BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan islam sebagai salah satu aspek dari ajaran islam, dasarnya adalah Al-Qur’an dan Hadis Nabi Muhammad SAW. Dari kedua sumber tersebut, para intelektual muslim kemudian mengembangkannya dan mengklasifikasikannya kedalam dua bagian yairu: pertama, akidah untuk ajaran yang berkaitan dengan keimanan; kedua, adalah syariah untuk ajaran yang berkaitan dengan amal nyata. Hadist banyak memberikan dasar-dasar bagi pendidikan islam. Hadist sebagai pernyataan, pengalaman, takrir dan hal ihwal Nabi Muhammad SAW. Pendidikan islam telah hadir bersama dengan lahirnya agama islam yang dibawa oleh Nabi SAW, pendidikan islam tidak lain adalah bertujuan untuk membentuk pribadi-pribadi muslim yang berkarakter mulia. Masalah yang menjadi kegagalan pendidikan hari ini adalah kecenderungan manusia melihat pendidikan sebagai tujuan dunia seperti jabatan, pekerjaan, pangkat, dll. Yang umumnya berorientasi dunia. Pengembangan pendidikan islam berkaitan secara langsung dengan ilmu pegetahuan dan metodologi dan perkembangannya. Pendidikan islam adalah pendidikan yang sengaja didirikan dan diselenggarakan dengan hasrat dan niat (rencana yang sungguh-sungguh) untuk mengamalkan ajaran dan nilai-nilai islam, sebagaimana tertuang atau terkandung dalam visi, misi, tujuan, program kegiatan maupun pada praktek pelaksanaan kependidikannya. Wawasan kependidikan islam dimaksudkan sebagai suatu konsep atau cara
pandang pengembang, pengelolo dan
pelaksanaan pendidikan
dalam
mengembangkan pendidikan islam. Untuk itu penulis akan membahas mengenai hadist-hadist yang berkaitan dengan tujuan pendidikan islam. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis akan merumuskan masalah, yaitu: 1. Apa saja hadis-hadis tentang bertaqwa kepada Allah SWT dan bagaimana relevansinya dengan pendidikan serta aplikasinya dalam kehidupan ? 2. Apa saja hadis-hadis tentang beriman dan bagaimana relevansinya dengan pendidikan serta 3. Apa saja hadis-hadis tentang berakhlak mulia dan bagaimana relevansinya dengan pendidikan seta aplikasinya dalam kehidupan ?
i
BAB II PEMBAHASAN Pendidikan berasal dari kata “didik” dengan memberinya awalan “pe” dan akhiran “kan”, yang mengandung arti “perbuatan” (hal, cara, dan sebagainya). Pendidikan berasal dari bahasa Yunani “paedagogie” yang berarti bimbingan yang diberikan kepada anak. Kemudian istilah ini diterjemahkan dalam bahasa Inggris dengan “education” yang berarti pengembangan atau bimbingan (M.Muntahibun Nafis,2011:1). Ketika pendidikan diartikan sebagai latihan mental, moral dan fisik (jasmaniyah) yang menghasilkan manusia berbudaya tinggi untuk melaksanakan tugas kewajiban dan tanggung jawab dalam masyrakat selaku hamba Allah, maka kependidikan berarti menumbuh-kembangkan kepribadian serta menanamkan rasa tanggung jawab. Sedangkan pendidikan islam merupakan sistem pendidikan yang dapat memberikan kemampuan kapada seseorang untuk memimpin kehidupannya sesuai dengan cita-cita islam, karena nilai-nilai islam telah menjiwai dan mewarnai corak kepribadiannya. Dengan kata lain, manusia Muslim yang telah mendapatkan pendidikan islam itu harus mampu hidup di dalam kedamaian dan kesejahteraan sebagaimana yang diharapkan oelh cita-cita islam.(Fauti Subhan,2013,12-13) .
A. Hadis tentang bertaqwa kepada Allah 1. Hadis dan Terjemahan
س ْو ِل هللاِ صلَّى ُ ع ْن َر َّ ع ْب ِد َ ع ْن ُه َما َ ُي هللا ِ الرحْ َم ِن ُم َعاذ بْن َج َب ٍل َر َ ع ْن أَبِي ذَ ّر ُج ْندُبْ ب ِْن ُجنَادَة َ َوأ َ ِبي َ َ ض س ٍن َّ َوأَتْبِعِ ال، َق هللاَ َح ْيث ُ َما ُك ْنت َ ُ“ هللا َ ق َح َ سيِّئَةَ ْال َح َ علَ ْي ِه َو ٍ ُاس بِ ُخل َ َّق الن ِ َوخَا ِل،سنَةَ ت َْم ُح َها ِ َّ اِت: سلَّ َم قَا َل []رواه الترمذي وقال حديث حسن وفي بعض النسخ حسن صحيح Dari Abu Dzar bin Junadah dan Abu Abdurrahman Muadz bin Jabal radhiyallahu’anhuma, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda, “Bertakwalah kepada Allah di mana pun engkau berada. Iringilah kejelakan dengan kebaikan, niscaya kebaikan tersebut akan menghapuskannya. Dan bergaullah dengan manusia dengan akhlak yang baik.” (HR. Tirmidzi, dan dia berkata: Hadits Hasan Shahih. Hasan dikeluarkan oleh At Tirmidzi di dalam [Al Bir Wash Shilah/1987] dan dishahihkan oleh Al Albani di dalam Al Misykat [5083])
1
2. Penjelasan Kandungan Hadis Sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, “Bertakwalah kepada Allah” adalah fi’il ‘amr (kata perintah) dari kata at taqwa. Takwa adalah membuat perlindungan dari siksa Allah, yaitu dengan melaksanakan perintah-perintahNya, dan menjauhi larangan-laranganNya. Inilah yang disebut takwa. Dan ini adalah batasan yang terbaik untuk mengartikan kata “takwa”. (Bertakwalah kepada Allah di mana pun engkau berada), yakni di tempat di mana pun engkau berada. Engkau tidak hanya bertakwa kepada Allah di tempat yang di sana orang-orang melihatmu saja. Dan tidak hanya bertakwa kepadaNya di tempat-tempat yang engkau tidak dilihat oleh seorang pun, karena Allah senantiasa melihatmu, di tempat manapun engkau berada. Oleh karena itu, bertakwalah di mana pun engkau berada. (Iringilah kejelekan itu dengan kebaikan, niscaya kebaikan itu akan menghapuskannya), yakni jadikanlah kebaikan itu mengiringi kejelekan. Jadi, jika engkau melakukan kejelekan, maka iringilah dengan kebaikan. Dan termasuk dalam hal itu –yakni mengiringi kejelekan dengan kebaikan-, adalah engkau bertaubat kepada Allah dari kejelekan tersebut, karena taubat adalah suatu kebaikan. Hadits ini mengandung beberapa faedah, di antaranya adalah: a. Perhatian yang besart dari Nabi terhadap umatnya dengan memberikan arahan kepada mereka pada hal-hal yang mengandung kebaikan dan kemanfaatan. b. Wajibnya bertakwa kepada Allah di manapun juga. Di antaranya adalah wajibnya bertakwa baik dalam kesendirian maupun dalam keramaian, berdasarkan sabdanya, “Bertakwalah kepada Allah di manapun engkau berada.” c. Isyarat bahwa bila kejelekan itu diiringi dengan kebaikan, maka kebaikan itu akan menghapuskannya dan menghilangkannya secara keseluruhan. Hal ini sifatnya umum, dalam kebaikan dan kejelekan, jika kebaikan itu berupa taubat. Karena taubat akan meruntuhkan apaapa yang sebelumnya. Adapun jika kebaikan itu selain taubat, (misalnya saja) orang itu berbuat kejelekan, kemudian ia melakukan amalan shaleh, maka amalannya akan ditimbang. Jika amalan baiknya lebih banyak dari amalan jeleknya, maka akan hilanglah pengaruhnya 3. Ayat Al-Qur’an yang Terkait Dengan Hadis
Sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala,
2
ْ ُ ط ِليَ ْو ِم ْال ِقيَا َم ِة فَ ََل ت َ ض ُع ْال َم َو ِازينَ ْال ِق ْس ش ْيئًا َوإِن َكانَ ِمثْقَا َل َحبَّ ٍة ِ ّم ْن خ َْردَ ٍل َ س ٌ ظلَ ُم نَ ْف َ ََون َأَت َ ْينَا ِب َها َو َكفَى ِبنَا َحا ِسبِين “Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan seorang barang sedikit pun. Dan jika( amalan itu) hanya seberat biji sawi pun pasti Kami mendatangkan (pahala)nya. Dan cukuplah Kami sebagai pembuat perhitungan.” (Al Anbiyaa’:47) Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Dan bergaullah dengan mereka dengan akhlak yang baik.” Yaitu berinteraksilah dengan mereka dengan akhlak yang baik, baik dengan ucapan maupun dengan perbuatan, karena hal itu adalah kebaikan. Perintah di atas, bisa jadi hukumnya wajib, bisa jadi hanya merupakan perkara yang dianjurkan saja, sehingga dapat ditarik faedah pula dari sini; disyari’atkannya bergaul dengan manusia dengan akhlak yang baik. Nabi menyebutkan secara umum bagaimana cara bergaul (dengan sesama). Dan hal itu bervariasi sesuai dengan keadaan dan kondisi orang perorangan. Karena boleh jadi suatu hal baik bagi seseorang, akan tetapi tidak baik bagi orang yang lainnya. Orang yang berakal dapat mengetahui dan menimbangnya. 4. Analisis Kependidikan Takwa berasal dari kata waqa, yaqi, waqayah yang berarti takut, menjaga, memelihara, dan melindungi. Sesuai dengan makna etimologis tersebut, takwa dapat diartikan sikap memelihara keimanan yang diwujudkan dalam pengalaman ajaran agama Islam secara utuh dan konsisiten (istiqomah) (Mukni’ah,2011:177). Sedangkan secara terminologis takwa adalah melaksanakan segala perintah Allah Swt, dan menjauhi larangan-Nya. Defenisi tersebut mengisyaratkan seluruh perilaku seorang Muslim yang taat dan patuh terhadap peraturan yang ditetapkan Allah atas manusia. Sebab, dalam
pandangan
Islam,
tingkat
yang
paling
tinggi
adalah
tingkatan
takwa
(Mukni’ah,2011:175). Dari hadis di atas, Rasulullah Saw menyuuh kita untuk betraqwa kepada Allah dimanapun kita berada, baik itu di tempat yang terlihat oleh orang lain, maupun tidak ada satupun orang yang melihat, dan iringilah kejelekan dengan kebaikan, karena kebaikan tersebut akan semakin meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah Swt. 3
Karakteristik orang-orang yang bertakwa, secara umum dapat dikelompokkan ke dalam lima kategori atau indikaror bawaan: a. Iman kepada Allah, para malaikat, kitab-kitab, dan para nabi. Dengan kata lain, instrument ketakwaan yang pertama ini dapat dikatakan dengan memelihara fitrah iman. b. Mengeluarkan harta kepada kerabat, anak yatim , orang-orang miskin, orang-orang yang terputus di perjalanan, orang-orang yang meminta-minta dana, orang-orang yang tidak memiliki kemampuan untuk memenuhi kewajiban memerdekakan hamba sahaya. c. Mendirikan sholat dan menunaikan zakat disebut juga dengan memelihara ibadah formal. d. Menepati janji, yang dalam pengertian lain adalah memelihara kehormatan diri. e. Sabar disaat kepayahan, kesusahan, dan di waktu perang atau dengan kata lain memiliki semgangat perjuangan (Mukni’ah,2011:177-178). Di dalam UUSPN No. 2/1989 ayat (2) ditegaskan bahwa isi kurikulum setiap jenis, jalur, dan jenjang pendidikan agama merupakan usaha untuk memperkuat iman dan taqwa terhadap Tuhan YME sesuai dengan agama yang dianut oelh peserta didik yang bersangkutan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antara umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional (Muaimin,2004:75). Proses pendidikan Agama Islam yang dilalui dan dialami oleh siswa di sekolah mulai dari tahapan yaitu: kognisi yakni pengetahuan dan pemahaman siswa terrhadap ajaran dan nilainilai yang terkandung dalam ajaran islam, Afeksi yakni terjadinya proses internalisasi ajaran dan nilai agama kedalam diri siswa dalam arti menghayati dan meyakininya. Tahapan afeksi terkait erat dengan kognisi dalam artian penghayatan dan keyakinan siswa menjadi kokoh jika dilandasi oleh pengetahuan dan pemahamannya terhadap ajaran dan nilai agama islam. Melalui tahapan afeksi tersebut diharapkan dapat tumbuh motivasi dalam diri siswa dan tergerak untuk mengamalkan dan menaati ajaran islam (tahapan psikomotor) yang telah diinternalisasikan dalam dirinya. Dengan demikian akan terbentuk manusia muslim yang bertqwa kepada Allah (Muaimin,2004:78).
B. Hadis Tentang Beriman 1. Hadis dan Terjemahan
ُ َح ِدي ُ اْل ْي َم ُ ااْل ْي َم ان ا َ ْن ِ ْ : ان؟ قَا َل ِ ْ َم: اس فَأَت َاهُ َر ُج ٌل فَقَا َل ِ َّار ًزا يَ ْو ًما ِللن ِ ْث ا َ ِبى ُه َري َْرة َ قَا َل َكانَ النبي ص م َب اْل ْسَلَ ُم ا َ ْن ت َ ْعبُدَهللاَ َو َْلت ُ ْش ِر ْك بِ ِه ِ ْ :َااْل ْسَلَ ُم؟ قَال ِ ْ َم:َقَال،ِس ِل ِه َوتُؤْ ِمنَ بِالبَ ْعث ُ تُؤْ ِم ُن بِاهلل َو َم ََلئِ َكتِ ِه َوبِلقَائِ ِه َوبِ ُر َّ ِّى ُ س ،ُ ا َ ْن ت َ ْعبُدَهللاَ َكأَنَّكَ ت ََراه: ان؟ قَا َل ِ ْ َم:َ قَال. َضان َّ َوت ُ ِقي َْم ال ُ َ ضةَ َوت َ ص ْو َم َر َم َ الز َكاة َ ْال َم ْف ُر ْو َ ْااْلح َ ص َـَلة َ َوت ُ َؤد 4
اِذَا،اط َها ِ ع ْن ا َ ْش َر َّ ع ْن َها بِأ َ ْعلَ َم ِمنَ ال َّ َمت َى ال:َ قَال. َفَأِنهُ يَ َراك َ َسأ ُ ْخبِ ُرك َ َمااْلمسْـئ ُ ْو ُل:َعةُ؟ قَال َ سـا َ َو،سـائِ ِل َ َ َواِذَا َ ت،ت اْلَ َمةُ َربَّ َها ث ُ َّم تََلَ النَّ ِبى.ُ فِى خ َْم ٍس َْل َي ْعلَ ُم ُه َّن ا ِّْلهللا،ان ِ ََولَد ِ ْ ُ ع اة َ ط َاو َل ُر ِ َاْل ِب ِل ْال َب ْه ُم فِى ْالبُ ْني هَذا َ ِج ْب ِر ْي ُل َجا َء يُعَ ِلّ ُم:َفَقَل.ًشيْئا َ فَلَ ْم يَ َر ْوا،ُ ُرد ْوه:َ فَقَل. ث ُ َّم ا َ ْدبَ َر.اآلية،ع ِة ّ ص م ا َِّن هللاَ ِع ْندَهُ ِع ْل ُم ال َ سـا اس ِد ْينَ ُه ْم َ َّالن Hadits Abu Hurairah ra. Dimana ia berkata : “pada suatu hari Nabi SAW. Berada di tengahtengah para sahabat, lalu ada seseorang datang kepada beliau lantas bertanya : “Apakah iman itu?”. Beliau menjawab : “Iman adalah kamu percaya kepada Allah dan malaikatNya, percaya dengan adanya pertemuan denganNya, dan dengan adanya rasul-rasulNya, dan kamu percaya dengan adanya hari kebangkitan (setelah mati)”. Ia bertanya : “Apakah Islam itu?”. Beliau menjawab : “Islam yaitu kamu yang menyembah kepada Allah dan tidak mempersekutukanNya, mendirikan shalat, menunaikan zakat yang diwajibkan, dan berpuasa pada bulan ramadhlan”. Ia bertanya : “Apakah Ihsan itu?”. Beliau menjawab : “kamu menyembah Allah seakan-akan kamu melihatNya, dan jika kamu tidak bisa (seakan-akan) melihatNya maka (beryakinlah) bahwa sesungguhnya Allah melihat kamu”. Ia bertanya : “Kapan hari kiamat itu?”. Beliau menjawab : “Orang yang ditanya tentang hari kiamat itu tidak lebih tahu daripada orang yang bertanya. Akan tetapi aku akan memberitahukan kepadamu tentang tanda-tandanya (yaitu)apabila seorang budak perempuan melahirkan tuannya, apabila pengembala unta dan ternak berlomba-lomba dalam bangunan; dalam lima hal tidak mengetahuinya kecuali Allah”. Kemudian Nabi SAW. Membaca ayat (yang artinya) : “Sesungguhnya Allah, hanya pada sisiNya sajalah pengetahuan tentang hari kiamat; dan Dialah yang menurunkan hujan dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi maha mengenal”. Orang yang bertanya itu lantas pergi , lalu beliau bersabda : “itu adalah Jibril yang datang untuk mengajarkan manusia tentang agama mereka” (Al Bukhary 2:37; Muslim 1:1; Al Lu’lu’ wal Marjan 1:2)
2. Penjelasan Kandungan Hadis Iman menurut bahasa ialah mashdar (akar kata) dari amana, yu’minu, imanan. Ibnu Faris berkata, “Amana yang terdiri dari hamzah, mim, dan nun memiliki dua makna yang saling berdekatan. Pertama, maknanya adalah amanah yang merupakan kebalikan kata khianat, 5
yang berarti tentramnya hati. Kedua, maknanya adalah membenarkan, kedua makna ini berdekatan. Namun ada juga iman yang mempunyai makna membenarkan, seperti tashdiq= membenarkan. Menurut istilah sebagian ahli ilmu, ialah tashdiqur rasuli fi ma ja-a bihi ‘an robbihi= membenarkan Rasul terhadap apa yang didatangkan dari Tuhannya. Al Qashtalany berkata : “Iman, sebagai yang telah ditegaskan oleh At Taftazany, ialah tunduk kepada penetapan seseorang dan memandang pembawa kabar itu seorang yang benar.” Maka hakikat tashdiq, bukan hanya dalam hati sekedar membenarkan saja, namun mematuhinya. Karena itu, iman tidak lepas dari hukum Islam. Kedua-duanya bersatu pada ma shadaq (pada hakikat), walaupun berlainan pengertiannya. Pengertian iman, membenarkan dengan hati, sedang Islam, mengerjakan dengan anggota. Iman menurut pendapat ulama salaf dan khalaf, baik mutakallimin maupun muhadditsin ialah
mengucapkan
dengan
lidah
yakni
mengucapkan
kalimat
syahadat
dan
mengamalkannya. Makna ini sesuai dengan pendapat salaf yang menetapkan bahwasanya Iman, ialah “mengiktikadkan dengan hati, menuturkan dengan lidah dan mengerjakan dengan anggota”. Golongan hanafiyah atau golongan maturidiyah berkata iman itu membenarkan dengan hati dan mengikrarkan dengan lidah. Jadi Iman adalah meyakini dengan hati, mengucapkan dengan lisan serta membuktikannya dengan amal perbuatan. Adapun perbuatan sebagai bagian dari iman itu terdiri dari 73 hingga 79 cabang, yang tertingggi adalah ucapan dan terendah adalah menyingkirkan gangguan-gangguan yang ada di jalan umum seperti; batu, duri, pecahan kaca, dan sesuatu yang berbau busuk atau semisalnya. 3. Ayat Al-Qur’an yang Terkait Dengan Hadis Surah Ali Imran Ayat 83-85
َ ض َّ ِين َعا َو َك ْر ًها َو ِإلَ ْي ِه ي ُْر َجعُون ِ س َم َاوا ً ط ْو َّ َّللاِ يَ ْبغُونَ َولَهُ أ َ ْسلَ َم َمن فِي ال ِ ت َو ْاْل َ ْر ِ أَفَغَي َْر د Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah, padahal kepada-Nya-lah berserah diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allah-lah mereka dikembalikan.
ُ َّ قُ ْل آ َمنَّا ِب ي ِ وب َو ْاْل َ ْس َب َ ُِيم َو ِإ ْس َما ِعي َل َو ِإ ْس َحاقَ َو َي ْعق َ نز َل َ نز َل ِ ُ علَ ْينَا َو َما أ ِ ُ اَّللِ َو َما أ َ علَ ٰى ِإب َْراه َ ِاط َو َما أوت س ٰى َوالنَّبِيونَ ِمن َّر ِبّ ِه ْم َْل نُفَ ِ ّر ُق بَيْنَ أ َ َح ٍد ِ ّم ْن ُه ْم َونَحْ ُن لَهُ ُم ْس ِل ُمون َ س ٰى َو ِعي َ ُمو
6
Katakanlah: "Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma'il, Ishaq, Ya'qub, dan anak-anaknya, dan apa yang diberikan kepada Musa, 'Isa dan para nabi dari Rabb mereka. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun di antara mereka dan hanya kepada-Nya-lah kami menyerahkan diri".
َ َِو َمن يَ ْبت َغ َاْلس ََْل ِم دِينًا فَلَن يُ ْقبَ َل ِم ْنهُ َو ُه َو فِي ْاآل ِخ َرةِ ِمنَ ْالخَا ِس ِرين ِ ْ غي َْر Barangsiapa mencari agama selain dari agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi. 4. Analisis Kependidikan Iman menurut bahasa ialah percaya, membenarkan atau meyakini sesuatu dengan hati. Sedangkan Iman menurut istilah ialah mengikrarkan dengan lisan, meyakini dengan hati dan mengamalkan dengan anggota badan. Secara umum, pengertian iman adalah mempercayai semua ajaran yang disampaikan oleh nabi Muhammad SAW, yang bersumber dari Allah Swt, yang tidak cukup dengan pengakuan saja, tetapi mesti direalisasikan dalam bentuk pengalaman terhadap ajaran yang dibawakan oleh nabi kemudian akan timbullah ketawqaan didalam diri mansuia setelah proses beriman (Zakaria Aceng, 2005:1). Dari hadis diatas, dijelaskan bahwa iman adalah hal utama bagi manusia, karena iman merupakan landasan untuk memperoleh klebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dalam hadis dijelaskan bahwa iman adalah kamu percaya kepada Allah dan malaikat-Nya, percaya dengan adanya pertemuan dengan-Nya, dan dengan adanya rasul-rasul-Nya, dan kamu percaya dengan adanya hari kebangkitan. Dalam pengertian di atas sudah jelas iman mencakup tiga aspek yang harus dilakukan oleh seorang muslim dan tiga aspek tersebut perlu pembinaan pendidikan yang harus dilakukan. Tiga aspek tersebut yaitu : a. Aspek jasmaiyah Manusia dalam pandangan islam mempunyai aspek jasmani untuk digunakan melakukan kerja fisik, makan dan minum merupakan suatu keharusan dalam memelihara jasmaniyah. Aspek jasmaniyah merupakan salah satu pokok untuk mendapatkan kemajuan dan kebahagiaan dalam kehidupan manusia, kebutuhan jasmani berfungsi sebagai alat atau sarana untuk mencapai tujuan-tujuan manusia terutama sebagai sarana untuk melaksanakan kewajiabn-kewajibannya. Dalam QA.Al-Baqarah ayat 247 menjelaskan bahwa dengan memelihara fisik untuk pendidikan keimanan dianggap perlu. Untuk merealisasikan pendidikan keimanan dan ketaqwaan yang harus dilakukan oleh seorang pendidik dalam 7
memelihara jasmaniahnya yaitu para orang tua harus memberi nafkah bagi anak-anaknyayang cukup halal baik cara mendapatkannya maupun aspek bendanya. b. Aspek Akal Akal berasal dari bahasa Arab aqala yaitu sebagai potensi yang disiapkan untuk menerima ilmu pengetahuan. Pendidikan akal merupakan cakupan pencapaian kebenaran ilmiah yaitu kebenaran diperoleh melalui penelaahan terhadap sumber-sumber yang valid. .(mubarok ahmad,2000:32). c. Aspek Rohaniyah (Qalb) Secara bahasa Qalb yaitu bolak-balik, merujuk kepada sifat hati manusia yang tidak konsisten atau bolak-balik. Didalam al-quran al-qalb-qulub untuk menyebut ruh, alat untuk memahami, keberanian dan ketakutan. Jadi dalam perspektif ini berarti qalb berhubungan dengan kegiatan berfikir ketika harus memahami sesuatu, dan berhubungan dengan perasaan, ketika menghadapi sesuatu (mubarok ahmad,2000:29).
C. Hadis Tentang Berakhlak Mulia 1. Hadis dan Terjemahan Oleh: Abu Umar Al Bankawy
Di dalam hadits yang diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
صا ِل َح) اْْلَََ ْخ ََل ْق َ :ٍ(و فِي ِر َوا َية ِ ِإنَّ َما بُ ِعثْتُ ِْلُت َ ِ ّم َم َم َك َ ار َم “Hanya saja aku diutus untuk menyempurnakan akhlaq yang mulia (dalam riwayat yang lain: menyempurnakan kebagusan akhlaq).” (HR. Al Bukhari dalam Adabul Mufrad, dishahihkan oleh Asy Syaikh Al Albani dalam Ash Shahihah no. 45) 2. Penjelasan Kandungan Hadis Allah SWT berfirman: “Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayatNya kepada mereka, mensucikan mereka.” (Al-Jumuah: 2). Allah memberi anugerah kepada orang beriman dengan mengutus nabi untuk mengajari mereka tentang Al-Qur`an dan mensucikan mereka. Yang dimaksud
8
dengan mensucikan adalah membersihkan hati mereka dari syirik dan akhlak tercela seperti dendam dan iri hati dan membersihkan perkataan dan perbuatan mereka dari kebiasaan yang buruk. Nabi Muhammad
bersabda dengan jelas, “Sesungguhnya aku diutus untuk
menyempurnakan akhlak yang mulia.” Jadi salah satu sebab diangkatnya Nabi Muhammad menjadi nabi adalah untuk memperbaiki akhlak individu dan masyarakat. Aisyah pernah ditanya sahabat, bagaimana akhlak Nabi? Ia menjawab, akhlak Nabi adalah Al-Qur’an, ini menunjukkan apa yang diperintah oleh Allah dan apa yang ada penuturannya, seluruh kehidupannya penuh dengan kegiatan amal, teguh pendirian, sabar, pengasih, dan bijaksana bagaikan yang tersebut dalam Al-Qur’an. Seorang ahli pikir Mesir yang dikutip oleh Halimuddin, mengatakan, “Kami tidak butuh ahli-ahli filsafat Yunani, ahli-ahli hukum Romawi, ahli pikir Prancis. Bagi kami cukuplah Muhammad bin Abdullah, seluruh kehidupannya penuh dengan kegiatan amal, teguh pendirian, seorang yang sabar, pengasih, bijaksana, dan ahli politik. Demikianlah akhlak Muhammad Saw. kepada Allah SWT sesuai dengan Al-Qur’an. Rasulullah Saw. adalah yang dimaksud pertama dengan pengajaran adab kesopanan dan pengajaran akhlaq. Kemudian dari beliau memancar sinar kepada seluruh makhluk. Karena beliau diajarkan adab kesopanan dengan Al-Qur’an dan beliau mengajarkan adab kesopanan itu kepada seluruh makhluk dengan Al-Qur’an. Rasulullah Saw. Di utus ke muka bumi ini salah satu misinya adalah untuk menyempurnakan akhlak atau budi pekerti umat manusia, dengan suri tauladan yang baik, bukan dengan sekedar anjuran ataupun perintah saja. Nabi Muhammad Saw memiliki dan mencontohkan akhlak yang sangat terpuji yang di kagumi oleh kawan maupun lawan dalam Al-Qur’an surat Al-Qaalam:4 di gambarkan bagaiman akhlaq Rasulullah Saw “sesungguhnya engkau (Muhammad) berbudi pekerti yang luhur. 3. Ayat Al-Qur’an yang Terkait Dengan Hadis
ُ ِيَا أَي َها الَّذِينَ آ َمنُوا ُكونُوا قَ َّو ِامينَ ِ ََّّلل ُ شن علَ ٰى أ َ َّْل ت َ ْع ِدلُوا ۚ ا ْع ِدلُوا َ ْط ۖ َو َْل يَجْ ِر َمنَّ ُك ْم ِ ش َهدَا َء بِ ْال ِقس َ َآن قَ ْو ٍم َّ َّللاَ ۚ ِإ َّن َّ ب ِللت َّ ْق َو ٰى ۖ َواتَّقُوا َير ِب َما ت َ ْع َملُون ُ ُه َو أ َ ْق َر ٌ َِّللاَ َخب Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku
9
adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Surat Al Maidah ayat 8) 4. Analisis Kependidikan Akhlak berasal dari bahasa Arab yaitu akhlaq, bentuk jamak dari kata khuluq atau alkhulq, yang secara etimologis (bersangkutan dengan cabang ilmu bahasa yang menyelidiki asal usul kata serta perubahan-perubahan dalam bentuk dan makna) antara lain berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku, tabi’at. Dalam kepustakaan akhlak diartikan juga sebagai sikap yang melahirkan perbuatan (perilaku, tingkah laku) mungkin baik, mungkin buruk (M Daud Ali,1997:346). Berdasarkan hadis diatas, dijelaskan bahwa tujuan utama Allah Swt mengutus Nabi Muhammad Saw adalah untuk memperbaiki akhlak manusia, karena pada masa jahiliyah kelakuan umat layaknya binatang, tidak bertingkah selayaknya manusia, untuk itu Nabi diutus agar terbentuklah akhlak manusia yang mulia. Dengan memperhatikan UU No.20, Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional salah satu dari tujuan pendidikan adalah mewujudkan akhlak mulia. Akhlak mulia adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang darinya terlahir perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa memikirkan dan merenung terlebih dahulu. Jika sifat yang tertanam itu darinya terlahir perbuatan baik dan terpuji menurut Rasio dan Syariat maka sifat tersebut dinamakan akhlak yang baik, akhlak yang baik atau mulia tentunya akhlak yang tidak bertentangan dengan kaidah
agama,
adat
dan
hukum
yang
Raharjo,2010:234-235).
10
diterima
oleh
masyarakat
(Sabar
Budi
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Dari semua uraian diatas dapat disimpulkan bahwasannya, hadist tentang tujuan pendidikan islam terdapat tiga buah yaitu : hadis tentang bertaqwa kepada Allah, hadis tentang beriman dan hadis tentang berakhlak mulia. Dari hadis tersebut bisa disimpulkan bahwa pendidikan islam bertujuan untuk membentuk akhlak manusia yang baik, hubungan manusia dengan Allah dan keyakinan manusia tentang agama islam.
B. Saran Makalah ini dibuat supaya para pembaca banyak mengetahui tujuan pendidikan islam yang sebenarnya. Tujuan pendidkkan ini akan meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Di harapkan makalah ini dapat digunakan dengan sebaik-baiknya. Selain itu, makalah ini bisa dijadikan panduan agar tujuan pembelajaran dapat tercapai secara maksimal.
11
DAFTAR PUSTAKA Aceng, Zakaria. 2005. Pokok-Pokok Ilmu Tauhid. Garut: IBN Azka Press. Ahmad, Mubarok. (2000). Al-Irsyad An Nafiy Konseling Agama Teori dan kasus. Jurnal Bina Rena Pariwara:29-32. Ali, M Daud. 1997. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Raja Perindo Persada. Fauti, Subhan . (2013). Konsep Pendidikan Islam Masa Kini. Jurnal Pendidikan Islam.: 12-13. Muaimin. 2004. Paradigma Pendidikan Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Mukni’ah. 20011. Materi Pendidikan Agama Islam.Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. Nafis, M Muntahibin. 2011. Ilmu Pendidikan Islam. Yogyakarta: Teras. Sabar, Budi Raharjo. (2010). Pendidikan Karakter Sebagai Upaya Menciptakan Akhlak Mulia. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan:234-235.