BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Filsafat modern, adalah wacana filsafat yang lahir sebagai respon terhadap suasana filsafat sebelumnya. Kefilsafatan sebelum masa modern adalah kefilsafatan yang bercorak tradisional, yang bisa diartikan “berfilsafat dengan cara-cara lama”, sebagaimana arti kata tradisional berbanding terbalik dengan arti kata modern yang mermakna sebagai “sesuatu yang baru”. Makna modern (sesuatu yang baru), mencakup segenap sendi-sendi kehidupan social dan budaya manusia yang terkait dengan dimensi materil dan spiritualnya pada seputar bagaimana cara mengetahui yang benar, kevalidan sesuatu, struktur pengetahuan itu sendiri dan implementasi nilai-nilai yang terkandung dalam pengetahuan manusia. Lahirnya filsafat dalam ruang sejarah manusia tidak dapat dilepaskan dari kondisi yang melingkupinya. Demikianpun dengan wacana filsafat modern, selain dapat diartikan sebagai filsafat yang merespon (mengkritisi, membongkar, kadang-kadang menguatkan) tradisi dalam kurun waktu tertentu, modern juga mengandung nilai-nilai kesinambungan yang kontinyu, berdasarkan keadaanya. Kebebasan berfikir selalu dibatasi oleh kekuasaan gereja, hingga kondisi ini melahirkan sebuah kegelisahan intelektual oleh para ilmuan yang bermuara pada lahirnya revolusi berfikir yang berontak terhadap keadaan tersebut. Suasana ini menjadi latar sejarah lahirnya filsafat modern yang kelak menjadi penentu bangkitnya Eropa modern dengan segala aspeknya (renaisance). Dengan demikian filsafat modern berarti filsafat yang mengandung kebaruan berdasarkan waktunya, corak epistemologinya dan dinamika yang terjadi pada seputar metodologi dan kerakteristiknya. Filsafat modern dalam kajiannya akan dihubungkan dengan filsafat fisika yang nantinya akan kami bahas selanjutnya dimakalah ini.
1
1.2 Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah : 1. Bagaimana latar sejarah filsafat modern dan lahirnya renaissance ? 2. Apa saja aliran-aliran pokok dalam filsafat modern ? 3. Bagaimana pengertian filsafat dan fisika ? 4. Bagaimana perkembangan ilmu fisika dalam filsafat ? 5. Bagaimana filsafat fisika modern ?
1.3 Tujuan Makalah Adapun tujuan dalam makalah ini adalah untuk : 1. Mengetahui latar sejarah filsafat modern dan lahirnya renaissance 2. Mengetahui apa saja aliran-aliran pokok dalam filsafat modern 3. Mengetahui pengertian filsafat dan fisika 4. Mengetahui perkembangan ilmu fisika dalam filsafat 5. Mengetahui filsafat fisika modern
2
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Latar Sejarah Filsafat Modern dan Lahirnya Reneisance Sejarah filsafat terdiri dari tiga periode. Periode pertama, adalah periode klasik, sebagai kelanjutan era kuno yang dimulai dari Athena, Alexsanderia, dan pusat-pusat pemikiran Helenistik dan Roma. Periode kedua, adalah periode pertengahan dan periode ketiga, adalah periode modern yang dilanjutkan dengan periode post-modernisme. Socrates masuk pada kategori era klasik bersama para filosof lainnya, semisal Plato yang menjadi muridnya dan kemunculan Aristoteles sebagai murid dari Plato menjadi puncak keemasan era filsafat klasik. Filsafat Plato menemukan sebuah realitas sejati yang disebutnya sebagai dunia ide yang merangkum segala bentuk kebenaran berdasarkan ide atau sisi rasionalitas manusia. Baginya realitis fisik adalah refleksi terhadap dunia ide. Berbeda dengan muridnya, Aristoteles memperkenalkan paham realisme. Menurutnya realitas adalah benda-benda konkrit yang menciptakan kesatuan antara bentuk dan subtansi. Setelah masa Aristoteles, wacana kefilsafatan menjadi redup. Kerakteristik filsafat Barat abad pertengahan adalah pembenaran terhadap otoritas Kitab. Salah seorang yang terkenal pada masa itu adalah Thomas Aquinas (1225-1274 M), K. St.
Bona
Venture
(1221-1257M).
Pemikiran
mereka
berusaha
untuk
merekonsiliasi antara akal dan wahyu. Mereka berusaha menjabarkan dogmadogma Kristen dengan ajaran filsafat. Akal pada waktu itu bagaikan hamba perempuan untuk memuaskan nafsu “kelaki-lakian” teologi Kristen. Seorang tokoh lain yang muncul pada waktu itu adalah St. Agustinus (1354-1430M) bahkan tidak percaya dengan kekuatan akal dalam mencari kebenaran apapun. Baginya kebenaran sepenuhnya terbenam, berada dalam wahyu Tuhan (teks). Singkatnya, pada masa itu, persoalan epistemologi mengalami kepiluan dan penderitaan di bawah tafsir tunggal para agamawan yang sekaligus menjadi penguasa politik pada zaman tersebut . Kekuasaan keagamaan yang tumbuh berkembang selama abad pertengahan di
3
Eropa tampaknya menyebabkan terjadinya supremasi Semitik di atas alam pikiran Hellenistik. Di lain pihak, orang merasa dapat memadukan Hellenisme yang bersifat manusiawi intelektual dengan ajaran agama yang bersifat samawisupernatural. Dari sinilah tumbuh rasionalisme, empirisme, idelisme, dan positivisme yang kesemuanya memberikan perhatian yang amat besar terhadap problem pengetahuan nonmetafisika (bukan agama) dan lahirlah babakan baru yakni babak modern yang ditandai dengan gerakan renaissance yang merentang dari abad 14 M hingga abad 16. Reneisance dalam bahasa Prancis dan Inggris berarti kelahiran kembali atau kebangkitan kembali. Dalam bahasa latin, kata renaissance diidentikkan dengan arti kata, nascentia, nascor, yang bermakna kelahiran, lahir, dilahirkan. Istilah ini meliputi suatau zaman di mana setiap orang merasa dilahirkan kembali dalam keadaban. Zaman tersebut menekankan otonomi atau kedaulatan manusia dalam berfikir, bereksplorasi, bereksprimen dalam mengembangkan seni sastra dan ilmu pengetahuan di Eropa. Manifestasi utama dari gerakan ini adalah; gerakan humanisme, eksistensialisme dan naturalisme dengan menerjemahkan kembali sumber-sumber Yunani dan Romawi yang mengantar terbukanya pemikiran manusia terhadap illmu-ilmu baru (modern). Dalam bidang agama istilah renaissance ditandai dengan terusiknya kemapanan agama Kristen yang mengarah pada reformasi protestan.
2.2 Aliran- aliran Filsafat Modern Usaha kritis dalam filsafat adalah untuk memeriksa kembali nilai pengetahuan manusia. Hal ini di pandang sebagai usaha manusia untuk membedakan apa yang mantap dengan apa yang rapuh di dalam keyakinan-keyakinan umum. Namun kesulitannya adalah menemukan norma untuk melaksanakan pembedaan ini. Apakah ciri khas dari pengetahuan yang kokoh yang membedakannya dari pengetahuan yang palsu ? Salah satu usaha radikal dan cerdik untuk menjawab persoalan ini ialah dengan metode yang dikenal nama metode rasional.
4
1. Rasionalisme. Mazhab ini dipelopori oleh Rene descartes (1596-1650), seorang filosof Prancis yang digelar sebagai bapak filsafat modern. Setelah lama merenung ia munculkan untuk menghidupkan kembali pemikiran filsafat idealitas yang berakar pada idealisme Plato. Ia melahirkan prinsip yang terkenal cagito ergo sum (aku berpikir maka aku ada). Dalam pencarian pondasi yang kuat bagi pengetahuan, ia memutuskan untuk tidak menerima kebetulan-kebetulan dan menolak semua yang tidak pasti. Dalam hal, Kennet T Gallagher menyebutnya sebagai skeptisme moderat, lawan dari skeptisme absolut dimana Descartes mengistilahkan metodenya sebagi keraguan metodis Universal. Ia menggunakan keraguan untuk mengatasi keraguan. Salah satu cara untuk mengetahui sesuatu yang pasti dan tidak dapat diragukan adalah dengan melihat seberapa jauh sesuatu itu dapat diragukan. Menurut Decartes observasi melalui penginderaan, kadang-kadang menipu manusia, konsekwensinya manusiapun kadang melakukan kesalahan dalam penalaran. Namun jika manusia “membuang” semua dimensi inderawinya, maka kalaupun ada, apalagi yang tersisa? Dia mengatakan; Kita harus mengakui bendabenda jasmani ada. Namun, mungkin benda-benda tersebut tidak persis sama seperti yang saya tangkap dengan indera, sebab pemahaman dengan indera ini dalam banyak hal sangat kabur dan kacau; tetapi kita sekurang-kurangnya harus mengakui bahwa semua benda yang saya pahami di dalamnya dengan jelas dan disting...haruslah sungguh-sungguh dipahami sebagai obyek luar. Bagi Descartes dunia yang nampak oleh indera tidak akan mampu memberikan keyakinan benar, seperti oase di tengan pada pasir. Oleh karena apa yang nampak bahkan tubuh kita sendiri, nampaknya sangat meragukan, sehingga tidak ada satupun yang nyata kecuali keraguan itu sendiri. Ketika segalanya nampak meragukan, tentu saja saat itu ada sesuatu yang melakukan tindakan meragu, yaitu “aku” yang sedang ragu, berpikir dan sadar. Inilah pengetahuan yang terang dan jelas (clara et distincta) kebenaran yang tidak lagi terbagi. Ide seperti ini ini, clara et distincta, adalah cita-cita kesempurnaan bagi suatu
5
pengetahuan dan hanya yang tak terbatas yang menyebabkan ide itu ada dalam diri manusia. Dan yang sempurna itulah tuhan. Oleh karena itu, Tuhan adalah aksistensi yang jelas dengan sendirinya. Dia-lah yang menjamin keberadaan akal manusia, sehingga kerja akal turut dalam dalam jaminan Tuhan. Maka konsepsi akal mengenai jumlah, letak dan ukuran, semua obyek yang bersifat materi pastilah benar. Pada posisi ini manusia mampu memahami kebenaran secara obyektif. Oleh karena itu rasionalisme Descartes memandang ilmu pengetahuan bersifat obyektif. Descartes mengajukan tiga jenis subtansi dasar yaitu; Tuhan, pikiran dan materi. Tuhan adalah subtansi utama yang menciptakan dua subtansi yang lain. Pikiran sesungguhnya adalah kesadaran ia tidak mengambil tempat dalam ruang, karena tidak dapat dibagi. Sedangkan dunia luar atau badan adalah materi yang cenderung mengalami perluasan (ekstensa) dan mengambil tempat dalam ruang, karenanya dapat dipecah menjadi bagian-bagian kecil. Alam atau materi adalah kumpulan dari bagian-bagian kecil yang bekerja menurut hukum mekanik. Dengan demikian tubuh manusia, sebagai alam materi, seperti mesin otomatis atau arloji yang dapat bekerja sendiri meskipun lepas dari pembuatnya. Secara demikian Descartes, sebagai tokoh sentral rasionalisme modern, memandang bahwa alam materi hanya dapat dipahami dengan metode analisis, yaitu mereduksi realitas material menjadi bagian-bagian kecil dan matematika adalah bahasannya. Tuhan berlaku sebagai penjamin keberadaan akal dan materi, tuhan menciptakan alam seperti seorang menciptakan jam yang sekali jadi tidak ada lagi hubungan dengan penciptanya. Hubungan pencipta dengan yang diciptakan hanyalah berlaku sebagai hubungan pertama. Epistemologi rasionalitas-Cartesian jelas memisahkan antara pengetahuan alam materi dengan pengetahuan alam metafisik. Alam materi hanya dapat diperoleh melalui analisis, eksprimentasi, sedangkan kebenaran tentang Tuhan atau kebenaran yang bersifat metafisik berhenti secara sederhana. Tuhan tetap aman pada tempatnya sebagai pencipta, selain itu tidak ada “tempat” untuk Tuhan. Mengenai hal ini Kennet T Gallagher menyebut pandangan Descartes sebagai pandangan dikotomis yang dilain sisi menegaskan pandangan mekanis
6
mengenai alam semesta yang memungkinkan kemajuan pesat di dalam sains, tetapi memperlakukan manusia seperti “hantu yang merasuki sebuah mesin” yang bekerja dengan hukum mekanika mesin. Pada realitas ini, Descartes menimbulkan masalah lain yaitu tentang akal budi manusia yang sangat rumit, terkait dengan segala dimensi idealitasnya. Selain Descartes, rasionalisme abad 17 memiliki beberapa tokoh sentral seperti Spinoza (1632-1677), Lebnis (1648-1716). Kebanyakan para filosof rasionalis tertap mempertahankan eksistensi Tuhan, walaupun tetap terjadi pemisahan radikal antara alam dengan Tuhan.
2. Empirisme Empirisme pertama kali diperkenalkan oleh filsuf dan negarawan Inggris Francis Bacon pada awal-awal abad ke-17. Ia bermaksud meninggalkan ilmu pengetahuan yang lama karena dipandang tidak memberi kemajuan tidak memberi hasil yang bermanfaat, dan tidak memberikan hal-hal yang baru bagi kehidupan.Akan tetapi perkembangan pemikiran empirisme ini di desain secara lebih sistemik oleh John Locke yang kemudian dituangkan dalam buku- nya “Essay Concerning Human Understanding (1690)”.John Locke memandang bahwa nalar seseorang pada waktu lahirnya adalah ibarat sebuah tabula rasa, sebuah batu tulis kosong tanpa isi, tanpa pengetahuan apapun. Lingkungan dan pengalamanlah yang menjadikannya berisi. Pengalaman indrawi menjadi sumber pengetahuan bagi manusia dan cara mendapatkannya tentu saja lewat observasi serta pemanfaatan seluruh indra manusia. John Locke adalah orang yang tidak percaya terhadap konsepsi intuisi dan batin. Menurut John Locke ide dalam benak manusia didapatkan melalui pengalaman atau aposteriori. Ide manusia lalu terbagi dua yaitu ide sederhana dan ide kompleks. Ide sederhana didapatkan melalui penginderaan yang disebut sensasi, sedangkan ide kompleks ialah refleksi terhadap ide sederhana yang kemudian membentuk persepsi. Pengetahuan yang rumit harus dapat dilacak kembali pada penginderaan yang sederhana, jika tidak akan beresiko menjadi pengetahuan yang keliru, karenanya harus ditolak.
7
Bagi Locke persepsi manusia dapat membedakan dua kualitas pada benda, yaitu kualitas primer dan kualitas sekunder. Kawalitas primer bersifat riil yang terdapat pada benda itu sendiri, seperti; kepadatan, keluasan, bentuk, gerak, berat, jumlah dan lain-lain. ide yang timbul dari kualitas primer merepresentasikan benda secara akurat, kualitas inilah yang merupakan bagian esensial dalam kerakteristik kebenaran pengetahuan. Karena itu ilmu bersifat obyektif yang dikarenakan berdasarnya nilai pada indera yang merefleksikan kualitas primer pada benda. Selain kualitas primer ide juga merupakan kualitas lain ketika mempersepsi kualitas sekunder seperti, warna, bau, rasa, suara, yang bergantung pada kemampuan persepsi manusia, karena tidak menggambarkan realitas sejati dan mungkin saja meleset sehingga tidak terjamin kebenarannya. Oleh karena itu ide yang muncul dari kualitas sekunder bersifat subyektif. Berdasarkan pemahaman ini maka pengetahuan manusia tentang Tuhan dengan sendirinya bersifat subyektif. Karena berdasarkan teori ini, ide tentang Tuhan dapat dirasakan melalui eksistensi diri, bahwa diri manusia adalah sesuatu yang ada. Sesuatu yang ada hanya tercipta dari keabadian dan ketiadaan tidak mungkin mengahasilkan sesuatu. Pengetahuan manusia yang bersumber dari eksistensi dirinya bermula dari eksistensi yang lebih luas atau eksistensi abadi dan inilah yang disebut Tuhan. Namun sayangnya pengetahuan manusia mengenai eksistensi tergolang dalam kualitas sekunder, dimana kualitas sekunder mungkin saja keliru. Karena itu meskipun metode Locke mengakui ide tentang Tuhan namun ide tersebut sangatlah samar dan meragukan. Hanya sains yang jelas dan terang serta pasti, karena berangkat dari kualitas primer yang mengambarkan dunia materi secara akurat meskipun dunia yang digambarkan adalah dunia yang tak bernyawa dan tidak berbeda dari mesin. Filsuf empirisme lainnya adalah Hume. Ia memandang manusia sebagai sekumpulan persepsi (a bundle or collection of perception). Manusia hanya mampu menangkap kesan-kesan saja lalu menyimpulkan kesan-kesan itu seolaholah berhubungan. Pada kenyataannya, menurut Hume, manusia tidak mampu menangkap suatu substansi. Apa yang dianggap substansi oleh manusia hanyalah kepercayaan saja. Begitu pula dalam menangkap hubungan sebab-akibat. Manusia
8
cenderung menganggap dua kejadian sebagai sebab dan akibat hanya karena menyangka kejadian-kejadian itu ada kaitannya, padahal kenyataannya tidak demikian. Selain itu, Hume menolak ide bahwa manusia memiliki kedirian (self). Apa yang dianggap sebagai diri oleh manusia merupakan kumpulan persepsi saja.
3. Idealisme Di dalam filsafat idealisme adalah doktrin yang mengajarkan bahwa hakikat dunia fisik hanya dapat dipahami dalam kebergantungannya pada jiwa (mind) dan spirit (roh). Idealisme secara umum selalu berhubungan dengan rasionalisme. Ini adalah mazhab epistemologi yang mengajarkan bahwa pengetahuan a priori atau deduktif dapat diperoleh manusia dengan akalnya. Lawan rasionalisme dalam epistimologi ialah empirisme yang mengatakan bahwa pengetahuan bukan diperoleh lewat rasio (akal), melainkan melalui pengalaman empiris. Menurut
pandangan
subjektif,
materi
adalah
sebagaimana
yang
dipahamioleh manusia. Menurut pandangan objektif, materi adalah ide dalam pikiran Tuhan, bebas dari tangkapan manusia. Demikian Barkeley. Sedangakan Kant menyebut dirinya sebagai idealis empiris , tetapi ia sebenarnya idealis transandental (transcendental idealist). Filosof yang dapat digolongkan sebagai filosof idealis cukup banyak. Berikut ini diuraikan tokoh penting dalam filsafat idealisme, yaitu Fichte, Schelling, dan Hegel.
Fichte (1762-1814) Johann Gottlieb Fichte adalah filosof Jerman. Ia belajar teologi di Jena pada tahun 1780-88. Filsafat menurut Fichte haruslah di deduksi dari stu prinsip. Ini sudah mencukupi untuk memenuhi tuntutan pemikiran, moral bahkan seluruh kebutuhan manusia. Prinsip yang dimaksud ada di dalam etika: bukan teori, melainkan prateklah yang menjadi pusat yang di sekitarnya kehidupan diatur.
9
Menurut Fichte, dasar kepribadian kemauan; bukan kemauan irasional seperti pada Schopenhauer, melainkan kemauan yang dikontrol oleh kesadaran bahwa kebebasan diperoleh hanya dengan melalui kepatuhan kepada peraturan. Fisafat bagi Fichte adalah filsafat hidup yang terleak pada pemilihan antara moral idealisme dan moral materialisme. Reese (1980-172-3) membuat ringkasann filsafat fichte sebagai berikut. 1. Fichte amat banyak dipengarui oleh Kant.hassilnya ialah idealisme itu menjadi
idealisme yang berangkat dari kemauan moral.
2. Kurang tapat bila kita mengatakan bahwa seseorang memahami karena ia memikirkan objek. Yang tepat ialah seseorang memahami karena ia melihat objek; dan ini, sebagaimana kita saksikan, adalah cara manusia memahami. 3. Fichte
menyatakan
dalam
bahwa
keharusan
terlibatnya
segala
sesuatu
penempatan diri dalam Ego-absolut adalah suatu keharusan
teologis dan keharusan dialektis. 4. Karena keharusan yang dilihatnya mula-mula dalam alam hanyalah keharusan
dalam pikiran, maka ia tidak begitu memperhatikannya.
5. Keunggulan kesadaran moral ialah tidak memerlukan contoh. Ia memerlikan
dunia yang disana kita bebas berbuat dan bertanggung
jawab serta memenuhi
tugas kita satudengan yang lainnya. Itu adalah
dunia spiritual yang tidak
ditentukan oleh ruang dan waktu.
6. Akan tetapi, mengapa kita mempercayai penginderaan? Kita berbuat demikian
agar kita mampu meningkatkan kebijakan kita dalam
mengenali berbagai
kesulitan di dalam hidup ini
7. Di belakang tugas dan kesadaran moral itu ada roh (spirit) dan moral, yang dapat dikenali pada diri Tuhan, Tuhan sebagai Dunia, logos, bukan sebagai Pencipta
atau Penyebab. Tuhan Fichte itu disebut juga
"Ada" (Being) atau absolut. Tuhan sempurna.
10
itu kekal (eternal), maka ia mesti
Schelling (1775-1854) Friedrich Wilhelm Joseph schelling sudah mencapai kematangan sebagai filosof pada waktu ia masih sangat muda. Pada periode terakhir dalam hidupnya ia mencurahkan perhatiannya pada agama dan mistik. Schelling membahas realitas lebih objektif dan menyiapkan jalan bagi idealisme absolut Hegel. Dalam pandangan Scelling, realitas adalah identik dengan gerakan pemikiran yang berevolusi secara dialektis. Pada Scelling, juga pada Hegel, realitas adalah proses rasional evolusi dunia menuju realisasinya pada suatu ekspresi kebenaran terakhir. Reese (1980:511) menyatakan bahwa filsafat Schelling berkembang melalui lima tahap. (1) Idealisme subjektif, (2) Fisafat alam, (3) Idealisme transendental atau idealisme objektif, (4) Filsafat identitas, (5) Filsafat positif.
Hegel (1770-1831) Hegel lahir pada tahun 1770 di Stuttgart. Pusat filsafat Hegel ialah konsep Geist (roh,spirit), suatu istilah yang diilhami oleh agamanya. Roh dalam pandangan Hegel adalah sesuatu yang real, kongkret, kekuatan yang objektif, menjelma dalam berbagai bentuk sebagai world or spirit (dunia roh), yang menempat pada objek-objek khusus. Di dalam kesadaran diri, roh itu merupakan esensi manusia dan juga esensi sejarah manusia. Dalil Hegel yang terkenal berbunyi "Semua yang real bersifat rasional dan semua yang rasional bersifat real." Konsep filsafat Hegel seluruhnya historis dan relatif. Kunci filsafat Hegel terletak pada pandangannya tentang sejarah. Sejarah menurut Hegel, mengikuti jiwa dialektik. Untuk menjelaskan filsafatnya, Hegel menggunakan dialektika sebagai metode, yang dimaksut oleh Hegel dengan dialektika ialah mendamaikan, mengompromikan hal-hal yang berlawanan (Bertens, 1979:68). Proses dialektika selalu terdiri atas tiga fase. Fase pertama (tesis) dihadapi antitesis (fase kedua), dan akhirnya timbul fase ketiga (sintesis). Sintesis baru segera menjadi sintesis baru, dihadapi oleh antitesis baru, dan menghasilkan
11
sintesis baru. Dan sintesis baru ini segera pula menjadi tesis baru lagi, dan seterusnya.
4. Empirisme Istilah empirisme diambil dari bahasa Yunani empiria yang berarti cobacoba atau pengalaman. Sebagai doktrin, empirisme adalah lawan rasionalisme. Oleh karena itu, adanya kemajuan ilmu pengetahuan dapat dirasakan manfaatnya, maka pandangan terhadap filsafat mulai merosot. ilmu pengetahuan besar sekali manfaatnya bagi kehidupan. Kemudian beranggapan bahwa pengetahuan yang bermanfaat, pasti dan benar hanya di peroleh lewat indera (empiri), dan empirislah satu-satunya sumber. Pemikiran tersebut lahir dengan nama empirisme. Empirisme adalah salah satu aliran yang menekankan peranan pengalaman dalam memperoleh pengetahuan serta pengalaman itu sendiri, dan mengecilkan peranan akal. Empirisme, berpendirian bahwa semua pengetahuan diperoleh lewat indra. Indra memperoleh kesan-kesan dari alam nyata, untuk kemudian kesan-kesan tersebut berkumpul dalam diri manusia, sehingga menjadi pengalaman. Untuk memahami inti filsafat empirisme perlu memahami dulu dua ciri pokok empirisme yaitu mengenai makna dan tiori tentang pengetahuan. Filsafat empirisme tentang teori makna, teori makna dan empirisme selalu harus dipahami lewat penafsiran pengalaman. Oleh karena itu, bagi orang empiris jiwa dapat dipahami sebagai gelombang pengalaman kesadaran, materi sebagai pola jumlah yang dapat di indra dan dihubungkan kualitas sebagai urutan pristiwa yang sama. Filsafat emperisme tentang teori pengetahuan, menurut orang rasionalis ada beberapa kebenaran umum seperti setiap kejadian tentu mempunyai sebab, dasar-dasar matematika, dan beberapa prinsip dasar etika, dan kebenarankebenaran itu benar dengan sendirinya.
12
5. Pragmatisme Pragmatisme adalah aliran filsafat yang mengajarkan bahwa yang benar adalah segala sesuatu yang membuktikan dirinya sebagai yang benar dengan melihat
kepada
akibat-akibat
atau
hasilnya
yang
bermanfaat
secara
praktis. Dengan demikian, bukan kebenaran objektif dari pengetahuan yang penting melainkan bagaimana kegunaan praktis dari pengetahuan kepada individu-individu. Dasar dari pragmatisme adalah logika pengamatan, di mana apa yang ditampilkan pada manusia dalam dunia nyata merupakan fakta-fakta individual, konkret, dan terpisah satu sama lain. Dunia ditampilkan apa adanya dan perbedaan diterima begitu saja. Representasi realitas yang muncul di pikiran manusia selalu bersifat pribadi dan bukan merupakan fakta-fakta umum. Ide menjadi benar ketika memiliki fungsi pelayanan dan kegunaan. Dengan demikian, filsafat pragmatisme tidak mau direpotkan dengan pertanyaan-pertanyaan seputar kebenaran, terlebih yang bersifat metafisik, sebagaimana yang dilakukan oleh kebanyakan filsafat Barat di dalam sejarah Pragmatisme James merupakan paham tentang pemikiran, pendapat, dan teori, yang dapat dipraktikkan yang dianggap benar dan berguna. Dengan ini James menganggap nonsens terhadap “ide” Plato, “pengertian umum” Socrates, definisi Aristoteles, skeptisisme Descartes. Pragmatisme James merupakan suatu cara
anti
intelektual,
sementara
Peircesebaliknya.
Peirce
membatasi
pragmatismenyatentang pengertian, sementara James menganggap bahwa selain, pragmatisme juga perlu mengambil sikap tentang kebenaran. Pragmatisme James menjadi berguna dan dapat dipakai dalam kehidupan, baik pada seseorang maupun nilai-nilai manusiawi di dalam agama dan moral, lebih dari sekadar halhal yang semata-mata mengenai pengertianrasional ilmiah sebagaimana pada Peirce.
13
6. Eksistensialisme Filsafat ini pada dasarnya adalah protes terhadap pandangan bahwa manusia adalah benda serta tuntutan agar eksistensi personal seseorang harus diperhatikan secara serius. Asal-usul gerakan filsafat eksistensialisme ini dapat dilacak dari abad 19. Soren Kierkegaard kerap dianggap Bapak Eksistensialisme. Namun, pada masa Kierkegaard hidup, para filsuf dan publik Denmark tak menanggapi tulisantulisannya secara serius. Pengaruh Kierkegaard baru terasa dan diakui pada abad ke-20. Penulis dan filsuf seperti Jean-Paul Sartre, Martin Heidegger banyak terinspirasi oleh karya-karya Kierkegaard. Eksistensialisme memperoleh pengaruh cukup besar sesudah Perang Dunia II, terutama pada tahun 1945–1955. Perwujudan populer lewat karya-karya kesusastraan dengan tema eksistensialis juga membantu masyarakat untuk menangkap pesan-pesan eksistensialisme tersebut. Makin lama, aliran ini tersebar ke seluruh Eropa, bahkan pengaruhnya meluas sampai ke benua-benua lain. Ada yang membagi aliran eksistensialisme dalam dua kubu. Pertama, adalah kubu Katolik (agama), seperti Jaspers dan Marcel yang bergerak menuju Tuhan. Kubu lainnya adalah eksistensialis ateis, yaitu Sartre, Heidegger, dan Camus.
Soren Kierkegaard Dua hal yang menjadi perhatian Kierkegaard dalam tulisan-tulisannya adalah filsafat idealisme Hegelian dan agama Kristen yang menjadi agama resmi Denmark. Dalam filsafat Hegel, segala bentuk pertentangan dan konflik dalam realitas dan perjalanan hidup manusia, termasuk perang dan revolusi, dapat didamaikan. Filsafat, melalui proses dialektika, pada akhirnya menjadi pengetahuan tak terbatas mengenai segala sesuatu dan yang dapat menjelaskan segala
sesuatu.
menghilangkan
Bagi
Kierkegaard,
kepribadian
manusia.
pemikiran Filsafat
kompleksitas manusia dalam pergulatan hidupnya.
14
abstrak Hegel
Hegel mereduksi
tersebut segala
Menurut Kierkegaard, yang ia butuhkan bukanlah kumpulan pengetahuan sistemik mengenai kebenaran objektif, melainkan bagaimana hidup, membuat pilihan, dan mengambil keputusan yang benar. Mengenai kekristenan, Kierkegaard, melihat umat Kristen mudah membicarakan ajaran Kristen, namun sedikit yang hidup dengan ajaran tersebut. Agama Kristen sudah menjadi hal biasa, membosankan, dan biasa saja. Kierkegaard memandang bahwa filsafat idealisme Hegel merusak pemikiran yang benar mengenai iman Kristen. Apa pasalnya? Karena telah membuat keimanan lebih rendah dibanding akal manusia sementara agama Kristen mengajarkan iman ada di atas dan di luar akal manusia. Manusia selalu ingin menggapai kebenaran atau realitas objektif. Kita ingin tahu dengan pasti mengenai dunia sebagaimana adanya, begitu pula tentang dunia Ilahi dan kematian. Kita ingin tahu secara pasti bahwa pernikahan kita akan langgeng, dan sebagainya. Sebuah realitas sebagaimana adanya, tidak terpengaruh oleh pemahaman kita sebagai manusia, dan menjadi tolok ukur apakah penilaian manusia itu benar atau salah. Bagi Kierkegaard, kita tidak akan pernah menggapai realitas objektif tersebut. Baginya, kebenaran sebagai subjektivitas. Subjektivitas adalah poros utama argumen Kierkegaard. Filsafat idealisme Hegel menekankan pada realitas objektif. Kierkegaard tidak berbicara mengenai semua bentuk kebenaran, melainkan hanya bentuk-bentuk kebenaran yang secara konkret menentukan cara manusia menjalani hidupnya, yakni kebenaran moral dan religius. Kebenaran moral dan religius secara hakiki menentukan bagaimana kita akan menghayati hidup sehari-hari dan nilai-nilai apa yang kita peluk. Menjadi Kristen, bagi Kierkegaard, adalah menyerap ajaran itu ke dalam eksistensinya, memasukkannya dalam kehidupan sehari-hari. Kierkegaard menyatakan ada 3 tahap bereksitensi, tahap jalan hidup, yaitu: tahap estetis, tahap etis, tahap religius. Menurutnya, demikianlah cara manusia berada di dunia. Tahap estetis adalah usaha mendefinisikan dan menghayati hidup tanpa merujuk pada yang baik (good) atau yang jahat (evil). Ketika bertindak tertentu, tidak memikirkan apakah tindakan tersebut baik atau tidak. Tindakan yang berdasar pada pemenuhan atas keinginan yang langsung dan spontan.
15
Pada tahap etis, manusia mulai mempertimbangkan kategori baik atau jahat. Saat bertindak, tidak sekadar berusaha memenuhi keinginannya yang langsung dan spontan, melainkan sudah membuat pilihan-pilihan konkret berdasar rasio. Manusia cenderung ingin menggapai realitas objektif, sementara pengetahuan manusia hanya mampu mendekati realitas objektif, dan tak akan pernah menguasai sepenuhnya. Manusia mengalami ketakpastian karena tak mampu sepenuhnya mencapai realitas objektif. Namun, justru keterbatasan inilah yang menjadi peluang bagi manusia. Ketakpastian membuatnya mengintensifkan hasrat batinnya yang tak terbatas. Dia memasuki kebenaran objektif dengan hasratnya yang tak terbatas. Inilah iman. Manusia memeluk kebenaran tentang apa yang melampaui keterbatasan pengetahuannya. Saat itulah manusia memasuki tahap religius. Menghayati hidupnya dengan penuh gairah. Ciri pokok filsafat modern adalah : 1. Pertama, bebas nilai, subyek peneliti harus mengambil jarak dari semesta dan bersikap imparsial-netral. 2. Kedua, fenomenalisme, yaitu pengetahuan yang absah hanya berfokus pada fenomena alam semesta, sehingga proposisi-propososi metafisika seperti “keberadaan Tuhan” ditolak mentah-mentah karena ia adalah proposisi tak berarti, tidak masuk akal, sebab tidak ada pembuktian indrawinya, oleh karena itu Tuhan dan wacana-wacana spritual dalam kacamata positivisme dianggap nonsense. 3. Ketiga, nominalisme. Kenyataan satu-satunya adalah individual partikuler, sedangkan unversalisme adalah penamaaan semata. 4. Keempat, reduksionisme. Semesta direduksi menjadi fakta-fakta yang dapat dipersepsi. 5. Kelima naturalisme. Peristiwa-peristiwa alam adalah keteraturan yang menisbikan penjelasan adikodrati. 6. Keenam, mekanisme. Semua gejala-gejala alam bekerja secara determinismekanis seperti mesin.
16
2.3 Pengertian Filsafat Fisika Filsafat didefinisikan sebagai "kebijaksanaan" . Secara etimologis, filsafat atau philosophy, berasal dari bahasa Yunani yaitu “sophia” yang berarti kebijaksanaan dan “philein” yang berarti mencintai. Jadi, secara singkat filsafat adalah mencintai kebijaksanaan. Kebijaksanaan yang dimaksud di sini mengandung dua makna, yaitu baik dan benar, yang berdimensi etika dan rasionalitas – sesuatu yang bersifat etis dan logis. Sedangka fisika adalah suatu cabang ilmu pengetahuan alam yang mempelajari tentang benda-benda di alam beserta gejala dan interaksi antara benda-benda tersebut. Jadi, filsafat fisika adalah suatu kajian mendasar yang berhubungan dengan ilmu fisika, yang berhubungan dengan kebijaksanaan ilmu fisika yang didasari pada nilai etis dan logis (rasional.
2.4 Perkembangan Ilmu Fisika Menurut Richtmeyer, sejarah perkembangan ilmu fisika dibagi dalam empat periode yaitu: a. Periode Pertama Dimulai dari zaman prasejarah sampai tahun 1550-an. Pada periode pertama ini dikumpulkan berbagai fakta fisis yang dipakai untuk membuat perumusan empirik. Dalam periode pertama ini belum ada penelitian yang sistematis. Beberapa penemuan pada periode ini diantaranya di bidang astronomi sudah dihasilkan Kalender Mesir dengan 1 tahun = 365 hari, prediksi gerhana, jam matahari, dan katalog bintang. Dalam Teknologi, sudah dikenal peleburan berbagai logam, pembuatan roda, teknologi bangunan (piramid), standar berat, pengukuran, koin (mata uang). Pada tahun 600 SM - 530 M : Perkembangan ilmu dan teknologi sangat terkait dengan perkembangan matematika. Dalam bidang Astronomi sudah ada pengamatan tentang gerak benda langit (termasuk bumi), jarak dan ukuran benda langit. Dalam bidang sain fisik Physical Science, sudah ada Hipotesis Democritus bahwa materi terdiri dari atom-atom. Archimedes memulai tradisi “Fisika
17
Matematika” untuk menjelaskan tentang katrol, hukum-hukum hidrostatika dan lain-lain. Tradisi Fisika Matematika berlanjut sampai sekarang. Pada tahun 530 M - 1450 M : Mundurnya tradisi sains di Eropa dan pesatnya perkembangan sains di Timur Tengah. Dalam kurun waktu ini terjadi Perkembangan Kalkulus. Dalam bidang Astronomi ada “Almagest” karya Ptolomeous yang menjadi teks standar untuk astronomi, teknik observasi berkembang, trigonometri sebagai bagian dari kerja astronomi berkembang. Dalam Sain Fisik, Aristoteles berpendapat bahwa gerak bisa terjadi jika ada yang mendorong secara terus menerus; kemagnetan berkembang; Eksperimen optika berkembang, ilmu Kimia berkembang (Alchemy). Terakhir, pada tahun 1450 M 1550 : Ada publikasi teori Heliosentris dari Copernicus yang menjadi titik penting dalam revolusi saintifik. Sudah ada arah penelitian yang sistematis.
b. Periode Kedua Dimulai dari tahun 1550-an sampai tahun 1800-an. Pada periode ini mulai dikembangkan metoda penelitian yang sistematis dengan Galileo dikenal sebagai pencetus metoda saintifik dalam penelitian. Hasil-hasil yang didapatkan antara lain: Kerja sama antara eksperimentalis dan teoris menghasilkan teori baru pada gerak planet. Newton meneruskan kerja Galileo terutama dalam bidang mekanika menghasilkan hukum-hukum gerak yang sampai sekarang masih dipakai. Dalam Mekanika selain Hukum-hukum Newton dihasilkan pula Persamaan Bernoulli, Teori Kinetik Gas, Vibrasi Transversal dari Batang, Kekekalan Momentum Sudut, Persamaan Lagrange. Dalam Fisika Panas ada penemuan termometer, azas Black, dan Kalorimeter. Dalam Gelombang Cahaya ada penemuan aberasi dan pengukuran kelajuan cahaya. Dalam Kelistrikan ada klasifikasi konduktor dan nonkonduktor, penemuan elektroskop, pengembangan teori arus listrik yang serupa dengan teori penjalaran panas dan Hukum Coulomb.
18
c. Periode Ketiga Dimulai dari tahun 1800 sampai 1890. Pada periode ini diformulasikan konsep - konsep fisika yang mendasar yang sekarang kita kenal dengan sebutan Fisika Klasik. Dalam periode ini Fisika berkembang dengan pesat terutama dalam mendapatkan formulasi - formulasi umum dalam Mekanika, Fisika Panas, ListrikMagnet dan Gelombang, yang masih terpakai sampai saat ini. Dalam Mekanika diformulasikan Persamaan Hamiltonian (yang kemudian dipakai dalam Fisika Kuantum), Persamaan gerak benda tegar, teori elastisitas, hidrodinamika. Dalam Fisika Panas diformulasikan Hukum-hukum termodinamika, teori kinetik gas, penjalaran panas dan lain-lain. Dalam Listrik - Magnet diformulasikan Hukum Ohm, Hukum Faraday, Teori Maxwell. Dalam Gelombang diformulasikan teori gelombang cahaya, prinsip interferensi, difraksi dan lain-lain.
d. Periode Keempat Dimulai dari tahun 1890 sampai sekarang. Pada akhir abad ke - 19 ditemukan beberapa fenomena yang tidak bisa dijelaskan melalui fisika klasik. Hal ini menuntut pengembangan konsep fisika yang lebih mendasar lagi yang sekarang disebut Fisika Modern. Dalam periode ini dikembangkan teori - teori yang lebih umum yang dapat mencakup masalah yang berkaitan dengan kecepatan yang sangat tinggi (relativitas) atau yang berkaitan dengan partikel yang sangat kecil (teori kuantum). Teori Relativitas yang dipelopori oleh Einstein menghasilkan beberapa hal diantaranya adalah kesetaraan massa dan energi E= mc2 yang dipakai sebagai salah satu prinsip dasar dalam transformasi partikel. Teori Kuantum, yang diawali oleh karya Planck dan Bohr dan kemudian dikembangkan oleh Schroedinger, Pauli , Heisenberg dan lain-lain, melahirkan teori-teori tentang atom, inti, partikel sub atomik, molekul, zat padat yang sangat besar perannya dalam pengembangan ilmu dan teknologi.
19
2.5 Filsafat Fisika Modern
2.5.1
MAX PLANCK Max Karl Ernst Ludwig Planck (23 April 1858 – 4 Oktober 1947) adalah
seorang fisikawan Jerman yang dikenal sebagai penemu teori kuantum. Max Planck dilahirkan di Kiel dan belajar di Munich dan Berlin. Seperti banyak ahli fisika, ia seorang pemain musik yang baik, selain itu ia juga senang mendaki gunung. Pada tahun 1900, setelah enam tahun bekerja di Universitas Berlin, Planck mendapatkan bahwa kunci pemahaman radiasi benda hitam ialah anggapan bahwa pemancaran dan penyerapan radiasi terjadi dalam kuantum energi hv. Penemuan yang menghasilkan hadiah Nobel dalam tahun 1918 ini, sekarang dianggap sebagai tonggak dari fisika modern.
A. Sejarah Penemuan Teori Kuantum (Radiasi Benda Hitam) Pada tahun 1900, Max Planck memutuskan untuk mempelajari radiasi benda hitam. Beliau berusaha untuk mendapatkan persamaan matematika yang menyangkut bentuk dan posisi kurva pada grafik distribusi spektrum. Planck menganggap bahwa permukaan benda hitam memancarkan radiasi secara terusmenerus, sesuai dengan hukum-hukum fisika yang diakui pada saat itu. Hukumhukum itu diturunkan dari hukum dasar mekanika yang dikembangkan oleh Sir Isaac Newton. Namun, dengan asumsi tersebut ternyata Planck gagal untuk mendapatkan persamaan matematika yang dicarinya. Kegagalan ini telah mendorong Planck untuk berpendapat bahwa hukum mekanika yang berkenaan dengan kerja suatu atom sedikit banyak berbeda dengan hukum Newton. Max Planck memulai kembali dengan asumsi baru, bahwa permukaan benda hitam tidak menyerap atau memancarkan energi secara kontinyu, melainkan berjalan sedikit demi sedikit dan bertahap-tahap. Menurut Planck, benda hitam menyerap energi dalam berkas-berkas kecil dan memancarkan energi yang diserapnya dalam berkas-berkas kecil pula. Berkas-berkas kecil itu selanjutnya disebut kuantum. Teori kuantum ini bisa diibaratkan dengan naik atau turun menggunakan tangga. Hanya pada posisi-posisi tertentu, yaitu pada posisi
20
anak tangga kita dapat menginjakkan kaki, dan tidak mungkin menginjakkan kaki di antara anak-anak tangga itu. Hipotesis Planck amatlah berlawanan dengan apa yang menjadi konsep umum teori fisika klasik saat itu. Terobosan Planck merupakan tindakan yang sangat berani karena bertentangan dengan hukum fisika yang telah mapan dan sangat dihormati. Berkat kesungguhannya dengan hipotesa yang revolusioner ini, Planck berhasil menemukan suatu persamaan matematika untuk radiasi benda hitam yang benar-benar sesuai dengan data eksperimen yang diperolehnya. Persamaan tersebut selanjutnya disebut Hukum Radiasi Benda Hitam Planck yang menyatakan bahwa intensitas cahaya yang dipancarkan dari suatu benda hitam berbeda-beda sesuai dengan panjang gelombang cahaya. Planck mendapatkan suatu persamaan : E = hv, yang menyatakan bahwa energi suatu kuantum (E) adalah setara dengan nilai tetapan tertentu yang dikenal sebagai tetapan Planck (h), dikalikan dengan frekwensi (v) kuantum radiasi. Tetapan "h" Planck memegang peranan penting dalam teori fisika dan sekarang dihimpun menjadi salah satu tetapan fisika paling dasar. Tetapan itu diantaranya muncul dalam teori struktur atom, prinsip ketidakpastian Heisenberg, teori radiasi, dan banyak lagi formula ilmiah lainnya. Dengan teori radiasi benda hitam yang ditemukannya, ilmu fisika mampu menyuguhkan pengertian yang mendalam tentang alam benda dan materi. Planck menerbitkan karyanya pada majalah yang sangat terkenal. Namun untuk beberapa saat, karya Planck ini tidak mendapatkan perhatian dari masyarakat ilmiah saat itu. Pada mulanya, Planck sendiri dan fisikawan lainnya menganggap bahwa hipotesa tersebut tidak lain dari fiksi matematika yang cocok. Namun setelah berjalan beberapa tahun, anggapan tersebut berubah hingga hipotesa Planck tentang kuantum dapat digunakan untuk menerangkan berbagai fenomena fisika. Perkembangan mekanika kuantum ini mungkin yang paling penting dari perkembangan ilmu pengetahuan dalam abad ke-20, bahkan lebih penting ketimbang teori relativitas Einstein. Ini merupakan catatan sejarah dunia dalam bidang ilmu pengetahuan fisika.
21
B. Aliran Filsafat yang Mempengaruhi Proses penemuan teori kuantum oleh Planck diawali dengan usahanya untuk mendapatkan persamaan matematika. Planck memulainya dengan berasumsi sesuai pendekatan hukum-hukum fisika yang diakui pada saat itu, yang diturunkan dari hukum dasar mekanika yang dikembangkan oleh Sir Isaac Newton. Namun, dengan asumsi tersebut Planck gagal untuk mendapatkan persamaan matematika yang dicarinya. Kemudian Planck memulai kembali dengan asumsi baru dengan hipotesa yang sangat berlawanan dengan konsep umum teori fisika klasik saat itu. Berkat kesungguhannya dengan hipotesa yang revolusioner tersebut, Planck berhasil menemukan suatu persamaan matematika untuk radiasi benda hitam yang benar-benar sesuai dengan data eksperimen yang diperolehnya. Dengan demikian filsafat yang mempengaruhi proses penemuan Teori Kuantum adalah: a.
Idealisme Proses penemuan teori kuantum oleh Planck diawali dengan berhipotesis untuk mendapatkan persamaan matematika yang diinginkan. Dalam berhipotesis terdapat tindakan berpikir untuk memecahkan masalah, Proses berpikir tersebut tentu menggunakan ide untuk mengeluarkan gagasan. Sehingga dalam hal ini, pengetahuan yang diperoleh bersumber dari gagasan dalam diri. Oleh karena itu, filsafat yang sesuai adalah idealisme.
b.
Esensialisme Anggapan Planck bahwa permukaan benda hitam memancarkan radiasi secara terus-menerus, sesuai dengan hukum-hukum fisika yang diakui pada saat itu, yaitu hukum yang diturunkan dari hukum dasar mekanika yang dikembangkan oleh Sir Isaac Newton. Hal ini berarti Planck menggunakan pengetahuan yang esensial di masa lampau untuk dijadikan dasar pendekatan berpikir mengenai temuannya. Oleh karena itu, filsafat yang sesuai adalah esensialisme.
c.
Empirisme Berkat kesungguhannya, Planck berhasil menemukan suatu persamaan matematika untuk radiasi benda hitam yang benar-benar sesuai dengan data
22
eksperimen yang diperolehnya. Dalam melakukan eksperimen tersebut, terjadi interaksi langsung dengan objek. Dengan demikian, filsafat yang sesuai adalah empirisme.
2.5.2
ALBERT EINSTEIN Albert Einstein lahir pada tanggal 14 Maret 1879 di Ulm, Jerman. Einstein
dikenal sebagai ilmuwan paling dikagumi pada abad 20. Setelah menamatkan pendidikannya di Jerman, Italy, Swiss dan meraih gelar profesornya di Zurich. Einstein menjadi profesor di School of Mathematics at the Institute for Advanced Study di Princeton. A. Sejarah Penemuan Penjelasan Efek Fotolistrik Pada saat sekolah menengah Einstein diketahui sebagai siswa yang mengalami kesulitan belajar sampai harus dipindahkan ke sekolah khusus karena ia tidak dapat mengikuti pelajaran di sekolah pada umumnya. Di sekolah baru inilah Einstein belajar tidak hanya dari buku dan karya ilmiah melainkan berinteraksi langsung dengan alat-alat mekanik dan magnet dengan bimbingan guru yang tepat. Einstein sukses masuk sekolah Zuricher Polytechnikum. Einstein mengatakan bahwa ia tidak suka ujian, ia lebih menyukai membaca. Sampai pada suatu
ketika
dimana
Einstein
memutuskan
untuk
berhenti
menempuh
pendidikannya dan keluar dari Zuricher Polytechnikum. Pemikiran Einstein dipengaruhi ilmuwan dan fisikawan sebelumnya, seperti Leibniz dan Newton, Hume dan Kant, Faraday dan Helmholtz, Hertz dan Maxwell, Kirchhoff dan Mach, Boltzmann dan Planck yang dikenalnya dari bukubuku yang sering ia baca. Pemikiran Einstein mengenai efek Fotolistrik, relativitas, gravitasi dijelaskan dengan cara yang simple dan mudah dimengerti, berbeda dengan penjelasan para ahli yang cenderung lebih rumit. Lalu darimana Einstein memperoleh kemampuannya untuk memperoleh hal esensial dari yang non-esensial? Pekerjaan Einstein sebagai orang yang menangani hak paten melatih Einstein untuk membaca sekian paper yang harus dijelaskan ulang dengan lebih sederhana. Setelah bekerja di urusan hak paten selama 7 tahun, Einstein pergi ke Zurich. Disinilah Einstein mengenal Max Planck, James Franck, Walter
23
Nernst, Max von Laue, dan ilmuwan besar lainnya melalui program Colleagueship. Konsultasi mengenai isu-isu terkini dan seminar-seminar yang berkaitan dengan penemuan-penemuan terbaru seringkali dilakukan diantara para Colleagueship ini, selain itu korespondensi dengan surat maupun bertemu langsung juga dilakukan. Dari hasil pemikirannya selama bertahun-tahun, diskusi panjang dengan rekan-rekan ilmuwan, Einstein akhirnya membuahkan karya ilmiah. Pada awal 1900 Einstein mempublikasikan tiga karya ilmiahnya mengenai efek fotolistrik, relativitas dan gravitasi. Einstein pertama kali menerima Nobel untuk karyanya yang menjelaskan efek fotolistrik. Awalnya efek fotolistrik teramati oleh Frank Hertz (1887) yang menunjukkan adanya percikan yang melompat dengan cepat diantara dua bola bermuatan listrik justru ketika permukaan-permukaan bola disinari oleh cahaya yang datang dari percikan lainnya. Grafik hubungan antara tegangan yang diberikan pada sistem dan arus menunjukkan bahwa potensial henti tidak bergantung pada intensitas radiasi. Hasil eksperimen ini tidak dapat dijelaskan dengan menggunakan teori gelombang yaitu bahwa energi kinetik dari elektron foton harus semakin besar jika intensitas diperbesar (hasil eksperimen menunjukkan hal sebaliknya, tidak bergantung pada intensitas radiasi) dan efek fotolistrik dapat terjadi pada setiap frekuensi cahaya (hasil eksperimen menunjukkan efek fotolistrik tidak terjadi untuk frekuensi yang lebih kecil dari frekuensi ambang), waktu paruh untuk elektron dapat bebas dari permukaan logam relatif sangat singkat (10-9 sekon) dan tidak dapat menjelaskan mengapa Ek bertambah jika frekuensi ditambah. Untuk itu Einstein mengemukakan pendapatnya yang didasarkan dari hipotesa Planck. Efek fotolistrik dapat dijelaskan oleh Einstein dengan menggunakan hipotesa Planck dimana cahaya merambat dalam bentuk paketpaket energi yang disebut foton. Foton tersebut berperilaku seperti partikel dan setiap foton memiliki energi (E=hf). Jika cahaya diserap oleh bahan maka seluruh paket energinya diserahkan kepada salah satu elektron yang ada di permukaan keping. Jika energi hf cukup besar, maka sebagian dari energinya (Wo) digunakan
24
untuk melepaskan elektron dari ikatannya, sisanya akan menjadi energi kinetik elektron. Secara matematis dapat dituliskan: hf = Ek maks + Wo jika hf<Wo maka elektron tidak akan terlepas sedangkan jika melebihi maka elekstron akan terlepas dan memiliki energi kinetik sebesar eVo = hf + hfo untuk itu dapat disimpulkan bahwa Ek maks tidak bergantung dari intensitas radiasi (intensitas hanya akan menyebabkan bertambahnya jumlah elektron yang terlepas), Ek maks sebading dengan frekuensi, tidak ada efek fotolistrik yang teramati di bawah frekuensi ambang, dan waktu yang dibutuhkan elektron untuk keluar hampir bersamaan dengan cahaya yang datang karena sesuai dengan teori partikel cahaya yaitu energi datang dalam bentuk paket energi berinteraksi antara foton-elektron. B. Aliran Filsafat yang Mempengaruhi Eksperimen Efek Fotolistrik telah dilakukan oleh Frank Hertz pada tahun 1887, namun hasil eksperimen Efek Fotolistrik tersebut tidak dapat dijelaskan Hertz karena tidak sesuai dengan teori cahaya sebagai gelombang. Einstein menjelaskan kembali hasil Efek Fotolistrik ini dengan mengajukan penjelasan dan analisis dengan menganggap cahaya berperilaku sebagai partikel sebagaimana hipotesa Planck. Filsafat yang mempengaruhi proses penjelasan Efek Fotolistrik yang dijelaskan Einstein adalah: a.
Idealisme Penjelasan mengenai gejala fisis yang dapat secara tepat sesuai dengan hasil eksperimen Efek Fotolistrik yang dilakukan oleh Hertz diperoleh Einstein dari dugaan atau hipotesisnya dengan didasarkan dari pengetahuanpengetahuan yang dimilikinya. Dengan demikian aliran filsafat yang mempengaruhi dalam proses ini dipengaruhi oleh idealisme.
25
b.
Esensialisme Hipotesis yang diajukan Einstein didasarkan dari hipotesis yang diajukan Planck mengenai cahaya merambat dalam bentuk paket-paket energi yang berupa foton, yang berperilaku sebagai partikel. Einstein mengambil hal-hal esensial dalam hipotesis Planck untuk memberikan penjelasan yang tepat mengenai sifat cahaya yang berperilaku sebagai partikel dan berhasil membuktikan kesesuaian hipotesisnya dengan hasil eksperimen Efek Fotolistrik. Dengan demikian aliran filsafat yang mempengaruhi yaitu esensialisme.
c.
Empirisme Analisis yang dilakukan oleh Einstein didasarkan dari eksperimen yang telah dilakukan oelh Franck Hertz. Hasil eksperimen foto listrik menunjukkan ketidak sesuaian antara hasil percobaan dan teori cahaya sebagai gelombang. Namun hasil eksperimennya sesuai jika cahaya dianggap berperilaku sebagai partikel. Dengan demikian dalam proses penemuannya juga dipengaruhi oleh kegiatan eksperimen, maka aliran filsafat yang mempengaruhi yaitu Empirisme.
2.5.3
NIELS BOHR Niels Henrik David Bohr lahir 8 Oktober1885 di Copenhagen. Ayahnya,
Christian Bohr adalah profesor fisiologi di University of Copenhagen. Ketertarikan dan kemampuan Bohr dalam bidang sains didukung oleh orang tuanya. Adiknya, Harald, adalah salah satu ahli matematika yang mengangumkan. A. Sejarah Penemuan Model Atom Bohr Awalnya Bohr memilih bidang filsafat dan matematika di University of Copenhagen namun pada tahun 1905 Bohr mendengar adanya kompetisi fisika di Royal Danish Academy of Sciences dan memutuskan ikut dalam kompetisi tersebut. Dengan menggunakan laboratorium ayahnya, Bohr melakukan ekperimen mengenai tegangan permukaan dan memenangkan kompetensi untuk analisis teoritis dan ketepatan eksperimen mengenai vibrasi dari jet air sebagai cara untuk menentukan tegangan permukaan. Sejak itu, Bohr memutuskan untuk
26
lebih fokus pada bidang fisika. Setelah menyelesaikan studi masternya pada tahun 1911, selama menjalani studipost-doctoral Bohr bekerja bersama J.J. Thompson yang telah lebih dulu menemukan elektron dan mengusulkan model atom yang dikenal dengan sebutan “plum pudding” model of an atomatau model atom roti kismis. Dalam penggambarannya Thompson menggambarkan penyebaran muatan positif dan negatif mirip kue kismis, dimana muatan positif merupakan kue sedangkan kismis dianalogikan sebagai muatan negatif. Namun kemudian, model atom Thompson digantikan oleh model atom yang diajukan oleh Ernest Rutherford. Rutherford menemukan adanya inti atom yang bermuatan positif pada tahun 1911 dengan eksperimen menembakkan partikel alfa pada lempengan emas yang tipis (sekitar 0,01mm). Hasil eksperimen Rutherford menunjukkan adanya partikel-partikel alfa yang dibelokkan bahkan ada yang dipantulkan dan ada yang menembus lempengan emas. Fakta ini menunjukkan adanya inti atom yang tidak dapat ditembus partikel alfa. Untuk itu Rutherford mengajukan model atom Rutherford dimana atom terdiri dari inti atom yang bermuatan positif (massa atom sebagian besar merupakan massa inti atom) yang dikelilingi elektron dalam orbitobit tertentu, seperti orbit planet yang mengelilingi matahari. Bohr pada akhirnya memutuskan untuk bergabung dengan penelitian Rutherford, dan salah satu dari ilmuwan yang pertama kali menyadari pentingnya penomoran atom yang mengindikasikan posisi elemen di tabel periodik dan sama dengan jumlah alami muatan negatif (elektron) dalam atomnya. Bohr menyadari bahwa variasi fisis dan kimia dari elemen didasarkan pada gerak elektron yang mengelilingi inti atom dan bahwa berat atom dan perilaku radioaktif ditentukan oleh inti atom itu sendiri. Model atom Rutherford merupakan langkah awal yang sangat bagus namun teori klasik menunjukkan kelemahan dari model atom ini yaitu jika elektron bergerak mengorbit mendekati inti atom dan akan jatuh ke inti atom, sehingga atom tidak dalam keadaan stabil. Model atom Rutherford baik ditinjau dari mekanik dan elektromagnetik berada dalam kondisi tidak stabil, namun kemudian Bohr mengusulkan stabilitas pada gerak elektron yang mengorbit inti atom dengan mengenalkan ide baru yang
27
belum diklarifikasi dari teori kuantum yang dikembangkan oleh Max Planck, Albert Einstein dan fisikawan lain. Bohr mengadaptasi konsep yang mendekati teori kuantum dari pekerjaan revolusioner dari Max Planck. Bohr mengusulkan postulat bahwa elektron-elektron yang mengelilingi inti atom (yang terdiri dari muatan positif) bersifat diskrit dan stasioner, elektron dapat melompat dari satu orbit ke orbit yang lain selama elektron bergerak dalam orbitnya. Menurut model atom Bohr, elektron bergerak mengelilingi inti atom dalam suatu orbit namun orbit tersebut berupa energi dalam bentuk diskrit dan elektron dapat mengambil ataupun melepaskan energi hanya dengan berpindah dari satu orbit ke orbit yang lain, menyerap atau menghamburkan radiasi. Essay paling mengesankan yang ditulis Bohr berkaitan dengan teori kuantum dari atom yang menjelaskan spektrum hidrogen yang tidak dapat dijelaskan dalam model atom Rutherford. Bohr mampu menentukan frekuensi dari garis spektrum untuk meyakinkan keakuratan dari teori Bohr yang diajukannya, Bohr mengekspresikan hasilnya dalam bentuk muatan dan massa elektron dan kontanta Planck (disimbolkan oleh h). Untuk memperoleh ini, Bohr juga mempostulatkan bahwa atom tidak akan memancarkan radiasi ketika keadaan stabil. Frekuensi radiasi yang dipancarkan akan sama dengan perbedaan energi dalam keadaan statis dibagi konstanta Planck. Ini artinya atom tidak dapat menyerap atau memancarkan radiasi secara kontinyu namun hanya berupa lompatan kuantum, pernyataan Bohr tersebut masih menimbulkan perdebatan di kalangan fisikawan karena masih sulit untuk diterima. Konsekuensi dari teori Bohr dibuktikan oleh pengukuran spektroskopik dan hasil eksperimen lain. Namun demikian model atom yang diajukan Bohr juga masih memiliki kelemahan yaitu lintasan atom tidak hanya berupa lingkaran sebagaimana yang dijelaskan oleh Bohr, model atom Bohr akan menjadi rumit untuk dijelaskan pada atom yang memiliki banyak elektron luar, selain itu model atom tersebut tidak dapat menerangkan ikatan kimia dalam atomd dan juga pengaruh medan terhadap atom berelektron banyak. Namun demikian Bohr menerima penghargaan Nobel untuk dedikasinya meneliti struktur atom dan pancaran radiasi atom pada tahun 1922. Bohr mendedikasikan hidupnya untuk
28
meneliti struktur atom lanjut yang berkaitan dengan energi fusi dan fisi yang terjadi pada nuklir dengan menggunakan material uranium.
B. Aliran Filsafat yang Mempengaruhi a.
Idealisme Penggambaran model atom Bohr diperoleh dari pemikiran-pemikiran Bohr mengenai adanya elektron yang bergerak mengelilingi orbit yang bersifat diskrit dan stasioner. Dengan demikian aliran filsafat yang mempengaruhi dalam proses ini dipengaruhi oleh idealisme.
b.
Esensialisme Model atom Bohr didasarkan dari model atom Rutherford bahwa ada inti atom yang berupa muatan positif dan muatan negatif yang mengelilingi orbit inti atom. Bohr mengambil hal esensial dalam model atom Rutherford untuk kemudian dilakukan perbaikan penjelasan mengenai beberapa hal yang menjadi kelemahan atom Rutherford. Dengan demikian aliran filsafat yang mempengaruhi yaitu esensialisme.
c.
Empirisme Penggambaran model atom Bohr didasarkan dari penyempurnaan model atom Rutherford dan Thompson. Hasil pengusulan model atom oleh Rutherford dan Thompson didasarkan dari hasil eksperimen yang dilakukan oleh keduan ilmuwan tersebut, seperti Rutherford dengan percobaan penembakan partikel sinar alfa ke lempengan logam tipis. Selain itu pembuktian kesesuaian hipotesis Bohr mengenai garis spektrum pada gas hidrogen juga didasarkan dari hasil eksperimen. Dengan demikian proses penemuan model atom Bohr juga
dipengaruhi
oleh
kegiatan
mempengaruhi yaitu empirisme.
29
eksperimen,
maka
filsafat
yang
2.5.4
ARTHUR HOLLY COMPTON Arthur Holly Compton lahir di Wooster, Ohio, Amerika pada tanggal 10
September 1892 di lingkungan keluarga yang dikenal sebagai keluarga pendidik. Ayahnya merupakan Profesor yang mengajar Filsafatdi College of Wooster. Setelah lulus program sarjana dari Wooster, Compton memutuskan untuk melanjutkan studi Master pada tahun 1914 dan studi Ph. D pada tahun 1916 di Princeton. A. Sejarah Penemuan Efek Compton Karir Arthur Holly Compton di bidang penelitian fisika yang lebih mendalam dimulai dengan keikutsertaannya sebagai anggota dari National Research Council, dimana Compton berkesempatan mendapat beasiswa untuk melakukan
penelitian
penghamburan
dan
penyerapan
sinar
gamma
di
laboratorium Rutherford di Cambridge, Inggris. Di Laboratorium Rutherford inilah, beliau memperoleh hasil observasi yang menunjukkan bahwa sinar X yang menumbuk elektron, dihamburkan dengan panjang gelombang yang lebih panjang, kemudian dikenal sebagai efek Compton. Penelitian Compton mengenai efek Compton dimulai dari penelitiannya mengenai radiasi hamburan sinar gamma. Peningkatan absorbsi mengindikasikan peningkatan panjang gelombang dan sesuai teori corpuscular cahaya akan menurunkan momentumnya. Pada saat itu, hubungan antara panjang gelombang sinar gamma dan koefisien absorbsi tidak cukup diketahui oleh Compton untuk dapat mengestimasi perubahan panjang gelombang yang tidak lebih akurat dari 0,03 A pada sudut 90o. Tingkat keakuratan hasil penelitian ini tidak cukup membuat Compton memberanikan diri mempublikasi hasil interpretasi foton yang diperoleh. Compton kemudian melakukan eksperimen kembali untuk membuktikan interpretasi dari hasil eksperimen sebelumnya. Kali ini Compton menggunakan keping grafit pada bagian luar dari tabung (pipa) molybdenum sebagai target dari x-ray yang beroperasi pada 30kV dan 30mA dan menggunakan sistem dimana celah-celahnya tidak memungkinkan adanya radiasi langsung dari target yang dapat mengenai kristal calcite. Spektrum yang diperoleh dari sistem tersebut
30
menunjukkan bahwa garis penyebaran molybdenum Ka baik pada panjang gelombang awalnya dan garis pergeserannya, mengalami pertambahan panjang gelombang sepanjang 0,024 A (dengan tingkat akurasi sekitar 3%) jika sudut penyebarannya sebesar 90o. Compton kemudian menyelesaikan persamaan untuk kekekalan energi dan momentum pada tumbukan antara foton dan elektron bebas dan menjelaskan secara kualitatif mengenai hasil eksperimennya. Pada saat itu hasil eksperimen Compton menjadi perdebatan di kalangan ilmuwan fisika karena sifat dualisme cahaya masih belum dapat diterima sebagian ilmuwan meskipun pada penelitian yang dilakukannya Compton telah menggunakan difraksi dari crystal lattice, sebuah fenomena yang hanya dapat dijelaskan oleh teori gelombang. Meskipun demikian perdebatan mengenai efek Compton terus berlanjut. Profesor Duane merupakan salah satu ilmuwan yang menentang pendapat Compton, yang kemudian memutuskan melakukan penelitian serupa dengan tingkat akurasi yang lebih baik. Hasil eksperimen Profesor Duane ternyata menunjukkan hasil yang sama dengan yang diperoleh Compton dan pada pertemuan 1924 APS menyatakan persetujuannya dengan pendapat Compton. Sebagai konsekuensi dari interpretasinya, Compton juga memprediksi bahwa transfer momentum dari foton untuk setiap elektron akan menghasilkan tipe baru dari radiasi elektronik ketika sinar X bergerak dalam medium, yang disebut sebagai elektron ‘recoil’. Compton juga memprediksi bahwa setiap foton yang terhambur akan bersimultan dengan elektron recoilnya. Pembuktian adanya elektron recoil ini dibuktikan oleh penelitian C.T.R. Wilson di the Cavendish Laboratory dan W. Bothe di Jerman. Sedangkan pembuktian mengenai simultansi dilakukan oleh Compton dan Simon pada tahun 1925.
B. Aliran Filsafat yang Mempengaruhi Pada dasarnya Compton melakukan eksperimen untuk membuktikan adanya efek Compton (sinar X yang menumbuk elektron akan dihamburkan dengan panjang gelombang yang lebih panjang), eksperimen yang dilakukan Compton hanya menunjukkan gejala fisis yang teramati. Eksperimen kedua yang
31
berhasil menunjukkan efek Compton yang lebih akurat merupakan cara Compton untuk menunjukkan hipotesis/dugaannya terkait dengan adanya elektron recoil dan simultansi elektron-foton. Sedangkan penjelasan kualitatif dan analisis matematis diperoleh Compton dari pemikiran-pemikirannya. Dengan demikian filsafat yang mempengaruhi proses penemuan efek Compton adalah : a.
Idealisme Compton mengajukan dugaan/hipotesis yang berkaitan dengan panjaang gelombang yang lebih panjang pada eksperimen Efek Compton dengan menduga bahwa cahaya memiliki sifat dualisme-sebagai partikel dan gelombang. Dengan demikian proses penemuan dari ide-ide atau dugaan atau hipotesis yang diajukan oleh Compton termasuk dalam aliran Idealisme.
b.
Emprisme Meskipun berasal dari dugaan atau hipotesis, Compton juga melakukan eksperimen secara langsung untuk membuktikan hipotesis yang diajukannya. Untuk itu proses pembuktian hipotesis dengan melakukan eksperimen (berinteraksi langsung dengan objek) termasuk dalam aliran filsafat empirisme.
c.
Konstruktivis-Kognitif Hipotesis
yang
diajukan
oleh
Compton
untuk
menjelaskan
hasil
eksperimennya didasarkan pada pengetahuan-pengetahuan yang Compton miliki, dimana Compoton mengkonstruk pengetahuannya sehingga dapat menentukan penjelasan yang tepat sesuai dengan hipotesis yang diajukannya.
2.5.5
LOUIS DE BROGLIE Louis Victor Pierre Raymond duc de Broglie (15 Agustus 1892–19 Maret
1987), banyak dikenal sebagai Louis de Broglie, ialah fisikawan Perancis berasal dari keluarga Prancis yang dikenal memiliki diplomasi dan kemiliteran yang baik. Pada mulanya ia adalah siswa sejarah, namun akhirnya ia mengikuti jejak kakaknya Maurice de Broglie untuk membina karir dalam fisika. Pada 1924, tesis doktoralnya mengemukakan usulan bahwa benda yang bergerak memiliki sifat gelombang yang melengkapi sifat partikelnya. Dua tahun kemudian Erwin
32
Schrodinger menggunakan konsep gelombang de Broglie untuk mengembangkan teori umum yang dipakai olehnya bersama dengan ilmuwan lain untuk menjelaskan berbagai gejala atomik. Keberadaan gelombang de Broglie dibuktikan dalam eksperimen difraksi berkas elektron pada 1927 dan pada 1929 ia menerima hadiah nobel fisika. A. Sejarah Penemuan Teori Dualitas Gelombang-Partikel Louis de Broglie adalah ahli fisika murni, penemu sifat gelombang elektron, pengarang, guru besar, doktor, dan anggota Lembaga Ilmu Pengetahuan Perancis. Beliaulah yang membuat kontribusi inovatif untuk teori kuantum. Dalam tesis PhD 1924 ia mendalilkan sifat gelombang elektron dan menyarankan bahwa semua materi memiliki sifat gelombang. Konsep ini dikenal sebagai dualitas gelombang-partikel atau hipotesis de Broglie. Perilaku seperti gelombang partikel ditemukan oleh de Broglie digunakan oleh Erwin Schrödinger dalam perumusan tentang gelombang mekanik. Louis de Broglie adalah anggota keenam belas terpilih untuk menduduki kursi 1 dari française Académie pada tahun 1944, dan menjabat sebagai Perpetual Sekretaris Akademi Ilmu Pengetahuan Perancis. Pada tahun 1924, tesis doktoralnya mengemukakan usulan bahwa benda yang bergerak memiliki sifat gelombang yang melengkapi sifat partikelnya. De Broglie mengajukan hipotesis bahwa electron bersifat gelombang. De Broglie hanya membuat hipotesis atau teori. Ia tidak pernah dan tidak suka mengadakan eksperimen. Ia tidak pernah membuktikan, bahwa elektron bersifat sebagai gelombang. Tapi karena kemudian ternyata bahwa teorinya benar, maka pada tahun 1929 ia mendapat hadiah nobel untuk fisika. Peristiwa itu membuktikan bahwa intuisi kadang-kadang berada di atas akal sehat dan eksperimen. Bagaimana asal mulanya De Broglie menemukan hipotesis itu? Pada tahun 1923 A.H. Compton menemukan bahwa cahaya memiliki sifat kembar sebagai gelombang dan sebagai partikel. Penemuan ini menyebabkan De Broglie berpikir sebagai berikut, “Kalau cahaya bersifat gelombang dan partikel, maka partikel pun dapat bersifat gelombang”. Hipotesis ini dibuktikan kebenarannya oleh Clinton Davisson dan Lester Germer pada tahun 1927. Keduanya adalah ahli fisika Amerika Serikat. Radiasi cahaya dapat dianggap sebagai arus foton atau
33
sebagai gerak gelombang. Pada tahun 1923 De Broglie mengemukakan bahwa dualisme yang sama terdapat pula dalam hal elektron. Ia kemudian mengemukakan bahwa sifat gelombang-partikel dari radiasi dapat diterapkan terhadap elektron, karena elektron hampir sekecil foton. Sifat gelombang yang dikemukakan oleh de Broglie kemudian dibenarkan oleh Davidson dan Germer dalam tahun 1928, yang mendapatkan pola difraksi dari elektron dengan menjatuhkan sinar pada suatu bidang dari kristal nikel. Dengan adanya gerak gelombang dari elektron, maka diperlukan suatu teori kuantum yang baru, yang selain dapat menerangkan gerak elektron dalam atom dan menghitung energi yang mungkin, juga dapat memperhitungkan efek difraksi.
B. Aliran Filsafat yang Mempengaruhi Proses penemuan teori dualitas gelombang-partikel oleh de Broglie diawali dengan mengemukakan usulan bahwa benda yang bergerak memiliki sifat gelombang yang melengkapi sifat partikelnya. Sebelumnya, temuan Compton yang menyatakan bahwa cahaya memiliki sifat kembar sebagai gelombang dan sebagai partikel menyebabkan De Broglie berpikir, “Kalau cahaya bersifat gelombang dan partikel, maka partikel pun dapat bersifat gelombang”. De Broglie pun mengajukan hipotesis bahwa electron bersifat gelombang. De Broglie hanya membuat hipotesis atau teori. Ia tidak pernah dan tidak suka mengadakan eksperimen, pun tidak pernah membuktikan bahwa elektron bersifat sebagai gelombang. Namun ternyata teori tersebut dapat dibuktikan kebenarannya. Dengan demikian filsafat yang mempengaruhi proses penemuan teori dualitas gelombang-partikel adalah: a.
Idealisme Proses penemuan teori teori dualitas gelombang-partikel oleh de Broglie diawali dengan berpikir temuan Compton sebelumnya. Ia kemudian mengajukan hipotesis atas hasil pemikirannya. Proses berpikir tersebut tentu menggunakan ide untuk mengeluarkan gagasan. Sehingga dalam hal ini, pengetahuan yang diperoleh bersumber dari gagasan dalam diri. Oleh karena itu, filsafat yang sesuai adalah idealisme.
34
b.
Esensialisme Temuan Compton yang menyatakan bahwa cahaya memiliki sifat kembar sebagai gelombang dan sebagai partikel, menyebabkan De Broglie berpikir, “Kalau cahaya bersifat gelombang dan partikel, maka partikel pun dapat bersifat gelombang”. Sehingga De Broglie pun mengajukan hipotesis bahwa electron juga dapat bersifat sebagai gelombang. Hal ini berarti de Broglie menggunakan pengetahuan yang esensial di masa lampau untuk dijadikan dasar pendekatan berpikir mengenai temuannya. Oleh karena itu, filsafat yang sesuai adalah esensialisme.
c.
Empirisme Pembuktian hipotesis de Broglie mengenai sifat elektron sebagai gelombang didasarkan dari hasil eksperimen mengenai hipotesisnya tersebut. Dengan demikian aliran filsafat yang mempengaruhi dalam proses penemuan dan pembuktian de Broglie adalah empirisme.
2.5.6
WERNER HEISENBERG Werner Karl Heisenberg (5 Desember 1901 - 1 Februari 1976) adalah
seorang ahli teori sub-atom dari Jerman, pemenang penghargaan nobel dalam fisika 1932. Heisenberg merupakan salah satu penyumbang besar ilmu fisika pada abad ke-20 karena salah satu pencipta utama dari mekanika kuantum modern. Pada 1920 ia memasuki Universitas München untuk belajar matematika. Namun guru besar matematika tak mengizinkannya pada seminar lanjutan, maka ia berhenti. Ia kemudian pindah ke fisika. Segera ia mengambil perhatian dalam fisika teoretis, dan segera bertemu banyak ilmuwan yang karyanya akan mendominasi dasawarsa-dasawarsa berikutnya, termasuk Niels Henrik David Bohr, Wolfgang Ernst Pauli, Max Born, dan Enrico Fermi. Satu dari perhatian utamanya ialah menyusun masalah dalam model atom Bohr-Rutherford. A. Sejarah Penemuan Prinsip Ketidakpastian Heisenberg Werner Karl Heisenberg adalah seorang ahli teori sub-atom. Ia juga ahli puisi Roma, jago main piano klasik dan sudah sering ikut konser sejak masih berusia 12 tahun. Cuma ada satu hal lain yang bisa mengalihkan perhatiannya dari
35
musik, puisi, dan alam bebas, yaitu matematika. Saking cintanya dengan matematika, Heisenberg berniat mengambil jurusan matematika murni di University of Munich pada tahun 1920. Tapi wawancaranya dengan Ferdinand von Lindeman, profesor matematika disana, tidak terlalu sukses. Heisenberg menemui profesor lain, Arnold Sommerfeld, seorang begawan fisika teori. Ternyata Sommerfeld bisa melihat bakat terpendam anak muda yang sangat gemar berpetualang di alam bebas ini. Jadilah Heisenberg melenceng dari minatnya semula dan malah masuk jurusan fisika. Di awal masa kuliahnya, Heisenberg masih ragu-ragu dengan pilihannya itu. Ia justru lebih banyak mengambil kuliah matematika dibanding fisika karena takut tidak cocok dengan pilihannya itu. Kalau ia tetap mengikuti kuliah matematika, ia kan masih tetap bisa mengikuti jika nantinya ternyata benar tidak cocok di fisika dan ingin pindah lagi ke matematika. Tapi ternyata fisika benar-benar sudah mencuri hatinya. Mulai semester keduanya di jurusan fisika, ia sudah betah mengikuti semua kuliah Sommerfeld. Selama kuliah di University of Munich, perhatian Heisenberg terpecah antara fisika teori dan petualangannya di alam bebas. Ada satu kelemahannya yang pada akhirnya hampir membuatnya tidak lulus. Ia sama sekali tidak mengerti eksperimen di laboratorium. Ia memang jagoan di fisika teori, tetapi ketika ditanya berbagai hal tentang fisika eksperimen, ia benar-benar tidak tahu. Profesor Wilhem Wien memberinya nilai F pada ujian akhir untuk mendapatkan gelar doktor. Sommerfeld kembali menjadi penyelamat dengan memberinya nilai A untuk kejeniusannya di bidang fisika teori. Heisenberg pun akhirnya mendapatkan gelar doktornya walaupun dengan nilai C (rata-rata dari A dan F). Sommerfeld tidak salah sewaktu memberinya nilai A untuk fisika teori. Terbukti Heisenberg sangat jagoan mengutak-utik teori-teori fisika. Ia pun berhasil menjadi profesor termuda Jerman di Leipzig saat masih berusia 25 tahun. Sewaktu pecah Perang Dunia II, banyak ilmuwan Jerman yang ramairamai pergi dari Jerman karena ingin menghindari Nazi dan Hitler. Heisenberg membuat keputusan yang sangat mengejutkan rekan-rekan fisikawan saat itu. Ia bertekad untuk menetap di Jerman. Keterikatannya dengan alam Jerman telah
36
membuatnya begitu mencintai tanah airnya itu. Ternyata keputusannya ini membuatnya terpaksa bekerja untuk pemerintah Jerman dalam usaha membuat bom atom. Entah kenapa, fisikawan jenius ini tidak pernah berhasil membuat bom atom tersebut dan malah dikalahkan oleh para fisikawan di Amerika. Padahal timnya dibantu juga oleh salah satu penemu reaksi fisi nuklir, Otto Hahn. Ada gosip yang mengatakan bahwa Heisenberg sengaja bergabung dengan tim peneliti Jerman itu supaya bisa melakukan sabotase agar Nazi tidak bisa memenangkan perang. Heisenberg bahkan sempat diciduk ke kamp konsentrasi Nazi karena dikira berkhianat. Setelah lepas dari kamp konsentrasi Heisenberg kembali menekuni fisika teori. Pada tahun 1927, Heisenberg mengembangkan suatu teori yang ditentang Einstein habis-habisan yaitu teori ketidakpastian. Karya kontroversial yang membuatnya sangat terkenal ini dinamakan Prinsip Ketidakpastian Heisenberg atau Heisenberg’s Uncertainty. Prinsip Ketidakpastian Heisenberg menyatakan bahwa adalah (hampir) tidak mungkin untuk mengukur dua besaran secara bersamaan, misalnya posisi dan momentum suatu partikel. Pendekatan tidak biasa yang dilakukannya membuat teorinya ini tidak begitu saja diterima oleh dunia fisika saat itu. Ilmuwan-ilmuwan dunia meragukan penjelasan yang diajukan oleh Heisenberg mengenai teori ketidakpastian tersebut. Menurut teori ini makin akurat kita menentukan posisi suatu benda, makin tidak akurat momentumnya (atau kecepatannya) dan sebaliknya. Jadi kita tidak bisa menentukan letak benda secara akurat. Dengan kata lain benda mempunyai kemungkinan berada di mana saja. Pernyataan Heisenberg tersebut bertentangan dengan pendapat Einstein yang lebih menganggap bahwa dunia dan hal-hal yang berkaitan dengan letak benda bersifat teratur. Meskipun
pendapatnya
ditentang
oleh
fisikawan
seperti
Einstein,
Heisenberg tidak menyerah dengan pendapatnya tersebut. Usaha tersebut tidak sia-sia, hasil analisis matematisnya melahirkan teori mekanika kuantum yang memberinya sebuah Nobel Fisika di tahun 1932. Akhirnya teori Heisenberg ini menjadi salah satu dasar dari mekanika kuantum.
37
B. Aliran Filsafat yang Mempengaruhi Proses penemuan prinsip ketidakpastian dilakukan Heisenberg dengan mengembangkan suatu teori dengan melakukan pendekatan-pendekatan yang tidak biasa. Meskipun teori ini ditentang oleh Einstein dan tidak begitu saja diterima oleh dunia fisika saat itu, Heisenberg tidak menyerah dan tetap berpegang pada pendapatnya. Usaha Heisenberg tersebut tidak sia-sia karena hasil analisis matematisnya melahirkan teori mekanika kuantum. Dalam kegiatan ini tentu terdapat tindakan berpikir untuk memecahkan masalah. Proses berpikir tersebut jelas menggunakan ide untuk mengeluarkan gagasan. Sehingga dalam hal ini, pengetahuan yang diperoleh bersumber dari gagasan dalam diri. Oleh karena itu, filsafat yang sesuai adalah idealisme.
38
BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Adapun kesimpulan dalam makalah ini adalah : 1. Sejarah filsafat terdiri dari tiga periode. Periode pertama, adalah periode klasik, sebagai kelanjutan era kuno yang dimulai dari Athena, Alexsanderia, dan pusat-pusat pemikiran Helenistik dan Roma. Periode kedua, adalah periode pertengahan dan periode ketiga, adalah periode modern yang dilanjutkan dengan periode post-modernisme. Renaisans merupakan era sejarah yang penuh dengan kemajuan dan perubahan yang mengandung arti bagi perkembangan ilmu. Pada zaman Renaisans ini manusia Barat mulai berfikir secara baru, dan secara berangsur-angsur melepaskan diri dari otoritas kekuasaan gereja yang selama ini telah membelenggu kebebasan dan mengemukakan kebenaran filsafat dan ilmu. 2. Aliran-aliran filsafat modern yaitu : Rasionalisme, Idealisme, Emperisme, Pragmatisme, dan Eksistensialisme. 3. Filsafat fisika adalah suatu kajian mendasar yang berhubungan dengan ilmu fisika, yang berhubungan dengan kebijaksanaan ilmu fisika yang didasari pada nilai etis dan logis (rasional) 4. Menurut Richtmeyer, sejarah perkembangan ilmu fisika dibagi dalam empat periode yaitu: (a) Periode pertama, dimulai dari zaman prasejarah sampai tahun 1550-an. Pada periode pertama ini dikumpulkan berbagai fakta fisis yang dipakai untuk membuat perumusan empirik. (b) Periode kedua, dimulai dari tahun 1550-an sampai tahun 1800-an. Pada periode ini mulai dikembangkan metoda penelitian yang sistematis dengan Galileo dikenal sebagai pencetus metoda saintifik dalam penelitian. (c) Periode ketiga, dimulai dari tahun 1800 sampai 1890. Pada periode ini diformulasikan konsep - konsep fisika yang mendasar yang sekarang kita kenal dengan sebutan Fisika Klasik. (d). Periode keempat, dimulai dari tahun 1890 sampai sekarang. Pada akhir abad ke - 19 ditemukan beberapa fenomena yang tidak bisa dijelaskan melalui fisika klasik. Hal ini
39
menuntut pengembangan konsep fisika yang lebih mendasar lagi yang sekarang disebut Fisika Modern. 5.
Aliran filsafat fisika Modern ditandai dengan munculnya banyak teori dan penemuan baru oleh para ahli di bidang fisika, diantaranya: (a) Max Plank dengan munculnya teori radiasi benda hitam dengan aliran pemikiran filsafat Idealisme, Esensialisme, dan Empirisme. (b) Albert Einstein dengan munculnya teori efek fotolistrik dengan aliran pemikiran filsafat Idealisme, Esensialisme, dan Empirisme. (c) Niels Bohr dengan munculnya teori model atom Bohr dengan aliran pemikiran filsafat Idealisme, Esensialisme, dan Empirisme. (d) Arthur Holly Compton dengan munculnya teori efek Compton dengan aliran pemikiran filsafat Idealisme, Empirisme, dan Konstruktivisme-Kognitif. (e) Luis De Broglie dengan munculnya teori dualitas gelombang partikel dengan aliran pemikiran filsafat Idealisme, Esensialisme, dan Empirisme. (f) Werner Heisenberg dengan munculnya prinsip ketidakpastian dengan aliran pemikiran filsafat Idealisme.
40
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, Asmoro. 1994. Filsafat Umum. Jakarta. Raja Grafindo Persada. Allison, Samuel. 1965. Arthur Holly Compton (1892-1962) A biographical Memoir. Washington DC: National Academy of Science. Bakhtiar, Amsal. 2016. Filsafat Ilmu. Jakarta : Rajawali Pers Cassidy, David. 1991. Werner Heisenberg (1901-1976) A biographical Memoir. Washington DC: National Academy of Science Ihsan, Fuad. 2010. Filsafat Ilmu. Jakarta. Rineka Cipta Jenkin, John. 2002. GEM Jauncey and the Compton Effect. Physics in Perspective Journal, (Online). Diakses tanggal 6 November 2014. Poedjawijatna. 1986. Pembimbing ke Arah Alam Filsafat. Jakarta. Bina Aksara Tafsir, Ahmad. 2003. Filsafat Umum. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya Torretti Roberto. 1999. The Philosophy of Physics. Cambridge University Press Wheller, John A. 1980. Albert Einstein (1879-1955) A biographical Memoir. Washington DC: National Academy of Science.
41