MAKALAH FITOTERAPI
“ FITOTERAPI PADA PENYAKIT HIPERTENSI “
Disusun Oleh : Kelompok 1 Risky Maulina Tome
( G 701 14 234)
SUTRISNA
( G 701 14 190)
Sarmila
( g 701 16 008)
Anisa ramadhani
( g 701 16 079)
Nuramini ayu saputri
( g 701 16 201)
Jurusan Farmasi Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Tadulako Palu 2019
KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “FITOTERAPI PADA PENYAKIT HIPERTENSI” dengan baik meskipun banya kekurangan didalamnya. Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita.Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usaha demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa depan yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun. Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hipertensi dikenal secara luas sebagai penyakit kardiovaskular. Diperkirakan telah menyebabkan 4.5% dari beban penyakit secara global, dan prevalensinya hampir sama besar di negara berkembang maupun di negara maju ( WHO,2003). Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko utama gangguan jantung. Selain mengakibatkan gagal jantung, hipertensi dapat berakibat terjadinya gagal ginjal maupun penyakit serebrovaskular. Penyakit ini bertanggung jawab terhadap tingginya biaya pengobatan dikarenakan alasan tingginya angka kunjungan ke dokter, perawatan di rumah sakit dan / atau penggunaan obat jangka panjang. Pada kebanyakan kasus, hipertensi terdeteksi saat pemeriksaan fisik karena alasan penyakit tertentu, sehingga sering disebut sebagai “silent killer”. Tanpa disadari penderita mengalami komplikasi pada organ-organ vital seperti jantung, otak ataupun ginjal. Gejala-gejala akibat hipertensi, seperti pusing, gangguan penglihatan, dan sakit kepala, seringkali terjadi padasaat hipertensi sudah lanjut disaat tekanan darah sudah mencapai angka tertentu yang bermakna. Di Amerika, menurut National Health and Nutrition Examination Survey (NHNES III); paling sedikit 30% pasien hipertensi tidak menyadari kondisi mereka, dan hanya 31% pasien yang diobati mencapai target tekanan darah yang diinginkan dibawah 140/90 mmHg. (Hajjar I, Kotchen TA, 2003) Di Indonesia, dengan tingkat kesadaran akan kesehatan yang lebih rendah, jumlah pasien yang tidak menyadari bahwa dirinya menderita hipertensi dan yang tidak mematuhi minum obat kemungkinan lebih besar. Healthy People 2010 for Hypertension menganjurkan perlunya pendekatan yang lebih komprehensif dan intensif guna mencapai pengontrolan tekanan darah secara optimal. Berdasarkan penyebabnya hipertensi dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu hipertensi primer dan hipertensi sekunder.Hipertensi primer meliputi lebih kurang 90% dari seluruh pasien hipertensi dan 10% lainnya disebabkan oleh disebabkan oleh hipertensi sekunder. Hanya 50% dari golongan hipertensi sekunder dapat di ketahui penyebabnya dan dari golongan ini hanya beberapa persen yang dapat diperbaiki
kelainannya. Oleh karena itu upaya penaggulanan hipertensi terhadap hipertensi primer baik menggenai pathogenesis maupun tentang penggobatannya. Hipertensi tidak boleh di anggap penyakit yang ringan karena jika terlambat memberikan pertolongan penyakit ini akan merenggut nyawa penderita.Saat ini banyak penderita hipertensi yang tidak tahu/tidak mengerti penyakitnya bahkan banyak yang tidak tahu resiko dari penderita hipertensi apabila tidak di atasi. Beberapa komplikasi penyakit yang sering terjadi akibat penyakit hipertensi yang tidak cepat di atasi adalah stroke, insomnia, fertigo. Fitoterapi adalah pengobatan dan pencegahan penyakit menggunakan tanaman, bagian tanaman dan sediaan yang terbuat dari tanaman. Tumbuhan herbal atau obat adalah tanaman yang secara tradisional digunakan untuk fitoterapi. Untuk itu dalam makalah ini penulis akan coba membahas tentang pengobatan terapi menggunakan tumbuhan
yang
berkhasiat
untuk
menurunkan
tekanan
darah
tinggi
dan
membandingkannya dengan obat sintetik yang sudah beredar dipasaran saat ini.
B. RUMUSAN MASALAH 1. Pengertian dan patofisiologi dari penyakit hipertensi? 2. Bagaimana terapi farmakolgi sintetik untuk pengobatan penyakit hipertensi? 3. Jelaskan tanaman yang berkhasiat sebagai obat hipertensi meliputi senyawa kimia dan mekanisme senyawa kimia tersebut ! 4. Jelaskan Toksisitas dari tanaman tersebut meliputi interaksi senyawa dan efek sampingnya! C. TUJUAN PENELITIAN 1. Agar mahasiswa dapat mengetahui pengertian dan patofisiologi dari penyakit hipertensi 2. Agar mahasiswa dapat mengetahui apa saja obat yang digunakan untuk merunkan kadar glukosa darah dalam tubuh 3. Agar mahasiswa dapat mengetahui dan mengaplikasikan apa saja tanaman yang dapat dijadikan sebagai obat hipertensi 4. Agar mahasiswa dapat mengetahui bahwa dalam setiap penggunaan obat maupun tanaman pasti ada toksisitas yang ditimbulkan
BAB II PEMBAHASAN A. PENGERTIAN Hipertensi adalah factor penyebab utama kematian karena stroke dan factor yang memperberat infark miokard (serangan jantung). Kondisi tersebut merupakan gangguan yang paling umum pada tekanan darah. Hiper merupakan gangguan asimptomatik yang sering terjadi dengan peningkatan tekanan darah secra persisten.diagnosa hipertensi pada orang dewasa dibuat saat bacaan diastolic rata-rata dua atau lebih,paling sedikit dua kunjungan berikut adalah 90mmHg atau lebih tinggi atau bila tekanan darah multiple sistolik rerata pada dua atau lebih kunjungan berikutnya secara konsisten lebih tinggi dari 140mmHg (Potter& Perry, 2005). Hipertensi adalah tekanan darahp ersisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140mmHg dan teknan diastolic di atas 90 mmHg (smelz&bare, 2002).Pada manula, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan darah distolik 90mmHg.(suddrath and brunner,2002). Klasifikasi Hipetensi menurut WHO Klasifikasi pada klien dengan hipertensi berdasarkan standart WHO Klasifikasi
Sistolik
Distolik
Normotonesi
< 140 mmHg
<90mmHg
Hipertensi ringan
140-180 mmHg
90-105 mmHg
Hipertensi perbatasan
140-160 mmHg
90-95 mmHg
Hipertensi sedang dan berat
>180 mmHg
>105 mmHg
Hipertensi sistolik terisolasi
>140 mmHg
<90 mmHg
Hipertensi perbatasan
sistolik 140-160 mmHg
<90 mmHg
Kategori
Tekanan Darah Sistolik
Tekanan Darah Distolik
Normal
< 120 mmHg
(dan) < 80 mmHg
Pre-hipertensi
120-139 mmHg
(atau) 80-89 mmHg
Stadium 1
140-159 mmHg
(atau) 90-99 mmHg
Stadium 2
>= 160 mmHg
(atau) >= 100 mmHg
Tekanan darah dewasa menurut JNC VII PATOFISIOLOGI Hipertensi sebagai suatu penyakit dimana terjadi peningkatan tekanan darah sistolik dan /atau diastolic yang tidk normal.Batas yang tepat dari kelainan ini tidak pasti. Nilai yang dapat dan diterima berbeda sesuai usia dan jenis kelamin(sistolik 140-160mmHg ;diastolic 90-95mmHg). Tekanan darah dipengengaruhi oleh curah jantung tekanan perifer dan tekanan atrium kanan. Didalam tubuh terdapat system yang berfungsi mencegah perubahan tekanan darah secara akut yang disebabkan oleh gangguan sirkulasi, yang berusaha untuk mempertahankan
kestabilan
tekanan
darah
dalam
jangka
panjang
reflek
kardiovaskuler melalui system saraf termasuk system control yang beraksi segera.Kestabilan tekanan darah jangka panjang dipertahankan oleh system yang menggatur jumlah cairan tubuh yang melibtkan berbagai organ terutama ginjal. Banyak faktor yang mengontrol tekanan darah berkontribusi secara potensial dalam terbentuknya hipertensi; Menurut ( Vasan RS et al,2001) faktor-faktor tersebut adalah (lihat gambar 1 ):
Meningkatnya aktifitas sistem saraf simpatik (tonus simpatis dan/atau variasi diurnal), mungkin berhubungan dengan meningkatnya respons terhadap stress psikososial dll
Produksi berlebihan hormon yang menahan natrium dan vasokonstriktor
Asupan natrium (garam) berlebihan
Tidak cukupnya asupan kalium dan kalsium
Meningkatnya sekresi renin sehingga mengakibatkan meningkatnya produksi angiotensin II dan aldosteron
Defisiensi vasodilator seperti prostasiklin, nitrik oxida (NO), dan peptide natriuretik
Perubahan dalam ekspresi sistem kallikrein-kinin yang mempengaruhi tonusvaskular dan penanganan garam oleh ginjal
Abnormalitas tahananpembuluh darah, termasuk gangguan pada pembuluh darah kecil di ginjal
Diabetes mellitus
Resistensi insulin
Obesitas
Meningkatnya aktivitas vascular growth factors
Perubahan reseptor adrenergik yang mempengaruhi denyut jantung,
karakteristik inotropik dari jantung, dan tonus vaskular
Berubahnya transpor ion dalam sel
B. Terapi Farmakologi Sintetik Golongan obat antihipertensi yang banyak digunakan adalah diuretik tiazid (misalnya
bendroflumetiazid),
beta‐bloker,
(misalnya
propanolol,atenolol,)
penghambat angiotensin converting enzymes(misalnya captopril, enalapril), antagonis angiotensin II (misalnya candesartan, losartan), calcium channel blocker(misalnya amlodipin, nifedipin) dan alpha-blocker(misalnyadoksasozin). Yang lebih jarang digunakan adalah vasodilator danantihipertensi kerja sentral dan yang jarang dipakai, guanetidin, yang diindikasikan untuk keadaan krisis hipertensi. -
Diuretik tiazid Diuretik tiazid adalah diuretic dengan potensi menengah yang menurunkan tekanan darah dengan cara menghambat reabsorpsi sodium pada daerah awal tubulus distal ginjal, meningkatkan ekskresi sodium dan volume urin. Tiazid juga mempunyai
efek
vasodilatasi
langsung
pada
arteriol,
sehingga
dapat
mempertahankan efek antihipertensi lebih lama. Tiazid diabsorpsi baik pada pemberian oral, terdistribusi luas dan dimetabolisme di hati. Efek diuretik tiazid terjadi dalam waktu 1‐2 jam setelah pemberian dan bertahan sampai 12‐24 jam, sehingga obat ini cukup diberikan sekali sehari. Efek antihipertensi terjadi pada dosis rendah dan peningkatan dosis tidak memberikan manfaat pada tekanan darah, walaupun diuresis meningkat pada dosis tinggi. Efek tiazid pada tubulus ginjal tergantung pada tingkat ekskresinya, oleh karena itu tiazid kurang bermanfaat untuk pasien dengan gangguan fungsi ginjal. Efek samping Peningkatan eksresi urin oleh diuretik tiazid dapat mengakibatkan hipokalemia, hiponatriemi, dan hipomagnesiemi. Hiperkalsemia dapat terjadi karena penurunan ekskresi kalsium. Interferensi dengan ekskresi asam urat dapat mengakibatkan hiperurisemia, sehingga penggunaan tiazid pada pasien gout harus hati‐hati. Diuretik tiazid juga dapat mengganggu toleransi glukosa (resisten terhadap insulin) yang mengakibatkan peningkatan resiko diabetes mellitus tipe 2. Efek samping yang umum lainnya adalah hiperlipidemia, menyebabkan peningkatan LDL dan trigliserida dan penurunan HDL. 25% pria yang mendapat diuretic tiazid mengalami impotensi, tetapi efek ini akan hilang jika pemberian tiazid dihentikan.
-
Beta-blocker Beta blockermemblok beta‐adrenoseptor. Reseptor ini diklasifikasikan menjadi reseptor beta‐1 dan beta‐2. Reseptor beta‐1 terutama terdapat pada jantung sedangkan reseptor beta‐2 banyak ditemukan di paru‐paru, pembuluh darah perifer, dan otot lurik. Reseptor beta‐2 juga dapat ditemukan di jantung, sedangkan reseptor beta‐1 juga dapat dijumpai pada ginjal. Reseptor beta juga dapat ditemukan di otak. Stimulasi reseptor beta pada otak dan perifer akan memacu penglepasan neurotransmitter yang meningkatkan aktivitas system saraf simpatis. Stimulasi reseptor beta‐1 pada nodus sino‐atrial dan miokardiak meningkatkan heart rate dan kekuatan kontraksi. Stimulasi reseptor beta pada ginjal akan menyebabkan penglepasan rennin, meningkatkan aktivitas system rennin‐angiotensin‐aldosteron. Efek akhirnya adalah peningkatan cardiac output, peningkatan tahanan perifer dan peningkatan sodium yang diperantarai aldosteron dan retensi air. Terapi menggunakan beta‐blockerakan mengantagonis semua efek tersebut sehingga terjadi penurunan tekanan darah. Beta‐blockeryang selektif (dikenal juga sebagai cardioselective beta‐blockers), misalnya bisoprolol, bekerja pada reseptor beta‐1, tetapi tidak spesifik untuk reseptor beta -1 saja oleh karena itu penggunaannya pada pasien dengan riwayat asma dan bronkhospasma harus hati‐hati. Beta‐blockeryang non‐selektif (misalnya propanolol) memblok reseptor beta‐1 dan beta‐2. Beta‐blockeryang mempunyai aktivitas agonis parsial (dikenal sebagai aktivitas simpatomimetik intrinsic), misalnya acebutolol, bekerja sebagai stimulan‐beta pada saat aktivitas adrenergik minimal (misalnya saat tidur) tetapi akan memblok aktivitas beta pada saat aktivitas adrenergik meningkat (misalnya saat berolah raga). Hal ini menguntungkan karena mengurangi bradikardi pada siang hari. Beberapa beta‐blocker, misalnya labetolol, dan carvedilol, juga memblok efek adrenoseptor‐alfa perifer. Obat lain, misalnya celiprolol, mempunyai efek agonis beta‐2 atau vasodilator. Beta‐blockerdiekskresikan lewat hati atau ginjal tergantung sifat kelarutan obat dalam air atau lipid. Obat‐obat yang diekskresikan melalui hati biasanya harus diberikan beberapa kali dalam sehari sedangkan yang diekskresikan melalui ginjal biasanya mempunyai waktu paruh yang lebih lama sehingga dapat diberikan sekali dalam sehari.
Beta‐blockertidak boleh dihentikan mendadak melainkan harus secara bertahap, terutama pada pasien dengan angina, karena dapat terjadi fenomena rebound. Efek samping Blokade reseptor beta‐2 pada bronkhi dapat mengakibatkan bronkhospasme, bahkan jika digunakan beta‐bloker kardioselektif. Efek samping lain adalah bradikardia, gangguan kontraktil miokard, dan tanga‐kaki terasa dingin karena vasokonstriksi akibat blokade reseptor beta‐2 pada otot polos pembuluh darah perifer. Kesadaran terhadap gejala hipoglikemia pada beberapa pasien DM tipe 1 dapat berkurang. Hal ini karena beta‐blockermemblok sistem saraf simpatis yang bertanggung jawab untuk “memberi peringatan“ jika terjadi
hipoglikemia.
Berkurangnya aliran darah simpatetik juga menyebabkan rasa malas pada pasien. Mimpi buruk kadang dialami, terutama pada penggunaan beta‐blockeryang larut lipid seperti propanolol. Impotensi juga dapat terjadi. Beta‐blockersnon‐selektif juga menyebabkan peningkatan kadar trigilserida serum dan penurunan HDL. -
ACE inhibitor Angiotensin converting enzyme inhibitor(ACEi) menghambat secara kompetitif pembentukan angiotensin II dari prekursor angiotensin I yang inaktif, yang terdapat pada darah, pembuluh darah, ginjal, jantung, kelenjar adrenal dan otak. Angitensin II merupakan vasokonstriktor kuat yang memacu penglepasan aldosteron dan aktivitas simpatis sentral dan perifer. Penghambatan pembentukan angiotensin
iI
ini
akan
menurunkan
tekanan
darah.
Jika
sistem
angiotensin‐renin‐aldosteron teraktivasi (misalnya pada keadaan penurunan sodium, atau pada terapi diuretik) efek antihipertensi ACEi akan lebih besar. ACE juga bertanggungjawab terhadap degradasi kinin, termasuk bradikinin, yang mempunyai efek vasodilatasi. Penghambatan degradasi ini akan menghasilkan efek antihipertensi yang lebih kuat. Beberapa perbedaan pada parameter farmakokinetik obat ACEi. Captopril cepat diabsorpsi tetapi mempunyai durasi kerja yang pendek, sehingga bermanfaat untuk menentukan apakah seorang pasien akan berespon baik pada pemberian ACEi. Dosis pertama ACEii harus diberikan pada malam hari karena penurunan tekanan darah mendadak mungkin terjadi; efek ini akan meningkat jika pasien mempunyai kadar sodium rendah.
Antagonis Angiotensin II Reseptor angiotensin II ditemukan pada pembuluh darah dan target lainnya. Disubklasifikasikan menjadi reseptor AT1 dan AT2. Reseptor AT1 memperantarai respon farmakologis angiotensin II, seperti vasokonstriksi dan penglepasan aldosteron. Dan oleh karenanya menjadi target untuk terapi obat. Fungsi reseptor AT2 masih belum begitu jelas. Banyak jaringan mampu mengkonversi angiotensin I menjadi angiotensin II tanpa melalui ACE. Oleh karena itu memblok sistem renin‐angitensin melalui jalur antagonis reseptor AT1 dengan pemberianantagonis reseptor angiotensin II mungkin bermanfaat. Antagonis reseptor angiotensin II (AIIRA)mempunyai banyak kemiripan dengan ACEi, tetapi AIIRA tidak mendegradasi kinin. Karena efeknya pada ginjal, ACEi dan AIIRA dikontraindikasikan pada stenosis arteri ginjal bilateral dan pada stenosis arteri yang berat yang mensuplai ginjal yang hanya berfungsi satu. Efek samping ACEi dan AIIRA Sebelum mulai memberikan terapi dengan ACEi atau AIIRA fungsi ginjal dan kadar elektrolit pasien harus dicek. Monitoring ini harus terus dilakukan selama terapi karena kedua golongan obat ini dapat mengganggu fungsi ginjal. Baik ACEi dan AIIRA dapat menyebabkan hiperkalemia karena menurunkan produksi aldosteron, sehingga suplementasi kalium dan penggunaan diuretik hemat kalium harus dihindari jika pasien mendapat terapiACEI atau AIIRA. Perbedaan anatar ACEi dan AIIRA adalah batuk kering yang merupakan efek samping yang dijumpai pada 15% pasien yang mendapat terapi ACEi. AIIRA tidak menyebabkan batuk karena tidak mendegaradasi bradikinin. -
Calcium channel blocker Calcium channel blockers(CCB)menurunkan influks ion kalsium ke dalam sel miokard, sel‐sel dalam sistem konduksi jantung, dan sel‐sel otot polos pembuluh darah. Efek ini akan menurunkan kontraktilitas jantung, menekan pembentukan dan propagasi impuls elektrik dalam jantung dan memacu aktivitas vasodilatasi, interferensi dengan konstriksi otot polos pembuluh darah. Semua hal di atas adalah proses yang bergantung pada ion kalsium. Terdapat tiga kelas CCB: dihidropiridin (misalnya nifedipin dan amlodipin); fenilalkalamin (verapamil) dan benzotiazipin (diltiazem). Dihidropiridin mempunyai sifat vasodilator perifer
yang merupakan kerja antihipertensinya, sedangkan verapamil dan diltiazem mempunyai efek kardiak dandigunakan untuk menurunkan heart rate dan mencegah angina. Semua CCB dimetabolisme di hati. Efek samping Pemerahan pada wajah, pusing dan pembengkakan pergelangan kaki sering dijumpai, karena efek vasodilatasi CCB dihidropiridin. Nyeri abdomendan mual juga sering terjadi. Saluran cerna juga sering terpengaruh oleh influks ion kalsium, oleh karena itu CCB sering mengakibatkan gangguan gastrointestinal, termasuk konstipasi. -
Alpha-blocker Alpha‐blocker(penghambat adrenoseptor alfa‐1) memblok adrenoseptor alfa‐1 perifer, mengakibatkan efek vasodilatasi karena merelaksaasi otot polos pembuluh darah. Diindikasikan untuk hipertensi yang resisten. Efek samping Alpha‐blockerdapat menyebabkan hipotensi postural, yang sering terjadi pada pemberian dosis pertama kali. Alpha‐blockerbermanfaat untuk pasien laki‐laki lanjut usia karena memperbaiki gejala pembesaran prostat. Golongan lain Antihipertensi vasodilator (misalnya hidralazin, minoksidil) menurunkan tekanan darah dengan cara merelaksasi otot polos pembuluh darah. Antihipertensi kerj a sentral (misalnya klonidin, metildopa, monoksidin) bekerja pada adrenoseptor alpha‐2 atau reseptor lain pada batang otak, menurunkan aliran simpatetik ke jantung, pembuluh darah dan ginjal, sehingga efek ahirnya menurunkan tekanan darah. Efek samping Antihipertensi vasodilator dapat menyebabkan retensi cairan. Tes fungsi hati harus dipantau selama terapi dengan hidralazin karena ekskresinya melalui hati. Hidralazin juga diasosiakan dengan sistemiklupus eritematosus. Minoksidil diasosiasikan dengan hipertrikosis (hirsutism) sehingga kkurang sesuai untuk pasien wanita. Obat‐obat kerja sentral tidak spesifik atau tidak cukup selektif untuk menghindari efek samping sistem saraf pusat seperti sedasi, mulut kering dan mengantuk, yang sering terjadi. Metildopa mempunyai mekanisme kerja yang
mirip dengan konidin tetapi dapat memnyebabkan efek samping pada sistem imun, termasuk pireksia, hepatitis dan anemia hemolitik.
C. TANAMAN YANG BERKHASIAT SEBAGAI OBAT 1. Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) Kandungan Kimia kandungan kalium dalam belimbing wuluh yang bekerja sebagaidiuretik dengan mengekskresikan natrium, klorida dan air. Kadar kalium yang tinggi dapat meningkatkan eksresi natrium. Konsumsi kalium yang banyak juga akan meningkatkan konsentrasinya didalam cairan intraselular, sehingga cenderung menarik cairandari bagian ekstraselular dan volume plasma dan cairan ekstraseluler menurun dan menurunkan curah jantung sehingga tekanan darah akan turun ( Astawan made,2007).Penurunan tekanan darah akibat konsumsi belimbing wuluh inipun disebabkan karena zat lainnya yang terkandung yaitu flavonoid. Senyawa yang juga terkandung dalam buah belimbing wuluh adalah saponin. Saponin merupakan glikosida yang memiliki sifat khas membentuk busa. Saponin terdiri atas aglikenpolisiklik yang disebut sapogenin dan gula sebagai glikon. Sapogenin hancur dalam dua bentuk, yaitu steroid dan triterpenoid ( Anonim,2005). Adanya saponin dalam tanaman diindikasikan dengan adanya rasa pahit. Bila saponin bercampur dengan air akan membentuk busa stabil ( Cheek,2005) Mekanisme Senyawa Flavonoid mempengaruhi kerja dari angiotensin converting enzym(ACE) yang akan menghambat perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II sehingga
menghambat
pengeluaran
aldosteron.
Aldosteron
akan
mempengaruhi ginjal untuk menahan natrium dan air, apabila pengeluaran aldosteron dihambat maka lebihbanyak air dikeluarkan dari tubuh dan tekanan darah akan turun ( Almatsier S,2001)
2. Pisang Ambon (Musa paradisiaca var. sapientum (L) Kunt.) Kandungan Kimia Tumbuhan pisang ambon memiliki banyak kandungan senyawa metabolit sekunder yang bermanfaat. Pada bagian buahnya diketahui memiliki kandungan saponin, glikosida, tannin, alkaloid, dan flavonoid (Ajani et al,2010). Selain kaya akan metabolit sekunder, buah pisang juga kaya akan kandungan kalium yang baik untuk hipertensi (Fatmawati dkk, 2017). Mekanisme Senyawa Saponin yang memiliki aktivitas sebagai Angiotensin Converting Enzyme (ACE)-Inhibitor dalam tubuh sehingga dapat menghambat pembentukan angiotensin dan menurunkan tekanan darah (Sutrya dan Insani, 2017).
3. Buah Pepaya ( Carica papaya) Kandungan kimia Dari segi kandungan mineral, buah pepaya masak memiliki kandungan kalium sebesar 257 mg/100g dan sangat sedikit natrium sebesar 3mg/100g. Mekanisme senyawa Pepaya mengandung antioksidan yaitu vitamin C.Pepaya merupakan sumber vitamin C yang baik sehingga mampu mencegah kerusakan sel yang disebabkan oleh radikal bebasdan sebagai donor elektron. Kejasama vitamin E, vitamin C dan betakaroten akan mempermudah perlumpuhan radikal bebas.
4. Buah mengkudu (Morinda Citrifollia) Kandungan kimia Kandungan buah mengkudu yang dapat menurunkan tekanan darah adalah scopoletin. Zat scopoletin dalam buah mengkudu di temukan pada tahun 1993 oleh para peniliti di universitas Hawaii . scopoletin berfungsi memperlebar saluran pembuluh darah yang mengalami penyempitan serta melncarkan peredaran darah, kandungan scopoletin buah mengkudu dalam 1 gram adalah sebesar 290,02ppm. Mekanisme senyawa Scopoletin dapat menurunkan tekanan darah dengan cara menurunkan tahanan resistensi perifer. Besarnya tahanan perifertergantung pada kontaktibilitas otot polos pembuluh darah kontraktilitas otot polos pembuluh darah di pengaruhi oleh fungsi endotel pembuluh darah , karena pada endotel di sintesis dan di sekresi berbagai bahan vasokonstriktor dan vasodilator.
5. Seledri (Apium graveolens) Kandungan kimia Seledri adalah tumbuhan serbaguna hampir semua bagian tanaman ini bisa di manfaatkan. Kandungan kimia yang telah diketahui sekitar 156 komponen golongan utamanya dalah monoterpen , alcohol alfatik , komponen karbonil , fenol . senyawa utama yang terdapat pada seledri adalah lomonene. Terjadinya perbedaan tekanan darah sesudah di berikan rebusan seledri adalah di karenakan kandungan seledri magnesium , pthalides, apegenin kalium , dan asparagine. Mekanisme senyawa Magnesium dan pthalides melenturkan pembuluh darah , apegenin untuk mencegah penyempitan pembuluh darah dan tekanan darah tinggi kalium dan asparagine memperbanyak air seni sehingga volume darah berkurang.
D. TOKSISITAS SENYAWA DARI TANAMAN 1. Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) Efek Samping Diuretic, karena cara kerja dari daun belimbing wuluh ini dapat mengurangi volume darah dengan cara meningkatkan aktifitas diuretic atau peningkatan frekuensi buang air kecil. Buah ini juga banyak mengandung asam oksalat yang jika dikosumsi secara berlebihan dapat memperberat kondisi ginjal akut.,
2. Pisang Ambon (Musa paradisiaca var. sapientum (L) Kunt.) Efek Samping Diuretik, karena pisang ambon banyak mengandung tinggi kalium dan rendah natrium. Kalium membantu menjaga tekanan osmotik diruang intrasel sedangkan natrium menjaga tekanan osmotik dalam ruang ekstrasel sehingga kadar kalium yang tinggi dapat meningkatkan ekskresi natrium dalam urin (natriuresis), sehingga dapat menurunkan volume darah dan tekanan darah, namun sebaliknya penurunan kalium dalam ruang intrasel menyebabkan cairan dalam ruang intrasel cenderung tertarik keruangan ekstrasel dan retensi natrium dikarenakan respon dari tubuh agar osmolalitas pada kedua kompartemen berada pada titik ekuilibrium namun hal tersebut dapat meningkatkan tekanan darah (Winarno,2009).
3. Buah Pepaya (Carica papaya) Efek samping Diuretik, yang memiliki efek dari hipertensi dengan meningkatkan pelepasan air dan garam natrium. Kalium menjaga kestabilan elektrolit tubuh melalui pompa kalium natrium mengurangi jumlah air dan garam dalam tubuh serta melonggarkan pembuluh darah sehingga jumlah garam dipembuluh dara menjadi membesar, kondisi ini membantu tekanan darah menjadi normal
4. Buah mengkudu (Morinda Citrifollia) Efek samping . Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan pada buah mengkudu didapatkan bahwa mengkudu dikategorikan dalam zat yang tidak toksit. Buah mengkudu aman digunakan untuk pengobatan hipertensi (Sari, 2015)
5. Seledri (Apium graveolens) Efek samping Seluruh kandungan senyawa yang etrdapat pada tumbuhan seledri belum ada di temukan efek samping bagi penderita hipertesni.
BAB III PENUTUP A KESIMPULAN Hipertensi dikenal secara luas sebagai penyakit kardiovaskular. Diperkirakan telah menyebabkan 4.5% dari beban penyakit secara global, dan prevalensinya hampir sama besar di negara berkembang maupun di negara maju ( WHO,2003). Hipertensi dapat di obati dengan tanaman yang bekhasiat obat seperti : 1. Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) 2. Pisang Ambon (Musa paradisiaca var. sapientum (L) Kunt.) 3. Buah Pepaya (Carica papaya) 4. Buah mengkudu (Morinda Citrifollia) 5. Seledri (Apium graveolens)
DAFTAR PUSTAKA
Ajani, E.O., Salau, B.A., Akinlolu, A.A., Ekor, M.N., and Soladoye M.O., 2010. Methanolic Extract of Musa sapientum Suckers Moderates Fasting Blood Glucose and Body Weighth of Alloxan Induced Diabetic Rats, Asian J. Biol. Scl, 1(1), 30-35. Almatsier, S.Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2001. pp. 220-224. Anonimus. 2006. Khasiat Buah–buahan dan Sayuran. “http//www. Bkuejackets/forum index/kesehatan” (4Mei2008). British National Formulary (52). London: British Medical Association and Royal Pharmaceutical Society of Great Britain; 2006. \ Hajjar I, Kotchen TA. Trends In Prevalence, Awareness, Treatment, And Control Of Hypertension In The United States, 1998 – 2000. JAMA 2003;290:199206 Sutria, E dan Insani, A., 2017. Pengaruh Konsumsi Pisang Ambon Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pra Lansia Hipertensi. Journal of Islamic Nurse 1(1) : 33-41. Winarno, F. G., S. 2009. Pengantar Teknologi Pangan. Gramedia: Jakarta. World Health Organization (WHO) / International Society of Hypertension Statement on Management of Hypertension. J Hypertens 2003;21:1983-1992