SEMINAR AUDIT “Good Corporate Governance (GCG) dan Komite Audit” Dosen Pengampu : Dr. Enggar Diah Puspa Arum, SE.Ak. M.si
Di Susun Oleh : Ade Elmanovita
C1C016004
Zulkifli Fadhilah
C1C016055
Ayu Azizah
C1C016077
Vania Utami P
C1C016105
UNIVERSITAS JAMBI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS PRODI AKUNTANSI TAHUN AJARAN 2019/2020
KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “GCG dan Komite Audit”. Penulis membuat makalah ini dari Buku Auditing dan dari beberapa jurnal sebagai pedoman membuat makalah. Penyusunan makalah ini untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Seminar Auditing. Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan khususnya dalam bidang auditing, serta pembaca dapat mengetahui tentang GCG dan Komite Audit. Menyadari banyaknya kekurangan dalam penyusunan makalah ini, karena itu, kami sangat mengharapkan kritikan dan saran dari para pembaca untuk melengkapi segala kekurangan dan kesalahan dari makalah ini. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang terlibat, baik secara langsung maupun tidak langsung yang telah membantu selama proses penyusunan makalah ini.
Jambi, 29 Maret 2019
Penyusun
DAFTAR ISI Kata Pengantar ................................................................................................................................. Daftar Isi .......................................................................................................................................... BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................................ 1.1 Latar Belakang Munculnya GCG ........................................................................................ 1.2 Sejarah Komite Audit .......................................................................................................... 1.3 Rumusan Masalah ................................................................................................................ 1.4 Tujuan Penulisan .................................................................................................................. BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................................. 2.1 Pengertian GCG ................................................................................................................... 2.2 Konsep GCG ........................................................................................................................ 2.3 Prinsip-prinsip GCG ............................................................................................................ 2.4 Tujuan GCG ......................................................................................................................... 2.5 Manfaat GCG ....................................................................................................................... 2.6 Organ Khusus dalam penerapan GCG ................................................................................. 2.7 Contoh Kasus ....................................................................................................................... 2.8 Komite Audit di Indonesia ................................................................................................... 2.9 Komite Audit Sebagai Organ Dewan Komisaris dalam Pemenuhan GCG ......................... 2.10 Review Jurnal ..................................................................................................................... BAB III PENUTUP ........................................................................................................................ 3.1 Kesimpulan .......................................................................................................................... 3.2 Saran .................................................................................................................................... DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Munculnya Good Corporate Governance (GCG) Mulai populernya istilah “tata kelola perusahaan yang baik” atau yang lebih dikenal dengan istilah asing good corporate governance (GCG) tidak dapat dilepaskan dari maraknya skandal perusahaan yang menimpa perusahaan-perusahaan besar, baik yang ada di Indonesia maupun yang ada di Amerika Serikat. Runtuhnya system ekonomi komunis menjelang akhir abad ke-20, menjadikan system ekonomi kapitalis sebagai satu-satunya system ekonomi yang paling dominan di seluruh dunia. System ekonomi kapitalis makin kuat mengakar berkat arus globalisasi dan perdagangan bebas yang mampu dipaksakan oleh Negara-negara maju penganut system ekonomi kapitalis. Ciri utama system ekonomi kapitalis adalah kegiatan bisnis dan kepemilikan perusahaan dikuasai oleh individu-individu/ sector swasta. Dalam perjalanannya, beberapa perusahaan akan muncul sebagai perusahaan-perusahaan swasta raksasa yang bahkan aktivitas dan kekuasaannya telah melibihi batas-batas suatu Negara. Para pemilik dan pengelola kelompok perusahaan-perusahaan raksasa ini bahkan mampu mempengaruhi dan mengarahkan berbagai kebijakan yang diambil oleh para pemimpin politik suatu Negara untuk kepentingan kelompok perusahaan mereka dengan kekuatan uangnya. Sebagiman dikatakan oleh Joel bajan (2002), perusahaan (korporasi) saat ini telah berkembang dari sesuatu yang relative tidak tidak jelas menjadi institusi ekonomi dunia yang amat dominan. Kekuatan dan pengaruh perusahaan ini sedemikian besarnya sehingga telah menjelma menjadi “monster raksasa” yang mendikte hampir seluruh hidup kita, mulai dari apa yang kia pakai, apa yang kita hasilkan dan apa yang kita kerjakan. Itulah sebabnya, sering kali terjadi pemerintah suatu Negara yang seharusnya menjadi kekeuatan terakhir sebagai pengawas, penegak hokum, dan pengendali perusahaan-perusahaan tidak berdaya menghadapi penyimpangan perilaku yang dilakukan oleh para pelaku bisnis yang berpengaruh tersebut. Sistem perbankan di Indonesia yang pada akhirnya menimbulkan krisis ekonomi, politik, dan sosial yang sangat kompleks.Beberapa perusahaan besar di Indonesia ada yang bermasalah dan bahkan tidak mampu lagi meneruskan kegiatan usahanya akibat menjalankan
praktik tata kelola kerja yang buruk (bad corporate governance).Contohnya antara lain: bankbank pemerintah yang telah dilikuidasi/demerger (Bank Pembangunan Indonesia-Bapindo, Bank Dagang Negara- BDN, Bank Bumi Daya- BBD, Bank Export Import- Bank Exim); PT Indorayon (Sebuah pabrik kertas di Sumatra Utara); PT Dirgantara Indonesia (Sebuah pabrik pesawat terbang yang berkantor pusat di Bandung); dan PT Lapindo Brantas (Sebuah pabrik eksplorasi minyak dan gas di Sidoarjo,Jawa Timur). Kejatuhan bank pemerintah pada awal abad ke-21 ini lebih disebabkan oleh kebijakan ekspansi kredit direksi bank tersebut yang tidak bijaksana (imprudential credit policy). Kredit diberikan dalam jumlah besar kepada beberapa kelompok usaha besar tanpa melalui suatu kajian yang cermat dan objektif atas studi kelayakan mereka.Akibatnya,bank-bank pemerintah tersebut mengalami kesulitan keuangan karena kelompok usaha besar ini tidak mampu mengembalikan pinjaman dan bunganya. Kebangkrutan PT Indorayon, sebuah perusahaan pabrik kertas yang tergolong besar,lebih disebabkan oleh tata kelola yang buruk oleh perusahaan tersebut dalam mengelolah hutan pinus di sekitar danau Toba yang menjadi sumber utama bahan baku kertas perusahaan ini.Akibat pengelolahan hutan pinus yang buruk itu telah menimbulkan kerusakan lingkungan htan dan mengganggu system tata air disekitar danau Toba.Permukaan air danau Toba sempat mengalami penurunan tajam sehingga memengaruhi penghasilan masyarakat ternak ikan di sekitar danau Toba.Masyarakat sekitar danau Toba menjadi marah dan mereka menghentikan secara paksa aktivitas perusahaan di sekitar danau Toba tersebut.Akibatnya,PT Indorayon tidak dapat beroperasi karena hubungan yang tidak baik dengan masyarakat di sekitar lokasi pasokan bahan baku. Hal yang sama terjadi pada kasus PT Lapindo Brantas. Kecerobohan PT Lapindo Brantas dalam melakukan eksplorasi minyak dan gas di Sidoarjo bukan saja menimbulkan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup pada area yang sangat luas,tetapi juga mematikan sumber pencarian sebagaian besar masyarakat di daerah yang tercemar tersebut.Hal ini dapat saja menimbulkan potensi tuntutan hukum dari masyarakat,yang pada gilirannya dapat mengancam keberadaan perusahaan. Pada intinya,timbulnya krisis ekonomi di Indonesia ini disebabkan oleh tata kelola perusahaan yang buruk (bad corporate governance) dan tata kelola pemerintahan yang buruk pula (bad government governance) sehingga memberi peluang besar timbulnya praktik-
praktik korupsi,kolusi,dan nepotisme (KKN).Hal ini dapat ditunjukan pada beberapa fakta berikut : a) Mudahnya para spekulan mata uang untuk mempermainkan pasar valuta asing karena tidak adanya alat kendali yang efektif.Sifat para spekulan ini selalu mementing diri sendiri tanpa peduli kepentingan masyarakat ataupun Negara. b) Mudahnya para konglomerat memperoleh dana pinjaman dari perbankan.Hal ini dimungkinkan karena para konglomerat itu sekaligus juga menjadi pemilik bank-bank swasta ternama.Melalui rekayasa studi kelayakan dan laporan keuangan, para konglomerat ini menarik pinjaman dari bank miliknya untuk membiayai proyekproyek usaha yang masih berada dalam kelompok usahanya. Para direksi bank ini tidak dapat bersikap independen karena ditempatkan di bank tersebut oleh para konglomerat tersebut. Para konglomerat ini banyak yang sekaligus merangkap fungsi sebagai pemegang saham,komisaris,dan direksi di kelompok usaha mereka. c) Banyak direksi di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) termasuk di bank-bank pemerintah juga tidak independen. Dalam mengambil berbagai kebijakan selalu ada campur tangan dari oknum pejabat pemerintahan,Hal ini tidak mengherankan karena para direksi ini sering kali merupakan kepanjang tangan kepentingan kelompok oknum pejabat tertentu.Kalaupun mereka bersifat professional,mereka sering mendapat tekanan oknum pejabat. d) Para komisaris di BUMN sering kali bukan orang yang professional, melainkan oknum-oknum birokrasi yang telah memasuki usia pension. Mereka ditempatkan bukan
karena
kemampuan
dan
pengalaman
mereka
dalam
mengelola
perusahaan,tetapi lebih karena sekedar balas jasa setelah memasuki usia pension. e) Banyaknya profesi yang terkait dengan kegiatan bisnis ini- seperti: akuntan publik,perusahaan penilai,konsultan keuangan,dan sebagainya- yang mudah diajak bekerja sama untuk merekayasa laporan audit,laporan keuangan,dan laporan penilaian harta (asset) perusahaan untuk berbagai keperluan- seperti: tender,aplikasi kredit bank,penerbitan saham di bursa,dan sebagainya. f) Pada saat timbul krisis moneter,Bank Indonesia mengucurkan dana berupa bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang mencapai triliunan rupiah kepada sector perbankan nasional dalam upaya membantu perbankan agar tidak ambruk akibat penarikan dana nasabah secara besar-besaran. Namun itikad baik BI ini banyak disalahgunakan oleh pemilik bank dengan memindahkan dana ini ke rekening
pribadinya dan membiarkan bank mereka sendiri tetap ambruk. Kalaupun para pemilik bank ini mempunyai itikad baik,merka tidak mampu lagi untuk mengembalikan dana BLBI tersebut.Sampai saat ini belum ada penyelesaian tuntas tentang kasus BLBI ini. 1.2 Sejarah Komite Audit Komite Audit memegang peran penting dalam menciptakan good corporate governance pada entitas-entitas bisnis. Pada mulanya memang diwajibkan hanya pada perusahaan yang terdaftar di bursa efek untuk menjaga kepercayaan pasar terhadap kinerja keuangan dan kepatuhan perusahaan tersebut, saat ini karena dirasa manfaatnya semakin diperlukan, Komite Audit malah sudah banyak juga dibentuk di entitas Usaha Kecil Menengah dan Koperasi (UKMK) dan organisasi nir laba. Perkembangan ini membuktikan bahwa fungsi pengawasan yang diemban Komite Audit terbukti memberikan nilai tambah bagi entitas/organisasi tersebut. 1.3
Rumusan Masalah
Rumusan masalah makalah ini adalah sebagai berikut : 1. Apakah pengertian GCG dan Komite Audit? 2. Apa saja konsep dan prinsip GCG ? 3. Apa saja tujuan dan manfaat GCG ? 4. Bagaimana contoh kasus GCG? 5. Bagaimana komite audit di Indonesia ?
1.2
Tujuan Penulisan Dari uraian yang dikemukakan sebelumnya dan mengingat begitu pentingnya GCG
dan Komite Audit didalam dirumuskan tujuan penulisan makalah ini, yaitu : 1. Menemukan pengertian GCG dan Komite Audit? 2. Mengetahui bagaimana prinsip dan konsep GCG? 3. Mengetahui apasaja tujuan dan manfaat GCG? 4. Memaparkan contoh kasus GCG ? 5. Mengetahui bagaimana komite audit di Indonesia ?
BAB II PEMBAHASAN 2.1.
Pengertian GCG Walaupun istilah GCG dewasa ini sudah sangat popular,namun sampai saat ini belum
ada definisi baku yang dapat disepakati oleh semua pihak. Istilah “corporate governance” pertama kali diperkenalkan oleh Cadbury Committee,Inggris di tahun 1922 yang menggunakan istilah tersebut dalam laporannya yang kemudian dikenal sebagai Cadbury Report (dalam Sukrisno Agoes,2006). Istilah ini sekarang menjadi sangat popular dan diberi banyak definisi oleh berbagai pihak.DIbawah ini diberikan beberapa definisi dari beerapa sumber yang dapat dijadikan acuan. 1.
Cadbury Committee of United Kingdom: “A set of rules that define the relationship between shareholders, managers, creditors,
the government, employees, and other internal and external stakeholders in respect to their right and responsibilities,or the system by which companies are directed and controlled.” [“Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham,pengurus perusahaan,pihak kreditur, pemerintah,karyawan,serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka; atau dengan kata lain suatu sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan.”] 2.
Forum of Corporate Governance in Indonesia – FCGI (2006) – tidak membuat definsi
tersendiri tetapi mengambil definisi dari Cadbury Committee of United Kingdom,yang kalau diterjemahkan adalah: “seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham,pengurus perusahaan,pihak kreditur,pemerintah,karyawan,serta para pemegangan kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka; atau dengan kata lain suatu sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan.” 3. Sukrisno Agoes (2006) mendefinisikan tata kelola perusahaan yang baik sebagai suatu sistem yang mengatur hubungan peran Dewan Komisaris, peran Direksi, pemegang saham, dan pemangku kepentingan lainnya. Tata kelola perusahaan yang baik juga disebut sebagai
suatu proses transparan atas penentuan tujuan perusahaan,pencapaiannya, dan penilaian kinerjanya. 4. Organization for Economic Coorperation and Development – OECD (dalam tjager dkk.,2004)
–
mendefinsikan
GCG
sebagai:
“The
structure
through
which
shareholders,directors,managers,set of the board objectives of the company,the means of attaining those objectives and monitoring performance.” [“Suatu struktur yang terdiri atas para
pemegang
saham,direktur,manajer,seperangkat
tujuan
yang
ingin
dicapai
perusahaan,dan alat-alat yang digunakan dalam mencapai tujuan dan memantau kinerja.”] 5. Wahyudi Prakasa (dalam Sukrino Agoes,2006) mendefinsikan GCG sebagai : “mekanisme administrative
yang
mengatur
perusahaan,komisaris,direksi,pemegang
hubungan-hubungan saham,dan
antara
kelompok-kelompok
manajemen kepentingan
(stakeholders) yang lain. Hubungan-hubungan ini dimanifestasikan dalam bentuk berbagai aturan permainan dan sistem insentif sebagai kerangka kerja (framework) yang diperlukan untuk mencapai tujuan-tujuan perusahaan dan cara-cara pencapaian tujuan-tujuan serta pemantauan kinerja yang dihasilkan.” Jadi Good governance dapat diartikan sebagai kepemerintahan yang baik atau penyelenggaraan pemerintahaan yang bersih dan efektif, sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku. Pemerintahan mencakup ruang lingkup yang luas, termasuk bidang politik, ekonomi dan sosial mulai dari proses perumusan kebijakan dan pengmbilan keputusan hingga pelaksanaan dan pengawasan. Political governance mengacu pada proses pembuat kebijakan. Economic governance mengacu pada proses pembuatan keputusan di bidang ekonomi guna meningkatkan kesejahteraan, pemerataan, penurunan kemiskinan dan peningkatan kualitas hidup. Administrative governance berarti, bahwa penyelenggara setiap bidang dan tahapan pemerintahan harus dilakukan dengan bersih, efisien, dan efektif. Dalam bahasa sederhana, governance berarti proses pengambilan keputusan dan proses pelaksanaan atau implementasinya. Secara umum dapat dikatakan, bahwa good governance adalah penyelenggaraan pemerintahan berdasarkan prinsip : partisipasi maksimal dari semua pemangku kepentingan (stackholder), hukum da aturan (rule of law), transparansi, responsivitas, orientasi consensus, keadilan dan kewajaran, efisiensi dan efektivitas, akuntabilitas dan visi strategis.
2.2
Konsep GCG
Wadah terdiri dari : 1. Organisasi (perusahaan, sosial, pemerintahan) 2. Model Suatu sistem, proses, dan seperangkat peraturan, termasuk prinsip-prinsip, serta nilai-nilai yang melandasi praktik bsnis yang sehat. Tujuan terdiri dari : a. Meningkatkan kinerja organisasi b. Menciptakan nilai tambah bagi semua pemangku kepentingan c. Mencegah dan mengurangi manipulasi serta kesalahan yang signifikan dalam pengelolaan organisasi d. Meningkatkan upaya agar para pemangku kepentingan tidak dirugikan Mekanisme terdiri dari : Mengatur dan mempertegas kembali hubungann, peran, wewenang, dan tanggung jawab : a. Dalam arti sempit : antar pemilik/ pemegang saham, dewan komisaris, dan dewan direksi. b. Dalam arti luas : antar seluruh pemangku kepentingan. 2.3
Prinsip-Prinsip GCG Penggunaan prinsip good governance dalam dunia usaha disebut Good Corporate
Governance (GCG). Dengan kata lain, bahwa dunia usaha harus juga membangun dan memelihara prinsip-prinsip good corporate governance yaitu : partisipasi, hukum dan aturan, transparasi, respontative, orientasi konsesus, keadilan dan kewajarana, efisiensi dan efektivitas, akuntabilitas dan visi strategis. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, konsep CGC memperjelas dan mempertegas mekanisme hubungan antar para pemangku kepentingan di dalam organisasi. The Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) juga telah menciptakan prinsip-prinsip good corporate governance dengan harapan dapat dipergunakan sebagai bahan acuan internasional (internasional benchmark) bagi para perusahaan Negara,
investor, perusahaan dan para stackeholder perusahaan (termasuk pemegang saham, baik Negara-negara anggota OECD maupun bagi Negara non-anggota. Harapan OECD menyajikan bahan acuan internasional tersebut telah membawa hasil. Pada tahun 2004 Donald J.Johson, OECD Secretary General mengutarakan, sejak beberapa tahun terakhir para pengusaha, pemerintahan dan madyarakat bisnis di banyak Negara mulai menyadari bahwa good corporate governance dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap stabilitas perkembangan pasar modal, iklim investasi dan pertumbuhan ekonomi. Prinsip-prinsip governance yang diterbitkan OECD itu mencakup hal-hal berikut : 1. Landasan hukum yang diperlukan untuk menjamin penerapan good corporate governance secara efektif (ensuring the basis for an effective corporate governance framework); menurut OECD apabila pemerintah suatu negara menginginkan prinsipprinsip good corporate governance diterapkan secara efektif dinegaranya, mereka wajib membangun landasan hukum yang memungkinkan hal itu terjadi. Tanpa landasan hukum yang kuat salah satu tujuan utama good corporate governance, yaitu melindungi hak dan kepentingan para pemegang saham dan stakeholders yang lain sulit dilaksanakan. Landasan hukum tersebut antara lain berupa penciptaan a. Undang-undang tentang perseroan terbatas (corporate laws), b. Undang-undang perburuhan, c. Undang-undang tentang kredit perbankan, d. Ketentuan tentang standar akuntansi keuangan dan standar audit, e. Syarat dan prosedur pendaftaran saham perusahaan di bursa efek. OECD menyarankan dalam menyusun undang-undang atau ketentuan hukum lain yang bersangkutan dengan penerapam prinsip good corporate governance, pemerintah hendaknya melakukan komunikasi dan konsultasi dengan perusahan-perusahaan lokal. Di samping itu pemerintah negara yang menerapkan prinsip-prinsip good corporate governace disarankan memonitor penerapan prinsip-prinsip tersebut di dunia bisnis negaranya. 2. Hak pemegang saham dan fungsi pokok kepemilikan perusahaan (the rights of shareholders and key ownership function); para pemegang saham mempunyai hakhak tertentu. OECD menyarankan hak-hak tersebut dilindungi, baik secara hukum maupun oleh masing-masing perusahaan.
3. Perlakuan yang adil terhadap para pemegang saham (the equiptable treatment of shareholders); perusahaan wajib menjamin perlakuan yang adil terhadap semua pemegang saham perusahaan, termasuk pemegang saham minoritas dan pemegang saham asing. Pemegang jenis saham yang sama (misalnya saham biasa) wajib mendapat jaminan memperoleh pelakuan yang sama. Dalam kaitannya dengan perlakuan adil itu sebelum menjadi saham yang diperdagangkan di bursa efek, setiap investor berhak mendapatkan informasi tentang hak dan perlindungan terhadap saham yang akan mereka beli. 4. Peranan the stakeholders dalam corporate govarnance (the role of stakeholders in corporate governance); OECD juga menyarankan adanya perlindungan hak dan kepentingan para anggota the stakeholders non pemegang saham. Hal itu disebabkan karena keberhasilan operasi bisnis perusahaan ditentukan oleh hasil kerjasama para anggota stakeholders, termasuk para pemegang saham, karyawan, kreditur pelanggan, dan para pemasok layanan jasa, baha baku, dan bahan pembantu. 5. Prinsip pengungkapan informasi secara transparan (disclosure and transparency); Prinsip good corporate governance lain yang disosialisasikan OECD kepada negaranegara anggota dan negara-negara non-anggota adalah pengungkapan informasi perusahaan secara transparan. Menurut OECD Board of Directors perusahaan wajib melaporkan kepada pemegang saham secara akurat, transparan dan tepat waktu, halhal yang bersangkutan dengan kondisi keuangan, perubahan kepemilikan, kinerja bisnis dan hal-hal penting lainnya yang dapat mempengaruhi kelangsungan hidup perusahaan. 6. Tanggung jawab Dewan Pengurus (the responsibilities of the Board); Tanggung jwab dewan pengurus, organisasi dewan pengurus atau Board of Directors di banyak negara terdiri dari dua lapis. Di Indonesia lapis pertama disebut dewan komisaris, sedangkan lapis kedua disebut direksi, lapis pertama Board of Directors berfungsi sebagai pengarah dan pengawas jalannya operasi bisnis perusahaan dan kinerja direksi. Sedangkan fungsi utama lapis kedua Board of Directors adalah mengelola harta, utang dan kegiatan bisnis perusahaan sehari-hari. Board of Directors bertanggung jawab atas kepatuhan perusahaan yang mereka kelola terhadapa undang-undang atau ketentuan hukum yang berlaku, termasuk undang-undang perpajakan, perburuhan, persaingan, perkreditan, lingkungan hidup secara lebih rinci fungsi dan tanggung jawab Board of Directors dalam kerangka corporate governance.
Adapun prinsip Corporate governance yang diterbitkan oleh OECD dalam hubungannya dengan tata kelola Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Menteri Negara BUMN juga mengeluarkan keputusan Nomor Kep-117/M-MBU/2002 tentang Penerapan GCG (Tjager dkk., 2003). Ada lima prinsip menurut keputusan ini, yaitu : a. Kewajaran (fairness) b. Tranparansi c. Akuntabilitas d. Pertanggungjawaban e. Kemandirian Tranparansi mengemukakan
berarti
keterbukaan
informasi
dalam
mengenai
proses
pengambilan
perusahaan.Kemandirian
keputusan
berarti
dalam
pengelolaan
perusahaan secara prosfesional sesuai dengan peraturan perundang-undangan tanpa benturan kepentingan dan tekanan dari pihak lain. Akuntabilitas berarti memberikan pelaporan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas secara periodic, termasuk mengenai penggunaan dan sumber-sumber dana. Kewajaran (fairness) berarti keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi hak-hak masing-masing stakeholders sesuai kontribusi yang diberikan kepada perusahaan, serta perjanjian dengan perundang-undangan yang berlaku. Dengan kriteria tersebut, penerapan GCG di lingkungan BUMN diharapkan dapat mencapai tujuan perusahaan : a. Memaksimalkan nilai BUMN; b. Mendorong pengelolaan BUMN secara professional; c. Mendrong proses pengambilan keputusan berlandakan nilai moral yang tinggi, kepatuhan atas peraturan perundang-undangan yang berlaku, pertanggungjawaban social kepada semua stakeholders, dan kelestarian lingkungan hidup; d. Meningkatkan kontribusi BUMN dalam perekonomian nasional; e. Meningkatkan investasi nasional; f. Mensukseskan program privatisasi.
2.4
Tujuan GCG GCG bukanlah seata-mata persoalan membentuk organ-organ perusahaan seperti
komisaris independen dan komite audit, tapt GCG adalah sebagaimana menciptakan pengelolaan perusahaan yang professional melalui penerapan system akunting dan keuangan yang memenuhi standar serta bagaimana manajemen dilengkapi dengan system teknologi informasi yang mendukung operasional perusahaan. Good corporate governance mempunyai 5 tujuan utama yaitu : a. Melindungi hak dan kepentingan pemegang saham; b. Melindungi hak dan kepentingan stakeholders lainnya; c. Meningkatkan nilai saham dan perusahaan; d. Meningkatkan kinerja Dewan Komisaris dan Manajemen; e. Meningkatkan mutu hubungan Dewan Komisaris dan Manajemen. Semua kegiatan dalam rangka pencapaian tujuan diselenggarakan dengan sistem pengendalian internal yang mencakup : a) Pengendalian terstruktur terrdiri atas : 1. Intergritas, nilai etika dan kompetensi karyawan 2. Filosofi dan gaya manajemen 3. Keseimbangan tanggung jawab dan kewenangan 4. Pengembangan sumberdaya manusiwa 5. Arahan dari direksi b) Pengkajian dan pengelolaan resiko Usaha; c) Pengendalian menyeluruh di setiap unit, aspek dan tingkatan; d) Ketaatan pada peraturan dalam pelaksanaan, pelaporan dan pertanggungjawaban; e) System monitoring dengan dukungan audit internal. 2.5
Manfaat GCG Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, tujuan penerapan GCG adalah untuk
meningkatkan kinerja organisasi serta mencegah atau memperkecil peluang praktik manipulasi dan kesalahan signifikan dalam pengelolaan kegiatan organisasi. Tjager dkk (2003) mengatakan bahwa paling tidak ada lima alasa mengapa penerapan GCG itu bermanfaat, yaitu :
1. Berdasarkan survey yang dilakukan oleh McKinsey&Company menunjukan bahwa para investor institusional lebih menaruh kepercayaan terhadap perusahaanperusahaan di Asia yang telah menerapkan GCG. 2. Berdasarkan berbagai analisis, ternyata ada indikasi keterkaitan antara terjadinya krisis finansial dan krisis berkepanjangan di Asia dengan lemahnya tata kelola perusahaan. 3. Internasioanlisasi pasar termasuk liberalisasi pasar finansial dan pasar modal menuntut perusahaan untuk menerapkan GCG. 4. Kalaupun GCG bukan obat mujarab untuk keluar dari krisis, system ini dapat menjadi dasar bagi berkembangnya system nilai baru yang lebih sesuai dengan lanskap bisnis yang kini telah banyak berubah. 5. Secara teoretis, praktik GCG dapat meningkatkan nilai perusahaan. Indra Surya dan Ivan yustiavandana (2007) mengatakan bahwa tujuan dan manfaat dari penerapan GCG adalah : 1. Memudahkan askes terhadap investasi domestic maupun asing 2. Mendapatkan biaya modal (cost of capital) yang lebih murah 3. Memberikan keputusan yang lebih baik dalam meningkatkan kinerja ekonomi perusahaan 4. Meningkatkan keyakinan dan kepercayaan dari para pemangku kepentingan terhadap perusahaan 5. Melindungi direksi dan komisaris dari tuntunan hukum. 2.6
Organ Khusus Dalam Penerapan GCG Meskipun ketentuan mengenai organ perseroan telah diatur dalam undang-undang
perseroan terbatas Nomor 40 Tahun 2007 dan selanjutnya dituangkan kembali di dalam anggaran dasar perseroan, namun dalam praktiknya organ ini belum mampu menjamin terselenggaranya tata kelola perusahaan yang sehat. Hal ini karena sifat undang-undang mengatur ketentuan-ketentuan secara garis besar saja sehingga ada ketentuan-ketentuan dalam undang-undang yang memerlukan petunjuk pelaksanaan (juklak) atau petunjuk teknis (juknis) lebih lanjut dalam bentuk peraturan dan pedoman yang dil\keluarkan pleh instansi pemerintah yang berwenang serta institusi atau organisasi prosfesi terkait.
Indra Surya dan Ivan Yustiavananda (2006) meneyebutkan paling tidak diperlukan organ tambahan untuk melengkapi penerapan GCG, yaitu : a. Komisaris dan Direktur Independen Komisaris dan direktur independen ialah seseorang yang ditunjuk untuk mewakili pemegang saham independen (pemegang saham minoritas). Sebagaiman diatur dalam undang-undang perseroan \, anggota Direksi dan Komisaris diangkat dan diberhentikan oleh RUPS, sedangkan keputusan yang diambil dalam RUPS didasarkan atas perbandingan jumlah suara para pemegang saham. b. Komite Audit Undang-undang Perseroan Terbatas Pasal 121 memungkinkan Dewan Komisaris untuk membentuk komite tertentu yang dianggap perlu untuk membantu tugas pengwasan yang diperlukan. Salah satu komite tambahan yang kini banyak muncul untuk membantu fungsi Dewan komisaris adalah Komite Audit. Munculnya Komite Audit ini barang kali disebabkan oleh kecenderungan makin meningkatnya berbagai skandal penyelewengan dan kelalaian yang dilakukan oleh para direktur dan komisaris perusahaan besar baik yang terjadi di AS maupun Indonesia yang menandakan kurang memadainya fungsi pengawasan. Sebagaimana
dinyatakan
oleh
Hasnati
(dalam
Indra
Surya
dan
Ivan
Yustiavanadana,2006), tugas, tanggung jawab, dan wewenang Komite Audit adalah membantu Dewan Komisaris, antara lain : 1. Mendorong terbentuknya struktur pengendalian intern yang memadai (prinsip tanggung jawab); 2. Meningkatkan kualitas keterbukaan dan laporan keuangan (prinsip transparasi); 3. Mengkaji ruang lingkup dan ketepat audit eksternal, kewajaran biaya audit ekternal, serta kemandirian dan objektivitas audit eksternal (prinsip akuntabilitas); 4. Mempersiapkan surat uraian tugas dan tanggung jawab komite audit selama tahun buku yang sedang diperiksa eksternal audit (prinsip tanggung jawab). c. Sekretaris Perusahaan Jabatan sekretaris perusahaan menempati posisi yang sangat tinggi dan strategis karena orang dalam jabatan ini berfungsi sebagai penghubung (liason officer) atau semacam public
relation/investor relation antara perusahaan deng pihka luar perusahaan, khususnya bagi perusahaan-perusahaan besar yang telah mendaftarkan sahamnya di bursa. 2.7
Contoh Kasus
Dugaan Korupsi VLCC Mantan komisaris Pertamina yang saat ini menjabat Deputi Menteri Negara BUMN, Roes Aryawijaya kembali diperiksa penyidik bagian Tindak Pidana Khusus kejaksaan agung sebagai saksi dugaan korupsi dalam penjualan kapal tanker raksasa atau very large crude carrier (VLCC) Pertamina. Seusai pemeriksaan, Roes yang ditanya wartawan soal keputusan penjualan dua kapal tanker raksasa Pertamina tahun 2004 itu menjawab, “Penjualan tersebut sebenarnya ususlan Direksi Pertamina. Oleh Komisaris dikaji dan dilihat. “kan kalau tidak dijual perusahaannya bangkrut”, kata Roes. Keputusan menjual VLCC itu melibatkan seluruh direksi dan komisaris Pertamina. Dalam siaran pers yang dikeluarkan Pusat Penerbangan Hukum Kejaksaan Agung, disebutkan bahwa direksi Pertamina bersama Komisaris Utama Pertamina, tanpa persetujuan Menteri Keuangan pada 11 Juni 2004 telah melakukan divestasi dua tanker VLCC milik Pertamina nomor Hull 1540 dan 1541 kepada Frontline dengan harga US$184 juta. Hal tersebut bertentangan dengan keputusan Menteri Keuangan Nomor 89 Tahun 1991 Pasal 12 ayat 1 karena persetujuan Menteri Keuangan baru terbit 7 Juli 2004. Secara terpisah, Jaksa Agung Henarman Supandji menyatakan bahwa tersangka kasusu dugaan korupsi penjualan VLCC itu ternyata banyak dari yang semula disebutkan. Sumber : Kompas, 3 Oktober 2007 2.8
Komite Audit di Indonesia Di Indonesia, keberadaan Komite Audit dimulai sejak tahun 2001 melalui Surat
Edaran Bapepam (Badan Pengawas Pasar Modal, sekarang berubah menjadi Otoritas Jasa Keuangan (OJK)) No: SE-03/PM/2000 yang berisi himbauan perlunya Komite Audit dimiliki oleh setiap Emiten. Bursa Efek Jakarta (sekarang Bursa Efek Indonesia) selanjutnya mengeluarkan surat No: Kep. 339/BEJ/07-2001 mengenai kewajiban perusahaan tercatat untuk memiliki Komite Audit serta jumlah keanggotaan dari komite itu sendiri.
Pada tahun 2003, keberadaan Komite Audit untuk BUMN diatur melalui Keputusan Menteri BUMN Nomor: Kep-117/M-MBU/2002 yang berisi bahwa dalam membantu Komisaris/Dewan Pengawas, Komite Audit bertugas : a. Menilai pelaksanaan kegiatan serta hasil audit yang dilakukan oleh Satuan Pengawasan Intern maupun Auditor Eksternal sehingga dapat dicegah pelaksanaan dan pelaporan yang tidak memenuhi standar; b. Memberikan rekomendasi mengenai penyempurnaan sistem pengendalian manajemen perusahaan serta pelaksanaannya; c. Memastikan bahwa telah terdapat prosedur review yang memuaskan terhadap informasi yang dikeluarkan BUMN, termasuk brosur, laporan keuangan berkala, proyeksi/forecast dan informasi keuangan lainnya yang disampaikan kepada pemegang saham; d. Mengindentifikasi hal-hal yang memerlukan perhatian Komisaris/Dewan Pengawas; e. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Komisaris/Dewan Pengawas sepanjang masih dalam lingkup tugas dan kewajiban Komisaris/Dewan Pengawas berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kemudian, Bapepam melalui suratnya Nomor: Kep-29/PM/2004 tanggal 24 September 2004 mengeluarkan Peraturan Nomor IX.I.5 tentang Pembentukan dan Pedoman Pelaksanaan Kerja Komite Audit yakni dalam bagian 1.b mengenai definisi Komisaris Independen adalah anggota Komisaris yang: Berasal dari luar Emiten atau Perusahaan Publik antara lain : a. Tidak mempunyai saham baik langsung maupun tidak langsung pada Emiten atau Perusahaan Publik; b. Tidak mempunyai hubungan afiliasi dengan Emiten atau Perusahaan Publik, Komisaris, Direksi, atau Pemegang Saham Utama Emiten atau Perusahaan Publik; c. Tidak memiliki hubungan usaha baik langsung maupun tidak langsung yang berkaitan dengan kegiatan usaha Emiten atau Perusahaan Publik. Pada tanggal 7 Desember 2012, Bapepam dan LK telah menerbitkan satu peraturan yaitu Peraturan Nomor IX.I.5, lampiran Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor: Kep643/BL/2012 tentang Pembentukan dan Pedoman Pelaksanaan Kerja Komite Audit. Penerbitan peraturan ini menyempurnakan sekaligus mencabut Keputusan Ketua Bapepam
Nomor: KEP-29/PM/2004 tanggal 24 September 2004 tentang Pembentukan dan Pedoman Pelaksanaan Kerja Komite Audit. Penyempurnaan Peraturan ini dimaksudkan untuk meningkatkan independensi, peran dan kewenangan Komite Audit dalam membantu pelaksanaan tugas dan fungsi pengawasan Dewan Komisaris Emiten atau Perusahaan Publik. Dalam Peraturan ini diatur mengenai ketentuan umum, struktur dan keanggotaan, persyaratan keanggotaan, masa tugas, tugas dan tanggung jawab, wewenang, rapat, dan pelaporan Komite Audit, serta sanksi. Beberapa pokok penyempurnaan yang diatur dalam peraturan dimaksud antara lain: a. Penegasan pengertian Komite Audit dan Komisaris Independen dan independensinya dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawab; b. Kewajiban untuk memiliki piagam Komite Audit (audit committee charter) dan pemuatannya pada website Emiten atau Perusahaan Publik; c. Penambahan dan penyempurnaan persyaratan keaggotaan, tugas dan tanggung jawab, serta wewenang Komite Audit; Pengaturan mengenai pelaksanaan rapat Komite Audit secara berkala paling kurang satu kali dalam 3 (tiga) bulan, jumlah quorum peserta rapat, pengambilan keputusan yang dilakukan berdasarkan musyawarah mufakat, dan risalah rapat, termasuk penuangan adanya perbedaan pendapat (dissenting opinions); dan Pengaturan mengenai sistem pelaporan terkait informasi pengangkatan/ pemberhentian Komite Audit kepada Bapepam dan LK, yang juga wajib dimuat dalam laman (website) bursa dan/ atau laman (website) Emiten atau Perusahaan Publik. 2.9
Komite Audit Sebagai Organ Dewan Komisaris dalam Pemenuhan GCG Komite Audit adalah sebuah komite yang dibentuk oleh Dewan Komisaris. Komite
Audit membantu Dewan Komisaris untuk memenuhi tanggung jawab pengawasannya. Dalam kapasitasnya, Komite Audit bertanggung jawab untuk membuka dan memelihara/menjaga komunikasi antara Komite Audit dengan Dewan Komisaris, Direksi, unit audit internal, akuntan independen dan manajer keuangan. Dilihat dari sisi keanggotaan, Anggota Komite Audit diangkat dan diberhentikan oleh Dewan Komisaris dan dilaporkan kepada Rapat Umum Pemegang Saham.
Selain itu Komite Audit juga membantu Direksi yang memiliki tanggung jawab dalam hal pengawasan. Komite juga membuat rekomendasi
untuk suatu tindakan kepada
keseluruhan direksi, dengan kata lain menyimpan sejumlah tanggung jawab untuk pengambilan keputusan. Komite Audit memiliki peran penting untuk membantu direksi dalam hal pemenuhan tata kelola perusahaan yang baik. Direksi sendiri dibutuhkan untuk menyatakan laporan keuangan dan catatan-catatan yang mengikuti standar akuntansi serta memberikan pandangan yang benar dan adil terhadap posisi dan performa keuangan dari sebuah perusahaan. 2.9.1 Audit Committee Charter Piagam Komite Audit menjadi landasan dan legitimasi bekerjanya Komite Audit dalam organisasi. Oleh karena itu biasanya dipublikasikan di website organisasi tersebut sebagai simbol bahwa organisasi tersebut telah menjalankan tata kelola perusahaan yang baik. Dalam piagam ini diatur kewenangan yang dimiliki Komite Audit untuk melakukan atau mengizinkan penyelidikan dalam setiap hal dalam ruang lingkup tanggung jawab yang dimilikinya, termasuk di dalamnya untuk: a. Menunjuk, memberikan kompensasi, dan mengawasi pekerjaan auditor eksternal yang ditunjuk organisasi b. Menyelesaikan perbedaan yang ada antara management dengan auditor eksternal terkait dengan pelaporan keuangan c. Menyetujui penunjukan perikatan jasa audit dan non audit d. Menyewa penasihat independen, akuntan, atau orang lain untuk menyarankan pembentukan panitia atau membantu dalam melakukan penyelidikan. e. Mencari informasi apapun yang diperlukan oleh karyawan, yang semuanya diarahkan untuk bekerja sama dengan permintaan Komite Audit atau pihak eksternal. f. Bertemu dengan pejabat perusahaan, auditor eksternal, atau penasihat luar lainnya yang diperlukan. Komposisi audit komite juga diatur dalam piagam ini, biasanya terdiri minimal tiga orang dan tidak lebih dari lima orang, termasuk asalnya dari dalam atau luar organisasi. Setiap anggota komite haruslah independen dalam hal keuangan, minimal satu orang haruslah ahli
dalam bidang keuangan seperti yang didefinisikan oleh undang-undang dan peraturan yang berlaku. Biasanya dalam piagam ini juga diatur rapat minimum yang harus dilakukan oleh Komite Audit. Termasuk didalamnya cara pengambilan keputusan rapat. Juga diatur rapat-rapat dengan auditor internal, auditor eksternal atau pihak-pihak lain yang diperlukan. Terakhir diatur mengenai tugas dan tanggung jawab Komite Audit, bisanya dan tidak terbatas pada: review laporan keuangan, mempertimbangkan efektifitas pengendalian internal, mitra internal audit, menunjuk dan mengawasi proses audit oleh eksternal audit, pelaporan secara regular kepada dewan komisaris dan pemegang saham, dan tanggung jawab lainnya. 2.9.2 Peran Komite Audit dalam Penerapan Enterprise Risk Management Komite Audit tidak lepas dari konteks penerapan Enterprise risk management (ERM) bagi perusahaan. ERM dalam bisnis meliputi metode dan proses yang digunakan oleh organisasi untuk mengelola risiko dan menangkap peluang yang terkait dengan pencapaian tujuan mereka. ERM menyediakan kerangka kerja untuk manajemen risiko, yang terkait dengan tugas dan tanggung jawab Komite Audit diantaranya mengidentifikasi peristiwa tertentu atau keadaan yang berdampak pada pencapaian tujuan organisasi (risiko dan peluang), menilai mereka dalam hal kemungkinan dan besarnya dampak, menentukan strategi respon, dan memantau kemajuan yang dapat menjadi pertimbangan saat akan ada penentuan keputusan. Dengan mengidentifikasi dan proaktif dalam menangani risiko dan peluang, perusahaan dapat melindungi dan menciptakan nilai bagi para pemangku kepentingan, termasuk pemilik, karyawan, pelanggan, regulator, dan masyarakat secara keseluruhan. Keterkaitan antara ERM yang diterapkan pada perusahaan dengan tugas dan peranan Komite Audit pada umumnya tertera pada piagam Komite Audit masing-masing organisasi. 2.9.3 Mitra Auditor Internal Dalam praktiknya Satuan Pengawas Internal (SPI) sering kehilangan “taring” dalam menjalankan tugasnya. Auditee sering sekali tidak mau bekerjasama dengan auditor internal, demikian juga jika terjadi temuan, maka temuan itu sering sekali tidak ditindak lanjuti oleh manajemen karena bersifat korektif terhadap diri manajemen sendiri.
Meski organisasi SPI berada langsung dibawah direksi, namun posisi struktural itu acapkali masih sering diabaikan oleh manajemen sendiri karena “ke-tidak independenan-nya” di dalam organisasi. Untuk mengatasi hal ini, maka didalam piagam Komite Audit harus diatur bahwa Komite Audit harus bermitran dengan SPI. Dimulai dari pengengasan rencana kerja tahunan internal audit, laporan temuan serta rekomendasi kepada manajemen harus direview terlebih dahulu oleh Komite Audit. Jika ada beberapa temuan yang tidak ditindaklanjuti manajemen, maka Komite Audit dapat melakukan eskalasi untuk mengatasinya, termasuk melalui mekasinisme rapat komisaris. 2.9.4 Nilai Tambah yang diberikan Komite Audit Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Komite Audit memiliki peran yang sangat besar bagi organisasi. Dimulai dari kebutuhan dibentuknya Komite Audit karena memang diperlukan organ khusus yang mengawasi pengelolaan organisasi terutama dalam hal keuangan. Selanjutnya dalam proses pengawasannya diperlukan counterpart bagi auditor internal, meskipun auditor internal telah diberikan posisi yang pantas di “leher” nya direktur utama, tetapi tetap saja independensi dan “taring” auditor internal masih dirasa kurang, oleh karena itu biasanya auditor internal bermitra dengan Komite Audit dalam setiap tugas dan laporan temuannya. Demikian juga dengan auditor eksternal, Komite Audit berperan sejak dalam penunjukan mereka, pengawasan pekerjaan mereka, sampai pada pelaporan laporan keuangan, termasuk didalamnya jika terjadi dispute/perbedaan dengan manajamen, maka Komite Audit harus tampil sebagai penengah. Keahlian spesifik yang dimiliki oleh Komite Audit khususnya dalam bidang akuntansi dan keuangan menjadi faktor penentu bagi berjalannya proses pengawasan tersebut, oleh karena itu untuk dapat memberikan nilai tambah bagi organisasi, ada baiknya Komite Audit diisi oleh para professional handal dibidangnya. Tidak hanya kompeten, tetapi juga independen, itulah yang diperlukan bagi proses pengawasan. Hal ini membuka peluang yang begitu bagi para professional untuk mengemban amanah sebagai komite audit. Kedepannya peran Komite Audit semakin dibutuhkan di seluruh Organisasi, oleh karena itu semakin dibutuhkan juga para profesional untuk mengemban amanah
2.10 Review Jurnal Jurnal 1 : Judul
PENGARUH GOOD CORPORATE GOVERNANCE (GCG) TERHADAP MANAJEMEN LABA PADA PERUSAHAAN PERBANKAN
Jurnal
Accounting Analysis Journal
Volume dan
Vol 2 hlm 9-18
halaman ISSN
2252-6765
Tahun
2013
penulis
Hikmah Is’ada Rahmawati
Latar
-
belakang
di Indonesia kepemilikan manajerial mampu menjadi mekanisme good corporate governance yang dapat mengurangi masalah ketidakselarasan kepentingan antara manajer dengan pemilik atau pemegang saham (shareholder). Semakin banyak saham yang dimiliki oleh manajemen maka akan semakin rendah praktik manajemen laba.
-
Peraturan Bank Indonesia No. 8/4/ PBI/2006 menyebutkan bahwa dalam rangka meningkatkan kinerja bank, melindungi kepentingan stakeholders dan meningkatkan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku serta nilai-nilai etika yang berlaku umum pada industri perbankan, maka diperlukan pelaksanaan good corporate governance pada industri perbankan.
Tujuan
Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh mekanisme good corporate
penelitian
governance yang diukur dengan dewan komisaris independen, komite audit independen, dan kepemilikan manajerial terhadap manajemen laba.
Teori
-
Corporate governance merupakan konsep yang diajukan demi peningkatan kinerja perusahaan melalui supervisi atau monitoring kinerja manajemen dan menjamin akuntabilitas manajemen terhadap stakeholder dengan mendasarkan pada kerangka peraturan. Konsep corporate governance diajukan demi tercapainya pengelolaan perusahaan yang lebih transparan bagi semua pengguna laporan
keuangan. Bila konsep ini diterapkan dengan baik maka diharapkan pertumbuhan ekonomi akan terus menanjak seiring dengan transparansi pengelolaan perusahaan yang makin baik dan nantinya menguntungkan banyak pihak (Nasution dan Setiawan, 2007). -
Secara global, tuntutan pelaksanaan good corporate governanace (GCG) semakin menguat setelah runtuhnya beberapa raksasa bisnis dunia seperti Enron dan Worldcom di AS, serta tragedi jatuhnya HIH dan One-tel di Australia (Alijoyo, 2003 dalam Ujiyantho, 2006).
Metodologi
-
penelitian
Pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling sehingga diperoleh sampel sebanyak 21 perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2009-2011. Adapun populasi perusahaan perbankan yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia tahun 2009 sampai dengan tahun 2011 adalah 28 bank.
-
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode dokumentasi.
-
Metode Analisis Data ; Analisis Statistik Deskriptif, Analisis Inferensial,
Variable
-
penelitian
Variable dependen : Variabel dependen dalam penelitian ini adalah manajemen laba yang diukur dengan menggunakan proksi discretionary accruals
-
Variable independen : Dewan Komisaris Independen, Komite Audit Independen, Kepemilikan Manajerial.
Hasil
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dewan komisaris independen, komite
penelitian
audit independen, dan kepemilikan manajerial secara simultan berpengaruh terhadap manajemen laba. Pengujian secara parsial menunjukkan dewan komisaris independen berpengaruh negatif terhadap manajemen laba, sedangkan komite audit independen dan kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap manajemen laba
kesimpulan
Simpulan dari hasil penelitian ini adalah mekanisme good corporate governance yang digunakan yaitu dewan komisaris independen, komite audit independen, dan kepemilikan manajerial secara simultan berpengaruh
terhadap manajemen laba. Pengujian secara parsial menunjukkan bahwa dewan komisaris independen berpengaruh negatif terhadap manajemen laba, sedangkan komite audit independen dan kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap manajemen laba.
Jurnal 2 : No 1 2 3 4
5
6
7
PERIHAL YANG PERLU DIIDENTIFIKASI Judul
JAWABAN
Good Corporate Governance dan Penerapannya di Indonesia Nama Penulis Thomas S. Kaihatu Nama Jurnal Penerbit dan Tahun Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan Publikasi Universitas Kristen Petra Isu yang diteliti Perkembangan terbaru membuktikan bahwa manajemen tidak cukup hanya memastikan bahwa proses pengelolaan manajemen berjalan dengan efisien. Diperlukan instrumen baru, Good Corporate Governance (GCG) untuk memastikan bahwa manajemen berjalan dengan baik Hal yang melatarbelakangi Sulit dipungkiri, selama sepuluh tahun terakhir dilakukannya penelitian ini ini, istilah Good Corporate Governance (GCG) kian populer. Tak hanya populer, istilah tersebut juga ditempatkan di posisi terhormat. Pertama, GCG merupakan salah satu kunci sukses perusahaan untuk tumbuh dan menguntungkan dalam jangka panjang, sekaligus memenangkan persaingan bisnis global. Kedua, krisis ekonomi di kawasan Asia dan Amerika Latin yang diyakini muncul karena kegagalan penerapan GCG Alasan mengapa topik ini penting Ada dua hal yang ditekankan dalam konsep ini, untuk diteliti pertama, pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh informasi dengan benar dan tepat pada waktunya dan, kedua, kewajiban perusahaan untuk melakukan pengungkapan (disclosure) secara akurat, tepat waktu, dan transparan terhadap semua informasi kinerja perusahaan, kepemilikan, dan stakeholder. Masalah yang ingin diteliti Dari berbagai hasil pengkajian yang dilakukan oleh berbagai lembaga riset independen nasional dan internasional, menunjukkan rendahnya pemahaman terhadap arti penting dan strategisnya penerapan prinsip-prinsip GCG oleh pelaku bisnis di Indonesia. Selain itu, budaya organisasi turut mempengaruhi penerapan GCG
8
9
di Indonesia. Tujuan penelitian Negara-negara di Asia Timur yang sama-sama terkena krisis mulai mengalami pemulihan, kecuali Indonesia. Harus dipahami bahwa kompetisi global bukan kompetisi antarnegara, melainkan antarkorporat di negaranegara tersebut. Jadi menang atau kalah, menang atau terpuruk, pulih atau tetap terpuruknya perekonomian satu negara bergantung pada korporat masing-masing. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti tentang bagaimana penerepan tata kelola perusahaan di Indonesia. Basis teori yang digunakan dalam Dua teori utama yang terkait dengan corporate penelitian governance adalah stewardship theory dan agency theory (Chinn,2000; Shaw,2003). Stewardship theory dibangun di atas asumsi filosofis mengenai sifat manusia yakni bahwa manusia pada hakekatnya dapat dipercaya, mampu bertindak dengan penuh tanggung jawab, memiliki integritas dan kejujuran terhadap pihak lain. Inilah yang tersirat dalam hubungan fidusia yang dikehendaki para pemegang saham. Dengan kata lain, stewardship theory memandang manajemen sebagai dapat dipercaya untuk bertindak dengan sebaik-baiknya bagi kepentingan publik maupun stakeholder.
10
Hipotesis penelitian (kalau ada)
11
Hasil penelitian
Good corporate governance (GCG) secara definitif merupakan sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan yang menciptakan nilai tambah (value added) untuk semua stakeholder (Monks,2003). Ada dua hal yang ditekankan dalam konsep ini, pertama, pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh informasi dengan benar dan tepat pada waktunya dan, kedua, kewajiban perusahaan untuk melakukan pengungkapan (disclosure) secara akurat, tepat waktu, transparan terhadap semua informasi kinerja perusahaan, kepemilikan, dan stakeholder. Tidak ada hipotesis karena merupakan penelitian deskriptif kualitatif Terdapat tiga arah agenda penerapan GCG di Indonesia (BP BUMN, 1999) yakni, menetapkan kebijakan nasional, menyempurnaan kerangka nasional dan membangun inisiatif sektor swasta. Terkait dengan kerangka regulasi, Bapepam bersama dengan self-regulated organization (SRO) yang didukung oleh Bank Dunia dan ADB telah menghasilkan beberap proyek GCG seperti
12
Kesimpulan Penelitian
JSX Pilot project, ACORN, ASEM, dan ROSC. Seiring dengan proyek-proyek ini, kementerian BUMN juga telah mengembangkan kerangka untuk implementasi GCG. Dalam kaitan dengan peran dan fungsi tersebut, BAPEPAM dapat memastikan bahwa berbagai peraturan dan ketentuan yang ada, terus menerus disempurnakan, serta berbagai pelanggaran yang terjadi akan mendapatkan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku. Dalam hal regulatory framework, untuk mengkaji peraturan perundang-undangan yang terkait dengan korporasi dan program reformasi hukum, pada umumnya terdapat beberapa capaian yang terkait dengan implementasi GCG seperti diberlakukannya undang-undang tentang Bank Indonesia di tahun 1998, undang-undang anti korupsi tahun 1999, dan undang-undang BUMN, serta privatisasi BUMN tahun 2003. Good corporate governance (GCG) merupakan sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan guna menciptakan nilai tambah (value added) untuk semua stakeholder. Konsep ini menekankan pada dua hal yakni, pertama, pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh informasi dengan benar dan tepat pada waktunya dan, kedua, kewajiban perusahaan untuk melakukan pengungkapan (disclosure) secara akurat, tepat waktu, transparan terhadap semua informasi kinerja perusahaan, kepemilikan, dan stakeholder. Terdapat empat komponen utama yang diperlukan dalam konsep Good Corporate Governance, yaitu fairness, transparency, accountability, dan responsibility. Keempat komponen tersebut penting karena penerapan prinsip Good Corporate Governance secara konsisten terbukti dapat meningkatkan kualitas laporan keuangan dan juga dapat menjadi penghambat aktivitas rekayasa kinerja yang mengakibatkan laporan keuangan tidak menggambarkan nilai fundamental perusahaan. Dari berbagai hasil penelitian lembaga independen menunjukkan bahwa pelaksanan Corporate Governance di Indonesia masih sangat rendah, hal ini terutama disebabkan oleh kenyataan bahwa perusahaan-perusahaan di Indonesia belum sepenuhnya memiliki Corporate Culture sebagai inti dari Corporate Governance. Pemahaman tersebut membuka wawasan bahwa korporat kita belum dikelola secara benar, atau
dengan kata lain, korporat menjalankan governansi.
kita
belum
Jurnal 3 : No 1 2 3 4
5
6
PERIHAL YANG PERLU DIIDENTIFIKASI Judul
JAWABAN
Komite Audit, Good Corporate Governance dan Pengungkapan Informasi Nama Penulis Marta Utama Nama Jurnal Penerbit dan Tahun Departemen Akuntansi FEUI Jurnal Akuntansi Publikasi dan Keuanqan Indonesia Vol. 1 pp. 61 - 79 Isu yang diteliti Perusahaan harus semakin kritis dalam memilih Kantor Akuntan Publik (KAP) untuk mengaudit laporan keuangan perusahaan. Selain digunakan oleh perusahaan, hasil dari audit juga dapat digunakan oleh pihak luar perusahaan seperti calon investor, investor, kreditor, Bapepam dan pihak lain yang terkait untuk menilai perusahaan dan mengambil keputusan-keputusan yang strategik yang berhubungan dengan perusahaan tersebut Hal yang melatarbelakangi Sejak berlalunya berbagai mega skandal yang dilakukannya penelitian ini menyangkut praktek transparansi dan akuntabilitas di dalam perusahaan publik, para praktisi bisnis dan perusahaan mulai menyadari adanya sesuatu yang salah dan perlu diperbaiki dalam proses bisnis perusahaan. Berbagai tindakan dan aksi yang cenderung bersifat impulsif mulai dilakukan. Banyak hal yang dipengaruhi dan banyak pihak yang terkena dampaknya. Para regulator menjadi lebih bersikap hati-hati dan skeptis dalam melihat permasalahan sehingga menghasilkan regulasiregulasi yang cukup ketat. Alasan mengapa topik ini penting Kesadaran akan pentingnya komite audit seperti untuk diteliti yang telah disebutkan sebelumnya merupakan titik tolak mengapa penulis memilih topik ini sebagai bahan makalah ini. Penulis merasa perlu mencari tahu apa sebenarnya komite audit itu dan apa yang ada di balik pemikiran para regulator sehingga menjadikan komite audit menjadi salali satu bagian penting dalam mewujudkan good corporate governance. Lebih khusus lagi, di dalam makalah ini akan dibahas hubungan antara komite audit, corporate governance dan pengungkapan informasi (disclosure) yang dilakukan oleh perusahaan.
7
8
9
Masalah yang ingin diteliti
Fakta bahwa auditor, expectation gap terjadi karena kurangnya pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki hanya sebatas pada bangku kuliah saja. Pengalaman audit ditunjukkan dengan jam terbang dalam melakukan prosedur audit terkait dengan pemberian opini atas laporan auditnya. Tujuan penelitian Dalam karya ilmiah diperlukan tujuan yang mendasari alasan dan motif seorang penulis di dalam membuatnya. Adapun tujuan penulis dalam menyusun makalah ini adalah untuk memberikan gambaran kepada pembaca mengenai salah satu pilar dalam mewujudkan good corporate governance dalam perusahaan yaitu mengenai bentuk, fungsi dan peran kom ite audit serta hubungannya dengan pelaksanaan corporate governance dan pengungkapan informasi perusahaan. Dengan adanya gambaran tersebut, penulis berkeinginan untuk dapat memunculkan daya analisa pembaca dalam melihat apa yang sebenarnya menjadi masalah berbagai mega skandal akuntansi yang terjadi belakangan ini. Apakah pemikiran para regulator sudah cukup 62 tepat untuk memberi kemampuan yang lebih kepada komite audit untuk mencegah terjadinya skandal sejenis di masa mendatang? Hal ini dimaksudkan agar tercipta ruang pikir di dalam melihat apa sebenarnya yang menjadi penyebab mega skandal tersebut sehingga kita dapat berperan serta di dalam mewujudkan kondisi usaha dan praktek bisnis dalam perusahaan yang lebih baik di masa mendatang. Basis teori yang digunakan dalam Definisi Komite Audit Hingga saat ini masih penelitian ditemui definisi yang bermacam-macam tentang komite audit. Namun demikian umumnya mempunyai maksud dan pengertian yang sama. Arens dan Loebbecke (2000) dalam buku Auditing: An Integrated Approach (hal 90-91) menyatakan bahwa: An audit committee is a selected number of members of company’ board of directors whose responsibilities include helping auditors remain independent of management. Most audit committees are made up three to five or sometimes as many as seven directors who are not a part of company management. Davies dan Parker (1995) dalam buku Auditing Handbook menyatakan bahwa: “Audit Committee" means a committtee
10
Hipotesis penelitian (kalau ada)
11
Hasil penelitian
12
Kesimpulan penelitian
comprising a majority of independent/nonexecutive members of the governing body of an entity to which has been assigned, among other functions, the oversight of the financial reporting and auditing process; "Governing body” means the entity’s board of directors, trustees or governors, or other equivalent body or person. Tidak ada hipotesis karena penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Hubungan antara keberadaan komite audit dan konsep good corporate governance (GCG) dengan mekanisme pengungkapan informasi (disclosure) yang harus dilakukan oleh perusahaan. Ketiga hal diatas menurut penulis memiliki hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi bahkan saling berketergantungan. Mengapa? Sebab menurut penulis baik tidaknya pelaksanaan good corporate governance di dalam perusahaan salah 74 satu diantaranya dipengaruhi oleh mekanisme disclosure informasi perusahaan yang memadai. Mekanisme pengungkapan informasi yang baik dipengaruhi oleh bagaimana keefektifan kinerja dari komite audit di dalam memantau kegiatan pemrosesan dan pengolahan informasi (keuangan) perusahaan sebagai salah satu fungsinya. Dimana pelaksanaan fungsi komite audit ini sangat dipengaruhi oleh kebijakan tata kelola perusahaan yang ada 1. Secara umum, komite audit dibentuk untuk membantu dewan komisaris (dalam two tier systems) untuk mengawasi kinerja kegiatan pelaporan keuangan dan pelaksanaan audit internal dan eksternal di dalam perusahaan. Dan karenanya untuk mempertahankan 77 independensi, Komite Audit beranggotakan Komisaris Independen, dan terlepas dari kegiatan manajemen sehari-hari dan mempunyai tanggung jawab utama untuk membantu Dewan Komisaris dalam menjalankan tanggung jawabnya terutama dengan masalah yang berhubungan dengan kebijakan akuntansi perusahaan, pengawasan internal, dan sistem pelaporan keuangan. 2. Corporate Governance adalah seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan
13
Rekomendasi penelitian
perusahaan (Cadbury Committee). 3. Menurut OECD (Organization for Economic Cooperation and Development), ada empat unsur penting dalam Corporate Governance, yaitu: (1) Fairness (Keadilan); (2) Transparency (Transparansi); (3) Accountability (Akuntabilitas); (4) Responsibility (Pertanggungjawaban). Prinsip-prinsip Corporate Governance dari OECD menyangkut hal-hal sebagai berikut: (1) Perlindungan terhadap hakhak para pemegang saham; (2) Perlakuan yang adil terhadap para pemegang saham; (3) Peranan semua pihak yang berkepentingan (stekeholders) dalam Corporate Governance', (4) Transparansi dan keterbukaan; (5) Peranan Dewan Komisaris dan Dewan Direksi dalam perusahaan 4. Regulasi yang dihasilkan dalam kerangka GCG senantiasa memiliki kandungan permintaan pengungkapan (disclosure) informasi yang kuat. Dari kedua jenis regulasi yang dihasilkan oleh kedua regulator yang berbeda yaitu Bapepam dan BEJ, dapat disimpulkan bahwa dalam pengaturan pelaksanaan GCG sangatlah berdekatan dengan sejauh mana informasi itu diungkapkan oleh perusahaan. Sehingga penulis menyimpulkan bahwa dimana ada regulasi terkait GCG maka akan berpengaruh pada mekanisme pengungkapan informasi perusahaan. 1. Konsep dan prinsip yang terkandung dalam good corporate governance hendaknya tidak lagi diperlakukan oleh perusahaan (publik) sebagai perilaku nice to know dan nice to have saja. Akan tetapi hendaknya telah dijadikan fondasi dari keberadaan perusahaan dan menjadi elemen yang tak terpisahkan bagi pengelolaan perusahaan. 2. Komite audit sebagai salah satu elemen dari corporate governance haruslah dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Jika hal tersebut tercapai ditambah dengan keberadaan elemen-elemen lain yang berjalan dengan sama baiknya maka dapat dikatakan bahwa telah tercipta keadaan good corporate governance dalam suatu perusahaan. 3. Keberadaan regulasi-regulasi yang terkait GCG, yang cukup komprehensif dan memadai, hendaknya dapat diaplikasikan dengan sebaikbaiknya agar kem udian tidak menjadikannya sebagai instrumen yang tanpa pengaruh terhadap proses pengembangan perwujudan GCG dalam iklim usaha dan investasi di negara kita.
4. Pengungkapan informasi yang senantiasa menjadi semangat dalam regulasi-regulasi terkait GCG yang ada hendaknya tidak saling overlap antara satu dengan yang lain. Selain itu, hendaknya dalam melihat setiap konsep dalam pembuatan regulasi terkait GCG, perlu diperhatikan aspek-aspek lain yang lebih komprehensif di masa mendatang.
BAB III PENUTUP 3.1
Kesimpulan Good governance dapat diartikan sebagai kepemerintahan yang baik atau
penyelenggaraan pemerintahaan yang bersih dan efektif, sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku. Pemerintahan mencakup ruang lingkup yang luas, termasuk bidang politik, ekonomi dan sosial mulai dari proses perumusan kebijakan dan pengmbilan keputusan hingga pelaksanaan dan pengawasan. Political governance mengacu pada proses pembuat kebijakan. Economic governance mengacu pada proses pembuatan keputusan di bidang ekonomi guna meningkatkan kesejahteraan, pemerataan, penurunan kemiskinan dan peningkatan kualitas hidup. Administrative governance berarti, bahwa penyelenggara setiap bidang dan tahapan pemerintahan harus dilakukan dengan bersih, efisien, dan efektif. Adapun prinsip Corporate governance yang diterbitkan oleh OECD dalam hubungannya dengan tata kelola Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Menteri Negara BUMN juga mengeluarkan keputusan Nomor Kep-117/M-MBU/2002 tentang Penerapan GCG (Tjager dkk., 2003). Ada lima prinsip menurut keputusan ini, yaitu :a)Kewajaran (fairness), b)Tranparansi, c)Akuntabilitas ,d)Pertanggungjawaban ,e)Kemandirian. Banyak sudah terjadi kejahatan ekonomi dan kecurangan bisnis yang dilakukan oleh banyak korporasi atau pelaku bisnis dan ekonomi yang telah merugikan warga negara, masyarakat bahkan merugikan Negara, setidaknya dalam segi finansial (pajak) dan kepercayaan public terhadap peranan Negara (pemerintah) dalam mengawasi dinamika ekonomi, khususnya proses produksi, eksplorasi, dan eksploitasi sumber-sumber kekayaan alam dan pelestarian lingkungan hidup. Fenomena ini terjadi karena banyak korporasi, terutama para pimpinanya tidak memiliki komitmen yang kuat untuk memberantas kejahatan bisnis. Penyelewengan, penyalahgunaan otoritas, korupsi, dan kolusi juga sulit diatasi. Penipuan sistematis terhadap masyarakat yang dilakukan beberapa pebisnis juga sering terjadi.
3.2
Saran Untuk mengatasi kejahatan bisnis atau ekonomi yang terjadi seiring dengan
perkembangan ilmu dan teknologi yang telah melahirkan revolusi industry perdagangan, perbankan dan khusunya korporasi, dalam skala global, sebaiknya semua Negara memperkuat komitmen politiknya untuk lebih memartabatkan kegiatan ekonomi dan bisnis. Dengan begitu, kemakmuran dan kesejahteraan dapat terwujud. Selain itu perlu juga diperkuat komitmen moralnya untuk tetap konsisten menjalankan sebuah misi penting, yaitu mewujudkan keadilan, kebenaran, kejujuran, penegak hokum, penegak etika dan peningkatan ras kompetensi secara fair rasional dan berkemanusiaan.
DAFTAR PUSTAKA Arens, Alvin A., James K. Loebbecke. 1995. Auditing: Suatu Pendekatan Terpadu. Edisi Keempat. Erlangga: Jakarta
Guy, Dan. M., Wayne Alderman, Alan J. Winters. 2002. Auditing. Edisi kelima (Alih Bahasa Sugiyarto). Erlangga: Jakarta
Kieso, Donald E., Jweygandt Jerry, Dwarfield Terry. 2007. Akuntansi Intermediate. Edisi Kedua Belas. Erlangga: Jakarta
Mulyadi. 2002. Auditing. Edisi Keenam. Salemba Empat: Jakarta
Pieris, John & Wiryawan, N J. 2007. Etika Bisnis dan Good Corporatr Governance. Jakarta: Pelangi Cendekia.