Makalah Hiv Aids.docx

  • Uploaded by: DIA dia afriza
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Hiv Aids.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,513
  • Pages: 21
BAB 1 PENDAHUALUAN

A. Latar Belakang Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi atau sindrom yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV. Virusnya Human Immunodeficiency Virus HIV yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena tumor. Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan virus, namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan. HIV umumnya ditularkan melalui kontak langsung antara lapisan kulit dalam (membran mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh yang mengandung HIV, seperti darah, air mani, cairan vagina, cairan preseminal, dan air susu ibu. Penularan dapat terjadi melalui hubungan intim (vaginal, anal, ataupun oral), transfusi darah, jarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin, atau menyusui, serta bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan tubuh tersebut. Penyakit AIDS ini telah menyebar ke berbagai negara di dunia. Bahkan menurut UNAIDS dan WHO memperkirakan bahwa AIDS telah membunuh lebih dari 25 juta jiwa sejak pertama kali diakui tahun 1981, dan ini membuat AIDS sebagai salah satu epidemik paling menghancurkan pada sejarah. Meskipun baru saja, akses perawatan antiretrovirus bertambah baik di banyak region di dunia, epidemik AIDS diklaim bahwa diperkirakan 2,8 juta (antara 2,4 dan 3,3 juta) hidup pada tahun 2005 dan lebih dari setengah juta (570.000) merupakan anak-anak. Secara global, antara 33,4 dan 46 juta orang kini hidup dengan HIV.

1

B. Tujuan 1) Tujuan umum Agar mampu melakukan pencegahan HIV/AIDS 2) Tujuan khusus a. Mengetahui pengertian dari HIV/AIDS b. Mengetahui penyebab HIV/AIDS c. Mengetahui tanda dan gejala HIV AIDS d. Mengetahui patofisiologi HIV/AIDS e. Mengetahui peran sistem imun HIV/AIDS f. Mengetahui deteksi dan pencegahan HIV/AIDS g. Mengetahui penatalaksanaan dan terapi komplementer

C. Manfaat 1) Bagi perawat Memberikan serangkain kondisi untuk mengevalusai mutu asuhan keperawatan dan juga merupakan alat pengukur mutu penampilan kerja perawat yang sangant diperlukan sebagai umpan balik dalam meningkatkan penampilan kerja perawat. 2) Bagi intansi pelayanan keperawatan Pelayanan keperawatan sangat penting dalam perencanaan pola ketenangan, program pengembangan staf dan mengidentifikasi isi dari program pelatihan. 3) Bagi intansi pendidikan Standar sangan membantu pendidikan keperawatan dalam merencanakan kurikulum.

4) Bagi masyarakat Perawat dapat menggunakan standar untuk mengkomunikasikan inti asuhan keperawatan pada konsumen dan profesi kesehatan yang lain.

2

BAB II PEMBAHASAN

A. DEFINISI Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi atau sindrom yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV. Pengertian HIV AIDS menurut beberapa ahli antara lain: 1.

HIV (human immunodeficiency virus) adalah retrovirus yang mempunyai

kemampuan menggunakan RNA nya dan DNA penjamu untuk membentuk virus DNA yang dikenali selama periode inkubasi yang panjang HIV menyebabkan kerusakan sistem imun dan menghancurkannya 2.

AIDS ( acqiired immune deficiency syndrome) adalah suatu kumpulan kondisi

klinis tertentu yang merupakan hasil akhir dari infeksi oleh HIV yang disebabkan oleh penurunan respon imunitas tubuh. (Sylvia, 2005)

B. ETIOLOGI Penyebab AIDS adalah sejenis virus yang tergolong Retrovirus yang disebut Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus ini pertama kali diisolasi oleh Montagnier dan kawan-kawan di Prancis pada tahun 1983 dengan nama Lymphadenopathy Associated Virus (LAV), sedangkan Gallo di Amerika Serikat pada tahun 1984 mengisolasi (HIV) III. Kemudian atas kesepakatan internasional pada tahun 1986 nama virus dirubah menjadi HIV. Human Immunodeficiency Virus adalah sejenis Retrovirus RNA. Dalam bentuknya yang asli merupakan partikel yang inert, tidak dapat berkembang atau melukai sampai ia masuk ke sel target. Sel target virus ini terutama sel Lymfosit T, karena ia mempunyai reseptor untuk virus HIV yang disebut CD-4. Didalam sel Lymfosit T, virus dapat berkembang dan seperti retrovirus yang lain, dapat tetap hidup lama dalam sel dengan keadaan inaktif. Walaupun demikian virus dalam tubuh pengidap HIV selalu dianggap infectious yang setiap saat dapat aktif dan dapat ditularkan selama hidup penderita tersebut. HIV yang dahulu disebut virus limfotrofik sel T manusia tipe III (HTLV-III) atau virus limfadenapati (LAV), adalah suatu retrovirus manusia sitopatik dari famili lentivirus. Retrovirus mengubah asam ribonukleatnya (RNA) menjadi asam 3

deoksiribonukleat (DNA) setelah masuk ke dalam sel pejamu. HIV -1 dan HIV-2 adalah lentivirus sitopatik, dengan HIV-1 menjadi penyebab utama AIDS diseluruh dunia. Genom HIV mengode sembilan protein yang esensial untuk setiap aspek siklus hidup virus. Dari segi struktur genomik, virus-virus memiliki perbedaan yaitu bahwa protein HIV-1, Vpu, yang membantu pelepasan virus, tampaknya diganti oleh protein Vpx pada HIV-2. Vpx meningkatkan infektivitas (daya tular) dan mungkin merupakan duplikasi dari protein lain, Vpr. Vpr diperkirakan meningkatkan transkripsi virus. HIV-2, yang pertama kali diketahui dalam serum dari para perempuan Afrika barat (warga senegal) pada tahun 1985, menyebabkan penyakit klinis tetapi tampaknya kurang patogenik dibandingkan dengan HIV-1 (Sylvia, 2005) Cara penularan AIDS ( Arif, 2000 )antara lain sebagai berikut : a. Hubungan seksual, dengan risiko penularan 0,1-1% tiap hubungan seksual

b. Melalui darah, yaitu:  Transfusi darah yang mengandung HIV, risiko penularan 90-98%  Tertusuk jarum yang mengandung HIV, risiko penularan 0,03%  Terpapar mukosa yang mengandung HIV,risiko penularan 0,0051% c. Transmisi dari ibu ke anak :  Selama kehamilan  Saat persalinan, risiko penularan 50%  Melalui air susu ibu(ASI)14%

C. TANDA DAN GEJALA Gejala HIV dibagi dalam beberapa tahap. Tahap pertama adalah tahap infeksi akut, dan terjadi pada beberapa bulan pertama setelah seseorang terinfeksi HIV. Pada tahap ini, sistem kekebalan tubuh orang yang terinfeksi membentuk antibodi untuk melawan virus HIV. Pada banyak kasus, gejala pada tahap ini muncul 1-2 bulan setelah infeksi terjadi. Penderita umumnya tidak menyadari telah terinfeksi HIV. Hal ini karena gejala yang muncul mirip dengan gejala penyakit flu, serta dapat hilang dan kambuh kembali. Perlu diketahui, pada tahap ini jumlah virus di aliran darah cukup tinggi. Oleh karena itu, penyebaran infeksi lebih mudah terjadi pada tahap ini. Gejala tahap 4

infeksi akut bisa ringan hingga berat, dan dapat berlangsung hingga beberapa minggu, yang meliputi:  Demam hingga menggigil.  Muncul ruam di kulit.  Muntah.  Nyeri pada sendi dan otot.  Pembengkakan kelenjar getah bening.  Sakit kepala.  Sakit perut.  Sakit tenggorokan dan sariawan. Setelah beberapa bulan, infeksi HIV memasuki tahap laten. Infeksi tahap laten dapat berlangsung hingga beberapa tahun atau dekade. Pada tahap ini, virus HIV semakin berkembang dan merusak kekebalan tubuh. Gejala infeksi HIV pada tahap laten bervariasi. Beberapa penderita tidak merasakan gejala apapun selama tahap ini. Akan tetapi, sebagian penderita lainnya mengalami sejumlah gejala, seperti:  Berat badan turun.  Berkeringat di malam hari.  Demam.  Diare.  Mual dan muntah.  Herpes zoster.  Pembengkakan kelenjar getah bening.  Sakit kepala.  Tubuh terasa lemah. Infeksi tahap laten yang terlambat ditangani, akan membuat virus HIV semakin berkembang. Kondisi ini membuat infeksi HIV memasuki tahap ketiga, yaitu AIDS. Ketika penderita memasuki tahap ini, sistem kekebalan tubuh sudah rusak parah, sehingga membuat penderita lebih mudah terserang infeksi lain. Gejala AIDS meliputi:  Berat badan turun tanpa diketahui sebabnya.  Berkeringat di malam hari.  Bercak putih di lidah, mulut, kelamin, dan anus.  Bintik ungu pada kulit yang tidak bisa hilang. 5

 Demam yang berlangsung lebih dari 10 hari.  Diare kronis.  Gangguan saraf, seperti sulit berkonsentrasi atau hilang ingatan.  Infeksi jamur di mulut, tenggorokan, atau vagina.  Mudah memar atau berdarah tanpa sebab

6

D. PATOFISIOLOGI

7

E. PERAN SISTEM IMUN Manusia mempunyai aksi pertahanan terhadap infeksi yaitu: barrier permukaan, pertahanan innate dan respon adaptif. Pada saat pathogen berupa virus seperti HIV menginfeksi suatu sel, sel tersebut merespon adanya infeksi tersebut, baik dengan mekanisme immune melalui sel B maupun sel T. Dalam kaitannya dengan infeksi virus HIV, yang paling berperan adalah imunitas adaptif, dimana imunitas ini di perankan oleh sel-sel T khusunya sel T killer (CD4+) dan sel T helper (Th). Sel T CD4+ mengenalkan molekul-molekul asing atau antigen asing kepada protein-protein host dan membantu sel B melalui pengeluaran sitokin-sitokin dalam proses pembentukan antibodi. Antibodi inilah yang mempunyai potensi dalam menetralkan virus yang ada dalam sel host, dan dengan cara seperti itulah terjadi pencegahan infeksi oleh virus pada sel target dalam tubuh. Sel-sel kompeten dalam sistem imun manusia juga mempunyai peran dalam pelisisan sel-sel yang terinfeksi dengan cara menginduksi aktifnya sel Natural Killer (NK) dalam sitotoksisitas termediasi sel tergantung peran antibodi (termed antibody-dependent cell-mediated cytotoxicity). Sel T CD4+ juga membantu dalam stimulasi dan perekrutan subset lain sel T, sel T CD8+, misalnya melalui pengeluaran sitokin-sitokin tertentu. Sel T CD8+, umumnya mengacu pada limfosit T sel (CTL), mampu untuk melisiskan sel-sel yang terinfeksi virus dengan cara mengenali ikatan antigen asing dengan protein host. Sel-sel CD4+ mempunyai peran yang sangat penting dalam proses respon host atau inang terhadap pathogen dan infeksi HIV.

F. DETEKSI DAN PENCEGAHAN 1) Tes antibodi Tes ini meliputi sebagian besar tes HIV, termasuk tes cepat dengan sampel dari air liur dan tes yang bisa dilakukan di rumah dengan sampel darah. Tes antibodi dilakukan guna mendeteksi adanya antibodi yang diproduksi tubuh untuk melawan HIV, setidaknya 3-12 minggu setelah terkena virus. Jika Anda ingin melakukan tes antibodi HIV, disarankan untuk memilih tes dengan sampel darah karena hasilnya lebih cepat. 2) Tes kombinasi Tes kombinasi atau tes generasi keempat dilakukan untuk mencari antibodi dan antigen HIV. Antigen merupakan bagian dari virus itu sendiri dan ada di dalam 8

tubuh selama infeksi HIV akut. Antibodi dan antigen akan terbentuk dalam waktu 2-6 minggu setelah tubuh terpapar virus. 3) Tes NAT Ini merupakan tes deteksi HIV yang paling cepat, namun juga sangat mahal. Hanya diperlukan 7-28 hari bagi NAT untuk mendeteksi HIV. Tes ini tidak rutin digunakan untuk mendeteksi HIV, kecuali jika pasien baru-baru ini terpapar virus berisiko tinggi atau menunjukkan gejala awal infeksi HIV. Deteksi dapat dilakukan melalui tes darah meskipun anda tidak menemukan tanda-tanda terjangkit penyakit kelamin ini. Tahap berikutnya sipenderita HIV AIDS akan merasa seperti filek, batuk, flu, demam yg sprt biasa namun namun lama-lamaan si penderita HIV akan mengalami penurunan berat badan secara derastis. Bila bagian tubuh yang terserang maka akan terasa lemas dan rentan terhadap penyakit karena sistem kekebalan yang terdapat pada tubuh tidak berfungsi secara normal. Bila tidak ditangani secara tepat, Penyakit HIV AIDS ini bisa saja bertahan selama 11 tahun terhadap sipenderita, hal ini tergantung pada jenis HIV AIDS yang di idap sipenderita. Pencegahan

Penyakit

HIV

AIDS

bisa

saja

tertular

lewat

kontak

badan (hubungan seksual maupun dari yang terjangkit HIV sangat memungkin penyakit HIV). Aka tetapi bisa saja tertular lewat media seperti cairan kemaluan, semen dan asi. Sebaiknya hindari seks bebas dan gonta – ganti pasangan, bilamana orang tersebut sudah terinfeksi usahakan jangan melakukan kontak seperti yang dijelaskan diatas. Selain itu upaya dapat dilakukan dengan meningkatkan daya tahan tubuh dan pengobatan secara cepat dan tepat.

G. PENATALAKSANAAN DIAGNOSIS Penatalaksanaan untuk kasus HIV AIDS adalah dengan memberikan terapi antiretroviral (ARV) yang berfungsi untuk mencegah sistem imun semakin berkurang yang berisiko mempermudah timbulnya infeksi oportunistik. Hingga kini, belum terdapat penatalaksanaan yang bersifat kuratif untuk menangani infeksi HIV AIDS. Walau demikian, terdapat penatalaksanaan HIV AIDS yang diberikan seumur hidup dan bertujuan untuk mengurangi aktivitas HIV AIDS dalam tubuh penderita sehingga memberi kesempatan bagi sistem imun, terutama CD4 untuk dapat diproduksi dalam jumlah yang normal. Pengobatan kuratif dan vaksinasi HIV AIDS masih memerlukan penelitian lebih lanjut.

9

1) Terapi Antiretroviral (ARV) Prinsip pemberian ARV menggunakan 3 jenis obat dengan dosis terapeutik. Jenis golongan ARV yang rutin digunakan: 

NRTI (nucleoside and nucleotide reverse transcriptaser inhibitors) dan NNRTI (non-nucleoside reverse transcriptase inhibitors): berfungsi sebagai penghambat kinerja enzim reverse transcriptase (enzim yang membantu HIV untuk berkembang dan aktif dalam tubuh pejamu)



PI (protease inhibitors), menghalangi proses penyatuan dan maturasi HIV



INSTI (integrase strand transfer inhibitors), mencegah DNA HIV masuk ke dalam nukleus

Pemberian ARV diinisiasi sedini mungkin sejak penderita terbukti menderita infeksi HIV AIDS Pilihan ARV lini pertama untuk dewasa adalah sebagai berikut: 

TDF (Tenofovir) 300mg + 3TC (Lamivudine) 150mg atau FTC (Emtricitabine) 200mg + EFV (Efavirenz) 600mg: Umumnya dalam bentuk KDT (kombinasi dosis tetap)



AZT (Zidovudine) 300mg +3TC (Lamivudine) 150mg + EFV(Efavirenz) 600mg atau NVP (Nevirapine) 150mg



TDF (Tenofovir) 300mg +3TC (Lamivudine) 150mg atau FTC (Emtricitabine) 200mg + NVP (Nevirapine) 150mg

TDF tidak boleh dimulai jika CCT (creatine clearance test) < 50ml/menit, atau pada kasus diabetes lama, hipertensi tak terkontrol dan gagal ginjal. AZT tidak boleh digunakan bila Hb <10g/dL sebelum terapi. Kombinasi 3 dosis tetap (KDT) yang umum tersedia: TDF+3TC+EFV. 2) Efek Samping ARV Selama 1 bulan awal pemberian ARV, penting untuk dilakukan evaluasi untuk memantau respon tubuh terhadap pengobatan, baik efek yang dirasakan secara fisik maupun psikologis. Efek yang sering dirasakan pada awal penggunaan ARV berupa mual, urtika, limbung/kehilangan keseimbangan, lemas, pusing, dan gangguan tidur. Keadaan ini dapat timbul pada masa awal penggunaan ARV, dan akan berkurang saat kadar ARV mulai stabil dalam darah.

10

3) Follow Up Terapi Pemantauan rutin dilakukan setiap 3 hingga 6 bulan sekali. Yang dipantau termasuk dari keluhan yang dirasakan selama penggunaan ARV, pemeriksaan fisik, hingga pemeriksaan laboratorium terutama CD4, viral load dan baseline.

H. TERAPI KOMPLEMENTER 1. Terapi informasi Untuk mengetahui ‘terapi informasi’, mungkin kita harus mencari arti kata ‘terapi’ terlebih dahulu. Dalam kamus, definisi terapi adalah “usaha untuk memulihkan kesehatan orang yang sedang sakit”. Tidak disebut “usaha medis” dan juga tidak disebut penyembuhan penyakit. Maka kita bisa paham bahwa terapi adalah lebih luas daripada sekedar pengobatan atau perawatan.. apa yang dapat memberi kesenangan, baik fisik maupun mental, pada seseorang yang sedang sakit dapat dianggap terapi. Kita cenderung menganggap ‘terapi’ sebagai suatu yang fisik: pil, jamu, pijat, akupuntur. Jarang kita dengar ‘informasi dianggap sebagai terapi. Terapi informasi melatarbelakangi semua bentuk terapi lain. Tanpa informasi, bagaimana kita dapat mengetahui tentang berbagai terapi yang ada? Apakah terapi itu efektif? Untuk gejala apa? Dimana terapi itu tersedia? Bagaimana kita dapat memperolehnya? Dan berapa harganya? Terapi informasi bukan sekedar penegtahuan. Kita ambil contoh seseorang yang baru dites HIV dan hasilnya ternyata positif. Setelah lewat rasa terkejut (shock), banyak pertanyaan akan muncul: apa itu AIDS? Apa bedanya dengan HIV? Bagaimana

kelanjutanya?

Bagaimana

penularanya?

Apa

pengobatanya?

Gejalanya apa? Orang yang baru ditentukan terinfeksi HIV (serta keluarga dan sahabatnya) pertama akan merasa mati kutu. Konseling pasca (atau sesudah) tes yang paling sempurna pun tidak mungkin dapat menjawab semua pertanyaan kita dan kita tidak berada dalam keadaan untuk bertanya, atau pun menangkapi jawaban. Pasti kita merasa muram, kita tidak dapat membayangkan masa depan. Apa pengobatan untuk dperesi ini? Bukan obta, bukan pengobatan medis, tetapi jawaban terhadap pertanyaan kita. Informasi, dengan bentuk dan bahasa yang dapat kita pahami dn pada waktu kita perlukan. Informasi akan mengobati ketidakpahaman kita, depresi kita, memulihkan dan menyelakan jiwa kita. Dan

11

seperti halnya berbagai macam terapi, terapi informasi adalah suatu perjalanan, sebuah proses yang akan berlangsung secara terus-menerus. Ketakutan terhadap hal yang tak dikenal adalah macam ketakutan yang buruk. Kita semua pernah mengalami kekhawatiran yang diakibatkan oleh ketakutan kita tahu dampaknya terhadap tidur, nafsu makan, terhadap kemampuan kita untuk melanjutkan kehidupan kita sehari-hari. Kita semua tahu bagaimana ketakutan ini dapat memepengaruhi kesehatan kita sendiri. Adalah terkenal bahwa stres dapat mempengaruhi system kekebalan tubuh kita, jadi dalam keadaan stres, kita lebih mungkin terinfeksi penyakit seperti flu dan ini juga akan menambah rasa khawatir dan takut, terutama bagi odha Pertolongan perta auntuk mengobati ketakutan terhadap hal yang tak diketahui adalah informasi yang jelas dan tepat. Bila kita mulai memahami apa arti menjadi HIV-positif, kita dapat mulai menerima penyakit ini, mungkin bahwa itu bukan vonis mati, dan mulai merencanakan tanggapan kita sendiri yaitu kumpulan terapi lain yang kita akan mengukutinya. Dengan perncanaan begitu dan tindakanya dan rasa ketakutan kita akan berkurang dan stress yang terkait denganya akan mulai menurun juga. Jadi, informasi untuk membantu kita jadi paham.

2. Terapi spiritual Dewasa ini konsep kedokteran moderen mengenai pengobatan ialah dengan pertimbangan aspek biopsikososial. Artinya pengobatan tidak hanya berusaha untuk mengembalikan fungsi fisik seseorang tetapi juga fungsi psikis dan social. Pendekatan ini menepatkna kembali pengobatan spiritual sebagai salah satu cara pengobatan dalam upaya penyembuhan penderita. Di Indonesia pengobatan spiritual biasanya dikaitkan dengan agama. Seseorang pemeluk agama islam misalnya cenderung untuk menjalani pengobatan spiritual yang dilaksanakan sesuai ajaran agama islam, misalnya berzikir, berdoa, berpuasa, sholat hajat dll. Dalam agama lain juga terdapat kegiatan ritual untuk penyembuhan baik yang dibimbing oleh rohaniawan maupun yang dilakukan sendiri. Odha dapat memilih untuk menjalankana pengobata spiritual yang sesuai dengan agamanya atau pengobatan spiritual yang berlaku umum. Bila dia memilih pengobatan spiritual yang sesuai dengan

12

agamanya maka kegiatan tersebut tidak asing lagi baginya serta mendukung jemaah yang dikenal dan akrab akan mempermudah sosialisasi.

3. Terapi nutrisi Nutrisi yang sehat dan seimbang diperlukan pasien HIV /AIDS untuk mempertahankan kekuatan, meningkatkan fungsi system imun, meningkatkan kemampuan tubuh untuk memerangi infeksi, dan menjaga orang yang hidup dengan HIV/AIDS tetap aktif dan produktif. Defisiensi vitamin dan mineral bisa dijumpai pada orang degan HIV, dan defisiensi sudah terjadi sejak dini walaupun pada ODHA mengonsumsi makanan dengan gizi berimbang. Defisiensi terjadi karena HIV menyebabkan kehilangan nafsu makan dan gangguan absorbs zat gizi. Di unti perawatan intermediet penyakit terdapat 87% ODHA dengan berat badan di bawah normal. Sebagian besar para ODHA dan keluarga mengatakan bahwa nafsu makanya menurun sehingga frekuensi makan juga berkurang. Keadaan ini dimanfaatkan oleh HIV untuk berkembang lebih cepat. Di samping itu daya tahan tubuh untuk melawan HIV menjadi berkurang. Untuk mendapatkan nutrisi yang sehat dan berimbang, ODHA sebaiknya mengosumsi makanan yang bervariasi, seperti makanan pokok, kacang-kacangan, produk susu, daging, serta sayur dan buahbuahan setiap hari, lemak dan gula, dan meminum banyak air bersih dan aman. Bila diperlukan bisa diberikan zat gizi mikro dalam bentuk supleme makanan sera jus buah dan sayur. a. Pentingnya nutrsi bagi pasien HIV/AIDS Nutrisi yang sehat dan sembang harus selalu diberikan pada klien dengan HIV/AIDS pada semua tahap infeksi HIV. Perawatan dan dukungan nutrisi bagi pasien berfungsi untuk (1) mempertahankan kekuatan tubuh dan berat badan, (2) mengganti kehilangan vitamin dan minerl, (3) meningkatkan fungsi sitem imun dan kemampuan tubuh untuk memerangi infeksi, (4) memperpanjang periode dari infeksi hingga perkembangan menjadi panyakit AIDS, (5) meningkatkan respon terhadap pengobatan, mengurangi waktu dan uang yang dihabiskan untuk perawatan kesehatan, (6) menjaga orang yang hidup dengan HIV/AIDS agar dapat tetap aktif, sehingga memungkinkan mereka untuk merawat diri sendiri, keluarga dan anak-anak mereka, dan (7) menjaga orang dengan HIV/AIDS agar tetap

13

produktif, mampu berkerja, tumbuh baik dan tetap berkontribusi terhadap pemasukan kelurga mereka (FAO-WHO, 2002). Makanan penting bagi tubuh kita untuk: (1) berkembang, mengganti dan memperbaiki sel-sel dan jaringan, (2) memproduksi energy agar tetap hangat, bergerak dan berkerja, (3) membawa proses kimia misalnya pencernaan makanan, (4)melindungi melawan, bertahan terhadap infeksi serta mambantu proses penyembuhan penyakit. Makan terdiri atas zat gizi mikro dan makro. Zat gizi mikro dibutuhkan tubuh dalam jumlah kecil, sedangkan zat gizi makro (kabohidrat, protein dan lemak) dibutuhkan dalam jumlah yang lebih banyak (FAO-WHO, 2002).

b. Bahan makanan yang dianjurkan dikonsumsi pasien Berbagai bahan makanan yang banyak di dapatkan di Indonesia seperti tempe, kelapa, wortel, kembang kol, sayuran dan kacang-kacangan dapat diberikan dalam penatalaksanaan gizi pada pasien. 1. Tempe atau produknya mengandung protein dan vitamin B12 untuk mencukupi kebutuhan pasien dan mengandung bakterisida yang dapat mengobati dan mencegah diare. 2. Kelapa dan produknya dapat memenuhi kebutuhan lemak sekaligus sebagai sumber energy karena mengandung medium chain trigliserida (MCT) yang mudah diserap dan tidak menyebabkan diare. MCT merupakan sumber energy yang dapat digunakan untuk pembentukan sel. 3. Wortel kaya kandungan beta karoten sehingga dapat meningkatkan daya tahan tubuh dan sebagai bahan pembentukan CD4, vitamin C, vitamin E, dan beta karoten berfungsi sebagai antiradical bebas yang dihasilkan oleh perusakan oleh HIV pada sel tubuh. 4. Sayuran hijau dan kacang-kacangan, mengandung vitamin neurotropik yakni vitamin B1, B6, B12 dan zat gizi mikro lainya yang berfungsi untuk pembentukan CD4 dan pencegahan anemia. 5. Buah alpukat mengandung banyak lemak yang sangat tinggi dan dapat dikonsumsi sebagai bahan makanan tambahan. Lemak tersebut dalam bentuk MUFA (mono unsaturated fatty acid) yang 63% dari jumlah tersebut berfungsi sebagai antioksidan dan dapat menurunkan HDL, selain itu alpukat juga mengandung glutation untuk menghambat replikasi HIV. 14

c. Jus buah dan sayur Orang yang terinfeksi HIV akan kehilangan selerah makan dan sulit menguyah makanan, daya serap pencernaan dan tubuh juga lemah, oleh karenyanya pasien membutuhkan makanan yang mudah dikunya dan diserap tubuh serta meningkatlkan nafsu makan. Olahan berupa jus dibutuhkan agar kandungan gizinya mudah dan cepat diserap oleh tubuh sehingga energy akan meningkatnkan dan tuuh lebih sehat. Gizi yang terkandung dalam jus buah dan sayuran tergolong lengkap seperti protein, kabohidrat, asam lemak esensial, vitamin, dan mineral. Lemak yang terkandung dalam buah dan sayur termaksud lemak yang menguntungkan yang berperan sebagai komponen sel saraf, membrane sel, homon dalam tubuh. Jus mengandung enzim alami yang bermanfaat untuk pencernaan sehinggah tubuh tidak mengeluarkan enzim pencernaan dan energy dapat dihemat untukperbaikan peremajaan sel. Jus hanya memerlukan waktu penyerapan 5 menit sedangkan makanan yang lain memerlukan waktu 3-5 jam (putu, oka 2005). 4. Terapi fisik Terapi fisik adalah upaya yang bisa dijadikan alternatif pelengkap dalam upaya memperbaiki disfungi yang berikatan dengan tubuh yang disebabkan HIV, virus penyebab AIDS. Ada beberapa jenis terapi fisik yang bisa dilakukan. Antara lain terapi makanan dan jamani. Pada asanya terapi yang dilakukan bisa membuat daya tahan tubuh atau keadaan kekebalan ODHA bisa dipertahankan secara maksimal, juga kondisi fisiknya tetap dilatih agar lebih kuat. Misalnya massa otot orang pada masa AIDS yang biasanya akan menurun drastis, semakin kurus. Saat seseorang mulai menunjukan gejala, masa otot dan lemak berkurang perlahan namun pasti. Kalau dari awalnya masa otot tidak diperhatikan, maka penampilan serta daya tahan akan sangat berpengaruh. Beberapa penelitian melaporkan bahwa olahraga dengan tigkat/ kadar sedang ternyata bisa meningkatkan system kekebalan tubuh menjadi lebih tinggi. Selama berolahraga, tubuh mengelurkan berbagai hormon. Antara lain yang berfungsi meningkatnkan mutu dan jumlah limfosit B dan T, serta endfrin, dan enkafalin, serta homon yang berfungsi menurunkan kekebalan seperti suatu

15

hormone yang disebut ACTH. ACTH bekerja meningkatkan kadar kortisol yang berperan menekan produksi sel kekebalan. Keluarnya hormen tersebut sangat beraneka ragam tergantung beberapa factor, antara lain beratnya latihan. Latihan ringan sampai sedang akan mengelurkan hormone yang merangsang pembentukan system kekebalan. Sementara latihan berat yang menimbulkan kelelahan justru sebaliknya, yaitu menekan produksi sel kekebalan. Agar keadaan tubuh tetap stabil lebih baik memilih jenis olahraga yang tidak menimbulkan stress. Seperti jalan kaki dan renag. Terapi jenis jasmani lain yang bisa dilakukan adalah tehnik aromaterapi. Beberapa alhi menyarankan penggunaan wewangian berbagai jenis tumbuhan, seperti lavender. Yoga, meditasi, dan pemijatan merupakan tehnik yang baik untuk dipilih sebagai alternative terapi fisik-jasmani yang lain. Beberapa penelitian membuktikan bahwa jenis olah fisik tersebut mampu menghilangkan stress dan membuat tubuh tenang. Ketenangan yang diperoleh bisa meningkat pembuatan sel kekebalan tubuh di dalam tubuh.

16

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian Keperawatan Pengkajian keperawatan untuk penderita AIDS (Doenges, 2011) adalah a) Aktivitas / istirahat. Mudah lelah, berkurangnya toleransi terhadap aktivitas biasanya, malaise b) Sirkulasi. Takikardia , perubahan TD postural, pucat dan sianosis. c) Integritas ego. Alopesia , lesi cacat, menurunnya berat badan, putus asa, depresi, marah, menangis. d) Elimiinasi. Feses encer, diare pekat yang sering, nyeri tekanan abdominal, abses rektal. e) Makanan / cairan. Disfagia, bising usus, turgor kulit buruk, lesi pada rongga mulut, kesehatan gigi / gusi yang buruk, dan edema. f)

Neurosensori. Pusing, kesemutan pada ekstremitas, konsentrasi buruk, apatis, dan respon melambat.

g) Nyeri / kenyamanan. Sakit kepala, nyeri pada pleuritis, pembengkakan pada sendi, penurunan rentang gerak, dan gerak otot melindungi pada bagian yang sakit. h) Pernafasan. Batuk, Produktif / non produktif, takipnea, distres pernafasan.

B. Diagnosa Keperawatan Pada HIV/AIDS Pada klien dengan HIV/AIDS, bisa ditemukan beberapa diagnosis keperawatan berkaitan dengan respon psikologis dan spiritual antara lain: 1) Kecemasan berhubungan dengan: prognosis yang tidak jelas, persepsi tentang efek penyakit dan pengobatan terhadap gaya hidup. 2) Gangguan gambaran diri berhubungan dengan: penyakit kronis, alopesia, penurunan berat badan, dan gangguan seksual.

17

3) Koping keluarga: tidak mampu berhubungan dengan informasi atau pemahaman yang tidak adekuat atau tidak tepat keluarga atau teman dekat, penyakit kronis, perasaan yang tidak terselesaikan secara kronis. 4) Koping tidak efektif berhubungan dengan: kerentanan individu dalam situasi krisis (misalnya penyakit terminal). 5) Takut berhubungan dengan: ketidakberdayaan, ancaman yang nyata terhadap kesejahteraan diri sendiri, kemungkinan terkucil, kemungkinan kematian. 6) Berduka,

disfungsional/diantisipasi

berhubungan

dengan:

kematian

atau

perubahan gaya hidup yang segera terjadi, kehilangan fungsi tubuh, perubahan penampilan, ditinggalkan oleh orang yang berarti (orang terdekat). 7) Keputusasaan berhubungan dengan: perubahan kondisi fisik, prognosis yang buruk. 8) Harga diri rendah (kronik, situasional) berhubungan dengan penyakit kronis, krisis situasional. 9) Isolasi sosial berhubungan dengan stigma, ketakutan orang lain terhadap penyebaran infeksi, ketakutan diri sendiri terhadap penyebaran HIV, moral budaya dan agama, penampilan fisik, gangguan harga diri dan gambaran diri. 10) Distres spiritual berhubungan dengan: tantangan sistem keyakinan dan nilai, tes keyakinan spiritual. 11) Risiko kekerasan yang diarahkan pada diri sendiri faktor rsiiko: ide bunuh diri, keputusasaan. (Sumber: Wilkinson, 2013) . C. Intervensi Keperawatan Pasien Terinfeksi (HIV AIDS) Prinsip Asuhan keperawatan HIV AIDS dalam mengubah perilaku dalam perawatan dan meningkatkan respons Imunitas HIV AIDS melalui pemenuhan kebutuhan fisik, psikologis, sosial, dan spiritual perawat dalam menurunkan stresor. Pasien yang didiagnosis dengan HIV AIDS mengalami stres persepsi (kognisi: penerimaan diri, sosial, dan spiritual) dan respons biologis selama menjalani perawatan di rumah sakit dan di rumah (home care). Peran perawat dalam perawatan pasien terinfeksi HIV adalah melaksanakan pendekatan Asuhan Keperawatan agar pasien dapat beradaptasi dengan cepat. Antara lain adalah: 1) Memfasilitasi strategi koping a. Memfasilitasi sumber penggunaan potensi diri agar terjadi respons penerimaan sesuai tahapan dari Kubler-Ross 18

b. Teknik Kognitif, penyelesaian masalah; harapan yang realistis; dan pandai mengambil hikmah c. Teknik Perilaku, mengajarkan perilaku yang mendukung kesembuhan: kontrol & minum obat teratur; konsumsi nutrisi seimbang; istirahat dan aktifitas teratur; dan menghindari konsumsi atau tindakan yang menambah parah sakitnya 2) Dukungan social a. dukungan emosional, pasien merasa nyaman; dihargai; dicintai; dan diperhatikan b. dukungan informasi, meningkatnya pengetahuan dan penerimaan pasien terhadap sakitnya c. dukungan material, bantuan / kemudahan akses dalam pelayanan kesehatan pasien

19

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Penurunan imunitas dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain stressor biologis dan psikososial. Stres mempengaruhi derajat reaktivitas sistem endokrin dan imun, yaitu peningkatan sekresi hormon adrenal terutama kortikosteroid dan katekolamin, secara tidak langsung stres mempengaruhi melalui perilaku yang meningkatkan kemungkinan terjadinya sakit atau perlukaan, misal mengkonsumsi alkohol dan merokok berlebihan. Masalah keperawatan pada klien HIV/AIDS dapat dikelompokkan menjadi 4 hal, yaitu masalah yang berhubungan dengan (1) biologis, (2) psikis, (3) sosial, ketergantungan Peran perawat meliputi pemenuhan kebutuhan biologis, strategi koping, pemberian dukungan sosial, dan dukungan spiritual kepada pasien secara positif selama menjalani perawatan Prinsip Asuhan keperawatan pasien HIV dalam meningkatkan Imunitas Klien HIV/AIDS melalui pemenuhan kebutuhan biologis, psikologis, sosial, dan spiritual perawat dalam menurunkan stressor. B. Saran Penerapan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan HIV/AIDS secara menyeluruh meliputi kebutuhan biologis, psikologis, social dan spiritual sangat penting dilakukan. Hal ini ditujukan untuk melindungi pasien terhadap efek negative stress berat yang dapat mengakibatkan penurunan system imun. Perawat diharapkan memfasilitasi dan mengarahkan koping yang konstruktif agar pasien dapat beradaptasi dengan sakitnya

20

DAFTAR PUSTAKA

Dr. Nursalam, M.Nurs (Hons), Ninuk Dian K, S.Kep.Ners, Asuhan Keperawatan Pada Pasien Terinfeksi HIV, Salemba Medika, Jakarta 2007 Nursalam, S.Kep.Ners dkk, Jurnal Keperawatan edisi bulan November,Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga 2007 Heri.”Asuhan

Keperawatan

HIV/AIDS”,(Online),(http://mydocumentku.blogspot.

com/2012/03/asuhan-keperawatan-hivaids.html, diakses 20 Oktober 2012) Istiqomah,

Endah.”Asuhan

Keperawatan

pada

Klien

dengan

HIV/AIDS”,(Online)

,(http://ndandahndutz.blogspot.com/2009/07/asuhan-keperawatan-pada-klien-dengan.html, diakses 20 Oktober 2012) Mansjoer, Arif . 2000 . Kapita Selekta Kedokteran . Jakarta : Media Sculapius Marilyn , Doenges , dkk . 1999 . Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien . Jakarta : EGC Price , Sylvia A dan Lorraine M.Wilson . 2005 . Patofissiologis Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit . Jakarta : EGC UGI.2012.”Diet

Penyakit

HIV/AIDS”,(Online),(http://ugiuntukgiziindonesia.

blogspot.com/2012/05/diet-penyakit-hivaids.html, diakses 20 Oktober 2012)

21

Related Documents


More Documents from "Ramayana"