Makalah Hipertensi Selly.docx

  • Uploaded by: supriyadi
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Hipertensi Selly.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 11,333
  • Pages: 70
i

RS JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH HARAPAN KITA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. H DENGAN HIPERTENSI di RUANG IGD RUMAH SAKIT JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH HARAPAN KITA JAKARTA

LAPORAN KASUS KELOLAAN

Disusun Oleh: ANUGERAH EKA PURWANTI FRISKA NABABAN JULIANA LIDIA SIMATUPANG NUR OKTAVIA

DIVISIS PENDIDIKAN DAN LATIHAN RUMAH SAKIT JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH HARAPAN KITA JAKARTA MARET 2017

ii

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan kasus dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Hipertensi pada Ny.H di Ruang IGD RS JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH HARAPAN KITA” ini telah disetujui dan dinyatakan dapat ditampilkan/dipresentasikan dihadapan Tim Penguji.

Telah sahkan pada tanggal 20 Maret 2017 oleh:

Penguji I

Penguji II

Ns.Tjatur Astuti.W.S.Kp

Titi Nurhayati,CTRN,S.Pd

Mengetahui, Pembimbing

Ns. Ade Prianto, S.Kep, Sp.KV

iii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya yang telah memberikan kesehatan kepada kelompok sehingga dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul Asuhan Keperawatan pada Ny. H Dengan Hipertensi secara tepat waktu. Laporan kasus ini disusun dalam rangka memenuhi tugas dalam menyelesaikan Pelatihan Keperawatan Kardiologi Tingkat Dasar di RS. JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH HARAPAN KITA. Dalam proses penyusunan Laporan Kasus ini kelompok mendapatkan bimbingan, doa dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu kelompok mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ns. R. Yanti Rayanti, S.Kep, Sp.KV sebagai Pembimbing dan motivator dalam menjalani proses pembelajaran Pelatihan Keperawatan Kardiologi Tingkat Dasar. 2. Ns. Ade Prianto, S.Kep, Sp.KV sebagai pembimbing dalam penyusunan laporan kasus hipertensi. 3. Orangtua dari anggota kelompok yang telah memberikan doa dan dukungan selama pembelajaran Pelatihan Keperawatan Kardiologi Tingkat Dasar. 4. Teman-teman Angkatan I Tahun 2017 Pelatihan Keperawatan Kardiologi Tingkat Dasar yang telah saling mendukung dan membantu satu sama lain dalam proses pembelajaran Pelatihan Keperawatan Kardiologi Tingkat Dasar. Kelompok menyadari dalam penyusunan laporan kasus ini masih jauh dari sempurna kerena keterbatasan pengetahuan, kemampuan, dan pengalaman yang kelompok miliki, maka kelompok mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dalam perbaikan dan sempurnanya laporan kasus ini. Jakarta, 16 Februari 2017

iv

DAFTAR ISI

Halaman Sampul Halaman Judul Halaman Pengesahan .................................................................................................i Kata Pengantar ...........................................................................................................ii Daftar Isi..................................................................................................................... iii Bab 1 Pendahuluan Latar Belakang ........................................................................................... 1 Rumusan Masalah...................................................................................... 4 Tujuan Penulisan ....................................................................................... 5 Sistematika Penulisan ...............................................................................5

Bab 2 Tinjauan Teori Definisi Hipertensi ..................................................................................... 7 Anatomi Jantung dan Pembuluh Darah ..................................................... 7 Fisiologi Tekanan Darah ...........................................................................9 Klasifikasi Hipertensi ................................................................................10 Etiologi Hipertensi ..................................................................................... 11 Patofisiologi Hipertensi .............................................................................13 Manifestasi Klinis ...................................................................................... 19 Pemeriksaan Diagnostik ............................................................................22 Pemeriksaan Penunjang .............................................................................26 Penatalaksanaan Hipertensi .....................................................................27

Bab 3 Tinjauan Kasus ................................................................................................ 42

v

Bab 4 Pembahasan .....................................................................................................53

Bab 5 Kesimpulan Kesimpulan ............................................................................................. 56 Saran .......................................................................................................57

Daftar Pustaka

vi

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Klasifikasi hipertensi menurut JNC ........................................................... 10 Tabel 2.2. Penyebab paling umum pada hipertensi sekunder berdasarkan usia.........12 Tabel 2.3. Tanda dan gejala yang menjadi penyebab spesifik pada hipertensi sekunder ....................................................................................................................................21 Tabel 3.1 Data laboratorium ...................................................................................... 45 Tabel 3.2 Tabel analisa data ....................................................................................... 47 Tabel 3.3 Intervensi keperaatan dan implementasi keperawatan ............................... 50

vii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.3 Patofisiologi hipertensi ...........................................................................17 Gambar 2.4 Patofisiologi hipertesi emergensi ........................................................... 18 Gambar 2.5 Algoritme hipertensi ...............................................................................23 .................................................................................................................................... Gambar 2.6 Alogaritma Hipertensi A Statement by the American Society of Hypertension and the International Society of Hypertension 2013 ........................... 30 Gambar 2.7 Kombinasi yang memungkinkan dari kelas yang berbeda untuk obat-obat antihipertensi ...............................................................................................................31

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. EKG Ny. H pada tanggal 16 Februari 2017 pukul 11.03 ...................... 60 Lampiran 2. EKG Ny. H pada tanggal 17 Februari 2017 pukul 07.44 ...................... 60 .................................................................................................................................... Lampiran 3. Angiografi Ny. H pada tanggal 8 April 2014 ........................................61 Lampiran 4. Echoardiography Ny. H pada tanggal 10 Februari 2017 ....................... 62 Lampiran 5. Hasil Rontgen Thorax pada 09 Februari 2017 .......................................63

1

BAB 1 PENDAHULUAN

Latar Belakang Hipertensi adalah suatu keadaan ketika tekanan darah di pembuluh darah meningkat secara kronis. Hal tersebut dapat terjadi karena jantung bekerja lebih keras memompa darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi tubuh. Jika dibiarkan, penyakit ini dapat mengganggu fungsi organ-organ lain, terutama organorgan vital seperti jantung dan ginjal (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013b). Hipertensi merupakan kondisi yang paling umum ditemui pada seting fasilitas kesehatan primer dan dapat menyebabkan terjadinya infark miokardium, stroke hemoragik maupun iskemik, gagal ginjal, gagal jantung hingga kematian bila tidak dapat dideteksi secara dini dan ditangani dengan baik (James et al., 2013; National Heart Foundation of Australia, 2016). Pasien dikatakan menderita hipertensi apabila dilakukan dua kali atau lebih pengukuran tekanan darah saat duduk dan dilakukan masing-masing dua kali atau lebih saat kontrol atau kunjungan (Thattassery, 2013). Sedangkan kriteria hipertensi yang digunakan pada penetapan kasus merujuk pada kriteria diagnosis JNC VII tahun 2003, yaitu hasil pengukuran tekanan darah sistolik ≥140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2013b; Webber et al., 2013).

Prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 26,5 persen. Prevalensi hipertensi ini didapat melalui pengukuran pada umur ≥18 tahun sebesar 25,8 persen, tertinggi di Bangka Belitung (30,9%), diikuti Kalimantan Selatan (30,8%), Kalimantan Timur (29,6%) dan Jawa Barat (29,4%) (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013b). Provinsi dengan prevalensi hipertensi pada umur ≥ 18 tahun berdasarkan wawancara yang tertinggi pada tahun 2013 ialah Provinsi Sulawesi Utara (15,2%), kemudian disusul Provinsi Kalimantan Selatan (13,3%), dan DI Yogyakarta (12,9‰). Sedangkan prevalensi terendah terdapat di Provinsi Papua

(3,3%),

2

kemudian disusul oleh Papua Barat (5,2%), dan Riau (6,1%) (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013a).

Pada tahun 2012 hingga 2013, 6 juta warga Australia yang berumur >18 tahun didiagnosa menderita hipertensi dimana tekanan darahnya >140/90 mmHg atau sedang mengkonsumsi obat anti hipertensi. Dimana 4,1 juta termasuk dalam pasien hipertensi tidak terkontrol ataupun tertangani (National Heart Foundation of Australia, 2016). Data menyebutkan 1 dari 3 warga Amerika Serikat atau sekitar 68 juta menderita hipertensi, dimana 36% di antaranya dengan hipertensi tidak terkontrol (Thattassery, 2013). Selain itu, data yang dihimpun di American Heart Association tahun 2015 berdasarkan NCHC dan NHLBI menyebutkan bahwa pada kelompok umur >75 tahun, baik laki-laki maupun perempuan, di atas 76% menderita hipertensi dimana hipertensi ditegakkan berdasarkan tekanan darah sistolik di atas 140 mmHg atau tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg, atau sedang mengkonsumsi obat-obatan anti hipertensi atau dinyatakan menderita hipertensi oleh dokter atau tenaga kesehatan lain sebanyak dua kali (Mozzafarian et al., 2015).

Pasien dengan hipertensi memiliki faktor-faktor risiko lain seperti abnormalitas nilai kolesterol, intoleransi glukosa, diabetes, riwayat keluarga dengan penyakit jantung sebelumnya, obesitas dan merokok. Terdapat hubungan yang dekat antara nilai tekanan darah dan risiko terjadinya penyakit kardiovaskular, stroke dan penyakit ginjal. Risiko-risiko ini akan berkurang bila nilai tekanan darah kurang dari 115/75 mmHg. Apabila terjadi kenaikan nilai 20 mmHg pada sistolik dan diastolik, maka risiko terkena penyakit kardiovaskular, stroke dan penyakit ginjal meningkat dua kali lipat. Prevalensi yang tinggi pada komunitas dewasa ini diperlihatkan dengan adanya dua fenomena yaitu peningkatan usia populasi dan bertambahnya kelompok obesitas, yang banyak ditemukan pada negara maju. Pada banyak komunitas, tingginya konsumsi garam juga merupakan faktor utama terjadinya hipertensi (Webber et al., 2013).

3

Kesuksesan merawat pasien dengan hipertensi memiliki banyak keterbatasan. Ditemukan data di komunitas bahwa hanya kurang dari 50% pasien dengan hipertensi yang terkontrol (Webber et al., 2013). Tujuan penanganan hipertensi adalah mengatur dan mengontrol faktor risiko lain yang diketahui, termasuk dislipidema, intoleransi glukosa atau diabetes, obesitas dan merokok. Pada pasien hipertensi, target tekanan darah yang harus dicapai adalah <140 mmHg pada sistolik dan <90 mmHg pada diastoliknya, baik pada pasien dengan hipertensi saja, atau hipertensi dengan diabetes mellitus, hipertensi dengan gagal ginjal kronis dan hipertensi dengan penyakit arteri koroner (Webber et al., 2013). Menurunkan angka tekanan darah sekitar 1-2 mmHg dibuktikan mampu menurunkan morbiditas dan mortalitas secara bermakna. Memodifikasi gaya hidup secara efektif dapat mencegah atau menunda awitan hipertensi, berkontribusi dalam menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi yang tertangani dan pada beberapa kasus dapat menurunkan atau meniadakan kebutuhan terapi anti hipertensi (National Heart Foundation of Australia, 2016).

Asuhan keperawatan pada pasien hipertensi bertujuan untuk mengontrol dan menurunkan tekanan darah di pelayanan primer, sekunder ataupun tersier. Perawat harus mendukung, mengedukasi, dan memandu pasien sehingga ia dapat mengerti pentingnya kepatuhan minum obat, pentingnya mengubah gaya hidup dan kebutuhan untuk selalu kontrol secara rutin ke tenaga kesehatan profesional untuk mengawasi, mengidentifikasi dan menangani komplikasi yang akan dan telah terjadi (Siqueira et al., 2015). Peran tenaga kesehatan profesional adalah untuk menekankan konsep manajemen tekanan darah, mengedukasi pasien dan keluarga tentang penyakit dan efek samping obat (Siqueira et al., 2015).

Proses keperawatan yang digunakan untuk memberikan asistensi yang adekuat untuk pasien dan keluarga harus meliputi pengkajian, penegakkan diagnosa keperawatan, merencanakan intervensi, mengimplementasikan tindakan dan melakukan evaluasi. Proses keperawatan ini direncanakan untuk

memenuhi

4

kebutuhan spesifik dari pasien dan didesain sedemikian rupa sehingga semua orang yang tergabung dalam penatalaksanaan ini memiliki akses ke perencanaan asuhan. Proses ini juga memiliki fokus yang holistik, memastikan intervensi yang dibuat sesuai dengan karakteristik individu bukan pada penyakit, mempercepat diagnosa dan penatalaksanaan pada masalah kesehatan potensial dan aktual, menurunkan angka insidensi dan mengurangi lama rawat inap (Almeida et al., 2011 dalam Siqueira et al., 2015).

Kepatuhan merupakan salah satu sikap klien seperti minum obat, mengikuti diet yang disarankan, memodifikasi kebiasaan atau rajin kontrol ke fasilitas kesehatan yang sesuai dengan saran tenaga kesehatan, merupakan salah satu faktor utama yang dapat dimodifikasi sehingga dapat meberikan hasil capain yang lebih baik pada pasien. Terminologi kepatuhan ini dibagi menjadi lima dimensi atau lima faktor, yakni sosioekonomi, faktor yang berhubungan dengan kesehatan atau sistem kesehatan, kondisi yang berhubungan, terapi yang berhubungan, dan faktor klien. Kelima dimensi ini harus ditetapkan dalam eksplorasi yang sistematis dan intervensi yang dimaksudkan dalam memperbaiki kondisi pasien (Registered Nurses Association of Ontario, 2009).

Berbagai fenomena yang terjadi pada kasus hipertensi serta faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya kasus ini seharusnya menjadi perhatian seluruh tenaga kesehatan, termasuk di dalamnya perawat. Di dalam makalah ini akan disampaikan bagaimana asuhan keperawatan yang diberikan pada salah seorang pasien dengan diagnosa hipertensi. Pendekatan komprehensif dan holistik pada pasien sebagai individu yang unik, menjadi hal yang akan dijabarkan dalam makalah.

Rumusan Masalah Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita (RSJPDHK) merupakan rumah sakit rujukan tersier, yang merupakan rumah sakit pusat jantung di Indonesia. Kejadian hipertensi di RSJPDHK setiap hari akan selalu ada. Fenomena

5

yang disampaikan di atas, termasuk pemaparan mengenai faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya hipertensi, menjadi hal-hal yang harus diperhatikan oleh perawat di dalam peran dan tanggung jawabnya. Dengan demikian, penulis membuat makalah ini yang berjudul “Laporan Kasus dan Asuhan Keperawatan pada Pasien Tn. T dengan hipertensi.

Tujuan Penulisan Tujuan Umum Tujuan umum dari penulisan makalah ini ialah agar pembaca memahami asuhan keperawatan yang dapat diberikan pada pasien-pasien dengan penyakit hipertensi. Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penulisan makalah ini antara lain: a. Menjadi bahan referensi dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien dengan hipertensi b. Memaparkan adanya kesesuaian dan ketidaksesuaian antara teori dan praktik di lapangan

Sistematika Penulisan Makalah yang berjudul “Laporan Kasus Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Hipertensi di Ruang Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita” terdiri dari 5 bab, antara lain: a. Bab I Pendahuluan Bab ini berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, dan sistematika penulisan b. Bab II Tinjauan Teoritis Bab ini berisi tentang definisi hipertensi, anatomi dan fisiologi jantung dan pembuluh darah, klasifikasi hipertensi, patofisiologi hipertensi, manifestasi klinis dan penatalaksanaan serta konsep asuhan keperawatan pada pasien hipertensi.

6

c. Bab III Tinjauan Kasus Pada bab ini, penulis memaparkan data-data pasien dalam pengkajian, diagnosa keperawatan yang ditegakkan, serta implementasi yang dilakukan. Selain itu, akan tertera evaluasi keperawatan yang telah dilakukan. d. Bab IV Pembahasan Bab ini berisi tentang pembahasan mengenai keterkaitan tinjauan teoritis dan tinjauan

kasus,

apakah

ada

perbedaan/ketidaksesuaian

atau

persamaan/kesesuaian antara teori dan kejadian di lapangan (pada pasien) e. Bab V Penutup Bab Penutup berisi kesimpulan dan saran baik bagi pembaca, professional kesehatan, maupun institusi kesehatan.

7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Definisi Hipertensi Hipertensi atau tekanan darah tinggi memiliki beberapa definisi yang dapat menjelaskan secara spesifik seseorang disebut mengalami hipertensi atau tidak. Menurut Sheps (2005) hipertensi adalah suatu keadaan persisten yang ditandai dengan nilai sistolik di atas 140 mmHg dan diastol di atas 90 mmHg pada usia < 60 tahun sedangkan sistol di atas 160 mmHg dan diastol di atas 90 mmHg pada usia > 60 tahun. Definisi lain yaitu hipertensi merupakan suatu produk dari resistensi pembuluh darah perifer dan cardiac output yang meningkat secara terus menerus sehingga melebihi nilai batas normal yaitu 110/90 mmHg (Wexler, 2002). Oleh karena itu, berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa hipertensi merupakan suatu keadaan peningkatan resistensi perifer dan cardiac output secara persisten yang dapat disebabkan berbagai faktor sehingga tekanan darah melebihi nilai 110/90 mmHg.

Anatomi Jantung dan Pembuluh Darah Anatomi Jantung Jantung dan pembuluh darah merupakan suatu sistem kardiovaskuler dan sirkulasi untuk pertukaran zat dalam tubuh manusia yang mana jantung sebagai pompa dan pembuluh darah sebagai pipa (Saladin, 2007). Jantung secara anatomi terletak di tengah daerah mediastinum dan di atas diafragma diantara kedua paru-paru. Batas atas jantung yaitu di interkosta kedua sebelah kanan dan kiri, batas kanan melebar dari interkosta ketiga sampai mendekati interkosta ke enam, batas kiri berjalan turun dari interkosta kedua sampai apeks yang terletak dekat garis midklavikula di ruang interkosta kelima, dan batas bawah jantung dari sternum di sebelah kanan tulang rawan kosta keenam sampai apeks (Ellis, 2006; Drake, et al., 2007).

8

Jantung memiliki berat sekitar 250 - 300 gram yang terdiri dari lapisan luar yaitu pericardium fibrosa dan serosa. Lapisan serosa dibagi dua lagi yaitu bagian luar (parietal) dan dalam (viseral) dan diantara parietal dan viseral terdapat cairan untuk mencegah gesekan antara kedua lapisan tersebut saat jantung berdenyut (Standring, 2008). Jantung juga memiliki dinding yang terdiri dari tiga lapisan yaitu luar (epikardium yang merupakan lapisan viseral), tengah (miokardium) yang berisi otot-otot jantung untuk memompa, dan lapisan dalam (endotel atau subendotel) yaitu jaringan ikat yang tipis (Moore, et al., 2010). Akan tetapi, lapisan yang paling banyak pada jantung adalah miokardium khsusnya di ventrikel untuk memproduksi gerakan memeras pada saat jantung berkontraksi sehingga darah terpompa masuk ke aorta dan arteri pulmonalis (Torrent-Guasp, et al.,2001 dalam Moore, et al.,2010).

Jantung memiliki dua atrium dan dua ventrikel yang dipisahkan oleh septum interatrial (antar atrium) dan septum interventrikular (antar ventrikel). Atrium kanan dan ventrikel kanan dipisahkan oleh katup tricuspid, sedangkan yang kiri dipisahkan oleh katup mitral agar darah dari atrium ke ventrikel tidak balik lagi ke atrium saat ventrikel berkontraksi. Kemudian, darah dari ventrikel kanan ke paru-paru melalui arteri pulmonalis sedangkan darah dari ventrikel kiri ke seluruh tubuh melalui aorta dan sebagian kecil ke koroner (Moore, et al.,2010).

Anatomi Pembuluh Darah Pembuluh darah pada manusia terdiri dari vena dan arteri yang mana pembuluh darah vena yang membawa darah dari tubuh ke jantung yang kaya akan CO2 (kecuali vena pulmonalis) sedangkan arteri membawa darah dari jantung ke seluruh tubuh yang kaya akan O2 (kecuali arteri pulmonalis). Akan tetapi, ada juga pembuluh darah kapiler yang menjadi penghubung antara vena dan arteri dalam proses perfusi. Setiap pembuluh darah terdiri

9

dari tiga lapisan dari dalam ke luar yaitu tunika intima, tunika media, dan adventitia. Kapiler hanya memiliki satu lapisan. Secara anatomi, pembuluh darah arteri lebih elastis dan lebih tebal dan pembuluh darah kecilnya disebut arteriol. Berbeda dengan vena, yang secara anatomi memiliki dinding lebih tipis dari pada arteri dan terdapat katup-katup di sepanjang pembuluh. Di pembuluh darah juga terdapat otot polos dan jaringan ikat serat-serat kolagen serta dipersarafi oleh saraf simpatis dan parasimpatis sehingga pembuluh darah dapat mengalami vasokontstriksi dan vasodilatasi (Sherwood, 2005; Marieb, 2012)

Fisiologi Tekanan Darah Dalam sistem tubuh manusia, tekanan darah dipengaruhi oleh curah jantung dan resistensi perifer total. Tekanan darah juga diatur oleh sistem saraf simpatis, parasimpatis,

dan

baroreseptor.

Stimulus

parasimpatis

berperan

untuk

menurunkan tekanan darah dengan cara menurunkan kecepatan denyut jantung dan curah jantung sedangkan stimulus simpatis menyebabkan peningkatan tekanan darah, dengan meningkatkan tekanan darah dengan cara menyebabkan vasokonstriksi pada arteriol sehingga resistensi perifer meningkat. Selain itu, efek vasokonstriksi juga menyebabkan peningkatan aliran balik vena sehingga volume sekuncup meningkat. Peningkatan volume sekuncup ini menyebabkan jantung harus meningkatkan kontraktilitasnya dan meningkatkan kecepatan denyut jantung sehingga curah jantung pun meningkat. Peningkatan curah jantung dan resistensi perifer inilah yang menyebabkan peningkatan tekanan darah (Sherwood, 2005).

Saraf parasimpatis bekerja untuk menurunkan tekanan darah sedangkan simpatis meningkatkan tekanan darah, maka baroreseptor bekerja untuk mengembalikan tekanan darah ke nilai normal saat tekanan darah terlalu rendah ataupun terlalu tinggi. Apabila tekanan darah meningkat di atas normal, potensial baroreseptor yaitu sinus karotikus dan lengkung aorta meningkat sehingga kecepatan

10

pembentukan potensial aksi di saraf aferen pun meningkat. Pusat integrasi yang menerima impuls aferen adalah kontrol kardiovaskuler yang terletak di medulla di dalam batang otak. Saat terjadi peningkatan tekanan darah, kontrol kardiovaskuler ini menurunkan aktivitas saraf jantung simpatis dan saraf vasokonstriktor akan tetapi meningkatkan aktivitas saraf parasimpatis sehingga terjadi vasodilatasi arteriol dan vena, penurunan kecepatan denyut jantung dan volume sekuncup pun menurun. Akibatnya curah jantung dan resistensi perifer yang mengakibatkan tekanan darah turun dalam batas normal. Begitu juga sebaliknya, jika tekanan darah terlalu rendah, maka baroreseptor dengan segala penghantar impulsnya bekerja dengan tujuan untuk meningkatkan curah jantung dan resistensi perifer sehingga tekanan darah pun meningkat dalam batas normal (Sherwood, 2005; Moore, et al., 2010).

Klasifikasi Hipertensi Hipertensi dapat diklasifikasikan berdasarkan tiga hal yaitu berdasarkan nilai sistol dan diastolnya, berdasarkan penyebab dan berdasarkan bentuk hipertensi. Menurut JNC (2003), hipertensi diklasifikasikan menjadi:

Tabel 2.1 Klasifikasi hipertensi menurut JNC(Joint National Committee on the Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure) 2003 Klasifikasi

Tekanan Darah Sistol

Tekanan Darah Diastol

Normal

< 120

< 80

Prehipertensi

129 – 139

80 – 89

Hipertensi Stage 1

140 – 159

90 – 99

Hipertensi Stage 2

160 atau > 160

100 atau > 100

11

Klasifikasi hipertensi berdasarkan penyebab menurut Arief (2008) dibagi dua yaitu: 1. Hipertensi essential atau primer yaitu jenis hipertensi yang penyebabnya masih belum dapat diketahui. 2. Hipertensi sekunder yaitu jenis hipertensi yang penyebabnya dapat diketahui antara lain kelainan pada pembuluh darah ginjal, gangguan kelenjar tiroid, atau penyakit kelenjar adrenal.

Etiologi hipertensi Penyebab dari hipertensi essensial sampai saat ini masih belum dapat diketahui. Kurang lebih 90% penderita hipertensi tergolong hipertensi essensial sedangkan 10% nya tergolong hipertensi sekunder. Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang penyebabnya dapat diketahui antara lain kelainan pembuluh darah ginjal, gangguan

kelenjar

tiroid

(hipertiroid),

penyakit

kelenjar

adrenal

(hiperaldosteronisme) dan lainlain (Depkes, 2006).

Penyebab hipertensi sekunder menurut Murphy dan Llyod (2007) dan Clinical Practice Guideline (2008) antara lain sleep apnea, drug-induced atau drug-related, gagal ginjal kronis, aldosteronisme primer, penyakit renovaskuler, terapi steroid, sindrom Cushing, phaeochromocytoma, akromegali, penyakit tiroid atau paratiroid, koarksio aorta dan arteritis Takayasu. Sedangkan faktor resiko pada pasien hipertensi antara lain hipertensi, merokok, obesitas sentral (lingkar perut pada pria >90 cm, >80 cm pada wanita). Kurangnya aktivitas fisik, dislipidemia, diabetes mellitus, dan mikroalbuminuria disebutkan juga merupakan faktor risiko hipertensi. Selain itu, GFR estimasi pada nilai >60 ml/menit, usia (>55 tahun pada laki-laki dan >65 tahun pada wanita) dan adanya riwayat keluarga dengan penyakit kardiovaskuler juga merupakan faktor risiko terjadi hipertensi (Clinical Practice Guidelines, 2008).

12

Tabel 2.2. Penyebab paling umum pada hipertensi sekunder berdasarkan usia (Viera dan Neutze, 2010) Kelompok umur Anak-anak (bayi hingga

Persentase (%) 70-85

usia 12 tahun)

Etiologi paling umum Penyakit parenkim ginjal Koarktasio aorta

Remaja (12-18 tahun)

10-15

Penyakit parenkim ginjal Koartasio aorta

Dewasa

muda

(19-39

5

Disfungsi tiroid

tahun)

Displasia fibromuskular Penyakit parenkim ginjal

Dewasa tengah (40-64

8-12

tahun)

Aldosteronisme Disfungsi tiroid Obstructive sleep apnea Cushing syndrome

Lanjut usia (>65 tahun)

17

Arteri renalis stenosis aterosklerotik Gagal ginjal Hipotiroid

Penyebab hipertensi krisis menurut Vaidya dan Oullette, 2007 antara lain: 1. Hipertensi esensial 2. Penyakit ginjal (penyakit parenkim ginjal, penyakit renovaskuler) 3. Obat (clonidine, methyldopa; intoksikasi phencyclidine, kokain atau obat simpatomimetik lain; interaksi dengan inhibitor monoamin oksidase (tranycypromine, phenelzine dan selegiline) 4. Kehamilan (eklampsia atau preeklampsia berat) 5. Endokirn

(pheochrmocytoma,

aldosteronisme

primer,

kelebihan

glukokortikoid, tumor pensekresi renin 6. Gangguan sistem nervus sentral (stroke infark atau hemoragi, trauma kepala)

13

Patofisiologi Hipertensi Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat vasomotor, pada medulla di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf paska ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.

Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respon vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volum intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.

Untuk pertimbangan gerontologi. Perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh perifer bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada

14

gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volum darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup), mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan perifer ( Brunner & Suddarth, 2002 ).

Peningkatan tekanan darah berat dapat berkembang menjadi de novo atau mungkin menyebabkan kompllikasi yang didasari dengan adanya hipertensi esensial atau sekunder. Faktor penyebab hipertensi emergensi dan urgensi kurang begitu dipahami. Peningkatan tekanan darah yang cepat berhubungan dengan peningkatan resistensi vaskuler sistemik yang meningkat pula. Rerata perubahan tekanan darah secara langsung kemungkinan berhubungan dengan sindrom hipertensi akut yang berkembang dengan peningkatan tekanan darah cepat dalam periode yang singkat. Endotelium berperan penting dalam homeostasis tekanan darah, yang secara umum memodulasi tonus vaskuler dengan mensekresi substansi penting seperti nitrit oksid dan prostasiklin. Peregangan dinding pembuluh darah selama fase peningkatan tekanan darah menyebabkan teraktivasinya sistem RAA (renin-angiotensinaldosteron) yang juga muncul sebagai faktor penting dalam berkembangnya kenaikan tekanan darah. Apabila terjadi kenaikan tekanan darah yang berat, respon kompensasi dari fungsi vasodilatasi endotel berhenti, sehingga menyebabkan dekompensasi endotel yang berakibat pada kenaikan tekanan darah lebih lanjut dan rusaknya endotelium. Proses ini mengarah pada siklus pertahanan diri vaskular yang meningkatkan resistensi dan disfungsi endotel lebih lanjut secara progresif (Vaidya dan Oullette, 2007).

Faktor fisiologis yang berperan pada tingginya prevalensi hipertensi pada pasien postmenopausal termasuk perubahan rasio estrogen / androgen, peningkatan endotelin dan stres oksidatif, aktivasi renin-angiotensin-aldosteron sistem dan sistem saraf simpatis serta peningkatan ekskresi vasokontriktor eiocosanoid. Faktor lain yang berhubungan adalah obesitas, diabetes, dislipidemia, sindrom metabolik,

15

ansietas dan depresi, peningkatan konsumsi natrium, gaya hidup yang tidak sehat dan ketidaktahuan tingkat kesehatan (Lotenberg et al., 2013).

Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa jenis kelamin memiliki andil dalam perbedaan hubungan tekanan-natriuresis dan pada RAAS yang disebabkan oleh perbedaan fungsional antara hormon seks laki-laki dan wanita. Sebuah penelitian menunjukkan aktivitas plasma renin (PRA atau plasma renin activity) secara positif dimodulasi oleh androgen dan secara antagonis oleh estrogen dengan meningkatkan suplai nitrit oksida. Selain itu, prorenin dan nilai PRA lebih banyak pada pria daripada wanita. Pada wanita, peningkatan nilai PRA dihubungkan dengan adanya riwayat diabetes tanpa pemberian terapi sulih hormon (Jun-Mo et al., 2014).

Nitrit oksida down-regulate ekpresi AT1R dan antagonisasi produksi angiotensin II. Estrogen menggunakan efek stimulasinya dalam sintesa aktivitas nitrit oksida di endotel (eNOS) dan NO generation. Produksi nitrit oksida pada wanita postmenopausal yang sehat (rata-rata 2111 nmol dari urin 15 N ekskresi nitrat). Manfaat adanya hormon seks pada awnita adalah mencegah berkembangnya hipertensi dan penyakit kardiovaskular, menurunkan GFR (glomerulus filtration rate) (Jun-Mo et al., 2014).

Hormon seks wanita berdampak pada ekskresi natrium renal sesuai dengan fungsinya dalam mengontrol tekanan darah, intake natrium bebas yang spontan terlihat lebih banyak pada wanita daripada pada pria di banyak mamalia. Perbedaan ini berasal dari kebutuhan dalam menjaga berkurangnya natrium selama kehamilan. Berkurangnya hormon seks wanita berdampak pada kurva hubungan tekanannatriuresis yang mengindikasikan sensitifitas garam pada wanita postmenopause. Sensitifitas garam adalah peningkatan tekanan darah lebih dari 10 mmHg pada akhir diet tinggi garam daripada saat dilakukan diet garam dalam jumlah normal (Jun-Mo et al., 2014)

16

Gambar 2.3 Patofisiologi Hipertensi

17

Gangguan endokrin

Hipertensi berat

Kehamilan

Obat-obatan

Gangguan renal Level kritis atau peningatakn rate secara cepat dan peningkatan resistensi vaskuler

Kerusakan endotel

Peningkatan permeabilitas endotel

Hipertensi esensial

Natriuresis spontan

Penurunan volum intravaskular

Penurunan vasodilator, nitrit oksid, prostasiklin

Peningkatan vasokonstriktor (renin-angiotensin, katekolamin)

Deposisi platelet dan fibrin Peningkatan tekanan darah lebih lanjut Nekrosis fibrinoid dan proliferasi intima

Kenaikan tekanan darah yang berat

Iskemia jaringan

Disfungsi organ akhir

Gambar 2.4 Patofisiologi Hipertesi Emergensi (Kitiyakara dan Guzman, 1998 dalam Vaidya dan Oullette, 2007)

18

Manifestasi klinis Keluhan-keluhan yang spesifik pada penderita hipertensi antara lain (Depkes, 2006): 1. Sakit kepala 2. Gelisah 3. Jantung berdebar-debar 4. Pusing 5. Penglihatan kabur 6. Rasa sakit di dada 7. Mudah lelah

Manifestasi klinis pada pasien hipertensi sekunder antara lain (Mancia et al., 2013) 1. Munculnya Cushing Syndrome 2. Stigmata kulit neurofibromatosis (pheochromocytoma) 3. Pada palpasi ditemukan pembesaran ginjal (polisistis ginjal) 4. Pada auskultasi abdomen terdengar murmur (hipertensi renovaskular) 5. Pada auskultasi area precordial atau dada terdengar murmur (koarktasio aorta, penyakit aorta, penyakit arteri ekstremitas atas) 6. Hilang dan menurunnya nadi femoral dan penurunan tekanan darah femoral dibandingkan pada pengukuran di lengan (koarktasio aorta, penyakit aorta, penyakit arteri ekstremitas bawah) 7. Perbedaan tekanan darah di lengan kanan dan kiri (koarktasio aorta, stenosis aorta subklavia)

Manifestasi klinis pada hipertensi emergensi adalah (Mancia et al., 2013; Vaidya dan Oullette, 2007): 1. Tekanan darah sistolik >180 mmHg dan tekanan darah diastolik >120 mmHg

19

2. Terdapat kerusakan organ target secara progresif atau impending seperti perubahan neurologis mayor, hipertensi ensefalopati, infark serebral, hemoragik intrakranial, gagal ventrikel kiri akut, edema paru akut, diseksi aorta, gagal ginjal atau eklampsia 3. Nyeri dada pada iskemia atau infark miokardium, diseksi aorta 4. Nafas pendek pada edema paru akut sekunder pada gagal ventrikel kiri 5. Nyeri punggung pada pasien diseksi aorta 6. Gejala neurologis seperti nyeri kepala, pandangan kabur, mual dan muntah yang mengarah pada hemoragi intraserebri atau subarachnoid atau hipertensi ensefalopati

Manifestasi klinis pada hipertensi urgensi yakni (Mancia et al., 2013; Vaidya dan Oullette, 2007): 1. Tidak terdapat tanda-tanda kerusakan organ target 2. Pada otak ditemukan defek motorik atau sensorik 3. Pada retina ditemukan keabnormalitasan fundoskopi 4. Jantung didengarkan adanya suara jantung 3 atau 4, murmur, aritmia, lokasi impuls apikal, rales pada paru dan edema perifer 5. Pada arteri perifer ditemukan nadi yang hilang, menurun ataupun asimetris, ekstremitas yang dingin, lesi iskemik kulit 6. Pada arteri karotis didengarkan adanya murmur sistolik

Sebelum pasien didiagnosa menderita hipertensi maka perlu dilakukan pengkajian awal meliputi riwayat yang pernah diderita, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium yang bisa menyingkirkan penyebab sekunder seperti yang ditunjukkan pada tabel di bawah ini.

20

Tabel 2.3. Tanda dan gejala yang menjadi penyebab spesifik pada hipertensi sekunder (Viera dan Neutze, 2010) Kemungkinan Tanda dan gejala

penyebab

Pilihan tes diagnostik

hipertensi sekunder Perbedaan tekanan darah sistolik

Koarktasio aorta

MRI untuk pasien dewasa

di lengan dan tungkai

Ekokardiografi transtorakal

Terlambat atau tidak adanya nadi

untuk pasien anak

femoral Murmur Peningkatan konsentrasi serum Stenosis arteri renal

Computed

kreatinin

angiography

(>0,5-1

g/dL

atau

tomography

44.20-8.40 mikromol/L) setelah

USG doppler pada arteri

mulai mengkonsumsi obat ACE

renalis

inhibitor atau ARB

MRI dengan media kontras

Bruit renal

gadolininium

Bradikardi atau takikardi

Penyakit tiroid

Hormon stimulasi tiroid

Aldosteronisme

Nilai renin dan aldosteron

Intoleransi panas atau dingin Konstipasi atau diare Siklus menstruasi yang berat, ireguler atau tidak menstruasi Hipokalemia

untuk

menghitung

aldosteron/ renin

rasio

21

Tabel 2.3 Tanda dan gejala yang menjadi penyebab spesifik pada hipertensi sekunder (Viera dan Neutze, 2010) Kemungkinan Tanda dan gejala

Pilihan tes diagnostik

penyebab hipertensi sekunder

Sleep apnea

Obstructive

Daytime sleepinesss

apnea

sleep Polysomnography (peme-riksaan

Snoring

untuk tidur) Sleep

Apnea

Clinical

dengan

Score

menggunakan

pulseoymetry pada malam hari Flushing

Pheochromocytoma

24-hour

urinary

frac-tionated

Sakit kepala

metanephrines

Labile blood pressure

Plasma free metanephrines

Hipotensi ortostatik Palpitasi Berkeringat Sinkop Buffalo hump

Cushing syndrome

24-hour urinary cortisol

Central obesity

Late-night salivary cortisol

Moon facies

Low-dose dexamethasone

Striae

suppression

Pemeriksaan diagnostik Dalam menegakkan diagnosis hipertensi diperlukan beberapa tahapan pemeriksaan yang harus dijalani sebelum menentukan terapi atau tatalaksana yang akan diambil. Algoritme diagnosis ini diadaptasi dari Canadian Hypertension Education Program: the Canadian Recommen-dation for The Management of Hypertension 2014 (PERKI, 2015)

22

Gambar 2.5 Algoritme hipertensi (PERKI, 2015)

Pemeriksaan diagnostik yang digunakan untuk dapat mendeteksi hipertensi adalah: 1. Pemeriksaan riwayat yang lengkap. Pemeriksaan riwayat yang lengkap meliputi: 

Durasi dan nilai kenaikan tekanan darah bila diketahui



Gejala penyebab sekunder dari hipertensi



Gejala gangguan target organ seperti penyakit arteri koroner dan penyakit serebrovaskuler



Gejala penyakit concomitant yang berdampak pada terapi dan prognosis seperti diabetes mellitus, penyakit ginjal dan gout



Riwayat keluarga dengan hipertensi, penyakit arteri koroner, stroke, diabetes, penyakit renal atau dislipidemia



Riwayat diet seperti garam, lemak, kafein dan alkohol

23



Riwayat pengobatan seperti NSAID, dekongestan nasal dan konsumsi obat-obatan herbal



Gaya hidup dan faktor lingkungan yang berdampak pada manajemen terapi dan hasil yang diharapkan seperti merokok, aktivitas fisik, stres pekerjaan dan kelebihan berat badan sejak muda (Clinical Practice Guidelines, 2008).

2. Pemeriksaan fisik lengkap antara lain: 

Pemeriksaan menyeluruh meliputi tinggi badan, berat badan dan lingkar perut



Pengukuran tekanan darah 2 kali atau lebih yang diberikan jeda kurang lebih 2 menit dengan posisi pasien terlentang atau duduk, dan kurang lebih 1 menit setelah berdiri



Pengukuran pada kedua lengan



Fundoskopi



Pemeriksaan adanya bruit karotis, bruit abdominal, adanya nadi perifer dan keterlambatan radio-femoral



Pemeriksaan jantung



Pemeriksaan dada dengan adanya tanda gagal jantung



Pemeriksaan abdomen meliputi massa pada renal, aneurisma aorta dan obesitas abdomen



Pemeriksaan neurologis untuk melihat adanya stroke



Tanda gangguan endokrin seperti Cushing syndrome, akromegali dan penyakit tiroid (Clinical Practice Guidelines, 2008)

3. Pemeriksaan tekanan darah Pemeriksaan tekanan darah yang umum dilakukan dengan menggunakan alat tensi meter

yang dipasang pada lengan pasien dalam keadaan duduk

24

bersandar, berdiri atau tiduran (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006). Pemeriksaan tekanan darah ini dapat diukur secara langsung ataupun tidak langsung. Terdapat 4 macam alat yang digunakan untuk mengukur tekanan darah secara tidak langsung yakni sphygmomanometer merkuri atau raksa, sphygmomanometer aneroid, tensimeter digital dan ABPM atau ambulatory blood pressure measurement (Clinical Practice Guidelines, 2008).

Tekanan darah diukur dalam posisi duduk atau berdiri, lengan dalam posisi hampir mendatar (setinggi jantung) sehingga dapat menghasilkan pembacaan tekanan darah sistolik dan diastolik. Untuk mencegah penyimpangan bacaan, sebaiknya pemeriksaan tekanan darah dilakukan lima menit setelah beristirahat. Bila perlu, dapat dilakukan dua kali pengukuran dengan selang waktu lima sampai 20 menit pada sisi kanan dan kiri. Ukuran manset dapat mempengaruhi hasil bacaan. Sebaiknya lebar manset 2/3 kali panjang lengan atas. Manset sedikitnya harus dapat melingkari 2/3 lengan dan bagian bawahnya harus 2 cm di atas daerah lipatan lengan atas untuk mencegah kontak dengan stetoskop. Balon dipompa sampai di atas tekanan sistolik, kemudian dibuka perlahan-lahan dengan kecepatan 2-3 mmHg per denyut jantung. Tekanan sistolik dicatat pada saat terdengar bunyi yang pertama (Korotkoff I), sedangkan tekanan diastolik dicatat apabila bunyi tidak terdengar lagi (Korotkoff V) (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006).

ABPM atau ambulatory blood pressure monitoring tidak digunakan untuk mendiagnosa dan memberikan manajemen terapi bagi kebanyakan pasien hipertensi. ABPM lebih banyak digunakan untuk penelitian dan situasi klinis tertentu seperti hipertensi “jas putih”. Hipertensi borderline, hipertensi resisten (tekanan darah >140/90 mmHh pada 3 regimen obat anti hipertensi) yang salah satunya merupakan obat diuretik, evaluasi

gejala

25

curiga hipotensi dan memastikan durasi kinerja obat baru di percobaan klinis. Terdapat peningkatan bukti pada organ-organ target seperti jantung, ginjal, otak dan arteri besar yang berkorelasi lebih baik pada pengukuran tekanan darah di luar klinik meliputi ABPM dan pengukuran tekanan darah di rumah (Clinical Practice Guidelines, 2008).

Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan untuk menegakkan diagnosa hipertensi antara lain (Mancia et al., 2013): 

Hitung darah lengkap termasuk hemoglobin dan/atau hematokrit



Urinalisis

untuk

pemeriksaan

mikroskopis,

protein

urin

menggunakan dipstick test, tes untuk mikroalbuminuria 

Pengukuran nilai ekskresi albumin urin atau rasio albumin/ kreatinin



Faal renal (urea, kreatinin, BUN, serum elektrolit dan asam urat)



Glukosa darah puasa



Lipid profile meliputi serum total kolesterol, LDL, HDL, serum trigliserida puasa



Serum potasium dan sodium



Elektrokardiogram 12 lead



Foto rontgen thorax



CT scan kepala tanpa kontras dilakukan pada pasien dengan gangguan neurologis, termasuk pasien dengan penurunan kesadaran atau tanda fokal neyrologis



Tes tambahan meliputi HbA1c (bila glukosa plasma puasa > 5.6 mmol/L atau 102 mg/dL atau ada riwayat diabetes mellitus; proteinuria

kuantitatif,

potasium

urin,

konsentrasi

sodium

pengawasan tekanan darah di rumah (home blood pressure monitoring

dan

ambulatory

blood

pressure

monitoring)

ekokardiografi; holter monitoring bila terdapat aritmia ultrasonograi

26

dupplex karotis; ultrasound dupplex abdomen dan arteri perifer; PWV atau pulse ave velocity; ankle-brachial index dan funduskopi.

Penatalaksanaan Hipertensi a. Pentalaksanaan Non Farmakologis Menjalani pola hidup sehat telah banyak terbukti dapat menurunkan tekanan darah, dan secara umum sangat menguntungkan dalam menurunkan risiko permasalahan kardiovaskular. Pada pasien yang menderita hipertensi derajat 1, tanpa faktor risiko kardiovaskular lain, maka strategi pola hidup sehat merupakan tatalaksana tahap awal, yang harus dijalani. Berikut beberapa cara yang dapat dilakukan dalam merubah pola hidup bagi penderita hipertensi: 1.

Olah raga pada penderita hipertensi, dapat berupa jalan,lari, jogging, bersepeda selama 20-25 menit dengan frekuensi 3-5 kali per minggu. Penting juga untuk cukup istirahat (6-8 jam) dan mengendalikan stress.

2.

Menurunkan berat badan,

3.

Menghindari rokok, dan minuman beralkohol.

4.

Batasi asupan garam tidak lebih dari ¼ - ½ sendok teh (6 gram/hari),

5.

Makanan yang berkadar lemakjenuh tinggi (otak, ginjal, paru, minyak kelapa,gajih).

6.

Makanan yang diolah dengan menggunakan garam natrium (biscuit, crackers,keripik dan makanan kering yang asin),

7.

Makanan dan minuman dalam kaleng (sarden, sosis, korned, sayuran serta buah-buahan dalam kaleng, soft drink),

8.

Makanan yang diawetkan (dendeng, asinan sayur/buah, abon, ikan asin,pindang, udang kering, telur asin, selai kacang),

9.

Susu full cream, mentega, margarine, keju mayonnaise, serta sumber protein hewani yang tinggi kolesterol seperti daging merah (sapi/kambing), kuning telur, kulit ayam),

27

10. Bumbu-bumbu seperti kecap, maggi, terasi, saus tomat, saus sambal, tauco serta bumbu penyedap lain yang pada umumnya mengandung garam natrium, 11. Makanan yang mengandung alkohol seperti durian.

b. Terapi Farmakologis Secara umum, terapi farmakologi pada hipertensi dimulai bila pada pasien hipertensi derajat 1 yang tidak mengalami penurunan tekanan darah setelah > 6 bulan menjalani pola hidup sehat dan pada pasien dengan hipertensi derajat ≥ 2. Berikut terapi obat yang dapat diberikan kepada pasien dengan hipertensi: 1.

Beta Blocker Golongan obat beta bloker bekerja dengan mengurangi isi sekuncup jantung, selain itu juga menurunkan aliran simpatik dari SSP dan menghambat pelepasan rennin dari ginjal sehingga mengurangi sekresi aldosteron. Efek samping meliputi kelelahan, insomnia, halusinasi, menurunkan libido dan menyebabkan impotensi. Contoh golongan beta bloker adalah atenolol dan metoprolol.

2.

ACE Inhibitor Obat golongan Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI) bekerja menghambat perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II sehingga bekerja dengan menghambat aktivitas saraf simpatis dengan menurunkan pelepasan noradrenalin, menghambat pelepasan endotelin, meningkatkan produksi substansi vasodilatasi seperti NO, bradikinin, prostaglandin dan menurunkan retensi sodium dengan menghambat produksi aldosteron. Efek samping yang mungkin terjadi adalah batuk batuk, skin rash, hiperkalemia. Hepatotoksik. glikosuria dan proteinuria merupakan efek samping yang jarang. Contoh golongan ACEI adalah captopril, enlapril dan Lisinopril.

3.

Angiotensin Receptor Blocker (ARB)

28

Golongan obat Angiotensin Receptor Blocker (ARB) menyebabkan vasodilatasi, peningkatan ekskresi Na+ dan cairan (mengurangi volume plasma), menurunkan hipertrofi vaskular sehingga dapat menurunkan tekanan darah. Efek samping yang dapat muncul meliputi pusing, sakit kepala, diare, hiperkalemia, rash, batuk-batuk (lebih kurang dibanding ACE-inhibitor), abnormal taste sensation (metallic taste). Contoh golongan ARB adalah candesartan, losartan dan valsartan. 4.

Thiazid Diuretik Golongan obat Thiazid diuretic bekerja dengan meningkatkan ekskresi air dan Na+ melalui ginjal yang menyebabkan berkurangnya preload dan menurunkan cardiac output. Selain itu, berkurangnya konsentrasi Na+ dalam darah menyebabkan sensitivitas adrenoreseptor–alfa terhadap katekolamin menurun, sehingga terjadi vasodilatasi atau resistensi perifer menurun. Efek samping yang mungkin timbum meliputi peningkatan asam urat, gula darah, gangguan profil lipid dan hiponatremia. Contoh golongan Thiazid diuretic adalah hidroclorotiazid dan indapamide.

5.

Calsium Canal Blocker Golongan obat calcium canal bloker (CCB) memiliki efek vasodilatasi, memperlambat laju jantung dan menurunkan kontraktilitas miokard sehingga menurunkan tekanan darah. Efek samping yang mungkin timbul adalah pusing, bradikardi, flushing, sakit kepala, peningkatan SGOP dan SGPT, dan gatal gatal juga pernah dilaporkan. Contoh golongan CCB adalah nifedipine, amlodipine dan diltiazem.

Algoritme tatalaksana hipertensi yang direkomendasikan berbagai guidelines memiliki persamaan prinsip, dan di bawah ini adalah algoritme tatalaksana hipertensi secara umum.

29

Gambar 2.6 Alogaritma Hipertensi A Statement by the American Society of Hypertension and the International Society of Hypertension 2013

Terdapat beberapa alasan mengapa pengobatan kombinasi pada hipertensi dianjurkan diantaranya dikarenakan mempunyai efek aditif, mempunyai efek sinergisme, mempunyai sifat saling mengisi, penurunan efek samping masingmasing obat, mempunyai cara kerja yang saling mengisi pada organ target tertentu dan adanya “fixed dose combination”. Menurut European Society of Hypertension 2013, kombinasi dua obat untuk hipertensi ini dapat dilihat pada gambar di bawah dimana kombinasi obat yang dihubungkan dengan garis hijau adalah kombinasi yang paling efektif.

30

Gambar 2.7 Kombinasi yang memungkinkan dari kelas yang berbeda untuk obat-obat antihipertensi. Keterangan: Garis hijau : kombinasi yang direkomendasikan. Garis hijau putusputus : kombinasi yang mungkin. Garis hitam putus-putus: kombinasi yang memungkinkan tetapi kurang disarankan. Garis merah: tidak direkomendasikan.

Berdasarkan gambar diatas tiazid diuretic efektif dikombinasikan dengan ARB, Ca antagonis atau ACEI. ARB efektif dikombinasi dengan tiazid, Ca antagonis dan tidak direkomendasikan di kombinasikan dengan ACEI. Kemudian Ca antagonis efektif dikombinasikan dengan ARB, tiazid diuretic atau ACEI. ACEI efektif dikombinasikan dengan tiazid diuretic, Ca antagonis dan tidak direkomendasikan di kombinasikan dengan ARB. Secara umum, JNC 8 ini memberikan 9 rekomendasi terbaru terkait dengan target tekanan darah dan golongan obat hipertensi yang direkomendasikan, yaitu: 1. Rekomendasi 1. Rekomendasi pertama yang dipublikasikan melalui JNC 8 ini terkait dengan target tekanan darah pada populasi umum usia 60 tahun atau lebih. Berbeda dengan sebelumnya, target tekanan darah pada populasi tersebut lebih tinggi yaitu tekanan darah sistolik kurang dari 150 mmHg serta

31

tekanan darah diastolik kurang dari 90 mmHg. Apabila ternyata pasien sudah mencapai tekanan darah yang lebih rendah, seperti misalnya tekanan darah sistolik <140 mmHg (mengikuti JNC 7), selama tidak ada efek samping pada kesehatan pasien atau kualitas hidup , terapi tidak perlu diubah.. 2. Rekomendasi 2. Rekomendasi kedua dari JNC 8 adalah pada populasi umum yang lebih muda dari 60 tahun, terapi farmakologi dimulai untuk menurunkan tekanan darah diastolik <90 mmHg. Secara umum, target tekanan darah diastolik pada populasi ini tidak berbeda dengan populasi yang lebih tua. 3. Rekomendasi 3. Rekomendasi ketiga dari JNC adalah pada populasi umum yang lebih muda dari 60 tahun, terapi farmakologi dimulai untuk menurunkan tekanan darah sistolik <140 mmHg. 4. Rekomendasi 4. Rekomendasi 4 dikhususkan untuk populasi penderita tekanan darah tinggi dengan chronic kidney disease (CKD). Populasi usia 18 tahun atau lebih dengan CKD perlu diinisiasi terapi hipertensi untuk mendapatkan target tekanan darah sistolik kurang dari 140 mmHg serta diastolik kurang dari 90 mmHg. 5. Rekomendasi 5. Pada pasien usia 18 tahun atau lebih dengan diabetes, inisiasi terapi dimulai untuk menurunkan tekanan darah sistolik kurang dari 140 mmHg dan diastolic kurang dari 90 mmHg. Rekomendasi ini merupakan expert opinion. Target tekanan darah ini lebih tinggi dari guideline sebelumnya, yaitu tekanan darah sistolik <130 mmHg serta diastolic <85 mmHg. 6. Rekomendasi 6. Pada populasi umum non kulit hitam (negro), termasuk pasien dengan diabetes, terapi antihipertensi inisial sebaiknya menyertakan diuretic thiazid, Calcium channel blocker (CCB), Angiotensin-converting Enzyme Inhibitor (ACEI) atau Angiotensin Receptor Blocker (ARB). 7. Rekomendasi 7. Pada populasi kulit hitam, termasuk mereka dengan diabetes, terapi inisial hipertensi sebaiknya menggunakan diuretic tipe thiazide atau CCB. Pada populasi ini, ARB dan ACEI tidak direkomendasikan.

32

8. Rekomendasi 8. Pada populasi berusia 18 tahun atau lebih dengan CKD dan hipertensi, ACEI atau ARB sebaiknya digunakan dalam terapi inisial atau terapi tambahan untuk meningkatkan outcome pada ginjal. Hal ini berlaku pada semua pasien CKD dalam semua ras maupun status diabetes. 9. Rekomendasi 9. Rekomendasi 9 ini termasuk dalam rekomendasi E atau expert opinion. Rekomendasi 9 dari JNC 8 mengarahkan kita untuk melakukan penyesuaian apabila terapi inisial yang diberikan belum memberikan target tekanan darah yang diharapkan. Jangka waktu yang menjadi patokan awal adalah satu bulan, Jika dalam satu bulan target tekanan darah belum tercapai, kita dapat memilih antara meningkatkan dosis obat pertama atau menambahkan obat lain sebagai terapi kombinasi. Obat yang digunakan sesuai dengan rekomendasi yaitu thiazide, ACEI, ARB atau CCB. Namun, ARB dan ACEI sebaiknya tidak dikombinasikan. Jika dengan dua obat belum berhasil, kita dapat memberikan obat ketiga secara titrasi. Pada masing-masing tahap kita perlu terus memantai perkembangan tekanan darahnya serta bagaimana terapi dijalankan, termasuk kepatuhan pasien. Jika perlu lebih dari tiga obat atau obat yang direkomendasikan tersebut tidak dapat diberikan, kita bisa menggunakan antihipertensi golongan.

Konsep Asuhan Keperawatan Hipertensi 1. Pengkajian Keperawatan a.

Identitas pasien : nama, tanggal lahir, jenis kelamin, agama, suku , pendidikan, pekerjaan.

b.

Riwayat -

Keluhan utama

-

Riwayat penyakit sekarang

-

Riwayat kesehatan dahulu

-

Riwayat penyakit keluarga

-

Faktor resiko

-

Persepsi dan pemeliharaan kesehatan

33

c.

-

Riwayat personal dan sosialisasi

-

Riwayat spiritual

-

Kebiasaan sehari hari Pemeriksaan fisik 

Keadaan umum, tingkat kesedaran, berat badan, tinggi badan, tanda tanda vital



Pemeriksaan kepala : rambut, mata konjungtiva tidak anemis, pupil isokor, sklera.



Hidung : bentuk, fungsi penciuman, da atau tidak ada riwayat sinusitis, maupun epitaksis.



Telinga : bentuk dan fungsi pendengaran.



Pemeriksaan leher : JVP dan pembesaran thyroid



Pemeriksaan thoraks : bentuk dada, pernapasan (irama, frekuensi, jenis suara napas)



Pemeriksaan kardiovaskular : denyut jantung, suara jantung, bising jantung. TD diukur minimal 2 kali dengan tenggang waktu 2 menit dalam posisi berbaring atau duduk, dan berdiri sekjrangnya setelah 2 menit. Pengukuran menggunakan yang sesuai dan sebaiknya dilakukan pada kedua sisi lengan, dan jika nilainya berbeda maka nilai yang tertinggi yang diambil.



Abdomen : bising dan pembesaran hepar



Pemeriksaan genetourinaria : warna, frekuensi, tidak merasakan sakit, pada saat buang air kecil

d.



Ekstremitas : lemahnya atau hilangnya nadi perifer dan edema



Hematopoetik : riwayat perdarahan atau mudah terjadi perdarahan



Endokrin : riwayat DM



Neurologi : tanda thrombosis serebral dan perdarahan

Pemeriksaan penunjang

34



EKG: adanya pembesaran ventrikel kiri, pembesaran atrium kiri, adanya penyakit jantung koroner atau aritmia



Hemoglobin/ hematokrit: bukan diagnostik, tetapi mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan factor-faktor seperti hiperkoagulabilitas, anemia



BUN/kreatinin: memberikan informasi tetang perfusi/ fungsi ginjal



Glukosa/ hiperglikemia (DM) adalah pencetus hipertensi dapat diakibatkan oleh peningkatan kadar katekolamin (meningkatkan hipertensi)



Kalium serum: hipokalemia dapat mengindikasikan adanya aldosteron utama (penyebab atau efek samping dari terapi diuretik)



Kalsium serum: peningkatan kadar kalsium serum dapat meningkatkan hipertensi



Kolesterol dan trigliserida serum: peningkatan kadar dapat mengindikasikan encetus adanya pementukan plak ateromatosa (efek kardiovaskular)



Asam urat: hiperurisemia telah menjadi implikasi sebagai faktor resiko terjadinya hipertensi



Foto rontgen: adanya pembesaran jantung,, vaskularisasi, atau aorta yang melebar



Echocardiogram: tampak adanya penebalan dinding ventrikel kiri, mungkin juga sudah terjadi dilatasi dan gangguan fungsi sitolik dan diastolik

2. Diagnosa Keperawatan Resiko kekambuhan/ ketidakpatuhan terhadap program perawatan diri yang berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang program pengobatan, aturan penanganan dan kontrol proses penyakit (Mutaqqin, 2009)

35

1. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload, vasokonstriksi, hipertropi/rigiditas ventrikuler, iskemia miokard. 2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen. 3. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral 4. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi cairan di interstitial paru 5. Cemas berhubungan dengan krisis situasional sekunder adanya hipertensi yang diderita klien 6. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit.

No 1

36

Perencanaan

Diagnosa

Kriteria Hasil

Intervensi

Nyeri ( sakit kepala) Tujuan : Nyeri atau sakit kepala hilang atau 1. Pertahankan tirah baring, lingkungan yang tenang, berhubungan

dengan berkurang

peningkatan

dengan keperwatan selama 2 x 24 jam . Kriterian 2. Minimalkan

peningkatan

tekanan hasil:

vaskulerbserebral

setelah

dilakukan

tindakan

sedikit penerangan gangguan

lingkungan

dan

rangsangan

1. Mampu mengontrol nyei (tahu penyebab 3. Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan nyeri, mampu menggunakan tehnik 4. Hindari merokok atau menggunakan penggunaan nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan) 2. Melaporkan

5. Beri bahwa

berkurangdengan

mengenali

tindakan

nonfarmakologi

untuk

nyeri

menghilangkan rasa sakit kepala seperti kompres

menggunakan

dingin pada dahi, pijat punggung, memberikan

manajemen nyeri 3. Mampu

nikotin

posisi yang nyaman, teknik relaksasi, bimbingan nyeri

(skala,

imajinasi dan distraksi.

instensitas, frekuensi dan dan tanda nyeri 6. Hilangkan/ minimalkan vasokonstriksi yang dapat ). 4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang 5. Tanda vital dalam rentang normal

meningkatkan sakit kepala misalnya mengejan saat BAB, batuk panjang. 7. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi : analgesic,

antiansietas

(lorazepam,

ativan,

diazepam, valium) 2.

Intoleransi berhubungan kelemahan,

aktivitas Tujuan : tidak terjadi intoleransi aktivitas 1. Berikan dorongan untuk aktivitas/ perawatan diri dengan setelah dilakukan tindakan keperawatan, criteria hasil:

bertahap jika dapat diintoleransi. Berikan bantuan sesuai kebtuhan

37

ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen

1. Meningkatkan energy untuk melakukan

3. Kaji respon pasien terhadap aktivitass

aktivitas sehari-hari 2. Menunjukan

2. Instruksikan pasien tentang penghematan energy

gelaja 4. Monitor adanya diaphoresis dan pusing

penurunan

5. Observasi TTV 4 jam

intoleransi aktivitas

6. Berikan jarak waktu pengobatan dan prosedur untuk memungkinkan waktu istirahat yang tidak terganggu, berikan waktu istirahat sepanjang siang atau sore. 3.

Resiko tinggi terhadap penurunan jantung dengan

Tujuan : tidak terjadi penurunan curah

2. Lakukan pengecekan sirkulasi perifer secara

curah jantung. Kriteria hasil :

berhubungan 1. Tanda-tanda vital dalam rentang normal peningkatan

afterload,

ventrikuler, miokard.

iskemia

3. Monitor TTV secara berkala 4. Dokumentasi jika ada disritmia

kelelahan

hipertropi/rigiditas

menyeluruh (pulasi, waktu pengisian kapiler, warna, udema)

(tekanan darah, nadi, respirasi) 2. Dapat mentoleransi aktivitasi, tidak ada

vasokonstriksi,

1. Evaluasi adanya nyeri dada

3. Tidak ada edema paru perifer, dan tidak ada 5. Monitor efek obat pasien 6. Monitor status respirasi, terkait dengan tanda-

asites.

tanda heart failure

4. Tidak ada penurunan kesadaran

7. Monitor status hidrasi secaraberkala 4.

Pola napas tidak efektif Tujuan berhubungan

:

setelah

dilakukan

tindakan 1. Monitor kedalaman

dengan keperawatan diharapkan pola napas efektif. Kriteria hasil :

ekspansi dada

pernapasan, frekuensi dan

38

akumulasi cairan di 1. Sesak berkurang/ hilang interstitial paru

2. Auskultasi bunyi napas dan catat adanya bunyi

2. Tidak ada bunyi napas tambahan

napas tambahan

3. Tidak menggunakan otot bantu pernapasan 3. Berikan posisi semifowler 4. Berikan oksigen tambahan jika pasien sesak kolaborasi dalam memberikan obat sesuai indikasi 5

Cemas

berhubungan Tujuan : kecemasan hilang/ berkurang setelah 1.

dengan

krisis dilakukan intervensi keperawatan. Kriteria 2.

situasional

diderita klien

3.

Temani asien untuk memberikan keamanan dan mengurangi rasa takut

emas berkurang 2. Ekspresi wajah rileks

Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur

sekunder hasil:

adanya hipertensi yang 1. Klien mengatakan sudah tidak cemas lagi/

Gunakan pendekatan yang menenangkan

4.

Berikan informasi factual, mengenai diagnosis, tindakan prognosis

3. TTV dalam batas normal 5.

Dorong keluarga untuk menemani anak

6.

Lakukan masase punggung

7.

Dengarkan pasien dengan penuh perhatian

8.

Identifikasi tingkat kecemasan

9.

Bantu

pasien

mengenal

situasi

yang

menimbulkan kecemasan 10. Dorong

pasien

untuk

mengungkapkan

perasaan, ketakutan, dan persepsi

39

11. Instruksikan

klien

menggunakan

teknik

relaksasi 12. Berikan obat untuk mengurangi kecemasan 6

Kurang

pengetahuan Tujuan : pasien terpenuhi dalam informasi

berhubungan kurangnya tentang penyakit

dengan tentang hipertensi setelah dilakukan tindakan informasi keperawatan. KCriteria hasil: proses 1. Pasien

dan

keluarga

menyatakan

prognosis, dan program pengobatan dan

keluarga

mampu

melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar 3. Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat atau tim kesehatan lainnya.

pasien tentang proses penyakit yang spesifik 2. Jelaskan

pemahaman tentang penyakit, kondisi,

2. Pasien

1. Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan

patofisiologi

dari

penyakit

dan

bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi fisiologi, dengan cara yang cepat 3. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit dengan cara yang tepat. 4. Gambarkan proses penyakit dengan cara yang tepat 5. Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara yang tepat 6. Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi 7. Hindari harapan yang kosong 8. Sediakan bagi keluarga atau informasi tentang kemajuan pasien 9. Diskusikan mungkin

perubahan diperlukan

gaya untuk

hidup

yang

mencegah

40

komplikasi dimasa yang akan dating dan proses pengontrolan penyakit 10. Diskusikan pilihan terapi atau penanganan 11. Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan second opinion dengan cara yang tepat atau diindikasikan 12. Eksplorasi

kemungkinan

sumber

atau

dukungan dengan cara yang tepat 13. Rujuk pasien pada grup atau agensi di komunitas local 14. Isntruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan pada pemberi perawatan kesehatan, dengan cara yang tepat/

41

BAB 3 TINJAUAN KASUS

A. PENGKAJIAN 1. Identitas a. Nama

: Ny.H

b. Nomor rekam media : 2016-40-68-32 c. Umur

: 50 tahun

d. Jenis kelamin

: Perempuan

e. Pekerjaan

: IRT

f.

: SLTA/Sederajat

Pendidikan

g. Tanggal MRS

: 16-02-2017 pukul 11.30

h. Pengkajian

: 16-02-2017 pukul 16.00

i.

: Dusun Lumsan Nababan, Kelurahan Pandiangan

Alamat tetap

kec. LAE Medan j.

Diagnosa utama

k. Diagnosa sekunder

: Hipertensi Emergency : HHD / CAD 3VD + LM Pro CABG

2. Riwayat Penyakit a. Keluhan Utama Pasien mengatakan saat ini masih merasakanan sakit di daerah kepala, merasa pusing dan nyeri dengan skala 2/10. Pasien juga mengatakan kadang-kadang jantung berdebar-debar. Pasien mengatakan merasa kelelahan jika banyak bergerak dan nafas lebih cepat tetapi tidak sesak. b. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien mengatakan sakit kepala dan pusing sudah dirasakan sejak satu hari sebelum masuk rumah sakit. Pandangan gelap, pingsan, kejang, kelemahan anggota gerak tidak dikeluhkan. Pasien sedang memeriksa kesehatan ke poli bedah, saat di periksa tekanan darahnya pasien mengatakan TD tinggi (> 200mmHg), kemudian dari poli bedah dikirim ke IGD untuk observasi.

42

Keluhan nyeri dada tidak ada, sesak nafas tidak ada. Pasien mengatakan sudah tiga malam tidak bisa tidur, sering terbangun dan terkejut, pasien selalu teringat dengan operasi yang akan dijalani beberapa hari lagi. Menurut keterangan pasien operasi CABG akan dilakukan tanggal 25 Februari 2017, serta pasien mengatakan teringat sama suaminya yang jauh dikampung karena sudah hampir setahun tidak berjumpa. c. Riwayat Penyakit Dahulu Pasien mengatakan sudah menderita hipertensi sejak tiga tahun yang lalu, selalu mengontrol tekanan darah ke polindes terdekat dan minum obat saat merasa sakit kepala dan rasa tegang di tengkuk. Sejak satu tahun terakhir pasien sering mengeluh nyeri dada dan mengatakan jika nyeri timbul sampai menyebabkan sesak nafas dan sering keluar masuk rumah sakit. Pasien mengatakan sakit akan hilang setelah beristirahat dan minum obat di bawah lidah yang diberikan oleh dokter. Pada bulan April 2016 pasien mengalami nyeri dada berulang dan nyeri yang dirasakan lebih sakit dari sebelumnya sehingga keluarga membawanya ke Rumah Sakit Murni Teguh Medan. Di Rumah Sakit tersebut, dokter menyarankan untuk dirujuk ke RSJPHK Jakarta. Sejak dirujuk bulan April 2016 pasien rutin memeriksa kesehatannya ke RSJPHK serta rutin minum obat. Saat perawat menanyakan obat apa saja yang diminum, pasien tidak bisa mengingat semuanya. Belakangan ini pasien mengatakan sering cepat lelah saat melakukan beberapa aktivitas seperti berjalan, naik tangga merasa sangat lelah, jantung berdebar-debar bahkan sampai terasa sesak dan nyeri dada dan harus segera beristirahat serta meminum obat di bawah lidah sehingga nyeri akan hilang.

d. Faktor resiko Jika ditelusur dari faktor keturunan keluarga, pasien mengatakan adik dan kakaknya juga menderita hipertensi. Pasien juga mengatakan sudah tidak haid (menopause) lagi sekitar empat tahun yang lalu.

43

e. Persepsi dan pemeliharaan kesehatan Pasien mengatakan jika memiliki keluhan kesehatan, pasien berusaha untuk segera membawa ke pelayanan kesehatan seperti puskesmas atau rumah sakit. f.

Pola nutrisi Pasien mengatakan makan 3 x sehari. Sebelum mengalami serangan jantung, pasien mengatakan kurang menjaga pola makan seperti sering mengkonsumsi makanan yang mengandung lemak, santan, gorengan, dan yang banyak garam. Namun selama berobat ke RSJPDHK bulan April 2016 pasien mulai mengurangi makanan-makanan tersebut, dan sekarang sangat menjaga makananya.

g. Pola eliminasi Pasien mengatakan BAB 1 kali setiap hari, konsistensinya normal dan BAK 7-8 kali sehari. Selama perawatan 8 jam di rumah sakit ini pasien tidak BAB. BAK 2 kali, urin output : 1200 cc, Intake : 700 cc;  BC : -500 cc (selama 8 jam)

3. Pemeriksaan Fisik a. Tanda-tanda vital Saat awal masuk IGD, Tekanan Darah : 212/93 mmHg; HR : 82 x/menit; RR : 26 x/menit; T : 36,9oC; SaO2 : 99%. Saat pengkajian, Tekanan Darah : 177/78 mmHg; HR : 79 x/menit; RR : 24 x/menit b. Penampilan umum:  Kesadaran pasien compos mentis.  Ekspresi wajah klien nampak terlihat sedikit tegang, dan kadang-kadang termenung serta menghela nafas dalam saat bercerita dengan perawat. sesekali mengerutkan dahi seperti tidak nyaman.  Berat Badan/Tinggi Badan : 50 kg/155cm  Mata, tidak anemis, tidak ikterik, tidak ada edema palparebra

44

 Gigi : tidak ada gigi berlubang  Leher : JVP 5+3 cmH2O (saat awal masuk), saat pengkajian tidak ditemukan adanya peningkatan JVP, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid maupun kelenjar getah bening  Thoraks : Dada simetris, suara napas vesikuler +/+, ronchi tidak ada, wheezing tidak ada, suara jantung : S1, S2 normal, tidak ada murmur, tidak ada gallop.  Abdomen : tidak ada asites, tidak terdapat distensi lambung, nyeri tekan tidak ada.  Ekstremitas : akral dingin saat masuk IGD, saat pengkajian akral hangat, asianosis, capillary refill time (CRT) <2 detik, saat pengkajian (tidak ada edema), ekstremitas motorik baik, pulsasi arteri dorsalis perifer sinistra/dekstra kuat.

4. Pemeriksaan Penunjang a. Laboraturium : Tabel 3.1 data laboratorium Tanggal 16/02/2017

Pemeriksaan Hemoglobin Leukosit Trombosit Hematokrit Natrium Kalium Kalsium GDS sewaktu

b. EKG Irama

: reguler

Heart Rate

: 80 x/menit

Hasil 13,5 g/dl 9.270 uL 357.000 uL 40,1 % 141 mmol/L 4,05 mmol/L 2,35 mmol/L 94 gr/dl

45

Gelombang P

: 0,8 s/ 0,15 mV (morfologi P normal, tidak ada P pulmonal dan P mitral)

PR interval

: 0,16 s

Kompleks QRS

: sempit 0,08 s

Segmen ST

: ST Depresi di lead 4-6

Aksis

: normo aksis

Kesimpulan

: sinus rhythm

5. Terapi Farmakologi Penanganan dI IGD 

Bedrest



Pasien dipasang IV line pada vena radialis dekstra untuk NaCl 0.9% 500 cc/24 jam



ISDN sublingual 5 mg  TD : 212/92 mmHg



Captopril extra 25 mg per oral  TD : 196/96 mmHg



Drip perdipin Start dengan dosis 0,1 meq/kgBB/jam  Tekanan Darah : 187/88 mmHg; Heart Rate: 90 x/menit; Respiratory Rate: 24 x/menit  Dosis perdipin dinaikkan 0,5 meq/kgBB/jam  Tekanan Darah : 177/82 mmHg; Heart Rate: 83 x/menit; Respiratory Rate: 23 x/menit



Pasien direncanakan untuk rawat inap

Pengobatan 

Concor PO 1 x 5 mg



Nitrokaf Retard PO 2 x 2,5 mg



Cardace PO 1 x 10 mg



Simvastatin PO 1 x 20 mg



Ascardia 1x 80 mg

B. ANALISA DATA Tabel 3.2 Tabel analisa data No. Data

Masalah Keperawatan

Etiologi

46

1.

Nyeri kepala

DATA SUBJEKTIF:

Peningkatan

Pasien mengeluh pusing berat, nyeri kepala

tekanan

dan nyeri pada tengkuk, merasa lebih baik

vaskuler

setelah minum obat dan beristirahat/baring

serebral

DATA OBJEKTIF: tanda vital : TD : 177/79 mmHg; HR : 82 x/menit; RR : 24 x/menit; S : 36,9oC; SaO2 : 100%. kesadaran Composmetis, pasien tampak lemas, wajah pasien tampak sdikit tegang, skala nyeri 2/10, capillary refil time < 2 detik, akral hangat , pulsasi arteri

perifer

baik. Warna kemerahan. 2.

Ansietas

DS : 

takut

pasien mengatakan sudah tiga malam

akan kematian

tidak bisa tidur, dia teringat suaminya

dan perubahan

yang hampir setahun tidak jumpa

kesehatan

karena sejak berobat ke jakarta pasien tidak pernah pulang ke kampungnya. 

Rasa

pasien juga merasa cemas akan kondisi kesehatannya keberhasilan

serta operasi

memikirkan yang

akan

dihadapi tidak lama lagi. Pasien merasa takut jika operasi yang kan dijalani tidak berhasil dan dia akan meninggal. DO :  pasien tampak terlihat cemas ketika mengutarakan

perasaannya. Nampak

47

sesekali menghela nafas panjang saat bercerita dengan perawat.  Pasien nampak sedikit tegang  Pasien terjadwal operasi CABG di rumah

sakit

RSJPHK

tanggal

25/2/2017.  TTV:

TD:

182/80mmHg,

HR:

84x/menit, RR: 24x/menit, S: 36,6oC, SaO2: 99%. 3.

DATA SUBJEKTIF:

Resiko

 Pasien mengatakan mudah lelah dan penururnan curah nafas lebih cepat saat beraktivitas seperti jantung ke kamar mandi.  Akhir-akhir ini nyeri dada lebih sering dirasakan. DATA OBJEKTIF:  pasien terlihat kelelahan saat beristirahat dengan

posisi

fowler

serta

menyenderkan kepala pada tempat tidur dengan nafas sedikit lebih cepat setelah keluar dari kamar mandi yang dibantu keluarganya dan perawat.  Saat dilakukan pemeriksaan fisik akral hangat, nadi kuat CRT < 2detik hasil EKG sinus rhythm. Intake : 700 cc; urin output: 1200 cc  BC : -500 cc (selama 8 jam)  TD: 177/78 mmHg; HR : 79 x/menit

Peningkatan afterload

48

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Nyeri kepala berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral. 2. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan, ancaman kematian 3. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afrterload

49

D. INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI KEPERAWATAN Tabel 3.3 intervensi keperaatan dan implementasi keperawatan No 1.

Perencanaan

Diagnosa Nyeri

(sakit

Kriteria Hasil

Intervensi

kepala) Tujuan : Nyeri atau sakit kepala 1. Pertahankan tirah baring, lingkungan yang tenang,

berhubungan

dengan hilang

peningkatan

tekanan dilakukan

vaskulerbserebral

atau

berkurang

tindakan

setelah

sedikit penerangan

keperwatan 2. Minimalkan gangguan lingkungan dan rangsangan

selama 1 x 24 jam . Kriteria hasil:

3. Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan

a. Mampu mengontrol nyei (tahu 4. Beri tindakan nonfarmakologi untuk menghilangkan penyebab

nyeri,

menggunakan nonfarmakologi/

mampu

rasa sakit kepala seperti kompres dingin pada dahi,

tehnik

pijat punggung, memberikan posisi yang nyaman,

manajemen

teknik relaksasi, bimbingan imajinasi dan distraksi.

nyeri untuk mengurangi nyeri, 5. Hilangkan/ minimalkan vasokonstriksi yang dapat mencari bantuan) b. Melaporkan berkurang

bahwa dengan

meningkatkan sakit kepala misalnya mengejan saat nyeri

menggu- 6. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi :

nakan manajemen nyeri c. Mampu mengenali nyeri (skala, instensitas, frekuensi dan dan tanda nyeri ).

BAB, batuk panjang.

analgesic, antiansietas (lorazepam, ativan, diazepam, valium)

59

6. Menyatakan nyaman setelah nyeri berkurang 7. Tekanan darah turun secara perlahan,

heart

rate

dalam

rentang normal 2.

Cemas

berhubungan Tujuan

:

kecemasan

dilakukan 2. Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan

dengan

perubahan berkurang

status

kesehatan, intervensi keperawatan selama 1x24

ancaman kematian

setelah

hilang/ 1. Gunakan pendekatan yang menenangkan

jam. Kriteria hasil: a. Klien

mengatakan

3. Identifikasi tingkat kecemasan cemas 4. Temani pasien untuk memberikan keamanan dan

berkurang b. Ekspresi wajah rileks c. Tidak nampak facial tension d. TTV dalam batas normal

selama prosedur

mengurangi rasa takut 5. Berikan informasi faktual, mengenai diagnosis, tindakan prognosis 6. Lakukan masase punggung 7. Dengarkan pasien dengan penuh perhatian 8. Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan 9. Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, dan persepsi 10. Instruksikan klien menggunakan teknik relaksasi

51

11.Kolaborasi

pemberian obat antiansietas untuk

mengurangi kecemasan 3.

Risiko

tinggi

penu- Tujuan : tidak terjadi penurunan

runan curah jan-tung curah jantung. Kriteria hasil : berhubungan

semakin memberat, pandangan kabur

dengan a. Tanda-tanda vital dalam rentang 2. Lakukan

pening-katan afterload,

normal

vasokonstriksi,

respirasi,

hipertropi/rigiditas

perifer, tidak terjadi disritmia)

ventrikuler, miokard.

1. Evaluasi adanya nyeri dada, nyeri kepala yang

(tekanan

pengecekan

sirkulasi

perifer

secara

darah,

nadi,

menyeluruh (pulasi, waktu pengisian kapiler, warna,

urin,

nadi

edema)

produksi

iskemia b. Tidak ada edema paru

3. Monitor TTV secara berkala 4. Dokumentasi jika ada disritmia

c. Tidak ada edema perifer

5. Monitor efek obat pasien

d. Tidak ada penurunan kesadaran

6. Monitor status respirasi, terkait dengan tanda-tanda

e. CRT <2 detik

heart failure 7. Monitor status hidrasi secara berkala

53

BAB 4 PEMBAHASAN

Ny. H datang ke RSJPDHK untuk kontrol ke poli bedah pada tanggal 16 Februari 2017. Pasien datang untuk kontrol, sebagai persiapan untuk tindakan CABG terjadwal pada tanggal 25 Februari 2016. Saat di poli bedah, tekanan darah pasien diperiksa, dan hasilnya 228/107 mmHg, dengan heart rate 81 kali/menit. Kemudian pasien disarankan dokter bedah untuk datang ke IGD RSJPDHK untuk kemudian direncakan rawat inap. Saat datang ke IGD, pasien dimobilisasi dengan kursi roda. Kemudian pasien dikaji oleh perawat IGD, didapatkan bahwa tekanan darah pasien 212/93 mmHg, dengan heart rate 82 kali/menit. Saat pengkajian oleh kelompok setelah 3 jam pasca masuk IGD, tekanan darah pasien sudah mulai turun yaitu 177/78 mmHg. Hal ini dikarenakan pasien sudah mendapatkan terapi anti hipertensi saat penanganan awal masuk IGD. Obat yang sudah diberikan antara lain: ISDN 5 mg (sub lingual), captopril 25 mg, dan Perdipine 0,1 mg. Setelah pemberian ISDN pertama 5 mg, keluhan sakit kepala pasien berkurang dikarenakan tekanan darah juga berkurang, yaitu 185/90 mmHg, dengan heart rate 85 kali/menit. Lalu pasien diberikan ISDN yang kedua dengan dosis yang sama. Setelah pemberian obat ini, tekanan darah menurun menjadi 178/90 mmHg. Jika dihubungkan dengan alogaritma tatalaksana hipertensi yang dirangkum oleh PERKI (2015), terapi yang diberikan pada pasien saat penanganan awal di IGD sudah sesuai. Salah satu faktor risiko pasien mengalami hipertensi emergency adalah faktor keturunan. Penelitian yang dilakukan oleh Ambasari (2010), bertujuan untuk mengetahui hubungan riwayat hipertensi pada keluarga dengan aktivitas saraf otonom. Hasil penelitian yang didapatkan ialah bahwa riwayat hipertensi pada keluarga mahasiswa Unissula memiliki hubungan yang lemah jika dikaitkan dengan aktivitas saraf otonom. Hal ini disebabkan karena aktivitas saraf otonom, tidak hanya dipengaruhi oleh riwayat hipertensi, tapi juga kepribadian, stress, aktivitas fisik, refleks baroresptor, dan angiotensin II (Lawrance, 2008).

54

Stress akan meningkatkan aktivitas saraf simpatis melalui hormon katekolamin, renin, adrenalin/noradrenalin yang akan merangsang sistem saraf pusat dan meningkatkan aliran darah (Guyton dan Hall, 2008). Ansietas yang dialami oleh pasien juga merupakan bagian dari stress yang dialami secara psikis. Ansietas merupakan perasaan yang tidak nyaman, gelisah, kuatir, yang disebabkan oleh antisipasi terhadap suatu bahaya. Hal ini sebenarnya menjadi sebuah tanda kesiagaan yang mengingatkan pasien untuk menghadapi bahaya tersebut di masa mendatang,

dan

memampukannya

untuk

mengambil

langkah

dalam

menyelesaikannya (Nanda International: Nursing Diagnoses: Definitions & Classification 10th, 2015). Hal ini jugalah yang dialami oleh pasien, terutama dalam menghadapi kenyataan bahwa tim dokter akan melakukan operasi bedah jantung dalam waktu dekat (25 Februari 2017) pada dirinya. Di dalam lingkup klinis, perawat memiliki peran dalam memberikan intervensi keperawatan dalam menangani respon pasien, baik terhadap pengobatan maupun dalam menghadapi intervensi lainnya. Fokus utama dalam asuhan keperawatan pada pasien dengan hipertensi antara lain: mempertahankan atau meningkatkan fungsi kardiovaskular, mencegah terjadinya komplikasi, menyediakan informasi mengenai proses penyakit, prognosis, dan regimen terapi, serta memberikan dukungan secara aktif kepada pasien dalam mengendalikan kondisi tubuhnya (Doenges, 2010). Intervensi keperawatan terhadap risiko penurunan cardiac output akibat peningkatan afterload dan vasokontriksi, dapat dilakukan dengan melakukan observasi (inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi). Selain untuk, menyediakan lingkungan yang aman dan nyaman, mengurangi aktifitas lingkungan dan kebisingan, serta memonitor respon pasien terhadap pengobatan yang mengontol tekanan darah, menjadi hal yang harus dilakukan (Doenges, 2010). Peran perawat dalam pemberian edukasi kesehatan juga menjadi hal yang sangat penting. Pemberian edukasi kesehatan yang dilakukan dimulai dengan mengkaji kebutuhan pasien akan informasi, tingkat pendidikan pasien, persepsi pasien tentang sehat dan sakit, dan juga support system seperti keluarga, dan lingkungan kerja. Status kesehatan dapat ditentukan dengan bagaimana cara keluarga

55

melakukan diet, olah raga, tidur dan istirahat, pola rekreasi, perawatan diri dan kesehatan lingkungan keluarga (Hitchcock, Schubert, & Thomas, 1999). Hasil penelitian Maulina pada tahun 2013, menemukan bahwa terdapat hubungan karakteristik dan fungsi keluarga (terutama fungsi afektif, fungsi ekonomi, dan fungsi perawatan kesehatan keluarga) terhadap pengendalian hipertensi pada anggota keluarga mereka yang mengalami hipertensi. Oleh karena itu, keluarga yang menjalankan fungsi kesehatan dengan baik, akan meningkatkan derajat kesehatan anggota keluarganya.

56

BAB 5 PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan hasil pelaksanaan asuhan keperawatan yang dilakukan pada tanggal 16 Februari 2017 pada Ny. H yang mengalami hipertensi emergensi di ruang Instalasi Gawat Darurat dapat diuraikan berbagai kesimpulan sebagai berikut: 1. Proses pengumpulan data setelah pengkajian Ny. H dapat diperoleh melalui anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan diagnostik non-invasif yang sesuai dengaan teori. 2. Diagnosa keperawatan yang kelompok tegakkan ada tiga, diantaranya nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral menjadi priotitas utama pada asuhan keperwatan pada pasien dengan hipertensi. Diangnosa kedua yaitu ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan, ancaman kematian. Dan diagnosa keperawatan ketiga yaitu risiko penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload. Pada ketiga diagnosa keperawatan yang penulis tegakkan sesuai dengan anamnesa, tanda dan gejala, serta pemeriksaan diagnostik non-invasif yang terdapat pada pasien dengan hipertensi. 3. Perencanaan keperawatan yang disusun sesuai dengan teori atau konsep dasar asuhan keperawatan pada pasien dengan hipertensi. Semua perencanaan tindakan pada tiap diagnosa keperawatan disesuaikan dengan kondisi pasien. 4. Pelaksanaan keperawatan yang telah dilakukan sesuai dengan perencaraan keperawatan yang sebelumnya telah disusun. Walaupun ada beberapa tindakan yang belum dilakukan selama proses perawatan asuhan keperawatan di ruang Instalasi Gawat Darurat RSJPDHK. 5. Hasil evaluasi keperawatan pasien Ny. H pada tanggal 16 Februari 2017 di ruang IGD RSJPDHK selama 1X24 jam belum terasi karena pasien masih dirawat di RSJPDHK di ruang Intermediate Ward Medical.

57

Saran 1. Perawat mampu melalukan pengkajian pada pasien dengan hipertensi. 2. Perawat mampu melakukan tatalaksana keperawatan pada pasien dengan hipertensi. 3. Perawat mampu mengaplikasikan asuhan keperawatan pada pasien dengan hipertensi.

58

DAFTAR PUSTAKA Ambasari dkk. (2010). Hubungan Riwayat Hipertensi pada Keluarga dengan Aktivitas Saraf Otonom. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Aprian, Silvia. (2015). Analisis Faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian hipertensi di Puskesmas Benteng Kota Sukabumi. Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia Clinical Practice Guidelines. (2008). Clinical Practice Guidelines: Managements of Hypertension 3rd Edition. Putrajaya: CPG Secretariat Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Pedoman Teknis Penemuan dan Tatalaksana Penyakit Hipertensi. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia Drake, L., Vogi, W., et al. (2007). Gray’s anatomy for student. USA: Elsevier. Glenys Yulanda dan Rika Lisiswanti. (2017). Penatalaksanaan Hipertensi Primer. Dari URL: http://jukeunila.com/wp-content/uploads/2017/02/6.1-GlenysYulanda.pdf, Diakses pada tanggal 12 Februari 2017 pada pukul 19.00 Glenys Yulanda dan Rika Lisiswanti. 2017. Penatalaksanaan Hipertensi Primer. Dari URL: http://jukeunila.com/wp-content/uploads/2017/02/6.1-GlenysYulanda.pdf, Diakses pada tanggal 12 Februari 2017 pada pukul 19.00 James PA, Oparil S, Carter BL, Cushman WC, Dennison C, Handler J, dkk. (2014). Evidence-Based Guideline for The Management of High Blood Pressure in Adults: Report from the Panel member Appointed to the Eight Joint National Committee (JNC 8). JAMA; 18 Dec 2013; from https://www.medicinesia.com/kedokteran-klinis/obat/eight-jointnational-committee-update-terbaru-dalam-penatalaksanaan-hipertensi/; Diakses pada tanggal 12 Februari 2017 pukul 17.00 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2013). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2013). Riset Kesehatan Dasar RISKESDAS Tahun 2013. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Khomaini, Ayatullah dkk. (2015). Pengaruh Edukasi Terstruktur Dan Kepatuhan Minum Obat Antihipertensi Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pasien Hipertensi Usia Lanjut: Uji Klinis Acak Tersamar Ganda. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM Mancia, Giuseppe. Fagard, Robert. Narkiewicz, Krzysztof et al. (2013). ESH/ESC Guidelines for the Management of Arterial Hypertension: the Task Force for the Management of Arterial Hypertension of the European Society of Hypertension (ESH) and of the European Society of Cardiology (ESC). J Hypertens 31:1281–1357 Marieb, E.N., Wilhelm, P.B., Mallat, J. (2012). Human anatomy. 6th Ed. San Fransisco: Benyamin Cummings. Moore, L.K., Agur, M.A., Dalley, F.A. (2010). Essential clinical anatomy. 4th Ed. USA: Lippincott. Mozzaffarian, D. Benjamin, E. J. Go A.S. et al. (2015). American Heart Association Statistics Comittee and Stroke Statistics Subcommiittee: Heart Disease

59

and Stroke Statistics – 2016 Update: A Report from the American Heart Association. Circulation. doi: 10.1161/CIR.0000000000000350. Murphy, Joseph G. Lloyd, Margaret A. (2007). Mayo Clinic Cardiology: Concise Textbook Third Edition. Rochester: Mayo, Mayo Clinic and Mayo Clinic Scientific Press National Heart Foundation of Australia. (2016). Guidelines for the Diagnosos and Management of Hypertension in Adults. Melbourne: National Heart Foundation of Australia PERKI. 2015. Pedoman Tatalaksana Hipertensi Pada Penyakit Kardiovaskular. Dari URL: http://www.inaheart.org/upload/file/Pedoman_TataLaksna_hipertensi_pa da_penyakit_Kardiovaskular_2015.pdf. Diakses pada 11 Februari 2017 pukul 10.00 Pusat Data Dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. 2014. Hipertensi. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI Registered Nurses Association of Ontario. 2009. Nursing Management of Hypertension: Nursing Best Practice Guidelines, Shaping the Future of Nursing. Toronto: Heart and Stroke Foundation of Ontario and Registerd Nurses Association of Ontario Saladin. (2007). Anatomy and physiology. USA: McGraw-Hill Inc Sherwood, L. (2005). Fisiologi manusia. Jakarta: EGC Siqueira, Diego Silveira. Riegel, Fernando. Tavares, Juliana Petri et al. (2015). Characteristics o Patients with Hypertensive Crisis Admitted to an Emergency Hospital. Journal of Nursing Referência - IV - n.° 5 - 201 Thattassery, Emil. 2013. Hypertension Guidelines and Adherence. http://www.measureuppressuredown.com/HCProf/Webinars/032113.pdf. Diakses pada 17 Februari 2017 pukul 05:17 WIB Utomo, Prasetiyo. (2013). Hubugan Tingkat Pengetahuan Tentang Hipertensi Dengan Upaya Pencegahan Kekambuhan Hipertensi Pada Lansia Di Desa Blulukan Kecamatan Colomadu Kabupaten Karanganyar. Universitas Muhammadiyah Surakarta: Fakultas Ilmu Kesehatan Vaidya, Chirag. Oullette, Jason R. 2007. Hypertesive Urgency and Emergency. Hospital Physician, March 2007; 43-50 Viera, Anthony J. Neutze, Dana M. 2010. Diagnosis of Secondary Hypertension: An Age-Based Approach. Am Fam Physician.2010;82(12):1471-1478 Webber, Michael A. Schiffrin, Ernesto L. White, William B et al. 2013. Clinical Practice Guidelines for the Management of Hypertension in the Community: A Statement by the American Society of Hypertension and the International Society of Hypertension. The Journal of Clinical Hypertension. DOI: 10.1111/jch.12237

60

LAMPIRAN

Lampiran 1. EKG Ny. H pada tanggal 16 Februari 2017 pukul 11.03

Lampiran 2. EKG Ny. H pada tanggal 17 Februari 2017 pukul 07.44

61

Lampiran 3. Angiografi Ny. H pada tanggal 8 April 2014

62

Lampiran 4. Echoardiography Ny. H pada tanggal 10 Februari 2017

7

63

Lampiran 5. Hasil Rontgen Thorax pada 09 Februari 2017

Related Documents

Hipertensi
May 2020 42
Hipertensi
May 2020 37
Hipertensi
June 2020 44
Hipertensi
October 2019 62

More Documents from "harmawati"