High Performance Liquid Chromatography (HPLC) , Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS), Dan Spektrofotometri Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Analisis Pangan Prof.Dr.Ir. Wisnu Cahyadi, M.Si
Disusun Oleh : Nama
:Vita Eka Puteri
NRP
: 133020174
Kelas
: Teknologi Pangan - D
FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN UNIVERSITAS PASUNDAN BANDUNG 2015
Daftar Isi Daftar Isi ..................................................................................................................................... i Kata Pengantar ...........................................................................................................................ii BAB I Pendahuluan ................................................................................................................... 1 1.1.
Latar Belakang .......................................................................................................... 1
1.2.
Maksud dan Tujuan ................................................................................................... 1
1.3.
Rumusan Masalah ..................................................................................................... 2
BAB II High Pepormance Liquid Chromatography (HPLC).................................................... 3 2.1.
Pengertian HPLC ....................................................................................................... 3
2.2.
Sekema Alat HPLC ................................................................................................... 4
2.3.
Fungsi HPLC ............................................................................................................. 7
2.4.
Prinsip Kerja HPLC................................................................................................... 7
2.5.
Jenis HPLC ................................................................................................................ 7
2.6.
Contoh Analisa HPLC ............................................................................................. 10
BAB III Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) .......................................................... 12 3.1.
Pengertian AAS ....................................................................................................... 12
3.2.
Prinsip Dasar AAS .................................................................................................. 13
3.3.
Cara Kerja AAS....................................................................................................... 14
3.4.
Komponen Dalam AAS........................................................................................... 15
3.5.
Jenis dan Tipe AAS ................................................................................................. 17
3.6.
Penerapan AAS Dalam Kimia ................................................................................. 19
3.7.
Contoh Analisis Pada AAS ..................................................................................... 20
BAB IV Spektrofotometri ........................................................................................................ 28 4.1.
Pengertian Spektrofotometri.................................................................................... 28
4.2.
Prinsip Kerja Spektrofotometri ............................................................................... 29
4.3.
Jenis-Jenis Spektrofotometri ................................................................................... 31
4.4.
Contoh Analisa dari Spektrofotometri .................................................................... 33
BAB V Penutup ....................................................................................................................... 39 5.1.
Kesimpulan.............................................................................................................. 39
5.2.
Saran ........................................................................................................................ 39
Daftar Pustaka .......................................................................................................................... iii
i
Kata Pengantar Assalamualaikum Wr. Wb, Puji dan syukur kepada Allah SWT, karena atas ridha dan karunia-Nya Penulis dapat menyelesaikan tugas makalah tentang “High Performance Liquid Chromatography (HPLC), Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS), Dan Spektofotometri”. Tidak lupa pula Penulis haturkan shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW, yang dengan segala kerendahan hati dan kesucian iman, serta kebersihan budi, akhlak dan perilakunya, telah menjadi panutan bagi seluruh umat muslim di dunia. Pada proses pembuatan makalah ini, banyak sekali bantuan, untuk itu pada kesempatan ini Penulis ingin menghaturkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya karena telah memberikan tugas Sistem Operasi. Terutama Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dosen pengajar mata kuliah ini Bapak Prof.Dr.Ir. Wisnu Cahyadi, M.Si. Semoga segala bantuan yang diberikan kepada Penulis mendapat balasan dari Allah SWT, dan Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak serta memenuhi syarat nilai tugas mata kuliah Analisis Pangan . Wassalamualaikum. Wr. Wb Bandung, 12 April 2015 Penulis,
ii
BAB I Pendahuluan 1.1.
Latar Belakang Analisa materi kimia pada intinya terdiri dari dua pekerjaan paling utama yang
dikenal dengan analisa kualitatif serta analisa kuantitatif. Analisa kualitatif yaitu pekerjaan yang mempunyai tujuan untuk menyelidiki dan mengetahui kandungan senyawa-senyawa apa saja yang terdapat dalam sampel uji. Ada beberapa cara analisis kualitatif yaitu cara klasik yaitu cara yang digunakan dalam melakukan uji analisa kualitatif ini dapat berupa cara-cara klasik maupun menggunakan instrumen canggih. Metode pengujian klasik paling penting yaitu analisa warna atau reaksi warna. Cara ini dapat digunakan untuk senyawa anorganik baik itu kation, anion, ataupun juga untuk senyawa organik seperti teknik skrining fitokimia dalam pemilihan metabolit sekunder tumbuhan. Metode analisa kualitatif lainnya yang dapat digunakan untuk mengetahui kandungan zat ialah uji nyala. Menggunakan instrument, instrument analisa yang dikenal di masa sekarang ini dapat melakukan beragam analisa kualitatif tergantung dari spesifikasi instrumen. Misalnya spektrofotometer UV-Vis untuk senyawa organik yang mempunyai gugus kromofor, AAS untuk logam-logam, HPLC untuk senyawa-senyawa organik, spektrofotometer IR untuk analisa gugus fungsi senyawa organik, dan masih banyak lainnya. Analisa kuantitatif yaitu pekerjaan yang dilakukan untuk mengetahui kadar suatu senyawa dalam sampel, dapat berupa satuan mol, ataupun presentase dalam gram. Metoda klasik, metoda yang paling sering digunakam yaitu titrasi atau metode volumetri dan metode gravimetri. Cara analisa kuantitatif volumetri (titri metri), yakni teknik analisa memakai titrasi, titrasi ialah sistem penambahan volume spesifik satu latutan pada larutan yang lain, larutan yang telah dikenali konsentrasinya yaitu larutan standar, sedangkan analit yaitu larutan yang akan segera ditetapkan konsentrasinya. Analisa kuantitatif dengan metode gravimetri didasarkan pada stoikiometri reaksi pengendapan
1.2.
Maksud dan Tujuan Maksud dan tujuan dari penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui prosedur
percobaan, fungsi setiap alat-alat dan contoh analisa pada metode Spektrofotometer, AAS, dan metode HPLC. 1
1.3.
Rumusan Masalah 1. Perbedaan metode HPLC, AAS, dan metode Spektrofotometer ? 2. Penerapan metode dalam contoh analisa ? 3. Fungsi dari alat-alat ? 4. Prinsip kerja pada masing-masing metode ?
2
BAB II High Pepormance Liquid Chromatography (HPLC) 2.1.
Pengertian HPLC Kromatografi
cair
berperforma
tinggi
(high
performance
liquid
chromatography) HPLC merupakan salah satu teknik kromatografi untuk zat cair yang biasanya disertai dengan tekanan tinggi. HPLC digunakan untuk memisahkan molekul berdasarkan perbedaan afinitasnya terhadap zat padat tertentu. Cairan yang akan dipisahkan merupakan fasa cair dan zat padatnya merupakan fasa diam (stasioner). Teknik ini sangat berguna untuk memisahkan beberapa senyawa sekaligus karena setiap senyawa mempunyai afinitas selektif antara fasa diam tertentu dan fasa gerak tertentu. Dengan bantuan detector serta integrator kita akan mendapatkan kromatogram. Kromatogram memuat waktu tambat serta tinggi puncak suatu senyawa.
Gambar 2.1. HPLC (high performance liquid chromatography)
3
2.2.
Sekema Alat HPLC
Gambar 2.2. Sekema Alat HPLC a.
Pompa (Pump) Fase gerak dalam KCKT adalah suatu cairan yang bergerak melalui kolom. Ada dua tipe pompa yang digunakan, yaitu kinerja konstan (constant pressure) dan pemindahan konstan (constant displacement). Pemindahan konstan dapat dibagi menjadi dua, yaitu: pompa reciprocating dan pompa syringe. Pompa reciprocating menghasilkan suatu aliran yang berdenyut teratur (pulsating), oleh karena itu membutuhkan peredam pulsa atau peredam elektronik untuk, menghasilkan garis dasar (base line) detektor yang stabil, bila detektor sensitif terhadapan aliran. Keuntungan utamanya ialah ukuran reservoir tidak terbatas. Pompa syringe memberikan aliran yang tidak berdenyut, tetapi reservoirnya terbatas (Putra, 2004).
b. Injektor (Injector) Ada tiga tipe dasar injektor yang dapat digunakan: 1.
Stop-Flow: Aliran dihentikan, injeksi dilakukan pada kinerja atmosfir, sistem tertutup, dan aliran dilanjutkan lagi. Teknik ini bisa digunakan karena difusi di dalam cairan kecil dan resolusi tidak dipengaruhi.
2.
Septum: Septum yang digunakan pada KCKT sama dengan yang digunakan pada Kromatografi Gas. Injektor ini dapat digunakan pada kinerja sampai 60 -70 atmosfir. Tetapi septum ini tidak tahan dengan semua pelarut-pelarut kromatografi cair. Partikel kecil dari septum yang terkoyak (akibat jarum injektor) dapat menyebabkan penyumbatan. 4
3.
Loop Valve: Tipe injektor ini umumnya digunakan untuk menginjeksi volume lebih besar dari 10 μL dan dilakukan dengan cara otomatis (dengan menggunakan adaptor yang sesuai, volume yang lebih kecil dapat diinjeksikan secara manual). Pada posisi load, sampel diisi kedalam loop pada kinerja atmosfer, bila valve difungsikan, maka sampel akan masuk ke dalam kolom (Putra, 2004).
c.
Kolom (Column) Kolom dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu : 1.
Kolom analitik: Diameter dalam 2 - 6 mm. Panjang kolom tergantung pada jenis material pengisi kolom. Untuk kemasan pellicular, panjang yang digunakan adalah 50 - 100 cm. Untuk kemasan poros mikropartikulat, 10 - 30 cm. Dewasa ini ada yang 5 cm.
2.
Kolom preparatif: umumnya memiliki diameter 6 mm atau lebih besar dan panjang kolom 25 -100 cm (Putra, 2004).
d.
Detektor
Gambar 2.3. Detektor
Detektor dapat dibagi menjadi beberapa macam, yaitu sebagai berikut: A. Detektor spektrofotometri UV-Vis Detektor jenis ini merupakan detektor yang paling banyak digunakan dan sangat berguna untuk analisis di bidang farmasi karena kebanyakan senyawa obat mempunyai struktur yang dapat menyerap sinar UV-Vis. Detektor ini didasarkan pada adanya penyerapan radiasi UV dan sinar tampak pada kisaran panjang gelombang 190-800 nm oleh spesies solut yang mempunyai struktur atau gugus kromoforik. Sel detektor umumnya berupa tabung dengan diameter 1 mm dan panjang celah 5
optiknya 10 mm, serta diatur sedemikian rupa sehingga
mampu
menghilangkan pengaruh indeks bias yang dapat mengubah absorbansi yang terukur. B. Detektor Indeks Bias Detektor indeks bias atau refraktometer diferensial adalah suatu detektor universal yang memberi tanggap pada setiap zat terlarut, asalkan indeks biasnya jauh berbeda dengan indeks bias fase gerak. Kelemahan utamanya adalah bahwa indeks bias ini peka terhadap suhu. Karena itu suhu fase gerak, kolom, dan detektor harus dikendalikan dengan seksama, bila pengukuran yang cermat dilakukan pada kepekaan tinggi. C. Detektor Elektrokimia Banyak molekul organik, termasuk obat, dapat dioksidasi atau direduksi secara elektrokimia pada elektrode yang cocok. Arus yang dihasilkan pada proses ini dapat diperkuat untuk menghasilkan tenaga yang sesuai. Meskipun detektor elektrokimia cukup peka, namun ada pula kelemahannya. Adanya timbrungan listrik dan goncangan arus juga harus diperhatikan. D. Detektor Photodiode-Array (PDA) Detektor PDA merupakan detektor UV-Vis dengan berbagai keistimewaan. Detektor ini mampu memberikan kumpulan kromatogram secara simultan pada panjang gelombang yang berbeda dalam sekali proses (single run). Selama proses berjalan, suatu kromatogram pada panjang gelombang yang diinginkan (biasanya antara 190-400) dapat ditampilkan. Dengan demikian, PDA memberikan banyak lebih banyak informasi komposisi sampel disbanding dengan detector UV-Vis. Dengan detektor ini, juga diperoleh spectrum UV tiap puncak yang terpisah sehingga dapat dijadikan sebagai alat yang penting untuk memilih panjang gelombang maksimal untuk sistem KCKT yang digunakan. Dan akhirnya dengan detektor ini pula, dapat dilakukan uji kemurnian puncak dengan membandingkan antara spectra analit dengan spectra senyawa yang sudah diketahui.
6
2.3.
Fungsi HPLC HPLC memiliki kemampuan untuk memisahkan dan mengidentifikasi senyawa yang hadir dalam sample yang dapat dilarutkan dalam
cairan di jejak
konstrasi serendah bagian per triliun. Karena fleksibilitas ini, HPLC digunakan dalam berbagai aplikasi industri dan Ilmiah, seperti farmasi, lingkungan, forensik, dan bahan kimia.
2.4.
Prinsip Kerja HPLC Pada dasarnya prinsip kerja HPLC sama dengan kromatografi lapis tipis dan kromatografi kolom, yang membedakan adalah fasa diam yang digunakan pada HPLC memiliki ukuran yang lebih kecil sehingga luas permukaan besar sehingga keseimbangan antar fasa menjadi lebih baik dan efisien. Pada HPLC tekanan yang tinggi menyebabkan fasa gerak dapat bergerak lebih cepat sehingga difusi menjadi sekecil-kecilnya. Ukuran butir kecil pada fasa diam dan tekanan yang tinggi pada fasa gerak pada kromatografi kolom cair secara teori akan menghasilkan pemisahan yang sebaik-baiknya.
Gambar 2.4. Prinsip Kerja HPLC
2.5.
Jenis HPLC Pemisahan dengan HPLC dapat dilakukan dengan fase normal (jika fase diamnya lebih polar dibanding dengan fase geraknya) atau fase terbalik (jika fase diamnya kurang non polar dibanding dengan fase geraknya). Berdasarkan pada kedua pemisahan ini, sering kali HPLC dikelompokkan menjadi HPLC fase normal dan HPLC fase terbalik. 7
Selain klasifikasi di atas, HPLC juga dapat dikelompokkan berdasarkan pada sifat fase diam dan atau berdasarkan pada mekanisme sorpsi solut, dengan jenis-jenis HPLC sebagai berikut: 1. Kromatografi Adsorbsi Prinsip kromatografi adsorpsi telah diketahui sebagaimana dalam kromatografi kolom dan kromatografi lapis tipis. Pemisahan kromatografi adsorbsi biasanya menggunakan fase normal dengan menggunakan fase diam silika gel dan alumina, meskipun demikian sekitar 90% kromatografi ini memakai silika sebagai fase diamnya. Pada silika dan alumina terdapat gugus hidroksi yang akan berinteraksi dengan solut. Gugus silanol pada silika mempunyai reaktifitas yang berbeda, karenanya solut dapat terikat secara kuat sehingga dapat menyebabkan puncak yang berekor. 2. Kromatografi fase terikat Kebanyakan fase diam kromatografi ini adalah silika yang dimodifikasi secara kimiawi atau fase terikat. Sejauh ini yang digunakan untuk memodifikasi silika adalah hidrokarbon-hidrokarbon non-polar seperti dengan oktadesilsilana, oktasilana, atau dengan fenil. Fase diam yang paling populer digunakan adalah oktadesilsilan (ODS atau C18) dan kebanyakan pemisahannya adalah fase terbalik. Sebagai fase gerak adalah campuran metanol atau asetonitril dengan air atau dengan larutan bufer. Untuk solut yang bersifat asam lemah atau basa lemah, peranan pH sangat krusial karena kalau pH fase gerak tidak diatur maka solut akan mengalami ionisasi atau protonasi. Terbentuknya spesies yang terionisasi ini menyebabkan ikatannya dengan fase diam menjadi lebih lemah dibanding jika solut dalam bentuk spesies yang tidak terionisasi karenanya spesies yang mengalami ionisasi akan terelusi lebih cepat. 3. Kromatografi penukar ion KCKT penukar ion menggunakan fase diam yang dapat menukar kation atau anion dengan suatu fase gerak. Ada banyak penukar ion yang beredar di pasaran, meskipun demikian yang paling luas penggunaannya adalah polistiren resin. Kebanyakan
pemisahan
kromatografi
ion
dilakukan
dengan
menggunakan media air karena sifat ionisasinya. Dalam beberapa hal digunakan pelarut campuran misalnya air-alkohol dan juga pelarut organik. Kromatografi 8
penukar ion dengan fase gerak air, retensi puncak dipengaruhi oleh kadar garam total atau kekuatan ionik serta oleh pH fase gerak. Kenaikan kadar garam dalam fase gerak menurunkan retensi solut. Hal ini disebabkan oleh penurunan kemampuan ion sampel bersaing dengan ion fase gerak untuk gugus penukar ion pada resin. 4. Kromatografi Pasangan ion Kromatografi pasangan ion juga dapat digunakan untuk pemisahan sampel-sampel ionik dan mengatasi masalah-masalah yang melekat pada metode penukaran ion. Sampel ionik ditutup dengan ion yang mempunyai muatan yang berlawanan. 5. Kromatografi Eksklusi Ukuran Kromatografi ini disebut juga dengan kromatografi permiasi gel dan dapat digunakan untuk memisahkan atau menganalisis senyawa dengan berat molekul > 2000 dalton. Fase diam yang digunakan dapat berupa silika atau polimer yang bersifat porus sehingga solut dapat melewati porus (lewat diantara partikel), atau berdifusi lewat fase diam. Molekul solut yang mempunyai BM yang jauh lebih besar, akan terelusi terlebih dahulu, kemudian molekul-molekul yang ukuran medium, dan terakhir adalah molekul yang jauh lebih kecil. Hal ini disebabkan solut dengan BM yang besar tidak melewati porus, akan tetapi lewat diantara partikel fase diam. Dengan demikian, dalam pemisahan dengan eksklusi ukuran ini tidak terjadi interaksi kimia antara solut dan fase diam seperti tipe kromatografi yang lain. 6. Kromatografi Afinitas Dalam kasus ini, pemisahan terjadi karena interaksi-interaksi biokimiawi yang sangat spesifik. Fase diam mengandung gugus-gugus molekul yang hanya dapat menyerap sampel jika ada kondisi-kondisi yang terkait dengan muatan dan sterik tertentu pada sampel yang sesuai (sebagaimana dalam interaksi antara antigen dan antibodi). Kromatografi jenis ini dapat digunakan untuk mengisolasi protein (enzim) dari campuran yang sangat kompleks.
9
2.6.
Contoh Analisa HPLC Analisis Kafein dalam tablet dengan motode HPLC sebagai berikut : a. Fasa Gerak Siapkan campuran pelarut H2O : MeOH : AcOH (69:28:3) grade HPLC atau PA yang sudah dimilipore dan didegass. b. Larutan Standar Internal Siapkan Larutan asam benzoat dalam metanol dengan konsentrasi kira-kira 6 mg/mL. c. Larutan Stock Standar Larutkan secara akurat sejumlah tertentu standar kafein grade USP/PA dengan pelarutan campur ( MeOH : Asam asetat glacial 95:5) dengan konsentrasi kirakira 0.25 mg/mL d. Praparasi Standar Pindahkan 20 mL larutan stok standar dan 3 mL larutan standar intenal kedalam labu ukur 50 mL, encerkan dengan pelarut campur seperti diatas sampai tanda batas, dan dihomogenkan. e. Preparasi sample uji kafein Timbang sample kafein yang sudah dihaluskan skitar 250 mg, dan dimasukan kedalam labu ukur 100 mL. Tambahkan 75 mL pelarut campuran, kocok dengan shaker sekitar 30 menit. Encerkan sampai tanda batas dengan pelarutan campuran, dan homogenkan. Pindahkan 2mL larutan ini dan 3mL larutan standar internal ke dalam labu ukur 50 mL, encerkan sampai tanda batas, dan dihomogenkan. f. Sistem Kromatografi HPLC dilengkapi dengan detector UV dengan λ275 nm dan kolom c-18. Kecepatan alir eluen sekitar 2mL/menit.
10
g. Prosedur Analisis Suntikan sekitar 10µL larutan preparasi standar dan larutan sample yang sudah dipreparasi secara terpisah, ke dalam HPLC. Waktu retensi kafein sekitar 0.5, asam berzoate sekitar 1. Hitung kadar kafein (C8H10N4O2) dalam sampel uji dengan rumus : 2500 c(Rv / Rs) C
: Konsentrasi dalam mg/Ml standar kafein USP/PA dalam preparasi standar.
Rv/Rs
: Rasio factor respon puncak analit dan puncak standar internal yang didapat dari preparasi sample uji kafein dan preparasi standar.
11
BAB III Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) 3.1.
Pengertian AAS Spektrofotometri Serapan atom (AAS) adalah suatu metode analisis untuk penentuan unsur-unsur logam dan metaloid yang berdasarkan pada penyerapan (absorpsi) radiasi oleh atom-atom bebas unsur tersebut. Sekitar 67 unsur telah dapat ditentukan dengan cara AAS. Banyak penentuan unsur-unsur logam yang sebelumnya dilakukan dengan metoda polarografi, kemudian dengan metoda spektrofotometri UV-VIS, sekarang banyak diganti dengan metoda AAS. Prinsip pengukuran dengan metode AAS adalah adanya absorpsi sinar UV atau Vis oleh atom-atom logam dalam keadaan dasar yang terdapat dalam “bagian pembentuk atom”. Sinar UV atau Vis yang diabsorpsi berasal dari emeisi cahaya logam yang terdapat pada sumber energi “HOLLOW CATHODE”. Sinar yang berasal dari “HOLLOW CATHODE” diserap oleh atom-atom logam yang terdapat dalam nyala api, sehingga konfigurasi atom tersebut menjadi keadaan tereksitasi. Apabila electron kembali ke keadaan dasar “GROUND STATE” maka akan mengemisikan cahayanya. Besarnya intensitas cahaya yang diemisikan sebanding dengan konsentrasi sampel (berupa atom) yang terdapat pada nyala api. Ada lima komponen dasar alat AAS : 1. SUMBER SINAR, biasanya dalam bentuk “ HOLLOW CATHODE” yang mengemisikan spectrum sinar yang akan diserap oleh atom. 2. Nyala Api, merupakan sel absorpsi yang menghasilkan sampel berupa atomatom 3. Monokromator, untuk mendispersikan sinar dengan panjang gelombang tertentu 4. Detektor, untuk mengukur intensitas sinar dan memperkuat sinyal 5. Readout, gambaran yang menunjukan pembacaan setelah diproses oleh alat elektronik
12
Seperti umumnya pada peralatan spectrometer, analisi kuantitatif suatu sampel berdasarkan Hukum Lambert-Beer, yaitu : A=εbC Keterangan: – A = absorbansi –
ε = absorptivitas molar
–
b = lebar sampel yang dilalui sinar
–
C = Konsentrasi zat
Rumusan hokum Lambert Beer menunjukan bahwa besarnya nilai absorbansi berbanding lurus (linear) dengan konsentrasi. Berdasarkan penelitian, kelinieran hokum Lamber-Beer umumnya hanya terbatas pada nilai absorban 0,2 sampai dengan 0,8.
3.2.
Prinsip Dasar AAS Metode AAS berprinsip pada absorpsi cahaya oleh atom. Atom-atom menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya Spektrometri Serapan Atom (SSA) meliputi absorpsi sinar oleh atom-atom netral unsur logam yang masih berada dalam keadaan dasarnya (Ground state). Sinar yang diserap biasanya ialah sinar ultra violet dan sinar tampak. Prinsip Spektrometri Serapan Atom (SSA) pada dasarnya sama seperti absorpsi sinar oleh molekul atau ion senyawa dalam larutan. Hukum absorpsi sinar (Lambert-Beer) yang berlaku pada spektrofotometer absorpsi sinar ultra violet, sinar tampak maupun infra merah, juga berlaku pada Spektrometri Serapan Atom (SSA). Perbedaan analisis Spektrometri Serapan Atom (SSA) dengan spektrofotometri molekul adalah peralatan dan bentuk spectrum absorpsinya.
13
3.3.
Cara Kerja AAS 1. Pertama-tama gas di buka terlebih dahulu, kemudian kompresor, lalu ducting, main unit, dan komputer secara berurutan. 2. Di buka program saa (spectrum analyse specialist), kemudian muncul perintah ”apakah ingin mengganti lampu katoda, jika ingin mengganti klik yes dan jika tidak no. 3. Dipilih yes untuk masuk ke menu individual command, dimasukkan nomor lampu katoda yang dipasang ke dalam kotak dialog, kemudian diklik setup, kemudian soket lampu katoda akan berputar menuju posisi paling atas supaya lampu katoda yang baru dapat diganti atau ditambahkan dengan mudah. 4. Dipilih no jika tidak ingin mengganti lampu katoda yang baru. 5. Pada program sas 3.0, dipilih menu select element and working mode.dipilih unsur yang akan dianalisis dengan mengklik langsung pada symbol unsur yang diinginkan . 6. Jika telah selesai klik ok, kemudian muncul tampilan condition settings. Diatur parameter yang dianalisis dengan mensetting fuel flow :1,2 ; measurement; concentration ; number of sample: 2 ; unit concentration : ppm ; number of standard : 3 ; standard list : 1 ppm, 3 ppm, 9 ppm. 7. Diklik ok and setup, ditunggu hingga selesai warming up. 8. Diklik icon bergambar burner/ pembakar, setelah pembakar dan lampu menyala alat siap digunakan untuk mengukur logam. 9. Pada menu measurements pilih measure sample. 10. Dimasukkan blanko, didiamkan hingga garis lurus terbentuk, kemudian dipindahkan ke standar 1 ppm hingga data keluar. 11. Dimasukkan blanko untuk meluruskan kurva, diukur dengan tahapan yang sama untuk standar 3 ppm dan 9 ppm. 12. Jika data kurang baik akan ada perintah untuk pengukuran ulang, dilakukan pengukuran blanko, hingga kurva yang dihasilkan turun dan lurus. 13. Dimasukkan ke sampel 1 hingga kurva naik dan belok baru dilakukan pengukuran. 14. Dimasukkan blanko kembali dan dilakukan pengukuran sampel ke 2. 15. Setelah pengukuran selesai, data dapat diperoleh dengan mengklik icon print atau pada baris menu dengan mengklik file lalu print. 14
16. Apabila pengukuran telah selesai, aspirasikan air deionisasi untuk membilas burner selama 10 menit, api dan lampu burner dimatikan, program pada komputer dimatikan, lalu main unit aas, kemudian kompresor, setelah itu ducting dan terakhir gas.
3.4.
Komponen Dalam AAS
Gambar 3.1. Komponen Dalam AAS 1. Sumber radiasi resonansi Sumber radiasi resonansi yang digunakan adalah lampu katoda berongga (Hollow Cathode Lamp) atau Electrodeless Discharge Tube (EDT). Elektroda lampu katoda berongga biasanya terdiri dari wolfram dan katoda berongga dilapisi dengan unsur murni atau campuran dari unsur murni yang dikehendaki. Tanung lampu dan jendela (window) terbuat dari silika atau kuarsa, diisi dengan gas pengisi yang dapat menghasilkan proses ionisasi. Gas pengisi yang biasanya digunakan ialah Ne, Ar atau He. 2. Tabung Gas Tabung gas pada AAS yang digunakan merupakan tabung gas yang berisi gas asetilen. Gas asetilen pada AAS memiliki kisaran suhu ± 20000K, dan ada juga tabung gas yang berisi gas N2O yang lebih panas dari gas asetilen, dengan kisaran suhu ± 30000K. regulator pada tabung gas asetilen berfungsi untuk pengaturan banyaknya gas yang akan dikeluarkan, dan gas yang berada di dalam tabung. Spedometer pada bagian kanan regulator. Merupakan pengatur tekanan yang berada di dalam tabung. Pengujian untuk pendeteksian bocor atau tidaknya tabung gas tersebut, yaitu dengan mendekatkan telinga ke dekat regulator gas dan diberi sedikit air, untuk pengecekkan. Bila terdengar suara atau udara, maka menendakan bahwa tabung gas bocor, dan ada gas yang keluar. Hal 15
lainnya yang bisa dilakukan yaitu dengan memberikan sedikit air sabun pada bagian atas regulator dan dilihat apakah ada gelembung udara yang terbentuk. Bila ada, maka tabung gas tersebut positif bocor. Sebaiknya pengecekkan kebocoran,
jangan
menggunakan
minyak,
karena
minyak
akan
dapat
menyebabkan saluran gas tersumbat. Gas didalam tabung dapat keluar karena disebabkan di dalam tabung pada bagian dasar tabung berisi aseton yang dapat membuat gas akan mudah keluar, selain gas juga memiliki tekanan. 3. Ducting Ducting merupakan bagian cerobong asap untuk menyedot asap atau sisa pembakaran pada AAS, yang langsung dihubungkan pada cerobong asap bagian luar pada atap bangunan, agar asap yang dihasilkan oleh AAS, tidak berbahaya bagi lingkungan sekitar. Asap yang dihasilkan dari pembakaran pada AAS, diolah sedemikian rupa di dalam ducting, agar polusi yang dihasilkan tidak berbahaya. 4. Kompresor Kompresor merupakan alat yang terpisah dengan main unit, karena alat iniberfungsi untuk mensuplai kebutuhan udara yang akan digunakan oleh AAS, pada waktu pembakaran atom. Kompresor memiliki 3 tombol pengatur tekanan, dimana pada bagian yang kotak hitam merupakan tombol ON-OFF, spedo pada bagian tengah merupakan besar kecilnya udara yang akan dikeluarkan, atau berfungsi
sebagai
pengatur
tekanan,
sedangkan
tombol
yang
kanan
merupakantombol pengaturan untuk mengatur banyak/sedikitnya udara yang akan disemprotkan ke burner. 5. Atomizer Atomizer terdiri atas Nebulizer (sistem pengabut), spray chamber dan burner (sistem pembakar). Nebulizer berfungsi untuk mengubah larutan menjadi aerosol (butir-butir kabut dengan ukuran partikel 15 – 20 µm) dengan cara menarik larutan melalui kapiler (akibat efek dari aliran udara) dengan pengisapan gas bahan bakar dan oksidan, disemprotkan ke ruang pengabut. Partikel-partikel kabut yang halus kemudian bersama-sama aliran campuran gas bahan bakar, masuk ke dalam nyala, sedangkan titik kabut yang besar dialirkan melalui saluran pembuangan. Spray chamber berfungsi untuk membuat campuran yang homogen antara gas oksidan, bahan bakar dan aerosol yang mengandung contoh sebelum memasuki burner.
16
6. Monokromator Setelah radiasi resonansi dari lampu katoda berongga melalui populasi atom di dalam nyala, energi radiasi ini sebagian diserap dan sebagian lagi diteruskan. Fraksi radiasi yang diteruskan dipisahkan dari radiasi lainnya. Pemilihan atau pemisahan radiasi tersebut dilakukan oleh monokromator. Monokromator berfungsi untuk memisahkan radiasi resonansi yang telah mengalami absorpsi tersebut dari radiasi-radiasi lainnya. Radiasi lainnya berasal dari lampu katoda berongga, gas pengisi lampu katoda berongga atau logam pengotor dalam lampu katoda berongga. Monokromator terdiri atas sistem optik yaitu celah, cermin dan kisi. 7. Detektor Detektor berfungsi mengukur radiasi yang ditransmisikan oleh sampel dan mengukur intensitas radiasi tersebut dalam bentuk energi listrik. 8. Rekorder Sinyal listrik yang keluar dari detektor diterima oleh piranti yang dapat menggambarkan secara otomatis kurva absorpsi.
3.5.
Jenis dan Tipe AAS Ada tiga cara atomisasi (pembentukan atom) dalam AAS : 1.
Atomisasi dengan nyala Suatu senyawa logam yang dipanaskan akan membentuk atom logam pada suhu ± 1700 ºC atau lebih. Sampel yang berbentuk cairan akan dilakukan atomisasi dengan cara memasukan cairan tersebut ke dalam nyala campuran gas bakar. Tingginya suhu nyala yang diperlukan untuk atomisasi setiap unsure berbeda. Beberapa unsur dapat ditentukan dengan nyala dari campuran gas yang berbeda tetapi penggunaan bahan bakar dan oksidan yang berbeda akan memberikan sensitivitas yang berbeda pula. Syarat-syarat gas yang dapat digunakan dalam atomisasi dengan nyala: Campuran gas memberikan suhu nyala yang sesuai untuk atomisasi unsur yang akan dianalisa Tidak berbahaya misalnya tidak mudah menimbulkan ledakan. Gas cukup aman, tidak beracun dan mudah dikendalikan Gas cukup murni dan bersih (UHP) 17
Campuran gas yang paling umum digunakan adalah Udara : C2H2 (suhu nyala 1900 – 2000 ºC), N2O : C2H2 (suhu nyala 2700 – 3000 ºC), Udara : propana (suhu nyala 1700 – 1900 ºC). Banyaknya atom dalam nyala tergantung pada suhu nyala. Suhu nyala tergantung perbandingan gas bahan bakar dan oksidan. Hal-hal yang harus diperhatikan pada atomisasi dengan nyala : a. Standar dan sampel harus dipersiapkan dalam bentuk larutan dan cukup stabil. Dianjurkan dalam larutan dengan keasaman yang rendah untuk mencegah korosi. b.Atomisasi dilakukan dengan nyala dari campuran gas yang sesuai dengan unsur yang dianalisa. c. Persyaratan bila menggunakan pelarut organik : Tidak mudah meledak bila kena panas Mempunyai berat jenis > 0,7 g/mL Mempunyai titik didih > 100 ºC Mempunyai titik nyala yang tinggi Tidak menggunakan pelarut hidrokarbon Pembuatan atom bebas dengan menggunakan nyala (Flame AAS) Contoh: Suatu larutan MX, setelah dinebulisasi ke dalam spray chamber sehingga terbentuk aerosol kemudian dibawa ke dalam nyala oleh campuran gas oksidan dan bahan bakar akan mengalami proses atomisasi C. Atomisasi tanpa nyala Atomisasi tanpa nyala dilakukan dengan mengalirkan energi listrik pada batang karbon (CRA – Carbon Rod Atomizer) atau tabung karbon (GTA – Graphite Tube Atomizer) yang mempunyai 2 elektroda. Sampel dimasukan ke dalam CRA atau GTA. Arus listrik dialirkan sehingga batang atau tabung menjadi panas (suhu naik menjadi tinggi) dan unsur yang dianalisa akan teratomisasi. Suhu dapat diatur hingga 3000 ºC. pemanasan larutan sampel melalui tiga tahapan yaitu : Tahap pengeringan (drying) untuk menguapkan pelarut Pengabuan (ashing), suhu furnace dinaikkan bertahap sampai terjadi dekomposisi dan penguapan senyawa organik yang ada dalam sampel sehingga diperoleh garam atau oksida logam Pengatoman (atomization) 18
D. Atomisasi dengan pembentukan senyawa hidrida Atomisasi dengan pembentukan senyawa hidrida dilakukan untuk unsur As, Se, Sb yang mudah terurai apabila dipanaskan pada suhu lebih dari 800 ºC sehingga atomisasi dilakukan dengan membentuk senyawa hibrida berbentuk gas atau yang lebih terurai menjadi atom-atomnya melalui reaksi reduksi oleh SnCl2 atau NaBH4, contohnya merkuri (Hg).
3.6.
Penerapan AAS Dalam Kimia Untuk metode serapan atom telah diterapkan pada penetapan sekitar 60 unsur, dan teknik ini merupakan alat utama dalam pengkajian yang meliputi logam runutan dalam lingkungan dan dalam sampel biologis. Sering kali teknik ini juga berguna dalam kasus-kasus dimana logam itu berada pada kadar yang cukup didalam sampel itu, tetapi hanya tersediasedia sedikit sampel dalam analisis, kadang-kadang demikianlah kasus dengan metaloprotein misalnya. Laporan pertama mengenai peranan biologis yang penting untuk nikel didasarkan pada penetapan dengan serapan atom bahwa enzim urease, sekurang-kurangnya dari organisme pada dua ion nikel per molekul protein. Sering
kali
tahap
pertama
dalam
analisis
sampel-sampel
biologis
adalah mengabukan untuk merusak bahan organik. Pengabuan basa dengan asam nitrat dan perklorat sering kali lebih disukai daripada pengabuan kering mengingat susut karena menguap dari unsur-unsur runutan tertentu (pengabuan kering sematamata adalah pemasangan sampel dalam satu tanur untuk mengoksidasi bahan organik). Kemudian serapan atom dilakukan terhadap larytan pengabuan basa atau terhadap larutan yang dibuat dari residu pengabuan kering. Segi utama serapan atom tentu saja adalah kepekaan. Dalam satu segi, serapan atom menyolok sekali bebasnya dari gangguan. Perangkat tingkat-tingkat energi elektronik untuk sebuah atom adalah unit untuk unsur itu. Ini berarti bahwa tidak ada dua unsur yang memperagakan garis-garis spektral yang eksak sama panjang gelombangnya. Sering kali terdapat garis-garis untuk satu unsur yang sangat dekat pada beberapa garis unsur yang lain, namun biasanya untuk menemukan suatu garis resonansi untuk suatu unsur tertentu, jika tak terdapat gangguan spektral oleh unsur lain dalam sampel.
19
Gangguan utama dalam serapan atom adalah efek matriks yang mempengaruhi proses pengatoman. Baik jauhnya disosiasi menjadi atom-atom pada suatu temperatur tertentu maupun laju proses bergantung sekali pada komposisi keseluruhan dari sampel. Misalnya jika suatu larutan kalsium klorida dikabutkan dan dilarutkan partikel-partikel halus CaCl2 padat akan berdisosiasi menghasilkan atom Ca dengan jauh lebih mudah daripada paertikel kalsium fosfat, Ca3 (PO4)2. Dengan kemajuan ilmu pengetahuan yang dieksistensikan dengan makin banyaknya publikasi penelitian dalam bidang spektroskopi serapan atom, tampak bahwa tekhnik spektroskopi serapan atom masih dalam taraf penyempurnaan.
3.7.
Contoh Analisis Pada AAS Pada tulisan ini diterangkan mengenai optimasi pengujian kandungan elemen Mg menggunakan AAS pada contoh pasir/bijih besi. Diperkirakan terdapat gangguan yang sifatnya menekan sinyal Mg akibat adanya Ti yang merupakan matrik conto pasir besi. Contoh yang digunakan adalah tiga buah pasir besi dengan kandungan Fe beragam, yaitu: 30%, 40% dan 60%. Ketiga contoh dioptimasi dengan variasi jenis pelarut, gas oksidator yang dipakai, dan tingkat pelarutan untuk kemudian diperbandingkan dengan hasil analisa menggunakan metoda standard yang tersedia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemakaian La 0,2% selain Sr 0,2% dapat meningkatkan ketepatan pengukuran Mg pada pasir besi. Tingkat pelarutan memerlukan kajian lebih jauh walau hasil penelitian menunjukkan bahwa AAS yang kami pergunakan belum cocok dengan uji Mg pada pelarutan dengan faktor 250 kali. Penggunaan N2O-asetilen selain udara-asetilen sebagai gas oksidator pada rangkaian uji ini tampak meningkatkan ketepatan analisa walau stabilitas pengujian sedikit menurun. Metoda Pengujian Tahap awal preparasi untuk analisa Mg pada pasir besi ini adalah peleburan sampel mengikuti SNI 13-3608-1994 (Analisis Oksida Major Dalam Zeolit). Sejumlah sampel hasil penimbangan dikeringkan dalam oven pada 105-110 o C selama 2 jam dan kemudian didinginkan dalam desikator vakum selama 20-25 menit. Sebanyak 200 mg sampel dicampurkan dengan 1 gr litium metaborat menggunakan cawan platina, kemudian diaduk hingga homogen. Opsi 1 gr metaborat telah dikembangkan oleh Laboratorium Geologi – Pusat Survei Geologi 20
menjadi 0,5 gr litium metaborat plus 0,5 gr litium tetraborat. Tungku pemanas dengan temperatur awal 700 o C dipakai untuk melebur sampel, dilanjutkan dengan penaikkan suhu perlahan hingga 975 o C selama 15 menit. Hasil pendinginan cawan platina berikut sampel yang mengandung Mg dimasukkan ke dalam piala Teflon 100 ml. Asam nitrat (1:24) ditambahkan pada piala Teflon 100 ml sambil diaduk, dibilas hingga tanda batas menggunakan asam nitrat yang sama. Dengan mengikuti standar kerja yang sesuai dengan SNI, larutan yang tersedia (5 ml) ditambahkan dengan 2,5 ml Sr 0,2% dan HNO3 adisi hingga 25 ml 1:24, hasilnya merupakan 5 kali faktor pengenceran. Larutan ini diencerkan kembali hingga 50 kali faktor pengenceran, dengan menambahkan 1 ml larutan dengan 0,8 ml Sr 0,2% dan 1,8 ml adisi metra-tetra borat 1% dalam HNO3 (1:24) hingga 10 ml. Skema perbandingan yang sama diterapkan pada pembuatan larutan dengan factor pengenceran 250 kali. Pada optimasi pengujian Mg dalam pasir besi disini, kami turut menguji penggantian Sr 0,2% sebagai pelarut dan realising agent dengan La 0,2%. Secara garis besar metoda penyiapan sampel sama dengan yang telah dituliskan sebelumnya. Perbedaan disini adalah penggunaan La 0,2% saat pengenceran selain pemakaian Sr 0,2%. Variasi faktor pengenceran, dengan dua tingkat, yaitu 50 dan 250 kali pengenceran dipergunakan untuk melihat kestabilan dan akurasi AAS pada tingkatan konsentrasi. Pada larutan dengan 250 kali pengenceran kemudian digunakan opsi N2O-asetilen sebagai oksidator selain udaraasetilen. Penelitian ini menguji tiga buah contoh pasir besi dengan kandungan Fe beragam, yaitu: sekitar 30%, 40% dan 60%. Ketiga jenis pasir besi inilah yang dihitung kadar Mg-nya. Setiap sampel dibuat menjadi empat larutan, terdiri dari duplo mulai penimbangan dan duplo setelah pengenceran yang dibuat untuk melihat ketepatan skema pengerjaan. Keempat hasil analisa dirata-ratakan dan dihitung deviasinya untuk melihat kestabilan alat. Setiap selang pengukurang, aquades juga diukur untuk melihat apakah masih ada kandungan bahan yang tersisa. Blanko dibuat dengan penambahan pereaksi yang sama namun tanpa sampel, berguna untuk melakukan koreksi akibat pengotoran Mg dari pereaksi.
21
Tabel 1. Tipe dan Setting AAS pada studi ini Tipe/Setting
Keterangan
Instrumen Type
Flame
Instrumen Mode
Absorbance
Sampling Mode
Manual
Measurement Mode
Integrate
Background Correction
ON(D2 lamp
Calibration Algorithm
New Rational
Measurement Time
1s
Pre-Read Delay
1s
Flame Type
Air – Acetylene / N2O – Acetylene
Air Flow
13,50 L/min
Acetelene Flow
2.00 L/min
Sejumlah standar dalam jumlah diketahui, diadisi (ditambahkan) pada larutan contohyang telah diuji. Larutan adisi kemudian dianalisa kembali untuk mengetahui level recovery-nya. Perbandingan volume conto yang telah dianalisa dan volume standar yangditambahkan adalah 1: 1. Konsentrasi standar yang dimanfaatkan adalah 0,6 ppm.Tingkat recovery mencerminkan ketepatan pengukuran. Alat yang digunakan adalahAAS tipe 120 FS dari Variant milik Laboratorium Geologi – Pusat Survei Geologi, parameter alat yang dipakai dalam pengukuran terangkum dalam Tabel 1.P enelitian inimenjabarkan bagaimana perbedaan hasil analisa antara metoda standard SNI/ASTMdengan hasil tiga optimasi: releasing agent, factor pengenceran dan gas oksidator.
22
Hasil Analisa dan Pembahasan Pada penelitian ini efektifitas semua fariasi metoda utamanya berdasar ketepatan analisa, yang diwakili oleh level recovery. Hasil pengujian akan lebih tepat bila recovery semakin mendekati 100%. Faktor efektifitas berikut adalah kestabilan AAS yang dinilai dari deviasi, yang terbaik adalah dengan angka terkecil. Hasil pengujian dengan beragam kondisi tergambar pada Tabel 2.. Kemudian kondisi alat juga terpantau melalui nilai absorban. Nilai absorban menginformasikan sensitifitas alat, juga berkaitan dengan characteristic concentration (mg/). Variasi Pemakaian Sr 0,2% dan La 0,2% Pada Dua Tingkat Pengeceran Pengukuran Mg dengan penggunaan Sr 0,2% sebagai pelarut pada dua tingkat pengenceran tidak menunjukkan perbedaan signifikan. Pengenceran 50 kali memberikan deviasi antara 2-9% dimana penggunaan faktor 250 kali pengenceran berangka 4-9%. Pada keduanya, deviasi terbesar berasal dari contoh berkadar Fe 30%. Begitu pula akurasi yang tidak jauh berbeda, dengan rataan recovery 124%, walau terdapat penyimpangan dengan recovery 164% pada pasir besi berkadar Fe 60%. Dua tingkat pengenceran ini menunjukkan hasil yang berbeda bila menggunakan La 0,2% sebagai pelarut. Faktor pengenceran 250 kali memiliki kestabilan yang kurang baik dengan rataan %RSD = 15,19%, sedangkan angka deviasi pada faktor 50 kali bernilai rata-rata mendekati 6%.
Akurasi faktor
pengenceran 50 kali pun teramati jauh lebih baik dari pada faktor yang lebih besar. Perbandingan recovery faktor pengenceran 50:250 kali adalah 108%:130%. Recovery paling buruk berasal dari contoh pasir besi 40% pada pengenceran 250 kali yaitu 149%.
23
Penggantian Sr 0,2% dengan La 0,2% sebagai releasing agent menunjukkan perbaikan hasil pengukuran. Opsi ini membandingkan penggunaan dua pelarut berbeda pada tingkat pengenceran 50 kali dan 250 kali. Pengenceran 50 kali memang tidak menunjukkan perbedaan signifikan terhadap penggunaan Sr 0,2% maupun La 0,2%, namun opsi La 0,2% membuktikan bahwa ketepatan pengujian meningkat dari rataan 123% mencapai hingga 109%. Lain halnya pada faktor pengenceran 250 kali, stabilitas maupun ketepatan hasil adisi standard tidak jauh berbeda dengan pemakaian kedua releasing agent ini terhadap seluruh contoh. Variasi Aplikasi N2O dan Udara Sebagai Oksidator Pengujian dengan metoda AAS juga dapat dilakukan dengan menggunakan N2O-asetilen sebagai gas oksidator selain pemakaian udara-asetilen. Opsi pekaian dua jenis gas ini hanya dicobakan terhadap faktor pengenceran 250 kali dengan 24
aplikasi Sr 0,2% maupun La 0,2% sebagai pelarut. Hasil uji dengan kondisi pemilihan Sr 0,2% dan pengenceran 250 kali menunjukkan bahwa kestabilan alat tidak banyak berbeda, namun recovery menjadi lebih baik pada penggunaan N2Oasetilen (119%) dari pada udara-asetilen (124%). Ketepatan yang lebih baik ini pun ditemukan pada pemkaian La 02,% pada faktor pengenceran 250 kali, recovery N2O-asetilen : udara-asetilen = 117% : 127%, walau penggunaan N2O pada skema ini kurang stabil ditinjau dari RSD = 27%.
Sensitifitas AAS Pada Variasi Kondisi Nilai absorban merupakan titik tolak sensitifitas AAS. Pada penggunaan Sr 0,2% sebagai releasing agent dan udara sebagai oksidator memilki nilai absorbansi 0,1999, dinyatakan sebagai characteristic concentration 0,004 mg/l. Pada penggantian Sr 0,2% dengan La 0,2% dan tidak mengganti gas oksidator alat masih sangat sensitif walau nilai absorbansinya turun menjadi 0,1559, characteristic concentration menjadi 0,006 mg/l. Penggantian udara dengan N2O sebagai oksidator makin menurunkan sensitifitas alat, nilai absorbansi pada penggunaan Sr 0,2% dan La 0,2% adalah 0,1275 dan 0,0337 yang dinyatakan sebagai characteristic concentration 0,021 dan 0,026. Namun demikian penurunan sensitifitas pada pemanfaatan N2O, tetapi justru baik karena kadar Mg dalam conto biasanya dalam tingkat % sehingga pengenceran tidak berulang-ulang.
25
Kesimpulan dan Saran Hasil evaluasi optimasi analisa kandungan Mg pada tiga variasi kondisi ini menunjukkan bahwa:
Ketepatan hasil analisis Mg dengan nyala udara dan N2O menggunakan larutan yang mengandung La 0,2% secara umum lebih besar dibandingkan dalam larutan yang mengandung Sr 0,2%.
Pengukuran menggunakan larutan hasil pengenceran yang berbeda memberikan hasil yang kurang akurat pada pengenceran tinggi terutama dalam larutan La 0,2%, sedangkan dalam larutan Sr 0,2% tidak terlalu jauh berbeda.
Hasil analisis akibat perbedaan pemakaian nyala udara-asetilen dan N2Oasetilen tidak terlalu jauh berbeda, terdapat kecenderungan bahwa penggunaan N2O lebih tepat.
Tanda-tanda terjadinya penekanan signal oleh matrik Ti yang ada dalam contoh belum kelihatan jelas berdasarkan semua hasil percobaan yang telah dilakukan maupun berdasarkan penentuan recovery. Terlihat kecenderungan hasil recovery selalu lebih besar dari 100%, tetapi hanya sedikit, sehingga gangguan yang ada pengaruhnya akan kecil terhadap hasil akhir penentuan kadar Mg.
Laboratorium
Geologi
–
Pusat
Survei
Geologi
telah
berhasil
mengembangkan pengujian Mg pada contoh pasir besi sehingga dapat diterapkan pada analisa contoh sejenis kemudian. Perangkat AAS sangat mudah ditemukan di Indonesia saat ini. Peralatan uji ini tak terlalu menyedot anggaran, mudah preparasi dan operasi dan berbagai pengembangan prosedur analisanya telah banyak diulas. Gambar 1. merupakan fish bones pengukuran, dimana hal-hal tersebut dapat mempengaruhi hasil mulai dari penimbangan hingga adisi standard. Pencapaian studi ini dapat lebih diperluas dengan: Mencobakan terhadap matrik contoh lainnya Setting alat seperti: panjang gelombang, lebar celah, faktor pengenceran dan pilihan releasing agent lain dapat menjadi pilihan selanjutnya.
26
Mengembangkan optimasi AAS terhadap elemen-elemen kimia lain. Beragam upaya yang dilakukan oleh para ahli dari berbagai bidang ilmu secara sinergi akan makin menaikkan kinerja instrumen apapun. Hal ini dapat menggairahkan kemajuan ilmu pengetahuan di Indonesia.
27
BAB IV Spektrofotometri 4.1.
Pengertian Spektrofotometri Spektrofotometer merupakan alat yang digunakan untuk mengukur absorbansi dengan cara melewatkan cahaya dengan panjang gelombang tertentu pada suatu obyek kaca atau kuarsa yang disebut kuvet. Sebagian dari cahaya tersebut akan diserap dan sisanya akan dilewatkan. Nilai absorbansi dari cahaya yang dilewatkan akan sebanding dengan konsentrasi larutan di dalam kuvet. Menurut Cairns (2009), spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitan atau absorban suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang. Tiap media akan menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu tergantung pada senyawaan atau warna terbentuk. Secara garis besar spektrofotometer terdiri dari 4 bagian penting yaitu: 1. Sumber Cahaya Sebagai sumber cahaya pada spektrofotometer, haruslah memiliki pancaran radiasi yang stabil dan intensitasnya tinggi. Sumber energi cahaya yang biasa untuk daerah tampak, ultraviolet dekat, dan inframerah dekat adalah sebuah lampu pijar dengan kawat rambut terbuat dari wolfram (tungsten). Lampu ini mirip dengan bola lampu pijar biasa, daerah panjang gelombang (l ) adalah 350 – 2200 nanometer (nm). 2. Monokromator Monokromator adalah alat yang berfungsi untuk menguraikan cahaya polikromatis
menjadi
beberapa
komponen
panjang
gelombang
tertentu
(monokromatis) yang bebeda (terdispersi). 3. Cuvet Cuvet spektrofotometer adalah suatu alat yang digunakan sebagai tempat contoh atau cuplikan yang akan dianalisis. Cuvet biasanya terbuat dari kwars, plexigalass, kaca, plastic dengan bentuk tabung empat persegi panjang 1 x 1 cm dan tinggi 5 cm. Pada pengukuran di daerah UV dipakai cuvet kwarsa atau plexiglass, sedangkan cuvet dari kaca tidak dapat dipakai sebab kaca mengabsorbsi sinar UV. Semua macam cuvet dapat dipakai untuk pengukuran di daerah sinar tampak (visible).
28
4. Detektor Peranan detektor penerima adalah memberikan respon terhadap cahaya pada berbagai panjang gelombang. Detektor akan mengubah cahaya menjadi sinyal listrik yang selanjutnya akan ditampilkan oleh penampil data dalam bentuk jarum penunjuk atau angka digital. Dengan mengukur transmitans larutan sampel, dimungkinkan untuk menentukan konsentrasinya dengan menggunakan hukum Lambert-Beer. Spektrofotometer akan mengukur intensitas cahaya melewati sampel (I), dan membandingkan
ke
intensitas
cahaya
sebelum
melewati
sampel
(Io).
Rasio disebut transmittance, dan biasanya dinyatakan dalam persentase (% T) sehingga bisa dihitung besar absorban (A) dengan rumus A = -log %T (Underwood 2002)
4.2.
Prinsip Kerja Spektrofotometri Dari 4 jenis spektrofotometri ini (UV, Vis, UV-Vis dan Ir) memiliki prinsip kerja yang sama yaitu “adanya interaksi antara materi dengan cahaya yang memiliki panjang gelombang tertentu”. Perbedaannya terletak pada panjang gelombang yang digunakan. Secara sederhana Instrumen spektrofotometri yang disebut spektrofotometer terdiri dari: sumber cahaya – monokromator – sel sampel – detektor – read out (pembaca).
Gambar 4.1. Prinsip Kerja Spektrofotometri
29
Fungsi masing-masing bagian: 1. Sumber sinar polikromatis Berfungsi sebagai sumber sinar polikromatis dengan berbagai macam rentang panjang gelombang. Untuk sepktrofotometer UV menggunakan lampu deuterium atau disebut juga heavi hidrogen VIS menggunakan lampu tungsten yang sering disebut lampu wolfram UV-VIS menggunan photodiode yang telah dilengkapi monokromator. Infra merah, lampu pada panjang gelombang IR. 2. Monokromator Berfungsi sebagai penyeleksi panjang gelombang yaitu mengubah cahaya yang berasal dari sumber sinar polikromatis menjadi cahaya monaokromatis. Jenis monokromator yang saat ini banyak digunakan adalan gratting atau lensa prisma dan filter optik. Jika digunakan grating maka cahaya akan dirubah menjadi spektrum cahaya. Sedangkan filter optik berupa lensa berwarna sehingga cahaya yang diteruskan sesuai dengan warnya lensa yang dikenai cahaya. Ada banyak lensa warna dalam satu alat yang digunakan sesuai dengan jenis pemeriksaan.
Gambar 4.2. Monokromator 3. Sel sampel Berfungsi sebagai tempat meletakan sampel – UV, VIS dan UV-VIS menggunakan kuvet sebagai tempat sampel. Kuvet biasanya terbuat dari kuarsa atau gelas, namun kuvet dari kuarsa yang terbuat dari silika memiliki kualitas yang lebih baik. Hal ini disebabkan yang terbuat dari kaca dan plastik
30
dapat menyerap UV sehingga penggunaannya hanya pada spektrofotometer sinar tampak (VIS). 4. Detektor Berfungsi menangkap cahaya yang diteruskan dari sampel dan mengubahnya menjadi arus listrik. Syarat-syarat sebuah detektor : Kepekaan yang tinggi Perbandingan isyarat atau signal dengan bising tinggi Respon konstan pada berbagai panjang gelombang. Waktu respon cepat dan signal minimum tanpa radiasi. Signal listrik yang dihasilkan harus sebanding dengan tenaga radiasi. Macam-macam detektor : Detektor foto (Photo detector) Photocell, misalnya CdS. Phototube Hantaran foto Dioda foto Detektor panas 5. Read out Merupakan suatu sistem baca yang menangkap besarnya isyarat listrik yang berasal dari detektor.
4.3.
Jenis-Jenis Spektrofotometri Spektrofotometri terdiri dari beberapa jenis berdasar sumber cahaya yang digunakan. Diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Spektrofotometri Visible (Spektro Vis) Pada spektrofotometri ini yang digunakan sebagai sumber sinar/energi adalah cahaya tampak (visible). Cahaya visible termasuk spektrum elektromagnetik yang dapat ditangkap oleh mata manusia. Panjang gelombang sinar tampak adalah 380 sampai 750 nm. Sehingga semua sinar yang dapat dilihat oleh kita, entah itu putih, merah, biru, hijau, apapun.. selama ia dapat dilihat oleh mata, maka sinar tersebut termasuk ke dalam sinar tampak (visible). Sumber sinar tampak yang umumnya dipakai pada spektro visible adalah lampuTungsten. Sample yang dapat dianalisa dengan metode ini hanya sample yang memilii warna. Hal ini menjadi kelemahan tersendiri dari metode 31
spektrofotometri visible. Oleh karena itu, untuk sample yang tidak memiliki warna harus terlebih dulu dibuat berwarna dengan menggunakan reagent spesifik. 2. Spektrofotometri UV (ultraviolet) Pada spektrofotometri UV berdasarkan interaksi sample dengan sinar UV. Sinar UV memiliki panjang gelombang 190-380 nm. Sebagai sumber sinar dapat digunakan lampu deuterium. Karena sinar UV tidak dapat dideteksi oleh mata kita, maka senyawa yang dapat menyerap sinar ini terkadang merupakan senyawa yang tidak memiliki warna. Bening dan transparan. Oleh karena itu, sample tidak berwarna tidak perlu dibuat berwarna dengan penambahan reagent tertentu. Bahkan sample dapat langsung dianalisa meskipun tanpa preparasi. Namun perlu diingat, sample keruh tetap harus dibuat jernih dengan filtrasi atau centrifugasi. Prinsip dasar pada spektrofotometri adalah sample harus jernih dan larut sempurna. 3. Spektrofotometri UV-Vis Spektrofotometri ini merupakan gabungan antara spektrofotometri UV dan Visible. Menggunakan dua buah sumber cahaya berbeda, sumber cahaya UV dan sumber cahaya visible. Meskipun untuk alat yang lebih canggih sudah menggunakan hanya satu sumber sinar sebagai sumber UV dan Vis, yaitu photodiode
yang
dilengkapi
dengan
monokromator.
Untuk
sistem
spektrofotometri, UV-Vis paling banyak tersedia dan paling populer digunakan. Kemudahan metode ini adalah dapat digunakan baik untuk sample berwarna juga untuk sample tak berwarna. 4. Spektrofotometri IR (Infra Red) Dari namanya sudah bisa dimengerti bahwa spektrofotometri ini berdasar pada penyerapan panjang gelombang infra merah. Cahaya infra merah terbagi menjadi infra merah dekat, pertengahan, dan jauh. Infra merah pada spektrofotometri adalah infra merah jauh dan pertengahan yang mempunyai panjang gelombang 2.5-1000 μm. Pada spektro IR meskipun bisa digunakan untuk analisa kuantitatif, namun biasanya lebih kepada analisa kualitatif. Umumnya spektro IR digunakan untuk mengidentifikasi gugus fungsi pada suatu senyawa, terutama senyawa organik. Perlu juga diketahui bahwa sample untuk metode ini harus dalam bentuk murni. Karena bila tidak, 32
gangguan dari gugus fungsi kontaminan akan mengganggu signal kurva yang diperoleh.
4.4.
Contoh Analisa dari Spektrofotometri A. ACARA Analisa parasetamol dengan spektrofotometer UV-VIS B. PRINSIP Pengukuran kadar parasetamol pada panjang gelombang maksimum 244 nm setelah sampel diencerkan. C. TUJUAN Mengetahui kadar parasetamol dalam sampel D. DASAR TEORI a.
Spektrofotometer Dalam analisis spektrofotometri digunakan sumber radiasi yang menjorok kedalam daerah ulatraviolet spectrum itu. Dari spectrum itu, dipilih panjang-panjang gelombang tertentu dengan lebar pita kurang dari 1 nm. Instrument ini sebenarnya terdiri dari dua instrument dalam satu kotak yaitu sebah spectrometer dan sebuah fotometer. Spektrofotometer optis adalah sebuah instrument yang mempunyai system
optis
yang
dapat
menghasilkan
sebaran
(dispersi)
radiasi
elektromagnetik yang masuk, dan dengan mana dapat dilakukan pengukuran kuantitas radiasi yang diteruskan pada panjang gelombang terpilih dari jangka spectral itu. Sebuah fotometer adalah peranti untuk mengukur intensitas radiasi yang diteruskan atau suatu fungsi intensitas ini, bila digabungkan dalam spektrofotometer, spectrometer dan fotometer itu digunakan secara gabungan untuk menghasilkan suatu isyarat yang berpadanan dengan selisih antar radiasi yang diteruskan oleh bahan pembanding dan radiasi yang diteruskan oleh contoh pada panjang-panjang gelombang yang terpilih. b.
Parasetamol Parasetamol atau asetaminofen adalah obat analgesic dan antipiretik yang populer dan digunakan untuk melegakan sakit kepala, sengal-sengal dan sakit ringan, dan demam. Digunakan dalam sebagian besar resep obat
33
analgesic salesma dan flu. Ia aman dalam dosis standar, tetapi karena mudah didapati, overdosis obat baik sengaja atau tidak sengaja sering terjadi. c. Struktur molekul parasetamol Parasetamol (Asetaminofen) merupakan salah satu obat yang paling banyak digunakan sehari-hari. Obat ini berfungsi sebagai pereda nyeri dan penurun panas. Setelah berpuluh tahun digunakan, parasetamol terbukti sebagai obat yang aman dan efektif. Tetapi, jika diminum dalam dosis berlebihan (overdosis), parasetamol dapat menimbulkan kematian. E. ALAT DAN BAHAN 1. Alat
Spektrofotometer UV-VIS
Neraca analitik
Spatula
Labu ukur 10, 25, 50, 100, 250 Ml
Batang pengaduk
corong gelas
Beaker glass
2. Bahan
Parasetamol murni
Methanol
Aquadest
F. PROSEDUR 1. Larutan parasetamol standar a. larutan A (250 mg/L)
Menimbang 0,0625 g parasetamol murni dan masukan dalam labu ukur 250 mL
Melarutkannya dengan 10 mL methanol
Menambahkan aquadest sampai tanda batas
b. Larutan B
Memipet 50 mL larutan A dan mengencerkannya dengan aquadest sampai 250 mL dalam labu ukur.
34
2.
Pembuatan larutan standar kerja
Mengambil larutan B sebanyak 5,00 ; 10,00 ; 15,00 ; 20,00 ; dan 25,00 mL dan memasukannya masing-masing kedalam labu ukur 100 mL, lalu menambahkan aquadest pada masing-masing labu ukur samapi tanda batas.
3. Mengukur masing-masing larutan standar pada λ maksimal (200-300 nm) 4. Mengukur masing-masing sampel pada λ maksimal, dan menghitung konsentrasi sampel dalam mg. G. DATA HASIL PENGAMATAN 1. Pengukuran larutan standar Standar C (ppm) A (Absorbansi) 1.
0,25 0,2053
2.
5 0,3657
3.
7,5 0,5320
4.
10 0,6977 5 12,5 0,8592
Persamaan linier : Y = OX2 + 0,06559X+0,09004 r = 0,9999 2. Pengukuran sampel No Nama A (Absorbansi) C (ppm) Volume larutan (mL) Cakhir (mg) Csebenarnya (mg). 1. Adhyatnika Nugraha 0,734 10,586 100 1,0586 1 2. Bertha Julisti 0,892 13,039 250 3,2598 3 3. Fauziah 0,364 4,9313 1250 6,1641 6 4. Rahma Eka A 0,564 7,9851 125 0,9981 1 5. Yenih Kurniasih 0,679 9,7383 125 1,2172 1,25 H. PEMBAHASAN Sampel yang dipergunakan dalam analisa kadar parasetamol dengan spektrofotometri UV-VIS adalah parasetamol murni. Analisa parasetamol dalam sampel ini dilakukan oleh masing-masing personel dan konsentrasi parasetamol dalam sampel telah diketahui terlebih dahulu, dan hasil dari analisa oleh personel tersebut dibandingkan dengan konsentrasi sebenarnya. Persiapan larutan deret standar dilakukan dengan cara pengenceran dari larutan standar dengan konsentrasi 250 mg/L (ppm), larutan ini didapatkan dengan cara menimbang dengan teliti parasetamol murni sebanyak 0,0625 g dan
35
dilarutkan dengan methanol sebanyak 10 mL kemudian ditambahkan aquadest sampai 250 mL pada labu ukur. Dari larutan dengan konsentrasi 250 ppm ini kemudian dipipet sebanyak 50 mL dan dimasukan kedalam labu ukur 250 mL, kemudian ditera dengan menggunakan aquadest. pengenceran 5 kali ini diperoleh konsentrasi 50 ppm. Dari konsentrasi 50 ppm ini merupakan larutan standar yang akan dipergunakan untuk membuat larutan deret standar untuk pengukuran dengan spektrofotometer. Dengan memipet larutan 50 ppm sebanyak 5,00 ; 10,00; 15,00 ; 20,00 ; dan 25,00 mL dan masing-masing dimasukan kedalam labu ukur 100 mL maka dapat diketahui konsentrasi dari masing-masing secara berurutan adalah 2,5 ; 5 ; 7,5 ; 10 ; dan 12,5 ppm, hasil ini didapatkan dari hasil perhitungan menggunakan rumus pengenceran: Keterangan : V1 : Volume awal N1 : Konsentarasi awal V2 : Volume akhir N2 : Konsentrasi akhir Setelah konsentrasi dari larutan deret standar diketahui, proses selanjutnya
adalah
pengukuran
absorbansi
dan
konsentrasi
dengan
spektrofotometer. dari hasil pengukuran maka dapat diketahui bahwa nilai absorbansi dari larutan deret standar tersebut adalah : Standar C (ppm) A (Absorbansi) 1.
0,25 0,2053
2.
5 0,3657
3.
7,5 0,5320
4.
10 0,6977
5.
12,5 0,8592 Dengan persamaan linier Y = OX2 + 0,06559X+0,09004 dan regresi
linear 0,9999. Regresi linear adalah ketelitian pembuatan standar yang dipergunakan untuk pengukuran dan regresi linear yang baik adalah mendekati 1, dan hal ini membuktikan nilai 0,9999 saat pengukuran berarti sangat baik. Pengukuran selanjutnya adalah pengukuran sampel, sampel parasetamol yang diberikan kepada masing-masing personel adalah parasetamol murni dengan konsentrasi yang sudah diketahui sebelumnya akan tetapi konsentrasi tersebut tidak diketahui oleh personel. 36
Sampel diberikan dalam tabung reaksi dengan konsentrasi yang berbedabeda untuk masing-masing personel, larutan dalam tabung reaksi tersebut dipindahkan secara kuantitatif kedalam labu ukur, untuk menghindari larutan yang terlalu encer maka labu ukur yang dipergunakan saat praktikum adalah labu ukur dengan volume 25 mL, jika larutan tersebut diencerkan kedalam labu ukur dengan volume yang lebih besar maka jika hasil pengukurannya terlalu rendah (encer) analisa tidak dapat dilanjutkan karena larutan sampel hanya diberikan 1 kali. Proses pengukuran dilakukan dengan menggunakan sinar tampak (VIS/ Visible) pada panjang gelombang atau lamda (λ) antara 200-300nm, dan setelah pengukuran larutan deret standar diketahui bahwa panjang gelombanag maksimumnya adalah 244 nm. Proses pengukuran sampel oleh masing-masing personel dengan volume awal 25 mL diketahui bahwa semuanya over range. Hal ini dikarenakan konsentrasinya terlalu pekat sehingga nilai absorbansinya terlalu besar dan tidak sesuai dengan nilai absorbansi dari larutan deret standar yang diukur terlebih dahulu. Karena terlalu pekat larutan sampel kemudian diencerkan kembali, karena setiap personel memiliki sampel dengan konsentrasi yang berbeda-beda maka volume akhir larutan sampel secara berurutan adalah 100, 250, 1250, 125, 125 mL. setelah pengukuran kembali maka dapat diketahui nilai absorbansi secara berurutan untuk masing-masing volume larutan adalah 0,734 ; 0,892 ; 0,364 ; 0,564 ; 0,679. Dan konsentrasi untuk masing-masing secara berurutan adalah 10,586 ; 13,039; 4,9313 ; 7,97383 ; 9,7383 ppm. Konsentrasi yang diinginkan adalah dalam mg, maka hasil dari konsentrasi
akhir
tersebut
dikonversikan
kedalam
satuan
mg,
dengan
menggunakan rumus : dari hasil praktikum dan perhitungan dengan menggunakan rumus diatas, maka konsentrasi akhir parasetamol dalam sampel secara berurutan adalah 1,0586 ; 3,2598 ; 6,1641 ; 0,9981 ; 1,2172 mg. Hasil dari perhitungan tersebut kemudian dibandingkan dengan konsentrasi yang sebenarnya yaitu 1 ; 3 ; 6 ; 1 ; 1,25. Dari hasil analisa tersebut dan dibandingkan dengan konsentrsai sebenarnya dalam sampel, maka hasil dari analisa tersebut memiliki nilai akurasi yang tinggi karena nilai konsentrasinya mendekati nilai sebenarnya. 37
I. KESIMPULAN Proses
pengukuran
sampel
parasetamol
dengan
menggunakan
spektrofotometer adalah dengan menggunakan daerah sinar tampak (VIS / Visible), dan dengan panjang gelombang atau lamda λ 244 nm. Dari hasil pengukuran dengan menggunakan spektrofotometer diketahui bahwa absorbansi untuk masing-masing deret standar adalah 2,5 ppm 0,2053 ; 5 ppm 0,3657 ; 7,5 ppm 0,5320 ; 10 ppm 0,6977 ; 12,5 ppm 0,8592. Dengan persamaan linier Y = OX2 + 0,06559X+0,09004 dan regresi linear 0,9999. Dari hasil pengukuran sampel, diketahui bahwa pengukuran sampel yang pertama adalah over range sehingga konsentrasinya tidak dapat diketahui, sedangkan konsentrasi akhir untuk sampel parasetamol adalah 1,0586 ; 3,2598 ; 6,1641 ; 0,9981 ; 1,2172 mg, setelah dibandingkan dengan konsentrasi parasetamol yang sebenarnya maka dapat diketahui bahwa hasil dari analisa tersebut memiliki nilai akurasi yang tinggi karena nilai konsentrasinya mendekati nilai sebenarnya.
38
BAB V Penutup 5.1.
Kesimpulan Kromatografi
cair
berperforma
tinggi
(high
performance
liquid
chromatography) HPLC merupakan salah satu teknik kromatografi untuk zat cair yang biasanya disertai dengan tekanan tinggi. HPLC digunakan untuk memisahkan molekul
berdasarkan
perbedaan
afinitasnya
terhadap
zat
padat
tertentu.
Spektrofotometri Serapan atom (AAS) adalah suatu metode analisis untuk penentuan unsur-unsur logam dan metaloid yang berdasarkan pada penyerapan (absorpsi) radiasi oleh atom-atom bebas unsur tersebut. Spektrofotometer merupakan alat yang digunakan untuk mengukur absorbansi dengan cara melewatkan cahaya dengan panjang gelombang tertentu pada suatu obyek kaca atau kuarsa yang disebut kuvet. Sebagian dari cahaya tersebut akan diserap dan sisanya akan dilewatkan. Nilai absorbansi dari cahaya yang dilewatkan akan sebanding dengan konsentrasi larutan di dalam kuvet.
5.2.
Saran Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun agar dalam pembuatan makalah selanjutnya bisa menjadi lebih baik lagi, atas perhatiannya penulis ucapkan terimakasih.
39
Daftar Pustaka 1. http://indonesiakimia.blogspot.com/2011/05/high-performance-liquidchromatography.html 2. http://lansida.blogspot.com/2010/07/hplc-kromatografi-cair-kinerja-tinggi.html 3. http://smakpgriserang.blogspot.com/2012/02/high-performance-liquidchromatography.html 4. https://tonimpa.wordpress.com/2013/04/25/makalah-atomic-absorptionspectroscopy-aas/ 5. http://aiifchemist.blogspot.com/2011/01/spektrofotometer-serapan-atom-aas.html 6. http://nuwrrlhiyyaa.blogspot.com/2013/11/v-behaviorurldefaultvmlo.html 7. https://wanibesak.wordpress.com/2011/07/04/pengertian-dasar-spektrofotometervis-uv-uv-vis/ 8. http://id.wikipedia.org/wiki/Spektrofotometer 9. http://depe22.blogspot.com/2012/05/makalah-spektrofotometer.html
iii