MAKALAH FARMASI RUMAH SAKIT “PENANGANAN DAN PENGOLAHAN LIMBAH INFEKSIUS DAN PATOLOGIS DI RUMAH SAKIT”
Disusun Oleh : Kelompok 4
Latifa Dwi Ariyani
(M3514029)
Lila Sofriani
(M3514030)
M. Agung Adi Kuncoro
(M3514031)
Mahardhika Adhi C.D
(M3514032)
Marfiah Yurika Prastika
(M3514033)
Mas Bayu Pramana
(M3514034)
D3 FARMASI 2014 FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2016
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan dengan inti kegiatan pelayanan preventif, kuratif, rehabilitatif dan promotif. Kegiatan tersebut akan menimbulkan dampak positif dan negatif. Dampak positif adalah meningkatnya derajat kesehatan masyarakat, sedangkan dampak negatifnya antara lain adalah sampah dan limbah medis maupun non medis yang dapat menimbulkan penyakit dan pencemaran yang perlu perhatian khusus. Oleh karenanya perlu upaya penyehatan lingkungan rumah sakit yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dan karyawan akan bahaya pencemaran lingkungan yang bersumber dari sampah maupun limbah rumah sakit. Sampah atau limbah rumah sakit dapat mengandung bahaya karena dapat bersifat racun, infeksius dan juga radioaktif. Kegiatan rumah sakit menghasilkan berbagai macam limbah yang berupa benda cair, padat dan gas. Pengelolaan limbah rumah sakit adalah bagian dari kegiatan penyehatan lingkungan di rumah sakit yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari bahaya pencemaran lingkungan yang bersumber dari limbah rumah sakit. Unsurunsur yang terkait dengan penyelenggaraan kegiatan pelayanan rumah sakit (termasuk pengelolaan limbahnya), yaitu (Giyatmi. 2003) :
Pemrakarsa atau penanggung jawab rumah sakit.
Pengguna jasa pelayanan rumah sakit.
Para ahli, pakar dan lembaga yang dapat memberikan saran-saran.
Para pengusaha dan swasta yang dapat menyediakan sarana dan fasilitas yang diperlukan. Limbah yang dihasilkan rumah sakit dapat membahayakan kesehatan
masyarakat, yaitu limbah berupa virus dan kuman yang berasal dan Laboratorium Virologi dan Mikrobiologi yang sampai saat ini belum ada alat penangkalnya sehingga sulit untuk dideteksi. Limbah cair dan Iimbah padat yang berasal dan rumah sakit dapat berfungsi sebagai media penyebaran gangguan atau penyakit bagi para petugas, penderita maupun masyarakat. Gangguan tersebut dapat berupa pencemaran udara, pencemaran air, tanah, pencemaran makanan dan minuman. Pencemaran
tersebut merupakan agen-agen kesehatan lingkungan yang dapat mempunyai dampak besar terhadap manusia (Agustiani dkk, 1998). Dalam profil kesehatan Indonesia, Departemen Kesehatan, 1997 diungkapkan seluruh RS di Indonesia berjumlah 1090 dengan 121.996 tempat tidur. Hasil kajian terhadap 100 RS di Jawa dan Bali menunjukkan bahwa rata-rata produksi sampah sebesar 3,2 Kg per tempat tidur per hari. Sedangkan produksi limbah cair sebesar 416,8 liter per tempat tidur per hari. Analisis lebih jauh menunjukkan, produksi sampah (limbah padat) berupa limbah domestik sebesar 76,8 persen dan berupa limbah infektius sebesar 23,2 persen. Diperkirakan secara nasional produksi sampah (limbah padat) RS sebesar 376.089 ton per hari dan produksi air limbah sebesar 48.985,70 ton per hari. Dari gambaran tersebut dapat dibayangkan betapa besar potensi RS untuk mencemari lingkungan dan kemungkinannya menimbulkan kecelakaan serta penularan penyakit. Rumah sakit menghasilkan limbah dalam jumlah besar, beberapa diantaranya membahyakan kesehatan di lingkungannya. Di negara maju, jumlah limbah diperkirakan 0,5 - 0,6 kilogram per tempat tidur rumah sakit per hari (Sebayang dkk, 1996). Beberapa hal yang patut jadi pemikiran bagi pengelola rumah sakit, dan jadi penyebab tingginya tingkat penurunan kualitas lingkungan dari kegiatan rumah sakit antara lain disebabkan, kurangnya kepedulian manajemen terhadap pengelolaan lingkungan karena tidak memahami masalah teknis yang dapat diperoleh dari kegiatan pencegahan pencemaran, kurangnya komitmen pendanaan bagi upaya pengendalian pencemaran karena menganggap bahwa pengelolaan rumah sakit untuk menghasilkan uang bukan membuang uang mengurusi pencemaran, kurang memahami apa yang disebut produk usaha dan masih banyak lagi kekurangan lainnya (Sebayang dkk, 1996). Untuk itu, upaya-upaya yang harus dilakukan rumah sakit adalah, mulai dan membiasakan untuk mengidentifikasi dan memilah jenis limbah berdasarkan teknik pengelolaan (Limbah B3, infeksius, dapat digunapakai atau guna ulang). Meningkatkan pengelolaan dan pengawasan serta pengendalian terhadap pembelian dan penggunaan, pembuangan bahan kimia baik B3 maupun non B3. Disini yang akan kami uraikan adalah lebih fokus kepada penanganan dan pengelolaan limbah infeksius dan patologis.
B. RUMUSAN MASALAH Bagaimana cara penanganan dan pengelolaan limbah infeksius dan patologis di rumah sakit ?
C. TUJUAN Untuk mengetahui cara penanganan dan pengelolaan limbah infeksius dan patologis di rumah sakit.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PENGERTIAN Limbah (menurut PP NO 12, 1995) adalah bahan sisa suatu kegiatan dan atau proses produksi. Sedangkan limbah rumah sakit menurut Permenkes RI nomor: 1204/MENKES/SK/X/2004 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan rumah sakit dalam bentuk padat, cair, dan gas. B. MACAM-MACAM LIMBAH Limbah medis adalah yang berasal dari pelayanan medis, perawatan, gigi, veterinari, farmasi atau sejenis, pengobatan, perawatan, penelitian atau pendidikan yang
menggunakan
bahan-bahan
beracun,
infeksius
berbahaya
atau
bisa
membahayakan kecuali jika dilakukan pengamanan tertentu. Bentuk limbah medis bermacam-macam yaitu : a. Limbah Infeksius Limbah infeksius adalah limbah yang berkaitan dengan pasien yang memerlukan isolasi penyakit menular (perawatan intensif) atau limbah laboratorium yang berkaitan dengan pemeriksaan mikrobiologi dari poliklinik dan ruangan perawatan atau isolasi penyakit menular (Depkes RI, 2002:73). Limbah infeksius dapat mengandung berbagai macam mikroorganisme patogen. Menurur (A. Puss, dkk, 2005:21) patogen tersebut dapat memasuki tubuh manusia melalui beberapa jalur antara lain: 1. Akibat tusukan, lecet atau luka di kulit. 2. Melalui membran mukosa. 3. Melalui pernafasan. 4. Melalui ingesti. b. Limbah Patologis (Limbah Jaringan Tubuh) Limbah jaringan tubuh meliputi organ, anggota badan, placenta, darah, cairan tubuh, janin manusia dan bangkai hewan(A. Puss, dkk, 2005:4). Jaringan tubuh yang tampak nyata seperti anggota badan dan placenta yang tidak memerlukan pengesahan penguburan hendaknya dikemas secara khusus, diberi label dan dibuang ke incinerator di bawah pengawasan petugas berwenang.
Cairan tubuh, terutama darah dan cairan yang terkontaminasi berat oleh darah harus diperlakukan dengan hati-hati (Depkses,2002:73). c. Limbah Benda Tajam Limbah benda tajam adalah obyek atau alat yang memiliki sudut tajam, sisi, ujung atau bagian menonjol yang dapat memotong atau menusuk kulit seperti jarum hipodermik, perlengkapan intravena, pipet pasteur, pecahan gelas, pisau bedah. Semua benda tajam ini memiliki potensi bahaya dan dapat menyebabkan cedera melalui sobekan atau tusukan. Benda-benda tajam yang terbuang mungkin terkontaminasi oleh darah, cairan tubuh, bahan mikrobiologi, bahan beracun atau radioaktif (Depkes, 2002). d. Limbah Farmasi Limbah farmasi ini dapat berasal dari obat-obat kadaluwarsa, obat-obat yang terbuang karena batch yang tidak memenuhi spesifikasi atau kemasan yang terkontaminasi, obat-obat yang dibuang oleh pasien atau dibuang oleh masyarakat, obat-obat yang tidak lagi diperlukan oleh institusi yang bersangkutan dan limbah yang dihasilkan selama produksi obat-obatan e. Limbah Sitotoksik Limbah sitotoksik adalah bahan yang terkontaminasi atau mungkin terkontaminasi dengan obat sitotoksik selama peracikan, pengangkutan atau tindakan terapi sitotoksik. Limbah yang terdapat limbah sitotoksik didalamnya harus dibakar dalam incinerator dengan suhu diatas 1000oC. f. Limbah Kimia Limbah kimia adalah limbah yang dihasilkan dari penggunaan bahan kimia dalam tindakan medis, veterinari, laboratorium, proses sterilisasi, dan riset. g. Limbah Radioaktif Limbah radioaktif adalah bahan yang terkontaminasi dengan radio isotop yang berasal dari penggunaan medis atau riset radio nukleida. Limbah ini dapat berasal dari antara lain : tindakan kedokteran nuklir, radio-imunoassay dan bakteriologis; dapat berbentuk padat, cair atau gas. Limbah cair yang dihasilkan rumah sakit mempunyai karakteristik tertentu baik fisik, kimia dan biologi.
C. PENANGANAN DAN PENGOLAHAN LIMBAH Penanganan dan pengolahan limbah di rumah sakit secara umum adalah : a. Pemisahan dan Pengurangan Limbah harus di identifikasi dan dipilah-pilah. Pengurangan jumlah limbah hendaknya merupakan proses yang berkelanjutan. Pemilahan dan reduksi jumlah limbah klinis dan sejenisnya merupakan persyaratan keamanan penting untuk petugas pembuang limbah, petugas darurat dan masyarakat. Pemilahan dan pengurangan limbah hendaknya mempertimbangkan kelancaran pengelolaan dan penampungan limbah serta pengurangan jumlah limbah yang memerlukan perlakuan khusus. Pemisahan limbah berbahaya dari semua limbah pada tempat penghasil limbah adalah cara pembuangan yang baik. Limbah dimasukkan ke dalam kantong atau kontainer penyimpanan, pengangkutan dan pembuangan guna mengurangi kemungkinan kesalahan petugas dalam pengelolaan limbah(Depkes RI,2002:78). b. Penampungan Sarana penampungan limbah harus memadai. Penampungan diletakkan pada tempat yang tepat, aman dan higienis. Pemadatan adalah cara yang efisien dalam penyimpanan limbah yang dapat dibuang ke sanitary landfill. Akan tetapi pemadatan tidak boleh dilakukan untuk limbah benda tajam dan infeksius(Depkes RI, 2002:78). c. Standarisasi Kantong dan Kontainer Limbah Kantong untuk pembuangan limbah rumah sakit hendaknya menggunakan bermacam-macam warna untuk membedakan jenis limbah. Hal ini dapat mengurangi kesalahan dalam pemisahan limbah. Standar nasional dengan kode warna tertentu sangat diperlukan mengidentifikasi kantong dan kontainer limbah. Keberhasilan pemisahan limbah tergantung kepada kesadaran, prosedur yang jelas dan keterampilan petugas sanitasi. Standarisasi warna dan logo menurut Depkes (2002) digunakan untuk limbah infeksius, limbah citotoksik dan limbah radioaktif. Hal ini bertujuan agar mudah dikenal dan berlaku secara umum. Limbah infeksius dengan kantong berwarna kuning, limbah citotoksik dengan kantong berwarna ungu dan limbah radioaktif dengan kantong berwarna merah(Depkes RI,2002:79).
d. Pengangkutan Limbah Mobilitas dan transportasi baik internal maupun eksternal hendaknya dipertimbangkan sebagai bagian menyeluruh dari sistem pengelolaan dari institusi tersebut. Secara internal, limbah bahan berbahaya dan beracun diangkut dari titik penyimpanan awal menuju area penampungan atau menuju titik lokasi insenerasi. Alat angkut atau sarana pembawa tersebut harus dicuci secara rutin dan hanya digunakan untuk membawa limbah. Limbah yang diangkut keluar harus sesuai dengan aturan yang berlaku dan tidak mencemari lingkungan (Depkes RI,2002:80). Penanganan dan pengelolaan limbah di rumah sakit berdasarkan kategori limbah menurut (A.Pruss, dkk:2005:189) dibagi menjadi beberapa yaitu : a.
Limbah Infeksius Pengelolaan dilakukan dengan insinerasi maupun desinfektan.
b.
Limbah Patologis (Jaringan Tubuh) Pengelolaan dilakukan dengan sterilisasi, insinerasi di lanjutkan dengan landfill.
c.
Limbah Benda Tajam Pengelolaan dilakukan dengan insinerasi maupun desinfektan.
d.
Limbah Farmasi Limbah farmasi dalam jumlah kecil dapat dibuang dengan mudah dan relatif murah, tetapi limbah farmasi dalam jumlah besar memerlukan perhatian khusus dan biaya besar. Rekomendasi yang harus diperhatikan antara lain: 1. Insenerasi dengan suhu tinggi. 2. Encapsulasi (pembungkusan). 3. Dikembalikan pada pemasok dan landfill.
e.
Limbah Sitotoksik Obat-obatan citotoksik sangat berbahaya bagi kesehatan manusia dan lingkungan. Rekomendasi yang harus diperhatikan antara lain: 1. Dikembalikan ke pemasok. 2. Insenerasi dengan suhu tinggi. 3. Penguraian secara singkat.
f.
Limbah Radioaktif Pengelolaan dilakukan dengan insenerasi.
g.
Limbah Kimia Limbah kimia dalam jumlah kecil mencakup residu kimia dalam kemasan, bahan kimia kadaluwarsa biasanya dikumpulkan di kontainer berwarna kuning dan akhirnya di insenerasi.
BAB III PEMBAHASAN Limbah infeksius terdiri dari tabung atau botol bekas reagen kimia, darah, spuntum atau urine, serta tissue bekas reagen kimia dan kapas bekas darah. Sedangkan limbah patologi terdiri dari organ atau anggota badan yang diangkat pada waktu operasi, darah dan plasenta. Limbah infeksius dan limbah patologis merupakan limbah medis padat. Limbah padat infeksius terbagi menjadi benda tajam, jaringan tubuh, alat kesehatan, bangkai binatang, kultur laboratorium, verban dan yang berhubungan dengan pasien isolasi penyakit menular atau berkaitan dengan tindakan perawatan, bedah, dn invastif (Depkes, 1992). Tidak semua limbah padat medis itu berbahaya, tetapi sebagian besar membahayakan sehingga memerlukan adanya prosedur penanganan tertentu sehingga tidak menimbulkan ancaman saat penampungan, penanganan dan pengangkutan serta pemusnahannya karena alasan : 1. Volume limbah yang dihasilkan melebihi kemampuan pembuangannya. 2. Beberapa diantara limbah berpotensi menimbulkan bahaya kepada personil. Masalah utama dalam mengatasi limbah infeksius adalah resiko penularan oleh agen infeksius yang berasal dari limbah ini. Resiko penularan akan muncul saat pembuangan dari sumbernya, proses pengumpulan, pengangkutan, penyimpanan hingga penanganan baik onsite maupun offsite. Bahaya terbesar adalah terjadinya kontak langsung tubuh dengan benda-benda tajam (seperti jarum, pisau, pecahan kaca, dan gelas). Benda tajam ini menyebabkan luka, goresan bahkan resiko terpotong. Saat tubuh tidak terlindungi dan dalam kondisi lemah akan mudah terinfeksi oleh agen penyakit. Maka perlu prosedur dalam menanganinya, antara lain : 1.
Pewadahan yang tepat.
2.
Mencegah terjadinya kontak fisik dengan limbah.
3.
Menggunakan alat keselamatan (Sarung tangan, masker, goggles, dll).
4.
Membatasi jumlah petugas yang menangani limbah.
5.
Menghindari tumpahan dan kemungkinan kecelakaan penanganan.
Pengelolaan limbah medis yang dapat dilakukan meliputi tahap-tahap berikut ini, yaitu : 1. Pemilahan dan Pengumpulan Cara penting dalam mengurangi resiko dalam menangani limbah adalah menggunakan pembungkus atau pewadahan yang tepat. Yaitu dengan menganani
limbah sejak dari sumber timbulnya ke suatu wadah (kontainer). Bila hal ini dilaksanakan maka kontak selama penanganan limbah seperti saat sorting
dan
repacking yang beresiko terjadi penularan dapat dihindari. Beberapa faktor yang dapat dipertimbangkan dalam menentukan wadah atau kontainer untuk limbah infeksius adalah : a. Jenis limbah. b. Prosedur dalam penanganan. c. Prosedur dalam pengumpulan. d. Prosedur dalam penyimpanan. e. Pengolahan limbah. f. Transport limbah, bila menggunakan pengolahan offsite. Pertimbangan pertama adalah mengetahui tipe limbah infeksius, dimana dapat digolongkan menjadi 3 yaitu : limbah benda tajam, limbah cair dan padat. Ketiganya mempunyai perbedaan besar secara fisik, kimia dan resiko yang dapat ditimbulkan, sehingga pewadahannya pun berbeda. Tempat sampah dalam penanganannya diberi kantong plastik, sehingga memudahkan untuk koleksi dan tidak secara langsung mencemari tempat sampah. Keuntungan menggunakan kantong plastik ini antara lain adalah : dapat mengurangi bau, menghindari lalat, memperpanjang umur sampah dan utama untuk mencegah penyebaran penyakit. Sampah dari limbah infeksius dan patologis biasanya dilapisi dengan kantong kuning berukuran 60 x 100 cm. 2. Pengangkutan 3. Penyimpanan 4. Autoclaving
DAPUS BISA DILIHAT DI : http://tugaskuliah-ilham.blogspot.co.id/2011/03/penanganan-dan-pengolahanlimbah-rumah.html http://lib.unnes.ac.id/2655/1/7106.pdf