MAKALAH FARMASI FISIK KINETIK Dosen : Prof. Dr. Amlius Thalib
DISUSUN OLEH : 1. Khaerunnisa (17334010) 2. Olivia Octavianti (17334011) 3. Devi Cristy (17334012)
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL PROGRAM STUDI FARMASI P2K JAKARTA 2017/2018
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat pada waktunya. Makalah ini saya susun untuk memenuhi tugas Ujian Akhir Semester Genap mata kuliah Farmasi Fisik. Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Amlius Thalib selaku Dosen Pengajar mata kuliah Farmasi Fisik yang telah membimbing saya sehingga berhasil menyelesaikan makalah ini. Saya menyadari bahwa isi dalam makalah ini masih banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu saya berharap akan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari segenap pembaca guna sempurnanya makalah ini. Demikianlah, semoga makalah yang telah saya buat ini dapat bermanfaat bagi saya khususnya dan bagi pembaca umumnya. Terimakasih.
2
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ........................................................................................................... i DAFTAR ISI.......................................................................................................................... ii BAB I (PENDAHULUAN) ................................................................................................... 1 A. Latar Belakang.............................................................................................................. 1 B. Rumusan Masalah ........................................................................................................ 1 C. Tujuan Penulisan .......................................................................................................... 1 BAB II (PEMBAHASAN) .................................................................................................... 2 2.1 Perkembangan Teknologi Informasi ............................................................................... 2 2.2 Pengertian Informatika Farmasi ....................................................................................... 4 2.3 Macam – macam Sistem Informasi.................................................................................. 6 2.4 Manfaat Teknologi Informasi Dibidang Farmasi ............................................................ 11 2.5 ................................................................................................................................................Dampa k Dari Peran Teknologi Informasi ......................................................................................... 20 Misi Dan Visi ......................................................................................................................... 5 Faktor–faktor yang mempengaruhi keunggulan dari Universitas Groningen ........................ 5 Sistem Pelaksanaan Pendidikan Universitas Groningen di Belanda ..................................... 6 Kurikulum dan Pendidikan .................................................................................................... 6 Tabel mata kuliah dan SKS Universitas Groningen .............................................................. 8 Penjelasan mata kuliah ........................................................................................................... 10 BAB III (PENUTUP) ............................................................................................................. 79 A. Kesimpulan ................................................................................................................ 79 B. Saran .......................................................................................................................... 79 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 80 LAMPIRAN ........................................................................................................................... 83
2
BAB I PENDAHULUAN A.
Latar belakang Kinetika kimia merupakan cabang ilmu kimia yang mempelajari tentang proses yang berhubungan dengan kecepatan atau laju suatu reaksi dan faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi. Dalam praktek suatu reaksi kimia dapat berlansung dengan laju atau kecepatan yang berbeda-beda. Reaksi yang berlangsung sangat cepat misalnya adalah reaksi terbentuknya klorida. Contoh lain misalnya adalah reaksi antara larutan natrium tiosulfat dengan asam klorida encer yang akan membentuk endapan belerang beberapa saat kemudian. Namun dalam kehidupan sehari-hari sering kita jumpai reaksi yang berlangsung lamabat seperti misalnya peristiwa perkaratan atau korosi. Reaksi yang menyangkut proses geologi juga berlangsung lambat seperti misalnya peristiwa pelapukan kimia pada batu karang yang disebabkan oleh pengaruh air dan gas-gas yeng terdapat diatmosfer. Kinetika reaksi menggambarkan suatu study secara kuantitatif tentang perubahan-perubahan kadar terhadap waktu oleh reaksi kimia. Kecepatan reaksi ditentukan oleh kecepatan terbentuknya zat hasil, dan kecepatan pengurangan reaktan tetapan kecepatan (K) adalah faktor pembanding yang menunjukkan hubungan antara kecepatan reaksi dengan konsentrasi reaktan. Keberadaan reaksi kimia ditentukan oleh tinjauan termodinamika dan kinetika termodinamika memberikan informasi kearah mana reaksi/ perubahan kimia itu secara spontan dapat berlangsung. Atau dengan kata lain kearah manakah sistem itu mempuyai kestabilan yang lebih besar. Sedangkan kinetika mempermasalahkan laju reaksi dan mekanisme reaksinya. Pada percobaan ini, kita akan melakukan tiga macam percobaan yaitu pengaruh konsentrasi terhadap laju reaksi, pengaruh suhu terhadap laju reaksi dan pengaruh katalis terhadap laju reaksi. Informasi kinetika digunakan untuk meramalkan secara rinci mekanisme suatu reaksi yaitu langkah-langkah yang ditempuh pereaksi untuk menentukan hasil reaksi tertentu sesuai yang diinginkan. Disamping itu kinetika juga memberikan informasi untuk mengendalikan laju reaksi. Informasi semacam ini sangat berguna bagi para ahli sintesisnya memuaskan. Salah satu faktor pada persamaan laju reaksi itu kecuali suhu, keadaan zat, katalisator, dan kepekatan pereaksi adalah tingkat reaksi. Tingkat reaksi ini ditentukan dari hasil perobaan yang menyatakan hubungan antara laju reaksi dengan kepekatan pereaksitersebut masing-masing.
B.
Maksud percobaan Adapun maksud dari percobaan ini adalah menentukan laju reaksi dengan melihat pengaruh konsentrasi, suhu, dan pengaruh katalis pada larutan yang diujikan.
2
C.
Tujuan percobaan Adapun tujuan dilakukannya praktikum ini adalah 1. Menentukan orde reaksi dan tetapan kecepatan reaksi. 2. Menentukan faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi.
2
BAB II PEMBAHASAN 1. KINETIKA Proses laju merupakan hal dasar yang perlu diperhatikan bagi setiap orang yang berkaitan dengan bidang kefarmasian. Pengusaha obat harus dengan jelas menunjukkan bahwa obat yang dihasilkan cukup stabil sehingga dapat disimpan dalam jangka waktu cukup lama, dimana obat tidak berubah menjadi tidak berkhasiat atau menjadi racun. Beberapa prinsip dan proses laju yang berkaitan dimasukkan dalam peristiwa ini: 1. Kestabilan dan tak tercampurkan : proses laju umumnya adalah suatu yang menyebabkan ketidakaktifan obat melalui penguraian obat atau melalui hilangnya khasiat obat karena perubahan bentuk fisik dan kimia yang kurang diinginkan dari obat tersebut. 2. Disolusi : kecepatan berubahnya obat dalam bentuk sediaan padat menjadi betuk larutan molecular. 3. 3. Proses absorpsi dan eliminasi : berkaitan dengan laju absorpsi obat ke dalam tubuh, laju distribusi obat dalam tubuh 4. Kerja obat pada tingkat molecular ; dibuat dalam bentuk yang tepat dengan menganggap timbulnya respon dari obat merupakan suatu proses laju
A. Laju dan orde reaksi Laju Laju atau kecepatan suatu reaksi diberikan sebagai ± dC / dt artinya terjadi penambahan atau pengurangan konsentrasi dalam selang waktu. Menurut hokum aksi massa, laju suatu reaksi kimia sebanding dengan hasil kali dari konsentrasi molar reaktan yang masing-masing dipangkatkan dengan angka yang menunjukkan jumlah molekul dari zat-zat yang ikut serta dalam reaksi. Dalam reaksi aA + bB +….=produk laju reaksinya adalah laju = k (A)a(B)b k adalah konstanta laju. Laju berkurangnya masing-masing komponen reaksi diberikan dalam bentuk jumlah mol ekuivalen masing-masing komponen yang ikut serta dalam reaksi.
Orde reaksi
2
Dari hokum aksi massa, suatu garis lurus didapat bila laju reaksi dipot sebagai fungsi dari konsentrasi reaktan dipangkatkan dengan bilangan tertentu. Orde-reaksi keseluruhan adalah jumlah pangkat konsentrasi-konsentrasi yang menghasilkan sebuah garis lurus. Orde bagi tiap reaktan adalah pangkat dari tiap konsentrasu reaktan.
Molekularita
Suatu reaksi yang orde keseluruhannya diukur sering dianggap terjadi melalui beberapa tahap reaksi. Misalnya dalam esterifikasi etanol dan asam asetat yang diberikan berikut terjadi melalui dua langkah:
Karena esterifikasi dianggap berjalan reversible, tiap langkah dalam dua dalil mekanisme ini dianggap reversible. Dalam tiap-tiap langkah dianggap sebagai suatu reaksi terpisah, hasilnya kadang-kadang diisolasi Karena hasil tersebut akan menjadi sumber dari bahan awal untuk reaksi berikutnya. Akhirnya, bahan-bahan yang relative tidak reaktif akan didapt sebagai hasil dari reaksi keseluruhan.
Konstanta laju spesifik
Konstanta k yang ada dalam hokum laju yang digabung dengan reaksi elemnter disebut konstanta laju spesifik untuk reaksi itu. Setiap perubahan dalam kondisi reaksi seperti temperature, pelarut atau sedikit perubahan dari suatu komponen yang terlibat dalam reaksi akan menyebabkan hokum laju reaksi mempunyai harga yang berbeda untuk konstanta laju spesifik. Secara eksperimen, satu perubahan konstanta laju spesifik berhubungan terhadap perubahan dalam kemiringan garis yang diberikan oleh persamaan laju. Variasi dalam konstanta laju spesifik merupakan kebermaknaan fisik yang penting, karena perubahan dalam konstanta ini menggambarkan suatu perubahan pada tingkat molekul sebagai akibat variasi dalam kondisi reaksi. Konstanta laju yang didapatkan dari reaksi-reaksi yang mengandung sejumlah langkah molekularita yang berbeda merupakan funsgi konstanta laju spesifik until berbagai bentuk
2
langkah. Setiap perubahan dalam setiap perubahan dalam sifat-sifat dari satu langkah yang disebabkan modifikasi pada kondisi reaski itu sendiri atau pada sifat-sifat dari molekul yang terlibat dalam langkah-langkah ini, akan menyebabkan perubahan harga konstanta laju keseluruhan. Pada saat variasi dalam konstanta laju keseluruhan dapat digunakan untuk memberikan informasi yang berguna mengenai suatu reaksi, segala sesuatu yang mempengaruhi konstanta laju spesifik akan mempengaruhi laju yang lainnya, maka sulit untuk memberikan arti variasi dalam konstanta laju keseluruhan untuk reaksi ini.
Satuan konstanta laju dasar
Agar sampai pada satuan untuk konstanta laju yang muncul dalam hokum laju orde-nol, pertam dan kedua, persamaan yang menyatakan hokum tersebut dalam bentuk variable persamaan itu. Maka untuk reaksi orde-nol:
Pembahasan laju secara matematis
Hukum laju dalam persamaan ini menjelaskan tentan penurunan mutu dan kestabilan obat. Agar mengerti arti reaksi orde-nol dan orde pertama, dua hal hipotesis diselidiki: 1. Dengan menganggap mobil bergerak dengan konstan 40 mil/jam. Mobil akan menempuh jarak 160 mil maka jarak sisa yang seharusnya ditempuh jika mobil sudah bergerak dengan waktu 3 jam adalah 40 mil. Waktu paruh yang dibutuhkan untuk bergeraknya mobil setengah dari jarak total disebut waktu paruh. Waktu paruh untuk hal yang digambarkan ini adalah
Penggambaran ini dianalogkan terhadap kondisi yang terjadi pada reaksi ored nol
2
2. Dengan menganggap hipotesis mobil bergerak dari A ke B dengan jarak 160 mil dan kecepatan tidak konstan. Jika 48 mil telah dilewati selama 3 jam pertama maka kecepatan rata-rata adalah 16 mil/jam maka waktu paruh bisa didapat dengan menghitung waktu saat mobil mencapa jarak tengah dari jarak mula-mula. Maka dibutuhkan 6 jam untuk mobil tersebut berjalan setengah nya dari jarak mula-mula atau menempuh 80 mil. Keadaan ini dianalogkan dengan penguraian orde pertama dari suatu reaktan, kecepatan sesaat yang sebanding dengan konsentrasi sisa pada setiap saat. Persamaan yang menyatakan fakta ini kadang-kadang disebit hokum pertumbuhan organic. Reaksi orde nol Garret dan Carper menemukan bahwa hilangnya warna sebuah produk multisulfa (diukur dengan berkurangnya penyerapan dari spektrofotometer pada gelombang 500nm) mengikuti laju orde nol. Pernyataan laju untuk perubahan penyerapan terhadap waktu adalah {(- dA/dt) = k}. Dimana tanda (-) menunjukkan berkurangnya penyerapan yaitu warna menjadi suram atau hilang. Waktu paruh adalah waktu yang dibutuhkan untuk meluruh/hilangnya zat menjadi separuhnya.
Suspensi. Kinetika orde nol yang nyata
Suspense merupakan satu bentuk lain dari kinetika orde nol, yang konsentrasinya dalam larutan bergantung pada kelarutan obat. Sewaktu obat dalam larutan terurai, lebih banyak obat yang dilepaskan dari partikel suspensinya, maka konsentrasi tetap konstan. Konsentrasi ini tentu merupakan kelarutan obat dala kesetimbangan dalam suatu partikel pelarut pada temperature tertentu. Hal yang penting adalah jumlah obat dlam larutan tetap konstan walaupun terurai setiap waktu. Reservoir obat padat dalam suspensilah yang bertanggung jawab untuk tetapnya harga konstan ini. Persamaan untuk suatu larutan biasa, tanpa ada reservoir obat yang menggantikan yang berkurang adalah persamaan orde pertama. Persamaan tersebutlah yang menjadi persamaan orde nol yang nyata, menjadi orde nol hanya karean reservoir obta tersuspensi mempertahankan konsentrasi konstan. Pada saat seluruh partikel suspense telah diubah kedalam bentuk obat dalam bentuk larutan, sistem berubah menjadi reaksi orde pertama.
Reaksi orde pertama
pada tahun 1918, Hamed menunjukkan laju penguraian hydrogen peroksida dengan katalis KI 0,02 M , sebanding dengan konsentrasi sisa hydrogen peroksida dalam campuran reaksi pada setiap saat. Walaupun terdiri dari dua molekul hydrogen peroksida pada persamaan stoikiometri, reaksi tersebut adalah orde pertama. Persamaan nya adalah {(-dC/dt)=kc}, dimana c adalah konsentrasi sisa hydrogen peroksida yang tidak terurai pada waktu dan konstanta laju orde pertama.
2
Seperti ditunjukkan pada tabel dibawah ini, konsentrasi mulai pada saat C0 dan berkurang saat reaski menjadi lebih lambat.
Bila konstanta laju diketahui, konsentrasi sisa reaktan yang masih ada pada saat tertentu dapat dihitung, seperti yang diberikan pada contoh berikut ini:
2
Sekarang kita diharapkan memahami reaksi untuk menyatakan waktu paruh dibandingkan memahami waktu yang dibutuhkan suatu zat terurai seluruhnya. Kecuali dalam reaksi orde nol, secara teoritis diperlukan waktu tak terhingga untuk terurai sempurna. Maka pernyataan waktu yang dibutuhkan untuk disintegrasi secara menyeluruh tidak ada. Umumnya, laju penguraian berhenti dalam periode waktu tertentu pada titik tertentu dimana reaksi dianggap selesai sempurna, tetapi waktu ini tidak diketahui secara tepat, dan waktu paruh, atau beberapa periode umur fraksi yang lainnya, cukup memuaskan untuk menyatakan laju reaksi. Obat yang sama dapat menunjukkan orde penguraian yang berbeda pada kondisi yang berbeda. Walau penguraian hydrogen peroksida dengan katalis ion iodin adalah satu orde pertama telah ditemukan bahwa penguaraian larutan yang distabilkan dengan berbagai pereaksi dapat menjadi orde nol. Dalam hal ini, dimana reaksi tidak bergantung pada konsentrasi obat, penguraian mungkin akibat kontak dengan dinding wadah atau berbagai factor luar lainnya.
Reaksi orde kedua
Laju reaksi bimolecular yang terjadi bila dua molecular bertabrakan. A + B -> Produk Sering dijelaskan dengan persamaan orde kedua. Bila laju reaksi bergantung pada konsentrasi A dan B yang masing-masing dipangkatkan dengan pangkat satu, laju penguraian A sama dengan laju penguraian B dan keduanya sebanding dengan hasil kali reaktan: K[A][B] Jika a dan b adalah konsentrasi awal A dan B dan x adalah konsentrasi setiap bagian yang bereaksi pada saat t, hukum laju dapat ditulis
Jika A dan B tidak sama konsentrasinya integrasi persamaan menghasilkan
2
Menetukan orde reaksi
Orde reaksi dapat ditentukan dengan beberapa metode : 1. Metode substitusi Data yang dikumpulkan dari hasil pengamatan jalannya suatu reaksi disubstitusikan kedalam bentuk integral dari persamaan berbagai orde reaksi. Jika persamaan itu menghasilkan harga k yang tetap konstan dalan batas-bats variasi percobaan, maka reaksi dianggap berjalan sesuai dengan orde tersebut. 2. Metode grafik Plot data dalam bentuk grafik seperti terlihat dalam gambar plot garis lurus log C terhadap waktu untuk reaksi orde pertama dapat digunakan untuk mengetahui orde reaski tersebut. Jika konsentrasi diplot terhadap t dan didapatkan garis lurus, reaksi adaalh orde nol. Reaksi dikatakan orde pertama bila log [a-x] terhadap t menghasilkan garis lurus. Suatu reaksi orde kedua akan memberikan garis lurus bila 1/[a-x] diplot terhadap t
2
menghasilkan garis lurus. Jika plot 1/[a-x]^2 terhadap t menghasilkan garis lurus dengan seluruh reaktan sama konsentrasi mula-mulanya, reaski adalah orde ketiga. 3. Metode waktu paruh Dalam reaksi orde nol, waktu paruh sebanding denagn konsentrasi awal, a, seperti diperlihatkan tabel dibawah.
Waktu paruh reaksi orde pertama tidak bergantung pada a : waktu paruhuntuk reaski orde kedua, dimana a=b sebanding dengan 1/a dari dalam reaksi orde ketiga, dimana a=b=c sebanding dengan 1/a^2. Umumnya hubungan antara hasil diatas memperlihatkan bahwa waktu paruh suatu reaksi dengan konsentrasi seluruh reaktan sama adalah t1/2 = [1/an-1]. N adalah orde reaksi. Reaksi kompleks
Banyak reaksi tidak dapat dinyatakan secara sederhana dengan persamaan orde nol, orde pertama, orde kedua dan orde ketiga. Reaksi tersebut melibatkan lebih dari satu reaksi elementer dan hal ini dikenal sebagai reaksi kompleks. Proses ini meliputi reaksi reversible, parallel dan berurutan :
1. Reaksi reversible
Reaksi reversible yang paling sederhana adalah reaksi dengan tahap reaksi ke kanan dan kekiri merupakan proses orde pertama
Walaupun sekilas pada persamaan ini tampaknya terjadi kesetimbangan antara A dan B tidak berubah tiap saat. Karena pernyataan ini dimaksudkan untuk menjelaskan suatu proses kinetika, maka persamaan tersebut harus menjelaskan keadaan pendekatan menuju kesetimbangan. Keadaan ini menggambarkan berkurangnya A untuk membentuk B dan beberapa hasil B berubah
2
kembali menjadi A. Menurut gambaran ini, laju total pengurangan A diberikan sebagai laju dimana Aberkurang dalam reaksi ke kiri:
Tetrasiklin dan derivate tertentunya mengalami isomerisasi reversible pada jarak pH 2-6. Isomerisasi ini dikenal sebagai epimerisasi. Dengan menganggap hanya bagian tertentu dari molekul tetrasiklin yang mengalami perubahan, tranformasinya dapat diperlihatkan dengan persamaan
Bentuk alam tetrasiklin mempunyai gugus N[CH3]2 pada bidang bawah dan gugus H pada bidang atas dari kertas. Dalam suasana asam, senyawa murni A, diubahsecar reversible menjasi epi-isomer B.
2
Data dari gambar diatas bila diplot bersamaan memberikan garis seperti gambar dibawah. Kemiringan garis 0,010 /menit.
1. Reaksi parallel atau reaksi samping Merupakan reaksi paling sering dijumpai dalam sistem obat-obatan, terutama bila berhubungan dengan senyawa organic. Katalis asam-basa umum yang akan dibicarakan kemudian merupakan kelompok reaksi ini. Penurunan mutu prednisolone dengan katalis basa merupakan gambaran proses tipe paralel yang akan dijelaskan. Guttman dan Meister menemukan penurunan mutu steroid, prednisolone, dalam larutan air yang mengandung natrium hidroksida sebagai katalis. Reaksi yang berjalan pada temperature 35 derajat celcius dan laju hilangnya rantai samping dihidrosiaseton diikuti oleh teknik analisis yang sesuai. Penguraian prednisolone didapat dengan melibatkan reaksi parallel orde pertama semu dengan pembentukan hasil steroid asam dan steroid netral
2
Harga konstanta laju orde pertama keseluruhan,k,didapat dengan suatu plot log [prednisolone] terhadap waktu pada berbagai konsentrasi natrium hidroksida. Kebenaran persamaan dapat diuji dengan menentukan harga k yang sekarang diketahui untuk tiap tingkat ion hidroksida. Plot dari bahan asam yang terbentuk memberikan suatu garis lurus yang melewat titik [0,0] seperti yang diduga dari persamaan. Harga konsentrasi laju untuk pembentukan hasil asam k1 kemudian dihitung dari kemiringan garis tersebut. Dan harga k2, konsentrasi laju untuk pembentukan hasil netral didapat dari k dikurangi k1. Data tersebut ditabulasi oleh Guttman dan Meister
Kestabilan hidrokortison diselidiki oleh Allen dan Gupta dalam medium pembawa minyak dan air, dasar salep tercuci air dan pembawa emulsi dengan adanya unsur-unsur lain, pada temperaturyang ditinggikan dan pada berbagai tingkat keasaman dan kebasaan. Hidrokortison tidak stabil pada temperature kamar dalam medium pembawa air yang bersifat netral, untuk meningkatkan kestabilan nya, dapat dipakai alcohol dan gliserin. Penguraian hidrokortison dalam air dan propilen glikol adalah reaksi orde pertama semu. Dalam medium basa dan asam yang tinggi dan pada kenaikan temperature, penguraian hidorkortison merupakan suatu reaksi kompleks yang murni, mengikuti skema parallel.
2
1. Reaksi seri/ berurutan Merupakan reaksi umum radioaktif dimana isotope induk meluruh dengan proses orde pertama menjadi isotope anaknya dan demikian seterusnya melalui rantai desintegrasi. Kita ambil contoh yang sederhana dari skema penguraian glukosa sebagai penggambaran reaksi seri. Penguraian glukosa dalam larutan asam dapat digambarkan secara sistematis.
Dimana dalam hal ini melibatkan seluruh bentuk reaksi kompleks proses reversible, parallel, dan seri. Pada konsentrasi glukosa rendah dan katalis asam, pembentukan polisakarida dapat diabaikan. Selanjutnya karena sifatnya yang tidak tentu hasil penguraian 5-HMF dapat dikombinasikan dan disimbolkan dengan C
2
Laju penguraian glukosa diberikan dengan persamaan
Sewaktu glukosa berkurang, konsentrasi 5-HMF bertambah dengan cepat pada awal reaksi dan kecepatan itu berkurang setiap kenaikan waktu. Penguraian hasil 5-HMF mula-mula naik secara lambat, menunjukkan suatu periode induksi atau periode lag, kemudian naik pada laju yang lebih besar. Hasil yang terakhir ini bertanggung jawab atas pewarnaan larutan glukosa yang terjadi ketika larutan disterilkan pada temperature yang dinaikkan. Pemahaman kinetika seperti ini, memberikan penerapan praktis yang dapat dipertimbangkan dalam farmasi. Jika mekanisme penurunan mutu larutan parenteral sisa lebih dimengerti, ahli farmasi dalam pabrik seharusnya dapat menyiapkanproduk stabil berumur relative panjang, sehingga memungkinan persediaan injeksi glukosa dan produk yang serupa untuk digunakan pada keadaan darurat. Mauger at al mengakaji penurunan mutu hidrokortison hemisuksinat pada temperure 70 derajat celcius pada jarak pH yang sempit dan menemukan reaksi yang menjadi suatu contoh lain dari bentuk reaksi seri orde pertama. Pada pH 6,9 konstanta laju k adalah 0,023/jam dan k2 adalah 0,05/jam
Pendekatan massa tunak
Sejumlah proses kinetim dapat memiliki hokum laju yang terintegrasi secara tepat. Dalam hal ini perlu merumuskan suatu rangkaian reaksi yang layak dan kemudian mendapatkan hokum laju yang berlaku untuk tahapan-tahapan rangkaian rumus tersebut. Jika rumus tersebut cukup akurat dan menggambarkan langkah sebenarnya yang terlihat dalam reaksi, pengamatan kinetika untuk reaksi harus cocok dengan kurva yang diberikan oleh laju yang didapat.
2
Pendekatan masa tunak umum digunakan untuk mengurangi tugas dlaam menyimpulkan bentukbentuk hokum laju reaksi. Kita akan melukiskan perkiraan ini dengan mengambil persamaan Michaels-Menten. Michaels-Menten menganggap interaksi substrat S dengan enzim E menghasilkan produk P dengan mengikuti urutan reaksi sebagai berikut
2
Jika konsentrasi E-S konstan selama reaksi dan selalu kurang dari konsentrasi S dan P, dapat ditulis:
2
Konstanta Michaels-Menten menandakan kecenderungan kompleks enzim substrat untuk terurai membentuk substrata tau menghasilkan produk, berhubungan dengan kecenderungan terbentuknya kompleks.
Tahap penentu laju reaksi
Dalam suatu urutan reaksi yang satu tahapnya jauh lebih lambat disbanding seluruh rangkaian tahap dalam menghasilkan produk, laju saat produk dibentuk dapat bergantung pada laju seluruhnya tahap lambat tersebut, tetapi tidak bergantung pada tahap-tahap berikutnya. Tahap paling lambat dalam urutan reaksi tersebut disebut tahap penetu laju reaksi.
Perbandingan reaksi orde nol, orde pertama dan orde kedua.
Sebelumnya kita telah membuat hubungan yang tepat untuk reaksi-reaksi yang mengikuti kinetika orde nol, pertama dan kedua. Sekarang kita mendapatkan petunjuk tentang perkiraaan laju relative dengan orde kinetic masing-masing dengan menganggap bahwa setelah waktu tertentu, konsentrasi yang tertinggal adalah sama untuk reaksi orde pertama dan kedua. Anggaplah setelah satu tahun, satu bahan terurai 75% dari konsentrasi awal, maka 25 % bahan tetap utuh. Untuk suatu reaksi orde nol. Laju reaksi ini memberikan konstanta laju :
2
2
Perbandingan waktu paruh yang dihitung untuk masing-masing orde kinetic menunjukkan bahwa reaksi orde kedua lebih tepat dari reaksi orde pertama dan reaksi orde pertama lebih cepat dari reaksi orde nol. Untuk reaksi elementer, laju relative ini dapet memberikan tafsiran molekul apabila diterima bahwa suatu reaksi orde nol yang tidak bergantung pada konsentrasi
menyiratkan adanya proses selain tabrakan sederhana antara molekul yang memberikan energy untuk reaksi orde nol. Dalam pada itu, segala penyimpangan dari suatu plot kinetic orde nol yang berupa garis lurus ditafsirkan dalam bentuk limit yang ditentukan oleh proses tabrakan. Jadi, laju reaksi orde pertama dan orde kedua yang lebih cepat mengemukakan tabrakan molekul dapat mengaktifkan molekul untuk melakukan reaksi dengan lebih efisien disbanding proses yang tidak memungkinkan tabrakan molekul yaitu reaksi elementerorde nol yang merupakan proses yang tidak efisien. Reaksi orde kedua lebih cepat dari reaksi orde pertama karena dalam peristiwa orde kedua, dua molekul reaktan menghasilkan satu molekul produk, sedangkan dalam reaksi orde pertama, satu reaktan menghasilkan satu molekul produk. Secara ideal, jika tiap tabrakan anatrmolekul menghasilkan produk, reaksi orde kedua akan dua kali lebih cepat dari reaksi orde pertama. Hal ini jelas tidak benar dalam contoh kita, dimana waktu paruh reaksi orde pertama tidak dua kali lebih reaksi orde kedua. Oleh karena itu, kita dapat menafsirkan perbedaan tersebut sebagai petunjuk bahwa tidak setiap tabrakan molekul hasru menghasilkan reaksi. Pengamatan menarik tentang contoh reaksi dapat ditunjukkan dan tafsiran kita dapat jabarkan lebih lanjut. Mari kita berfikir tentang jumlah bahan sisa pada akhir tahun kedua. Untuk mendapatkan hasilnya, bentuk integrasi dari hokum laju reaksi harus disusun kembali. Maka kita mendapatkan untuk reaksi orde kedua
2
Jadi selama satu tahun reaksi, reaksi orde kedua lebih cepat daripada reaksi orde pertama dan reaksi orde pertama lebih cepat dari reaksi orde nol, kita mendapatkan setelah dua tahun, konsentrasi bahan sisa setelah dua tahun pada reaksi orde kedua lebih besar daripada reaksi orde pertama dan seluruh bahan dalam reaksi orde nol telah habis digunakan sebelum tercapai waktu dua tahun. Kita dapat menyimpulkan bahwa dalam dua tahun kedua reaksi, reaksi orde nol lebih cepat dari reaksi orde pertama dan reaksi orde pertama lebih cepat dari reaksi orde kedua. Sifat masing-masing reaksi selama dua tahun dapat dilihat digambar dibawah.
Kebalikan laju relative dari reaksi ini dapat ditafsirkan sebagai akibat berkurangnya reaktan yang ada. Reaksi orde nol tidak bergantung pada konsentrasi, kurangnya reaktan tidak mempengaruhi lajunya. Dalam tahun kedua dari reaksi, lajunya secepat tahun pertama. Tetapi laju reaksi orde pertama dan orde kedua akan lebih lambat pada tahun kedua dari reaksi tersebut. Laju yang lebih lambat dari reaksi orde pertama ditafsirkan sebagai kenaikan dari pengurangan fraksi molekul yang terkesitasi karena bertabrakan dalam tahapan lanjutan reaksi. Maka pada awal reaksi, karena konsentrasi reaktan yang tinggi, fraksi reaktan yang lebih besar mempunyai energy cukup untuk membentuk produk, tetapi pengurangan reaktan menyebabkan pengurangan fraksi molekul yang berenergi tinggi sehingga sedikit produk yang terbentuk dalam interval waktu tertentu. Pemikiran serupa digunakan untuk menjelaskan pengurangan laju reaksi orde kedua, tetapi disini syarat unttuk dua molekul bertemu untuk membentuk produk salah laju reaksi kedua harus lebih lambat dari reaksi orde pertama. Dengan jumlah molekul reaktan yang lebih sedikit yang tersedia untuk reaksi, kemungkinan dua molekul yang mempunyai energy cukup untuk bereaksi akan bertemu dan membentuk produk akan berkurang.
Control termodinamika vs kinetika
Dalam pembahasan tentang termodinamika kita mencatat bahwa perbedaan energy bebas antara reaktan dan produk memberikan kemungkinan terbentuknya suatu reaksi. Ringkasnya kita mencatat 3 kategori utama reaksi
2
Kita dapat menganggap kebutuhan energy keseluruhan untuk reaksi dalam diagram dibawah. Dalam diagram itu reaktan A dan B saling mendekati satu sama lain sepanjang sumbu yang menunjukkan koordinat reaksi. Pada beberapa titik A dan B dapat dikombinasikan untuk menentukan kompleks teraktivasi [A-B] pyang dapat terurai kembali menjadi bahan awal atau berlanjut pada ordinat raksi untuk membentuk produk C+D Secara termodinak, proses digambarkan sebagai diagram.
B. Pengaruh temperature dan beberapa factor lain pada laju raksi Temperature Sejumlah factor lain, selain konsentrasi dapat mempengaruhi kecepatan reaksi. Diantaranya adalah temperature, pelarut, katalis dan sinar. Kecepatan berbagai reaksi bertambha kira-kira dua atau tiga kalinya tiap kenaikan 10 derajat celcius. Pengaruh temperature terhadap laju ini diberikan dengan persamaan yang pertama kali dikemukakan oleh Arrhenius,
2
Kemiringan garis yang didapat dapat dilihat dibawah
Data tersebut yang diperoleh dari pengamatan penguraian glukosa antara 100-140 derajat celcius dlama 0,35 N HCl diplot seperti terlihat dalam gambar dibawah ini
Teori tabrakan klasik dari laju reaksi
Persamaan Arrhenius merupakan suatu hubungan empiric yang memberikan pengaruh temperature pada konstanta laju yang diamati. Hubungan dari bentuk ini diamati terhadap reaksi unimolekular dan bimolecular dan sering juga diamati pada reaksi kompleks yang melibatkan sejumlah tahap banyak hal, untuk memberikan nilai ketergantungan terhadap temperature reaksi bimolecular dan unimolekular tampak menggambarkan kebutuhan fisik dasar yang harus dipenuhi untuk berlangusungnya suatu reaksi.
2
Sifat temperature yang mempengaruhi gerak molekul dapat diketahui dengan menganggap suatu situasi hipotesis dimana seluruh molekul zat bergerak dengan arah dan laju yang sama. Jika satu molekul menyimpang dari jalan semula, akan menabrak molekul lain, menyebabkan kedua molekul bergerak dengan arah dan kecepatan yang berbeda. Suatu tabrakan berantai antarmolekul mungkin dapat terjadi, yang akhirnya berakibat seluruh molekul mengalami gerak acak. Dalam hal ini, hanya fraksi tertentu molekul yang mempunyai laju yang sama dengan laju semula pada sistem tertentu. Hasil keseluruhan untuk sejumlah molekul tertentu pada energy total tertentu, distribusi laju molekul bervariasi dari nol sampai harga yang lebih tinggi. Karena energy kinetic sebanding dengan pangkat dua kecepatan, distribusi laju molekul berhubungan dengan distribusi energy molekul dan fraksi molekul yang mempunyai energy kinetic tertentu, dapat dinyatakan dengan hokum distribusi Boltzmann
Dengan dalil ini, laju reaksi dapat dianggap sebanding dengan jumlah mol reaktan yang mempunyai nenrgi cukup untuk bereaksi yaitu
Laju = PZN Konstanta kesebandingan dalam hubungan ini dibagi atas dua bentuk : jumlah tabrakan Z untuk reaksi antara dua molekul merupakan jumlah tabrakan per detik per cm^3 dan factor ruang atau factor probabilitas P, yang harus diperhatikan sebagai kenyataan bahwa tidak semua tabrakan antarmolekul menghasilkan reaksi. Maka P memberikan probababilitas bahwa suatu tabrakan antarmolekul akan memberikan hasil.
Teori keadaan hasil
Salah satu alternative dalam teori tabrakan adalah teori keadaan trnasisi atau teori laju reaksi mutlak dimana suatu kesetimbangan dianggap terjadi antara molekul-molekul reaktan normal dan kompleks teraktivasi akan menghasilkan suatu produk. Untuk suatu proses bimolecular yang elementer, reaksinya dapat ditulis
2
Marcus dan Baron membandingkan kinetika dari hidrolisis prokamamid, prokain, dan benzokain dengan katalis asam. Mereka menemukan bahwa factor frekuensi untuk prokainamid dan prokain lebih rendah dari harga yang diharapkan untuk jenis senyawa ini. Prokainamid dan prokain merupakan jenis diproton dalam larutan asam, yakni menghasilkan dua proton dan terhidrolisis dalam suasan asam melibatkan interaksi ion-ion positif disebut molekul prokain diproton dan ion hydronium
Efek pelarut
Pengaruh pelarut terhadap laju penguraian obat merupakan suatu topik terpenting untuk ahli farmasi. Waalau efek-efek tersebit rumit dan generalisasi tidak dapat dilaksanakan, tampak reaksi nonelektrolit dihubungkan dengan tekanan dalam relative atau parameter kelarutan dari pelarut dan zat terlarut. Pengaruh kekuatan ion da konstanta dielektrik dari medium pada laju reaksi ionic juga penting. Larutan biasanya bersifat tidak ideal, dan persamaan harus dikoreksi dengan memasukkan koefisien aktivita. Untuk reaksi bimolecular :
2
Sebagai akibat dari analisis ini, dapat dikatakan bahwa pelarut polar, yaitu yang mempunyai tekanan dalam yang tinggi, cenderung menghasilkan reaksi yang dipercepat membentuk produk yang mempunyai tekanan dalam yang lebih tinggi daripada reaktan. Jika sebaliknya produk kurang polar daripada reaktan, produk akan dipercepat oleh pelarut dengan polaritas rendah atau tekanan dalam rendah dan diperlambat oleh pelarut yang tekanan dalam nya tinggi. Sejumlah penelitian yang menghubungkan konstanta dielektrik medium pelarut terhadap laju reaksi telah dilakukan. Beberapa penemuan yang melibatkan senyawa-senyawa yang digunakan dalam bidang farmasetik. Amis dan Holmes mengkaji efek konstanta dielektrik pada inversi sukrosa dengan asam. Bila konstanta dielektrik diturunkan dengan penambahan dioksan pada pelarut air, laju reaksi ternyata bertambah menurut teori reaksi ion dipol
.
Dalam rangka menentukan efek konstanta dielektrik pada laju penguraian glukosa pada larutan asam, Heimlich dan Marti melakukan pengujian dalam campuran dioksan-air. Hasil yang terdapat pada tabel dibawah ini adalah hasil yang diharapkan untuk reaksi antara ion positif dan
2
molekul dipol. Seperti kita lihat dalam tabel, konstanta dielektrik dari medium merupakan factor penting dalam kestabilan larutan glukosa , karena penggantian air dengan pelarut yang konstanta dielektrikanya lebih rendah meningkatkan laju penguraian glukosa. Marcus dana Taraszka mempelajari kinetika degradasi dengan katalis ion- hidrgen dari antibiotic, kloramfenikol dalam sistem air-propilen glikol. Penurunan konstanta dielektrik menaikkan laju reaksi, suatu penemuan yang sesuai dengan persyaratan untuk reeaksi ion dipol. Penemuan ini mempunyai arti yang cukup penting dalam famasi. Penggantian air dengan pelaurut lain sering dilakukan dalam farmasi dalam rangka menstabilka obat terhadap kemungkinan hidrolisis. Maka ada perlunya mempelajari kinetika secara keseluruhan dan memperhatikan penafsiran hasil yang ditunjukkan sebelum seseorang dapat meramalkan kondisi optimum untuk menstabilkan produk obat.
Katalisis
Seperti yang telah dicatat, laju reaksi sering dipengaruhi dengan adanya katalis. Meskipun hidrolisis sukrosa dengan adanya air pada suhu kamar berlangsung dengan penurunan energy bebas, reaksinya begitu lambat sehingga dapat diabaikan. Bila konsentrasi ion hydrogen dinaikkan dengan penambahan sejumlah asam, maka reaksi akan berlangsung dengan laju yang dapat diukur. Katalis didefinisikan sebagai suatu zat yang mempengaruhi kecepatan reaksi tanpa ikut berubah secara kimia. Jika suatu katalis menurunkan kecepatan suatu reaksi disebut sebagai katalis negative. Sebenarnya katalis negative seing berubah secara tetap selama reaksi, dan katalis negative yang demikian lebih tepat disebut inhibitor daripada katalis. Katalis dianggap bekerja dengan cara berikut ini. Katalis bergabung dengan reaktan yang disebut substrat dan membentuk suatu zat antara yang disebut kompleks, yang kemudian terurai membentuk katalis dan menghasilkan produk. Dengan cara demikian katalis menurunkan aktivasi dengan mengubah mekanisme proses dan kecepatannya menjadi bertambah. Selain itu katalis dapat juga bekerja dengan menghasilkan radikal bebas yang akan mengadakan reaksi berantai yang cepat. Reaksi berantai adalah reaksi yang terdiri dari serangkaian reaksi yang melibatkan atom bebas atau radikal yang berperan sebagai zat antara. Reaksi rantai dimulai dengan tahap pendahuluan dan berakhir dengan pemutusan rantai atau tahap terminasi. Katalis negative atau inhibitor sering berperan sebagai pemutusan rantai atau tahap terminasi. Katalis negative atau inhibitor pada reaksi eksplosif seperti pada pembakaran bahan bakar mobil. Aksi katalik dapat homogeny atau heterogen dan mungkin terjadi baik pada keadaan gas atau cairan. Katalis homogeny terjadi bila katalis dan reaktan berada dalam fase yang sama. Katalisis asam basa merupakan jenis katalisis yang terpenting pada fase cair. Katalis heterogen terjadi bila katalis dan reaktan membentuk fase yang terpisah dalam campuran. Katalis mungkin berada dalam bentuk serbuk halus seperti platina, atau mungkin berupa dinding wadah. Katalisis terjadi pada permukaan padatan sehingga sering diebut contact catalysis. Molekul reaktan
2
teradsorbsi pada tempat-tempat tertentu yang dikenal sebagi pusat aktif, pada permukaan yang kasar dari katalis. Mekanisme yang sebenarnya dari aksi promoter ini belum diketahui, meskipun promoter diperkiran mengubah sifat permukaan sehingga meningkatkan adsorbs terhadap reaktan, sehingga adsorpsi terhadap reaktan, sehingga meningkatkan pula aktivitas katalik
Katalis asam basa spesifik
Larutan sejumlah obat mengalami percepatan penguraian pada penambahan asam atau basa. Jika larutan obat didapar, penguraian tidak akan dipengaruhi oleh perubahan konsentrasi asam atau basa yang berarti sehingga reaksi diperkirakan dikatalisis oleh ion hydrogen atau hidroksil. Bila hokum laju reaksi untuk penguraian yang dipercepat ini mengandung bagian yang melibatkan konsentrasi ion hydrogen atau hidroksil, reaksi yang demikian disebut katalisis asam basa spesifik. Untuk reaksi pada umumnya laju pembentukan hasil reaksi dinyatakan dengan:
Dalam hal ini plot k terhadap pH harus merupakan garis lurus dengan kemiringan = +1
2
Katalis asam basa umum
Dalam kebanyakan sistem yang penting untuk farmasi, dapat digunakan untuk mempertahankan larutan pada pH tertentu. Sebagai tambahan pada efek pH terhadap laju reaksi, sering menjadi kemungkinan reaksi dikatalisis oleh satu atau beberapa komponen penyusun dapar. Reaksi ini disebut katalisis asam basa umum tergantung pada apakah komponen katalisis tersebut asam atau basa. Profil laju pH dari suatu reaksi yang mudah dipengaruhi oleh katalisis asam basa umum menunjukkan penyimpangan dari sifat-sifat yang diharapkan. Factor lain seperti kekuatan ion atau perubahab pK, dari substrat juga dapat memperjelas penyimpangan pada profil laju pH. Pembuktian katalisis asam umum atau katalisis basa umum dapat dilakukan dengan menentukan laju penurunan mutu obat dalam sejumlah dapar yang semuanya mempunyai pH yang sama.
2
Ka adalah konstanta disosiasi asam lemah. Dari hubungan ini, efek katalisis dari asam atau basa Bronsted-Lowry pada laju reaksi spesifik dapat diramalkan , jika konstanta disosiasi dari elektrolit lemhnya diketahui. Suatu profil laju pH yang menarik ditunjukkan pada diagram dibawah diperoleh dari hidrolisis asam asetilsalisilat. Pada daerah pH 0 sampai sekitar 4 ada katalisis asam basa spesifik yang jelas dan suatu solvolisis yang tidak bergantung pada pH. Diatas pH 4 ada daerah kedua yang tidak tergantung pada pH suatu garis mendatar dengan panjangnya setidaknya 3 satuan pH. Garret telah mengkaji hal ini dan menyatakannya sebagai katalisis intramolekular oleh anion karboksil dari asam asetisalisilat bukan dari katalisis asam basa umum.
2
Pengaruh cahaya
Cahaya tidak digolongkan sebagai katalis, dan efeknya terhadap reaksi kimia dibahas sebagai topic terpisah. Energy cahaya seperti panas dapat memberikan keaktifan yang diperlukan untuk terjadinya reaksi. Radiasi dengan frekuensi yang sesuai dengan energy yang cukup akan diadsorbsi untuk mengaktifkan molekul-molekul. Penelitian tentang reaksi fotokimia memerlukan perhatian penuh untuk mengontrol panjang gelomabang dan intesitas cahaya dan jumlah yang diadsoprsi oleh bahan tersebut. Reaksi-reaksi yang terjadi dengan pengaktifan fotokimia biasanya kompleks dan berlangsung dengan serangkaian tahap reaksi. Laju reaksi dan mekanisme dari tahap-tahap reaksi tersebut dapat diterangkan melalui penelitian yang terperinci terhadap semua factor yang terlibat, tetapi dalam pembahasan dasar dari pengaruh cahaya terhadap bahan farmasi kita tidak akan sampai pada hal-hal yang demikian. Contoh dari reaksi fotokimia yang penting dalam farmasi dan biologi adalah penyinaran ergosterol dan proses fotosintesis. Bila regosterol disinari dengan cahaya dari daerah ultraviolet, akan terbentuk vitamin D. Beberapa penelitian melibatkan pengaruh cahaya terhadap bahan obat. DeMerre dan Wilson menempatkan larutan Kristal vitamin B12 dibawah cahaya matahari, cahaya buatan dan sinar ultraviolet dan menentukan berkurangnya vitamin setiap 1 jam penyinaran. Cahaya matahari mempunyai intensitas sekitar 8000 lilin menyebabkan kerusakan sekitar 34 % dalam 2 jam. Fotokimia riboflavin telah dibahas oleh Penzer dan Radda dan oleh Oster et al. penelitian mengenai foto-oksidasi dan foto degradasi riboflavin telah didahului oleh Konstenbauder et al dan Shin et al. foto-oksidasi tetrasikilin dan kemungkinan hubungannya dengan kepekaan cahayanya dalam tubuh telah diselidiki oleh Wiebe dan Moore. Fotodegradasi klorpromazin HCl telah dilaporkan oleh Felmeister dan Discher. Garret dan Eble mempelajari stabilitas fumagilin dan mengamati bahwa degradasi fotolisis dalam etanol adalah orde pertama dan disebabkan terutam oleh cahaya dengan panjang gelombang dibawah 400 nm. Blythe melaporkan bahwa perusahaan perusahaan farmasi telah menguji adanya pemucatan warna tablet dan cairan karena cahaya matahari. Cahaya matahari digunakan sebagai
2
pengujian sekilas untuk memilih warna yang stabil, tetapi pengujian terbaik hanyalah semikuantitatif. C. Penguraian dan penstabilan bahan obat Beberapa tahun belakangan ini, telah dimulai program-program oleh berabgai institu dan perusahaan pembuat obat dalam usaha mempelajari penguraian obat secara sistematis. Kebanyakan penguraian bahan farmasi dapat digolongkan sebagai hidrolisis atau oksidasi dan contoh-contoh dari kedua tipe penguraian ini. Kebanyakan obat mengandung lebih dari satu gugsu fungsional dan obat ini mungkin bisa terhidrolisis dan teroksidasi bersama-sama. Reaksi lain seperti isomerisasi, epimerisasi dan fotolisis juga dapat mempengaruhi kestabilan obat dalam bebagai produk cairan, padatan dan semisolid. Mollica et al telah membahas banyak tentang pengaruh bahan penyususn obat dan factor lingkungan terhadap kestabilan fisika dan kimia dari obat.
Hidrolisis
Reaksi air dengan ester seperti etil asetat dan dengan amida seperti prokainamida dikenal sebagai hidrolisis. Akan tetapi reaksi antara air dan ion-ion garam dari asam lemah dan basa lemah juga disebut hidrolisis. Reaksi hidrolisis molecular berlangsung jauh lebih lambat daripada hidrolisis ionic. Hidrolisis aspirin, ditemukan oleh Edwards merupakan orde pertama dan dikatalisis oleh ion hydrogen dan hidroksil. Aspirin sangat mudah terhidrolisis diatas pH 10. Garret juga mempelajari reaksi aspirin dalam larutan secara agak rinci.
Menurut Higuchi et al prokaina terurai terutama oleh hidrolisis, degradasi terjadi terutama karena pecahnya bentuk tidak bermuatan dan bentuk tunggal. Reaksi dikatalisis oleh ion OH-. Berdasrkan penelitian ini, Higuchi dan Busse menyimpulkan bahwa larutan prokain harus disterilkan dengan otoklaf pada suhu 120 derajat Celsius untuk sementara waktu dapat juga dengan memanaskan 100 derajat celcius secara berulang.
2
Kondritzer et al mempelajari hidrolisis atropine dalam alkali dan asam dan menemukan bahwa reaksi katalisis utama melibtkan ion OH- diatas pH 4,5 dan ion H+ dibawah pH 3. pH untuk kestabilan maksimum bervariasi antara 4,1 pada 0 derajat Celsius dan 3,2 pada 100 derajat celcius.
Kinetika dan mekanisme degradasi hidrolisis ampisilin dalam larutan pada suhu 35 derajat celcius dan kekutan ion = 0,5 diteliti oleh Hou dan Poole. Penelitian ini dilakukan pada daerah pH 8 sampai 10. Penguraian terjadi menurut kinetic orde pertama dan dipengaruhi oleh katalisis asam basa umum. Profil laju pH dalam larutan dapar menunjukan kestabilan maksimum pada pH 4,85 dan dalam larutan bukan dapar pada pH 5,85. Patel dan Lemberger melaporkan hidrolisis homatropin dengan katalis ion hidroksil juga homatropin metilbroida, atropine, dan atropine metilbromida. Ternyata homatropin basa terurai dengan laju kurang lebih 5 x laju penguraian atropine basa. Perbandingan konstanta laju reaksi dari garam kuartener, atropine metilbromida dan homatropin metilbromida dengan basa bebas yang sesuai menunjukkan bahwa muatan positif pada nitrogen dalam garam kuartener meningkatkan laju sampai 35 kali dari basa bebasnya.
2
Oksidasi. Reduksi merupakan penambahan elektron pada molekul dan oksidasi merupakan pelepasan elektron dari molekul. Dalam kimia organik, oksidasi sering dianggap sinonim dengan lepasnya hidrogen (dehidrogenasi). Bila suatu reaksi melibatkan molekul oksigen, biasanya disebut otooksidasi atau otoksidasi, karena biasanya terjadi secara spontan dalam keadaan normal. Oksidasi sering melibatkan radikal bebas dan yang diikuti reaksi-reaksi berantai, dan dalam fase gas dapat mengakibatkan ledakan. Radikal bebas adalah molekul/atom yang mengandung 1 atau lebih electron tidak berpasangan seperti R, hidroksil bebas OH, dan molekul oksigen O-O. Radikal ini cenderung untuk menarik elektron dari zat lain sehingga terjadi oksidasi. Oksidasi aldehid cair seperti benzaldehid terjadi dengan suatu mekanisme radikal bebad dan dipengaruhi oleh panas dan cahaya. Oksidasi. Lemak tak jenuh dan minyak terjadi dengan adanya oksigen dari atmosfer, cahaya dan katalis dalam jumlah kecil dan berlangsung menurut reaksi rantai radikal bebas40 (persamaan 156-1580. Hidroperoksida yang terbentuk dalam reaksi (158) (R’-CHOOH-CH=CH-R”) dapat terurai, dan reaksi berlanjut sampai radikal bebas terbentuk dalam reaksi (156) dan (157) dirusak oleh inhibitor atau oleh reaksi samping yang memecah rantai. Lemak dan minyak seringkali dijenuhkan dengan penambahan radikal hidroksil pada ikatan rangkap 2 (olefin).
Inhibitor atau antioksidan bekerja dengan memberikan elektron dan atom hydrogen yang dapat diterima oleh radikal bebas dengan mudah, dan proses ini menghentikan reaksi berantai. Inhibitor termasuk senyawa OH dan NH seperti pirogallol, ammonia, dan macam-macam amina. Senyawa polihidroksi fenolat dengan gugusan hidroksi orto atau para tetapi bukan meta, satu dengan lainnya berlaku sebagai antioksidan. Bentuk meta bersifat inaktif karena tidak dapat membentuk struktur kurinoid yang terlihat pada (159). Atom hydrogen yang reaktif dari suatu antioksidan, seperti hidrokuinon, dengan cepat diberikan pada R dalam reaksi (156) atau radikal peroksida pada reaksi (157). Inhibitornya diubah menjadi semikuinon, yang distabilkan dengan resonansi sehingga tidak dapat merambatkan reaksi berantai tersebut. Contohnya
2
Persamaan (159), mungkin merupakan skema yang terlalu disederhanakan, dan inhibitornya mungkin melibatkan banyak langkah, dengan pembentukan suatu kompleks peralihan seperti yang diusulkan oleh Boozer et al. Penelitian kinetika mengenai otoksidasi dari asam askorbat adalah uraian penelitian yang menarik, yang dimulai sekitar 50 tahun lalu. Merkipun kinerika penguraian asam askorbat mungkin telah dipelajari secara lebih menyeluruh daripada obat-obat lain, kita sekarang hanya mencoba mengerti mekanisme otoksidasi. Reaksi keseluruhan dapat digambarkan sebagai:
Salah satu penelitian kinetika yang pertama tentang otoksidasi asam askorbat menjadi asam dehidroaskorbat dilakukan pada tahun 1936 oleh Barron et al. Dekker dan Dickinson mengusulkan suatu skema untuk oksidasi asam askorbat oleh ion Cu2+ dan memperoleh persamaan untuk penguraian itu seperti berikut:
Dimana [H2A]o adalah konsentrasi awal, dan [H2A] adalah konsentrasi asam askorat pada waktu t. Hasil percobaan memberikan perbandingan yang sesuai dengan hasil yang dihitung pada persamaan (161), dan diandaikan bahwa reaksi awal merupakan oksidasi yang pelan/lambat dari ion askorbat oleh oksigen menjadi semikuinon, yang dengan segera dioksidasi oleh oksigen menjadi asam dehidroaskorbat. Saat reaksi tersebut berlangsung laju reaksi spesifik k ternyata naik secara teratur. Dekker dan Dickinson mengamati bahwa reaksi diperlambat dengan meningkatkan konsentrasi awal asam askorbat, ini mungkin disebabkan asam askorbat bereaksi habis dengan
2
oksigen bebas. Bila oksigen terus-menerus dialirkan melalui campuran tersebut, laju penguraian spesifik tidak akan turun dengan menaikkan konsentrasi asam askorbat. Gero dan LeGallic juga mengamati bahwa k tetap konstan hanya jika udara dialirkan melalui larutan untuk menjaga agar oksigen yang terlarut mendekati batas jenuh. Weissberger et al menunjukkan bahwa otoksidasi asam askorbat melibatkan anion asam L-askorbat bermuatan 1 dan 2. Oksigen diketahui bereaksi dengan ion divalent pada tekanan atmosfer sekitar 10 5 kali lebih cepat dari ion monovalen asam tersebut pada temperature biasa bila katalisis logam ditekan (dikurangi). Nord menunjukkan bahwa laju otoksidasi asam askorbat dengan katalisis tembaga merupakan fungsi konsentrasi anion askorbat monovalen, ion Cu2+, ion Cu+, dan ion H+ dalam larutan. Skema kinetika yang diajukan Nord ternyata sesuai bila dibandingkan dengan penemuan percobaan. Studi tambahan telah dibuat berdasarkan efek berbagai zat pengompleks pada otoksidasi asam askorbat dengan adanya ion logam.
Blaug dan Hajratwala mengamati bahwa asam askorbat ter-
rai oleh oksidasi aerobic menurut profil logaritma konstanta laju pH pada Gambar 14-14. Efek dapar dihilangkan sehingga hanya diperhatikan katalis oleh ion hydrogen dan ion hidroksil. Asam dehidroaskorbat, produk pemecahan asam askorbat yang diketahui, ternyata terurai lebih lanjut menjadi asam ketogulonat, yang kemudian membentuk treonat dan asam oksalat.
2
Underberg mempelajari degradasi termal dari promethazin,
Suatu antihistamin, dengan adanya oksigen, dan sembilan produk uraian diidentifikasi dengan kromatografi lapis tipis. Pengaruh pH, ion logam dan antioksidan dipelajari, dan mekanisme penurunan mutu (degradasi) oksidatif dikemukakan. Degradasi oksidatif dan hidrolitik dari dipiron, suatu bahan analgesic, antipiretik, dan antirematik diteliti oleh Dubash dan Moore. Pusat yang dioksidasi adalah gugus sulfite:
Mekanisme radikal bebas untuk penguraian ini digambarkan sebelumnya oleh Schroeter. Secara umum, otooksidasi terjadi lebih cepat dalam larutan basa daripada dalam larutan asam. Dipiron ternyata, menunjukkan penguraian oksidatif minimum pada harga pH di atas 7,8 dan penguraian dipiron dalam larutan diketahui cukup kompleks. Larutan polisorbat 20 dalam air mengalami otooksidasi yang dipercepat oleh cahaya, temperature, dan katalis tembaga. Hidrolisis mengikuti reaksi oksidasi, membentuk asam laurat. Perlindungan Terhadap Hidrolisis. Obat dapat distabilkan terhadap hidrolisis dengan menyesuaikan pH larutan pada suatu harga dimana senyawa tersebut secara eksperimen diketahui menunjukkan konstanta laju reaksi yang terrendah. Jika reaksi tersebut di anggap
2
merupakan katalis asam-basa umu, dapar yang digunakan untuk mengatur pH harus dipilih dengan hati-hati. Dapar tersebut harus memberikan pH optimum untuk memperoleh kestabilan dan aktivitas terapi obat maksimum. Dalam kebanyakan kasus aktivitas terapi obat basa lemah, seperti alkaloid, pilokarpin, lebih tergantung pada konsentrasi basa bebas daripada garam yang terionisasi dalam larutan. Dengan menggunakan persamaan dapar dapat ditunjukkan bahwa pada pH 9 dan bentuk basa pilokarpin mencapai 99% dan pada pH 7,4 mencapai 9,78% dan hanya 0,1% pada pH 4. Tetapi, obat untuk penggunaan pada mata dapat sangat mengiritasi mata jika diberikan sebagai basa bebas. Barac dan Roseman mungkin pekerja pertama yang melakukan penstabilan obat dengan metode kompleksasi. Mereka melaporkan penghambatan pada degradasi oksidatif dari epinefrin dan bilirubin secara kompleksasi dengan protein plasma. Higuchi dan Lachmann et al telah mampu mendemonstrasikan penyumbatan hidrolisis benzokain dalam larutan air dengan penambahan kafein untuk membentuk kompleks, benzokain-kafein. Efeknya mungkin cukup kuat, adanya kafein menurunkan serangan katalis terhadap molekul benzokain. Atau kafein dapat pula bekerja dengan mereduksi interaksi ion dipole antara ion hydrogen atau hidroksil, dan molekul obat untuk menghasilkan kestabilan. Apa pun mekanisme penghambatan oleh kafein ternyata laju hidrolisis hanyalah fungsi dari benzokain bebas yang tidak terkompleks dalam larutan.
Laju penguraian benzokain dapat dinyatakan dengan persamaan:
dimana k adalah konstanta laju keseluruhan untuk penguraian benzokain dengan adanya kafein. Ff dan Fc adalah fraksi benzokain yang tetap bebas dalam larutan, dan fraksi benzokain yang telah membentuk kompleks. Sedangkan kf dan kc adalah koefisien laju spesifik yang sesuai. Tetapi secara pengobatan ternyata kc tidak mempunyai pengaruh yang berarti, artinya bentuk kompleks benzokain tidak memberi andil pada penguraian sehingga persamaan (162) dapat diredukasi menjadi:
Hal ini menunjukkan bahwa penguraian hanya merupakan fungsi dari sisa benzokain dalam larutan yang tidak membentuk kompleks. Karena itu waktu-paruh untuk obat itu dapat ditingkatkan dengan menaikkan konsentrasi kafein, sehingga mengurangi jumlah benzokain bebas yang terpapar pada aksi katalisis. Hasilnya dirangkum pada table 14-6, yang menyatakan k
2
dari persamaan (163) dalam istilah waktu paruh. Lachmann et al juga menstabilkan prokain, dan Lachmann & Higuchi menstabilkan
tetrakain melalui kompleksasi dengan kafein. Metode lainnya yang mungkin digunakan untuk meningkatkan kestabilan obat adalah dengan menekan kelarutan sehingga menurunkan konsentrasi obat dalam larutan. Laju reaksi R, dalam larutan jenuh adalah:
dimana k adalah konstanta laju penguraian dalam larutan homogen pada orde-pertama dan c adalah kelarutan atau konsentrasi jenuh obat dalam wadah yang sama. Karena kc adalah konstan, ini dibuktikan dari persamaan (164) bahwa laju reaksi seharusnya orde nol semu. Pertama, laju degradasi penisilin dalam larutan prokain-penisilin ditunjukan oleh Swintosky et al yang hanya bergantung pada bagian dalam larutan dan ternyata degradasinya mendekat orde-nol dan sesuai dengan hubungan yang dinyatakan pada persamaan (164). Kedua, Garrett menunjukan adanya saling ketergantungan antara kelarutan dan laju reaksi dalam larutan jenuh asilsalisilat. Penguraian hidrolisis dapat dicegah lebih lanjut dengan menghilangkan air. Obat ini dapat disimpan dalam bentuk kesing atau disuspensikan sebagai bubuk yang tidak larut dalam pembawa yang sesuai bila akan di gunakan. Obat-obat yang mudah teroksidasi seperti asam askorbat dan epinerfin (adrenali) dapat distabilkan dengan menghindari ksigen, mendapar larutan pada pH yang sesuai, menggunakan pelarut bebas logam, menambah inhibitor, menghindari cahaya, menyimpan produk pada temperature rendah, dan meracun system oksidasi-reduksi dengan potensial tertentu. Krishnumurthy dan Giri membuat studi perbandingan penggunaan inhibitor untuk mencegah otoksidasi asam askorbat. Mereka menemukan bahwa senyawa yang mengandung 2
satu atau lebih gugus amino dan satu atau lebih gugus asam adalah inhibitor yang efektif. Beberapa yang diusulkan adalah sistin, tirosin, sarkosin, piridin, kinolin, dan asam nikotinat. Dolder mampu menstabilkan larutan asam askorbat dengan menghindarkannya dari oksigen dan logam berat dan dengan menambah sistein, tiourea, atau asam tioasetat. Larutan tersebut ternyata paling stabil bila didapar pada pH 6 atau lebih rendah. Kestabilan asam askorbat dalam formulasi cairan yang mengandung vitamin lain telah dipelajari oleh sejumlah peneliti. Bartilucci dan Foss menemukan bahwa kestabilan suatu campuran cairan sianokobalamin (vitamin B12) dan asam askorbat telah memberikan sesuatu yang mengesankan pada penambahan zat pengompleks EDTA dan dengan menggunakan pembawa yang tersusun dari propilena glikol dan gliserin sama banyak. Untuk menstabilkan larutan asam askorbat, seseorang harus hati-hati menghilangkan udara dan ion-ion logam, mendapar larutan untuk mengatur pH, dan melindungi produk dari cahaya. Surfaktan seperti polisorbat 80 dapat meningkatkan laju oksidasi asam askorbat pada konsentrasi rendah, dimungkinkan karena adsorbsi pada molekul surfaktan dan kepekaan terhadap reaksi oksidatif.
2
KINETIKA DALAM WUJUD PADAT.
Padatan Murni. Penguraian padatan murni, kebalikan dari campuran yang lebih kompleks dari bermacam-macam bahan dalan sediaan obat, telah dipelajari, dan sejumlah teori telah diusulkan untuk menjelaskan bentuk kurva yang diperoleh bila penguraian dari senyawa diplotkan terhadap waktu. Carstensen dan Musa menggambarkan penguraian dari derivate asam benzoate padat, seperti asam amino benzoate, yang terurai menjadi cairan, aniline, dan gas, karbondioksida. Plot konsentrasi obat yang terurai terhadap waktu menghasilkan kurva sigmoid (Gambar 14-15). Setelah cairan mulai terbentuk, penguraian menjadi reaksi orde-pertama dalam larutan. System komponen tunggal farmasi
2
seperti itu dapat terurai dengan reaksi orde-nol maupun orde-pertama seperti terlihat pada gambar 14-15. Kadang-kadang sukar
2
untuk menentukan pola mana yang diikuti bila orde reaksi tersebu tidak dapat ditetapkan melalui sejumlah penentuan yang cukup untuk membedakan antara orde-nol dan orde-pertama.
Sediaan Obat Berbentuk Padat. Penguraian obat dalam sediaan padat jauh lebih kompleks daripada penguraian yang terjadi pada senyawa tunggal murni. Reaksi tersebut mungkin orde-nol atau orde-pertama. Tetapi dalam kasus yang sama, seperti pada senyawa murni, sukar sekali untuk membedakan antara keduanya. Tardif mengamati bahwa asam askorbat terurai dalam tablet menurut reaksi orde-pertama semu. Dalam bentuk sediaan tablet atau sediaan padat lain, terdapat kemungkinan interaksi padat-padat. Carstensen et al telah merancang program untuk menguji kemungkinan tidak dapat bercampurnya obat dengan bahan-bahan yang ada dalam campuran padat. Lach et al menggunakan spektroskopi reflektan difusi untuk mengukur interaksi bahan tambahan dan bahan obat dalam bentuk sediaan padat. Blaug dan Haung menggunakan teknik spektroskopi ini untuk mempelajari interaksi serbuk kering laktosa dengan dekstroamfetamin sulfat. Goodhart et al mempelajari pemucatan warna tablet oleh cahaya (reaksi fotolisis) dan plot dari hasil merupakan perbedaan warna pada bermacam-macam harga energi cahaya yang dinyatakan dalam satuan kaki-lilin-jam. Lachman, Cooper et al melakukan serangkaian penelitian mengenai penguraian dari warna FD dan C dalam tablet dan menetapkan pola 3 tahap penguraian yang terpisah. Fotolisis
2
ini adalah gejala permukaan yang menyebabkan pemucatan warna tablet sediaan ± 0,03 cm. hal yang menarik, pemucatan warna tablet ini tidak terjadi lebih lanjut ke dalam penyalut dengan penyinaran yang kontinu, dan isi yang dilindungi dari tablet salut warna sebaliknya tidak dipengaruhi oleh pemaparan terhadap cahaya.
2
ANALISIS KESTABILAN YANG DIPERCEPAT. Metode uji dipercepat untuk produk-produk farmasi yang didasarkan pada prinsip-prinsip kinetika kimia ditunjukkan oleh Garret dan Carper. Menurut teknik ini nilai k untuk penguraian obat dalam larutan pada berbagai temperature yang dinaikkan diperoleh dengan memplot beberapa fungsi konsentrasi terhadap waktu, seperti yang terlihat pada gambar 14-16 dan telah dibahas pada bagian terdahulu dalam bab ini. Logaritma laju penguraian spesifik kemudian diplot terhadap kebalikan dari temperature mutlak seperti yang terlihat pada gambar 14-17, dan hasil berupa garis lurus diekstrapolasi sampai temperature ruang.
2
Free dan Blythe dan, akhir-akhir ini, Amirjahed dan rekan-rekan telah mengusulkan metode yang mirip di mana periode waktu fraksional di plotkan terhadap kebalikan temperature, dan waktu dalam hari yang diperlukan oleh obat untuk terurai menjadi beberapa fraksi dari potensi asalnya pada temperature kamar di peroleh. Pendekatannya diilustrasikan pada Gambar 14-18 dan 14-19. Dengan metode ini, overage yaitu kelebihan jumlah obat yang harus ditambahkan pada sediaan untuk menjaga paling sedikit 100% dari jumlah yang tercantum, selama umur yang di
2
perkirakan untuk obat, dapat dihitung dengan mudah dan ditambahkan pada sediaan tersebut pada saat pembuatan.
Pendekatan yang lebih maju untuk evaluasi kestabilan adalah kinetika nonisotermal, yang diperkenalkan oleh Rogers pada tahun 1963. Energi aktivasi, laju reaksi dan kestabilan yang diperkirakan diperoleh dalam satu percobaan dengan mengatur temperature untuk berubah pada laju yang telah ditentukan sebelumnya. Temperature dan waktu dihubungkan melalui fungsi yang sesuai, seperti:
dimana To adalah temperature awal dan a adalah kebalikan dari konstanta laju pemanasan. Pada setiap waktu, selama proses, persamaan Arrhenius untuk waktu nol dan t dapat ditulis:
2
dan substitusi (165) ke (166) menghasilkan:
Karena temperature merupakan fungsi dari waktu t, suatu pengurangan kestabilan, k secara langsung diperoleh pada kisaran temperatus tersebut. Sejumlah variasi telah dibuat pada metode 91,92,93,94, dan sekarang memungkinkan untuk mengubah laju pemanasan terprogram dengan penelitian isotermal dan menerima printout energi aktivasi, dan kestabilan memperkirakan waktu yang direncanakan dan pada berbagai temperature. Meskipun metode kinetika tidak melibatkan penelitian yang terinci mengenai mekanisme degradasi dalam memperkirakan kestabilan, tetapi memberikan penerapan yang sesuai dengan prinsip-prinsip ilmiah, jika ingin dikembangkan pada penelitian yang diperluas dalam temperature ruang. Lebih lanjut, sebelum metode yang lebih tua, merskipun kurang memuaskan secara keseluruhan, diabaikan saja, teknik baru harus diuji secara mendasar dan dipelajari dengan kritis. Beberapa tindakan pencegahan umum mengenai metode uji dipercepat ini sesuai apabila dilakukan dalam hal ini. Hal pertama yang harus ditekankan kembali bahwa akibat yang diperoleh dari penelitian degradasi suatu komponen tertentu dalam pembawa tidak dapat diterapkan sekehendak hati dan cairan-cairan lain secara umum. Metode pengujian yang didasarkan pada hukum Arrhenius hanya berlaku jika penguraian merupakan fenomena termal dengan energi aktivasi sekitar 10 sampai 30 kkal/mol. Jika laju reaksi ditentukan dengan difusi atau reaksi fotokimia, atau jika penguraian karena membeku, kontaminasi oleh mikroorganisme, guncangan yang terlalu kuat selama pengangkutan, dan sebagainya, penelitian mengenai temperature yang dinaikkan ternyata kurang berguna untuk memperkirakan umur produk. Metode statistic harus digunakan untuk mengestimasi kesalahan laju konstanta, khususnya jika pengerjaan dilakukan berdasarkan metode biologi; ini diselesaikan dengan metode kuadrat terkecil seperti yang dibahas oleh Garrett dan Westlake. Peneliti harus menyadari bahwa orde reaksi dapat berubah selama penelitian. Maka, penguraian orde-nol dapat kadang-kadang menjadi orde-pertama, orde-kedua, atau orde dalam pecahan dan energi aktivasi juga dapat berubah jika penguraian terjadi dengan beberapa mekanisme. Pada temperature tertentu, otokatalis, yaitu percepatan penguraian oleh produk yang terbentuk dalam reaksi, dapat terjadi sehingga menyebabkan perkiraan kestabilan pada temperature ruang dengan kenaikan temperature menjadi tidak mungkin.
2
Kesimpulannya, peneliti pada laboratorium penelitian pengembangan produk harus mengetahui keterbatasan pengkajian dipercepat baik klasik maupun tipe kinetika yang terakhir, dan dia harus dapat membedakan berbagai kasus, sehingga ramalan yang dapat masuk akal dapat dibuat dan mana yang hanya merupakan petunjuk kasar tentang kestabilan produk yang dapat diperoleh. Bagaimana metode percepatan tidak dapat diterapkan, pengujian umur yang diperpanjang dapat dilaksanakan dalam berbagai kondisi untuk memperoleh informasi yang diinginkan.
2
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Dari hasil percobaan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa: 1. Semakin besar konsentrasi yang digunakan maka semakin cepat laju reaksinya, begitupun sebaliknya semakin kecil konsentrasi yang digunakan maka semakin lambat laju reaksinya. 2. Semakin tinggi suhu maka waktu yang dibutuhkan semakin cepat, begitupun sebaliknya semakin rendah suhu maka waktu yang dibutuhkan semakin lama. 3. Pengaruh katalis terhadap laju reaksi B.
Saran Diharapkan semua praktikan dapat melakukan percobaan dengan baik sehingga dapat mengerti dan memahami percobaan tersebut.
2