Makalah Genetika Antifosfolipid Syndrome.docx

  • Uploaded by: Bagus Sentosa
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Genetika Antifosfolipid Syndrome.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,319
  • Pages: 10
MAKALAH PATOGENESIS BAKTERI TENTANG Streptococcus sp.

Disusun oleh : Nama : Bagus Sentosa P.

M0416012

UNIVERSITAS SEBELAS MARET FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN SURAKARTA 2016 DAFTAR ISI

Daftar Isi ……………………………………………………………………………........ 2 Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang …………………………………………………………….... 3 B. Rumusan Masalah …………………………………………………………... 3 C. Tujuan ……………………………………………………………………..... 3 Bab II Pembahasan A. Sejarah Singkat ……………………………………………………………… 4 B. Definisi, Gejala dan Faktor Penyebab ……..……………………………….. 4 C. Mekanisme ………………………………………………………………...... 7 D. Deteksi …………………………………………………………………....… 8 Bab III Penutup A. Kesimpulan ………………………………………………………………..... 9 B. Saran ……………………………………………………………………..…. 9 Daftar Pustaka ……………………………………………………………………......... 10 I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas prasyarat mata kuliah Patogenesis bakteri. Selain itu, dengan adanya makalah ini penulis berharap masyarakat baik dalam lingkup nasional maupun internasional dapat mengenali dan memahami patogenesitas dari kelompok bakteri Streptococcus.

B. Rumusan Masalah a) Apa itu Streptococcus sp. ? b) Siapa saja yang dapat diserang oleh Streptococcus sp.? c) Bagaimana pertumbuhan Streptococcus sp. sebagai bakteri patogen yang menyebabkan penyakit?

C. Tujuan Pembuatan makalah ini ditujukan untuk memberikan informasi mengenai sebuah sindrom bernama Antiphospolipid Syndrome (APS).

II. PEMBAHASAN

A. Sejarah Singkat Jacobson (1986) melaporkan bahwa adanya antifosifolipid antibodi pertama kali ditemukan pada tahun 1952 yang terdapat pada Systemic Lupus Ertyhomatosus (SLE). Laporan berikutnya menghubungkan adanya antibodi ini pada berbagai kelainan imunologis, keganasan, pemakaian obat-obatan (termasuk phenotiazine, derivat penisilin, hydralazina, procainamid, isoniazid).

Sementara Antiphospolipid Syndrome (APS) pertama kali digambarkan pada tahun 1983 oleh Dr. Graham Hughes dan timnya di Rumah Sakit Hammersmith. Selain sindrom itu, dijelaskan pula adanya trombosis arteri dan vena berulang., kematian janin, dan trombositopenia dengan adanya autoantibodi yang akrab disapa sindrom antifosfolipid ( Harris and Gharavi, 1983; Hughes, 1983; Bertolaccini and Khamashta, 2010).

B. Definisi, Gejala Penderita, dan Faktor Penyebab Menurut Yuriawantini dan Suryana (2007), antibodi antifospolipid merupakan antibodi yang ditujukan terhadap fospolipid bermuatan negatif dari membran sel. Autoantibodi ini dikaitkan dengan trombosis arteri dan vena, abortus berulang dan trombositopenia yang lebih dikenal dengan sindrom antifospolipid (APS). Pada awalnya terdapat tiga serangkaian antibodi antifospolipid yaitu false positif test for syphilis, antikoagulan lupus (LA) dan antibodi antikardiolipin (ACA) Antiphospolipid Syndrome (APS) merupakan penyakit autoimunitas yang menyebabkan kecenderungan darah mudah membeku. Penyakit ini bisa saja menyerang semua golongan usia. Gejala yang muncul dari sindrom ini bervariasi, seperti trombosis pada arteri di otak yang menyebabkan serangan stroke, sakit kepala serta penurunan daya ingat. Sedangkan trombosis pada mata menyebabkan

gangguan pengelihatan. Gannguan pendengaran di telinga pun termasuk salah satu gejalanya (Tambunan, 2007). Autoimunitas menurut Behrman (2000) merupakan sebuah kegagalan toleransi diri dalam mempertahankan ketidaktanggapan terhadap antigen diri. Sementara toleransi diri merupakan kemampuan sistem imun untuk menghambat reaktivitas perlawanan dengan antigen diri (self-antigen) yang tidak umum. Definisi

trombosis

menurut

Youngson

(1998)

digambarkan

sebagai

penggumapalan di atas steker (plug) arteri yang mengelupas. Arteri jarang tertutup secara utuh oleh steker, sehingga biasanya permukaan steker menjadi kasar dan kadang-kadang terpecah (mengelupas). Hal ini memungkinkan darah untuk berkontak dengan jaringan di bawahnya. Manuaba (2008) menjelaskan bahwa lebih dari 25 tahun silam telah diketahui sejumlah antibodi yang dapat bereaksi negatif terhadap fosfolipid. Antibodi terkait yang sudah diketahui jelas adalah lupus antikoagulan dan antibodi antikardiolipin. Keduanya dapat menimbulkan sindrom antibodi antifosfolipid. Sindrom ini ditandai dengan bekuan darah berulang pada arteri atau pembuluh darah vena, trombositopenia (penurunan trombosit), kematian janin khususnya pada trimester kedua atau bahkan terjadi keguguran berulang. Di dalam bukunya, Liebmann-Smith dan Egan (2008) menyampaikan bahwa livedo reticularis bisa menjadi pertanda akan sindrom antibodi antifosfolipid (APS). Mereka menjelaskan bahwa APS merupakan sebuah

gangguan koagulasi yang bisa menyebabkan penggumpalan darah (trombosis) di arteri atau vena. Penggumpalan ini meningkatkan risiko terjadinya stroke, serangan jantung, dan emboli paru-paru. Sindrom ini juga dikenal sebagai Hughes Syndrome. APS merupakan salah satu faktor risiko terjadinya keguguran yang dapat mencapai 20% dari total keguguran yang terjadi. Penderita APS memang lebih cenderung untuk menyerang wanita pada umumnya. Terlebih lagi apabila wanita tersebut merupakan penderita lupus. Hal yang sama diungkapkan oleh Heffner dan Schust (2010) mengenai penderita APS. Menurut mereka, beberapa wanita membuat antibodi terhadap fosfolipid bermuatan negatif yang ditemukan dalam membran sel. Antibodi antifosfolipid ini dapat menyebabkan trombosis pada pembuluh darah kecil. Hal ini akan memicu terjadinya iskemia dan infark lokal. Walaupun antibodi anstifosfolipid lebih sering menyebabkan keguguran berulang pada awal kehamilan, beberapa wanita malah mengalami keguguran sangat dini bahkan sebelum mereka tahu bahwa mereka hamil. Pada kasus seperti ini, sindrom antifosfolipid bermanifestasi secara klinis sebagai infertilitas.

C. Mekanisme Terjadinya sindrom antibodi antifosfolipid secara rinci telah dijabarkan oleh Manuaba (2008) di dalam bukunya yang berujudul Buku Ajar Patologi Obstetri sebagai berikut. Pada penderita lupus eritematosus akan dijumpai banyak antibodi yang dapat menimbulkan koagulasi trombosit intravaskular. Antibodi

tersebut adalah antibodi antikardiolipin dan beta glikoprotein I atau apolipoprotein H. Antibodi-antibodi ini umumnya ditemukan pada permukaan sinsitium sel, sehingga dapat melindungi mata rantai terjadinya proses koagulasi (gumpalan trombosit padat) pada rongga intervilus. Secara selektif mereka mengalami pengikatan dengan faktor XII dan kompleks protrombin sehingga terbentuk celah yang bebas dari penutupan lapisan fosfolipid pada permukaan sel trofoblas. Beta glikoprotein I (apolipoprotein H) ikut serta dalam proses implantasi karena ia memiliki sisi trofoblas yang mampu berikatan dengan heparin. Setelah beta glikoprotein I ikut serta dalam proses implantasi, ikatan antibodi yang secara langsung berikatan dengan beta glikoprotein menyebabkan proses bebasnya permukaan sinsitium trofoblas sehingga membuka jalan untuk berlangsungnya proses koagulasi pada plasenta atau rongga intervilus. Gangguan sirkulasi yang terjadi dan diikuti gangguan pertukaran nutrisi dalam plasenta akan berakhir dengan kemungkinan sindrom antibodi antifosfolipid. Manuaba (2008) juga menambahkan bahwa beta glikoprotein I (apolipoprotein H) merupakan ko-faktor agar dapat terjadi proses koagulasi yang menyebabkan gangguan fungsi organ tertentu atau menimbulkan sindrom umum.

D. Deteksi Untuk mendeteksi adanya antibodi antifosfolipid ini dapat dilakukan dengan melihat kenyataan bahwa pada dasarnya antibodi ini tidak dapat langsung mengganggu protein faktor koagulasi, melainkan spontan mengenai epitop

fosfolifid dan menghambat formasi aktivasi kompleks yang tergantung pada fosfolifid (fosfolifid dependent activation complex). Antifosfolipid dapat dideteksi dengan metode Enzym Linked Imunosorbent Assay (ELISA) yang memakai 4 macam fosfolifid (cardiolipin, fosfatidyl serin, fosfatidic acid, fosfatidil inosinol). Dari metode ini akan ditemukan anticardiolipin, antifosfatidil serin, anti fosfatidic acid, antifosfatidil inosinol. (Brey 1992) Antibodi antifosfolipid dapat dideteksi pada 30-40% penderita lupus. Apabila ada, antibodi ini akan memberi kesan penambahan risiko trombosis, trombositopenia, anemia hemolitik, stroke, khorea, mielitis transversal, dan penyakit katup jantung. Antibodi antifosfolipid juga terjadi pada individu tanpa penyakit mendasar yang jelas. Kondisi tersebut disebut sindrom antifosfolipid primer. Penderita sindrom tersebut merupakan sasaran terjadinya trombosis, trombositopenia dan abortus spontan berulang (Behrman, 2000).

III. Penutup

A. Kesimpulan Dari literatur yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa Sindrom antifosfolipid (antiphospholipid syndrome) adalah gangguan dimana sistem kekebalan tubuh menghasilkan antibodi untuk melawan protein normal tertentu dalam darah. Sindrom ini menyebabkan terbentuknya gumpalan darah dalam arteri atau vena serta komplikasi kehamilan seperti keguguran dan bayi lahir mati.

B. Saran Penulis sadar bahwa masih banyak kekurangan yang terdapat dalam pembuatan makalah ini. Oleh karena itu, penulis berharap kepada semua pembaca untuk memberikan masukan, saran, ataupun kritik demi pembelajaran dan pemerataan ilmu pengetahuan yang lebih baik.

Daftar Pustaka Aritonang, Herbert. 2007. “Seminar Kesehatan : Sindrome Darah Kental Dapat Mengenai Semua Usia”. Reformata Edisi 57. Behrman. 2000. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : EGC. Bertolaccini, M.L. and M.A. Khamashta. 2010. Antiphospholipid Syndrome Handbook. London : Springer. Brey, R.L. 1992. Antifosifolipid antibodies in ischemic strike. Heart Disease and Stroke. 1:379-382. Haris E.N., A.E. Gharavi, M.L. Boey, B.M. Patel, C.G. Mackworth-Young, S. Loizou. 1983. Anticardiolipin antibodies : detection by radioimmunoasay and association with thrombosis in systemic lupus erythematosus. Lancet. 2(8361):1211-1214.

Heffner, L.J. dan D.J. Schust. 2008. At A Glance : Sistem Reproduksi (Edisi 2). Jakarta : Erlangga. Hughes, G.R.V. 1983. Thrombosis, abortion, cerebral disease, and the lupus anticoagulant. Br Med J. 287(6399):1088-1089. Jacobson, D.M. 1986. Recurrent cerebral infarctions in two brothers with antiphospholipid antibodies that block coagulation reactions. Stroke. 17(1):98-102. Liebmann-Smith, J. dan J. N. Egan. 2008. BODY SIGNS How to Be Your Own Diagnostic Detective. Jakarta : Cahaya Intan Suci. Manuaba, I.A.C. 2008. Buku Ajar Patologi Obstetri. Jakarta : EGC. Youngson, R. 2003. Antioksidan : Manfaat Vitamin C & E Bagi Kesehatan. Jakarta : Arcan. Yuriawantini dan K. Suryana. 2007. Aspek Imunologi SLE. J Peny Dalam. 8(3):233-239.

Related Documents


More Documents from "Bintang Matahari"