MAKALAH FARMAKOTERAPI 1 βBRONKHITISβ
Dosen pengampu : Peppy Octaviani DM, M.Sc., Apt.MH Disusun Oleh : Kelompok III 1. Mega Kholil Nabila
(16482014491)
2. Noryana
(170105046)
3. Pika Dwijayanti
(170105053)
4. Umi Yulifah
(170105064)
PROGRAM STUDI S1 FARMASI UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA PURWOKERTO 2018
A.
KASUS Tn. RJ (65 thn, 55 kg, 160 cm) adalah seorang perokok berat. tn RJ sudah 30 tahun lebih merokok dan setiap harinya dapat menghabiskan 1-2 bungkus rokok. Pasien sudah disarankan untuk mencoba menghentikan kebiasaan tersebut, tetapi selalu gagal. Pasien datang ke poliklinik RS karena mengalami sesak napas, batuk, lemas, dan kulit berwarna kebiruan. Sekitar sebulan yang lalu, pasien mengalami pilek dan batuk yang awalnya kering, tetapi lama-kelamaan menjadi nbatuk berdahak dengan dahak yang banyak dan purulen. Setelah dilakukan pemeriksaan, diperoleh data sebagai berikut : TD : 140/80 mmHg, T : 38Β°C, RR: 22x/mnt, HR: 85x/mnt, PEVI/FVC: 0,65 , ronkhi basah (+), rales (+), kultur: (+) staphylococcus, leukosit: 18.000ππ.
B.
DASAR TEORI 1. DEFINISI
Bronchitis adalah suatu peradangan pada bronkus (saluran udara ke paru-paru). Penyakit ini biasanya bersifat ringan dan pada akhirnya akan sembuh sempurna. Tetapi pada penderita yang memiliki penyakit menahun (misalnya penyakit jantung atau penyakit paru-paru) dan pada usia lanjut, bronchitis bisa bersifat serius (Astuti et all. 2011). Bronchitis adalah suatu infeksi saluran pernafasan yang menyebabkan inflamasi yang mengenai trakea, bronkus utama dan menengah yang bermanifestasi sebagai batuk dan biasanya membaik tanpa terapi 2 minggu. Bronkitis umumnya disebabkan oleh virus seperti
RSV,
virus
influenza,
virus
parainfluenza,
adenovirus,
virus
rubella,
paramyxovirus sedangkan untuk bakterinya berkaitan dengan mycoplasma peneumonia, bardetella pertussis (Nanda.2015). A. BRONKITIS AKUT
a. Etiologi Infeksi virus merupakan penyebab pada 95% kasus bronchitis akut. Virus utama yang paling sering dihubungkan dengan gangguan bronchitis akut adalah rhinovirus, coronavirus, virus influenza A, virus parainfluenza, adenovirus dan respiratory syncytial virus (RSV) (Ikawati, Zullies. 2016). Infeksi bakteri menyebabkan 5-20% kasus bronchitis akut. Bakteri yang paling sering menyebabkan bronchitis adalah Chlamydia psittaci, Chlamydia pneumonia, Mycoplasma pneumonia, dan Bordetella pertussis. Selain itu, bakteri pathogen saluran nafas yang sering dijumpai adalah spesies Staphylococcus, Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenza, dan Moraxella catarrhalis (Ikawati, Zullies. 2016). b. Patofisiologi Bronkitis akut dikarakterisir oleh adanya infeksi pada cabang trakeobronkial. Infeksi ini menyebabkan hyperemia dan odema pada membrane mukosa, yang kemudian menyebabkan peningkatan sekresi bronkial. Karena adanya perubahan pada membrane mukosa ini, maka terjadi kerusakan pada lapisan epithelia saluran nafas yang menyebabkan berkurangnya fungsi pembersihan mukosilliar. Selain itu, peningkatan sekresi bronkial yang dapat menjadi kental dan liat, makin memperparah gangguan pembersihan mukosilliar. Apakah perubahan ini bersifat permanen, belum diketahui, namun infeksi pernafasan akut yang berulang dapat berkaitan dengan peningkatan hiperreaktivitas saluran nafas, atau terlinat dalam
pathogenesis asma atau PPOK. Pada umumnya perubahan ini bersifat sementara dan akan kembali normal jika infeksi sembuh(Ikawati, Zullies. 2016). c. Gejala dan tanda Tanda dan gejala bronchitis akut diawali dengan manifestasi infeksi saluran pernafasan atas seperti : ο§
Hidung berair
ο§
Tidak enak badan
ο§
Mengigil
ο§
Pegal-pegal
ο§
Sakit kepala
ο§
Tenggorokan sakit Tanda utama bronchitis akut adalah batuk yang pada awalnya kering dan tidak
produksi, namun kemudian berubah menjadi produktif, makin kerap, dan berdahak. Batuk umumnya terjadi selama 7 sampai 10 hari, meskipun pada beberapa pasien mungkin dapat bertahan sekitar 3 minggu (Ikawati, Zullies. 2016). Pada pemeriksaan dada mungkin akan dijumpai tanda-tanda ronchi dan wheezing (mengi = suara siulan didada saat bernafas yang menunjukan adanya sumbatan pada saluran pernafasan dan bronkeolus, dan merupakan karakteristik asma dan brpnkitis). Hasil rontgen dada umumnya tidak menunjukan tanda-tanda penyakit. Uji kultur untuk mengidentifikasi bakteri penyebab biasanya tidak banyak gunanya, karena penyebab sebagian besar bronchitis adalah virus, dan hasil uji kultur biasanya negative atau menunjukkan flora nasofaring normal. Hasil tes laboratorium umumnya normal atau ada peningkatan sedikit dalam jumlah leukosit (Ikawati, Zullies. 2016). d. Tujuan Terapi Tujuan terapi pada bronkhitis akut adalah memberikan rasa nyaman kepada pasien, dan pada kasus yang berat,tetapi ditunjukan untuk mengobati adanya dehidrasi dan gangguan pernafasan (Ikawati, Zullies. 2016). e. Strategi terapi
Secara umum terapi bronkhitis akut adalah bersifat simtomik dan suportif pasien disarankan untuk banyak minum air putih dan mencegah dehidrasi dan untuk menurunkan viskositas mukus.istirahat total disarankan sampai demam berkurang.untuk mengatasi pegal pegal,demam,atau sakit kepala dapat digunakan analgetik dan antipiretik aspirin,paracetamol dan ibu profen dapat digunakan dan dapat disesuaikan dengan kondisi pasien.dalam banyak keadaan paracetamol merupakan pilihan yang terbaik,baik pada anak anak maupun dewasa.aspirin sebaiknya tidak digunakan pada anak anak karena dapat menyebabkan syndrom reye juga pada pasien asma atau gangguan lambung karena dapat memicu serangan asma dan menyebabkan gangguan lambung. Obat flu dan batuk tanpa resep sering digunakan oleh pasien untuk mengurangi gejala. Namun perlu diketahui bahwa obat-obat yang mengandung antihistamin, simpatomimetik, dan antitusif dapat menyebabkan dehidrasi pada mukus,sehingga dahak menjadi kental dan sulit dikeluarkan. Hal ini akan memperlama gangguan bronkitis. Namun dalam hal batuk yang sangat mengganggu, dapat diberikan antitusif ringan seperti dekstrometrofan, walaupun manfaat bervariasi (Ikawati, Zullies. 2016). B. BRONCHITIS KRONIS Bronchitis kronis adalah salah satu komponen dari penyakit paru obstruksi kronik (PPOK). Deskripsi standar tentang bronchitis kronis adalah batuk berdahak yang terjadi selama sedikitnya 3 bulan dalam setahun untuk 2 tahun berturut-turut. Eksaserbasi akut bronchitis kronis didefinisikan sebagai memburuknya gejala respirasi seperti: ο§
Batuk
ο§
Sekresi dahak yang berlebihan
ο§
Kesulitan bernafas (Ikawati, Zullies. 2016).
a. Etiologi Beberapa factor sering dikaitkan dengan pathogenesis bronchitis kronis, tetapi penyebab persisnya tidak diketahui. Factor utama bronchitis kronis adalah merokok, dan hamper semua pasien dengan bronchitis kronis memiliki riwayat merokok. Debu, bau-bauan, dan polusi lingkungan juga berkontribusi terhadap terjadinya bronchitis
kronik. Dikenal istilah industrial bronchitis, yaitu bronchitis kronis yang disebabkan oleh paparan polutan yang berasal dari lingkungan atau tempat kerja. Dingin, perubahan iklim yang drastic juga dapat memicu bronchitis kronis, termasuk hipersekresi mucus pada penderita asma juga bisa memicu terjadinya saluran nafas kambuhan yang sering terjadi merupakan factor predisposisi seseorang untuk mengalami bronchitis kronis (Ikawati, Zullies. 2016). Infeksi virus berperan dalam 7% sampai 64% kejadian eksaserbasi akut bronchitis kronis. Virus yang paling sering dijumpai pada eksaserbasi akut bronchitis kronis adalah virus influenza A atau B, parainfluenzae, coronavirus, dan rhinovirus. Sedangkan bakteri yang sering dijumpai pada eksaserbasi akut adalah : S. pneumonia, S. aureus, H. influenza, H. parainfluenzae, M. catarrhalis, spesies Neisseria, dan spesies Pseudomonas (Ikawati, Zullies. 2016). b. Patofiologi Beberapa abnormalitas fisiologi pada mukosa bronkus dapat menyebabkan bronchitis kronis. Telah diketahui bahwa pasien bronchitis kronis lebih kerap mengalami infeksi saluran nafas karena terjadinya kegagalan pembesihan mukoosilliar terhadap inhalasi kronis berbagai pembersihan mukosilliar adalah adanya proliferasi sel goblet (sel yang memproduksi mukus) dan pergantian epitel yang bersilia dengan yang tidak bersilia. Hal ini menyebabkan ketidak mampuan bronkus pada penderita bronchitis kronis untuk membersihkan dahak yang kental dan lengket (Ikawati, Zullies. 2016). Perubahan mukosa bronkus lainnya yang menyebabkan kecenderungan trjadinya infeksi adalah hipertrofi dan dilatasi kelenjar penghasil mukus.selain itu, inhalasi iritan toksik dapat menyebabkan obstruksi bronkus karena terjadi stimulasi aktivitas kolinergik dan peningkatan tonus bronkomotor (Ikawati, Zullies. 2016). Bakteri yang bertempat di epitelial bronkus (flora nasofaring) juga cenderung menyebabkan pasien mengalami eksaserbasi akut bronkitis kronis.bakteri H. influenzae dan mikroorganisme yang lain tinggal di epitel bronkus akan menjadi patogenik jika daya tahan tubuh pasien melemah. Daya tahan tubuh melemah antara lain jika kemampuan fagositosis bakteria oleh neutrofil berkurang, atau berkurangnya kadar imunoglobulin A (Ikawati, Zullies. 2016).
c. Gejala dan tanda Sama dengan bronkitis akut, tanda utama bronkitis kronis adalah batuk. Batuknya bisa ringan atau berat dengan dahak yang purulen. Pasien dengan bronkitis kronis biasanya akan terbatuk βbatuk pada pagi hari untuk mengeluarkan dahak dalam jumlah banyak. Dahaknya umumnya berwarna putih atau kuning dan liat (Ikawati, Zullies. 2016). Tanda awal eksaserbasi akut bronkitis kronis adalah meningkatnya frekuensi dan keparahan batuk. Gejala lainnya : produksi dahak meningkat, dahak purulen, batuk darah (hemoptysis), dada sesak, sesak nafas, dan mengi. Tidak enak badan, kehilangan selera makan, menggigil, dan demam juga dapat terjadi. Demam dan menggigil juga dapat mengarah pada kejadian pneumonia daripada bronkitis kronis, dalam hal ini perlu memeriksa lebih jauh (X-ray dada, kultur sputum) (Ikawati, Zullies. 2016). Tingkatan
Klas l,
Kriteria atau
Patogen yang
faktor resiko
umum
Tidak ada penyakit
virus
Trakeobronkhitis yang menyertai
Pilihan terapi awal
1. Non-Farmakologi, kecuali gejala berlanjut 2. Amoksisilin,amoksiklav, makrolid (Ikawati, Zullies. 2016).
Klas II,
FEVI>50%,
H. influenzae,
Bronkitis kronis
peningkatan volume Hemophilus
flourokuinolon jika
dan purulensi
spp, Moraxela
prevalensi H. Influenza
sputum, usia lanjut
catarrhalis,
yang resisten amoksisilin
ada penyakit lain
Streptococcus
> 20%
pneumoniae
1. Amoksisilin, atau
2. Flourokuinolon,
(mungkin
amoksiklav,azitromisin,
resisten beta
tetrasiklin, trimetropin-
laktam)
sulfametoksazol (Ikawati, Zullies. 2016).
Klas III,
FEVI<50%,
Sama dengan
1. Flourokuinolon
Bronkitis kronis
peningkatan volume Klas II,
dengan
dan purulensi
ditambah K.
amoksiklav, atau
komplikasi
sputum, usia
Pneumonia , P.
azitromisin (Ikawati,
lanjut,ada penyakit
Aeruginosa,
Zullies. 2016).
lain
bakteri gram
2. Gol sefalosporin,
negatif (resisten beta laktam) Klas IV, infeksi
Sama dengan klas
Sama dengan
Flourokuinolon,oral atau
bronchitis kronis
III, ditambah
klas III
parenteral, karbapenem atau
dengan produksi
gol sefalosporin (Ikawati,
sputum purulen
Zullies. 2016).
dalam jangka bertahun-tahun
C. TERAPI FARMAKOLOGI Terapi farmakologi untuk bronkitis kronis meliputi penggunaan antibiotika , ekspektoran, seperti guainefesin, dan bronkodilator. Untuk menentukan kebutuhan akan antibiotika pada eksaserbasi akut bronkitis kronis, keparahan penyakit harus dievaluasi, terutama pemeriksaan sputum akan adanya bakteri patogen. Dalam bab ini akan dibahas mengenai penggunaan antibiotika pada bronkitis kronis (Ikawati, Zullies. 2016). Antibiotika untuk bronkitis kronis harus dapat berpenetrasi ke dalam jaringan bronkial, di samping juga dapat menembus sputum. Beberapa antibiotika yang dapat digunakan untuk bronkitis krnis adalah amoksisilin, amoksisilin dan klavulanat, golonga flourokuinolon (gatifloksasin, levofloksasin, dan moksifloksasin), dan
golongan sefalosporin. Golongan makrolid yaitu azitromisin juga dapat dipakai (Ikawati, Zullies. 2016). a. Evaluasi dan pemantauan terapi Pasien perlu dipantau apakah gejala infeksi berkurang selama pengobatan, misalnya dari tanda-tanda seperti demam,sakit, purulensi dahak, peradangan (jika ada), dan hasil lab seperti angka leukosit . Lama pengobatan untuk bronkitis kronis kira-kira 10-14 hari. Jika tidak ada perkembangan dalam kurun waktu yang diharapkan, maka perlu dilakukan test kultur dan sensivitas untuk memastikan macam bakteri penyebabnya serta kemungkinan terjjadinya resistensi pada antibiotika tertentu (Ikawati, Zullies. 2016). D. PENATALAKSANAAN KASUS 1. SUBJEKTIF a. IDENTITAS PASIEN NAMA
: Tn. Sn
TGL LAHIR/ UMUR
: 65 thn
BB/TB
: 55 kg/ 160 cm
JENIS KELAMIN
: Laki-laki
KELUHAN UTAMA
: Sesak nafas, batuk, lemas, dan kulit berwarna kebiruan
DIAGNOSIS DOKTER : Bronkhitis b. RIWAYAT PASIEN RIWAYAT PENYAKIT : Batuk Berdahak 2. OBJEKTIF a. DATA PEMERIKSAAN KLINIK (TTV) Data Normal
Data Klinik
Keterangan
Tekanan Darah
128/80mmHg
140/80mmHg
ο
Temperatur
36-37oc
38oc
ο
Respiratory rate
12-20x/menit
22x/menit
ο
Heart Rate
60-100x/menit
85x/menit
Normal
FEVI/FVC
0,75
0,65
ο―
b. DATA PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Leukosit Ronkhi basah Rales Kultur
Data lab 18.000 οl ο« ο« ο«
Normal 5.000-10.000 οl ο ο ο
Keterangan ο Tidak normal Tidak normal Staphylococcus
3. ASSESSMENT a. PROFIL PENGGUNAAN OBAT No.
Jenis Obat
Regimen Dosis
Rute
1.
Cefadroxil 500 mg
2x1
Per oral
2.
Paracetamol 500 mg
3x1
Per oral
3.
Asetilsistein Syr
3x1 sendok takar
Per oral
b. MASALAH KLINIK & DRUG RELATED PROBLEM 1. Indikasi pada pasien dan pemilihan obat Masalah
Drug-related Problems
Resep
Kesesuai
Rekomendasi dan
Klinik pada
(DRPs) & Reference Study
dokter
an Obat
Alasan (Literature
pasien (DRPs)
Monitoring
Study)
Demam
Dilihat dari data klinik
Paracetamol
Sesuai
(Hipertermia)
pasien mengalami demam
-
-Dilihat dari data lab
-asetilsistein
Tidak
Glyceryl Guaicolate
mengalami sesak nafas,
syr
sesuai
(Guaifenesin)
Suhu
diketahui dari suhu badan 38oc. pasien diterapi dengan paracetamol. Mekanisme Paracetamol yaitu menurunkan demam (Kasim, Fauzi. 2017) Bronkitis
-Kultur, rales
batuk, lemas dan kulit
Mekanisme memiliki
kebiruan
aktivitas sebagai
-Cyanosis adalah warna
ekspektoran dengan
kebiruan akibat jumlah
meningkatkan volume
oksigen dalam darah yang
dan mengurangi
tidak adekuat, mungkin
kekentalan sputum
karena nafas pendek/
yang terdapat ditrakea
shortness of breath
dan bronkus. Obat ini
(kesulitan bernafas) (Jones,
membuat bakut
Rhonda M. 2008)
menjadi produktif dan memudahkan pengeluaran sputum (Team Medical Mini Notes. 2017)
-Dilihat dari tanda
Hipertensi
-Cefadroxil
Sesuai
-Ronkhi
bronchitis Ronkhi basah,
basah,
rales, kultur
leukosit
-Dilihat dari data lab
-
-
-Amlodiphin
Tekanan
tekanan darah meningkat
Mekanisme
darah
140/80mmHg
menghambat ion kalsium yang menyebabkan tekanan darah (Tjay, T. H,. dan Rahardja, K. 2007)
2. SUBTHERAPEUTIC DOSAGE & OVERDOSE Analisis Kesesuaian Dosis Nama Obat
Dosis dari
Dosis pemberian
Rekomendasi/Saran
500 mg,3x1
-
literature Paracetamol
500 mg, 3x1
sehari (Kasim, Fauzi. 2017) Cefadroxil
500 mg, 2x1
500 mg,2x1
-
sehari (Kasim, Fauzi. 2017) Asetilsisteina syr
200 mg, 3x1
3x1 sendok takar
Glyceryl
sehari (Kasim,
Guaicolate
Fauzi. 2017)
(Guaifenesin)
3. FAILURE TO RECEIVE MEDICATION Obat yang gagal diterima pasien Nama obat
Dosis
Indikasi
Rekomendasi/Saran
Asetilsistein syr
200 mg
Mukolitik pada
Glyceryl
(Kasim, Fauzi.
bronkial akut
Guaicolate
2017)
dan kronik
(Guaifenesin)
(Kasim, Fauzi. 2017)
4. ADVERSE DRUG REACTIONS Nama Obat
Paracetamol
Efek Samping Potensial
Gangguan pada saluran pencernaan serta reaksi hipersensitifitas, angioedema, gejala pseudomembran colitis (Kasim, Fauzi. 2017)
Cefadroxil
Mual, muntah, jika penggunaan jangka lama
Efek Samping
Rekomendasi/
yang timbul
Saran
dan dosis besar dapat menyebabkan kerusakan hati dan reaksi hipersensifitas (Kasim, Fauzi. 2017) Asetilsistein
Pusing, gatal, diare dan
Glyceryl
syr
edema
Guaicolate (Guaifenesin)
1. MONITORING HASIL TERAPI OBAT Indikasi pada
Nama obat
Dosis
pasien
Parameter
Evaluasi Hasil
Monitoring
yang diperoleh
(Data Lab, Data Klinik) Demam
Paracetamol
500 mg, 3x1
Suhu
(Hipertermia) Bronkitis
diketahui Asetilsistein syr
3x1
sendok Batuk
takar Infeksi
Hipertensi
Belum
Cefadroxil
Amlodiphin
500 mg, 2x1
5 mg, 1x1
Belum diketahui
Leukosit ο
Belum
18.000 οl
diketahui
Tekanan darah
Belum
meningkat
diketahui
140/80mmHg
2. TERAPI NON FARMAKOLOGI Berhenti merokok, menghindari udara yang terpolusi, meningkatkan asupan cairan (banyak minum air putih), jaga kelembaban udara (Ikawati, Zullies. 2016)
PEMBAHASAN Bronchitis adalah suatu infeksi saluran pernafasan yang menyebabkan inflamasi yang mengenai trakea, bronkus utama dan menengah yang bermanifestasi sebagai batuk dan biasanya membaik tanpa terapi 2 minggu. Bronkitis umumnya disebabkan oleh virus seperti RSV, virus influenza, virus parainfluenza, adenovirus, virus rubella, paramyxovirus sedangkan untuk bakterinya berkaitan dengan mycoplasma peneumonia, bardetella pertussis (Nanda.2015). Berdasarkan diagnosa pemeriksaan dokter bahwa pasien mengidap bronchitis kronis yang ditandai dengan sesak nafas, batuk, lemas, dan kulit berwarna kebiruan. Sekitar sebulan yang lalu, pasien mengalami pilek dan batuk yang awalnya kering, tetapi lama kelamaan menjadi batuk berdahak dengan dahak yang banyak dan porulen. Setelah
dilakukan pemeriksaan, diperoleh tanda-tanda vital: Temperatur 38oC
menunjukan demam
yang mengakibatkan badan panas; RR(22x/mnt) menunjukkan
takipenea menyebabkan nafas menjadi cepat; tekanan darah 140/80mmHg menunjukkan normal menurut JNC 8 Guideline 2014 nilai normal yaitu 150/90 mmHg; pada usia lebih dari 60 tahun HR (85x/menit) menunjukkan normal; FEV1/FVC (0,65) menunjukkan rendah sehingga pasien mengalami sesak. Sedangkan berdasarkan hasil laboratorium dari pasien, nilai leukosit (18.000 Β΅l) atau disebut leukositosis menunjukkan adanya infeksi pada tubuh yang menyebabkan leukosit meningkat sehingga dapat dikatakan bahwa pasien menderita bronkitis; ronkhi basah (+) menunjukkan bronkospasme; rales (+) menunjukkan tidak normal; kultur (+) dengan adanya bakteri Staphylococcus. Sehingga hal ini harus segera diobati. Terapi yang diberikan yaitu cefadroxil 2x1 sehari 500mg,paracetamol 3x1 sehari 500mg,dan asetilsistein sirup yang diberikan 3x1 sendok takar.
paracetamol dan
cefadroxil sudah tepat,dikarenakan pemberian untuk paracetamol digunakan untuk menurunkan demam pada pasien sehingga suhu tubuh pasien kembali normal dan untuk pemberian cefadroxil dikarenakan memiliki aktivitas antimikroba meliputi bakteri gram positif. Yang dimaksud dari bakteri gram positif disini yaitu Staphylococcus,yang merupakan bakteri yang menyerang pasien bronkitis kronik dan dalam pengobatannya digunakan golongan sefalosporin yaitu cefadroxil.
Pada pemberian asetilsistein sirup diganti dengan gliserin guaikolat karena asetilsistein tidak bisa digunakan untuk penderita asma bronkial dan berbahaya untuk pasien asma bronkial akut ( Team Medical Mini Notes. 2017) sedangkan gliseryl guaiacolate memiliki aktivitas sebagai ekpektoran dengan meningkan volume dan mengurangi kekentalan sputum yang terdapat di trakea dan bronkus. Obat ini membuat batuk menjadi produktif dan memudahkan pengeluaran sputum ( Team Medical Mini Notes. 2017). Pada kasus ini tekanan darah pasien adalah 140/80 mmHg. Klasifikasi hipertensi menurut JNC-VIII 2003 yaitu dikatakan normal jika β€ 120 πππ»π sistolikdan β€ 80 πππ»π diastolik. Dikatakan perhipertensi jika 120-139 mmHg sistolik dan 80-90 mmHg diastolic. Dikatakn hipertensi derajat 1 jika 140-159 mmHg sistolik dan 90-99 mmGh diastolic. Dikatakan hipertensi derajat 2 jika β€ 160 πππ»π sistolik dan β₯ 100 πππ»π diastolik. Sehingga pada pasien ini dapat digolongkan Hipertensi derajat 1 karena tekanan darah pasien adalah 140/80 mmHg. Untuk mengatasi hipertensi pasien adalah dengan memberikan edukasi tentang penyakit, pola hidup sehat dan konsumsi makanan yang rendah garam serta larangan untuk merokok, diharuskan rutin mengecek tekanan darah guna menghindari dampak yang lebih buruk dari hipertensi ( Napanggala Adi. 2015).
KESIMPULAN Bronkitis adalah suatu peradangan pada bronkhioli, bronchus, dan trakea oleh berbagai sebab. Bronchitis biasanya lebih sering disebabkan oleh virus seperti Rhinovirus syincitial virus (RSV), virus influenza, virus parainfluenza dan coxsackie virus. Bronchitis aku juga dapat dijumpai pada anak yang sedang menderita morbilli. Pada infeksi bila terkena Mycoplasma pneumoniae. Penyebab lainya juga bisa dari bakteri seperti Staphylococcus, Streptococcus, Haemophylus influenza. Selain itu bronchitis dapat juga disebabkan oleh parasite seperti Ascariasis dan jamur (Muttagin, 2008).
DAFTAR PUSTAKA Astuti, Eka Novi,. Sri Sugiarsi,. Riyoko,. 2011. Analisis Trend Pasien Rawat Inap Bronchitis Di RSUD dr.Soediran Mangun Kabupaten Wonogiri Periode Tahun 2011. Jurnal Kesehatan, ISSN. 1979-9551, Vol. V.NO.1, Maret 2011, Hal 60-71 Ikawati, Zullies. 2016. Penatalaksanaan Terapi Penyakit Sistem Pernafasan. Yogyakarta : Bursan Ilmu Jones, Rhonda M. 2008. Penilaian Umum dan Tanda-Tanda Vital Kasim, Fauzi. 2017. ISO Indonesia Vol 51. Jakarta : PT ISFI Lestari, S. 2016. Hematologi 2. Jombang : Stikes Icme Muttaqin. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta : salemba Medika Nanda Internasional. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi Dan Klarifikasi 2015-2017. Edisi 10. Jakarta: EGC Napanggala Adi. 2015. Penyakit Paru Obstruktif Kronis ( PPOK) Dengan Efusi Pleura dan Hipertensi Tingkat 1. Fakultas Kedokteran Lampung : Universitas Lampung Team Medical Mini Notes. 2017. Basic Pharmacology and Drug Notes. Makasar : MMN Publishing Tjay, T. H,. dan Rahardja, K. 2007. Obat-Obat Penting Kasiat, Penggunaan dan Efek-Efek Sampingnya. Jakarta : Elex Media Rahardja