Daftar Isi
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... i DAFTAR ISI ...................................................................................................................... ii BAB I
PENDAHULUAN .......................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang...................................................................................
BAB II
1
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 3 2.1 Health Equity ...........................................................................................
3
2.1.1 Pengertian health equity ............................................................ 3 2.1.2 Konsep health equity..................................................................3 2.1.3 Dimensi ekuitas dalam kesehatan ................................................ 4 2.2 Puskesmas 2.2.1 Pengertian puskesmas ........................................................................ 8 2.2.2 Visi dan misi puskesmas .......................................................... 9 2.2.3 Manajemen puskesmas .............................................................. 9 2.2.4 Instrumen manajemen kesehatan ................................................. 11 2.2.4.1 Perencanaan tingkat puskesmas (PTP).................................... 11 2.2.4.2 Lokakarya mini............................................................... 15 2.2.4.3 Penilaian kinerja puskesmas (PKP)..................................... 18 BAB III
KESIMPULAN .................................................................................................. 23
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 25
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayahnya, tugas makalah ini dapat terselesaikan dengan sebaik-baiknya. Makalah ini berjudul Dimensi Ekuitas dalam Kesehatan dan Manajemen Pelayanan Kesehatan di Puskesmas akan menjadi tugas pertama dalam blok 4.3 yaitu Kesehatan Masyarakat. Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada para pihak yang turut serta membantu kelancaran tugas kami, terutama tutor dalam diskusi tutorial yang telah memberi banyak ilmu kepada kami mahasiswa. Tidak ada gading yang tak retak, begitu juga dengan makalah kami ini. Semoga makalahyang kami buat ini bermanfaat bagi pembaca. Kami juga tidak segansegan untuk menerima kritik dan saran, agar penugasan makalah selanjutnya dapat menjadi lebih baik dari sebelumnya dan sesungguhnya semua itu bersifat membangun. Terima kasih.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan faktor yang sangat penting dalam tahapan hidup manusia. Dengan kondisi yang sehat, manusia dapat melakukan aktivitas sehari-harinya dengan baik, tanpa terganggu oleh kesehatan tubuh yang kurang optimal. Masyarakat di Indonesia masih terbilang terbelakang dalam hal menjaga kesehatan, mereka masih kurang menyadari akan pentingnya untuk menjaga kesehatan diri, keluarga dan lingkungannya, yaitu memahami akan pentingnya promotif dan preventif atau lebih kita kenal dengan lebih baik mencegah daripada mengobati. Dengan kurangnya kesadaran tersebut mengakibatkan masyarakat di Indonesia terutama masyarakat
awam sangatlah mudah untuk terjangkit penyakit. Melihat semua
masalah kesehatan tersebut, perlu adanya perbaikan dibidang kesehatan. Untuk itu, sangatlah perlu terselengaranya berbagai upaya kesehatan, baik upaya kesehatan perorangan maupun upaya kesehatan masyarakat yang sesuai dengan azas penyelenggaraan. Hal tersebut merupakan salah satu fungsi dari puskesmas, sehingga untuk memperbaiki kesehatan masyarakat tersebut, perlu ditunjang oleh manajemen puskesmas yang baik agar puskesmas benar-benar berfungsi sesuai dengan tugasnya.
Manajemen puskesmas adalah rangkaian kegiatan yang bekerja secara sistematik untuk menghasilkan luaran puskesmas yang efektif dan efisien. Sehingga terciptalah masyarakat yang sehat dan produktif. Tidak gampang terjangkit penyakit dan selalu menjaga kesehatannya dengan baik.
Promosi kesehatan penduduk dan pemerataan kesehatan adalah target utama dari organisasi kesehatan dunia oleh World Health Organization (WHO). Meningkatkan ekuitas dalam kesehatan tidak hanya mengurangi perbedaan status kesehatan yang ada antara negara berkembang dan negara maju, tetapi juga mengurangi kesenjangan antara kelompok dalam negara. Ekuitas dalam akses pelayanan kesehatan merupakan tantangan yang dihadapi oleh berbagai negara, khususnya di Asia Tenggara. Hingga saat ini inekuitas (inequity) kesehatan antar kelompok masyarakat masih tetap berlangsung. Hal ini disebabkan oleh masyarakat mempunyai kesempatan yang berbeda (unequal) akan akses pendidikan, pekerjaan, dan pelayanan kesehatan. Oleh sebab itu, program peningkatan ekuitas kesehatan harus mengarah kepada peningkatan ekuitas sumber daya layanan kesehatan yang ada.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Health Equity
2.1.1 Pengertian health equity Equity dalam kesehatan menurut WHO merupakan keadaan dimana setiap orang harus mendapatkan kesempatan yang adil akan kebutuhan kesehatannya sehingga dalam upaya memenuhi kebutuhan kesehatan tidak ada yang dirugikan, apabila faktor–faktor penghambat dapat dihindari.
2.1.2 Konsep health equity Penilaian kinerja sistem penyediaan layanan kesehatan oleh pemerintah dapat dilihat dari tiga indikator. Aspek tersebut terdiri dari efisiensi, efektifitas, dan ekuitas (equity). Ketiga indikator tersebut saling berhubungan dan tidak dapat berdiri sendiri. Menurut Nadjib (1999), upaya kearah ekuitas dapat dilakukan dengan pendekatan teori akses, berupa akses potensial indikator proses (karakteristik, predisposisi, pemungkin, dan kebutuhan populasi berisiko) dan akses potensial indikator struktural (karakteristik, ketersediaan, dan organisasi sistem layanan kesehatan) menjadi akses nyata melalui alokasi sumber daya yang mengacu pada kriteria: kebutuhan, geografi, dan sosial ekonomi. Akses pelayanan kesehatan dikatakan ekuitas jika pelayanan kesehatan terdistribusi menurut geografi, sosial ekonomi dan kebutuhan masyarakat, jika pelayanan kesehatan belum
terdistribusi dengan baik menurut geografi, sosial ekonomi dan kebutuhan masyarakat, dapat disebut sebagai akses pelayanan inekuitas. Beberapa paham mengenai equity atau keadilan: a) Akses/kesempatan yang sama ke pelayanan kesehatan, hal ini berarti setiap individu memiliki hak yang samauntuk mengakses pelayanan kesehatan.Beberapa faktor penghambat seperti letak geografis, budaya, keuangan (tingkat pendapatan yang rendah, mahalnya biaya transportasi dan tidak tersedianya asuransi kesehatan), sumber daya kesehatan yang tidak terdistribusi secara merata menyebabkan timbulnya ketidakadilan dalam mengakses pelayanan kesehatan. b) Pemanfaatan pelayanan kesehatan (utilisasi) yang sama untuk kebutuhan yang sama. Tingkat utilisasi yang berbeda pada suatu kelompok individu belum mencerminkan terjadinya ketidakadilan, karena harus diketahui terlebih dahulu penyebab terjadinya perbedaan utilisasi tersebut. c) Kualitas pelayanan kesehatan yang sama bagi seluruh masyarakat, yang berarti Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) memiliki komitmen yang sama untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada seluruh masyarakat sesuai standar yang telah ditetapkan. 2.1.3 Dimensi ekuitas dalam kesehatan Keadilan dalan pelayanan kesehatan memiliki dua dimensi: keadilan horisontal (horizontal equity) dan keadilan vertikal (vertical equity). 1) Keadilan Horisontal
Keadilan horisontal menegaskan prinsip perlakuan yang sama terhadap kondisi yang sama. Mooney dan van Doorslaer et al. Menafsirkannya sebagai perlakuan yang sama terhadap kebutuhan yang sama. Dikenal empat macam definisi operasional keadilan horisontal: (1) Sumberdaya/input/pengeluaran yang sama untuk kebutuhan yang sama (2) Penggunaan (utilization) atau penerimaan (receipt) yang sama untuk kebutuhan yang sama (3) Akses/kesempatan yang sama untuk kebutuhan yang sama (4) Kesamaan tingkat kesehatan Definisi operasional keadilan horisontal tersebut sesungguhnya dapat dipahami sebagai tahap-tahap dalam produksi kesehatan: input, proses (akses maupun penggunaan pelayanan kesehatan, dan output (keesehatan). Meskipun tahap-tahap produksi kesehatan tersebut merupakan satu kontinuum, namun terdapat sejumlah faktir produksi eksogen yang berperan terhadap terjadinya tahap-tahap tersebut. Sebagai contoh, tingkat kesehatan tidak hanya ditentukan oleh pelayanan kesehatan, tetapi juga human biology genetic endowment, gaya hidup dan lingkungan. Akibatnya keempat definisi keadilan horisontal diatas dapat saja saling bertentangan. (1) Sumber daya/input/pengeluaran yang sama untuk kebutuhan yang sama Kesamaan dalam sumber daya/input/pengeluaran kesehatan merujuk kepada kesamaan dalam penyediaan sumber daya pelayanan kesehatan termasuk diantaranya: provider, program, pelayanan, dan intervensi kesehatan. Van Doosiaer dan Wagstaff mendefinisikan keadilan horisontal dalam persamaan berikut:
mi = αp + βp hi +µi
jika miskin
mi = αr + βr hi +µi
jika kaya
dimana m pengeluaran medis;
αp
dan
αr,
konstanta pengeluaran medis ketika sehat,
berturut-turut pada orang miskin dan orang kaya, kesehatan
βp
dan
βr
koefisien konstan status
hi yang merefleksikan kebutuhan pelayanan medis, bernilai 0 jika sehat dan 1
jika sakit. µi merupakan simbol yang lazim dijumpai dalam model ekonometrik, disebut keesalahan random (error term) yang mempresentasikan variabel-variabel lainnya yang pengaruhnya tidak terlalu penting terhadap pengeluaran medis, tanpa tergantung pada tingkat kebutuhan. Keadilan horisontal terjadi apabila αp = αr dan βp = βr , yaitu ketika pengeluaran medis rata-rata bagi orang kaya dan orang miskin adalah sama, baik ketika sehat (hi = 0 ) maupun sakit (hi = 1).
(2) Penggunaan /penerimaan yang sama untuk kebutuhan sama Penggunaan atau penerimaan yang sama untuk kebutuhan yang sama memastikan bahwa proses penyampaian pelayanan kesehatan telah berlangsung untuk memenuhi kebutuhan yang sama. Contoh: lama tinggal (length of stay) yang sama per diagnosis penyakit. Ada dua asumsi “melekat” dalam definisi “penggunaan yang sama”. Pertama, intervensi medis yang diberikan memiliki standar yang sama . Sebagai contoh, apabilah DOTS (direct observed treatment short-course) ditentukan sebagai terapi standar
tuberkulosis, maka “penggunaan yang sama untuk kebutuhan yang sama” mengandung arti bahwa setiap pasies dengan tuberkulosis mendapatkan terapi DOTS dan menjalaani tersebut dengan kepatuhan yang sama. (3) Akses sama untuk kebutuhan yang sama Akses terhadap pelayanan kesehatan dan penerimaan terhadap pelayanan kesehatan merupakan dua konsep
yang berbeda. Kesamaan akses merujuk kepada kesamaan
kesempatan (opportunity) yang terbuka bagi semua orang untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Sedangkan kesamaan penggunaan/penerimaan mempersoalkan apakah peluang individu telah memperoleh dan menggunakan peluang tersebut. Akses hanya merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi penerimaan/penggunaan pelayanan kesehatan. Faktor-faktor lain yang juga berpengaruh, mencakup persepsi individu tentang manfaatmanfaat dari perlakuan medis serta intensif yang dihadapi dokter. Sebagai contoh: Departemen Kesehatan mendirikan puskesmas di seluruh kecamatan di Indonesia, tujuannya adalah untuk memastikan bahwa seluruh rakyat negeri ini memiliki akses (fisisik) yang sama terhadap pelayanan kesehatan primer. Definisi ini bisa saja memberikan pola penggunaan pelayanan kesehatan bervariasi disuatu daerah, sebab setiap individu memiliki opsi untuk menggunakan kesempatan twrsebut, serta untuk mematuhi atau tidak mematuhi intervensi medis yang diberikan. Satu problem dalam”kesamaan akses” adalah kesulitan menyeimbangkan tujuan keadilan dengan tujuan efisiensi, manakala harga diperhitungkan dalam akses. Penyebaran puskesmas di setiap kecamatan di seluruh nusantara memberikan keadilan berupa akses yang sama tanpa tergantung pada apakah seorang tinggal di kecamatan Semampir di Surabaya yang sangat padat ataupun tinggal di Kecamatan Timika di Ujung Papua dengan
densitas penduduk sangat langka,. Meskipun tujuan keadilan tercapai, alokasi puskesmas dengan cara demikian sangat mungkin tidak efisien. Karena biaya untuk mendirikan dan menyelenggarakan pelayanan kesehatan dengan standar sama di Timika jauh lebih besar daripada di Semampir, maka efisiensi alokatif tercapai jika pasien di Puskesmas Timika membayar pelayanan dengan harga lebih tinggi daripada pasien di Semampir sedemikian rupa sehingga harga sama dengan manfaat marginal pribadi pasien sama dengan biaya marginal sosial.
2) Keadilan Vertikal Keadilan vertikal menekankan prinsip perlakuan yang berbeda untuk keadan yang berbeda. Dikenal dua kriteria keadilan vertikal: (1) Perlakuan tidak sama untuk kebutuhan berbeda (2) Pe,mbiayaan kesehatan progresif berdasarkan kemampuan membayar (ability to pay) (1) Perlakuan tidak sama untuk kebutuhan berbeda Kriteria “perlakuan tidak sama untuk kebutuhan berbeda lebih mudah dipahami. Sebagai contoh, pasien datang ke rumah sakit dengan gagal ginjal akut mendapat perlakuan yang berbeda (misalnya, pelayanan yang lebih segera atau di dunia kedokteran disebut cito) daripada pasien dengan keluhan pilek. Maka mudah dipahami bahwa pelayanan dengan standar yang berbeda agaknya lebih adil daripada pelayanan yang sama bagi kedua pasien.
Dalam menilai keadilan sistem pelayanan kesehatan di tingkat populasi diperlukan
analisis
menyeluruh
mencakup
segmentasi
populasi,
dengan
mempertimbangkan aspek epidemiologi, demografi, sosioekonomi, dan kultural, dalam mengukur kebutuhan populasi. Serbagai contoh: Misalkan penggunaan obat asma empat kali lebih tinggi di populasi. Adilkah distribusi tersebut? Karena kebutuhan merupakan karakteristikyang tepat untuk menentukan keadilann maka diperlukan informasi lebih lanjut tentang epidemiologi asma dikedua populasi. Jika kualitas udara yang buruk di perkotaan mengakibatkan prevalensi asma empat kali lebih banyak di perkotaan , maka distribusi obat asma sedemikian tadi mungkin dipandang cukup adil. (2) Pembiaayan kesehatan progresif berdasarkan kemampuan membayar Kriteria kedua keadilan vertikal memberikan tekanan kepada sistem pembiayaan pelayanan kesehatan yang bersifat progresif berdasarkan kemampuan membayar (ability to pay). Ada dua alasan dibalik kriteria itu. Pertama, peristiwa sakit sulit diramalkan dan serba tak pasti, dan jika terjadi berimplikasi pada biaya kesehatan yang sangat membebani ekonomi rumah tangga, khususnya bagi anggota masyarakat yang lebih miskin. Alasan tersebut membenarkan upaya proteksi terhadap situasi yang menyusahkan tersebut dengan cara menyingkirkan barier (hambatan) ketidakmampuan membayar pelayanan kesehatan. Kedua, konsumsi pelayanan kesehatan dianggap memberikan dampak yang besar bagi kesehatan,sehingga mekanisme yang menyingkirkan
hambatan
konsumsi
barangbermanfaat (merit good).
pelayanan
kesehatan
sebagai
suatu
2.2
Puskesmas
2.2.1
Pengertian Puskesmas
Puskesmas adalah unit pelaksana teknis (UPT) dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. UPT tugasnya adalah menyelenggarakan sebagian tugas teknis Dinas Kesehatan, sedangkan pembangunan kesehatan maksudnya adalah penyelenggara upaya kesehatan yang pertanggung jawaban secara keseluruhan ada di Dinas Kesehatan dan sebagian ada di Puskesmas Wilayah Kerja. Wilayah ini dapat berdasarkan kecamatan, penduduk, atau daerah terpencil.
2.2.2
Visi dan Misi Puskesmas
Visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh Puskesmas adalah tercapainya Kecamatan Sehat menuju terwujudnya Indonesia Sehat
Indikator Kecamatan Sehat:
(1) Lingkungan sehat (2) Perilaku sehat (3) Cakupan pelayanan kesehatan yang bermutu (4) Derajat kesehatan penduduk kecamatan
Sedangkan misi dari puskesmas adalah :
(1) Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan di wilayah kerjanya
(2) Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat di wilayah kerjanya (3) Memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan (4) Memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga dan masyarakat beserta lingkungannya
2.2.3
Manajemen Puskesmas
Untuk terselenggaranya berbagai upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat yang sesuai dengan azas penyelenggaraan Puskesmas perlu ditunjang oleh manajeman Puskesmas yang baik. Manajemen Puskesmas adalah rangkaian kegiatan yang bekerja secara sistematik untuk menghasilkan luaran Puskesmas yang efektif dan efisien. Rangkaian kegiatan sistematis yang dilaksanakan oleh Puskesmas akan membentuk fungsi-fungsi manajeman. Berikut beberapa model manajemen dan fungsi penjabarannya : 1.
Model PIE (planning, implementation, evaluation)
2.
Model POAC (planning, organizing, actuating, controling)
3.
Model P1 – P2 – P3 (perencanaan, pergerakan-pelaksanaan, pengawasanpengendalian-penilaian)
4.
Model ARRIF (analisis, rumusan, rencana, implementasi dan forum komunikasi)
5.
Model ARRIME (analisis, rumusan, rencana, implementasi, monitoring, evaluasi)
Dari berbagai model manajemen tersebut sebenarnya mempunyai fungsi manajemen yang sama. Setiap puskesmas bebas menentukan model manajemen yang ingin diterapkan, namun yang terpenting mempunyai hasil sebagai berikut : 1.
Makin banyaknya fungsi penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, yang ditandai dengan tingginya nilai IPTS (indeks potensi tatanan sehat)
2.
Makin baiknya fungsi pemberdayaan masyarakat dengan ditandai berkembangnya UKBM (upaya kesehatan berbasis masyarakat). Serta makin aktifnya BPP (badan penyantun puskesmas) dan BPKM (badan peduli kesehatan masyarakat) dapat dijakdikan indikator meningkatnya partisipasi masyarakat setempat.
3.
Makin bagusnya pemberdayaan keluarga dengan ditandainya IPKS (indeks potensi keluarga sehat)
4.
Makin bagusnya pelayanan kesehatan yang ditandai dengan tingginya cakupan program
(baik
program
kesehatan
dasar
maupun
program
kesehatan
pengembangan). Serta kualitan pelayanan kesehatan yang ditandai dengan tingginya kepatuhan petugas kesehatan dan makin baiknya kepuasan pasien. 2.2.4
Instrumen Manajemen Puskesmas Untuk menunjang pelaksanaan fungsi dan penyelenggaraan upayanya, Puskesmas
dilengkapi dengan instrumen manajemen yang terdiri dari : 1.
Perencanaan Tingkat Puskesmas (PTP)
2.
Lokakarya Mini Puskesmas
3.
Penilaian Kinerja Puskesmas. Termasuk manajemen Sumber Daya termasuk alat, obat, keuangan dan Tenaga serta didukung dengan manajemen sistem pencatatan
dan pelaporan disebutsistem informasi manajemen Puskesmas ( SIMPUS ) dan upaya peningkatan mutu pelayanan ( antara lain melalui penerapan quality assurance ). 2.1.4.1 Perencanaan Tingkat Puskesmas (PTP) Perencanaan tingkat Puskesmas akan memberikan pandangan menyeluruh terhadap semua tugas, fungsi dan peranan yang akan dijalankan dan menjadi tuntunan dalam proses pencapaian tujuan Puskesmas secara efisien dan efektif. Perencanaan Puskesmas merupakan inti kegiatan manajemen Puskesmas, karena semua kegiatan manajemen diatur dan diarahkan oleh perencanaan. Dengan perencanaan Puskesmas, memungkinkan para pengambil keputusan dan pimpinan Puskesmas untuk menggunakan sumber daya Puskesmas secara berdaya guna dan berhasil guna. Untuk menjadikan organisasi dan manajemen Puskesmas efektif dan berkinerja tinggi diawali dari perencanaan efektif. Perencanaan Puskesmas adalah fungsi manajemen Puskesmas yang pertama dan menjadi landasan serta titik tolak pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen lainnya. Semua kegiatan dan tindakan manajemen Puskesmas didasarkan dan/atau disesuaikan dengan perencanaan yang sudah ditetapkan. Ini berarti, setelah perencanaan disusun, kemudian struktur organisasi, tata kerja, dan personalia Puskesmas yang akan melaksanakan tugas organisasi ditentukan (fungsi pengorganisasian). Selanjutnya personalia yang bekerja dalam organisasi Puskesmas digerakan dan diarahkan agar mereka bertindak dan bekerja efektif untuk mencapai tujuan Puskesmas yang direncanakan (fungsi penggerakan dan pelaksanaan). Semua aktivitas personalia dan organisasi Puskesmas diawasi, dipantau, dan dibimbing agar aktivitas tetap berjalan sesuai tujuan dan target kinerja Puskesmas (fungsi pengawasan dan pengendalian). Akhirnya dilakukan penilaian untuk mengetahui
dan menganalisis kinerja pegawai dan organisasi Puskesmas. Penilaian meliputi masukan, proses
transformasi/konversi
yaitu
pelaksanaan
fungsi-fungsi
manajemen
dan
pelaksanaan program dan kegiatan serta pelayanan kesehatan Puskesmas. Kemudian hasilnya dibandingkan dengan tujuan dan terget kinerja Puskesmas yang telah ditetapkan (fungsi penilaian). Penyusunan rencana kegiatan Puskesmas dilakukan secara sistematis untuk memecahkan masalah kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya. Hal ini meliputi :
1. Upaya kesehatan wajib
2. Upaya kesehatan pengembangan
3. Upaya penunjang
Adapun tahapan dalam penyusunan perencanaan tingkat puskesmas adalah sebagai berikut : 1. Persiapaan
Mempersiapkan data yang akan di analisis, sehingga untuk selanjutnya dapat mempermudah perencanaan yang akan dibuat.
2.
Analisis situasi Penyusunan :
Analisis situasi merupakan langkah awal proses penyusunan (rencana operasional) RO Puskesmas yang bertujuan untuk identifikasi masalah. Secara konsepsual, analisis situasi Puskesmas adalah proses berikut kecenderungannya dan faktor-faktor yang mempengaruhi masalah tersebut, serta potensi sumber daya
Puskesmas yang dapat digunakan untuk melakukan intervensi. Analisis situasi akan menghasilkan rumusan masalah dan berbagai faktor yang berkaitan dengan masalah kesehatan masyarakat di wilayah kerja Puskesmas serta potensi sumber daya Puskesmas yang dapat digunakan untuk melakukan intervensi. Langkah ini dilakukan dengan mengumpulkan dan menganalisis data atau fakta yang berkaitan dengan masalah kesehatan masyarakat di wilayah kerja Puskesmas (Departemen Kesehatan, 2002). analisis ini meliputi data umum dan data khusus. Data umum ini berupa peta wilayah dan data sumber daya (ketenagaan, obat & bahan habis pakai, peralatan, sumber pembiayaan, sarana prasarana, data peran serta masyarakat, data penduduk & sasaran program, data sekolah, data kesling.
3. Rencana Usulan Kegiatan : terdapat 2 tahap dalam penyusunan rencana usulan kegiatan (RUK), yaitu :
a. Analisis masalah, meliputi :
1. identifikasi masalah,
2. prioritas masalah,
3. merumuskan masalah,
4.
penyebab masalah
b. Penyusunan RUK
Pada dasarnya menyusun RUK harus memperhatikan berbagai kebijakan yang berlaku secara global, nasional maupun daerah sesuai dengan hasil kajian data dan informasi yang tersedia di puskesmas. Puskesmas haruslah mempertimbangkan masukan dari masyarakat melalui Konsil Kesehatan Kecamatan/Badan Penyantun Puskesmas. Rencana usulan kegiatan harus dilengkapi pula dengan usulan pembiayaan untuk kebutuhan rutin, sarana, prasarana, dan operasional puskesmas. RUK yang disusun tersebut merupakan RUK untuk tahun mendatang (H+1). Penyusunan RUK tersebut disusun pada bulan januari tahun berjalan (H) berdasarkan hasil kajian pencapaian kegiatan pada tahun sebelumnya (H-1). Dalam hal ini diharapkan penyusunan RUK telah selesai dilaksanakan di puskesmas pada akhir bulan januari tahun berjalan (H).
Setelah menyusun, kemudian RUK tersebut dibahas di Dinas kabupaten/kota, kemudian diajukan ke Pemerintah Daerah kabupaten/kota melalui Dinas kesehatan kabupaten/kota. RUK yang terangkum dalam usulan Dinas kesehatan kabupaten/kota akan diajukan ke DPRD untuk memperoleh persetujuan pembiayaan dan dukungan politis.
Setelah mendapat persetujuan, selanjutnya diserahkan ke puskesmas melalui dinas kesehatan kabupaten/kota. Berdasarkan alokasi biaya yang disetujui tersebut puskesmas menyusun rencana pelaksanaan kegiatan.
4. Penyusunan Rencana Pelaksanaan Kegiatan
Setelah RUK disetujui, dengan alokasi biaya yang ditentukan, puskesmas membuat rencana pelaksanaan kegiatan. Sumber pembiayaan puskesmas selain dari anggaran daerah (DAU), adalah dari pusat dan pinjaman/bantuan luar negeri yang dialokasikan melalui dinas kesehatan kabupaten/kota. RPK disusun dengan melakukan penyesuaian dan tetap mempertimbangkan masukan dari masyarakat. Penyesuaian ini dilakukan, karena RPK yang disusun adalah persetujuan atas RUK tahun lalu (H-1), alokasi yang diterima tidak selalu sesuai dengan yang diusulkan, adanya perubahan sasaran kegiatan, tambahan anggaran (selain dari DAU), dan lain-lainnya. Penyusunan RPK dilaksanakan pada bulan Januari tahun berjalan, dalam forum lokakarya mini yang pertama.
2.1.4.2 Lokakarya mini
Sesuai dengan Sistem Kesehatan Nasional, upaya kesehatan diselenggarakan melalui upaya
kesehatan
Puskesmas,
peran
serta
masyarakat,
dan
rujukan
upaya
kesehatan.Puskesmas mempunyai fungsi sebagai pusat pengembangan peran serata masyarakat, pusatpembinaan kesehatan masyarakat dan pusat pelayanan kesehatan masyarakat. Dalam rangkamembina petugas Puskesmas untuk bekerjasama dalam tim sehingga dapat melaksanakan fungsi Puskesmas dengan baik, telah dikembangkan Lokakarya Mini Puskesmas. Lokakarya Mini Puskesmas merupakan suatu pertemuan antar petugas Puskesmas dan petugas Puskesmas dengan sektor terkait (lintas sektoral) untuk meningkatkan kerjasama tim, memantau cakupan pelayanan Puskesmas serta membina peran serta masyarakat
secara terpadu agar dapat meningkatkan fungsi Puskesmas. Ditinjau dari fungsi manajemen yang terdiri dari perencanaan (P1), Penggerakan Pelaksanaan (P2) dan Pengawasan Pengendalian Penilaian (P3) maka Lokakarya Mini Puskesmas merupakan penerapan Penggerakan, Pelaksanaan (P2). Adapun tujuan dilakukannya lokakarya mini adalah sebagai berikut : 1. Tujuan Umum Meningkatkan fungsi Puskesmas melalui penggerakan pelaksanaan Puskesmas, bekerjasama dalam tim dan membia kerja sama lintas program serta lintas sektoral, 2. Tujuan Khusus a) Tergalangnya kerjasama dalam tim antar tenagaPuskesmasdanpelaksana b) Terselenggaranya lokakarya bulanan antar tenaga Puskesmas dalam rangka pemantauan hasil kerja tenaga Puskesmas dengan cara membandingkan rencana kerja bulan lalu dari setiap petugas dengan hasil kegiatannya dan membandingkan cakupan kegiatan dari daerah binaan dengan targetnya serta teersusunnya rencana kerja bulan berikutnya. c) Tergalangnya kerjasama lintas sektoral dalam rangka pembinaan dan pengembangan peran serta masyarakatsecara terpadu. d) Terselenggaranya lokakarya tribulanan lintas sektoral dalam ranngka mengkaji kegiatan kerjasama lintas sektoral dan tersusunnya rencana kerja tribulan berikutnya.Manfaatnyaadalah mengevaluasi kegiatan
yang telah dilakuakan pada bulan lalu dan untuk merencanakan kegiatan yang akan dilakukan.
3. Penggalangan / peningkatan kerjasama dalam Tim Lokakarya
yang
pada
dasarnya
dilaksanakan
setahun
sekali
dilingkungan Puskesmas sendiri, dalam rangka meningkatkan kerjasama antar petugas Puskesmas untuk meningkatkan fungsi Puskesmas. 4. Lokakarya Bulanan Puskesmas Sebagai tidak lanjut lokakarya pengggalangan / peningkatan kerjasama dalam Tim, setiap awal bulan berikutnya diadakan pertemuan antar tenaga Puskesmas untuk membandingkan rencana kerja bulan yang lalu dengan hasil kegiatan serta cakupan daerah binaan. Bilaman dijumpai masalah, dibahas dan dipecahkan bersama, serta kemudian menyusun rencana kerja bulan berikutnya bagi setiap tenaga. 5. Penggalangan / peningkatan kerja sama lintas sektoral Dalam rangka meningkatkan peran serta masyarakat dan dukungan sektor-sektor yang bersangkutan diperlukan penggalangan kerjasama lintas sektor, yang dilaksanakan dalam satu pertemuan setahun sekali. Untuk itu perlu dijelasklan manfaat bersama dari upaya pembinaan peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan bagi sektor-sektor yang bersangkutan. Sebagai hasil pertemuan adalah kesepakatan rencana kerja lintas sektoral dalam membina dan mengembanngkan peran serta masyarakat
dalam
bidang
kesehatan.
Khususnya
dalam
rangka
peningkatan kesejahteraan ibu dan kelangsungan hidup anak.Harapannya peningkatan pelayanan kesehatan, laporan kegiatan tepat waktu. Salah satu bentuk upaya dalam penggalangan maupun pemantauan berbagai kegiatan adalah melalui pertemuan lokakarya mini puskesmas. Pada dasarnya ruang lingkup kegiatan lokakarya itu, mencakup dua hal pokok, yang meliputi :
1. Lokakarya Lintas Program :
a.
Meningkatkan kerjasama antar petugas internal puskesmas
b.
Mendapatkan kesepakatan sesuai rencana pelaksanaan kegiatan
c.
Meningkatkan motivasi tugas seluruh staf puskesmas
d.
Mengkaji pelaksanaan rencana kerja (RPK) yang telah disusun.
2. Lokakarya Lintas Sektor :
a.
Mendapatkan kesepakatan rencana kerja lintas sektoral,
b.
untuk membina dan mengembangkan peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan
2.1.4.3 Penilaian Kinerja Puskesmas (PKP)
2.1.4.3.1 .Pengertian penilaian kinerja puskesmas
Penilaian kinerja Puskesmas adalah suatu upaya untuk melakukan penilaian hasil kerja / prestasi Puskesmas.
Pelaksanaan penilaian dimulai dari tingkat Puskesmas sebagai instrumen mawas diri karena setiap Puskesmas melakukan penilaian kinerjanya secara mandiri, kemudian Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota melakukan verifikasi hasilnya. Adapun aspek penilaian meliputi hasil pencapaian cakupan dan manajemen kegiatan termasuk mutu pelayanan (khusus bagi Puskesmas yang telah mengembangkan mutu pelayanan) atas perhitungan seluruh Puskesmas. Berdasarkan hasil verifikasi, dinas kesehatan kabupaten / kota bersama Puskesmas dapat menetapkan
Puskesmas
kedalam
kelompok
(I,II,III)
sesuai
dengan
pencapaian
kinerjanya.Pada setiap kelompok tersebut, dinas kesehatan kabupaten/kota dapat melakukan analisa tingkat kinerja Puskesmas berdasarkan rincian nilainya, sehingga urutan pencapian kinerjanya dapat diketahui, serta dapat dilakukan pembinaan secara lebih mendalam dan terfokus. 2.1.4.3.2 Tujuan penilaian kinerja puskesmas a. Tujuan Umum Tercapainya tingkat kinerja Puskesmas yang berkualitas
secara optimal dalam
mendukung pencapaian tujuan pembangunan kesehatan kabupaten / kota. b. Tujuan Khusus 1.
Mendapatkan gambaran tingkat pencapaian hasilcakupan dan mutu kegiatan serta manajemen Puskesmas pada akhir tahun kegiatan. 2.
Mengetahui tingkat kinerja puskesmas pada akhir tahun berdasarkan urutan peringkat kategori kelompok Puskesmas.
3.
Mendapatkan informasi analisis kinerja Puskesmas dan bahan masukan dalam penyusunan rencana kegiatan Puskesmas dan dinas kesehatan kabupaten/kota untuk tahun yang akan datang.
2.2 Manfaat penilaian kinerja puskesmas 1.
Puskesmas mengetahui tingkat pencapaian (prestasi)kunjungan dibandingkan dengan target yang harus dicapai.
2.
Puskesmas dapat melakukan identifikasi dan analisismasalah, mencari penyebab dan latar belakang serta hambatan masalah kesehatan di wilayah kerjanya berdasarkan adanya kesenjangan pencapaian kinerja Puskesmas (out put dan out come)
3.
Puskesmas dan dinas kesehatan kabupaten/kota dapat menetapkan tingkat urgensi suatu kegiatan untuk dilaksanakan segera pada tahun yang akan datang berdasarkan prioritasnya.
4.
Dinas kesehatan kabupaten/kota dapat menetapkan dan mendukung kebutuhan sumber daya Puskesmas dan urgensi pembinaa
2.1.4.3.4 Ruang lingkup penilaian kinerja puskesmas Ruang lingkup kinerja Puskesmas meliputi penilaian pencapaian hasil pelaksanaan pelayanan kesehatan, manajemen Puskesmas dan mutu pelayanan. Penilaian terhadap kegiatan upaya kesehatan wajib Puskesmas yang telah ditetapkan di tingkat kabupaten/kota dan kegiatan upaya kesehatan pengembangan dalam rangka penerapan ketiga fungsi Puskesmas yang diselenggarakan melalui pendekatan kesehatan masyarakat, dengan tetap mengacu pada kebijakan dan strategi untuk mewujudkan visi “ Indonesia Sehat”
2.1.4.3.5 Pelaksanaan penilaian kinerja 2.3 Bahan dan pedoman Bahan yang dipakai pada penilaian kinerja Puskesmas adalah hasil pelaksanaan pelayanan kesehatan manajemen Puskesmas dan mutu pelayanan, sedangkan dalam pelaksanaannya mulai dari pengumpulan data, pengolahan data, analisis hasil/masalah sampai dengan penyusunan laporan berpedoman pada Buku Pedoman penilaian kinerja Puskesmas dari Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan R.I. th 2006. 2.4 Teknis pelaksanaan Dalam hal ini, dimisalkan saja bahwa teknis pelaksanaan penilaian kinerja Puskesmas di Kabupaten Klungkung tahun 2008 sbb: 1. Pengumpulan Data Pengumpulan data dilaksanakan dengan memasukkan data hasil kegiatan Puskesmas th 2008 ( Jan s/d Des 2008 ) dengan variabel dan sub variabel yang terdapat dalam forum penilaian kinerja Puskesmas th 2008 2. Pengolahan Data Setelah proses pengumpulan data selesai, dilanjutkan dengan penghitungan sbb : a.
Penilaian Cakupan Kegiatan Yankes Cakupan sub variabel dan variabel. Cakupan sub variabel (SV) dihitung dengan membagi hasil pencapaian (H) dgn target sasaran (T) dikalikan 100 atau
SV (%) = H/T x 100%
Cakupan variabel (V) dihitung dgn menjumlah seluruh nilai subNvariabel (ΣSV) kemudian dibagi dengan jumlah variabel (n) atau V (%) = Σ SV/n Jadi nilai cakupan kegiatan Yankes adalah Rerata per jenis kegiatan. Kinerja cakupan pelayanan di kelompokkan sebagai berikut : 1. Kelompok I (kinerja baik) : Tingkat pencapaian hasil ≥ 91 % 2. Kelompok II (kinerja cukup) : Tingkat pencapaian hasil 81 – 90 % 3. Kelompok III (kinerja kurang) : Tingkat pencapaian hasil ≤ 80 % b. Penilaian Kegiatan Manajemen Puskesmas Penilaian kegiatan manajemen Puskesmas dikelompokkan menjadi 4 kelompok : 1. Manajemen Operasional Puskesmas 2. Manajemen alat dan obat 3. Manajemen keuangan 4. Manajemen ketenagaan Penilaian kegiatan manajemen Puskesmas dengan mempergunakan skala nilai sebagai berikut : Skala 1 nilai 4, skala 2 nilai 7, skala 3 nilai 10 Nilai masing-masing kelompok manajemen adalah rata-rata nilai kegiatan masing-masing kelompok manajemen : Skala 1 Nilai 4 1. Skala 2 Nilai 7 2. Skala 3 Nilai 10
Cara Penilaian : a. Nilai mutu dihitung sesuai dengan hasil pencapaian Puskesmas dan dimasukkan ke dalam kolom yang sesuai. b. Hasil nilai skala di masukkan ke dalam kolom nilai akhir tiap variabel c. Hasil rata – rata nilai variabel dalam satu komponen merupakan nilai akhir mutu Nilai mutu pelayanan dikelompokkan menjadi : * Baik : Nilai rata – rata > 8,5 * Cukup : Nilai 5,5 – 8,4 * Kurang : Nilai < 5,5
BAB III KESIMPULAN Puskesmas adalah unit pelaksana teknis (UPT) dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. Untuk terselenggaranya berbagai upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat yang sesuai dengan azas penyelenggaraan Puskesmas perlu ditunjang oleh manajeman Puskesmas yang baik. Manajemen Puskesmas adalah rangkaian kegiatan yang bekerja secara sistematik untuk menghasilkan luaran Puskesmas yang efektif dan efisien. Beberapa model manajemen dan fungsi penjabarannya : 1. Model PIE (planning, implementation, evaluation) 2. Model POAC (planning, organizing, actuating, controling) 3. Model P1 – P2 – P3 (perencanaan, pergerakan-pelaksanaan, pengawasanpengendalian-penilaian) 4. Model ARRIF (analisis, rumusan, rencana, implementasi dan forum komunikasi) 5. Model ARRIME (analisis, rumusan, rencana, implementasi, monitoring, evaluasi)
Selain itu untuk menunjang pelaksanaan fungsi dan penyelenggaraan upayanya, puskesmas dilengkapidengan instrumen manajemen yang terdiri dari : 1.
Perencanaan tingkat Puskesmas
2.
Lokakarya Mini Puskesmas
3.
Penilaian Kinerja Puskesmas.
Adapun tahapan dalam penyusunan perencanaan tingkat puskesmas adalah sebagai berikut : 1. Persiapaan 2. Analisis situasi 3. Penyusunan Rencana Usulan Kegiatan 4. Penyusunan Rencana Pelaksanaan Kegiatan Setelah perencanaan, kemudian dilanjutkan dengan lokakarya mini. Lokakarya Mini Puskesmas merupakan suatu pertemuan antar petugas Puskesmas dan petugas Puskesmas dengan sektor terkait (lintas sektoral) untuk meningkatkan kerjasama tim, memantau cakupan pelayanan Puskesmas serta membina peran serta masyarakat secara terpadu agar dapat meningkatkan fungsi Puskesmas. Pada dasarnya ruang lingkup kegiatan lokmin itu, mencakup dua hal pokok yang meliputi : 1. Lokmin Lintas Program : 2. Lokmin Lintas Sektor : berdasarkan waktunya, lokakarya mini dibagi menjadi 2 : 1. Lokakarya mini bulanan 2. Lokakarya mini tribulan
Kemudian dilanjutkan dengan penilaian kinerja puskesmas, yaitu suatu upaya untuk melakukan penilaian hasil kerja / prestasi puskesmas.