telah dibangun rasa segan untuk berinteraksi secara langsung dengan pasangan rebunya. Pada tingkatan tertentu penerapan rebu memiliki beberapa kendala yaitu menimbulkan jarak di dalam suatu keluarga, sehingga akan menimbulkan sikap pembiaran antara pasangan rebu tersebut. Tujuan awal dari budaya rebu tersebut yang menghindari perilaku seks bebas sebagai kontrol sosial yang ada dalam masyarakat Karo, malah menimbulkan jarak dan akhirnya menimbulkan pembiaran di dalam lingkungan keluarga sendiri.

18

Akibat dari sikap pembiaran tersebut mengakibatkan pencegahan perilaku seks bebas menjadi terhambat dan lemah dalam ruang lingkup keluarga. Pada zaman sekarang ini, membicarakan pendidikan seksual seharusnya bukan menjadi hal yang malu untuk dibicarakan secara terbuka. Memberikan pendidikan seksual diharapkan dapat membimbing serta mengasuh seseorang agar mengerti tentang arti, fungsi, dan tujuan seks sehingga ia dapat menyalurkan secara baik, benar, dan legal, dan dampak apa yang akan terjadi apabila melakukan hubungan seks yang bebas. Jika dari keluarga tidak memberikan kontrol yang kuat sebagai agen sosialisasi primer, dan

mendapat

informasi

dari

lingkungan

luar

dapat

mengakibatkan

salah

menginterpretasikan informasi yang diterima tersebut. Dalam hal HIV/AIDS, penularan virus menjadi hal yang menarik untuk dibahas terkait dengan aspek sosial-budaya masyarakat Indonesia. Virus HIV hanya bisa menular lewat darah, sperma, cairan vagina dan ASI melalui jarum suntik, hubungan penetrasi seksual tanpa proteksi, serta dari ibu ke anak pada masa kehamilan, melahirkan dan menyusui. Untuk setiap cara penularan, ada spektrum risiko yang menjelaskan apakah suatu jenis perilaku lebih berisiko dari perilaku yang lain. Misalnya, penetrasi seksual anal lebih berisiko tinggi ketimbang vaginal mengingat risiko gesekan yang menimbulkan luka lebih tinggi karena tidak adanya cairan lubrikan alami sehingga virus pun lebih mudah masuk. Begitu pula halnya dengan pelaku penetrasi. Mereka yang dipenetrasi berisiko lebih tinggi tertular virus ketimbang mereka yang melakukan penetrasi. Akibatnya, praktek seksual anal yang dilakukan baik oleh pasangan homoseksual maupun heteroseksual tanpa proteksi lebih rawan terkena virus HIV ketimbang laki-laki yang berhubungan seksual dengan wanita dengan cara penetrasi. Selain itu, wanita jelas lebih rentan terkena virus HIV ketimbang laki-laki mengingat fungsi organnya yang “didesain” untuk menerima sperma. Dengan mengutarakan pandangannya mengenai HIV/AIDS sebagai penyakit yang hanya diderita oleh mereka yang menurutnya berperilaku tidak sehat, seperti pengguna obatobatan dengan jarum suntik serta pelaku “seks bebas”, Wirianingsih memberi stigma tidak hanya pada virus itu sendiri namun juga mereka yang hidup dengan HIV. Selain memberi stigma, ia menunjukkan bahwa mereka yang dianggap berperilaku “menyimpang” sepatutnya mendapat hukuman dengan tidak memberikan akses obat gratis yang dapat menjamin kesehatan .Pertama, ia mungkin lupa bahwa kesehatan adalah hak semua orang, dan negara

19

yang menjamin kesejahteraan warga negaranya tidak dapat mendiskriminasikan seorang warga negara berdasarkan apa yang dianggapnya sebagai perilaku menyimpang. Kedua, ia mungkin tidak memikirkan skenario penularan HIV lainnya. Bagaimana dengan para istri yang mendapat virus HIV dari suami mereka yang melakukan hubungan seks tanpa proteksi di luar pernikahan atau suami mereka yang mantan pengguna obat-obatan dengan jarum suntik? Bagaimana dengan perawat yang tertular saat menjalankan tugas? Atau anak-anak yang terlahir dari ibu-ibu yang terinfeksi HIV tanpa tahu status mereka serta tidak sempat melakukan tindakan pencegahan terkait biaya dan tidak adanya akses ARV? Apakah mereka merupakan pelaku perbuatan menyimpang? Sehingga kemudian layak mendapatkan hukuman? Ketiga, bisa jadi Seseorang lupa bahwa perubahan adalah hal yang konstan. Bila seseorang merupakan pengguna obat-obatan dengan jarum suntik (penasun) saat ini, tidak berarti bahwa ke depannya ia akan terus menjadi penasun. Mereka yang sembuh dari kecanduan justru mampu membawa perubahan serta menjangkau kelompok penasun dengan tingkat kesuksesan tinggi. Sejak saat itu pendekatan perawatan kesehatan terkait HIV/AIDS sudah menjauh dari wacana moral, dosa atau tidak dosa, menyimpang atau tidak menyimpang. Yang menjadi fokus penyedia layanan kesehatan di kebanyakan negara adalah bagaimana memberikan akses kesehatan yang berkualitas tanpa mendiskriminasi penerima layanan tersebut. Sudah saatnya kita menyadari bahwa HIV hanyalah virus yang bisa diobati dan dicegah, bukan untuk dimaknai sebagai virus pendosa.

C. SOSIAL (Djoerban, 1999) jurnalis dari media baik media cetak maupun elektronikdalam peliputan me ngenai ODHA dan halhal yang terkaitan dengan HIV / AIDSadakalanya tidak empati dan jauh dari nilainilai humanisme antara lain : I.

Diskriminasi, memperlakukan orang secara berbedabeda dan tanpa alasanyang tidak relevan, misalnya diskriminasiterhadap ras, gender, a gama danpolitik. Dalam kasus pemberitaan HIV / AIDS, media sering melakukanpem bedaan atas seseorang menurut kehendaknya sendiri. Misalnya orang ahat (ODHA) versus orang baikbaik. Orang bermoral versus orang tidakbermoral, perempuan pekerja seks versus ora ng baik.2.

20

II.

Kekerasan Pada kasus pemberitaan terhadap seorang pekerja seks misalnya,media mel akukan kekerasan karena telah mengekspose seorang pekerjaseks tanpa meminta ijin. Akibatnya ia dikucilkan hidupnya setelahpemberitaan tersebut. III. Stigmatisasi Proses pelabelan (stereotip) yang dilakukan pada orang lain inisering dila kukan oleh media ketika memberitakan tentang pekerja seks danHIV / AIDS. Misalny a pekerja seks adalah orang tidak baik sebagaipenyebar HIV/AIDS, untuk itu mereka harus dijauhi. IV. Sensasional Dalam pemberitaan HIV / AIDS, seringkali judul beritamenampilkan ses uatu yang sangat bombastis, tidak sesuai dengan realita sebenarnya. Adanya stigma dan diskriminasi akan berdampak pada tatanan sosialmasyarakat. Pend erita HIV dan AIDS dapat kehilangan kasih sayang dankehangatan pergaulan sosial. Sebagia n akan kehilangan pekerjaan dan sumberpenghasilan yang pada akhirnya menimbulkan keraw anan sosial. Sebagaianmengalami keretakan rumah tangga sampai perceraian. Jumlah anak ya tim danpiatu akan bertambah yang akan menimbulkan masalah tersendiri. Oleh sebabitu keter bukaan dan hilangnya stigma dan diskriminasi sangat perlu mendapatperhatian dimasa menda tang. Fenomena orang-orang HIV positif masih dianggap sebagai sesuatu yang asing tapi menarik bagi kebanyakan masyarakat. Kita sering dengar bahwa orang dengan HIV/AIDS menghadapi banyak masalah sosial. Diperlakukan berbeda oleh orang lain. Dalam pergaulan dikucilkan oleh teman-teman orang HIV+ susah menjembatani diri dengan orang lain. Takut untuk membagi pengalamannya, bahkan untuk menyatakan bahwa dirinya sakit dan perlu pertolongan kepada orang lain. Ia senantiasa khawatir akan reaksi dn penerimaan orang lain atas dirinya. Sebaliknya, orang lain pun menjaga jarak. Lebih dari itu, mereka membuat pagar. Orang HIV+ menyebabkan keresahan. Baik dalam kelompok kecil, maupun dalam skala yang amat besar. Hidup dengan HIV/AIDS memang pada kenyataannya sulit dan menyedihkan. Menerima kenyataan bahwa kita mengidap suatu virus yang tak bisa disembuhkan bukan hal bisa dianggap biasa-biasa saja, terutama secara psikologis. Selain itu, ODHA seringkali harus menutup-nutupi status HIV jika mau aman. Ada resiko dikriminasi dilingkungan di tempat kerja, dalam mendapatkan pelayanan, bahkan dirumah dan ditempat perawatan kesehatan. Belum lagi pandangan masyarakat yang merendahkan dan penuh ketakutan yang masih kuat disekeliling ODHA. Selain itu, ingin menjaga kesehatan fisikpun sulit. Obat-obatan tidak tersedia ataupun tidak terjangkau harganya, fasilitas tes kesehatan dan perawatan minim dan terbatas, kesediaan dan kemampuan para tenaga kesehatan dan perawatan juga minim dan terbatas, dan jaminan kerahasiaan yang meragukan adalah beberapa contonya. Bebarapa dampak sosial dari epidemi HIV/AIDS antara lain adalah : • Menurunnya produktivitas masyarakat Menurunnya produtivitas masyarakat salah satu masalah sosia yang dihadapi ODHA adalah menurunnya produtivitas mereka. Daya tahan tubuh yang melemah, dan angka harapan hidup yang menurun, membuat daya produktivitas ODHA tidak lagi sama seperti orang pada umumnya. Hal ini menyebabkan kebanyakan dari mereka kehilangan kesempatan kerja ataupun pekerjaan tetapnya semula. Hal ini juga berpengaruh terhadap permasalahan dalam aspek ekonomi yang mereka hadapi. • Mengganggu terhadap program pengentasan kemiskinan

21

Berkaitan dengan point yang pertama, ketika ODHA mengalami penurunn produktivitas, mereka akan kehilangan pekerjaan mereka dan mulai menggantungkan hidupnya kepada keluarganya ataupun orang lain. Tanpa disadari hal ini akan mengganggu terhadap program pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan. • Meningkatnya angka pengangguran Meningkatnya angka pengangguran ini juga merupakan salah satu dampak sosial yang ditimbulkan HIV/AIDS. Daya tahan tubuh yang melemah, antibody yang rentan dan ketergantungan kepada obat membuat ODHA merasa di diskriminasi dalam hal pekerjaan, sehingga mereka susah utnuk mencari pekerjaan yang sesuai. • Mempengaruhi pola hubungan sosial dimasyarakat Pola hubungan sosial di masyarakat akan berubah ketika masyarakat memberikan stigma negatif kepada ODHA dan mulai mengucilkan ODHA. Hal ini bukan saja terjasi pada diri ODHA namun berdampak juga pada keluarga ODHA yang terkadang ikut dikucilkan oleh masyarakat sekitar. • Meningkatkan kesenjangan pendapatan/kesenjangan sosial Kesenjangan sosial dapat terjadi ketika masyarakat disekitar tempat ODHA tinggal mulai memperlakukan beda atau mendiskriminasi, memberi stigma negatif dan mengkucilkan ODHA. • Munculnya reaksi negatif dalam bentuk ; Deportasi, stigmatisasi, diskriminasi, dan isolasi, tindakan kekerasan terhadap para pengidap HIV dam penderita AIDS.

D. Ekonomi Permasalahan HIV/AIDS Dari Aspek Ekonomi Dampak HIV dan AIDS di bidang ekonomi dapat dilihat dari 2 sisi yaitu dampak secara langsung dan secara tidak langsung. Dampak ini dimulai dari tingkat individu, keluarga, masyarakat dan akhirnya pada negara dan mungkin dunia. 

Dampak Ekonomi secara Langsung

Epidemi HIV dan AIDS akan menimbulkan biaya tinggi, baik pada pihak penderita maupun pihak rumah sakit. Hal ini dikarenakan obat penyembuh yang belum ditemukan. Sehingga biaya harus terus dikeluarkan hanya untuk perawatan dan memperpanjang usia penderita. Di lain pihak, penelitian harus terus menerus dilakukan dan biaya lainnya sangat dibutuhkan seperti biaya untuk upaya-upaya pencegahan.

22



Dampak Ekonomi secara tidak Langsung

Sumber daya alam yang besar menjadi kurang mampu dikelola oleh sumber daya manusia baik sebagai tenaga kerja maupun sebagai konsumen potensial akibat terganggunya kesehatan mereka. Hal ini tentu akan mengakibatkan menurunnya produksi dari berbagai investasi. HIV dan AIDS memperlambat pertumbuhan ekonomi dengan menghancurkan jumlah manusia dengan kemampuan produksi (human capital). Tanpa nutrisi yang baik, fasilitas kesehatan dan obat yang ada di negara-negara berkembang, orang di negara-negara tersebut menjadi korban AIDS. Mereka tidak hanya tidak dapat bekerja, tetapi juga akan membutuhkan fasilitas kesehatan yang memadai. Ramalan bahwa hal ini akan menyebabkan runtuhnya ekonomi dan hubungan di daerah. Pada tingkat rumah tangga, AIDS menyebabkan hilangnya pendapatan dan meningkatkan pengeluaran kesehatan oleh suatu rumah tangga. Berkurangnya pendapatan menyebabkan berkurangnya pengeluaran, dan terdapat juga efek pengalihan dari pengeluaran pendidikan menuju pengeluaran kesehatan dan penguburan. Penelitian di Pantai Gading menunjukkan bahwa rumah tanggal dengan pasien HIV/AIDS mengeluarkan biaya dua kali lebih banyak untuk perawatan medis daripada untuk pengeluaran rumah tangga lainnya.

E. Gaya Hidup Maraknya pelacur anak baru gede (ABG), Merebaknya gaya hidup remaja putri (ABG) yang melakukan hubungan seks pranikah seperti yang sering diberitakan di media massa merupakan fenomena yang cukup memprihatinkan. Seperti yang pemah dimuat oleh harlan Republika (25 April 1999), bahwa di Purwakarta terdapat sekelompok remaja putri dari sekolah menengah yang menjadi pelayan seks, dengan motif tidak hanya sekedar mencari uang tetapi juga untuk mengikuti tren dan pemuas libido. Maraknya anak remaja yang menjadi pelacur juga ditemukan di Surabaya (Rustamaji, 1999: Ill). Padahal, penelitian Suryadi (1998) menunjukkan bahwa penyakit menular seksual (PMS) di kalangan pekerja seksual komersial (PSK) cukup tinggi. Munculnya fenomena pelacur usia muda ini dapat memberikan penjelasan mengenai adanya kasus HIV-AIDS di kalangan anak usia 15-19 tahun. Selain resiko tertular HIV-AIDS melalui hubungan seksual, para ABG ini juga sangat rentan terhadap penularan HIV-AIDS melalui jarum suntik. Perilaku dan gaya hidup ABG ini dekat sekali dengan penggunaan obat-obatan terlarang (napza) seperti ineks, sabu-sabu, putaw, ganja dan ekstasi. Kalau mereka lagi ketagihan umumnya mereka melakukan pesta bersama-sama teman-temannya, bahkan kadang-kadang dengan si pelanggan. Penggunaan

23

jarum suntik dalam mengkonsumsi obat-obatan terlarang ini yang dikhawatirkan akan cepat membawa mereka untuk mendapatkan HIV-AIDS. Fenomena ini tidak menutup kemungkinan bagi mereka untuk terpaparHIV-AIDS dan nampaknya hal ini akan menambah deretan jumlah perempuan terinfeksi HIV-AIDS. Fenomena kehidupan homoseksual dan biseksual . Perilaku seksual kelompok homo cenderung rentan untuk terpapar virus HIV-AIDS karena hubungan seks mereka biasanya dilakukan melalui dubur. Hubungan seksual melalui dubur lebih beresiko terjadi luka kecil karena penetrasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan seksual melalui dubur berpotensi mengakibatkan luka 10 kali lipat lebih besar dibandingkan dengan hubungan seks antara pria-wanita. Gesekan yang terjadi di anus akan cepat melecetkan epitelnya, sebab tipis dan tidak elastis. Luka pada anus tersebut sangat memudahkan untuk terjadinya penularan HIV-AIDS. Penelitian yang dilakukan oleh Yayasan Citra Usadha Bali menunjukkan bahwa pada tahun 1995, dari sejumlah homoseksual dan biseksual dalam programjangkauan (outreach), 10,9% di antaranya terkena virus HIV-AIDS. Mobilitas Penduduk Letak geografis Indonesia yang strategis baik untuk perdagangan maupun pariwisata, merupakan faktor yang juga mempercepat peningkatan jumlah penduduk yang terinfeksi HIV-AIDS. Indonesia semakin menarik tidak hanya bagi wisatawan asing (mancanegara), melainkanjuga merangsang terjadinya transaksi-transaksi obat bius (narkotik) yang sifatnya berskala intemasional. Dalam kasus-kasus tertentu, meningkatnya wisatawan atau pekerja asing yang masuk ke Indonesia telah mengakibatkan penduduk sangat rentan terhadap infeksi HIV-AIDS. Sebagai contoh bisa disebutkan bahwa banyaknya nelayannelayan Thailand yang berlabuh di Merauke, Papua telah mengakibatkan banyak di antara pekerja seksual (PSK) di daerah tersebut yang terjangkit HIV-AIDS. Di samping itu, ada pula wisatawan asing yang di negara asalnya telah mengidap penyakitAIDS sengaja datang ke Indonesia untuk menghabiskan sisa hidupnya Daerah yang paling banyak mereka kunjungi adalah Pulau Bali. Ada anggapan di kalangan penderita AIDS di luar negeri sebelum meninggal harus terlebih dahulu berkunjung ke Bali. Selama mereka liburan tentunya tidak menutup kemungkinan mereka melakukan hubungan seksual dengan PSK setempat yang selanjutnya akan berdampak terhadap meningkatnya jumlah penduduk yang positifterinfeksi HIV. Dari studi yang dilakukan oleh PPK-LIPI di Surabaya dan Bali juga dapat diketahui adanya kaitan antara mobilitas penduduk dan penyebaran infeksi HIV-AIDS. Mobilitas

24

penduduk ini meliputi migrasi internal, khususnya perpindahan dari desa ke kota untuk alasan ekonomi, dan migrasi intemasional, seperti banyaknya TKI yang pergi dan pulang (return migration). Peristiwa migrasi ini bisa menyebabkan migran terpapar dengan kondisi yang menyebabkan terjadinya penularan penyakit. Peningkatan dan penyebaran HIV-AIDS juga terkait dengan semakin meningkatnya praktek trafficking, terutama di wilayah perbatasan seperti Kota Batam dan Kabupaten Sanggau di Provinsi Kalimantan Barat. Besarnya minat wisatawan dari negara tetangga untuk mencari hiburan malam telah mengakibatkan naiknya permintaan gadis-gadis belia sebagai pekerja seks di pub, karaoke, restoran dan hotel di wilayah perbatasan seperti Kota Batam dan Entikong Kabupaten Sanggau. Tidak semua gadis-gadis muda belia ini mengetahui bahwa dirinya akan dipekerjakan sebagai pekerja seks karena umumnya mereka direkrut untuk bekerja di restoran atau pabrik dengan gaji yang tinggi. Setelah dipekerjakan sebagai pekerja seks para gad is sangat terpapar dengan penularan IMS termasuk HIV-AIDS. Data yang dihimpun oleh sebuah LSM yang berkedudukan di Kota Pontianak dan data dari sebuah rumah sakit swasta di Kota Batam menunjukkan meningkatnya kasus IMS termasuk HIV-AIDS di kalangan para tenaga kerja wanita tersebut.

25

BAB IV PENUTUP

a. Kesimpulan Berdasarkan materi yang sudah di bahas dalam bab bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa banyak teori teori yang mengungkap awal mula terjadinya penularan virus hiv aids namun memang belum ada pengobatan yang berhasil membasmi virus tersebut. Teori yang di maksud yaitu 1. Teori seks bebas di kinshasa tahun 1920 2. Teori Green Monkey 3. Teori Konspirasi AIDS 4. Eksperimen Hepatitis B Pra-AIDS kepada Pria Gay (1978-1981) Selain teorinya yang banyak dalam menjelaskan asal mulanya, hiv aids juga memiliki jenis jenis yang beragam pula, seperti hiv-1 dan hiv-2. Dari masing masing hiv-1 dan hiv-2 juga terbagi tingkatan tingkatan gejala virus hiv yang sudah menjalar di dalam tubuh manusia. Hiv 1 dan 2 memiliki perbedaan dari segi transmisi, progresi, dan diagnosis dan terapi. Hiv tidak akan tersebar jika tidak ada penularannya. Aspek aspek penularan hiv aids dapat terjadi karena budaya yang berlaku di suatu daerah. Seperti seks bebas dan homoseksual. Penularannya juga terjadi saat transfusi darah, ibu hamil, dan ibu menyusui

26

DAFTAR PUSTAKA https://www.google.co.id/amp/s/m.klikdokter.com/amp/3621235/kenali-4-perbedaan-hivdan-hiv-tipe-2 https://en.m.wikipedia.org/wiki/Subtypes_of_HIV https://kmpa.fkunud.com/mengenal-tipe-grup-dan-subtipe-hiv/ https://id.m.wikipedia.org/wiki/HIV https://id.m.wikipedia.org/wiki/AIDS https://m.cnnindonesia.com/teknologi/20150304104829-199-36566/asal-usul-virus-hivmulai-terungkap https://www.anehdidunia.com/2014/12/teori-asal-mula-penyakit-virus-hiv-aids.html?m=1 https://www.google.co.id/amp/s/m.liputan6.com/amp/2113873/ilmuwan-kuak-asal-usulhivaids-seks-bebas-di-kinshasa-1920-an https://www.academia.edu/28800962/HIV_AIDS_DARI_ASPEK_SOSIAL_EKONOMI_POLITIK_ DAN_BUDAYA http://ejurnal.kependudukan.lipi.go.id/index.php/jki/article/download/170/202 https://jurnal.usu.ac.id/index.php/persos/article/download/11401/4924 https://www.academia.edu/28800962/HIV_AIDS_DARI_ASPEK_SOSIAL_EKONOMI_POLITIK_ DAN_BUDAYA

Related Documents

Makalah
June 2020 40
Makalah
July 2020 39
Makalah
October 2019 94
Makalah
July 2020 62
Makalah
November 2019 85
Makalah
October 2019 95

More Documents from ""

Makalah Hiv.docx
October 2019 17
Lat_pas_kls 11.docx
October 2019 24
Asian Games.docx
October 2019 25
Tarot Africano.pdf
June 2020 5
Grit.pdf
October 2019 28
Kimia-teori Asam Basa.pptx
December 2019 22