Makalah Fisika Bangunan.docx

  • Uploaded by: Agung Andri
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Fisika Bangunan.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 6,110
  • Pages: 28
MAKALAH KINERJA BANGUNAN TERHADAP AKUSTIK FISKA BANGUNAN 1

NAMA : AGUNG ANDRIASMOKO NIM : 10415037 DOSEN : Dr. Ir MARCUS GARTIWA., MT

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Sering di temukannya ruang auditorium yang tidak memenuhi fungsi dan tujuannya. Akibat dari kualitas akustik gedung yang buruk sehingga fungsi dari gedung itu sendiri dalam penerapannya sangat kurang. Gedung Auditorium yang tidak memenuhi fungsi sebagai mana mestinya , biasanya apabila ada suatu kegiatan di dalam gedung tersebut para pendengar sebagian besar tidak dapat menangkap apa yang di sampaikan oleh pembawa acara atau penyaji dalam acara tersebut. Hal ini di sebabkan kualitas penyebaran suara yang tidak merata dan suara yang bercampur antara suara dari panggung dan suara para audience itu sendiri.

1.2. Tujuan Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan bagi mahasiswa khususnya jurusan Teknik Sipil dalam pemahaman tentang aplikasi bunyi terhadap bangunan (Auditorium). Sehingga dapat memahami syarat-syarat material, tata ruang dan letak dari mebel dalam ruang Auditorium. Dan diharapkan bermanfaat bagi kita semua.

1

BAB II PEMBAHASAN

2.1. Bunyi A. Definisi Bunyi Definisi bunyi adalah gelombang longitudinal hasil dari suatu getaran yang dapat merangsang indra pendengaran. Dalam perambatannya bunyi memerlukan medium. Energi bunyi tersebut berasal dari benda yang bergetar, getaran yang merambat disebut gelombang. Bunyi merupakan gelombang longitudinal. Mengapa bunyi dapat kita dengar ? Kita dapat mendengar bunyi karena bunyi tersebut merambat dari sumber bunyi sampai telinga kita. Sumber bunyi yang bergetar akan menggetarkan udara disekitarnya, selanjutnya molekul udara yang bergetar akan menjalar sampai telinga kita. Getaran molekul udara membentuk rapatan dan regangan. Ketika beduk dipukul, atau gitar di petik, senar gitar atau beduk tampak bergetar waktu dibunyikan. Saat senar bergetar terdengarlah bunyi. Bunyi gitar akan melemah jika getarannya melemah, akhirnya bunyi pun menghilang. Bunyi dapat terdengar bila : 1. ada benda yang bergetar ( sumber bunyi ) 2. ada medium yang merambatkan bunyi, dan 3. ada penerima yang berada dalam jangkauan sumber bunyi

B. Pemantulan Bunyi Bunyi termasuk gelombang dan salah satu sifat gelombang adalah dapat dipantulkan. Ketika berteriak di dalam ruangan atau di depan tebing suara yang kita ucapkan akan terdengar kembali meskipun lebih lemah daripada ucapan aslinya. Mengapa demikian ? Ketika berteriak di dalam ruangan atau di depan tebing, bunyi yang merambat ketika sampai ke dinding mengalami pemantulan sehingga berbalik ke arah kita. Pemantulan bunyi banyak manfaatnya dalam kehidupan

2

sehari hari seperti mengukur kedalaman laut, mengetahui kandungan ikan di bawah laut, mengukur panjang lorong gua, atau menyelidiki kerusakan logam. Jenis-Jenis Bunyi Pantul Terdapat beberapa jenis bunyi pantul yaitu, gaung, dan gema Gaung adalah bunyi pantulan yang sebagian terdengar bersamaan dengan bunyi asli sehingga bunyi asli menjadi tidak jelas. Sebagai contoh apabila kita mengucapkan kata “fisika”, kadang-kadang kita mengengar bunyi pantulan sebelum seluruh suku kata selesai kita ucapkan. Dalam hal ini kita mendengar dua macam suara yaitu suara asli dan suara pantulan. C. Medium Rambat Bunyi Dalam perambatannya bunyi memerlukan medium, jika kita berbicara dan orang lain dapat mendengar, itu terjadi karena bunyi merambat melalui udara. Bunyi tidak dapat merambat di ruang hampa. Oleh karena itu jika kita berada di bulan, kita tidak dapat mendengar bunyi dengan jelas, dikarenakan tidak ada udara sebagai medium dalam perambatan bunyi. Gambar di samping adalah sebuah percobaan tentang perambatan bunyi, bel yang dibunyikan tidak akan terdengar, hal ini dikarenakan udara yang seharusnya sebagai media untuk merambatnya bunyi telah di pompakan keluar, sehingga menjadi ruang hampa. Bunyi juga dapat merambat di benda padat dan cair. D. Cepat Rambat Bunyi Untuk sampai ke telinga kita, bunyi memerlukan waktu, seberapa cepat sampainya bunyi bergantung pada cepat rambat bunyi. Bunyi memiliki cepat rambat yang terbatas. Bunyi memerlukan waktu untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Cepat rambat bunyi jauh lebih kecil dibandingkan dengan kecepatan cahaya, hal ini dapat kita amati pada saat mendung atau turun hujan. Pada saat terjadi petir kita melihat kilatan cahaya petir muncul terlebih dahulu kemudian disusul bunyi gemuruh .Sebenarnya kilatan dan bunyi petir terjadi secara bersamaan, tetapi karena cahaya meranbat jauh lebih besar dibandingkan bunyi maka cahaya sampai dikita lebih dahulu dibandingakan bunyi E. Tinggi Rendah Bunyi Bunyi yang dihasilkan dari sumber bunyi menghasilkan frekuensi atau banyaknya getaran tiap detik . Frekuensi yang dihasilkan sumber bunyi dapat berbeda, ada yang menghasilkan frekuensi tinggi, ada juga yang menghasilkan frekuensi rendah. Makin tinggi frekuensi sumber bunyi maka semakin tinggi bunyi yang dihasilkan, begitu pula sebaliknya. Bunyi yang sangat nyaring dapat menyebabkan telinga terasa sakit, yang disebabkan gendang telinga kita bergetar lebih cepat, akibatnya telinga terasa nyeri. Suara wanita terdiri dari kumpulan gelombang bunyi dengan frekuensi tinggi, sehingga sering disebut suara wanita tinggi dan sebaliknya untuk pria yang memiliki suara yang rendah karena mengandung kumpulan frekuensi yang rendah. Suara alat musik bass memiliki frekuensi yang sangat rendah, suara yang rendah dapat menyebabkan jantung berdetak lebih kencang.

3

F. Kuat Lemah Bunyi Kuat lemah bunyi bergantung pada amplitudo bunyi . Amplitudo adalah simpangan maksimum suatu gelombang.Makin besar amplitudo bunyi semakin kuat bunyi yang terdengar, demikian pula sebaliknya. Hal ini dapat dibuktikan pada sebuah garpu tala yang digetarkan secara perlahan atau dengan kuat, frekuensi yang dihasilkan akan sama walaupun terdengar keras jika digetarkan dengan kuat dan terdengar lemah jika getarannya lemah.

G. Bunyi pada ruang Auditorium Yang kita bahas kali ini adalah hubangan bunyi dengan ruang Auditorium. Terkadang kita tidak sadar bahwa di lingkungan kita terdapat banyak bunyi. Ada bunyi yang enak di dengar, dan adapula bunyi yang tidak enak didengar. Bahnkan membuat kita merasa bising. Dalam kehidupan kita, kita dapat mendengar, melihat, mencium, merasa, dan meraba sesuai dengan keinginan kita. Karena dalam tubuh kita dilengkapi dengan alat indera. Kita di beri dua buah mata agar kita dapat melihat sesuatu. Apabila kita tidak ingin melihatnya, kita bias menutup mata kita. Apabila kita mencium bau yang tidak kita inginkan, kita bias menutup hidung kita dengan tangan kita. Namun hal ini tidak berlaku pada bunyi-bunyian/suara yang dapat di dengar oleh telinga kita. Kita tidak dapat menghalangi dan memisah-misahkan bunyi yang kita inginkan dengan bunyi yang tidak kita inginkan. Dalam duatu ruang auditorium, bila hal ini terjadi maka akan merusak fungsi dari ruang auditorium itu sendiri. Bunyi/suara yang hendak kita dengarkan di ruang auditorium itu adalah bunyi yang bersumber dari panggung auditorium. Apabila audience dalam auditorium ikut bicara. Apabila penataan letak obyek, pemilihan material untuk plafond dan dinding serta lantai tidak di atur dan di sesuaikan dengan kebutuhan sedemikian rupa. Maka acara atau kegiatan yang diselenggarakan pada ruang auditorium tersebut akan gagal karena apa yang di sampaikan oleh penyaji di atas panggung tidak tersampaikan kepada para pandengar.

2.2. Ruang Auditorium A. Definisi Ruang Auditorium merupakan ruang multi-fungsi karena mempunyai fungsi sebagai ruang pertemuan dan pertunjukan seni, misalnya untuk pertunjukan theater atau music. Terkait dengan itu maka persyaratan ruang harus dipenuhi sesuai dengan fungsinya, agar pesan yang diungkapkan penyaji seni dapat tertangkap dengan baik sehingga tercapai kualitas pertunjukan yang optimal serta kepuasan bagi penikmatnya mengingat penonton yang memasuki sebuah Auditorium memiliki hak untuk mendapatkan kenyamanan, keamanan, penerangan yang cukup, pemandangan (viewing) yang menyenangkan dan kualitas bunyi yang baik selain kualitas acaranya itu sendiri. Sesuai dengan fungsi utamanya yaitu sebagai Auditorium, salah satu persyaratan yang seharusnya dipenuhi selain tata cahaya adalah penataan akustik atau tata suara. Pengolahan tata suara yang baik akan mempertinggi kualitas tampilan pertunjukan dan menciptakan kenyamanan bagi penikmatnya.

4

Dalam sebuah pertemuan dan pertunjukan dibutuhkan tingkat kejelasan suara yang tinggi agar para pengguna dapat menerima secara utuh dan benar informasi yang disampaikan. Banyak faktor yang harus dipertimbangkan dalam perancangan akustik interior Auditorium yang harus dipenuhi sesuai dengan fungsinya, agar pesan yang diungkapkan penyaji seni dapat tertangkap dengan baik sehingga tercapai kualitas pertunjukan yang optimal serta kepuasan bagi penikmatnya. Persyaratan utama yang harus dipenuhi dalam perancangan tata akustik Auditorium adalah: kekerasan (loudness) yang cukup dengan cara memperpendek jarak penonton dengan sumber bunyi, penaikan sumber bunyi, pemiringan lantai, sumber bunyi harus dikelilingi lapisan pemantul suara, kesesuaian luas lantai dengan volume ruang, menghindari pemantul bunyi paralel yang saling berhadapan dan penempatan penonton di area yang menguntungkan. Persyaratan lainnya adalah bentuk ruang yang tepat, distribusi energi bunyi yang merata dalam ruang, bebas dari cacat-cacat akustik dan pengolahan bentuk elemen pembentuk ruangnya (lantai, dinding dan plafond) serta pelapisan dengan bahan penyerap bunyi dan bahan yang berfungsi akustik maupun bahan-bahan lunak yang berpori lainnya. Pertimbangan finansial biasanya merupakan pembatas langkah-langkah perbaikan akustik, karena untuk menghasilkan kualitas akustik yang baik memerlukan biaya tinggi. B. Perilaku Bunyi di Ruang Auditorium Berdasarkan sumber yang didapat dari http://Acoustics.com bunyi di dalam ruang tertutup (enclosed space) memiliki perilaku (behaviour) tertentu jika menumbuk dinding-dinding dari ruang tertutup tersebut yakni energinya akan dipantulkan (reflected), diserap (absorbed), disebarkan (diffused), atau dibelokkan (diffracted) tergantung pada sifat akustik dindingnya.

1. Refleksi Bunyi (Pemantulan Bunyi) Bunyi akan memantul apabila menabrak beberapa permukaan sebelum sampai ke pendengar sebagaimana pendapat Mills : Pemantulan dapat diakibatkan oleh bentuk ruang maupun bahan pelapis permukaannya. Permukaan pemantul yang cembung akan menyebarkan gelombang bunyi sebaliknya permukaan yang cekung seperti bentuk dome (kubah) dan permukaan yang lengkung menyebabkan pemantulan bunyi yang mengumpul dan tidak menyebar sehingga terjadi pemusatan bunyi.

5

Permukaan cembung

Permukaan cekunga

Sumber bunyi

Gambar 1. Pemantulan suara ke langit-langit Permukaan penyerap bunyi dapat membantu menghilangkan permasalahan gema maupun pemantulan yang berlebihan. 2. Absorbsi Bunyi (Penyerapan Bunyi) Saat bunyi menabrak permukaan yang lembut dan berpori maka bunyi akan terserap olehnya sehingga permukaan tersebut disebut penyerap bunyi. Bahan-bahan tersebut menyerap bunyi sampai batas tertentu, tapi pengendalian akustik yang baik membutuhkan penyerapan bunyi yang tinggi. Adapun yang menunjang penyerapan bunyi adalah lapisan permukaan dinding, lantai, langit-langit, isi ruang seperti penonton dan bahan tirai, tempat duduk dengan lapisan lunak, karpet serta udara dalam ruang. 3. Diffusi Bunyi (Penyebaran Bunyi) Bunyi dapat menyebar menyebar ke atas, ke bawah maupun ke sekeliling ruangan. Suara juga dapat berjalan menembus saluran, pipa atau koridor.ke semua arah di dalam ruang tertutup.

6

4. Difraksi Bunyi (Pembelokan Bunyi) Difraksi bunyi merupakan gejala akustik yang menyebabkan gelombang bunyi dibelokkan atau dihamburkan di sekitar penghalang seperti sudut (corner), kolom, tembok dan balok.

2.3. Masalah Penyampaian Bunyi dalam Ruang Auditorium Dalam ruang Auditorium, banyak masalah yang bisa terjadi. Hal ini di karenakan kurangnya pengetahuan dalam bidang pembangunan suatu Auditorium yang memiliki kualitas akustik yang baik dan kurangnya perhatian terhadap suara-suara yang tidak perlu di dalam suatu ruangan. Suara-suara yang tidak perlu itu misalnya suara-suara yang tidak berssumber dari panggung utama. Kualitas suara dari sumber suara yang terlalu keras juga akan menimbulkan suatu ketidaknyamanan bagi pendengar. Pemilihan material dalam pembangunan sangat di perlukan. Khususnya dalam ruang Auditorium. Pemilihan jenis dan bentuk plafond dan dinding akan sangat mempengaruhi kualitas akustik dalam ruang Auditorium. Sebuah ruangan yang didesain untuk suatu fungsi tertentu, baik yang mempertimbangkan aspek akustik maupun yang tidak, seringkali dihadapkan pada problem-problem berikut: 1. Pemusatan Suara : Masalah ini biasanya terjadi apabila ada permukaan cekung (concave) yang bersifat reflektif, baik di daerah panggung, dinding belakang ruangan, maupun di langit-langit (kubah atau jejaring kubah). Bila anda mendesain ruangan dan aspek desain mengharuskan ada elemen cekung/kubah, ada baiknya anda melakukan treatment akustik pada bidang tersebut, bisa dengan cara membuat permukaannya absorptif (mis. menggunakan acoustics spray) atau membuat permukaannya bersifat diffuse. 2. Pantulan berulang dan kuat: Problem ini seringkali dibahasakan sebagai gema, Gema adalah bunyi pantul yang muncul setelah bunyi asli selesai. Gema dapat terjadi di alam terbuka seperti di lembah atau jurang. Terjadinya gema hampir sama dengan gaung yaitu terjadi karena pantulan bunyi. Namun, gema hanya terjadi bila sumber bunyi dan dinding pemantul jaraknya jauh, lebih jauh daripada jarak sumber bunyi dan pemantul pada gaung. Tidak seperti pemantulan pada gaung, pemantulan pada gema terjadi setelah bunyi misalnya jika kita berteriak di daerah pegunungan, setelah beberapa saat, terdengar kembali teriakanmu berteriak. Bunyi tersebut sebetulnya adalah bunyi pantul yang baru sampai di telinga kita. Echoe disebabkan oleh permukaan datar yang sangat reflektif atau permukaan hyperbolic reflektif (terutama pada dinding yang terletak jauh dari sumber). Pantulan yang diakibatkan oleh permukaan-permukaan tersebut bersifat spekular dan memiliki energi yang masih besar, sehingga (bersama dengan delay time yang lama) akan mengganggu suara langsung. Problem akan menjadi lebih parah, apabila ada permukaan reflektif sejajar di hadapannya. Permukaan reflektif sejajar bisa

7

menyebabkan pantulan yang berulang-ulang (flutter echoe) dan juga gelombang berdiri. Flutter echoe ini bisa terjadi pada arah horisontal (akibat dinding sejajar) maupun arah vertikal (lantai dan langit-langit sejajar dan keduanya reflektif). 3. Gaung : adalah bunyi pantul yang datang sebelum bunyi asli selesai dikirim. Contoh gaung adalah ketika kamu berada di ruangan yang sempit. Apa yang kamu ucapkan tidak terdengar jelas karena terganggu bunyi pantul. Ketika kamu berbicara di dalam sebuah gedung yang besar, dinding gedung ini akan memantulkan suaramu. Biasanya, selang waktu antara bunyi asli dan pantulannya di dalam gedung sangat kecil. Sehingga bunyi pantulan ini bersifat merugikan karena dapat menggangu kejelasan bunyi asli. Pemantulan bunyi yang seperti ini- dinamakan gaung. Untuk menghindari peristiwa ini, gedung-gedung yang mempunyai ruangan besar seperti aula telah dirancang supaya gaung tersebut tidak terjadi. Upaya ini dapat dilakukan dengan melapisi dinding dengan bahan yang bersifat tidak memantulkan bunyi atau dilapisi oleh zat kedap (peredam) suara. Contoh bahan peredam bunyi adalah gabus, kapas, dan wool. Ruangan yang tidak menghasilkan gaung sering disebut ruangan yang mempunyai akustik bagus. Selain melapisi dinding dengan zat kedap suara, struktur bangunannya pun dibuat khusus. Perhatikan langit-langit dan dinding auditorium, dinding dan langit-langit ini tidak dibuat rata, pasti ada bagian yang cembung. Hal ini dimaksudkan agar bunyi yang mengenai dinding tersebut dipantulkan tidak teratur sehingga pada akhirnya gelombang pantul ini tidak dapat terdengar. 4. Resonance (Resonansi): Seperti halnya echoe problem ini juga diakibatkan oleh dinding paralel, terutama pada ruangan yang berbentuk persegi panjang atau kotak. Contoh yang paling mudah bisa ditemukan di ruang kamar mandi yang dindingnya (sebagian besar atau seluruhnya) dilapisi keramik. Resonansi, selain membawa manfaat juga menimbulkan kerugian. Kerugian akibat resonansi antara lain adalah ketika terjadi gempa, bumi bergetar dan getaran ini diteruskan ke segala arah. Getaran bumi dapat diakibatkan oleh peristiwa-peristiwa yang terjadi di perut bumi, misalnya terjadinya dislokasi di dalam perut bumi sehingga bumi bergetar yang dapat kita rasakan sebagai gempa. Jika getaran gempa ini sampai ke permukaan dan sampai di pemukiman, gedung-gedung yang ada di permukaan bumi akan bergetar. Jika frekuensi getaran gempa sangat besar dan getaran gedung-gedung ini melebihi frekuensi alamiahnya, gedung-gedung ini akan roboh. Suatu benda, misalnya gelas, mengeluarkan nada musik jika diketuk sebab ia memiliki frekuensi getaran alami sendiri. Jika kita menyanyikan nada musik berfrekuensi sama dengan suatu benda, benda itu akan bergetar. Peristiwa ini dinamakan resonansi. Bunyi yang sangat keras dapat mengakibatkan gelas beresonansi begitu kuatnya sehingga pecah.

8

5. External Noise (Bising): Problem ini dihadapi oleh hampir seluruh ruangan yang ada di dunia ini, karena pada umumnya ruangan dibangun di sekitar sistem-sistem yang lain. Misalnya, sebuah ruang konser berada pada bangunan yang berada di tepi jalan raya dan jalan kereta api atau ruang konser yang bersebelahan dengan ruang latihan atau ruangan kelas yang bersebelahan. Bising dapat menjalar menembus sistem dinding, langit-langit dan lantai, disamping menjalar langsung melewati hubungan udara dari luar ruangan ke dalam ruangan (lewat jendela, pintu, saluran AC, ventilasi, dsb). Konsep pengendaliannya berkaitan dengan desain insulasi (sistem kedap suara). Pada ruangan-ruangan yang critical fungsi akustiknya, biasanya secara struktur ruangan dipisahkan dari ruangan disekelilingnya, atau biasa disebut box within a box concept. 6. Doubled RT (Waktu dengung ganda): Problem ini biasanya terjadi pada ruangan yang memiliki koridor terbuka/ruang samping atau pada ruangan playback yang memiliki waktu dengung yang cukup panjang. Itulah beberapa problem yang umumnya muncul dalam ruangan yang memerlukan kinerja akustik. Kesemuanya dapat diminimumkan apabila sudah dipertimbangkan dengan seksama pada saat ruangan tersebut didesain. Apabila ruangan sudah telanjur jadi, maka solusi yang biasanya diambil adalah mengubah karakteristik permukaan dalam ruangan, misalnya dari yang semula reflektif menjadi absorptif ataupun difusif. Solusi tersebut biasanya melibatkan biaya yang tidak sedikit (karena ruangan sudah telanjur jadi). Oleh sebab itu, sangat disarankan untuk mempertimbangkan problem-problem tersebut pada tahap desain. Saat ini sudah banyak perangkat lunak yang dapat digunakan untuk memprediksi kinerja akustik suatu ruangan, meskipun ruangan tersebut belum dibangun, cukup dengan menginputkan geometri ruangan dan karakteristik permukaannya. Perangkat yang biasa digunakan para perancang akustik adalah ODEON, CATT Acoustics, RAMSETE, dan EASE.

2.4. Penyelesaian Penyampaian Bunyi dalam Ruang Auditorium dari Sudut Pemilihan Material Bahan Bangunan Dalam permasalahan yang kita hadapi diatas, bagaimanakah solusi dan jalan keluar dari masalah tersebut? Kita sebagai mahasiswa Teknik Sipil baiknya mengerti dan memaahami tentang penyebaran suara di ruang Auditorium. Bagian mana sajakah yang berhak mendapapatkan perlakuan khusus di Ruang Auditorium ini? Berikut ulasan kami.

9

A. Persyaratan Akustik Perancangan Ruang Auditorium Secara garis besar Auditorium harus memenuhi syarat : kekerasan (loudness) yang cukup, bentuk ruang yang tepat, distribusi energi bunyi yang merata dalam ruang, dan ruang harus bebas dari cacat-cacat akustik. 1. Kekerasan (Loudness) yang Cukup Kekerasan yang kurang terutama pada AUDITORIUM ukuran besar disebabkan oleh energi yang hilang pada perambatan gelombang bunyi karena jarak tempuh bunyi terlalu panjang, dan penyerapan suara oleh penonton dan isi ruang (kursi yang empuk, karpet, tirai ). Hilangnya energi bunyi dapat dikurangi agar tercapai kekerasan/loudness yang cukup. Dalam hal ini Doelle (1990:54) mengemukakan persyaratan yang perlu diperhatikan untuk mencapainya, yaitu dengan cara memperpendek jarak penonton dengan sumber bunyi, penaikan sumber bunyi, pemiringan lantai, sumber bunyi harus dikelilingi lapisan pemantul suara, luas lantai harus sesuai dengan volume AUDITORIUM, menghindari pemantul bunyi paralel yang saling berhadapan, dan penempatan penonton di area yang menguntungkan.

2. Memperpendek Jarak Penonton dengan Sumber Bunyi. Mills mengemukakan pendapat mengenai persyaratan jarak penonton dengan sumber bunyi untuk mendapatkan kepuasan dalam mendengar dan melihat pertunjukan: .Jarak tempat duduk penonton tidak boleh lebih dari 20 meter dari panggung agar penyaji pertunjukan dapat terlihat dan terdengar dengan jelas. Akan tetapi untuk mendapatkan kekerasan yang cukup saja (tanpa harus melihat penyaji dengan jelas), misalnya pada pementasan orkestra atau konser musik, toleransi jarak penonton dengan penyaji dapat lebih jauh hingga jarak maksimum dengan pendengar yang terjauh adalah 40m, sebagaimana yang dikemukakan Mills. Jarak pendengar dan orkestra di dalam ruang auditorium sekitar 40 meter. 3. Penaikan Sumber Bunyi Sumber bunyi harus dinaikkan agar sebanyak mungkin dapat dilihat oleh penonton, sehingga menjamin gelombang bunyi langsung yang bebas (gelombang yang merambat secara langsung tanpa pemantulan) ke setiap pendengar.

10

4. Pemiringan Lantai Lantai di area penonton harus dibuat miring karena bunyi lebih mudah diserap bila merambat melewati penonton dengan sinar datang miring (grazing incidence). Aturan gradien kemiringan lantai yang ditetapkan tidak boleh lebih dari 1:8 atau 30° dengan pertimbangan keamanan dan keselamatan. Kemiringan lebih dari itu menjadikan lantai terlalu curam dan membahayakan.

Area tempat duduk penonton

30°

Gambar 2. Penaikan sumber bunyi dan pemiringan lantai area penonton Sumber: Doelle (1990)

Gambar di atas menjelaskan pemiringan lantai dan peninggian sumber bunyi. Bila sumber bunyi ditinggikan dan area tempat penonton dimiringkan 30° maka pendengar akan menerima lebih banyak bunyi langsung yang menguntungkan kekerasan suara . 5. Sumber bunyi harus dikelilingi lapisan pemantul suara Untuk mencegah berkurangnya energi suara, sumber bunyi harus dikelilingi oleh permukaan-permukaan pemantul bunyi seperti gypsum board, plywood, flexyglass dan sebagainya dalam jumlah yang cukup banyak dan besar untuk memberikan energi bunyi pantul tambahan pada tiap bagian daerah penonton, terutama pada tempat-tempat duduk yang jauh .Langit-langit dan dinding samping auditorium merupakan permukaan yang tepat untuk memantulkan bunyi.

11

Jadi salah satu cara untuk memperkuat bunyi dari panggung adalah dengan menyediakan pemantul di atas bagian depan auditorium untuk memantulkan bunyi secara langsung ke tempat duduk bagian belakang, dimana bunyi langsung (direct sound) terdengar paling lemah. Permukaan-permukaan pemantul bunyi (acoustical board, plywood, gypsum board dan lain-lain) yang memadai akan memberikan energi pantul tambahan pada tiap-tiap bagian daerah penonton, terutama pada bagian yang jauh.Ukuran permukaan pemantul harus cukup besar dibandingkan dengan dengan panjang gelombang bunyi yang akan dipantulkan. Sudut-sudut permukaan pemantul harus ditetapkan dengan hukum pemantulan bunyi dan langit-langit serta permukaan dinding perlu dimanfaatkan dengan baik agar diperoleh pemantulan-pemantulan bunyi singkat yang tertunda dalam jumlah yang terbanyak.

Gambar 3. Penempatan langit-langit pemantul Sumber: Doelle (1990)

Gambar di atas menjelaskan bahwa ketepatan dalam meletakkan langit-langit pemantul dengan

pemantulan bunyi yang makin banyak ke tempat duduk yang jauh, secara efektif

menyumbang kekerasan yang cukup. Langit-langit dan bagian depan dinding-dinding samping auditorium merupakan permukaan yang cocok untuk digunakan sebagai pemantul bunyi.

12

6. Kesesuaian luas lantai dengan volume ruang Terkait dengan kapasitas tempat duduk, The Association of British Theatre Technicians dalam Mills mengklasifikasikan AUDITORIUM dari yang berukuran kecil hingga sangat besar yakni: ukuran sangat besar berkapasitas 1500 atau lebih tempat duduk, ukuran besar 900-1500 tempat duduk, ukuran sedang 500 – 900 tempat duduk dan ukuran kecil kurang dari 500 tempat duduk. Doelle

menyebutkan bahwa nilai volume per tempat duduk penonton yang

direkomendasikan untuk AUDITORIUM serbaguna minimal 5.1 m³ (m cubic), optimal 7.1 m³ dan maksimal 8.5 m³. Dari perbandingan tersebut dapat diperoleh standar ukuran volume yang dipersyaratkan untuk gedung ukuran tertentu sehingga kelebihan ataupun kekurangan kapasitas ruang dapat dihindari . 7. Menghindari pemantul bunyi paralel yang saling berhadapan Bentuk plafond paralel secara horisontal seperti gambar di bawah ini tidak dianjurkan.

pemantulan yang berguna

Arah bunyi Area tempat duduk penonton Sumber bunyi

panggung

30˚

Gambar 4.Bentuk plafond paralel yang tidak dianjurkan Sumber: Doelle (1990)

13

Pada gambar di atas terjadi pemantulan kembali sebagian besar bunyi langsung (direct sound) ke sumber bunyi, dan sebagian lagi dipantulkan ke langit-langit dengan waktu tunda singkat yang terbatas baru kemudian disebarkan ke arah penonton sehingga bunyi langsung yang diterima penonton lebih sedikit sehingga kekerasan sangat berkurang. Disarankan bentuk permukaan pemantul bunyi yang miring dengan permukaan yang tidak beraturan, terutama daerah plafond di atas sumber bunyi, agar sebagian besar bunyi langsung (direct sound) menyebar ke arah penonton dengan waktu tunda yang panjang sehingga bunyi langsung dapat diterima sebagian besar penonton hingga ke tempat duduk terjauh.

Gambar 5. Pemantulan yang dianjurkan Sumber: Doelle (1990)

14

8. Penempatan penonton di area yang menguntungkan Penonton harus berada di daerah yang menguntungkan, baik saat menonton maupun melihat pertunjukan, yakni berada pada area sumbu longitudinal.

stage

45 °

Area tempat duduk terbaik

Sumber bunyi

Gambar 6. Area sumbu longitudinal/ Sumber: Doelle (1990) Area sumbu longitudinal merupakan area untuk pendengaran dan penglihatan terbaik, sehingga harus diefektifkan untuk tempat duduk. Harus dihindari perletakan lorong sirkulasi di area ini . Selain ditinjau dari kualitas mendengar dan melihat dari segi penontonnya, juga harus dilihat dari segi kenyamanan pemainnya. Agar pemain masih bisa leluasa dalam melakukan aksi panggungnya, maka rentang sudut yang masih bisa ditolerir 135° dari sumber bunyi seperti yang dijelaskan oleh Mills (1976:37) : Lingkar

area tempat duduk penonton yang lebih besar merupakan hal yang

menguntungkan karena lebih banyak penonton yang mendapatkan jarak mendengar dan melihat yang baik secara akustik maupun visual, tapi dalam beberapa hal cenderung tidak menguntungkan bagi penonton yang berada di sisi panggung yang lain. Lagipula, tidak mungkin bagi pemain untuk menghadap ke arah penonton yang berada di dua arah yang berlawanan dalam waktu yang bersamaan.

15

aktor 135° °

Batas area akting (act of commands)

audience

Gambar 7. Limit Lingkar area penonton yang dapat dijangkau pemain (act of command) Sumber: Doelle (1990)

Lingkar dengan sudut 135° merupakan batas maksimal, karena lebih dari itu akan menambah ketidakleluasaan penampilan pemain saat melakukan pertunjukan. 9. Bentuk plafon yang baik akustiknya 1.BentukCekung Bentuk cekung untuk bangunan auditorium membawa efek pada bentuk eksterior, kemudian bentuk cekung juga menimbulkan efek focal point atau sebagai pusat arah pantulan suara, disebut whispering gallery atau gema yang merambat. Bentuk cekung tersebut bila diolah menurut rambatan suara akan lebih mendukung kondisi akustik.

2. Bentuk Cembung Permukaan langit-langit yang melengkung cembung dengan penyusunan seperti gambar akan dapat memantulkan bunyi secara merata, memenuhi ruangan dan bagus untuk musik.

Selain dari bentuk langit-langit yang mendukung, hal yang harus diperhatikan lagi adalah penataan kursi penonton. Pada auditorium selalu memanfaatkan posisi kemiringan lantai pada posisi duduk penonton, agar semua penonton dapat menerima pantulan bunyi secara merata dan dapat menyaksikan pertunjukkan yang disajikan. Dalam penggabungannya sekaligus,

16

penggunaan sistem langit-langit dan kursi penonton memilki hubungan terkait dalam rangka merambatkan bunyi. Hubungan antara penggunaan bentuk ceiling dan pengaturan kursi disebut metode geometri. Penggunaan metode geometri tersebut ditujukan untuk merefleksikan suara pada auditorium besar. Berikut adalah hubungan antara penerapan bentuk ceiling dan pengaturan kursi audience ( Metode Geometri ). Untuk dinding, digunakan bentuk-bentuk akustik yang bisa berfungsi sebagai reflektor. Tidak hanya hal-hal di atas, tetapi posisi penyaji terutama orkestra memilki ketentuan khusus (menyebar). Bentuk menyebar tersebut dimanfaatkan karena di dalam orkestra terdapat berbagai macam alat musik yang digunakan dengan intensitas suara yang berbeda-beda. Dengan komposisi yang sedemikian rupa, maka harmonisnya suatu alunan orkestra dapat tercipta dengan baik dan menjadi satu kesatuan bunyi yang enak untuk didengarkan.

B. Pemilihan Bentuk Ruang yang Tepat Doelle (1995:95) menyebutkan bahwa bentuk ruang juga mempengaruhi kualitas bunyi. Ada beberapa bentuk ruang pertunjukan yang lazim digunakan , yaitu: bentuk empat persegi (rectangular shape), bentuk kipas (fan shape), bentuk tapal kuda (horse-shoe shape) dan bentuk hexagonal (hexagonal shape). 1.

Bentuk Ruang Empat Persegi (rectangular shape) merupakan bentuk tradisional yang

paling umum digunakan Ruang-ruang konser dari abad ke- 19 dan awal abad ke-20 seperti The Grosser Musikvereinsaal, Vienna, Andrew’s Hall Glasgow, The Concertgebouw Amsterdam, The Stadt Casino Basel dan Symphony Hall Boston, semuanya mempunyai bentuk lantai empat persegi. Keuntungan dari bentuk ruang ini dijelaskan Mills sebagai berikut: Keuntungan dari bentuk ini adalah tingkat tinggi keseragaman dan dalam keseimbangan energi baik awal dan akhir. Besar kecilnya suara untuk sejumlah besar suara lateral yang awal, ditingkatkan oleh kontribusi tambahan dari beberapa refleksi antara dinding-dinding samping.

Jadi bentuk ruang empat persegi panjang (rectangular shape) memiliki tingkat keseragaman suara yang tinggi sehingga terjadi keseimbangan antara suara awal dan suara akhir. Sisi lebar yang lebih kecil dapat merespon bunyi lateral /bunyi samping, diperkuat dengan pantulan yang berulang-ulang

17

antar dinding samping menyebabkan bertambahnya kepenuhan nada, suatu segi akustik ruang yang sangat diinginkan pada ruang pertunjukan.

stage

Gambar 8. Bentuk lantai empat persegi (Rectangular shape) Sumber: Doelle (1990)

Kelemahan dari bentuk ini adalah pada bagian sisi panjangnya, karena menjadikan jarak antara penonton dengan panggung terlalu jauh.Solusi untuk permasalahan ini adalah dengan mempersempit area panggung dan memperlebar sisi depannya. 2. Lantai bentuk Kipas (Fan Shape) membawa penonton dekat dengan sumber bunyi karena memungkinkan adanya konstruksi balkon. Keuntungan lain dari bentuk ini menurut Mills (1986: 29): Bentuk kipas mengandung jumlah maksimum orang di tiap sudut yang diberikan untuk karakteristik sumber maksimun penerima ditentukan oleh jarak. Hal ini berguna untuk penghematan biaya serta memungkinkan ruang untuk memenuhi persyaratan gedung Auditorium. Jadi keuntungan ruang bentuk kipas, dapat menampung penonton dalam jumlah banyak, disamping itu juga menyediakan sudut pandang yang maksimum bagi penonton.

18

Dinding belakang

stage

Gambar 9. Denah AUDITORIUM dengan bentuk kipas Sumber: Doelle (1990)

Akan tetapi disisi lain, banyak pula kekurangan dari bentuk ini memiliki kekurangan yang membuat reputasi akustiknya kurang baik, karena bentuk dinding samping yang melebar ke belakang menyebabkan pemantulan yang terlalu cepat ke dinding belakang yang dilengkungkan sehingga menciptakan gema dan pemusatan bunyi sehingga ruang ini cenderung memiliki akustik yang tidak seragam, dengan kondisi area duduk penonton bagian tengah yang kurang baik. 3. Ruang Bentuk Tapal Kuda (Horse-shoe shape) merupakan bentuk yang memiliki keistimewaan karakteristik yakni adanya kotak-kotak yang berhubungan (rings of boxes) yang satu di atas yang lain.Walaupun tanpa lapisan permukaan penyerap bunyi pada interiornya, kotakkotak ini berperan secara efisien pada penyerapan bunyi dan menyediakan waktu dengung yang pendek.Disamping itu bentuk dindingnya membuat jarak penonton dengan pemain menjadi lebih dekat. (Doelle:1990).

Area penonton Audience

stage

Stage/panggung

Gambar 10. Ruang berbentuk Tapal Kuda (Horse-shoe Shape) Sumber: Doelle (1990)

19

Akan tetapi disisi lain terdapat kekurangan yaitu permukaan dinding bagian belakang yang cekung merupakan bentuk yang tidak dianjurkan karena akan terjadi penyerapan suara yang terlalu tinggi di bagian belakang. Bentuk Lantai Hexagonal (Hexagonal Shape) di di bawah ini dapat membawa penonton sangat dekat dengan sumber bunyi, keakraban akustik dan ketegasan, karena permukaanpermukaan yang digunakan untuk menghasilkan pemantulan-pemantulan dengan waktu tunda singkat dapat dipadukan dengan mudah ke dalam keseluruhan rancangan arsitektur.

stage audience

Gambar 11. Bentuk Lantai Hexagonal (Hexagonal Shape) Sumber: Doelle (1990) C. Distribusi Bunyi yang Merata Energi bunyi dari sumber bunyi harus terdistribusi secara merata ke setiap bagian ruang, baik yang dekat maupun yang jauh dari sumber bunyi. Untuk mencapai keadaan tersebut menurut Doelle (1990:60) perlu diusahakan pengolahan pada elemen pembentuk ruangnya, yakni unsur langit-langit, lantai dan dinding, dengan cara membuat permukaan yang tidak teratur, penonjolan elemen bangunan, langit-langit yang ditutup, kotak-kotak yang menonjol, dekorasi pada permukaan dinding yang dipahat, bukaan jendela yang dalam dan sebagainya. Pengolahan bentuk permukaan elemen pembentuk ruang terutama dibagian dinding dan langit-langit dengan susunan yang tidak teratur dan dalam jumlah dan ukuran yang cukup akan banyak memperbaiki kondisi dengar, terutama pada ruang dengan waktu dengung yang cukup panjang. Cacat akustik merupakan kekurangan-kekurangan yang terdapat pada pengolahan elemen pembentuk ruang AUDITORIUM yang menimbulkan permasalahan akustik. Pemilihan material yang baik untuk ruang Auditorium akan di jelaskan di bawah ini.

20

1. Penggunaan Bahan Penyerap Bunyi Pemilihan bahan penyerap bunyi yang tepat untuk melapisi elemen pembentuk ruang AUDITORIUM sangat dipersyaratkan untuk menghasilkan kualitas suara yang memuaskan. Doelle (1990:33) menjelaskan mengenai bahan-bahan penyerap bunyi yang digunakan dalam perancangan akustik yang dipakai sebagai pengendali bunyi dalam ruang-ruang bising dan dapat dipasang pada dinding ruang atau di gantung sebagai penyerap ruang yakni yang berjenis bahan berpori dan panel penyerap (panel absorber) serta karpet. Bahan interior yang mendukung akustik • • • • • • • • • •

Bahan berpori Panel absorber Karpet Gypsum Kalsiboard Polyster Jerami Tempat telur Core limbah kayu sengon laut Styrofoam

a. Bahan Berpori Bahan berpori merupakan suatu jaringan selular dengan pori-pori yang saling berhubungan. Bahan akustik yang termasuk kategori ini adalah papan serat (fiber board), plesteran lembut (soft plasters), mineral wools dan selimut isolasi. Karakteristik dasar dari semua bahan berpori seperti ini adalah mengubah energi bunyi yang datang menjadi energi panas dalam pori-pori dan diserap, sementara sisanya yang telah berkurang energinya dipantulkan oleh permukaan bahan.Bahan akustik berpori dapat dibagi menjadi 2 kategori, yakni: unit akustik siap pakai, dan bahan yang disemprotkan.

Gambar 12. Unit akustik siap pakai yang berlubang dan bercelah

21

Unit akustik siap pakai meliputi bermacam-macam jenis ubin selulosa dan serat mineral yang berlubang, bercelah, bertekstur, panel penyisip dan lembaran logam berlubang dengan bantalan penyerap.Jenis-jenis ini dapat dipasang dengan berbagai cara, sesuai dengan petunjuk pabrik seperti disemen pada permukaan yang padat, dipaku, dibor pada kerangka kayu atau dipasang pada sistem langit-langit gantung. Unit akustik siap pakai khusus seperti acoustical board untuk pelapis dinding dan Geocoustic board dipasang pada langit-langit dalam susunan dengan jarak tertentu dalam potongan-potongan kecil.

Penggunaan bahan akustik siap pakai ini juga menguntungkan ditinjau dari daya serap bunyinya yang dijamin oleh pabrik, pemasangan dan perawatannya mudah, dapat dihias tanpa mempengaruhi jumlah penyerapan, penggunaannya dalam sistem langit-kangit dapat disatukan secara fungsional dan visual dengan instalasi penerangan, pemanasan dan pengkondisian udara. Apabila dipasang dengan tepat maka penyerapannya dapat bertambah. Bahan yang disemprotkan digunakan terutama untuk tujuan reduksi/pengurangan bising . Bahan ini berbentuk semiplastik, diterapkan dengan cara disemprotkan melalui pistol penyemprot /sprayer gun. Kelebihan dari bahan akustik jenis ini adalah fleksibilitasnya karena berbentuk cairan yang disemprotkan ke permukaan sehingga dapat diterapkan pada bentuk penampang apapun. Biasanya diterapkan pada ruang dalam auditorium dimana upaya pengolahan akustik lain tidak dapat dilakukan karena bentuk permukaan yang melengkung atau tidak teratur.Efisiensi akustiknya biasanya cukup baik apabila dikerjakan dengan cermat, tepat dalam penentuan komposisi plesteran, jumlah perekat, serta keadaan lapisan dasar yang digunakan. b. Penyerap Panel Penyerap panel merupakan bahan kedap yang dipasang pada lapisan penunjang yang padat (solid baking) tetapi terpisah oleh suatu rongga.

Gambar 13. Panel Penyerap (Panel Absorber) siap pakai yang bertekstur

22

Bahan ini berfungsi sebagai penyerap panel dan akan bergetar bila tertumbuk oleh gelombang bunyi. Getaran lentur dari panel akan menyerap sejumlah energi bunyi yang datang dan mengubahnya menjadi energi panas. Cara pemasangan sesuai dengan di semen pada permukaan yang padat, dipaku, dibor pada kerangka kayu atau dipasang pada sistem langit-langit gantung.

Gambar 14. Penerapan Panel Penyerap pada plafond dan dinding

Kelebihan dari bahan ini adalah kemudahannya untuk disusun sesuai desain yang diinginkan karena tersedia dalam ukuran-ukuran yang bervariasi, mudah dalam pemasangannya serta ekonomis dan merupakan penyerap bunyi yang efisien karena menyebabkan karakteristik dengung yang merata pada seluruh jangkauan frekuensi (tinggi maupun rendah karena berfungis untuk mengimbangi penyerapan suara yang agak berlebihan oleh bahan penyerap berpori dan isi ruang.Jenis bahan yang termasuk penyerap panel antara lain: panel kayu, hardboard, gypsum board dan panel kayu yang digantung di langit-langit. c. Karpet Karpet selain digunakan sebagai penutup lantai, juga digunakan sebagai bahan akustik karena kemampuannya mereduksi dan bahkan meniadakan bising benturan dari atas atau dari permukaan seperti suara seretan kaki, bunyi langkah kaki, pemindahan perabot rumah dan sebagainya. Karpet juga dapat diterapkan sebagai bahan pelapis dinding, untuk memberikan peredaman suara yang lebih optimal. Makin tebal dan berat karpet maka makin besar pula daya serap dan kemampuannya dalam mereduksi bising

Gambar 15. Bahan akustik dari Karpet

23

d. Gypsum Bahan papan gypsum standar (plasterboard) relatif lunak sehingga bahan gypsum relatif bisa menyerap suara dengan baik daripada dinding bata. Papan gypsum cocok digunakan untuk ruang-ruang yang memerlukan peredaman suara. Pemakaian papan gypsum sebagai pelapis dinding dapat membantu meredam gema yang ditimbulkan akibat pantulan balik suara, karena sifat peredaman gypsum yang baik inilah maka beberapa produsen mengeluarkan panel peredam suara yang lebih baik dengan berbahan dasar gypsum. e. Kalsiboard Papan Kalsi merupakan papan bangunan rata teknologi khusus dr Etex Group - Belgia. Kalsi terbuat dr semen, bahan organik, serta bahan penguat dan perekat alami. Kalsi 100% bebas asbes, tahan air, tahan rayap. Kalsi sangatlah menguntungkan. mudah, cepat, ringkas dlm pengerjaannya; biaya relatif murah; bersih serta kering dlm pelaksanaannya. f. Polyster Polyester fiber, adalah serat sintetik yang terbuat dari hasil polimerisasi etilen glikol dengan asam tereptalat melalui proses polimerisasi kondensasi. Hasil polimerisasi berupa chip atapun polimer leleh, yang kemudian di lakukan proses spinning untuk membentuk fiber. g. Jerami Jerami merupakan salah satu alat penyerap bunyi yang ekonomis. Cara pemakaiannya jerami dikeringkan terlebih dahulu. Setelah kering, jerami tersebut dipotong menjadi bagianbagian kecil. Selanjutnya, jerami dicampur dengan bahan perekat, ada juga yang dicampur dengan kanji yang dicampur air, ada pula yang dicampur dengan resin yang sudah dicampur dengan kloroform. h. Tempat Telur Tempat telur memiliki bentuk yang tidak merata dan berpori. Terbuat dari serbuk kertas dan bahan-bahan lain. Oleh karena itu mampu menyerap hasil pemantulan bunyi yang tidak berfungsi seperti gema.

24

25

BAB III KESIMPULAN

Dari pembahasan di atas maka kita dapat menyimpulkan bahwa suatu ruang Auditorium sangat berpengaruh oleh bentuk, jenis, dan struktur dari bahan dinding, plafond dan lapisan lantainya. Karena suara/bunyi terhadap material bangunan memiliki sifat pemantulan suara, penyerapan bunyi, penyebaran bunyi, pembelokan bunyi. Oleh karena itu dapat di simpulkan bahwa persyaratan khusus dalam membangun Auditorium sebagai berikut:   



 





Auditorium harus mempunyai bentuk sedemikian rupa sehingga penonton dapat sedekat mungkin dengan sumber suara. Setiap penonton selain menerima suara refleksi juga harus menerima suara langsung. Khusus untuk pertunjukkan musik, harus memiliki rasio bass yang cukup tinggi untuk memberi kesan kehangatan, serta menghindari penggunaan panil-panil tipis misalnya papan kayu ¾' yang akan meredam bunyi frekuensi rendah. Menghindari permukaan-permukaan yang menyebabkan gema (echo), lecutan ( seperti lecutan akibat pantulan yang cepat), rayapab ( bunyi yang merambat di permukaan kubah). Kepadatan tempat duduk 0,6-0,8m2 Untuk ruangan berbentuk persegi panjang dengan panggung depan, volume ruang per orang adalah 8 m2. Untuk penggung tengah volume ruang per orang adalah 13 m2. Permukaan pemantul bunyi di dekat panggung harus dapat memantulkan bunyi kembali ke panggung sehingga pemain dapat merasakan respon ruangan yang memadai. Permukaan dinding samping langit-langit, dinding balkon dan dinding panggung harus dapat memantulkan bunyi secara baur , dan hindari bentuk-bentuk rata.

26

DAFTAR PUSTAKA Biber, C., (2003). Air Density as a Function of Altitude and Temperature. Electronics Coolingzone News, September 2003. London. Brager, G. S. dan R. de Dear, R., (2001). Climate, Comfort, & Natural Ventilation: A new adaptive comfort standard for ASHRAE Standard 55. Center for Environmental Design Research. University of California, Berkeley. Brooks, C., dan Huff, I., (2006). The Effect of Altitude on Relative Humidity. University of Wyoming,

College

of

Engineering,

Department of Atmospheric Science Research. Goulart, S., (2004). Thermal Inertia and Natural Ventilation – Optimisation of Thermal Storage as a Cooling Technique for Residential Buildings in Southern Brazil. Architectural Association School of Architecture. Brazil. Henderson, D., dan Harper, B., (2003). Climate Change and Tropical Cyclone Impact on Coastal Communities’ Vulneralibity. Queensland State Government’ Department of Natural Resources and Mines and the Department of Emergency Services, CTS Report TS582. Humphreys, M.A. dan Nicol, J.F., (2000). Outdoor temperature and indoor thermal comfort: raising the precision of the relationship for the 1998 ASHRAE database of field studies. ASHRAE Transactions 206(2), pp 485-492. Krüger, E., (2001). Estimation of Relative Humidity for Thermal Comfort Assessment. The 7th International IBPSA Conference, Rio de Janeiro-Brazil, August 13-15. Mangunwijaya Y.B., (1994). Pengantar Fisika Bangunan. Djambatan. Jakarta. Oki , M. dan Shiina, H., (2003). Preliminary Study on an Estimation Method for Annual Solar Irradiance at Various Geographial Altutudes. The 8th International IBPSA Conference, Eindhoven-Netherlands, August 11-14. Pessenlehner, W. and Mahdavi, A., (2003). Building Morphology, Transparence, and Energy Performance. The 8th International IBPSA Conference, Eindhoven-Netherlands, August 11-14. Rapoport, A., (1969). House Form and Culture. Englewood Cliffs. Prentice Hall. New Jersey. Santosa, M., (2001). Harmoni di Lingkungan Tropis Lembab: Keberhasilan Bangunan Kolonial. Jurnal Dimensi Teknik Arsitektur, Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Kristen Petra, Vol. 29, No. 1, pp 34-42.

27

Related Documents


More Documents from "Mar'ah Nisa"